Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH PROBLEMATIKA PEMALSUAN HADITS

Mata Kuliah Ulumul Al-Hadits


Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Endang Soetari Ad., M.Si.

Drs. Asep Herdi, M.Ag.

Disusun oleh : Elsa Yopiana Rosa


NIM : 1212020068
Kelas : PAI B

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat, karunia serta
kasih sayang-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Proses Jasa Pendidikan ini
dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir,
penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad SAW. tidak
lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Endang Soetari, Ad. M,Si dan Drs.
Asep Herdi, M.Ag selaku dosen mata kuliah Ulumul Hadits.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku para penulis usahakan.

Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki
kesalahan sebagaimana mestinya.

Subang, 19 Desember 2021

Elsa Yopiana Rosa

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


BAB I ............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH .......................................................................................................... 1
BAB II ............................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN............................................................................................................................. 3
A. Pengertian Hadits Maudhu (Hadits Palsu) ................................................................................ 3
B. Sejarah Dan Perkembangan Hadits ........................................................................................... 5
C. Latar Belakang Perkembangan Pemalsuan Hadits .................................................................. 18
D. Jenis Pemalsuan Hadits ........................................................................................................... 20
E. Faktor-Faktor yang Memotivasi Pemalsuan Hadits ................................................................ 22
F. Rekonstruksi Konsep Sunnah-Hadits ...................................................................................... 24
G. Upaya Mengatasi Pemalsuan Hadits ....................................................................................... 25
H. Tanggapan Terhadap Pemalsuan Hadits dan Alternatif Pemecahannya ................................. 29
BAB III ......................................................................................................................................... 31
PENUTUP .................................................................................................................................... 31
A. Kesimpulan ............................................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring dengan perjalanan waktu,gerakan pemalsuan Hadits berlangsung semakin


hebat. Bercampurlah Hadits sohih dengan Hadits maudi palsu. Muncullah Hadits-
Hadits palsu tentang kelebihan empat kholifah, kelebihan ketua-ketua kelompok, dan
kelebihan tokoh-tokoh partai. Muncul pula Hadits-Hadits yang secara tegas
mendukung aliran-aliran politik dan kelompok agama tertentu.

Hadits-Hadits palsu muncul bersamaan dengan munculnya berbagai macam


kelompok itu. Para pemalsu membuat Hadits-Hadits palsu untuk menyerang kelompok
lain. dan sebaliknya, para pemalsu Hadits dari kelompok lawan melakukan hal yang
sama untuk membela diri. Demikian seterusnya, sehingga muncul sekumpulan Hadits
palsu yang berhasil diungkap oleh pakar ulama ulum al Hadits dan rijal Al-Hadits.

Hadits palsu itu tidak hanya berbicara tentang kelebihan pribadi-pribadi tertentu
atau mendukung pendapat, pemikiran teologis, dan aliran-aliran politik tertentu. Lebih
daripada itu, Hadits –Hadits palsu meliputi hampir semua bidang kehidupan baik yang
khusus maupun yang umum. Maka lahirlah Hadits-Hadits palsu yang berbicara
berbagai macam hal. Seperti Hadits palsu mengenai praktek ibadah, muamalah
makanan, tatakrama, sifat zuhud, dzikir, doa, kedokteran, penyakit, pemberontakan,
dan kewarisan.

Perlu kami jelaskan bahwa pemalsuan Hadits itu tidak mencapai puncaknya pada
abad pertama hijriyah. Sebab, pada masa itu masih banyak sahabat dan tabiin yang
hafal Hadits . Mereka tidak terkecoh oleh para pendusta dan para pemalsu Hadits.
Selain itu, faktor-faktor terjadinya pemalsuan Hadits pada abad itu tidaklah banyak.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Sejarah dan Perkembangan Hadits


2. Pemalsuan Hadits

1
3. Rekonstruksi Konsep Sunnah-Hadits

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Maudhu (Hadits Palsu)

Kata maudhu adalah isim maf’ul dari kata ‫وضع‬-‫يضيع‬-‫وضعا‬


menurut bahasa berarti ‫( األسقاط‬meletakkan atau menyimpan) ‫واالختالف‬
‫االفتراء‬ (mengada-ada membuat), dan ‫الترك‬ ‫( والمتروك‬ditinggalkan).2
Sedangkan menurut istilah para ulama merumuskan definisisebagai
berikut:

1. Muhammad Ajjaj al-Khatib merumuskan bahwa Hadits maudhu


adalah:

‫ويقره اويفعله يقله لحم مما با فاوكذ اختال وسلم عليه هللا صلى هللا‬
‫رسو إلى نسي ما‬
Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. secara dibuat-
buat dan dusta, padahal beliau tidak mengucapkan, melakukan atau
menetapkannya.

2. Ibnu al-Shaleh mengatakan bahwa Hadits maudhu adalah:

‫عم داء وسلم عليه صلى هللا رسول على المكذوب المضوع‬
‫المختلف‬
Hadits yang dibuat-buat atau diciptakan, yang didustakan atas nama
Rasulullah Saw secara sengaja.

3. Naruddin itu merumuskan bahwa Hadits maudhu adalah Hadits yang


diada-adakan dan dibuat-buat.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang pengertian


3
Hadits maudhu dan membedakannya dengan Hadits lain, dapat dilihat
dalam rumusan tentang karakteristik Hadits palsu yang telah dijabarkan
oleh pakar Hadits . Karakteristik Hadits palsu menurut Mustafa al-Sibai
dapat ditinjau dari dua dimensi, yaitu kepalsuan dalam sanadnya dan
kepalsuan dalam matannya. Dalam sanadnya dapat diidentifikasi
dengan adanya: 1) Perawi terkenal sebagai pendusta dan dalam Hadits
yang diriwayatkannya tidak ada perawi lain yang terpercaya yang
meriwayatkan, 2) pengakuan pembuat Hadits palsu, 3) kadang kala
pembuat Hadits palsu terdorong oleh emosi atau intrest pribadi.6

Adapun karakteristik kepalsuan Hadits dalam matannya dapat


diidentifikasi dengan adanya: 1) Susunan kalimatnya yang tidak luwes
dan tidak teratur; 2) kekacauan makanya; 3) bertentangan dengan
jangkauan akal dan tidak dapat dita’wil; 4) bertentangan dengan kaidah
umum dan kaidah tata cara kehidupan dalam keseharian; 5) mengajak
kepada syahwat dan kerusakan moral; 6) bertentangan dengan panca
indera dan kenyataan; 7) bertentangan dengan kaidah kedokteran; 8)
bertentangan dengan akal sehat yang menerima ke maha sucian dan ke
maha sempurnaan Allah; 9) bertentangan dengan fakta-fakta historis
ataupun sunnah Allah; 10) memanifestasikan pikiran yang picik yang
tidak pernah diajukan orang-orang yang berakal; 11) bertentangan
dengan ketentuan Al-Qur’an yang tidak dita’wilkan lain; 12)
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan sunnah yang mutawatir; 13)
bertentangan dengan ijma.7

Karakteristik kepalsuan Hadits terebut, menurut Sayid Muhammad


ibn Alawi Al-Maliki Al-Hasani, dipandang sebagai kaidah atau petunjuk
untuk mengetahui Haditsmaudhu.8 Namun keberadaan kaidah-kaidah
tersebut menurutnya, tidak mutlak, melainkan khusus untuk Hadits-
Hadits yang belum ditentukan kesahihan nya oleh para imam Hadits . Hal
ini mungkin berangkat dari pengakuan terhadap validitas kitab-kitab
4
Hadits yang mu’tabar, seperti kitab Bukhari dan Muslim. Terlepas
dari ini,yang jelas pemalsuan Hadits , apa pun alasan, merupakan suatu
kebohongan yang harus diberantas dengan tanpa mengabaikan
berpegang pada konsep dasar metodologis yang dirumuskan para pakar
Hadits .

B. Sejarah Dan Perkembangan Hadits

1. Macam-macam Periodisasi tentang Sejarah dan Perkembangan Hadits.


Yang dimaksud dengan periodisasi tentang sejarah dan
perkembangan Hadits disini ialah : fase-fase yang telah ditempuh dan
dialami dalam sejarah pembinaan dan perkembangan Hadits, sejak
Rasulullah masih hidup sampai terwujudnya kitab-kitab yang dapat
disaksikan dewasa ini.

Dalam usaha penulisan Al-Qur’an, Rasulullah telah secara


langsung membimbing dan menuntunnya. Untuk penulisan Hadits
dalam kitab-kitab Hadits, seperti yang termaktub dalam “Al-Kutubus-
Sittah” umpanya, beliau tidak sempat langsung membimbingnya.

Dalam kitab sejarah dan perkembangan Hadits, ulama berbeda-beda


dalam mengadakan periodisasi itu. Hal tersebut disebabkan, karena
perbedaan pengelompokkan data sejarah yang ada, akibat berlainan
peninjauannya.

Berikut ini, dikemukakan tentang periodisasi yang telah disusun


oleh para ulama. Yakni :

a. Periodisasi Menurut Dr. Muhammad Musthafa Al-A’Zhamy


Dalam kitabnya yang berjudul Studies in Early Hadits
Literature, Muhammad Musthafa Al-A’Zhamy telah menyusun
periodisasi sejarah dan perkembangan Hadits, sebagai berikut :

5
1) Pra Classical Hadits Literature (masa sebelum pendewanan
Hadits).
Yakni : Periodisasi sebelum dibukukannya Hadits. Masa ini,
terjadi mulai Zaman Nabi Saw sampai berakhirnya abad
pertama Hijriah.

2) The Learning and Transmitting of Hadits (masa pengajaran dan


penyebaran Hadits).
Periode ini, mulai sejak abad II Hijriah, yakni sejak
dikeluarkannya perintah resmi dari Khalifah Umar bin Abdul
Aziz untuk membukukan Hadits.

b. Periodisasi Menurut Dr. Muhammad Abdur Rauf.


Periode tentang sejarah dan perkembangan Hadits, menurut Dr.
Muhammad Abdur Rauf, dibagi menjadi 5 (lima) macam. Yakni :

1) ‫ْف‬ َّ ‫َم ْر َحلَةُ ال‬


َ ‫ص ِحي‬
Yaitu : periode penulisan Hadits-Hadits Rasul pada
Shahifah-shahifah.

a) َ ‫َم ْر َحلَةُ ْال ُم‬


‫ص َّنف‬
Yaitu : periode penulisan kitab-kitab Hadits yang
umumnya berdasarkan masalah yang dibicarakan.

b) ‫َم ْر َحلَةُ ْال ُم ْسنَد‬


Yaitu : periode penulisan kitab-kitab Hadits,
berdasarkan urutan sanadnya.

c) َّ ‫َم ْر َحلَةُ ال‬


‫ص ِحيْح‬
Yaitu : periode tersusunnya kitab-kitab Hadits
berkualitas shahih.

2) ‫خ َوالتَّحْ ِل ْي ِل‬ َّ ‫َم ْر َحلَةُ ال‬


ِ ‫ش ْر‬ atau ‫َم ْر َحلَةُ التَّحْ ِل َّي ِة‬

6
Yaitu : periode tesusunnya kitab-kitab Hadits yang berisi
penjelasan dan komentar terhadap kitab-kitab Hadits yang
telah ada, khususnya terhadap “Al Kutubus Sittah.”

c. Periodisasi yang dianut oleh Prof. Dr. T. M. Hasbi As-Shiddieqy.


Diantaranya ulama Hadits, misalnya Prof. Dr. T. M. Hasbi As-
Shiddieqy, mengikuti pembahagiaan periodisasi tentang sejarah
dan perkembangan Hadits, sebagai berikut :

1) Abad Pertama Hijriah

Pada abad ini, dibagi kepada 3 (tiga) periode, yaitu :

a) Periode pertama, yakni pada masa Rasulullah SAW.

Disebut dengan : ‫ص ُر ْال َوحْ ِى َوالتَّ ْك ِوي ِْن‬


ْ ‫ع‬
َ
Artinya : Masa turun wahyu dan pembentukan masyarakat
Islam.

b) Periode kedua, yakni pada masa sahabat besar, atau


Khulafa’ur Rasyidin.

Disebut dengan : َ‫الر َوا َية‬ ْ ‫ت َوا‬


ِ َ‫إل ِِ ْقالَ ِل ِمن‬ ِ ‫زَ َم ُن التَّثَ ُّب‬
Artinya : Zaman kehati-hatian dan penyederhanaan riwayat.

c) Periode ketiga, yakni pada masa sahabat kecil dan tabi’in


besar (masa Dinasti Amawiyah sampai akhir abad I Hijriah).

Disebut dengan : ‫ار‬


ِ ‫ص‬َ ‫ِلى االَ ْم‬
َ ‫الر َوا َي ِة ا‬ ِ ‫زَ َم ُن اِ ْن ِتش‬
ِ ‫َار‬
Artinya : Zaman penyebaran riwayat ke kota-kota.

2) Abad Kedua Hijriah


Pada abad ini, dinyatakan hanya ada satu periode saja, yaitu
:

7
a) Periode keempat, yakni pada masa pemerintahan Amawiyah
angkatan kedua (dimulai Zaman Khalifah Umar bin Abdul
Aziz) sampai akhir abad kedua Hijriah (menjelang akhir
masa pemerintahan dinasti Abbasiyah angkatan pertama).

Disebut dengan : ‫ص ُرُِ ْال ِكتَا َب ِة َوالتَّ ْد ِوي ِْن‬


ْ ‫ع‬
َ
Artinya : Masa penulisan dan pengkodifikasian
(pendewanan) Hadits.

3) Abad Ketiga Hijriah


Pada abad ini, dinyatakan sebagai :

a) Periode kelima, yakni mulai awal abad ketiga Hijriah sampai


abad ketiga Hijriah.

Disebut dengan : ِ ‫ْح َوالتَّ ْن ِقي‬


‫ْح‬ ْ َّ‫ص ُر التَّجْ ِر ْي ِد َوالت‬
ِ ‫ص ِحي‬ ْ ‫ع‬
َ
Artinya : Masa pemurnian, penyehatan dan
penyempurnaan.

4) Abad Keempat sampai Pertengahan Abad Ketujuh Hijriah (656


H)
Selama masa tiga setengah abad ini, dinyatakan sebagai :

a) Periode keenam, yakni mulai abad keempat Hijriah sampai


jatuhnya kota Baghdad (tahun 656 H).

Disebut dengan : ِ ‫َوالتَّ ْر ِت ْي‬


‫ب‬ ِ ‫التَّ ْه ِذ ْي‬
‫ب‬ ‫ص ُر‬
ْ ‫ع‬
َ
‫اك َو ْال َج ْم ِع‬
ِ ‫اإل ْس ِتد َْر‬
ِ ‫َو‬
Artinya : Masa pemeliharaan, penertiban, penambahan dan
penghimpunan.

5) Abad Pertengahan Ketujuh Hijriah sampai Sekarang

8
Masa ini, dinyatakan sebagai :

a) Periode ketujuh, yakni mulai jatuhnya kota Baghdad (tahun


656 H) sampai sekarang.

Disebut dengan : ِ ‫ح َو ْال َج ْم ِع َوالتَّ ْخ ِري‬


‫ْح‬ َّ ‫ع ْهدُ ال‬
ِ ‫ش ْر‬ َ
ُ ْ‫َو ْال َبح‬
‫ث‬
Artinya : Masa pensyarahan, penghimpunan, pentakhrijan
dan pembahasan.

Pada akhir abad ke-14 Hijriah, sesungguhnya telah ada


kegiatan baru yang berhubungan dengan pembinaan Hadits.
Yaitu, pemanfaatan hasil teknologi modern, berupa rintisan
komputerisasi Hadits.

Kegiatan ini telah dilakukan oleh Dr. Muhammad Musthafa


Al-A’zhamy. Tetapi, oleh karena hasil usaha komputerisasi
Hadits ini masih belum berkembang secara luas, maka hasilnya,
masih belum dimanfaatkan secara umum. Yang jelas, bahwa
dengan rintisan komputerisasi Hadits ini, telah merupakan suatu
cakrawala baru bagi usaha mengembangkan dan mempermudah
pengamalan dan pentashihan suatu Hadits dengan alat teknologi
yang sangat modern.

Pembahasan periodisasi selanjutnya, diikuti pembagian


yang dikemukakan oleh Prof. Dr. T. M. Hasbi As-Shiddieqy di
atas.

1. Periode Pertama (Pada Abad I Hijriah)

Periode ini, disebut dengan : ‫ص ُر ْال َوحْ ِى َوالتَّ ْك ِوي ِْن‬


ْ ‫ع‬
َ
Artinya : Masa turun wahyu dan pembentukan
masyarakat Islam.

9
Periode ini, terjadi pada masa Rasulullah SAW.

Kebijaksanaan Rasulullah tentang Hadits nya.

Pada masa Rasulullah SAW masih hidup, maka


sikap/kebijaksanaan beliau tentang Hadits-Hadits nya, ada
tiga macam kebijaksanaan yang terpenting, yakni :

1. Rasulullah memerintahkan kepada para sahabatnya


untuk menghafal dan menyampaikan/menyebarkan
Hadits-Hadits nya.
Dalil-dalil yang menunjukkan tentang perintah ini,
adalah sebagai berikut :

‫ي ُمتَ َم ِمدًا فَ ْل َيتَ َب َّوا ُء‬


َّ َ‫عل‬ َ َ‫نى َوالَ َح َر َج َو َم ْن َكذ‬
َ ‫ب‬ ِ ‫ع‬ َ ‫َو َح ِد ث ُ ْوا‬
)‫ار )رواه البخارى ومسلم‬ ِ ‫َم ْق َعدَة ُ ِمنَ ال َّن‬
“Dan ceritakanlah dari padaku. Tidak ada keberatan
bagimu untuk menceritakan apa yang kamu dengar dari
padaku. Barangsiapa berdusta terhadap diriku,
hendaklah dia bersedia menempati kediamannya di
Neraka.” )Riwayat Bukhari dan Muslim).

2. Rasulullah melarang para sahabat untuk menulis Hadits-


Hadits nya.
Dalil-dalil yang menunjukkan tentang hal ini ialah :

َ ً ‫شيْئا‬
‫غي َْر‬ َ ‫ع ِنى‬ َ ‫شيْئا ً اِالَّ ْالقُ ْرآنَ َو َم ْن َكت‬
َ ‫َب‬ َ ‫الَ تَ ْكت ُ ُب ْوا‬
َ ‫ع ِنى‬
)‫آن فَ ْل َي ْم ُحهُ)رواه ومسلم‬ ِ ‫ْالقُ ْر‬
“Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dari
padaku, terkecuali Al-Qur’an. Dan barangsiapa telah
menulis dari padaku selain Al-Qur’an, hendaklah ia
menghapusnya.”
10
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata :
“Rasulullah SAW mendatangi kami dan kami sedang
menulis Hadits. Kemudian beliau bertanya, Apa yang
sedang kalian tulis ini ?. Kami menjawab, “Kami
menulis Hadits yang kami dengar dari engkau, Ya
Rasulullah”. Beliau bersabda :

َ ‫هللا أَتَد ُْر ْونَ ؟ َما‬


‫ض ُل اْالُ َم ُم قَ ْبلَ ُك ْم اِالَّ ِب َها‬ ِ ‫ب‬ ِ ‫غي ُْر ِكتَا‬ َ ٌ‫ِكتَاب‬
‫هللا‬
ِ ‫ب‬ ِ ‫ب َم َع ِكتَا‬ ِ ُ ‫شب ُْوا ِمنَ ْال ُكت‬
َ ‫َك‬
“Tulisan selain kitab Allah ? Apakah kalian
mengetahui ? Bangsa-bangsa sebelum kalian tidak sesat
kecuali karena mereka menulis tulisan lain bersama
kitab Allah,”

3. Rasulullah memerintahkan kepada para sahabat untuk


menulis Hadits-Hadits nya.
Perintah ini, didasarkan pada dalil-dalil Hadits
Rasulullah sendiri, antara lain sebagai berikut :

a. Abdullah Ibnu Amr Ibnu Ash, adalah salah seorang


sahabat yang rajin menulis tentang apa yang
diucapkan oleh Nabi.
Melihat hal ini, diantara sahabat yang menegur
Abdullah Ibnu Amr Ibnu Ash, dengan menyatakan :
“Kamu telah menulis semua yang kamu dengar dari
Nabi. Padahal beliau itu sebagai manusia biasa,
tentunya berbicara dalam keadaan suka dan
terkadang dalam keadaan duka”. Mendengar teguran
ini, Abdullah Ibnu Amr Ibnu Ash lalu mengadukan
nya kepada Nabi dan bertanya, apakah boleh menulis

11
Hadits-Hadits nya. Mendengar pertanyaan ini, Nabi
menjawab :

‫ا ُ ْكتُبْ فَ َو الَّذِى َن ْفسِى ِب َي ِد ِه َماخ ََر َج ِم ْنهُ اِالَّ َح ٌق )رواه‬


‫)ابوداود‬
“Tulislah ! Maka demi jiwaku berada ditangan-
Nya. Tidaklah keluar dari mulutku kecuali
kebenaran.” )Riwayat Abu Daud)

b. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seorang


sahabat Anshar menyaksikan Hadits Rasulullah
SAW, namun ia tidak hafal. Ia bertanya kepada Abu
Hurairah, kemudian ia mengadu kepada Nabi
tentang lemahnya daya hafal. Nabi bersabda
kepadanya :

َ‫لى ِح ْف ِظكَ ِب َي ِم ْينِك‬


َ ‫ع‬َ ‫اِ ْستَ ِع ْن‬
“Bantulah hafalanmu dengan tangan kananmu
)menulis).”

2. Periode Kedua (Pada Abad I Hijriah)

Periode ini disebut dengan : َ‫اإل ْقالَ ِل ِمن‬ ِ ‫زَ َم ُن التَّثَ ُّب‬
ِ ‫ت َو‬
َ‫الر َوا َية‬
ِ
Artinya : Zaman kehati-hatian dan penyederhanaan riwayat.
Periode ini terjadi pada Zaman Khulafa’ur Rasyidin.
Atau Zaman Sahabat Besar. Yakni, dimulai sejak wafatnya
Rasul sampai berakhirnya pemerintahan Ali bin Abi Thalib.

3. Periode Ketiga (Pada Abad I Hijriah)

Periode ini, disebut : ‫ار‬


ِ ‫ص‬َ ‫ِلى االَ ْم‬
َ ‫الر َوا َي ِة ا‬ ِ ‫زَ َم ُن اِ ْن ِتش‬
ِ ‫َار‬

12
Artinya : Zaman penyebaran riwayat ke kota-kota.

Periode III ini terjadi pada masa Sahabat Kecil atau


Zaman Tabi’in Besar )masa Dinasti Amawiyah sampai akhir
abad I Hijriah).

4. Periode Keempat (Abad II Hijriah)

Periode ini disebut dengan : ‫ص ُرُِ ْال ِكتَا َب ِة‬


ْ ‫ع‬
َ

‫َوالتَّ ْد ِوي ِْن‬


Artinya : Masa penulisan dan pengkodifikasian
(pendewanan) Hadits.

Periode keempat ini, dimulai pada masa pemerintahan


Amawiyah angkatan kedua (dimulai Zaman Khalifah Umar
bin Abdul Aziz) sampai akhir abad kedua Hijriah (menjelang
akhir masa pemerintahan dinasti Abbasiyah angkatan
pertama).

Ciri-ciri sistem pembukuan Hadits pada periode keempat


(abad II Hijriah) adalah sebagai berikut :

1. Hadits yang disusun dalam dewan-dewan Hadits,


mencakup Hadits-Hadits Rasul, fatwa-fatwa sahabat dan
tabi’in. Dengan demikian, kitab/dewan Hadits dalam
periode ini, belum diklasifisir/dipisah-pisah antara
Hadits-Hadits Marfu’, Mauquf dan Maqthu’.
2. Hadits yang disusun dalam dewan-dewan Hadits,
umumnya belumlah dikelompokkan berdasarkan judul-
judul )maudlu’) masalah tertentu. Dengan demikian,
maka dewan-dewan Hadits, terhimpun secara bercampur
aduk Hadits-Hadits Tafsir, Hadits-Hadits Sirah Nabi,
Hadits-Hadits Hukum, dan sebagainya.
13
3. Hadits-Hadits yang disusun, belumlah dipisahkan antara
yang berkualitas Shahih, Hasan dan Dha’if.
Perkembangan pemalsuan Hadits dan upaya
mengatasinya adalah sebagai berikut :

a. Motif-motif pemalsuan Hadits.


Pembinaan Hadits hanya bertumpu pada hafalan dan
bahkan dilarang memperbanyak periwayatan Hadits
oleh Khulafa’ur Rasyidin, maka periode ini, periwayatan
bukan hanya sekedar dibolehkan, tetapi justru
diperintahkan untuk ditulis dalam buku atau dewan
Hadits. Dengan demikian, antara hafalan dan naskah
penulisan Hadits, menjadi saling membantu dalam
bidang pembinaan dan pengembangan Hadits.

Kalau dalam periode sebelumnya, tangan-tangan


kotor yang dengan sengaja membuat pemalsuan Hadits,
tujuannya hanyalah untuk menarik keuntungan bagi
golongannya dan mencela lawan politik golongannya,
maka dalam periode keempat ini, usaha kotor tersebut
dilakukan juga oleh tukang-tukang cerita yang ingin
menarik minat banyak orang, disamping kaum Zindiq
yang dalam setiap kesempatan ingin meruntuhkan Islam.

1) Propagandis-propagandis politik.
Pada periode sebelumnya telah lahir tiga
golongan dari umat Islam yang saling bertentangan
pendapat politknya.

Pada periode ini, perpecahan golongan tersebut


telah bertambah lagi, yakni lahirnya pendukung
Khalifah Amawiyah di satu pihak dan golongan

14
pendukung Khalifah Abbasiyah di pihak yang lain.
Masing-masing pihak, ingin saling meruntuhkan
pihak lawannya. Salah satu senjata yang
dipergunakannya, adalah membuat Hadits-Hadits
palsu.

Hadits-Hadits palsu yang mereka buat itu, berisi


pemulyaan terhadap golongannya dan menjatuhkan
lawan golongannya.

2) Golongan Zindiq.
Yakni, golongan yang ada pada lahirnya
memeluk Islam, tetapi batinnya memusuhi Islam.

Mereka ingin, agar umat Islam meninggalkan


ajaran Islam yang benar dan mengikuti ajaran yang
tidak benar. Dengan demikian, maka mereka akan
lebih mudah untuk meruntuhkan kejayaan Islam.
Maka, salah satu jalan untuk menjatuhkan umat
Islam, diusahakan agar umat Islam meninggalkan
ajaran Islam yang murni, khususnya di bidang
aqidahnya.

Dalam usaha pembuatan Hadits palsu, dari


golongan Zindiq ini memanfaatkan juga perpecahan
antara umat Islam dibidang politiknya. Mereka
membuat juga Hadits-Hadits palsu yang berisi
penghasutan antara golongan umat Islam, khususnya
antara golongan Amawiyah dengan Abbasiyah.

3) Tukang-tukang cerita
Salah satu cara untuk menarik minat orang
terhadap apa yang disampaikannya, adalah dengan
15
mengemukakan cerita. Cerita itu akan lebih menarik
bila dibumbui dengan hal-hal yang menakjubkan,
yang ganjil-ganjil dan yang menakutkan.

Maka, diantara penebar ajaran Islam, karena


dorongan dan keinginannya yang sangat besar untuk
menarik minat para hadirnya, mereka lalu membuat
kisah-kisah, dongeng-dongeng dan semacamnya.
Celakanya, kisah-kisah yang dikarangnya itu lalu
dilengkapi dengan sanad dan dinyatakan berasal dari
Nabi Muhammad.

b. Gerakan untuk menumpas pemalsuan Hadits.


1) Pemerintah, dalam hal ini dari bani Abbasiyah,
berusaha menumpas kaum Zindiq. Karena mereka
membuat Hadits-Hadits palsu yang merendahkan
derajat ban Abbas dan menjauhkan masyarakat dari
bani Abbas. Atau, mungkin para Khalifah bani
Abbas bermaksud memelihara agama dari kerusakan
yang dilakukan oleh golongan Zindiq.
2) Para ulama berusaha dengan gigih menghadapi
pemalsuan-pemalsuan Hadits. Caranya, bermacam-
macam. Di antaranya :
a) Mengadakan perlawatan ke daerah-daerah untuk
mengecek kebenaran Hadits-Hadits yang
diterimanya dan meneliti sumber-sumbernya,
kemudian hasilnya mereka siarkan ke
masyarakat.
b) Meneliti sanad dan perawi Hadits dengan ketat.
Riwayat hidup dan tingkah laku para perawi dan
sanad Hadits diselidiki dengan seksama.

16
5. Periode Kelima (Abad III Hijriah)

Periode ini disebut dengan : ‫التَّجْ ِر ْي ِد‬ ‫ص ُر‬


ْ ‫ع‬
َ
ِ ‫ْح َوالتَّ ْن ِقي‬
‫ْح‬ ْ َّ‫َوالت‬
ِ ‫ص ِحي‬
Artinya : Masa pemurnian, penyehatan dan
penyempurnaan.

Periode kelima ini dimulai sejak masa akhir


pemerintahan dinasti Abbasiyah angkatan pertama
(Khalifah Al-Ma’mun) sampai awal pemerintahan dinasti
Abbasiyah angkatan kedua (Khalifah Al-Muqtadir).

6. Periode Keenam (Abad IV Sampai Pertengahan Abad VII


Hijriah)

Periode ini disebut dengan : ِ ‫التَّ ْه ِذ ْي‬


‫ب‬ ‫ص ُر‬
ْ ‫ع‬
َ
‫اك َو ْال َج ْم ِع‬
ِ ‫اإل ْس ِتد َْر‬ ِ ‫َوالتَّ ْر ِت ْي‬
ِ ‫ب َو‬
Artinya : Masa pemeliharaan, penertiban, penambahan
dan penghimpunan.

Periode keenam ini, terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah


angkatan kedua (Khalifah Al-Muqtadir sampai Khalifah
Al-Mu’tashim).

7. Periode Ketujuh (Mulai Pertengahan Abad VII Sampai


Sekarang)

Periode ini disebut dengan : ‫ح َو ْال َج ْم ِع‬ َّ ‫ع ْهدُ ال‬


ِ ‫ش ْر‬ َ
ُ ْ‫ْح َو ْال َبح‬
‫ث‬ ِ ‫َوالتَّ ْخ ِري‬
Artinya : Masa pensyarahan, penghimpunan,
pentakhrijan dan pembahasan.

17
Dengan latar belakang keadaan politik dunia Islam
seperti dikemukakan di atas, maka praktis kegiatan
periwayatan Hadits yang pada masa sebelumnya banyak
dilakukan secara shifahiyah (penyampaian dan penerimaan
riwayat secara lisan ; jadi secara hafalan), sudah tidak lagi
banyak dijumpai. Karenanya, penyampaian dan penerimaan
riwayat/Hadits banyak dilakukan dengan jalan ijazah dan
mukatabah. (Yang dimaksud dengan ijazah dalam hal ini
adalah pemberian izin dari seorang syaikh (guru) kepada
muridnya untuk meriwayatkan Hadits yang berasal dari
padanya, baik yang tertulis ataupun yang hafalan, beserta
kekurangan-kekurangan dari riwayat tersebut. Yang
dimaksud dengan muqatabah adalah pemberian catatan
Hadits dari seorang syaikh/guru kepada orang yang ada di
dekatnya ataupun dengan cara disuruh orang lain untuk
menuliskannya).

Hanya sedikit sekali Ulama Hadits yang masih mampu


menyampaikan periwayatan Hadits beserta sanadnya secara
hafalan yang sempurna seperti yang telah dilakukan oleh
Ulama Mutaqaddimin.

C. Latar Belakang Perkembangan Pemalsuan Hadits

Melacak latar belakang kemunculan pemalsuan Haditsberarti tidak


terlepas dari peristiwa awal kemunculannya. Sementara itu pakar Hadits
dalam hal ii berbeda pendapat. Dengan demikian, latar belakang
kemunculannya dikalangan pakar Haditsmerupakan persoalan yang
menjadi bahan perdebatan.

Diantara pakar Hadits ada yang menyatakan bahwa pemalsuan


Hadits telah terjadi sejak Zaman Nabi. Pendapat ini hanya merupakan

18
interpretasi dari pernyataan Nabi, bahwa barang siapa yang secara
sengaja membuat berita bohong dengan mengatasnamakan Nabi, maka
hendaklah ia bersiap-siap menempati neraka. Pernyataan ini, menurut
Ahmad Amin, memberikan gambaran bahwa pada Zaman Nabi telah
terjadi pemalsuan Hadits . Namun ia tidak memberi argumentasi yang
kuat tentang pendapatnya itu. Dengan berlatar belakang apa pada
Zaman Nabi muncul pemalsuan Hadits , hal ini tidak dijelaskan oleh
Ahmad Amin.

Pendapat lain menyatakan, bahwa pemalsuan Hadits yang terjadi


pada Zaman Nabi mempunyai motif keduniawian dan dilakukan oleh
orang munafik. Pendapat ini dikemukakan oleh salah Al-Din al- Adaby.

Menurut Syuhudi Ismail, pendapat yang menyatakan bahwa pada


Zaman Nabi telah terjadi pemalsuan Hadits , belum ada data sejarah yang
dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan pemalsuan Hadits , menurut
pendapat mayoritas ulama, mulai muncul dan berkembang pada Zaman
Khalifah Ali ibn Abu Talib.

Pada mulanya faktor yang mendorong seseorang melakukan


pemalsuan Haditsadalah kepentingan politik. Pada masa itu telah terjadi
pertentangan politik antara Ali ibn Abu Talib dan Mu’awiyah ibn Abu
Sufyan. Pada pendukung masing-masing tokoh telah melakukan
berbagai upaya untuk memenangkan perjuangan mereka. Salah satu
upaya yang telah dilakukan oleh sebagian dari mereka adalah
pembuatan Hadits –Hadits palsu. Dengan kata lain, pemalsuan Hadits itu
berlangsung setelah umat Islam terpecah belah dalam bentuk partai-
partai atau sekte-sekte.

Corak Hadits yang mula-mula dibuat adalah berkenaan dengan


pengakultusan pribadi. Mustafa al-Siba’i menegaskan bahwa orang
pertama yang membuat Hadits palsu dengan bercorakkan pengkultusan

19
pribadi adalah kaum Syi’ah. Ibnu Taimiyah menyatakan, bahwa diantara
Hadits palsu adalah Hadits yang menegaskan kekhalifahan Ali menurut
Ibn Hazm, orang yang meriwayatkan Hadits tersebut adalah Abal
Hamra, yang aku tidak mengenalnya. Kegiatan syi’ah dalam membuat
Hadits palsu itu mendapat tanggapan dari pihak lain yang menjadi
rivalnya dengan membuat Hadits palsu pula. Dengan membuat Hadits
palsu mereka memandang pendiriannya atau partainya akan
mendapatkan dukungan mayoritas umat Islam karena telah dijustifikasi
oleh sebuah argumentasi dari Hadits Nabi.

Berangkat dari pertentangan politik tersebut dalam kenyataan telah


mengakibatkan timbulnya pertentangan dalam bidang teologi dan pada
gilirannya menyeret pula dalam bdang jurisprundensi. Hal ini adalah
sebagai konsekuensi logis. Sebagai dari pendukung aliran teologi yang
timbul pada saat itu telah membuat juga berbagai Hadits palsu untuk
memperkuat argumentasi aliran yang mereka yakini benar.

Sudah barang tentu, kalangan musuh Islam yang berkeinginan


meruntuhkan Islam dari dalam tidak menyia-nyiakan pertentangan
politik yang timbul dikalangan umat Islam. Para musuh Islam itu juga
menggunakan senjata dengan membuat berbagai Hadits palsu dalam
memerangi Islam. Dan pada gilirannya, hal ini diikuti oleh kepentingan
lain yang turut mendorong seseorang untuk memalsukan Hadits .

D. Jenis Pemalsuan Hadits

Pemalsuan Hadits , menurut Muhammad Mustafa ‘Azami, dapat


diklasifikasikan ke dalam dua kategori:

1. Pemalsuan Hadits secara sengaja

Menurut Muhammad Mustafa ‘Azami, bentuk Hadits yang


dihasilkan dengan kesengajaan dalam memalsukan nya disebut

20
Hadits maudhu. Pada awal periode Islam, para pakar Hadits tidak
memaparkan Hadits -Hadits palsu ini secara mendetail. Gerakan
pemalsuan Hadits ini dapat dikategorikan sebagai komponen
terselubung. Komplotan yang terdiri dari orang-orang Zindiq ini
menempuh cara memalsukan Hadits setelah tidak mampu secara
terang-terangan memporak-porandakan keyakinan masyarakat
Islam. Untuk mencapai tujuan yang dimaksud mereka berlindung
dibalik jubah keahliannya dengan membuat Hadits palsu.

Disamping orang-orang dari kalangan ahli Zindiq, terdapat juga


orang-orang yang dengan sengaja memalsukan Hadits Nabi, di
antaranya: orang yang lemah ingatannya dengan minat yang cukup
besar untuk mendapatkan imbalan pahala ibadah, orang yang
memiliki profesi sebagai penutur cerita guna mendukung
kepentingan penguasa dan tokoh religius yang ambisius untuk
menyokong ide-ide alirannya, baik hukum, teologi, politik, ataupun
untuk memojokkan kelompok lain yang menjadi riwayatnya.

2. Pemalsuan Hadits secara tidak sengaja

Pemalsuan Hadits yang dilakukan seseorang dengan tidak


sengaja, menurut Muhammad Mustafa ‘Azami, akan menghasilkan
sebuah Hadits yang disebut Hadits batil. Hal ini terjadi karena
kekhilafan atau kurang teliti dalam menerima dan menyampaikan
Hadits . Kendatipun pada dasarnya tidak bermaksud mengada-ada
Hadits tersebut. Diantara orang yang melakukan pemalsuan dengan
tanpa sengaja tersebut adalah: 1) orang yang mengambil Hadits
yang sudah tenar dan memberinya satu mata rantai baru untuk
mendapatkan pengakuan keilmuan; 2) orang yang tekun melakukan
ibadah yang dengan sengaja melakukan kesalahan dan ia tidak
memberikan porsi perhatian yang cukup terhadap studi Hadits ; 3)
orang yang kurang mempunyai kualifikasi utama dan handal untuk
21
mengajarkan Hadits , seperti hafalan yang kuat, kehati- hatian
)ihtiyat) dan referensi yang mu’tabar; 4) orang yang melakukan
kesalahan dalam periwayatan, misalnya ketika sebuah isnad hanya
berujung pad sahabat atau tabi’in ia secara keliru menisbahkan matan
Hadits tersebut kepada Nabi.

Berdasarkan kenyataan dua corak pemalsuan Hadits tersebut


menunjukkan memiliki akibat yang sama, yaitu munculnya
ungkapan palsu yang disandarkan kepada Nabi. Oleh karena itu, para
ulama yang berkecimpung dalam Ulum Al-Hadits
mengklasifikasikan keduanya secara terpadu, tanpa dipisahkan
sesuai dengan corak perbedaannya. Mengenai jenis pemalsuan
Hadits . Pada hakekatnya, dapat ditinjau dari berbagai demensi,
termasuk ditinjau dari segi perawinya, sanadnya, matannya, motifnya
dan lain-lain.

E. Faktor-Faktor yang Memotivasi Pemalsuan Hadits

Motif pemalsuan Hadits , menurut Mustafa Al-Siba’i, dapat


dikategorikan sebagai berikut:

1. Pertentangan politik

Dalam uraian di atas telah disebutkan, bahwa konflik politik yang


terjadi di kalangan umat Islam telah melahirkan suasana kehidupan
yang bergelimang dengan kebohongan dan memalsukan Hadits
Nabi. Dari aliran Syi’ah terutama kelompok Rafidha, banyak
membuat Hadits palsu yang berkenaan dengan pengkultusan
terhadap Ali dan Ahl al- Bait.

Pembuatan Hadits palsu dari Syiah ini ditanggapi oleh kelompok


lain yang menjadi lawannya, seperti dari kelompok yang fanatik
terhadap mu’awiyah, dengan membuat Hadits palsu pula.

22
2. Kebencian terhadap Islam

Pemalsuan Hadits Nabi bagi kelompok yang membenci terhadap


Islam, karena secara historis, otentisitas periwayatan dan
pelembagaan Hadits dalam limit waktu yang cukup lama dapat
dipersoalkan, disamping tingkat hafalan umat Islam terhadap Hadits
tidak sebagaimana terhadap Al-Qur’an.

Diantara golongan yang dapat dikategorikan berusaha


menghancurkan Islam adalah kaum Zindiq, termasuk juga kaum
orientalis. Kaum Zindiq dalam menghilangkan kemurnian Islam
telah banyak membuat Hadits palsu.

3. Perselisihan dibidang teologi dan jurisprudensi

Ada sebagian orang yang berbuat kesalahan dan mengorbankan


ukhwah Islamiyah dengan membuat Hadits palsu, hanya karena
untuk mendukung pandangannya tentang konsep teologi atau konsep
jurisprudensi. Hadits tersebut dilonarkan orang yang fanatik terhadap
mazhab Hanafi. Sementara orang yang fanatik terhadap mazhab
Syafi’i juga membuat Hadits palsu yang serupa. Demikian juga
halnya dengan orang yang fanatik terhadap para teolog, mereka
membuat Hadits palsu sebagai berikut:

4. Fanatik (ta’assub)

Sikap fanatik buta terhadap bangsa, suku, bahasa, negara dan


pemimpin dengan maksud menonjolkan keutamaannya juga telah
membangkitkan motivasi untuk melakukan pemalsuan Hadits .

5. Kecenderungan sementara orang kepada kemauan penguasa


Pemalsuan Hadits dalam hal ini dijadikan sebagai ajang mencari
muka di hadapan penguasa atau pejabat. Seseorang akan membuat
pernyataan yang disandarkan kepada Nabi guna mendukung

23
keinginan penguasa atau pesan sponsor.

6. Kecenderungan tukang cerita untuk menarik perhatian


pendengarnya

Pemalsuan bermotif menarik perhatian ini dilakukan oleh


pawang atau tukang cerita dan sasarannya adalah orang yang masih
awam dan rendah tingkat keberagaman nya.

7. Kecintaan terhadap kebaikan, tetapi dengan jalan membodohi


agama

Banyak di kalangan kaum zuhud atau sufi dan ahli ibadah yang
membuat Hadits palsu dengan maksud baik. Pemalsuan Hadits dari
kalangan mereka itu dianggap sebagai cara mendekatkan diri kepada
Allah SWT dan menjunjung tinggi agama, karena dapat
membangkitkan gairah dan menimbulkan antusias untuk beribadah
dan taat kepada Allah SWT.

F. Rekonstruksi Konsep Sunnah-Hadits

1. Konsep Awal Sunnah


Kajian historis terhadap konsep sunnah-Hadits para penulis Barat,
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya menciptakan gambaran
bahwa sunnah Nabi dalam Islam tidak lebih hanyalah nama lain bagi
sunnah bangsa Arab pra Islam yang telah dimodofisir oleh Al-Qur’an,
sementara di sisi lain, sebagian dari mereka berpendapat bahwa konsep
sunnah Nabi merupakan konsep yang baru muncul belakangan.

Semasa Nabi masih hidup, para sahabat menata kehidupan mereka


berdasarkan Al-Qur’an sebagaimana dicontohkan dan digambarkan
oleh prilaku Rasulullah. Sunnah dengan demikian mengandung
kesesuaian antara tindakan sahabat dengan tindakan Nabi.

Setelah Nabi wafat, konsep sunnah tidak hanya mencakup sunnah


24
dari Nabi, tetapi juga meliputi penafsiran-penafsiran terhadap sunnah
dari Nabi tersebut. Setelah Nabi wafat, para sahabat masih memiliki Al-
Qur’an, sunnah Nabi dan kebiasaan-kebiasaan mereka sendiri yang
mereka praktekkan semasa Nabi masih hidup.

2. Arah Baru Perkembangan Konsep Sunnah


Mazhab-mazhab hukum awal pada umumnya memandang praktek
aktual masyarakat yang telah mapan sebagai sunnah. Istilah sunnah
tidak hanya dimaksudkan sebagai sunnah Nabi melainkan terkadang
digunakan untuk menunjuk pada praktek masyarakat atau praktek
seseorang.

Kata sunnah yang disebut terakhir ini jelas tidak menunjuk pada
tradisi yang hidup, melainkan lebih tepat jika dipahami sebagai praktek
Nabi atau sunnah Nabi.

Materi sunnah dalam pengertian tradisi yang hidup atau praktek


aktual masyarakat muslim awal merupakan produk interprestasi atas
model perilaku Nabi (sunnah ideal Nabi) dan pada kenyataannya
sunnah dan ijma’ saling berhubungan bahkan identik. Artinya, sunnah
yang sudah ada sebagai hasil pemikiran bebas oleh umat Islam awal
terhadap sunnah ideal Nabi secara perlahan-lahan mencapai titik
dimana umat Islam dengan cara yang hampir seragam mengakui dan
menerimanya, setidaknya umat regional.

G. Upaya Mengatasi Pemalsuan Hadits

Pemalsuan Hadits dalam pentas sejarah perkembangan Islam


merupakan kenyataan yang tak dapat terelakkan. Hal ini memiliki
implikasi yang sangat besar bagi pemahaman umat Islam. Oleh karena
itu, upaya pemberantasan pemalsuan Hadits dipandang merupakan suatu
keniscayaan, di samping pemeliharaan terhadap otentisitas nya. Dalam
rangka memberikan solusi terhadap persoalan pemalsuan Hadits yang
25
muncul, ulama telah menawarkan konsep-konsep dasar yang bersifat
metodologis yang memungkinkan secara akurat mampu mendeteksi
pemalsuan Hadits tersebut. Artinya, prosedur yang ditempuh dalam
menerima Hadits adalah berupa pengujian dan penelitian Hadits sebagai
upaya mengatasi pemalsuan Hadits ,27 sebagai berikut:

1. Meneliti Sanad Hadits

Penelitian sanad Hadits merupakan salah satu upaya selektif


terhadap penerima Hadits. Dalam kaitannya dengan upaya mengatasi
pemalsuan Hadits , penelitian sanad mempunyai arti penting dalam
mendeteksi kepalsuan sebuah Hadits . Oleh karena itu penelitian
sanad tersebut mendapatkan prioritas utama jika dibandingkan
dengan penelitian matan. Hal ini bukan berarti mengabaikan peran
penelitian matan Hadits .

Ada beberapa hal yang menjadi perhatian dalam penelitian sanad


Hadits , yakni tentang kualifikasi keabsahan periwayatan seorang
yang termasuk mata rantai kelangsungan Hadits ke tangan seorang
perawi,sebagai seorang peneliti atau kritikus Hadits .

2. Mengukuhkan Hadits -Hadits

Pengukuhan Hadits ini dilakukan dengan jalan meneliti dan


mencocokkan kembali kepada para sahabat, Tabi’in dan ulama ahli
Hadits. Pengukuhan Hadits sebagai salah satu aktifitas mengatasi
persoalan pemalsuan Hadits menggambarkan adanya upaya
melestarikan tradisi intelektual. Hal ini dimaksudkan untuk
mendukung keutuhan ajaran Islam dari segala bentuk pencemaran
melalui pemalsuan Hadits . Dengan tetap melestarikan tradisi ini,
maka kemungkinan besar segala bentuk pemalsuan Hadits dapat
dideteksi.

26
Apabila kita menelusuri kehidupan ulama terdahulu, maka
akan kita dapati bahwa mereka memiliki semangat yang tinggi
dalam mencari Hadits . Sa’id Al-Musayyab, misalnya, karena hanya
untuk mendapatkan satu Hadits saja ia berjalan terus siang dan
malam. Hal ini ia lakukan semata-mata untuk mengukuhkan Hadits .

3. Meneliti Rawi Hadits dalam Menetapkan Status Kejujurannya

Disamping penelitian terhadap sanad Hadits , penelitian terhadap


perawi Hadits dipandang juga sebagai salah satu upaya selektif dalam
mencari kesehatan Hadits dan membedakan dengan Hadits palsu.
Ibnu Daqiq al-‘Id memandang, bahwa keberadaan perawi sangat
menentukan kepalsuan sebuah Hadits karena dalam hal ini perawi,
sebagai peneliti terhadap sanad dan matan Hadits , dianggap yang
mentakhrijnya dan bahkan dianggap yang melembagakan nya dalam
karya monumental nya.

Validitas hasil penelitian sanad dan matan Hadits yang dilakukan


seorang perawi mungkin dipandang sebagai persoalan tersendiri
dalam upaya mengatasi kemungkinan munculnya Hadits palsu.
Persoalan ini perlu dipertanyakan kembali karena dalam
kenyataannya hasil penelitian itu sangat dipengaruhi oleh corak
pandang perawi, sebagai peneliti Hadits Nabi. Namun ada satu hal
yang perlu digarisbawahi, bahwa para peneliti atau kritikus Hadits
berwewenang meneliti atau mengkritik Hadits , apabila telah
memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan ulama
pakar Hadits . Disamping itu dalam meneliti sanad Hadits , para
pakar Hadits telah merumuskan ketentuan tentang karakteristik
Hadits palsu ditinjau dari segi sanad dan matannya, serta ketentuan
lain untuk dijadikan sebagai acuan dalam meriwayatkan Hadits .

Dalam kaitannya dengan adanya pemalsuan Hadits , sebagai

27
langkah konkrit, para pakar Hadits membahas para perawi yang tidak
memiliki kredibilitas dan diklaim sebagai pendusta ulung dalam
kitab-kitab Jarh Wa Ta’dil. Dengan demikian, seorang perawi akan
mendapat pengakuan Hadits yang diriwayatkan, jika ia telah lolos
dari seleksi yang mengacu pada ketentuan-ketentuan dimaksud.

Ulama Hadits , sebagaimana dikemukakan M. Syuhudi Ismail,


berpendapat bahwa ada dua hal yang harus diteliti pada diri pribadi
periwayat Hadits untuk dapat diketahui apakah riwayat Hadits yang
dikemukakannya dapat diterima sebagai hujjah ataukah harus
ditolak. Kedua hal itu adalah keadilan dan kedabitannya. Keadilan
berhubungan dengan kualitas pribadi. Sedangkan kedabitannya
berhubungan dengan kapasitas intelektual. Apabila kedua hal itu
dimiliki periwayat Hadits , maka periwayat tersebut dinyatakan
sebagai bersifat Siqah, dan Hadits yang diriwayatkannya dapat
diterima. Sebaliknya, apabila seorang periwayat Hadits tidak
memiliki kedua sifat tersebut, maka Hadits nya perlu dipertanyakan.

Mustafa al-Saba’i, secara tegas menjelaskan tentang perawi


Hadits yang harus disingkirkan periwayatannya, diantaranya: 1)
orang yangberdusta dan mengaku telah menerima Hadits Nabi; 2)
orang yang suka berdusta, kendatipun tidak pernah membuat Hadits
palsu; 3) ahli bid’ah dan pengikut hawa nafsu; 4) kaum Zindiq, orang
fasiq dan orang- orang lalai yang tidak menyadari apa yang mereka
katakan, serta orang yang tidak memiliki sifat teliti cekatan adil dan
cerdas.

4. Menetapkan Kaidah-Kaidah Umum untuk Mengklasifikasikan


Hadits

Pengklasifikasian Hadits , dipandang sebagai salah satu bentuk


upaya mengatasi adanya pemalsuan Hadits , merupakan tindakan

28
yang teliti dan cermat dalam melihat sebuah Hadits . Ketelitian dalam
menentukan kategori Hadits mempunyai implikasi dalam fungsinya
sebagai hujjahdalam menetapkan hukum atau keyakinan keagamaan.
Pijakan para pakar Hadits dalam mengklasifikan Hadits adalah
kaidah-kaidah yang dibangun atas dasar pengkajian dan penelitian
ilmiah, sehingga Hadits - Hadits yang diterima adalah benar-benar
dapat dipertanggungjawabkan kehujjahannya.

Dengan menggunakan berbagai kaidah dalam ilmu Hadits , para


pakar Hadits telah berhasil menghimpun berbagai Hadits palsu
dalam kitab-kitab tersendiri. Diantara kitab-kitab yang dimaksud
adalah: 1) al- Abatil, karya al-Hafiz Husain ibn Ibrahim al-
Jauzaqani; 2) al-Maudu at al-Kubra, karya Abu al-Farj Abd. al-
Rahman ibn ‘Ali ibn al-Jauzi; 3) Tansih al-Syari’ah al-Marfu ahmin
al-Akhbaral-Sani’ah al-Maudu’ah, karya Abu al-Hasan Ali ibn
Muhammad al-Kannani; 4) al-Fawaid al- Majmu’ah fi al-AHaditsal-
Maudu’ah, karya Muhammad ibn ‘Ali al- Saukani; 5) al-Mughni’ah
al-Hifzi wa al-Kitabi, karya Abu Umar ibn Badri al-Mausili; 6)
Tazkirah al-Maudhu’at, karya Ibnu Tahir al-Muqaddasi, dan lain-
lain.

H. Tanggapan Terhadap Pemalsuan Hadits dan Alternatif


Pemecahannya

Pemalsuan Hadits , sebagai upaya membuat pernyataan dengan


mengatasnamakan dari Nabi, dengan motif apa pun merupakan usaha
pencemaran terhadap kemurnian Islam, baik bermotif menghancurkan
Islam maupun kepentingan-kepentingan lainnya. Oleh karena itu,
pemalsuan Hadits perlu diwaspadai, karena mempunyai implikasi
terhadap pemahaman dan pengamalan keberagamaan umat Islam.

Upaya mengatasi pemalsuan Hadits , sebagaimana yang telah

29
dilakukan ulama ahli Hadits , merupakan keniscayaan dan perlu
mendapatkan prioritas tersendiri, bukan hal ini perlu mendapatkan
penanganan kontinyu. Artinya, tidak cukup hanya mengandalkan upaya
para ulama pakar Hadits terdahulu yang sudah ada. Hal ini sesuai dengan
dasar Ulum Al-Hadits yang bersifat berkembang. Dengan demikian,
kemungkinan munculnya pemalsuan Hadits dan tersebarnya Hadits palsu
di kalangan umat Islam dapat teratasi.

Upaya serius yang sangat besar artinya bagi penanganan pemalsuan


Hadits adalah sebagaimana yang dilakukan ulama ahli Hadits terdahulu.
Mereka telah merumuskan konsep dasar metodologi penelitian Hadits .
Dengan berbagai kaidah dalam ilmu Hadits , disamping telah
dibukukannya Hadits-hadits, mengakibatkan ruang gerak para pembuat
Hadits palsu sempit. Lebih jauh lagi, dengan keberadaan kaidah- kaidah
tersebut, Hadits -Hadits yang berkembang di tengah-tengah masyarakat
dan termaktub dalam kitab-kitab dapat diteliti dan diketahui kualitasnya.

30
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jauhnya rentang waktu antara wafatnya Nabi dengan penulisankitab-


kitab Hadits menimbulkan berbagai hal yang dapat mencemarkan
kemurnian Hadits Nabi. Pada sisi lain adanya sekelompok orang yang
ingin mencapai tujuan tertentu dengan membuat pernyataan-pernyataan
yang disandarkan kepada Nabi dengan asumsi pernyataan yang
dibuatnya sebagai kekuatan dan justifikasi sebagai ajaran agama.

Para ulama telah membuat kaedah-kaedah yang menjadi dasar dalam


menetapkan Hadits shahih, hasan dan dhaif. Untuk mengetahui kedhaifan
suatu Hadits dapat dideteksi melalui sanad dan matannya.

Munculnya berbagai macam ilmu Hadits dan telah dibukukannya


Hadits menyebabkan ruang gerak para pemalsu Hadits semakin sempit
dan akhirnya ketahuan apa yang telah diperbuatnya.

Periodisasi Tentang Sejarah Dan Perkembangan Hadits adalah fase-


fase yang telah ditempuh dan dialami dalam sejarah pembinaan dan
perkembangan Hadits, sejak Rasulullah masih hidup sampai terwujudnya
kitab-kitab yang dapat disaksikan dewasa ini.

Pada masa turun wahyu dan pembentukan masyarakat islam


sikap/kebijakan Rasulullah yang terpenting yakni : Yang pertama,
Rasulullah memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menghafal dan
menyampaikan/menyebarkan Hadits-Haditsnya. Yang kedua, Rasulullah
melarang para sahabat untuk menulis Hadits-Haditsnya. Yang ketiga,
Rasulullah memerintahkan kepada para sahabat untuk menulis Hadits-
Haditsnya.

Demikianlah makalah yang dapat kami susun dan sampaikan. Kami


31
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah
selanjutnya.

Kami minta maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan pembaca semuanya.

32
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khatib, M. ‘Ajaj, Hadits Nabi Sebelum di Bukukan, Gema Insani Press : Jakarta, 1999.

Al-Khatib, Muhammad Ajjaj. Ushul al-Hadits Ulumuhu Wa Mustlalahu,Beirut: Dar al-


Fikr, 1981.

Al-Maliki, Sayid Muhammad ibn Alawi al-Manhaj al-Latif fi Ushul Hadits al-Syarif,
Terjemahan Badruddin, Mutiara Pokok Ilmu Hadits , Bandung: Trigenda karya, 1995.

Al-Shaleh, Abu Amr Usman bin Abdurrahman ibnu. Ulum al-Hadits , Madinah: Maktabah
al-Islamiyah, 1072.

Al-Siba’I, Mustafa. Al-Sunnah; Makanatuha fi al-tasyri al-Islamy, terjemahan Djafar Abd.


Muchith, al-Haditssebagai sumber Hukum, Bandung: CV. Dipanegoro, 1993.

Al-Siddiqi, M. Hasbi. Sejarah dan pengantar Ilmu Hadits , Cet. XI;Jakarta: Bulan Bintang,
1993.

Amin, Ahmad. Fajr al-Islam, Kairo: Maktabah al-Nahqah al-Misriyah, 1975.

Ismail, M. Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadits, Angkasa : Bandung, 1998

Ismail, M. Syuhudi. Kaedah Keshahihan Sanad Hadits , Cet. I. Jakarta: Bulan Bintang,
1988

Itr, Naruddin. Manhaj Al-Nagel Fi Ulum Al-Hadits , diterjemahkan oleh Mujiya dengan
judul Ulum Hadits , Cet. I; bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.

Kaedah Keshahihan Sanad Hadits , Jakarta: Bulan Bintang, 1995.

Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Musahadi Ham, Evolusi Konsep Sunnah,CV. Aneka Ilmu : Semarang, 2000.

Mustafa, Muhammad ‘Azami. Studies in Hadith Methodology and Literathure, terjemahan


33
A. Yamin, metodologi Kritik Hadits , Bandung: Pustaka Hidayah, 1992.

Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadits , Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996.

34

Anda mungkin juga menyukai