Anda di halaman 1dari 3

Sejarah ahlusunnah

Secara etimologi Ahlussunnah Waljamaah terdiri atas tiga kata yaitu:

1. Ahlun, ahalun (bentuk jamak) artinya keluarga atau orang yang mempunyi atau yang menguasai.
Misalnya ‫ اهل البيت‬artinya keluarga atau kaum kerabat. Dan ‫ اهل االمر‬artinya yang mempunyai urusan
atau penguasa.

2. Assunnah (‫ )الس نة‬artinya apa saja yang datang dari Rasulullah SAW meliputi sabda (aqwal),
perbuatan (af'al) maupun ketetapan (taqrir).

3. Aljama'ah (‫ )الجمعة‬artinya kumpulan atau kelompok. Maksudnya ialah sahabat-sahabat Nabi


Muhammad SAW, terutama khulafaurrasyidin, assawadul a'dham (golongan mayoritas umat islam)
atau jama'atul mujtahidin (golongan mujtahid).

     Sedangkan secara terminologi ialah kaum atau orang-orang yang menganut ajaran islam yang
murni sebagaimana yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya.

     Ajaran nabi dan para sahabat tersebut pada dasarnya secara sempurna telah termaktub dalam
Alquran dan Sunnah Rasul. Hanya saja ajaran tersebut belum tersusun secara rapi dan teratur.
Ajaran tersebut kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh ulama besar, Syekh Abu
Hasan Al-Asyari (lahir di Bashrah tahun 260 H dan wafat di Bashrah tahun 324 H dalam usia 64
tahun).

     Ahlussunnah Waljamaah sering juga disebut "Kaum Asyariyah", merujuk kepada Imam Abu Hasan
Al-Asyari. Salah seorang murid beliau yang terkenal bernama Abu Mansur Al-Maturidi (lahir di
Maturidi, Samarkand tahun 268 H dan wafat tahun 303 H/944 M). Ia adalah seorang ulama besar
yang mempunyai i'tikad sama dengan yang diajarkan oleh Al-Asyari. Pahamnya disebut Maturidiyah.
Itulah sebabnya Muhammad bin Muhammad bin Al-Husaini Az-Zabidi dalam kitab Ithafussadah
Almuttaqin (syarah kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali) mengatakan:

َ ‫ق اَ ْه ُل ال ُّسنََّة َو ْال َج َماعَة فَا ْل ُم َرا دُبه ااْل َش‬


 ُ‫َاعرةُ َو ْال َماتُرديَّة‬ ْ ُ‫إ َذاا‬
َ ‫طل‬

Artinya: "Apabila disebut ahlussunnah waljamaah, maka maksudnya adalah orang-orang yang
mengikuti paham Al-Asyari dan Al-Maturidi".

     Selain itu, dalam kitab-kitab ushuluddin sering dijumpai pula kata "Sunni". Kata ini merupakan
kependekan dari kata ahlussunnah waljamaah, dan orang-orangnya disebut "Sunniyun".

     Menurut KH. Ahmad Shiddiq, ahlussunnah waljamaah adalah golongan yang setia pada
ahlussunnah waljamaah, yaitu ajaran islam yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW
bersama para sahabatnya pada masa nabi Muhammad masih hidup serta apa saja yang dipraktikkan
para sahabat sepeninggalnya, khususnya khulafaurrasyidin.

     Rujukan utama untuk mengetahui pengertian ahlussunnah waljamaah adalah hadis Nabi
Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani:
‫الس نَّة‬ َ ‫ق اُ َّمتى َعلَى ثَالَث َو َسبْعينَ فرْ قَة فَ َواح َدةٌ فى ْال َجنَّة َوث ْنتَان َو َس ْبعُوْ نَ فى النَّار‬
َ َ‫ َم ْنهُ ْم يَا َر ُس وْ َل هللا ق‬: ‫قيل‬
ُّ ‫ال اَ ْه ُل‬ ُ ‫َوالَّذى نَ ْفسُ ُم َح َّمد بيَده لَتَ ْفتَر‬
‫ رواه الطبرانى‬. ‫َوال َج َماعَة‬ ْ

Artinya: "Demi Tuhan yang menguasai jiwa Muhammad, sungguh umatku nanti akan pecah menjadi
73 kelompok. Satu kelompok masuk surga dan 72 kelompok lainnya lagi masuk neraka. Sahabat
bertanya kepada Nabi. Siapakah mereka yang masuk surga itu, wahai Rasulullah? Nabi menjawab:
Mereka itu adalah Ahlussunnah Waljamaah".

     Kedudukan sahabat Nabi Muhammad memang penting sebagai acuan pemahaman dan
pengenalan ajaran islam. Rasulullah sendiri telah menandaskan hal tersebut dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim, yang artinya:

"Maka sesungguhnya siapa yang hidup (lama) di antara ilmu, niscaya akan melihat perselisihan
(paham) yang banyak, maka peganglah sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin yang diberi hidayah.
Pegang teguhlah itu dan gigitlah dengan gerahammu".

     Sedemikian tinggi dan pentingnya kedudukan sahabat sampai Nabi Muhammad dalam sebuah
hadis pernah mengatakan:

‫اَصْ َحابى كَاالنُّجُوْ م باَيّه ُم ا ْقتَدَيتُ ْم ا ْهتَدَيتُ ْم‬

Artinya: "Para sahabatku adalah ibarat bintang-bintang, dengan siapapun di antara kamu sekalian
maka kamu akan memperoleh petunjuk".

     Sebagai suatu ajaran, ahlussunnah waljamaah sudah ada jauh sebelum dia tumbuh sebagai aliran
dan gerakan. Bahkan istilah ahlussunnah itu sudah dipakai sejak zaman Rasulullah SAW dan para
sahabat. Sebab hakikat ahlussunnah waljamaah sebenarnya adalah islam itu sendiri.

     Hanya saja istilah itu belum dipakai sebagai nama aliran atau gerakan kelompok tertentu. Yang
mendorong lahirnya ahlussunnah waljamaah sebagai aliran dan gerakan dalam islam adalah
keberadaan aliran lain yang telah ada sebelumnya, terutama aliran dan gerakan Muktazilah pada
zaman Abbasiyah, khususnya pada zaman Al-Makmun (198-218 H / 813-833 M), Al-Muktashim (218-
228 H / 833-842 M) dan Al-Watsiq (228-233 H / 842-847 M) yang menjadikan Muktazilah sebagai
madzhab resmi negara yang dilindungi oleh pemerintah.

     Dalam penyebaran paham Muktazilah itu, terjadi suatu peristiwa yang membuat lembaran hitam
dalam sejarah umat islam dan khususnya Muktazilah sendiri. Khalifah Al-Makmun dalam upayanya
menanamkan pengaruh Muktazilah, melakukan pemaksaan kepada seluruh jajaran pemerintahnya,
bahkan juga kepada seluruh masyarakat islam. Dalam menyebarkan paham Muktazilah banyak
ulama panutan masyarakat menjadi korban penganiayaan. Misalnya Imam Hambali (Ahmad bin
Hambal), Muhammad bin Nuh, dan lain-lain yang tidak mau mengubah pendiriannya untuk
mengatakan bahwa "alquran itu adalah makhluk" (seperti yang diyakini Muktazilah).

        Ketegaran dan ketegasan mereka dalam mempetahankan akidah ahlussunnah waljamaah serta
adanya keresahan kaum muslimin yang saat itu sudah bosan menghadapi perbedaan dan beragam
pertentangan yang dibuat Muktazilah menimbulkan simpati luas dari masyarakat. Lebih dari itu,
rasa kebencian kaum muslimin dan antipati terhadap pemerintah Muktazilah dan kekuasaan yang
mendukungnya memuncak ketika peristiwa "Mihnatul Quran" (fitnah bahwa alquran adalah
makhluk).

   Ketika Al-Mutawakkil (233-247 H / 874-861 M) menjadi khalifah Abbasiyah menggantikan Al-


Watsiq, dia melihat bahwa posisinya sebagai khalifah perlu mendapatkan dukungan mayoritas
masyarakat. Sementara itu kelompok mayoritas islam setelah kasus Mihnah (ujian akidah) adalah
pengikut Imam Ahmad bin Hambal. Sehingga pada tahun 856 M, khalifah Al-Mutawakkil
membatalkan aliran Muktazilah sebagai madzhab resmi negara dan pemerintah.

     Di samping itu bagi masyarakat awam, sebenarnya sulit menerima doktrin Muktazilah yang
rasional-filosofis. Mereka lebih menyukai ajaran-ajaran yang sifatnya sederhana yang sejalan
dengan sunnah Nabi Muhammad SAW dan tradisi para sahabatnya. Dalam keadaan ini, muncullah
tokoh ulama islam yaitu Abu Hasan Al-Asyari dengan ajaran-ajaran akidah ahlussunnah waljamaah.
Dimana dia berusaha mengakomodasi aspirasi masyarakat sesuai tingkat pemikiran dengan tetap
menjaga kemurnian ajaran islam yang sesuai dengan sunnah Nabi serta tradisi para sahabatnya.
Doktrin teologi Asyari ini kemudian dikembangkan terus menerus oleh murid-murid dan ulama
pengikutnya, seperti: Abu Hasan Al-Bahili, Muhammad Al-Baqillani, Abdul Maali Al-Juwaini (Imam
Haromain), Abu Hamid Al-Ghazali, Muhammad bin Yusuf As-Sanusi, dan lain-lain. Dan di
Samarkand, muncul tokoh ahlussunnah waljamaah yang lain, yaitu Abu Mansur Al-Maturidi yang
ajaran teologinya dikenal dengan Al-Maturidiyah. Di Bukhara aliran Maturidiyah dikembangkan
oleh Ali Muhammad Al-Bazdawi.

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Anda mungkin juga menyukai