“Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah
Ilmu Hadist”.
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
ADMINISTRASI PUBLIK
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat karunia serta kasih sayang-
Nya saya dapat menyelesaikan makalah mengenai “Problematika Hadist Sebagai Dasar Tasyri”
ini dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir,
penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita,Nabi Muhammad SAW tidak
lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H Endang Soetari Ad., M.Si.
selaku dosen mata kuliah Ilmu Hadist.
Dalam penulisan makalah ini, saya menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan. Walaupun demikian, inilah usaha maksimal saya selaku penyusun makalah.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan
diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan
sebagaimana mestinya.
Akhirnya kami berharap semoga Allah SWT memberikan balasan setimpal yang baik
pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Aamiin Yaarabal’Alamiin.
i
DAFTAR ISI
BAB II .................................................................................................................. 3
1. Pemalsuan Hadist........................................................................................................................ 3
2. Inkar As-Sunnah ........................................................................................................................ 10
3. Kritik Orientalis ......................................................................................................................... 16
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hadits merupakan salah satu sumber ajaran umat islam setelah Al-Quran dan salah satu
fungsi hadits yaitu sebagai penjelas terhadap ayat-ayat al-Quran yang dianggap samar
maknanya. Selain sebagai penjelas fungsi hadits yang lainnya yaitu untuk menguatkan dan
menegaskan hukum yang terdapat dalam al-Quran, serta menetapkan dan mengadakan hukum
yang tidak disebutkan dalam al-Quran.
Karena hadits memiliki isi yang lebih transparan dari al-Quran, sehingga lebih mudah untuk
dikeritisi, bahkan oleh non muslim. Sehingga banyak non muslim yang tidak menyukai umat
islam menjadikan hadist untuk menyelewengkan umat muslim maka dari itu agar kita terhindar
dari kekeliruan terhadap sebuah hadits maka dibuatlah makalah mengenai problematika hadits
sebagai dasar tasyri.
Disamping adanya kesepakatan dari umat Islam untuk menerima Hadits sebagai dasar
Tasyri’, namun terdapat pula pandangan problematik tentang Hadits. Bahkan ada sejumlah
kecil yang menolak Hadits sebagai dasar Syari’at Islam yang kedua setelah al-Qur’an.
Pandangan-pandangan ini ada yang datang dari intern umat Islam, dan ada juga yang datang
dari lingkungan ekstern umat Islam yang kadangkala juga pandangannya diikuti oleh
lingkungan intern. Pada abad II Hijriyah, muncul faham yang menyimpang dari garis khiththah
yang telah dilalui oleh shahabat dan tabi’in, yakni ada yang tidak mau menerima Hadits sebagai
hujjah dalam menetapkan hukum, atau bila tidak dibantu oleh al-Qur’an, dan ada pula yang
tidak menerima Hadits Ahad. Dalam pada itu, terdapat perbedaan faham dalam hal keadilan
shahabat, hukum menulis hadits, keberadaan pemalsuan Hadits dan lainlain.
Problematika tersebut dibahas secara seksama oleh pada ulama dari berbagai keahlian;
Tafsir, Hadits, ilmu kalam, Fiqh dan Tasawuf, terutama menggunakan dalil yang jelas dari al-
Qur’an dan hadits, logika yang kuat dan fakta-fakta historis yang kuat sejak zaman nabi saw.
Oleh karena itu, Problematika Hadits yang sudah terjadi ini bisa kita ketahui dari mulai
permasalahan Pemalsuan Hadits, Inkara Sunah, dan juga Kritik Orientalis yang masuk ke
dalam cakupan Problematika Hadits ini sendiri.
1
Rumusan Masalah
A. Bagaimana Problematika Hadits terkait Pemalsuan Hadits?
B. Bagaimana Problematika Hadits terkait Inkar As-Sunnah?
C. Bagaimana Problematika Hadits terkait Kritik Orientalis?
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bagaimana Problematika Hadist terkait Pemalsuan Hadist.
2. Mengetahui bagaimana Problematika Hadist terkait Inkar As-Sunnah.
3. Mengetahui bagaimana Problematika Hadist terkait Kritik Orientalist.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pemalsuan Hadist
A. Pengertian Hadist Palsu (Maudhu)
ما نسب إلى الرسول صلى ﷲ علیھ وسلم أختالفا وكذبا مما لم یقلھ أو یفعلھ أو یقرره
Artinya : sesuatu yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW. Secara bohong dan dusta, padahal
Rasulullah saw.tidak pernah mengatakan, mengerjakan atau menyetujuinya.
الموضوع هو الخبر الذى یخلتقه الكاذبون وینسبونه إلى رسوو ل اﷲ صلى اﷲ علیه
وسلم افتراء علیه
Artinya : hadits Maudhu’adalah berita yang diciptakan oleh para pembohong,mereka
menisbahkan kepada Rasulullah SAW.secara tidak benar.
Ada definisi lain yang lebih lengkap dan ketat, yang disampaikan oleh Mahmud Abu Rayah
adalah sebagai berikut:
الموضوع هو المختلق المنسوب إلى رسول اﷲ صلى اﷲ علیه وسلمتانا سواء كان ذورا
وذلك عمدا أو خطأ
3
Artinya: hadits Maudhu’adalah hadits yang dibuat-buat oleh seorang pendusta dan
dinisbahkan kepada Rasulullah SAW.secarapalsu dan dusta baik disengaja atau tidak.
Dari keempat pengertian ini dapat disimpulkan bahwa hadits Maudhu’ituadalah apabila
didalam hadits terdapat tiga unsur pokok yaitu :
Para pakar hadits telah berbeda pendapat tentang awal mulanya fungsi hadits Maudhu’, ada
yang menyatakan hadits Maudhu terjadi pada awal 10 H.seperti yang telah disampaikan oleh
Mushthafa As-Siba’iy dalam bukunya al-Sunnah Wamakanatuha fi al-Tasyri’ al-Islami. Usaha
pemalsuan ini disebabkan kepentingan pribadi, primordial, politik seperti pertentangan
politik(khalifah)antara Ali dan Mu’awiyah. Sedangkan dalam kitab Ulum al-Hadits wa
Mushthalahuhu, Shubhi al-Shahih menyatakan hadits Maudhu’itu lahir pada 41 H. pada saat
Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat, dan pada masa itu pulater pecah umat Islam
kepada tiga golongan yaitu : Syiah,Mu’awiyah dan Khawarij.
Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadits tidak hanya lakukan oleh orang-orang Islam, tetapi
juga dilakukan oleh orang-orang non-Islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka
membuat hadits palsu yaitu sebagai berikut:
4
Diantara hadits palsu yang dibuat mereka yaitu:
من اراد ان ینظر الى أدم في علمه و الى نوح في تقواه والى ابراهیم في حلمه والى
موسى في هیییته و الى عیس في عبادته فلینظر الى علي
“Barang siapa ingin melihat kepada Adam tentang ketinggian ‘ilmunya, ingin melihat
kepada Nuh tentang ketaqwaannya, ingin melihat kepada Ibrahim tentang kebaikan
hatinya, ingin melihat kepada Musa tentang kehebatannya, ingin melihat kepada Isa
tentang Ibadahnya, maka hendaklah ia melihat Ali.”
b. .Zandaqah
Yang dimaksud dengan Zandaqah, rasa dendam yang bergelimang dalam hati
saubari golongan yang tidak menyukai kebangkita Islam dan kejayaan
pemerintahannya. Memangg Islam telah merobohkan beberapa singgasana kerajaan
dan menghilangkan kebesaran-kebeasran yang dimiliki oleh beberapa orang tertentu.
Umat yang merasakan bahwa di dalam Islam diperoleh kemuliaan pribadi manusia,
diperoleh kemerdekaan berpikir, bersaha dan diperoeh kehormatan aqidah, masuklah
benar hati orang yang menaruh dendam kepada Islam dan kekusaannya. Maka oleh
karena mereka tidak memperoleh jalan untuk merobohkan kedaulatan Islam yang
sudah amat kokoh, mereka berupaya mengeruhkan Islam menghilangkan kejernihan
dengan jalan membuat hadits-hadits palsu, agar dengan demikian, keruhlah keadaan
hadits, berangsur-angsur rusaklah kepercayaan dan berprecah-pecahlah pengikut-
pengikutnya.
Mereka mengusahakan tipu muslihatnya dengan menyisipkan tasyayu (yang
membangkitkan fanatik, tashawuf (benci kepada dunia) dan dengan jalan falsafah dan
hikmah. Contoh,
c. Ashbiyah
Ashbiyah yaitu fanatik kebangsaan, kekabilahan, kebahasaan dan keimanan. Mereka
yang fanatik kepada kebangsaan Persia membuat hadits diantaranya,
ان ﷲ اذا غضب أنزل الوحي بالعربیة واذا رضي انزل الوحي بالفارسیة
5
“Allah apabila marah menurunkan wahyu dengan bahasa Arab dan apabila ridha
menurunkan wahyu dalam bahasa Persia”
منقاره من دهب وریشه من مرجا. خلق ﷲ من كل كلمة طائرا.من قال الاله االﷲ
“Barang siapa membaca Laa Ilaaha Illallah, nisacaya Allah menjadikan dari tiap-tiap
kalimatnya seekor burung, paruhnya dari emas dan buahnya dari marjan.”
“Barang siapa mengangkat dua tangan ketika ruku’. Tidak ada shalat baginya.”
Bismillahirrahmanirrahiim.”
6
“Barangsiapa mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluq, kufur(kafirlah) ia.”
“hanya boleh kita bertaruh dalam perlemparan panah, dalam memperlombakan kuda
dalam memperadukan burung yang bersayap.” Perkataan yang terakhir ini (au janahin)
adalah tambahan dari Ghiyats itu.
Diantara tokoh pemalsu hadits yang terkenal adalah: Ishaq bin Najh al-Malathi, Makmun
bin Ahmad al-Harawi, Muhammad ibnu as-Saib al-Kulbi, al-Mughirah bin Sa’id Al Kufi,
Muqatil bin Abi Sulaiman, al-Waqidi, serta Ibnu Abi Yahya.
7
4000 hadits palsu. Aku haramkan padanya perkara yang halal dan aku telah halalkan
padanya perkara yang haram.” (Lihat Al-Ba’itsul Hatsits, I/254)
2. Muhammad bin Sa'id al-Mashlub
Muhammad bin Sa’id Al Mashlub menemui akhir hidupnya setelah dieksekusi oleh
Abu Ja’far Al Manshur. Dia memalsukan hadits dari Anas Radhiallahu anhu yang
disandarkan pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya aku adalah penutup
nabi, tak ada nabi setelahku kecuali yang Allah kehendaki.”
3. Ghiyats bin Ibrahim
Dia pergi menemui Khalifah Al Mahdi yang sedang bermain burung merpati.
Dikatakan padanya: “Sampaikan hadits pada amirul mukminin”maka dia menyebutkan
sebuah sanad utk membuat hadist palsu atas Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwasanya
Nabi bersabda: “Tidak boleh ada taruhan kecuali pada pacuan unta, melempar tombak,
memanah, atau pacuan merpati.” Mendengar itu, Al Mahdi berkata: “Aku yang menjadi
penyebab orang itu membuat hadits palsu”, kemudian beliau meninggalkan burung merpati
tersebut dan memerintahkan utk disembelih.
8
yang ambisius untuk menyokong ide-ide alirannya, baik hukum, teologi, politik, ataupun
untuk memojokkan kelompok lain yang menjadi riwayatnya.
b) Pemalsuan hadits secara tidak sengaja
Pemalsuan hadits yang dilakukan seseorang dengan tidak sengaja, menurut Muhammad
Mustafa Azami, akan menghasilkan sebuah hadits yang disebut hadits batil. Hal ini terjadi
karena kekhilafan atau kekurang telitian dalam menerima dan menyampaikan hadits.
Kendatipun pada dasarnya tidak bermaksud mengada-ada hadits tersebut. Diantara orang
yang melakukan pemalsuan dengan tanpa sengaja tersebut adalah: 1)orang yang
mengambil hadits yang sudah tenar dan memberinya satu mata rantai baru untuk
mendapatkan pengakuan keilmuan; 2)orang yang tekun melakukan ibadah yang dengan
sengaja melakukan kesalahan dan ia tidak memberikan porsi perhatian yang cukup terhadap
studi hadits; 3) orang yang kurang mempunyai kualifikasi utama dan handal untuk
mengajarkan hadits, seperti hafalan yang kuat, kehati-hatian (ihtiyat) dan referensi yang
mu’tabar; 4) orang yang melakukan kesalahan dalam periwayatan, misalnya ketika sebuah
isnad hanya berujung pada sahabat atau tabi’in ia secara keliru menisbahkan matan hadits
tersebut kepada Nabi.
Dari dua corak pemalsuan hadits diatas menunjukkan memiliki akibat yang sama, yaitu
munculnya ungkapan palsu yang disandarkan kepada Nabi. Oleh karena itu, para ulama
yang berkecimpung dalam ulum al-hais mengklasifikasikan keduanya secara terpadu, tanpa
dipisahkan sesuai dengan corak perbedaannya. Mengenai jenis pemalsuan hadits. Pada
hakekatnya, dapat ditinjau dari berbagai demensi, termasuk ditinjau dari segi perawinya,
sanadnya, matannya, motifnya dan lain-lain.
Hadits-hadits palsu yang banyak beredar di tengah masyarakat kita memberi dampak dan
sangat buruk pada masyarakat Islam diantaranya:
9
G. Upaya atau Solusi Penyelamatan Hadist
Para ulama’ hadits menyusun berbagai kaidah penelitian hadits untuk menyelamatkan
hadits Nabi SAW di tengah-tengah gencarnya pembuatan hadits palsu. Langkah-langkah yang
ditempuh adalah sebnagai berikut:
Mulai saat itu perkembangan ilmu hadits melaju bagitu cepat demi menyelamatkan hadits-
hadits Rasul ini. Pada akhirnya, tujuan penyusunan kaidah-kaidah tersebut untuk mengetahui
keadaan matan hadits. Bersamaan dengan itu muncullah berbagai macam Ilmu hadits,
khususnya yang berkaitan dengan penelitian sanad hadits, antara lain ialah Ilmu Rijal Al-Hadits
dan Ilmu Al-Jarh wa Al-Ta’dil.
Dengan berbagai kaidah dan ilmu hadits itu, ulama’ telah berhasil menghimpun berbagai
hadits palsu dalam kitab-kitab khusus, seperti Al-Maudhu’ Al-Kubra, karangan Abu Al-Fari
‘Abd Al-Rahman bin Al-Jauzi (508-597 H) dalam 4 jilid, dll
2. Inkar As-Sunnah
A. Pengertian Inkar As-Sunnah
Ingkar As-Sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian
maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal
ini mengkibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun seluruhnya.
Ada tiga jenis kelompok Ingkar As-Sunnah. Pertama, kelompok yang menolak hadits-
hadits Rasulullah SAW. secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang menolak hadits-hadist
yang tak disebutkan dalam Al-Qur’an secara tersurat ataupun tersirat. Ketiga, kelompok yang
hanya menerima hadits-hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang atau
periodenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadits-hadits Ahad (tidak mencapai
derajat mutawatir) walaupun sahih. Mereka beralasan dengan ayat,
10
“…Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.”
Mereka berhujjah dengan ayat itu, tentu saja menurut penafsirah model mereka sendiri.
11
Syeikh Muhammad Abduh (1266-1323 H/ 1849-1905 M). Dengan kata lain Syeikh
Muhammad Abduh adalah orang yang pertama kali melontarkan gagasan Ingkar As-
Sunnah pada masa modern. Pendapat Azami ini masih diberi catatan, apabila kesimpulan
Abu Rayyah dalam kitabnya Adhwa ‘ala As-Sunnah al-Muhammadiyah itu benar.
Tokoh-tokoh kelompok ingkar sunah modern akhir abad ke 19 dan 20 yang terkenal adalah
Taufik Siddqi (wafat 1920 dari Mesir Ghulam Ahmad Parvez dari India, Rasyad khalifah
kelahiran mesir yang menetap di Amerika serikat dan Kasasim Ahmad mantan ketua partai
sosialis rakyat Malaysia. Argumen yang mereka keluarkan pada dasarnya tidak berbeda dengan
kelompok ingkar sunnah klasik, untuk lebih jelasnya daapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Taufik Sidqi dari Mesir
Beliau berpendapat bahwa tidak ada satupun hadits nabi SAW yang dicatat pada
zamannya. Pencatatan hadits nabi SAW dilakukan setelah nabi SAW wafat. Dalam masa
tidak tertulisnya hadits nabi tersebut manusia berpeluang untuk mempermainkan dan
merusak hadits seperti yang terjadi.
2. Ghulam Ahmad Parvez dari India
Ia adalah pengikut setia Taufik Sidqi, pendapatnya yang terkenal adalah mengenai tata
cara sholat yang terserah pada pemimpin umat untuk menentukan secara musyawarah
sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat.
3. Rasyad Khalifah dari Amerika Serikat
Ia mengakui bahwa al-quran adalah satu-satunya sumber ajaran islam, namun ia menolak
al-hadits bahkan menilainya sebagai buatan iblis yang di bisikan kepada Nabi Muhammad
SAW.
4. Kasim Ahmad dari Malaysia
Menurut pendapatnya asal mula hadits Nabi SAW yang di himpun dalam kitab-kitab hadist
adalah dongeng-dongeng semata, karena hadits nabi tersebut ditulis seteleah nabi SAW
wafat
5. Ingkar Sunnah di Indonesia
Tokoh-Tokoh Ingkar sunnah yang tercatat di Indonesia antara lain: Lukman Sa’ad, Dadang
Setio Groho, Safran Batu Bara dan Dalimi Lubis.
12
D. Bentuk-Bentuk Inkar As-Sunnah
Inkar As-Sunnah seperti telah diisyaratkan di atas, ada yang berbentuk total, yaitu menolak
Sunnah secara keseluruhan. Dan ada yang berbentuk parsial, yaitu hanya menolak sebagian
Sunnah, di antaranya hadits-hadits Ahad yang berkaitan dengan masalah aqidah atau hadits-
hadits yang menurut tolok ukur logika mereka tidak masuk akal. Kelompok penolak sebagian
Sunnah ini tidak menamakan diri sebagai kaum ingkar Sunnah, bahkan menolak sebutan
demikian. Bentuk Ingkarus Sunnah secara total sudah dapat terbaca gerakannya semenjak
zaman Imam Syafi’i rahmahullah (seperti telah dipaparkan serba sedikit di atas) hingga zaman
sekarang. Beberapa tokohnyapun sudah dipaparkan. Jika di Mesir lebih banyak bersifat
individual, maka di India dan Indonesia lebih merupakan gerakan jama’ah yang terorganisir.
Tetapi masing-masing memiliki daya sesatnya sendiri-sendiri. Karena itu, dibawah ini hanya
akan dipaparkan beberapa bentuk gerakan secara garis besar yang sebenarnya merupakan
bagian dari ingkarus Sunnah, namun yang tentu menolak jika disebut ingkarus Sunnah. Sebab
mereka beranggapan bahwa mereka tidak menolak Sunnah. Hanya karena mereka bersandar
pada logika, maka mereka menolak banyak Sunnah dengan anggapan bahwa Sunnah tersebut
mustahil berasal dari Nabi.
Cukup banyak argumen yang dikemukakan oleh mereka yang berpaham inkar al-sunnah.
Baik mereka yang hidup pada zaman al-Syafi’I maupun yang hidup pada zaman sesudahnya.
Pengelompokkan tersebut berupa argumen naqli dan non-naqli. Berikut penjelasannya:
1. Argumen Naqli
Argumen Naqli tidak hanya berupa ayat Alquran saja, tetapi berupa sunnah dan hadis Nabi.
Sungguh ironis bahwa mereka menggunakan sunnah sebagai argumen untuk membela paham
mereka. Para pengingkar sunnah yang mengajukan argumen seperti itu adalah orang-orang
yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW tidak berhak menjelaskan Alquran kepada
umatnya.
2. Argumen Non-naqli
Pengertiannya adalah argumen-argumen yang tidak berupa ayat Alquran atau hadis-hadis.
Argument-argumen yang diajukan yang terpenting adalah sebagai berikut:
a) Alquran diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat
Jibril dalam bahasa Arab. Orang yang memiliki pengetahuan Bahasa Arab akan
dengan mudah mampu memahami Alquran tanpa bantuan penjelasan hadis
Nabi.
13
b) Umat Islam mengalami kemunduran karena mengalami perpecahan.
Perpecahan itu dikarenakan hadis Nabi. Jadi agar umat Islam maju maka umat
Islam harus meninggalkan hadis Nabi.
c) Asal mula hadis Nabi yang dihimpun dalam kitab-kitab hadis adalah dongeng
semata. Dinyatakan seperti itu karena hadis muncul setelah Nabi wafat.
d) Menurut dokter Taufik Sidqi, tiada satupun hadis yang dicatat pada zaman
Nabi. Pencatatan hadis Nabi terjadi stelah Nabi wafat. Dalam masa tidak
tertulisnya hadis itu, manusia berpetualang untuk mempermainkan dan
merusak hadis sebagaimana yang telah terjadi.
e) Kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadis sangat lemah untuk menentukan
kesahihan hadis.
Pada umumnya, setiap kelompok keagamaan memiliki pemikiran sebagai ajaran
utamanya. Hal ini juga menjadi ciri lain yang mempertegas eksistensi kelompoknya. Demikian
juga dengan kelompok Inkar Sunnah. Kelompok ini memiliki ajaran utama yang dijadikan
landasan pelaksanaan keberagamaan mereka.
Adapun ajaran-ajaran pokok dari Inkar Sunnah adalah sebagai berikut:
a. Tidak percaya kepada semua hadis Rasulullah SAW. Menurut mereka itu karangan
Yahudi untuk menghancurkan umat Islam.
b. Dasar hukum Islam hanya Alquran saja.
c. Syahadat mereka Isyhadû bi annâ muslimûn.
d. Shalat mereka bermacm-macam, ada yang dua roka’at-dua roka’at dan ada yang
hanya diingat saja.
e. Puasa wajib hanya bagi orang yang melihat bulan saja, kalau seorang saja yang
melihat bulan, maka dialah yang wajib berpuasa.
f. Haji boleh dilakukan selama 4 bulan haram, yaitu: Muharram, Rajab, Zulqa’idah,
dan Zulhijjah.
g. Pakaian ihram adalah pakaian Arab dan merepotkan. Maka pada waktu haji boleh
mengenakan celana panjang dan baju biasa serta memakai jas/dasi.
h. Rosul tetap di utus sampai hari kiamat.
i. Nabi Muhammad tidak berhak menjelaskan tentang kandungan isi Alquran
j. Orang yang meninggal dunia tidak dishalati karena tidak ada perintah dalam
Alquran.
14
E. Dampak dari Inkar As-Sunah
Diantara bahaya mengingkari sunnah yakni, bagi orang-orang yang menyalahi perintah
Rasulullah SAW akan ditimpa azab yang pedih, dan menjadi sesat. Faham Ingakar Sunnah
harus dijauhi karena memiliki kelemahan. Disamping itu, ingkar sunnah juga baru eksis 1200
tahun setelah wafatnya Nabi SAW. Selanjutnya, orang yang mengingkari sunnah selalu kalah
jika berhadapan dengan para ulama Ahlu Sunnah ketika itu. Pada sisi lain ingkar sunnah sama
sekali tidak memiliki kekayaan intelektual sebagaimana Ahlu sunnah, banyak diantara tokoh
Ingkar Sunnah yang hidupnya berakhir dengan mengenasakan setimpal dengan dosa-dosanya,
dan secara historis, tidak ada seorangpun khalifah dalam sejarah Islam yang berfaham ingkar
sunnah.
Ketika isu-isu seputar “aliran sesat” seperti halnya inkar sunnah muncul ke publik, dengan
cepat organisasi sosial keagamaan, masyarakat luas, termasuk pihak pemerintah dan aparat
keamanan sangat cepat merespon isu-isu ini dengan berbagai cara. Ada yang dengan cara
mengeluarkan fatwa sesat, ada yang ingin langsung menyerang para pengikutnya, dan juga ada
yang menangkap para pengikut itu dengan dalih pengamanan dan pemeriksaan. Namun, yang
disayangkan respon berlebihan justru akan menimbulkan kontraproduktif terhadap image
Islam itu sendiri sebagai agama yang santun dan damai. Sebab, tidak sedikit dari repon-respon
yang muncul itu lebih bernuansa kebencian, klaim kesesatan, dan yang lebih mengkhawatirkan
adalah eksesnya terhadap tindak kekerasan dan teror. Masyarakat umum yang awalnya hanya
mengetahui bahwa aliran itu tidak sesuai dengan ajaran Islam pada umumnya. Kemudian ikut-
ikutan terdorong untuk melakukan tindakan kekerasan.
Cara-cara kekerasan dengan dalih apapun tidak dapat dibenarkan, baik itu menurut agama,
etika, maupun prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara. Masyarakat sendiri tidak dapat
disalahkan begitu saja karena mereka berbuat itu didorong oleh sejumlah faktor penyebab
awalnya. Entah itu karena adanya fatwa, ekspos media massa yang amat berlebihan, atau
pernyataan-pernyataan sejumlah organisasi sosial-keagamaan yang pada akhirnya ikut
mempengaruhi pandangan sempit mereka menjadi seperti itu. Jadi, kekerasan sama sekali
bukan solusi. Sebagaimana dikemukakan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah,
Din Syamsuddin bahwa jangan sampai ada penghakiman dan tindak kekerasan. Mereka justru
perlu dirangkul agar mau kembali ke jalan yang benar. Semakin maraknya inkar sunnah di
berbagai tempat sangat meresahkan masyarakat. Para ulama dan umara kiranya perlu bersikap
15
dan bertindak lebih tanggap mengantisipasi keadaan sebelum terlambat. Ulama dan umara
diharapkan tidak tinggal diam bila mengetahui keberadaan inkar sunnah. Artinya, perlu
memberikan tuntunan dakwah dan penegakan hukum yang tegas terhadap para pembawa ajaran
dan aliran sesat itu. Jangan dibiarkan berkembang dan membuat masyarakat resah sekaligus
juga bisa menimbulkan ketidakstabilan masyarakat. Masyarakat yang resah bisa saja
mengambil tindakan sendiri. Kericuhan dan kekacauan massa bisa terjadi tiba-tiba. Penguatan
akidah umat juga menjadi point penting untuk menangkal tersebarnya aliran sesat ini.
Mudahnya mereka terjebak ke dalam inkar sunnah adalah lantaran lemahnya akidah mereka
dan minimnya pengetahuan Islam yang mereka miliki, sehingga para penyebar inkar sunnah
begitu gampang memperdayakan mereka dengan dalih agama untuk menyesatkannya.
Salah satu cara yang yang cukup elegan untuk mengatasi kasus inkar sunnah adalah dengan
melakukan kegiatan dialog, diskusi, atau debat publik. Melalui kegiatan semacam ini nantinya
pemimpin dan pengikut inkar sunnah akan dihadapkan pada pengujian terhadap argumentasi
pemahaman keagamaan mereka selama ini. Jika ajaran dan pemahaman yang selama ini
mereka pahami dan yakini ternyata keliru, maka mau tak mau akan ada proses “penyadaran”
secara sendirinya. Inkar sunnah tidak perlu disikapi secara “panas” terlebih dahulu, baik
melalui keputusan dan pernyataan sesat oleh sejumlah organisasi sosial-keagamaan atau
melalui penangkapan terhadap sejumlah pengikut dan pimpinan jamaahnya. Mereka perlu
diajak berdialog terlebih dahulu. Dengan digelarkan berbagai dialog, diskusi, atau debat antara
pihak-pihak yang berkepentingan dengan kasus inkar sunnah ini, maka diharapkan nantinya
tidak muncul lagi aksi-aksi kekerasan yang tidak bertanggung jawab.
3. Kritik Orientalis
A. Pengertian Kritik dan Orientalis
“Kritik” berasal dari bahasa Inggris “critic” yang artinya pengecam, pengkritik, pengupas,
pembahas. Secara terminologi, kritik berarti upaya-upaya untuk menemukan kesalahan, atau
menurut versi W.J.S. Purwodarminto mengkritik diartikan dengan “memberi pertimbangan
dengan menunjukkan yang salah”. Sedang Kritik dalam Bahasa Arab adalah “naqd” yang
diterjemahkan dengan kritik dan kecaman.
Sedangkan kata “orientalis” berasal dari kata orient yang berarti Asia Timur; atau berasal
dari kata oriental yang berarti orang Timur atau Asia. Orientalisme adalah gelombang
pemikiran yang mencerminkan berbagai studi ketimuran yang islami, yang dijadikan obyek
studi mencakup peradaban, agama, seni, sastra, bahasa dan kebudayaan. Orientalisme muncul
16
setelah orang kristen berputus asa memerangi Islam dengan pedang, sehingga mereka
menganggap bahwa cara terbaik untuk memerangi Islam adalah melalui Ghazwu al-Fikr
(perang pemikiran).
B. Motif Orientalis
Faktor Agama. Motif orientalisme dalam hal ini sama dengan motif salibis yang berawal
dari kebencian terhadap Islam.
a) Faktor Kolonialisme. Orientalisme dan kolonialisme memiliki hubungan yang erat guna
mewujudkan cita-cita bangsa Eropa (Barat). Setelah kekalahan dalam perang Salib,
Eropa berfikir bahwa peperangan fisik bukan cara yang tepat mengalahkan Islam.
Akhirnya mereka meluncurkan peperangan gaya baru yang dikenal dengan sebutan
Ghazwul Fikri. Ghazwul fikri adalah cara Barat untuk memuluskan kolonialisasi di
Timur.
b) Faktor Ekonomi.
c) Faktor Politik. Barat tetap berkeinginan terus menguasai Negara-negara Islam.
Sekalipun negera-negara tersebut telah lepas dari penjajahan langsung mereka, Barat
menempatkan orang-orang pilihan di kedutaan-kedutaan mereka di dunia Islam.
Sehingga Barat tetap dapat menyetir dunia Islam secara politis ke arah kepentingan
mereka.
d) Faktor keilmuan. Secara jujur sekalipun minim sekali, terdapat beberapa orientalis yang
menelaah literatur-literatur Islam sebagai sebuah kebudayaan dan peradaban. Namun
tidak menutup kemungkinan justru faktor inilah yang telah membuka lebar-lebar
kekeliruan serta kesalahan dalam memahami Islam.
C. Tokoh-Tokoh Orientalis
1. Ignaz Goldziher
Ignaz Goldziher (1850-1921) adalah satu-satunya orientalis yang sempat belajar secara
resmi di Universitas al-Azhar, Mesir. Ia bukan saja aktif menghadiri ‘tallaqi’ dengan
beberapa masyayikh di Al-Azhar, bahkan ia pernah ikut shalat Jumat di sebuah mesjid di
Mesir. Ignaz Goldziher seorang Yahudi yang lahir di Hungaria 1850. Ia terlatih dalam
bidang pemikiran sejak usia dini. Dalam usia lima tahun, ia mampu membaca teks Bibel
“asli” dalam bahasa Ibrani. Pendidikan S1-nya bermula pada usia 15 tahun di Universitas
Budapest, Hungaria. Ia sangat terpengaruh oleh pemikiran dosennya, yaitu Arminius
Vambery (1803-1913),seorang pakar tentang Turki.
17
2. Joseph Schacht
Prof. Dr. Joseph Schacht lahir di Silisie Jerman pada 15 Maret 1902.Karirnya sebagai
orientalis dimulai dengan belajar pilologi klasik, theologi, dan bahasa-bahasa Timur di
Universitas Berslauw dan Universitas Leipzig. Ia meraih gelar Doktor dari Universitas
Berslauw pada tahun 1923, ketika ia berusia 21 tahun.
Pada tahun 1925 ia diangkat menjadi dosen di Universitas Fribourg, dan pada tahun
1929 ia dikukuhkan sebagai Guru Besar. Pada tahun 1932 ia pindah ke Universitas
Kingsbourg, dan dua tahun kemudian ia meninggalkan negerinya Jerman untuk mengajar
tata bahasa Arab dan bahasa Suryani di Universitas Fuad Awal (kini Universitas Cairo) di
Cairo Mesir. Ia tinggal di Cairo sampai tahun 1939 sebagai Guru Besar.
3. Gauther H.A Juynboll
Juynboll adalah seorang orientalis yang mendukung pemikiran kedua orientalis di atas,
berasal dari Belanda dan dilahirkan tahun 1935, sejak di bangku S1 di Leiden ia telah
banyak melakukan kajian tentang otensitas hadits, di antara karya-karyanya adalah: The
Authenticity of the Tradition Literature, Studies on the Origins and Uses of Islamic Hadîth;
Muslim Tradition: Studies in Chronology, Provenance and Authorship of Early Hadith; dan
Discussion in Modern Egypt.
D. Bentuk Kritik Orientalis
a. Mereka berpendapat bahwa sebagian besar Hadits adalah buatan orang Islam, bukan sabda
Nabi SAW, hadits yang betul-betul berasal dari Nabi SAW hanya sedikit sekali dan tidak
dijadikan hujjah yang mu’tamad di zaman permulaan Islam. Menurut Ignace Goldzier
mengatakan, bahwa hadits sebagian besar adalah hasil dari perkembangan politik dan
kemasyarakatan pada abad I dan II Hijriyah.
b.Mereka berpendapat pula, bahwa hadits tidak dapat dijadikan dasar Tasyri’, hanya Al-
Quran-lah dasar pembianaan hukum Islam. Hal ini karena Hadits tidak dapat diyakini
keberadaannya mengingat banyaknya perbedaan lafazh dan pertentangan satu sama lain.
Mereka mengatakan bahwa sumber Syari’at Islam hanyalah Al-Qur’an, hadits bukan dasar
Tasyri, sebab Allah tidak memelihara kemurnian. Hadits sebagaiman memelihara Al-
Qur’an buktinya banyak pemalsuan Hadits kalau Hadits juga dasar Tasyri’ maka Hadits
mestinya terpelihara pula.
c. Mereka menuduh, bahwa untuk kepentingan golongan dan partai umat Islam memalsukan
hadits.seperti yang dilakukan oleh Khalifah Bani Umayah untuk alasan dari praktek
berkhutbah duduk berkhutbah sebelum shalat hari raya, bahwa itu berdasarkan dari Hadits
Nabi SAW dan sahabat sudah pernah berkhutbah dengan cara duduk.
18
d.Mereka mengatakan, bahwa yang menurut Islam dikatakan adil ternyata tidak benar, sebab
terbukti bahwa ada sementara sahabt tidak adil. sebagai contoh: Abu Hurairah yang
sebagai perawi ternyata ia orang yang humoris suka bersenda gurau dan sering membuat
hadits untuk kepentingan sendiri
e. Mereka meragukan kebenaran hadits yang terdapat pada kitab-kitab hadits. Karena masa
nabi, hadits tidak ditulis, begitupula pada masa khulafa al-rasyidin dan baru di tulis pada
awal abad II hijrah. Hal ini menyebabkan orang mudah memalsukan hadits dan mereka
juga menduga pemalsuan hadits sudah terjadi sejak masa Nabi SAW.
f. Mereka menilai bahwa sistematika tadwin hadits tidak baik dan tidak memenuhi
persaratan ilmiah serta tidak memudahkan untuk penggunaanya.
g.Mereka mengatakan bahwa diwan hadits secara keseluruhan tidak memuaskan, terbukti
bahwa ulama Islam juga banyak yang tidak menerima hadits sebagai hasil tadwin tersebut.
E. Dampak Kritik Orientalis
Secara positif mereka banyak menyadarkan kita akan pentingnya membaca sejarah para
ulama-ulama Islam kita. Mereka mengangkut manuskrip kita keluar negeri yang merupakan
sejarah keilmuwan kita untuk dipelajari dan diaplikasikan sehingga mereka lebih maju dari
umat Islam. Di Irak setelah invasi Amerika, benda dan manuskrip Islam yang ada di Irak
banyak diboyong keluar oleh AS. Memang di AS memiliki teknologi yang lebih canggih untuk
menjaga manuskrip. Secara negatif mereka mendudukan diri mereka sebagi otoritas dalam
berpendapat dan mengambil keputusan. Pendapat dan pemikiran merekalah yang harus
didengar dan dipakai.
Negatifnya kebanyakan para pelajar Muslim yang dikirim belajar atau studi ke luar negeri
setelah kembali ke Indonesia pikirannya teracuni oleh pemikiran orientalis. Kemudian mereka
memiliki posisi yang strategis sepulangnya ke negara asalnya, misalnya menjadi leader dalam
dunia pendidikan dan memasuki dunia birokrat. Oleh karena itu mereka mengambil para dosen-
dosen dari universitas bahkan kampus-kampus Islam untuk melakukan studi di negaranya agar
dapat mewarnai pemikirannya. Itu faktor eksternal hasil dari kerja orientalis. Para ahli sejarah
umumnya sepakat bahwa Eropa telah mengalami sekularisasi sejak 250 tahun terakhir. Yang
masih mereka perdebatkan hanyalah soal bagaimana dan mengapa proses itu terjadi.
19
F. Solusi untuk Kritik Orientalis
a. Pemahaman Ibadah Ritual
Sebagain besar umat Islam Indonesia yang awam mengartikan ibadah adalah
mendekatkan diri kepada Allah dengan ritual seperti shalat, puasa, haji. Banyak umat
Islam mengerjakan shalat, puasa, haji. Tetapi apabila ditanya tentang pengertian shalat,
puasa, haji banyak yang tidak tahu.
Mereka mengerjakan hanya karena ritual. Ritual tersebut merupakan tolok ukur
bagi orang yang beragama Islam. Tetapi umat Islam banyak yang tidak tahu tujuannya.
Mereka melakukan hanya mengikuti apa yang diajarkan para uztad, (tradisi), Ironisnya
para uztad tidak menjelaskan secara rinci maksud dan tujuannya. Menganggap semua
jamaah sudah tahu maksud dan tujuannya. Padahal kenyataanya banyak yang tidak tahu.
b. Meningkatkan Pengetahuan Tentang KeIslaman
Hal ini sangat penting untuk menghadapi paham-paham orientalis yang notabene
ingin menyudutkan dan menghancurkan Islam, karena mereka pada umumnya orang-
orang akademik maka untuk menyanggah mereka kitapun harus berbekal pengetahuan
keIslaman secara akademik juga.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
semua orang mampu menerima hadits sebagai dasar syaria’at Islam, bahkan ada sebagian
kecil yang menolak hadits sebagai dasar tasyri’. Hal ini bukan hanya datang dari ektern umat
Islam tetapi dari intern umat Islam sendiri. Pada abad ke II Hijriyah muncul faham yang
menyimpang dari garis khithab yang telah dilalui oleh para shahabat dan tabi’in, yakni ada
yang tidak mau menerima hadits sebagai hujjah dalam menetapkan hukum atau bila tidak
dibantu oleh Al-Quran dan ada sebagian golongan yang tidak menerima hadits Ahad.
hadits itu bukan merupakan hujjah dan tidak pula merupakan penjelasan atas al-Qur'an,
sudah tentu kita tidak akan dapat melaksanakan bagaimana cara kita beribadah dan
melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di dalam al-Qur'an. Problematika tersebut telah
dibahas secara seksama oleh para ulama dari berbagai keahlian; tafsir, hadits, ilmu kalam, fiqh
dan tasawuf, terutama menggunakan dalil yang jelas dari Al-Quran dan Hadits, logika yang
kuat dan fakta-fakta historis sejak zaman Nabi SAW.
Dengan adanya kelompok inkar sunnah yang semakin lama meresahkan umat Islam para
tokoh hadits dan ulama ahli sunnah merasa terpanggil untuk menyikapi hal tersebut dengan
argumen-argumen mereka. Imam As-Syafi’i adalah orang yang berhasil membendung gerakan
kelompok inkar sunnah selama hampir sebelas abad, sehingga dia diberi gelar kiehormatan
sebagai Nashir Al-Sunnah atau Multazim Al-Sunnah oleh ulama hadits.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini, baik dalam
materi maupun dalam hal penulisan. Hal ini dikarenakan kurangnya referensi yang menjadi
rujukan dalam pembuatan makalah, dan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki.
Oleh karena itu, penulis meminta kritik dan saran yang membangun agar dapat menyajikan
makalah yang lebih baik lagi.
21
DAFTAR PUSTAKA
22