Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PROBLEMATIKA HADIST SEBAGAI DASAR TASYRI

“Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah
Ilmu Hadist”.

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. H Endang Soetari Ad., M.si.

Disusun oleh :

Dwi Fitri Destiana1208010057

ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALI DJAGA

BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat karunia serta kasih sayang-
Nya saya dapat menyelesaikan makalah mengenai “Problematika Hadist Sebagai Dasar Tasyri”
ini dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir,
penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita,Nabi Muhammad SAW tidak
lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H Endang Soetari Ad., M.Si.
selaku dosen mata kuliah Ilmu Hadist.

Dalam penulisan makalah ini, saya menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan. Walaupun demikian, inilah usaha maksimal saya selaku penyusun makalah.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan
diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan
sebagaimana mestinya.

Akhirnya kami berharap semoga Allah SWT memberikan balasan setimpal yang baik
pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Aamiin Yaarabal’Alamiin.

Bandung, 27 Juni 2021

Dwi Fitri Destiana

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
BAB 1.................................................................................................................... 1
Latar Belakang..................................................................................................................................... 1
Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 2
Tujuan Penulisan ................................................................................................................................. 2

BAB II .................................................................................................................. 3
1. Pemalsuan Hadist........................................................................................................................ 3
2. Inkar As-Sunnah ........................................................................................................................ 10
3. Kritik Orientalis ......................................................................................................................... 16

BAB III ............................................................................................................... 21


A. Kesimpulan ................................................................................................................................... 21
B. Saran ......................................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 22

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hadits merupakan salah satu sumber ajaran umat islam setelah Al-Quran dan salah satu
fungsi hadits yaitu sebagai penjelas terhadap ayat-ayat al-Quran yang dianggap samar
maknanya. Selain sebagai penjelas fungsi hadits yang lainnya yaitu untuk menguatkan dan
menegaskan hukum yang terdapat dalam al-Quran, serta menetapkan dan mengadakan hukum
yang tidak disebutkan dalam al-Quran.

Karena hadits memiliki isi yang lebih transparan dari al-Quran, sehingga lebih mudah untuk
dikeritisi, bahkan oleh non muslim. Sehingga banyak non muslim yang tidak menyukai umat
islam menjadikan hadist untuk menyelewengkan umat muslim maka dari itu agar kita terhindar
dari kekeliruan terhadap sebuah hadits maka dibuatlah makalah mengenai problematika hadits
sebagai dasar tasyri.

Disamping adanya kesepakatan dari umat Islam untuk menerima Hadits sebagai dasar
Tasyri’, namun terdapat pula pandangan problematik tentang Hadits. Bahkan ada sejumlah
kecil yang menolak Hadits sebagai dasar Syari’at Islam yang kedua setelah al-Qur’an.

Pandangan-pandangan ini ada yang datang dari intern umat Islam, dan ada juga yang datang
dari lingkungan ekstern umat Islam yang kadangkala juga pandangannya diikuti oleh
lingkungan intern. Pada abad II Hijriyah, muncul faham yang menyimpang dari garis khiththah
yang telah dilalui oleh shahabat dan tabi’in, yakni ada yang tidak mau menerima Hadits sebagai
hujjah dalam menetapkan hukum, atau bila tidak dibantu oleh al-Qur’an, dan ada pula yang
tidak menerima Hadits Ahad. Dalam pada itu, terdapat perbedaan faham dalam hal keadilan
shahabat, hukum menulis hadits, keberadaan pemalsuan Hadits dan lainlain.

Problematika tersebut dibahas secara seksama oleh pada ulama dari berbagai keahlian;
Tafsir, Hadits, ilmu kalam, Fiqh dan Tasawuf, terutama menggunakan dalil yang jelas dari al-
Qur’an dan hadits, logika yang kuat dan fakta-fakta historis yang kuat sejak zaman nabi saw.

Oleh karena itu, Problematika Hadits yang sudah terjadi ini bisa kita ketahui dari mulai
permasalahan Pemalsuan Hadits, Inkara Sunah, dan juga Kritik Orientalis yang masuk ke
dalam cakupan Problematika Hadits ini sendiri.

1
Rumusan Masalah
A. Bagaimana Problematika Hadits terkait Pemalsuan Hadits?
B. Bagaimana Problematika Hadits terkait Inkar As-Sunnah?
C. Bagaimana Problematika Hadits terkait Kritik Orientalis?

Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bagaimana Problematika Hadist terkait Pemalsuan Hadist.
2. Mengetahui bagaimana Problematika Hadist terkait Inkar As-Sunnah.
3. Mengetahui bagaimana Problematika Hadist terkait Kritik Orientalist.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pemalsuan Hadist
A. Pengertian Hadist Palsu (Maudhu)

Menurut bahasa, kata Maudhu yaitu isimmafuldanfi’il madhiwadha’a mudhari’nyanyadha


yang mempunyai banyak arti sesuai menurut konteks dari kalimat itu sendiri, antara lain
menggugurkan isqath seperti menggugurkan jinayah dari padanya. Adakala bermakna
meninggalkan seperti artinya ada yang ditinggalkan di tempat pengembalaannya dan ada pula
yang bermakna memalsukan contohnya dalam kalimat artinya si pulan membuat-buat atau
mereka-reka kisah ini. Sedangkan menurut istilah Ulumul Hadits, sebagaimana yang
diutarakan oleh beberapa ahli, seperti Muhammad ‘Ajjjaj al-Khatib,Hasbi ash-Shiddieqi dan
Subhi ash-Shahih adalah sebagai berikut :

Muhammad ‘Ajjjaj al-Khathib menjelaskan :

‫ما نسب إلى الرسول صلى ﷲ علیھ وسلم أختالفا وكذبا مما لم یقلھ أو یفعلھ أو یقرره‬

Artinya : sesuatu yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW. Secara bohong dan dusta, padahal
Rasulullah saw.tidak pernah mengatakan, mengerjakan atau menyetujuinya.

Hasbi ash-Shiddieqi, mengatakan bahwa hadisMaudhu’adalahhaditsdibuat-buat, yakni


hadis yang dianggap cacat disebabkan kedustaan para rawi.Subhi ash-Shalih, mendefinisikan
bahwa hadits Maudhu’ itu adalah:

‫الموضوع هو الخبر الذى یخلتقه الكاذبون وینسبونه إلى رسوو ل اﷲ صلى اﷲ علیه‬
‫وسلم افتراء علیه‬
Artinya : hadits Maudhu’adalah berita yang diciptakan oleh para pembohong,mereka
menisbahkan kepada Rasulullah SAW.secara tidak benar.

Ada definisi lain yang lebih lengkap dan ketat, yang disampaikan oleh Mahmud Abu Rayah
adalah sebagai berikut:

‫الموضوع هو المختلق المنسوب إلى رسول اﷲ صلى اﷲ علیه وسلمتانا سواء كان ذورا‬
‫وذلك عمدا أو خطأ‬

3
Artinya: hadits Maudhu’adalah hadits yang dibuat-buat oleh seorang pendusta dan
dinisbahkan kepada Rasulullah SAW.secarapalsu dan dusta baik disengaja atau tidak.

Dari keempat pengertian ini dapat disimpulkan bahwa hadits Maudhu’ituadalah apabila
didalam hadits terdapat tiga unsur pokok yaitu :

1. Hadits itu dibuat-buat dan diciptakan oleh seorang pendusta.


2. Hadits itu dinisbahkan kepada Rasulullah SAW.
3. Hadits yang dibuat-buat itu dilibatkan Rasulullah SAW. Oleh pendusta baik di
sengaja atau tidak.
B. Awal Kemunculan dan Perkembangan Hadist Palsu

Para pakar hadits telah berbeda pendapat tentang awal mulanya fungsi hadits Maudhu’, ada
yang menyatakan hadits Maudhu terjadi pada awal 10 H.seperti yang telah disampaikan oleh
Mushthafa As-Siba’iy dalam bukunya al-Sunnah Wamakanatuha fi al-Tasyri’ al-Islami. Usaha
pemalsuan ini disebabkan kepentingan pribadi, primordial, politik seperti pertentangan
politik(khalifah)antara Ali dan Mu’awiyah. Sedangkan dalam kitab Ulum al-Hadits wa
Mushthalahuhu, Shubhi al-Shahih menyatakan hadits Maudhu’itu lahir pada 41 H. pada saat
Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat, dan pada masa itu pulater pecah umat Islam
kepada tiga golongan yaitu : Syiah,Mu’awiyah dan Khawarij.

C. Motif Pemalsuan Hadist

Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadits tidak hanya lakukan oleh orang-orang Islam, tetapi
juga dilakukan oleh orang-orang non-Islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka
membuat hadits palsu yaitu sebagai berikut:

a. Perselisihan Politik Dalam Soal Khalifah


Partai-partai politik pada masa itu, ada yang membuat banyak hadits palsu, ada yang
sedikit. Yang paling banyak membuat hadits palsu ialah golongan Syi’ah dan Rafidhah
(salah satu sekte Syi’ah). Golongan Syi’ah membuat hadits-hadits mengenai
kekhilafahan Ali, yakni mengenai keutamaannya dan keutamaan Ahlul Baait.
Disamping itu, mereka membuat pula hadits-hadits untuk mencela dan memburuk-
burukan para sahabat, khususnya Abu Bakar danUmar bin Khattab. Menurut
keterangan Al-Khalily, dalam kitab Al-Irsyad fi ‘Ulama’ Al-Bilad, kaum Rafidhah
telah membuat hadits palsu mengenai keutamaan Ali dan Ahlul Bait sebanyak 300.000
hadits. Yakni boleh berdusta menurut mereka untuk kebaikan.

4
Diantara hadits palsu yang dibuat mereka yaitu:

‫من اراد ان ینظر الى أدم في علمه و الى نوح في تقواه والى ابراهیم في حلمه والى‬
‫موسى في هیییته و الى عیس في عبادته فلینظر الى علي‬
“Barang siapa ingin melihat kepada Adam tentang ketinggian ‘ilmunya, ingin melihat
kepada Nuh tentang ketaqwaannya, ingin melihat kepada Ibrahim tentang kebaikan
hatinya, ingin melihat kepada Musa tentang kehebatannya, ingin melihat kepada Isa
tentang Ibadahnya, maka hendaklah ia melihat Ali.”
b. .Zandaqah
Yang dimaksud dengan Zandaqah, rasa dendam yang bergelimang dalam hati
saubari golongan yang tidak menyukai kebangkita Islam dan kejayaan
pemerintahannya. Memangg Islam telah merobohkan beberapa singgasana kerajaan
dan menghilangkan kebesaran-kebeasran yang dimiliki oleh beberapa orang tertentu.
Umat yang merasakan bahwa di dalam Islam diperoleh kemuliaan pribadi manusia,
diperoleh kemerdekaan berpikir, bersaha dan diperoeh kehormatan aqidah, masuklah
benar hati orang yang menaruh dendam kepada Islam dan kekusaannya. Maka oleh
karena mereka tidak memperoleh jalan untuk merobohkan kedaulatan Islam yang
sudah amat kokoh, mereka berupaya mengeruhkan Islam menghilangkan kejernihan
dengan jalan membuat hadits-hadits palsu, agar dengan demikian, keruhlah keadaan
hadits, berangsur-angsur rusaklah kepercayaan dan berprecah-pecahlah pengikut-
pengikutnya.
Mereka mengusahakan tipu muslihatnya dengan menyisipkan tasyayu (yang
membangkitkan fanatik, tashawuf (benci kepada dunia) dan dengan jalan falsafah dan
hikmah. Contoh,

‫ان للا لما خلق الحروف سجدت الباء ووقفت االلف‬


“Bahwasanya Allah ketika menjadikan huruf bersujudlah ba’, dan tegak berdirilah alif.”

c. Ashbiyah
Ashbiyah yaitu fanatik kebangsaan, kekabilahan, kebahasaan dan keimanan. Mereka
yang fanatik kepada kebangsaan Persia membuat hadits diantaranya,

‫ان ﷲ اذا غضب أنزل الوحي بالعربیة واذا رضي انزل الوحي بالفارسیة‬

5
“Allah apabila marah menurunkan wahyu dengan bahasa Arab dan apabila ridha
menurunkan wahyu dalam bahasa Persia”

d. Keinginan menarik minat para pendengar dengan kisah-kisah penghajaran dan


hikayat-hikayat menarik
Ketika tugas memberi nasihat kepada umat dikendalikan oleh orang-orang yang
tidak bertaqwa, tidak takut kepada Allah dan yang mereka perlukan cuma menarik
minat pendengar, dapat membawa mereka bertagis-tangisan, merekapun memalsukan
berbagai kisah dan hikayat. Mereka katakan bahwa yang demikian diterima, atau
didengar dari Nabi SAW. Diantara hadits yang dibuat para ahli kisah (qushshash)
yaitu:

‫ منقاره من دهب وریشه من مرجا‬.‫ خلق ﷲ من كل كلمة طائرا‬.‫من قال الاله االﷲ‬

“Barang siapa membaca Laa Ilaaha Illallah, nisacaya Allah menjadikan dari tiap-tiap
kalimatnya seekor burung, paruhnya dari emas dan buahnya dari marjan.”

e. Perselisihan paham dalam masalah fiqih dan masalah kalam


Para pengikut mazhab dan pengikut-pengikut ulama kalam yang bodoh membuaat
pula beberapa hadits palsu untuk menguatkan pendirian para imamnya. Mereka yang
6anatic kepada madzhab Abu Hanifah membuat hadits:

‫من رفع يديه فى الركوع فال صالة له‬

“Barang siapa mengangkat dua tangan ketika ruku’. Tidak ada shalat baginya.”

Mereka yang fanatik kepada madzhab Imam Syafi’i membuat hadits:

‫امني جبريل عندالكعبة فجهر بسم للا الرحمن الرحيم‬

“Aku beriman kepada Jibril di sisi Ka’bah, maka ia menyaringkan

Bismillahirrahmanirrahiim.”

Mereka yang fanatik kepada Ulama Kalam membuat hadits:

‫من قال ان القرأن مخلوق فقد كفر‬

6
“Barangsiapa mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluq, kufur(kafirlah) ia.”

f. Adanya Pendapat Yang Membolehkan Membuat Hadits untuk Kebaikan.


Ada golongan yang berpendapat bahwa tidak ada salahnya kita membuat-buat
hadits untuk menarik minat umat kepada ibadah. Mereka berpendapat bahwa berdusta
untuk kebaikan, boleh. Lantaran ini dihadapan kita sekarang terdapat hadits-hadits
yang menerangkan keutamaan surat-surat Al-Qur’an. Hadits-hadits tersebut dibuat
oleh Nuh Ibn Abu Maryani. Ketika ditanya kepadanya, ia menjawab, “Saya temukan
manusia telah berpaling dari membaca Al-Qur’an, maka saya membuat hadits-hadits
ini untuk menarik minat umat kepada Al-Qur’an itu kembali”. Diantara orang yang
membuat hadits-hadits palsu, Ghulam Al-Ghalil.
g. Mendekatkan Diri kepada Pembesar-Pembesar Negara
Untuk memperoleh penghargaan dari para pembesar, terutama dari khalifah, ulama
su’(ulama yang buruk) membuat hadits untuk meligitimasi sesuatu perbuatan
pembesar-pembesar itu. Sebagai contoh, Ghiyats Ibn Ibrahim pada suatu hari masuk
ke istana Al-Mahdy yang sedang menyabung burung merpati, ia berkata bahwa Nabi
SAW. bersabda:

‫السبق االفي نصل او خف أو حافر أو جناح‬

“hanya boleh kita bertaruh dalam perlemparan panah, dalam memperlombakan kuda

dalam memperadukan burung yang bersayap.” Perkataan yang terakhir ini (au janahin)
adalah tambahan dari Ghiyats itu.

D. Tokoh-Tokoh Pemalsu Hadist

Diantara tokoh pemalsu hadits yang terkenal adalah: Ishaq bin Najh al-Malathi, Makmun
bin Ahmad al-Harawi, Muhammad ibnu as-Saib al-Kulbi, al-Mughirah bin Sa’id Al Kufi,
Muqatil bin Abi Sulaiman, al-Waqidi, serta Ibnu Abi Yahya.

1. Abdul Karim bin 'Auja'i


Ketika salah seorang zindiq yang bernama Abdul Karim bin ‘Auja’ akan dihukum mati
oleh seorang penguasa Abbasiyah di Bashrah pada zaman Khalifah al-Mahdi pada tahun
160 H, ia mengaku: “Sesungguhnya aku telah memalsukan hadits pada kalian sebanyak

7
4000 hadits palsu. Aku haramkan padanya perkara yang halal dan aku telah halalkan
padanya perkara yang haram.” (Lihat Al-Ba’itsul Hatsits, I/254)
2. Muhammad bin Sa'id al-Mashlub
Muhammad bin Sa’id Al Mashlub menemui akhir hidupnya setelah dieksekusi oleh
Abu Ja’far Al Manshur. Dia memalsukan hadits dari Anas Radhiallahu anhu yang
disandarkan pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya aku adalah penutup
nabi, tak ada nabi setelahku kecuali yang Allah kehendaki.”
3. Ghiyats bin Ibrahim
Dia pergi menemui Khalifah Al Mahdi yang sedang bermain burung merpati.
Dikatakan padanya: “Sampaikan hadits pada amirul mukminin”maka dia menyebutkan
sebuah sanad utk membuat hadist palsu atas Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwasanya
Nabi bersabda: “Tidak boleh ada taruhan kecuali pada pacuan unta, melempar tombak,
memanah, atau pacuan merpati.” Mendengar itu, Al Mahdi berkata: “Aku yang menjadi
penyebab orang itu membuat hadits palsu”, kemudian beliau meninggalkan burung merpati
tersebut dan memerintahkan utk disembelih.

E. Cara dalam Pemalsuan Hadist

Pemalsuan hadits, menurut Muhammad Mustafa ‘Azami, dapat diklasifikasikan ke dalam


dua kategori:

a) Pemalsuan hadits secara sengaja


Menurut Muhammad Mustafa ‘Azami, bentuk hadits yang dihasilkan dengan kesengajaan
dalam memalsukannya disebut hadits maudhu. Pada awal periode Islam,para pakar hadits
tidak memaparkan hadits-hadits palsu ini secara mendetail. Gerakan pemalsuan hadits ini
dapat dikategorikan sebagai komponen terselubung. Komplotan yang terdiri dari orang-
orang zindiq ini menempuh cara memalsukan hadits setelah tidak mampu secara terang-
terangan memporak-porandakan keyakinan masyarakat Islam. Untuk mencapai tujuan
yang dimaksud mereka berlindung dibalik jubah keahliannya dengan membuat hadits
palsu.
Disamping orang-orang dari kalangan ahli zindiq, terdapat juga orang-orang yang
dengan sengaja memalsukan hadits Nabi, di antaranya: orang yang lemah ingatanya dengan
minat yang cukup besar untuk mendapatkan imbalan pahala ibadah, orang yang memiliki
profesi sebagai penutur cerita guna mendukung kepentingan penguasa dan tokoh religius

8
yang ambisius untuk menyokong ide-ide alirannya, baik hukum, teologi, politik, ataupun
untuk memojokkan kelompok lain yang menjadi riwayatnya.
b) Pemalsuan hadits secara tidak sengaja
Pemalsuan hadits yang dilakukan seseorang dengan tidak sengaja, menurut Muhammad
Mustafa Azami, akan menghasilkan sebuah hadits yang disebut hadits batil. Hal ini terjadi
karena kekhilafan atau kekurang telitian dalam menerima dan menyampaikan hadits.
Kendatipun pada dasarnya tidak bermaksud mengada-ada hadits tersebut. Diantara orang
yang melakukan pemalsuan dengan tanpa sengaja tersebut adalah: 1)orang yang
mengambil hadits yang sudah tenar dan memberinya satu mata rantai baru untuk
mendapatkan pengakuan keilmuan; 2)orang yang tekun melakukan ibadah yang dengan
sengaja melakukan kesalahan dan ia tidak memberikan porsi perhatian yang cukup terhadap
studi hadits; 3) orang yang kurang mempunyai kualifikasi utama dan handal untuk
mengajarkan hadits, seperti hafalan yang kuat, kehati-hatian (ihtiyat) dan referensi yang
mu’tabar; 4) orang yang melakukan kesalahan dalam periwayatan, misalnya ketika sebuah
isnad hanya berujung pada sahabat atau tabi’in ia secara keliru menisbahkan matan hadits
tersebut kepada Nabi.
Dari dua corak pemalsuan hadits diatas menunjukkan memiliki akibat yang sama, yaitu
munculnya ungkapan palsu yang disandarkan kepada Nabi. Oleh karena itu, para ulama
yang berkecimpung dalam ulum al-hais mengklasifikasikan keduanya secara terpadu, tanpa
dipisahkan sesuai dengan corak perbedaannya. Mengenai jenis pemalsuan hadits. Pada
hakekatnya, dapat ditinjau dari berbagai demensi, termasuk ditinjau dari segi perawinya,
sanadnya, matannya, motifnya dan lain-lain.

F. Dampak Pemalsuan Hadist

Hadits-hadits palsu yang banyak beredar di tengah masyarakat kita memberi dampak dan
sangat buruk pada masyarakat Islam diantaranya:

• Penyimpangan dalam beribadah


• Munculnya keyakinan-keyakinan yang sesat
• Matinya sunnah

9
G. Upaya atau Solusi Penyelamatan Hadist

Para ulama’ hadits menyusun berbagai kaidah penelitian hadits untuk menyelamatkan
hadits Nabi SAW di tengah-tengah gencarnya pembuatan hadits palsu. Langkah-langkah yang
ditempuh adalah sebnagai berikut:

a. meneliti system sandaran hadits.


b. Memilih perawi-perawi hadits yang terpercaya.
c. Studi kritik rawi, yang lebih dikonsentrasikan pada sifat kejujuran atau
kebohongannya.
d. Menyusun kaidah-kaidah umum untuk memilih hadits-hadits,yaitu dengan
mengetahui batasan-batasan hadits shahih, hasan dan dhaif.

Mulai saat itu perkembangan ilmu hadits melaju bagitu cepat demi menyelamatkan hadits-
hadits Rasul ini. Pada akhirnya, tujuan penyusunan kaidah-kaidah tersebut untuk mengetahui
keadaan matan hadits. Bersamaan dengan itu muncullah berbagai macam Ilmu hadits,
khususnya yang berkaitan dengan penelitian sanad hadits, antara lain ialah Ilmu Rijal Al-Hadits
dan Ilmu Al-Jarh wa Al-Ta’dil.

Dengan berbagai kaidah dan ilmu hadits itu, ulama’ telah berhasil menghimpun berbagai
hadits palsu dalam kitab-kitab khusus, seperti Al-Maudhu’ Al-Kubra, karangan Abu Al-Fari
‘Abd Al-Rahman bin Al-Jauzi (508-597 H) dalam 4 jilid, dll

2. Inkar As-Sunnah
A. Pengertian Inkar As-Sunnah

Ingkar As-Sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian
maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal
ini mengkibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun seluruhnya.

Ada tiga jenis kelompok Ingkar As-Sunnah. Pertama, kelompok yang menolak hadits-
hadits Rasulullah SAW. secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang menolak hadits-hadist
yang tak disebutkan dalam Al-Qur’an secara tersurat ataupun tersirat. Ketiga, kelompok yang
hanya menerima hadits-hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang atau
periodenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadits-hadits Ahad (tidak mencapai
derajat mutawatir) walaupun sahih. Mereka beralasan dengan ayat,

10
“…Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.”
Mereka berhujjah dengan ayat itu, tentu saja menurut penafsirah model mereka sendiri.

B. Sejarah perkembangan Ingkar As-sunnah


1. Inkar As-Sunnah Klasik
Pada masa sahabat, seperti dituturkan oleh Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri, ada sahabat
yang kurang begitu memerhatikan kedudukan sunnah Nabi SAW., yaitu ketika sahabat
‘Imran bin Hushain sedang mengajarkan hadits. Tiba-tiba, ada seorang yang meminta agar
ia tidak usah mengajarkan hadits, tetapi cukup mengajarkan Al-Qur’an saja. Jawab ‘Imran,
“Tahukah anda, seandainya anda da kawan-kawan anda hanya memakai Al-Qur’an, apakah
anda dapat menemukan dalam Al-Quran bahwa shalat dhuhur itu empat rakaat, shalat
Ashar empat rakaat, dan shalat Maghrib tiga rakaat? Apabila anda hanya memakai AL-
Quran, darimana anda tahu bahwa thawaf (mengelilingi Ka’bah) dan Sa’i antara Shafa dan
Marwa itu tujuh kali?”
2. Ingkar As-Sunnah Modern
penyebab utama timbulnya Ingkar As-Sunnahmodern ini adalah akibat pengaruh
kolonialisme yang semakin dahsyat sejak awal 19 M. Di dunia islam, terutama di India
setelah terjadinya pemberontakan melawan kolonial Inggris tahun 1875 M berbagai usaha-
usaha yang dilakukan kolonial untuk pedangkalan ilmu agama dan umum. Penyimpangan
akidah melalui pimpinan-pimpinan umat islam dan tergiurnya mereka terhadap teori-teori
barat untuk memberikan interpretasi hakikat islam. Seperti yang dilakukan oleh Ciragh Ali,
Mirza Gulam Ahmad Al-Qadliyani dan tokoh-tokoh lain yang mengingkari hadits-hadits
jihad dan perang.
Ingkar As-Sunnah pada masa modern mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
Ingkar As-Sunnah pada masa klasik, baik dari sebab-sebab kemunculannya, wilayahnya,
bentuknya, maupun sikap personalnya setelah kepada mereka dijelaskan fungsi dan
keberadaan sunnah tersebut. Kalau pada kelompok ingkar sunah klasik mereka kembali
mengikuti dan mencabut pendapatnya setekah mereka menyadari kekeliruan sunnah dalam
Islam yang dijelaskan oleh para ulama yang setia kepada ajaran Nabi Muhammad SAW.,
Kelompok Ingkar As-Sunnahpada masa modern malah sebaliknya, Mereka bertahan pada
pendiriannya meskipun telah diterangkan urgensi sunnah dalam Islam. Bahkan di antara
mereka ada yang menyebarkan pemikirannya secara diam-diam meskipun penguasa
setempat telah mengeluarkan larangan resmi terhadap aliran tersebut. Muhammad Mustafa
Azami menuturkan bahwa Ingkar As-Sunnah Modern lahir di Kairo Mesir pada masa

11
Syeikh Muhammad Abduh (1266-1323 H/ 1849-1905 M). Dengan kata lain Syeikh
Muhammad Abduh adalah orang yang pertama kali melontarkan gagasan Ingkar As-
Sunnah pada masa modern. Pendapat Azami ini masih diberi catatan, apabila kesimpulan
Abu Rayyah dalam kitabnya Adhwa ‘ala As-Sunnah al-Muhammadiyah itu benar.

C. Tokoh-Tokoh dalam Inkar As-Sunnah

Tokoh-tokoh kelompok ingkar sunah modern akhir abad ke 19 dan 20 yang terkenal adalah
Taufik Siddqi (wafat 1920 dari Mesir Ghulam Ahmad Parvez dari India, Rasyad khalifah
kelahiran mesir yang menetap di Amerika serikat dan Kasasim Ahmad mantan ketua partai
sosialis rakyat Malaysia. Argumen yang mereka keluarkan pada dasarnya tidak berbeda dengan
kelompok ingkar sunnah klasik, untuk lebih jelasnya daapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Taufik Sidqi dari Mesir
Beliau berpendapat bahwa tidak ada satupun hadits nabi SAW yang dicatat pada
zamannya. Pencatatan hadits nabi SAW dilakukan setelah nabi SAW wafat. Dalam masa
tidak tertulisnya hadits nabi tersebut manusia berpeluang untuk mempermainkan dan
merusak hadits seperti yang terjadi.
2. Ghulam Ahmad Parvez dari India
Ia adalah pengikut setia Taufik Sidqi, pendapatnya yang terkenal adalah mengenai tata
cara sholat yang terserah pada pemimpin umat untuk menentukan secara musyawarah
sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat.
3. Rasyad Khalifah dari Amerika Serikat
Ia mengakui bahwa al-quran adalah satu-satunya sumber ajaran islam, namun ia menolak
al-hadits bahkan menilainya sebagai buatan iblis yang di bisikan kepada Nabi Muhammad
SAW.
4. Kasim Ahmad dari Malaysia
Menurut pendapatnya asal mula hadits Nabi SAW yang di himpun dalam kitab-kitab hadist
adalah dongeng-dongeng semata, karena hadits nabi tersebut ditulis seteleah nabi SAW
wafat
5. Ingkar Sunnah di Indonesia
Tokoh-Tokoh Ingkar sunnah yang tercatat di Indonesia antara lain: Lukman Sa’ad, Dadang
Setio Groho, Safran Batu Bara dan Dalimi Lubis.

12
D. Bentuk-Bentuk Inkar As-Sunnah

Inkar As-Sunnah seperti telah diisyaratkan di atas, ada yang berbentuk total, yaitu menolak
Sunnah secara keseluruhan. Dan ada yang berbentuk parsial, yaitu hanya menolak sebagian
Sunnah, di antaranya hadits-hadits Ahad yang berkaitan dengan masalah aqidah atau hadits-
hadits yang menurut tolok ukur logika mereka tidak masuk akal. Kelompok penolak sebagian
Sunnah ini tidak menamakan diri sebagai kaum ingkar Sunnah, bahkan menolak sebutan
demikian. Bentuk Ingkarus Sunnah secara total sudah dapat terbaca gerakannya semenjak
zaman Imam Syafi’i rahmahullah (seperti telah dipaparkan serba sedikit di atas) hingga zaman
sekarang. Beberapa tokohnyapun sudah dipaparkan. Jika di Mesir lebih banyak bersifat
individual, maka di India dan Indonesia lebih merupakan gerakan jama’ah yang terorganisir.
Tetapi masing-masing memiliki daya sesatnya sendiri-sendiri. Karena itu, dibawah ini hanya
akan dipaparkan beberapa bentuk gerakan secara garis besar yang sebenarnya merupakan
bagian dari ingkarus Sunnah, namun yang tentu menolak jika disebut ingkarus Sunnah. Sebab
mereka beranggapan bahwa mereka tidak menolak Sunnah. Hanya karena mereka bersandar
pada logika, maka mereka menolak banyak Sunnah dengan anggapan bahwa Sunnah tersebut
mustahil berasal dari Nabi.
Cukup banyak argumen yang dikemukakan oleh mereka yang berpaham inkar al-sunnah.
Baik mereka yang hidup pada zaman al-Syafi’I maupun yang hidup pada zaman sesudahnya.
Pengelompokkan tersebut berupa argumen naqli dan non-naqli. Berikut penjelasannya:
1. Argumen Naqli
Argumen Naqli tidak hanya berupa ayat Alquran saja, tetapi berupa sunnah dan hadis Nabi.
Sungguh ironis bahwa mereka menggunakan sunnah sebagai argumen untuk membela paham
mereka. Para pengingkar sunnah yang mengajukan argumen seperti itu adalah orang-orang
yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW tidak berhak menjelaskan Alquran kepada
umatnya.
2. Argumen Non-naqli
Pengertiannya adalah argumen-argumen yang tidak berupa ayat Alquran atau hadis-hadis.
Argument-argumen yang diajukan yang terpenting adalah sebagai berikut:
a) Alquran diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat
Jibril dalam bahasa Arab. Orang yang memiliki pengetahuan Bahasa Arab akan
dengan mudah mampu memahami Alquran tanpa bantuan penjelasan hadis
Nabi.

13
b) Umat Islam mengalami kemunduran karena mengalami perpecahan.
Perpecahan itu dikarenakan hadis Nabi. Jadi agar umat Islam maju maka umat
Islam harus meninggalkan hadis Nabi.
c) Asal mula hadis Nabi yang dihimpun dalam kitab-kitab hadis adalah dongeng
semata. Dinyatakan seperti itu karena hadis muncul setelah Nabi wafat.
d) Menurut dokter Taufik Sidqi, tiada satupun hadis yang dicatat pada zaman
Nabi. Pencatatan hadis Nabi terjadi stelah Nabi wafat. Dalam masa tidak
tertulisnya hadis itu, manusia berpetualang untuk mempermainkan dan
merusak hadis sebagaimana yang telah terjadi.
e) Kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadis sangat lemah untuk menentukan
kesahihan hadis.
Pada umumnya, setiap kelompok keagamaan memiliki pemikiran sebagai ajaran
utamanya. Hal ini juga menjadi ciri lain yang mempertegas eksistensi kelompoknya. Demikian
juga dengan kelompok Inkar Sunnah. Kelompok ini memiliki ajaran utama yang dijadikan
landasan pelaksanaan keberagamaan mereka.
Adapun ajaran-ajaran pokok dari Inkar Sunnah adalah sebagai berikut:
a. Tidak percaya kepada semua hadis Rasulullah SAW. Menurut mereka itu karangan
Yahudi untuk menghancurkan umat Islam.
b. Dasar hukum Islam hanya Alquran saja.
c. Syahadat mereka Isyhadû bi annâ muslimûn.
d. Shalat mereka bermacm-macam, ada yang dua roka’at-dua roka’at dan ada yang
hanya diingat saja.
e. Puasa wajib hanya bagi orang yang melihat bulan saja, kalau seorang saja yang
melihat bulan, maka dialah yang wajib berpuasa.
f. Haji boleh dilakukan selama 4 bulan haram, yaitu: Muharram, Rajab, Zulqa’idah,
dan Zulhijjah.
g. Pakaian ihram adalah pakaian Arab dan merepotkan. Maka pada waktu haji boleh
mengenakan celana panjang dan baju biasa serta memakai jas/dasi.
h. Rosul tetap di utus sampai hari kiamat.
i. Nabi Muhammad tidak berhak menjelaskan tentang kandungan isi Alquran
j. Orang yang meninggal dunia tidak dishalati karena tidak ada perintah dalam
Alquran.

14
E. Dampak dari Inkar As-Sunah

Diantara bahaya mengingkari sunnah yakni, bagi orang-orang yang menyalahi perintah
Rasulullah SAW akan ditimpa azab yang pedih, dan menjadi sesat. Faham Ingakar Sunnah
harus dijauhi karena memiliki kelemahan. Disamping itu, ingkar sunnah juga baru eksis 1200
tahun setelah wafatnya Nabi SAW. Selanjutnya, orang yang mengingkari sunnah selalu kalah
jika berhadapan dengan para ulama Ahlu Sunnah ketika itu. Pada sisi lain ingkar sunnah sama
sekali tidak memiliki kekayaan intelektual sebagaimana Ahlu sunnah, banyak diantara tokoh
Ingkar Sunnah yang hidupnya berakhir dengan mengenasakan setimpal dengan dosa-dosanya,
dan secara historis, tidak ada seorangpun khalifah dalam sejarah Islam yang berfaham ingkar
sunnah.

F. Solusi atau Upaya mengenai Inkar As-Sunnah

Ketika isu-isu seputar “aliran sesat” seperti halnya inkar sunnah muncul ke publik, dengan
cepat organisasi sosial keagamaan, masyarakat luas, termasuk pihak pemerintah dan aparat
keamanan sangat cepat merespon isu-isu ini dengan berbagai cara. Ada yang dengan cara
mengeluarkan fatwa sesat, ada yang ingin langsung menyerang para pengikutnya, dan juga ada
yang menangkap para pengikut itu dengan dalih pengamanan dan pemeriksaan. Namun, yang
disayangkan respon berlebihan justru akan menimbulkan kontraproduktif terhadap image
Islam itu sendiri sebagai agama yang santun dan damai. Sebab, tidak sedikit dari repon-respon
yang muncul itu lebih bernuansa kebencian, klaim kesesatan, dan yang lebih mengkhawatirkan
adalah eksesnya terhadap tindak kekerasan dan teror. Masyarakat umum yang awalnya hanya
mengetahui bahwa aliran itu tidak sesuai dengan ajaran Islam pada umumnya. Kemudian ikut-
ikutan terdorong untuk melakukan tindakan kekerasan.

Cara-cara kekerasan dengan dalih apapun tidak dapat dibenarkan, baik itu menurut agama,
etika, maupun prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara. Masyarakat sendiri tidak dapat
disalahkan begitu saja karena mereka berbuat itu didorong oleh sejumlah faktor penyebab
awalnya. Entah itu karena adanya fatwa, ekspos media massa yang amat berlebihan, atau
pernyataan-pernyataan sejumlah organisasi sosial-keagamaan yang pada akhirnya ikut
mempengaruhi pandangan sempit mereka menjadi seperti itu. Jadi, kekerasan sama sekali
bukan solusi. Sebagaimana dikemukakan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah,
Din Syamsuddin bahwa jangan sampai ada penghakiman dan tindak kekerasan. Mereka justru
perlu dirangkul agar mau kembali ke jalan yang benar. Semakin maraknya inkar sunnah di
berbagai tempat sangat meresahkan masyarakat. Para ulama dan umara kiranya perlu bersikap

15
dan bertindak lebih tanggap mengantisipasi keadaan sebelum terlambat. Ulama dan umara
diharapkan tidak tinggal diam bila mengetahui keberadaan inkar sunnah. Artinya, perlu
memberikan tuntunan dakwah dan penegakan hukum yang tegas terhadap para pembawa ajaran
dan aliran sesat itu. Jangan dibiarkan berkembang dan membuat masyarakat resah sekaligus
juga bisa menimbulkan ketidakstabilan masyarakat. Masyarakat yang resah bisa saja
mengambil tindakan sendiri. Kericuhan dan kekacauan massa bisa terjadi tiba-tiba. Penguatan
akidah umat juga menjadi point penting untuk menangkal tersebarnya aliran sesat ini.
Mudahnya mereka terjebak ke dalam inkar sunnah adalah lantaran lemahnya akidah mereka
dan minimnya pengetahuan Islam yang mereka miliki, sehingga para penyebar inkar sunnah
begitu gampang memperdayakan mereka dengan dalih agama untuk menyesatkannya.

Salah satu cara yang yang cukup elegan untuk mengatasi kasus inkar sunnah adalah dengan
melakukan kegiatan dialog, diskusi, atau debat publik. Melalui kegiatan semacam ini nantinya
pemimpin dan pengikut inkar sunnah akan dihadapkan pada pengujian terhadap argumentasi
pemahaman keagamaan mereka selama ini. Jika ajaran dan pemahaman yang selama ini
mereka pahami dan yakini ternyata keliru, maka mau tak mau akan ada proses “penyadaran”
secara sendirinya. Inkar sunnah tidak perlu disikapi secara “panas” terlebih dahulu, baik
melalui keputusan dan pernyataan sesat oleh sejumlah organisasi sosial-keagamaan atau
melalui penangkapan terhadap sejumlah pengikut dan pimpinan jamaahnya. Mereka perlu
diajak berdialog terlebih dahulu. Dengan digelarkan berbagai dialog, diskusi, atau debat antara
pihak-pihak yang berkepentingan dengan kasus inkar sunnah ini, maka diharapkan nantinya
tidak muncul lagi aksi-aksi kekerasan yang tidak bertanggung jawab.

3. Kritik Orientalis
A. Pengertian Kritik dan Orientalis

“Kritik” berasal dari bahasa Inggris “critic” yang artinya pengecam, pengkritik, pengupas,
pembahas. Secara terminologi, kritik berarti upaya-upaya untuk menemukan kesalahan, atau
menurut versi W.J.S. Purwodarminto mengkritik diartikan dengan “memberi pertimbangan
dengan menunjukkan yang salah”. Sedang Kritik dalam Bahasa Arab adalah “naqd” yang
diterjemahkan dengan kritik dan kecaman.

Sedangkan kata “orientalis” berasal dari kata orient yang berarti Asia Timur; atau berasal
dari kata oriental yang berarti orang Timur atau Asia. Orientalisme adalah gelombang
pemikiran yang mencerminkan berbagai studi ketimuran yang islami, yang dijadikan obyek
studi mencakup peradaban, agama, seni, sastra, bahasa dan kebudayaan. Orientalisme muncul

16
setelah orang kristen berputus asa memerangi Islam dengan pedang, sehingga mereka
menganggap bahwa cara terbaik untuk memerangi Islam adalah melalui Ghazwu al-Fikr
(perang pemikiran).

B. Motif Orientalis

Faktor Agama. Motif orientalisme dalam hal ini sama dengan motif salibis yang berawal
dari kebencian terhadap Islam.
a) Faktor Kolonialisme. Orientalisme dan kolonialisme memiliki hubungan yang erat guna
mewujudkan cita-cita bangsa Eropa (Barat). Setelah kekalahan dalam perang Salib,
Eropa berfikir bahwa peperangan fisik bukan cara yang tepat mengalahkan Islam.
Akhirnya mereka meluncurkan peperangan gaya baru yang dikenal dengan sebutan
Ghazwul Fikri. Ghazwul fikri adalah cara Barat untuk memuluskan kolonialisasi di
Timur.
b) Faktor Ekonomi.
c) Faktor Politik. Barat tetap berkeinginan terus menguasai Negara-negara Islam.
Sekalipun negera-negara tersebut telah lepas dari penjajahan langsung mereka, Barat
menempatkan orang-orang pilihan di kedutaan-kedutaan mereka di dunia Islam.
Sehingga Barat tetap dapat menyetir dunia Islam secara politis ke arah kepentingan
mereka.
d) Faktor keilmuan. Secara jujur sekalipun minim sekali, terdapat beberapa orientalis yang
menelaah literatur-literatur Islam sebagai sebuah kebudayaan dan peradaban. Namun
tidak menutup kemungkinan justru faktor inilah yang telah membuka lebar-lebar
kekeliruan serta kesalahan dalam memahami Islam.

C. Tokoh-Tokoh Orientalis
1. Ignaz Goldziher
Ignaz Goldziher (1850-1921) adalah satu-satunya orientalis yang sempat belajar secara
resmi di Universitas al-Azhar, Mesir. Ia bukan saja aktif menghadiri ‘tallaqi’ dengan
beberapa masyayikh di Al-Azhar, bahkan ia pernah ikut shalat Jumat di sebuah mesjid di
Mesir. Ignaz Goldziher seorang Yahudi yang lahir di Hungaria 1850. Ia terlatih dalam
bidang pemikiran sejak usia dini. Dalam usia lima tahun, ia mampu membaca teks Bibel
“asli” dalam bahasa Ibrani. Pendidikan S1-nya bermula pada usia 15 tahun di Universitas
Budapest, Hungaria. Ia sangat terpengaruh oleh pemikiran dosennya, yaitu Arminius
Vambery (1803-1913),seorang pakar tentang Turki.

17
2. Joseph Schacht
Prof. Dr. Joseph Schacht lahir di Silisie Jerman pada 15 Maret 1902.Karirnya sebagai
orientalis dimulai dengan belajar pilologi klasik, theologi, dan bahasa-bahasa Timur di
Universitas Berslauw dan Universitas Leipzig. Ia meraih gelar Doktor dari Universitas
Berslauw pada tahun 1923, ketika ia berusia 21 tahun.
Pada tahun 1925 ia diangkat menjadi dosen di Universitas Fribourg, dan pada tahun
1929 ia dikukuhkan sebagai Guru Besar. Pada tahun 1932 ia pindah ke Universitas
Kingsbourg, dan dua tahun kemudian ia meninggalkan negerinya Jerman untuk mengajar
tata bahasa Arab dan bahasa Suryani di Universitas Fuad Awal (kini Universitas Cairo) di
Cairo Mesir. Ia tinggal di Cairo sampai tahun 1939 sebagai Guru Besar.
3. Gauther H.A Juynboll
Juynboll adalah seorang orientalis yang mendukung pemikiran kedua orientalis di atas,
berasal dari Belanda dan dilahirkan tahun 1935, sejak di bangku S1 di Leiden ia telah
banyak melakukan kajian tentang otensitas hadits, di antara karya-karyanya adalah: The
Authenticity of the Tradition Literature, Studies on the Origins and Uses of Islamic Hadîth;
Muslim Tradition: Studies in Chronology, Provenance and Authorship of Early Hadith; dan
Discussion in Modern Egypt.
D. Bentuk Kritik Orientalis
a. Mereka berpendapat bahwa sebagian besar Hadits adalah buatan orang Islam, bukan sabda
Nabi SAW, hadits yang betul-betul berasal dari Nabi SAW hanya sedikit sekali dan tidak
dijadikan hujjah yang mu’tamad di zaman permulaan Islam. Menurut Ignace Goldzier
mengatakan, bahwa hadits sebagian besar adalah hasil dari perkembangan politik dan
kemasyarakatan pada abad I dan II Hijriyah.
b.Mereka berpendapat pula, bahwa hadits tidak dapat dijadikan dasar Tasyri’, hanya Al-
Quran-lah dasar pembianaan hukum Islam. Hal ini karena Hadits tidak dapat diyakini
keberadaannya mengingat banyaknya perbedaan lafazh dan pertentangan satu sama lain.
Mereka mengatakan bahwa sumber Syari’at Islam hanyalah Al-Qur’an, hadits bukan dasar
Tasyri, sebab Allah tidak memelihara kemurnian. Hadits sebagaiman memelihara Al-
Qur’an buktinya banyak pemalsuan Hadits kalau Hadits juga dasar Tasyri’ maka Hadits
mestinya terpelihara pula.
c. Mereka menuduh, bahwa untuk kepentingan golongan dan partai umat Islam memalsukan
hadits.seperti yang dilakukan oleh Khalifah Bani Umayah untuk alasan dari praktek
berkhutbah duduk berkhutbah sebelum shalat hari raya, bahwa itu berdasarkan dari Hadits
Nabi SAW dan sahabat sudah pernah berkhutbah dengan cara duduk.
18
d.Mereka mengatakan, bahwa yang menurut Islam dikatakan adil ternyata tidak benar, sebab
terbukti bahwa ada sementara sahabt tidak adil. sebagai contoh: Abu Hurairah yang
sebagai perawi ternyata ia orang yang humoris suka bersenda gurau dan sering membuat
hadits untuk kepentingan sendiri
e. Mereka meragukan kebenaran hadits yang terdapat pada kitab-kitab hadits. Karena masa
nabi, hadits tidak ditulis, begitupula pada masa khulafa al-rasyidin dan baru di tulis pada
awal abad II hijrah. Hal ini menyebabkan orang mudah memalsukan hadits dan mereka
juga menduga pemalsuan hadits sudah terjadi sejak masa Nabi SAW.
f. Mereka menilai bahwa sistematika tadwin hadits tidak baik dan tidak memenuhi
persaratan ilmiah serta tidak memudahkan untuk penggunaanya.
g.Mereka mengatakan bahwa diwan hadits secara keseluruhan tidak memuaskan, terbukti
bahwa ulama Islam juga banyak yang tidak menerima hadits sebagai hasil tadwin tersebut.
E. Dampak Kritik Orientalis

Secara positif mereka banyak menyadarkan kita akan pentingnya membaca sejarah para
ulama-ulama Islam kita. Mereka mengangkut manuskrip kita keluar negeri yang merupakan
sejarah keilmuwan kita untuk dipelajari dan diaplikasikan sehingga mereka lebih maju dari
umat Islam. Di Irak setelah invasi Amerika, benda dan manuskrip Islam yang ada di Irak
banyak diboyong keluar oleh AS. Memang di AS memiliki teknologi yang lebih canggih untuk
menjaga manuskrip. Secara negatif mereka mendudukan diri mereka sebagi otoritas dalam
berpendapat dan mengambil keputusan. Pendapat dan pemikiran merekalah yang harus
didengar dan dipakai.

Negatifnya kebanyakan para pelajar Muslim yang dikirim belajar atau studi ke luar negeri
setelah kembali ke Indonesia pikirannya teracuni oleh pemikiran orientalis. Kemudian mereka
memiliki posisi yang strategis sepulangnya ke negara asalnya, misalnya menjadi leader dalam
dunia pendidikan dan memasuki dunia birokrat. Oleh karena itu mereka mengambil para dosen-
dosen dari universitas bahkan kampus-kampus Islam untuk melakukan studi di negaranya agar
dapat mewarnai pemikirannya. Itu faktor eksternal hasil dari kerja orientalis. Para ahli sejarah
umumnya sepakat bahwa Eropa telah mengalami sekularisasi sejak 250 tahun terakhir. Yang
masih mereka perdebatkan hanyalah soal bagaimana dan mengapa proses itu terjadi.

19
F. Solusi untuk Kritik Orientalis
a. Pemahaman Ibadah Ritual
Sebagain besar umat Islam Indonesia yang awam mengartikan ibadah adalah
mendekatkan diri kepada Allah dengan ritual seperti shalat, puasa, haji. Banyak umat
Islam mengerjakan shalat, puasa, haji. Tetapi apabila ditanya tentang pengertian shalat,
puasa, haji banyak yang tidak tahu.
Mereka mengerjakan hanya karena ritual. Ritual tersebut merupakan tolok ukur
bagi orang yang beragama Islam. Tetapi umat Islam banyak yang tidak tahu tujuannya.
Mereka melakukan hanya mengikuti apa yang diajarkan para uztad, (tradisi), Ironisnya
para uztad tidak menjelaskan secara rinci maksud dan tujuannya. Menganggap semua
jamaah sudah tahu maksud dan tujuannya. Padahal kenyataanya banyak yang tidak tahu.
b. Meningkatkan Pengetahuan Tentang KeIslaman
Hal ini sangat penting untuk menghadapi paham-paham orientalis yang notabene
ingin menyudutkan dan menghancurkan Islam, karena mereka pada umumnya orang-
orang akademik maka untuk menyanggah mereka kitapun harus berbekal pengetahuan
keIslaman secara akademik juga.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
semua orang mampu menerima hadits sebagai dasar syaria’at Islam, bahkan ada sebagian
kecil yang menolak hadits sebagai dasar tasyri’. Hal ini bukan hanya datang dari ektern umat
Islam tetapi dari intern umat Islam sendiri. Pada abad ke II Hijriyah muncul faham yang
menyimpang dari garis khithab yang telah dilalui oleh para shahabat dan tabi’in, yakni ada
yang tidak mau menerima hadits sebagai hujjah dalam menetapkan hukum atau bila tidak
dibantu oleh Al-Quran dan ada sebagian golongan yang tidak menerima hadits Ahad.

hadits itu bukan merupakan hujjah dan tidak pula merupakan penjelasan atas al-Qur'an,
sudah tentu kita tidak akan dapat melaksanakan bagaimana cara kita beribadah dan
melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di dalam al-Qur'an. Problematika tersebut telah
dibahas secara seksama oleh para ulama dari berbagai keahlian; tafsir, hadits, ilmu kalam, fiqh
dan tasawuf, terutama menggunakan dalil yang jelas dari Al-Quran dan Hadits, logika yang
kuat dan fakta-fakta historis sejak zaman Nabi SAW.

Dengan adanya kelompok inkar sunnah yang semakin lama meresahkan umat Islam para
tokoh hadits dan ulama ahli sunnah merasa terpanggil untuk menyikapi hal tersebut dengan
argumen-argumen mereka. Imam As-Syafi’i adalah orang yang berhasil membendung gerakan
kelompok inkar sunnah selama hampir sebelas abad, sehingga dia diberi gelar kiehormatan
sebagai Nashir Al-Sunnah atau Multazim Al-Sunnah oleh ulama hadits.

B. Saran
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini, baik dalam
materi maupun dalam hal penulisan. Hal ini dikarenakan kurangnya referensi yang menjadi
rujukan dalam pembuatan makalah, dan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki.
Oleh karena itu, penulis meminta kritik dan saran yang membangun agar dapat menyajikan
makalah yang lebih baik lagi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Muhyi, A. (2020). Kumpulan Hadits Dakwah.


2. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqi. . 2009 Sejarah Dan Pengantar Ilmu
Hadits.
3. Ahmad, Muhammad. 2004. Ulumul Hadits. Bandung : Pustaka Setia
4. Herdi, Asep. 2010. “Ilmu Hadits”. Bandung: Insan Mandiri.
5. Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Teungku. 2010. “Sejarah & Pengantar ILMU
HADITS”. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
6. Machsun, T. (1988). Aliran pemikiran tentang hadits sebagai Sumber Tasyri’di
Pondok Pesantren Sabilil Muttaqien Takeran (Doctoral dissertation, IAIN Sunan
Ampel Surabaya).
7. https://ilmupengetahuan446.blogspot.com/2014/12/problemmatika-hadis.html?m=1
8. http://vingkadwifebrian.blogspot.com/2017/12/makalah-problematika-hadits-
sebagai.html
9. http://longlifeeducation-sukses.blogspot.com/2011/03/inkar-sunah.html
10. https://media.neliti.com/media/publications/318279-perspektif-orientalis-dalam-
mengkaji-had-61151d48.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai