Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketika bayi lahir, kondisi bayi masih lemah sehinggga butuh perhatian dan

penjagaan yang serius. Semua anggota tubuh bayi masih rawan, tetapi yang paling

rawan adalah bagian kepala, terutama ubun-ubun dan tali pusat bayi (Irawan,

2011).

Tali pusat merupakan tali penghubung yang memanjang dari umbilicus

sampai ke permukaan fetal plasenta. Pada tali pusat terdapat funiculus umbilikalis

yang terbentang dari permukaan fetal plasenta sampai daerah umbilicus fetus dan

berlanjut sebagai kulit fetus. Dalam sistem kerjanya tali pusat berfungsi sebagai

penghubung antara plasenta dan bagian tubuh janin supaya mendapat asupan

oksigen, makanan, dan antibodi dari ibu. Pada umumnya umbilicus atau tali pusat

puput saat satu minggu setelah bayi lahir dan luka sembuh dalam lima belas hari

(Baety, 2011).

Proses melepasnya tali pusat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat

mendukung dan membantu untuk lebih cepat dari 5 hari atau lebih lama (lebih

dari 4 minggu). Faktor tersebut mencakup ada tidaknya infeksi pada tali pusat

bayi, kebersihan dan sanitasi lingkungan, kelembaban daerah sekitar tali pusat

bayi dan cara perawatan tali pusat itu sendiri (Wawan, 2009).

1
Menurut Who Health Organization (WHO) proporsi kematian bayi baru

lahir di dunia sangat tinggi dengan estimasi sebesar 4 juta kematian bayi baru lahir

pertahun dan 1,4 juta kematian pada bayi baru lahir pada bulan pertama di Asia

tenggara. Hanya sedikit negara di Asia Tenggara yang mempunyai sistem

registrasi kelahiran yang baik sehingga tidak diperoleh data yang akurat tentang

jumlah kematian bayi baru lahir atau pun kematian pada bulan pertama. Dalam

Kenyataannya, penurunan angka kematian bayi baru lahir di setiap negara di Asia

Tenggara masih sangat lambat. Perkiraan kematian yang terjadi karena tetanus

adalah sekitar 550.000 lebih dari 50 % kematian yang terjadi di Afrika dan Asia

Tenggara disebabkan karena Infeksi pada tali pusat pada umumnya menjadi

tempat masuk utama bakteri, terutama apabila diberikan sesuatu yang tidak steril

(Sarwono, 2008).

Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Angka

kematian bayi baru lahir sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup. Sebagian besar

penyebab kematian terebut dapat dicegah dengan penanganan yang adekuat

(Depkes, 2012).

Provinsi Lampung, Bila dibandingkan pada tahun 2002 Angka Kematian

Bayi sebesar 55/1000 kelahiran hidup menurun pada tahun 2012 yaitu 30/1000

kelahiran hidup. Penyebab kedua terbesar di provinsi lampung yaitu BBLR dan

Asfiksia, sedangkan pada usia 0-6 hari infeksi menyumbang 2%, usia 7-28 hari

infeksi 7% dan Tetanus Neonatorum 4%. Bandar lampung adalah daerah

penyumbang terbesar di tahun 2012 yaitu 204/1000 kelahiran hidup, sedangkan

Kabupaten Lampung Barat penyumbang terkecil dari 14 kabupaten yaitu

berjumlah 21/1000 kelahiran hidup. Di Kecamatan suberjaya pada tahun 2015,

2
menurut data yang di dapat dari Puskesmas Sumberjaya kematian Bayi berjumlah

4 bayi yang salah satunya di sebabkan karena infeksi Neonatorum.(Profil

Kesehatan Provinsi Lampung, 2012)

Faktor-faktor yang menyebabkan kematian perinatal adalah perdarahan,

infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia, hipotermi. Bahwa 50%

kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama

kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan

menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup

bahkan kematian (Sarwono, 2008).

Infeksi masih merupakan penyebab kematian bayi baru lahir di

masyarakat. Untuk pencegahan infeksi, tindakan dasar seorang bidan lakukanlah

mencuci tangan sebelum melakukan tindakan dan jaga kesterilan alat (Sarwono,

2008).

Infeksi berasal dari 2 sumber utama, ibu dan lingkungan, termasuk

di dalamnya tempat persalinan, tempat perawatan dan rumah. Infeksi yang terjadi

pada hari pertama kehidupan pada umumnya berasal dari kontak dengan

mikroorganisme yang berasal dari ibu. Infeksi yang terjadi setelah itu lebih sering

berasal dari lingkungan. Hasil pengobatan akan menjadi jauh lebih baik apabila

tanda infeksi dapat dikenal secara dini dan segera dilakukan pengobatan yang

tepat dan sesuai (Sarwono, 2008).

Tetanus pada bayi yang baru lahir disebabkan kuman Clostridium tetani.

Biasanya terjadi pada bayi berusia kurang satu bulan akibat pemotongan tali pusat

tidak bersih. Selain itu, tetanus dapat disebabkan tali pusat yang diberi macam-

macam ramuan. Ibu yang tidak mendapat suntikan tetanus toksoid lengkap

3
sewaktu hamil akan membuat ibu dan bayi berisiko terserang kuman tetanus (Iis

Sinsin, 2008).

Tingkat kejadian yang tinggi infeksi ini umumnya ada dipedesaan dimana

masih banyak ibu yang melahirkan didukun. Peralatan tidak steril yang memotong

tali pusat berisiko tinggi menimbulkan infeksi. Infeksi tetanus neonatorum dapat

menyebabkan kematian dalam beberapa hari pada sebagian besar bayi (Iis Sinsin,

2008).

Menurut penelitian (Herliana Elfi, 2010) pada kenyataan di masyarakat

masih banyak ibu yang mengikuti tradisi budaya yang ada di masyarakat.

Misalnya meletakkan atau membalutkan ramuan tradisonal ke tali pusat supaya

tali pusat cepat lepas (puput) atau ditutupi dengan koin agar pusat tidak bodong.

Padahal tindakan tersebut tidak perlu dilakukan justru dapat membahayakan.

Sehingga jika diberikan ramuan, bubuk kopi, koin dapat menularkan kuman.

Akibatnya terjadi infeksi atau tetanus yang sangat membahayakan karena tingkat

mortalitasnya tinggi. (Zacharia,2008)

Menurut jurnal penelitian yang dilakukan di MUH pada Agustus 2009

sampai dengan Februari 2010 tentang perawatan tali pusat menggunakan ASI dan

Alkohol 70% memiliki hasil yang signifikan, yaitu tali pusat 4 hari lebih cepat

kering menggunakan ASI di bandingkan dengan Menggunakan Alkohol 70%.

Selain itu, perawatan Tali pusat menggunakan ASI lebih efisien karena lebih

mudah, bisa dilakukan oleh ibu, dan lebih sedikit kemungkinan terjadinya infeksi

tali pusat karena kandungan kolonisasi pada ASI yang begitu bermanfaat.

Kecamatan Sumberjaya adalah salah satu Kecamatan yang terletak di

daerah Lampung Barat dimana Masyarakatnya yang masih kaya akan kepercayaan

4
dan budaya. Begitupun dengan perawatan tali pusat yang sebagian ibu masih ada

yang menggunakan bahan-bahan tradisional seperti kunyit, bedak tabur dan uang

koin.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan masalah umum

apakah ada perbedaan waktu pelepasan tali pusat yang menggunakan

perawatan ASI dan kassa kering?

1.2.2 Rumusan masalah Khusus

1. Apakah perawatan tali pusat menggunakan ASI bisa di gunakan sebagai

metode perawatan yang aman?

2. apakah metode perawatan tali pusat menggunakan ASI bisa mempercepat

lepasnya tali pusat?

3. apakah perawatan tali pusat menggunakan metode kassa kering masih bisa

di gunakan dan dikatakan aman di banding dengan metode ASI?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahui perbandingan Waktu lepasnya tali pusat menggunakan Metode

ASI dan Kasa Kering pada Bayi Baru Lahir di Kecamatan Sumberjaya Kabupaten

Lampung Barat Tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Identifikasi rata-rata waktu pelepasan tali pusat dengan pemberian tipocal

ASI Pada Bayi Baru Lahir di Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Lampung

Barat Tahun 2016

5
2. Identifikasi rata-rata waktu pelepasan tali pusat dengan pemberian Kasa

Kering Pada Bayi Baru Lahir di Kecamatan Sumberjaya Kabupaten

Lampung Barat Tahun 2016.

3. Apakah ada perbadingan waktu pelepasan tali pusat bayi baru lahir

menggunakan ASI dan kassa kering di Kecamatan Sumberjaya Kabupaten

Lampung Barat Tahun 2016.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Tali Pusat

Tali pusat dalam istilah medisnya umbilical cord. Merupakan suatu tali

yang menghubungkan janin dengan uri atau plasenta. Sebab semasa dalam rahim,

tali inilah yang menyalurkan oksigen dan makanan dari plasenta ke janin yang

berada di dalamnya. Begitu janin dilahirkan, ia tidak lagi membutuhkan oksigen

dari ibunya, karena sudah dapat bernapas sendiri melalui hidungnya. Oleh karena

itu sudah tidak diperlukan lagi,maka saluran ini harus segera dipotong dan dijepit

atau diikat (Baety,2011).

2.1.1.1 Ciri Umum Tali Pusat

Pada tali pusat terdapat Funiculus umbilicalis yang terbentang dari

permukaan fetal plasenta sampai daerah umbilicus fetus dan berlanjut sebagai

kulit fetus pada perbatasan tersebut. Funiculus umbicalis secara normal berinsersi

di bagian tengah plasenta. Funiculus umbilicalis berbentuk seperti tali yang

memanjang dari tengah plasenta sampai ke umbilicus fetus dan mempunyai

sekitar 40 puntiran spiral. Pada saat aterm, funiculus umbilicalis panjangnya 50-

55 cm, diameternya 1-2,5 cm dan berwarna putih kuning. (Baety, 2011, p.40).

Tali pusat menjadi lebih panjang jika jumlah air ketuban pada kehamilan trimester

pertama dan kedua relatif banyak, disertai dengan mobilitas bayi yang sering.

7
Sebaliknya, jika oligohidromnion dan janin kurang gerak (pada kelainan motorik

janin), maka umumnya tali pusat lebih pendek. Kerugian apabila tali pusat terlalu

panjang adalah dapat terjadi lilitan di sekitar leher atau tubuh janin atau menjadi

ikatan yang dapat menyebabkan asfiksia karena oklusi pembuluh darah khususnya

pada saat persalinan (Baety, 2011).

2.1.1.2 Struktur Tali Pusat

Dalam stukturnya, tali pusat terdapat bagian yang menutupi funiculus

umbicalis dan permukaan fetal plasenta yang dinamakan Amnion. Pada ujung

fetal amnion melanjutkan diri dengan kulit yang menutupi abdomen dan

mendesak eksoselom yang akhirnya dinding ruang amnion mendekati korion.

Mesoblas antara ruang amnion dan embrio menjadi padat merupakan body stalk

yang merupakan hubungan antara embrio dan dinding trofoblas. Body stalk ini

akan menjadi tali pusat. (Prawirohardjo, 2010)

Dalam tali pusat yang berasal dari body stalk terdapat pembuluh darah

yang dinamakan vascular atalk. Dari perkembangan ruang amnion dapat dilihat

bahwa bagian luar tali pusat berasal dari lapisan amnion. Didalamnya terdapat

jaringan lembek (Jelly Wharton) yang berfungsi melindungi arteria umbilikallis

yang berfungsi mengembalikan produk sisa (limbah) dari fetus ke plasenta dimana

produk sisa tersebut diasimilasi ke dalam peredaran darah maternal untuk

diekskresikan dan 1 vena umbilikalis yang membawa oksigen dan memberi nutrisi

ke sistem peredaran darah fetus dari darah maternal yang terletak di dalam

spatium choriodeciduale berada di tali pusat. Kedua arteri umbilikallis dan satu

vena umbilikallis tersebut menghubungkan satu sistem kardiovaskuler janin

dengan plasenta (Prawirohardjo, 2010).

8
Kolonisasi kuman yang terdapat di dalam tali pusat bayi baru lahir adalah

sebagai berikut:

1. Kleibsella sp

2. S. aureus

3. Enterobacter sp

4. E. coli

5. P. aeruginosa

6. Proteus sp

7. Pseudomonas sp

8. Proteus morgagni

9. Basillus sp

10 S. epidermidis

11. Strept. A. hemoliticus

12. Klebsiella ozonae

13. Proteus pennrii

2.1.1.3 Mekanisme Pelepasan Tali Pusat

Ketika neonatus pertama kali tiba di ruang perawatan, sekitar 5 cm tali

pusat biasanya masih terdapat pada abdomen dengan beberapa tipe penjepitan.

Setelah beberapa hari tali pusat mengkerut dan menghitam. Kemudian setelah

beberapa hari atau minggu tali pusat akan lepas dengan sendirinya, meninggalkan

area kecil yang bergranulasi, dan biasanya menghilang. Jaringan parut yang kecil

dan kontraktur disebut umbilikalis. (Sodikin,2009).

Tali pusat dijadikan tempat koloni bakteri yang berasal dari lingkungan

sekitar. Pada bayi yang ditrawat di rumah sakit bakteri S aureus adalah bakteri

9
yang sering dijumpai yang berasal dari sentuhan perawat bayi yang tidak steril.

Pengetahuan tentang faktor yang menyebabkan terjadinya kolonisasi bakteri pada

tali pusat sampai saat ini belum diketahui pasti. Selain S aerus, bakteri E colli dan

B streptococci juga sering dijumpai berkoloni pada tali pusat. Pemisahan yang

terjadi antara pusat dan tali pusat dapat disebabkan oleh keringnya tali pusat atau

diakibatkan oleh terjadinya inflamasi karena terjadi infeksi bakteri. Pada proses

pemisahan secara normal jaringan yang tertinggal sangat sedikit, sedangkan

pemisahan yang diakibatkan oleh infeksi masih menyisakan jaringan dalam

jumlah banyak yang disertai dengan timbulnya abdomen pada kulit. (Paisal,

2008).

Setelah bayi lahir tali pusat dipotong, secara mendadak tali pusat tidak

mendapat aliran darah, akan menjadi kering. Pengeringan dan pelepasan tali pusat

dipermudah karena terpapar udara. Hilangnya air dari jeli wharton menyebabkan

mumifikasi tali pusat segera setelah bayi lahir. Dalam 24 jam warna putih tali

pusat menghilang dan berubah menjadi kuning kecoklatan dan mengering atau

kehitaman kering dan kaku (ganggren kering). Jaringan tali pusat yang mengalami

devitalisasi merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman-kuman,

terutama bila tali pusat dalam keadaan lembab dan perawatannya tidak bersih.

(Ratri Wijaya, 2006).

Sisa potongan tali pusat menjadi sebab utama terjadinya infeksi pada bayi

baru lahir. Kondisi ini dapat dicegah dengan membiarkan tali pusat tetap kering

dan bersih. Pemisahan yang terjadi diantara pusat dan tali pusat disebabkan oleh

keringnya tali pusat atau diakibatkan oleh terjadinya inflamasi karena terjadi

10
infeksi bakteri. Pada proses pemisahan secara nominal jaringan dalam jumlah

banyak yang disertai dengan timbulnya abdomen pada kulit. (Paisal, 2008)

Sebelum luka sembuh merupakan jalan masuk untuk infeksi, yang dapat

dengan cepat menyebabkan sepsis. Pengenalan dan pengobatan secara dini infeksi

tali pusat sangat penting untuk mencegah sepsis. Jika tali pusat bengkak,

mengeluarkan nanah, atau berbau busuk, tapi kemerahan dan pembengkakan

terbatas pada daerah < 1 cm disekitar pangkal tali pusat disebut sebagai infeksi

tali pusat lokal atau terbatas. Jika kulit disekitar tali pusat merah dan mengeras

atau bayi mengalami distensi abdomen disebut infeksi tali pusat berat atau meluas.

(Sholeh dk,2005).

Lama penyembuhan tali pusat dikatakan cepat jika kurang dari 5

hari,normal jika antara 5 sampai dengan 7 hari, dan lambat jika lebih dari 7 hari.

(Paisal, 2008). Lepasnya tali pusat selain dipengaruhi oleh perawatan tali pusat

dengan menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih juga dipengaruhi

kepatuhan ibu untuk membersihkan tali pusat setiap hari. Kebersihan saat

merawat tali pusat dan frekuensi mengganti popok setiap kali popok kotor dan

basah.(paisal,2008)

Faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya pelepasan tali pusat :

1. Cara perawatan Tali pusat, penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang

dibersihkan dengan air, sabun dan di tutup dengan kassa steril cenderung lebih

cepat puput (lepas) daripada tali pusat yang dibersihkan dengan alkohol

2. Kelembaban tali pusat, tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun,

karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali

pusat, juga menimbulkan resiko infeksi

11
3. Kondisi sanitasi lingkungan sekitar neonatus, Spora C. tetani yang masuk

melalui luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi

syarat kebersihan.

4. Timbulnya infeksi pada tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak

memenuhi syarat kebersihan, misalnya pemotongan tali pusat dengan

bambu/gunting yang tidak steril, atau setelah dipotong tali pusat dibubuhi abu,

tanah, minyak daun-daunan, kopi dan sebagainya. (Wawan,2009).

2.2 Perawatan Tali Pusat

Perawatan tali pusat pada bayi baru lahir ialah menjaga agar tali pusat

tetap kering dan bersih. Perawatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali pusat

dalam minggu pertama secara bermakna mengurangi insiden infeksi pada

neonatus (Sarwono, 2010).

Tali pusat atau umbilical cord adalah saluran kehidupan bagi janin selama

dalam kandungan.  Dikatakan saluran kehidupan karena saluran inilah yang

selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat-zat gizi dan oksigen ke janin.  Tetapi begitu

bayi lahir, saluran ini sudah tak diperlukan lagi sehingga harus dipotong dan

diikat atau dijepit.

Perawatan tali pusat pada bayi baru lahir sebaiknya dijaga tetap kering

setiap hari untuk menghindari terjadinya infeksi. Bila sampai terdapat nanah dan

darah berarti terdapat infeksi dan harus segera diobati (Iis Sinsin, 2008).

Sisa tali pusat yang masih menempel di perut bayi (umbilical stump), akan

mengering dan biasanya akan terlepas sendiri dalam waktu 1-3 minggu, meskipun

ada juga yang baru lepas setelah 4 minggu.  Umumnya orangtua baru agak takut-

12
takut menangani bayi baru lahirnya, karena keberadaan si umbilical stump ini. 

Meski penampakannya sedikit ’mengkhawatirkan’, tetapi kenyataannya bayi

Anda tidak merasa sakit atau Perawatan tali pusat tersebut sebenarnya juga

sederhana.  Yang penting, pastikan tali pusat dan area sekelilingnya selalu bersih

dan kering.  Selalu cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun

sebelum membersihkan tali pusat. 

Untuk membersihkan pangkal ini, Anda harus sedikit mengangkat (bukan

menarik) tali pusat.  Tenang saja, bayi Anda tidak akan merasa sakit.  Sisa air atau

alkohol yang menempel pada tali pusat dapat dikeringkan dengan menggunakan

kain kasa steril atau kapas.  Setelah itu kering anginkan tali pusat.  Anda dapat

mengipas dengan tangan atau meniup-niupnya untuk mempercepat

pengeringan. Tali pusat harus dibersihkansedikitnya dua kali sehari.

Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan

membuatnya menjadi lembab.  Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga

menimbulkan resiko infeksi.  Kalaupun terpaksa ditutup (mungkin Anda ’ngeri’

melihat penampakannya), tutup atau ikat dengan longgar pada bagian atas tali

pusat dengan kain kasa steril. Pastikan bagian pangkal tali pusat dapat terkena

udara dengan leluasa.  Bila bayi Anda menggunakan popok sekali pakai, pilihlah

yang memang khusus untuk bayi baru lahir (yang ada lekukan di bagian depan). 

Dan jangan kenakan celana atau jump-suit pada bayi Anda.  Sampai tali pusatnya

puput, kenakan saja popok dan baju atasan.  Bila bayi Anda menggunakan popok

kain, jangan masukkan baju atasannya ke dalam popok. Intinya adalah

membiarkan tali pusat terkena udara agar cepat mengering dan lepas. (Susyanto,

2009)

13
2.2.1 Tujuan perawatan tali pusat

Tujuan perawatan tali pusat adalah mencegah terjadinya penyakit tetanus

pada bayi baru lahir, agar tali pusat tetap bersih, kuman-kuman tidak masuk

sehingga tidak terjadi infeksi pada tali pusat bayi. Penyakit tetanus ini disebabkan

oleh clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (Racun), yang

masuk melalui luka tali pusat, karena perawatan atau tindakan yang kurang bersih

(Saifuddin, 2010).

Menurut Paisal (2008), perawatan tali pusat bertujuan untuk menjaga agar

tali pusat tetap kering dan bersih, mencegah infeksi pada bayi baru lahir,

membiarkan tali pusat terkena udara agar cepat kering dan lepas.

Tujuan perawatan tali pusat pada bayi baru lahir adalah mencegah dan

mengidentifikasi perdarahan atau infeksi secara dini. Apabila ada perdarahan dari

pembuluh darah tali pusat, perawatan harus memeriksa keadaan klem (atau ikatan)

dan pasang klem kedua dekat klem pertama (Irene, 2005).

Perawatan tali pusat secara umum bertujuan untuk mencegah terjadinya

infeksi dan mempercepat putusnya tali pusat. Infeksi tali pusat pada dasarnya

dapat dicegah dengan melakukan perawatan tali pusat yang baik dan benar, yaitu

dengan prinsip perawatan kering dan bersih. Banyak pendapat tentang cara terbaik

untuk merawat tali pusat.

Untuk meningkatkan proses pengeringan dan penyembuhan pada saat

memandikan bayi baru lahir tidak dianjurkan untuk di celupkan dalam bak mandi

asampai tali pusat putus dan umbilikus sembuh.

14
2.2.2  Prinsip-Prinsip Perawatan Tali Pusat

1)   Setelah memandikan bayi, tutuplah pusat bayi dengan kapas kering dan kasa. Biasanya

5-7 hari tali pusat ini akan lepas sendiri bahkan tanpa ibu ketahui dimana dan kapan

sisa jaringan tali pusat ini terlepas.

2)   Tali pusat ini sebaiknya dijaga tetap kering setiap hari untuk menghindari terjadinya

infeksi. Bila sampai terdapat nanah dan darah berarti terdapat infeksi dan harus segera

diobati. Tali pusat yang luka bernanah akan memudahkan perkembangan kuman-

kuman anaerob, yaitu kuman yang tidak membutuhkan udara dalam hidupnya.

Biasanya penyakit tetanus neonatorum akan mengintai tempat tersebut (Iis Sinsin,

2008).

3)   Perlu diperhatikan kesegaran tali pusat, ada tidaknya simpul pada tali pusat. Pada

potongan tali pusat(Corry Matondang, 2007).

2.2.3   Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Pada Saat Perawatan Tali Pusat

Untuk mencegah tali pusat dari infeksi, maka tali pusat harus tetap bersih dan kering.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1)  Selalu cuci tangan sebelum menyentuh plasenta.

2)  Jika tali plasenta kotor atau memiliki banyak darah kering, bersihkan dengan alkohol

70% atau minuman alkohol dosis tinggi atau gentian violet. Bisa juga menggunakan

sabun dan air.

3) Jangan meletakan benda apapun di atas tali plasenta.

Sisa tali pusat biasanya jatuh sekitar 5-7 hari setelah lahir. Mungkin akan keluar

beberapa tetes darah atau lendir saat tali pusat terlepas. Ini normal-normal saja. Namun, jika

ternyata masih keluar banyak darah atau muncul nanah, segera minta bantuan medis (Siti

Saleha, 2009).

4) Kelembaban Tali Pusat

15
Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun,karena akan membuatnya

menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko

infeksi.

5) Kondisi Sanitasi Lingkungan

Daerah sekitar neonates, Spora C. tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena

tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan (Wawan, 2009).

2.2.4  Cara-Cara Melakukan Perawatan Tali Pusat

1) Pertahankan sisa tali pusat dalam keadaan terbuka agar terkena udara dan tutupilah

dengan kain bersih secara longgar.

2) Lipatlah popok di bawah sisa tali pusat

3) Jika tali pusat terkena kotoran atau tinja, cuci dengan sabun dan air bersih , dan

keringkan betul-betul (Sarwono, 2008).

4) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum merawat tali pusat.

5) Bersihkan dengan lembut kulit di sekitar tali pusat dengan kapas basah, kemudian

bungkus dengan longgar/tidak terlalu rapat dengan kasa bersih/steril.

6) Popok atau celana bayi diikat di bawah tali pusat, tidak menutupi tali pusat untuk

menghindari kontak dengan feses dan urin.

7) Hindari penggunaan kancing, koin atau uang logam untuk membalut tekan tali

pusat

8) Jagalah tali pusat dalam keadaan bersih dan kering (Sarwono, 2008).

2.2.5   Gejala-Gejala Yang Timbul Akibat Kurangnya Perawatan Tali Pusat

Kurangnya perawatan tali pusat pada bayi baru lahir dapat menyebabkan tetanus bayi,

yang ditandai dengan :

1) Tali pusat berwarna merah, basah, dan kotor, yang kemungkinan tapi pusat bernanah.

16
2) Kesulitan menyusui

3) Mulut tidak bisa dibuka

4) Kejang-kejang bila disentuh, kena sinar atau mendengar suara keras

5) Kadang demam (Iis Sinsin, 2008).

2.2.6 Nasehat-Nasehat Yang Diberikan Bidan Pada Ibu Saat Melakukan Perawatan Tali

Pusat di Rumah

1) Jangan membungkus puntung tali pusat atau perut bayi atau mengoleskan cairan atau

bahan apapun ke puntung tali pusat.

2) Mengoleskan alkohol atau betadine (terutama jika pemotong tali pusat tidak terjamin

DTT atau steril) masih diperkenankan tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan

tali pusat basah/lembap. `Lipat popok dibawah puntung tali pusat.

3) Jika puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT dan sabun dan

segera keringkan secara seksama dengan menggunakan kain bersih.

4) Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari bantuan jika pusat menjadi merah, bernanah

atau berdarah atau berbau.

5) Jika pangkal tali pusat (pusat bayi) menjadi merah, mengeluarkan nanah atau darah,

segera rujuk bayi ke fasilitas yang dilengkapi perawatan untuk bati baru lahir

(Depkes,2009).

2.2.7 Perawatan Tali Pusat Kering

Perawatan tali pusat kering adalah Tali pusat dibersihkan dan dirawat serta dibalut

kassa steril , tali pusat dijaga agar bersih dan kering tidak terjadi infeksi sampai tali pusat

kering dan lepas (Depkes RI, 2009 ).

Cara perawatan tali pusat kering adalah :

1) Siapkan alat-alat

2) Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat tali pusat

17
3) Tali pusat dibersihkan dengan kain kasa.

4) Setelah bersih, tali pusat dibungkus dengan kain kasa steril kering.

5) Setelah tali pusat terlepas / puput, pusat tetap diberi kasa steril.

Cara perawatan tali pusat kering adalah dengan membungkus tali pusat dengan kasa

dan mengkondisikan tali pusat tetap kering. Jika tali pusat berbau diberi gentian violet

(sodikin, 2009 ).

2.2.8 Perawatan Tali Pusat Basah

Tujuan dari perawatan tali pusat adalah untuk mencegah infeksi dan meningkatkan

pemisahan tali pusat dari perut. Dalam upaya untuk mencegah infeksi dan mempercepat

pemisahan, banyak zat yang berbeda dan kebiasaan-kebiuasaan yang telah digunakan untuk

perawatan tali pusat ini. Hanya dari beberapa penggunaannya yang telah dipelajari dengan

baik. Zat-zat seperti triple dye, alkohol dan larutan chlorhexidine sepintas lalu dianggap

mencegah infeksi namun ditemukan belum bekerja dengan baik. Selain itu, ketika para ibu

merawat bayi mereka di dalam kamar mereka daripada di dalam ruang perawatan, tingkat

infeksi tali pusat terendah terjadi (cuningham,2010).

Tujuan dari perawatan tali pusat adalah untuk mencegah infeksi dan meningkatkan

pemisahan tali pusat dari perut. Dalam upaya untuk mencegah infeksi dan mempercepat

pemisahan, banyak zat yang berbeda dan kebiasaan-kebiuasaan yang telah digunakan untuk

perawatan tali pusat ini. Hanya dari beberapa penggunaannya yang telah dipelajari dengan

baik. Zat-zat seperti triple dye, alkohol dan larutan chlorhexidine sepintas lalu dianggap

mencegah infeksi namun ditemukan belum bekerja dengan baik. Selain itu, ketika para ibu

merawat bayi mereka di dalam kamar mereka daripada di dalam ruang perawatan, tingkat

infeksi tali pusat terendah terjadi (cuningham, 2010).

2.3 Perawatan Tali Pusat Menggunakan ASI dan Kassa Kering

18
2.3.1 Pengertian ASI

Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan air susu hasil sekresi dari payudara setelah ibu

melahirkan. ASI merupakan makanan yang fleksibel dan mudah didapat, siap diminum tanpa

persiapan khusus dengan temperatur yang sesuai dengan bayi, susunya segar dan bebas dari

kontaminasi bakteri sehingga menurangi resiko gangguan gastrointestinal. Selain itu, ASI

memiliki kandungan zat gizi yang lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi . Hal-hal

tersebut menjadikan ASI sebagai satu-satunya makanan terbaik dan paling cocok untuk bayi.

Perawatan praktis lainnya yang mungkin dapat mengurangi timbulnya risiko terjadinya

infeksi tali pusat adalah dengan cara rawat gabung dan kontak langsung kulit bayi dan ibunya

mulai lahir, agar bayi mendapatkan pertumbuhan flora normal dari ibunya yang sifatnya non

patogen. Pemberian air susu ibu yang dini dan sering akan memberikan antibodi kepada bayi

untuk melawan infeksi. Pemberian antiseptik pada tali pusat mungkin tidak diperlukan,

karena resiko terjadinya kontaminasi adalah kecil, yang penting dijaga kebersihannya.

Berbeda dengan bayi yang dirawat di rumah sakit. Menggunakan antiseptik mungkin

diperlukan untuk mengurangi terjadinya infeksi pada tali pusat (Cuningham, 2010).

2.3.2 Komposisi Zat Gizi Dalam ASI

Komposisi ASI dibedakan menjadi 3 macam menurut waktunya.

A. Kolostrum

Adalah cairan yang dikeluarkan oleh payudara di hari hari pertama kelahiran bayi,

kolostrum lebih kental bewarna kekuning-kuningan, karena banyak mengandung komposisi

lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum juga mengandung mengandung zat zat gizi yang pas

untuk bayi antara lain protein 8,5%, lemak 2,5% , sedikit karbohidrat 3,5%, garam dan

19
mineral 0,4%, air 85,1 %, antibodi serta kandungan imunoglobulin lebih tinggi jika

dibandingkan dengan ASI matur yang mengakibatkan bayi tidak mudah terserang diare.

Sekresi kolostrum hanya berlangsung sekitar 5 hari, diakibatkan oleh hilangnya

estrogen dan progesteron oleh plasenta yang tiba-tiba menyebabkan laktogenik prolaktin

memegang peranan tiba tiba dalam memproduksi air susu. Kemudian, kelenjar payudara

mulai progresif menyekresikan air susu dalam jumlah yang besar. Manfaat besar dari

kolostrum masih banyak tidak diketahui oleh ibu-ibu setelah melahirkan, sehingga mereka

masih ragu untuk melakukan inisiasi dini. Kebanyakan mereka takut memberikan kolostrum

karena kepercayaan yang menganggap kolostrum sebagai ASI basi atau ASI kotor sehingga

harus dibuang. Padahal manfaat kolostrum tersebut sudah seringkali diberitakan melalui

media, ataupun melalui penyuluhan.

B. ASI masa transisi

ASI masa transisi terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-10, dimana pengeluaran ASI

oleh payudara sudah mulai stabil.20 Pada masa ini, terjadi peningkatan hidrat arang dan

volume ASI, serta adanya penurunan komposisi protein. Akibat adanya penurunan komposisi

protein ini diharapkan ibu menambahkan protein dalam asupan makanannnya.

C. ASI Matur

ASI matur disekresi dari hari ke-10 sampai seterusnya. Kadar karbohidrat dalam

kolostrum tidak terlalu tinggi,tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa pada ASI transisi.

Setelah melewatri masa transisi kemudian menjadi ASI matur maka kadar karbohidrat ASI

relative stabil. Komponen laktosa (karbohidrat) adalah kandungan utama dalam ASI sebagai

sumber energi untuk otak.

20
Konsentrasi laktosa pada air susu manusia kira-kira 50% lebih banyak jika

dibandingkan dengan kadar laktosa dalam susu sapi . Walaupun demikian, angka kejadian

diare karena intoleransi laktosa jarang ditemukan pada bayi yang mendapatkan ASI. Hal ini

disebabkan karena penyerapan laktosa ASI lebih baik jika dibandingkan dengan laktosa yang

terdapat pada susu sapi. Namun sebaliknya, kandungan protein yang terdapat pada susu sapi

biasanya dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan protein pada ASI. Protein dalam susu

terbagi menjadi protein whey dan casein . Protein whey banyak terdapat pada ASI, sifatnya

lebih mudah diserap oleh usus bayi. Sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung protein

casein dengan presentase kira-kira 80% yang sulit dicerna olehh usus bayi.

Kadar lemak omega 3 dan omega 6 berperan dalam perkembangan otak bayi.

Disamping itu terdapat asam lemak rantai panjang diantaranya asam dokosaheksonik (DHA)

dan asam arakidonat (ARA) yang penting bagi perkembangan jaringan syaraf serta retina

mata. Jika kekurangan asam lemak omega-3 berpotensi menimbulkan gangguan syaraf dan

penglihatan. Kadar lemak baik tersebut lebih banyak ditemukan pada ASI dibanding susu

sapi. Bayi yang mendapatkan ASI tidak akan kekurangan asam linolenat karena 6-9%

kandungan energi total ASI adalah asam linolenat.

2.3.3 Imunoglobulin Pada Asi

Air susu ibu mengandung imunoglobulin M, A, D,G, dan E, namun yang paling

banyak adalah sIgA. Sekretori IgA pada ASI merupakan sumber utama imunitas didapat

secara pasif selama beberapa minggu sebelum produksi endogen sIgA, konsentrasi paling

tinggi pada beberapa hari pertama post partum. Selama masa pasca lahir, bayi rentan terhadap

infeksi patogen yang masuk, oleh sebab itu sIgA adalah faktor protektif penting terhadap

infeksi. Studi dari Swedia menyatakan bahwa kadar antibodi IgA dan IgM secara bermakna

lebih tinggi pada bayi mendapat ASI dibandingkan yang tidak mendapat ASI. Imunoglobulin

A (Ig A) yang terdapat di dalam antibodi maternal didapat dari sistem imun saluran cerna dan

21
pernafasan yang dibawa melalui sirkulasi darah dan limfatik ke kelenjar payudara, akhirnya

dikeluarkan melalui ASI sebagai sIg A.

2.3.4 Zat Imunologi Lainnya

Air susu ibu mempunyai sejumlah faktor yang mempengaruhi mikroflora usus bayi,

sehingga menambah kolonisasi dari jumlah bakteri sementara menghambat kolonisasi yang

lainnya. Komponen-komponen imunologik ini termasuk,

a. Laktoferin, merupakan protein yang terikat dengan zat besi, diproduksi oleh makrofag,

neutrofil, dan epitel kelenjar payudara bersifat bakteriostatik dan bakterisid.

Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan dengan zat besi sehingga

tidak tersedia untuk bakteri patogen. Kadar dalam ASI 1–6 mg/ml dan tertinggi pada

kolostrum (600 mg/dL). Laktoferin juga terbukti menghambat pertumbuhan kandida.

b. Lisozim, suatu enzim yang diproduksi oleh makrofag, neutrofil, dan epitel kelenjar

payudara, dapat memecah dinding sel bakteri Gram positif yang ada pada mukosa usus

dan menambah aktifitas bakterisid sIgA terhadap E. coli dan beberapa Salmonella.

Kadar dalam ASI 0,1 mg/ml yang bertahan sampai tahun kedua laktasi, bahkan sampai

penyapihan. Dibandingkan susu sapi, ASI mengandung 300 kali lebih banyak lisozim

per satuan volume.

c. Komplemen, berupa komplemen C3 yang dapat diaktifkan oleh bakteri melalui jalur

alternatif sehingga terjadi lisis bakteri. Juga mempunyai sifat opsonisasi sehingga

memudahkan fagosit mengeliminasi mikro-organisme pada mukosa usus yang terikat

dengan C3 aktif. Kadar C3 dan C4 dalam kolostrum sekitar 50%–70% kadar serum

dewasa. Pada masa laktasi dua minggu, kadar komplemen menurun dan kemudian

menetap, yaitu kadar C3 dan C4 masing-masing 15 mg/dL dan 10 mg/dL.

d. Granulocyte colony – stimulating factor (G-CSF) merupakan sitokin spesifik yang

dapat menambah pertahanan anti bakteri melalui efek proliferasi, diferensiasi dan

22
ketahanan neutrofil. Mengeluarkan reseptornya dalam vili usus bayi dan kadar

meningkat pada dua hari post partum.

e. Oligosakarida, menghadang bakteri dengan cara bekerja sebagai reseptor dan

mengalihkan bakteri patogen atau toksin mendekat ke faring dan usus bayi.

f. Musin, melapisi membran lemak susu dan mempunyai sifat antimikroba, dengan cara

mengikat bakteri dan virus serta segera mengeliminasi dari tubuh. Musin dapat

menghambat adhesi E.coli dan rotavirus. Disamping itu ASI mengandung enzim PAF-

hidrolase yang dapat memecah PAF yang berperan pada enterokolitis nekrotikans.

Lactadherin protein globule fat pada ASI dapat merusak membran pembungkus virus.

Kvistgaard dkk mendapatkan bahwa PAF-hidrolase dapat melindungi bayi dari infeksi

Rotavirus.

g. Lipase, membentuk asam lemak dan monogliserida yang menginaktivasi organisme,

sangat efektif terhadap Giardia lamblia dan Entamoeba histolytica.

h. Interferon dan fibronektin mempunyai aktifitas antiviral dan menambah sifat lisis dari

leukosit susu.

i. Protein pengikat vitamin B12 dan asam folat, dapat menjadi antibakteri dengan

menghalangi bakteri seperti E.coli dan bacteroides untuk mengikat vitamin bebas

sebagai faktor pertumbuhan.

j. Probiotik, bayi yang mendapat ASI mempunyai kandungan Lactobacilli yang tinggi,

terutama Lactobacillus bifidus (Bifidobacterium bifidum). Glikan merupakan

komponen ASI yang menstimulasi pert umbuhan dan kolonisasi L. bifidus. Kuman ini

akan mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam asetat, situasi asam dalam cairan

usus akan menghambat pertumbuhan E. Coli.

Tabel 2.1
Faktor pertahanan tubuh sistem gastrointestinal di dalam ASI

23
Sasaran gastrointestinal
Zat dalam ASI
Epitel Sistem imun
IGF-1 + _
Poliaminase + _
TGF + +
Laktoferin + +
Prolaktin + +
TNF-α + +
IL-6 _ +
IL-10 _ +
VIP _ +
Zat P _ +
Somatostatin _ +
IGF-1: insulin-like growth factor 1; TGF: transforming growth factor; TNF- α: tumor

necrosis factor α; IL:interleukin; VIP: vasoactive peptide

2.3.5 Sel Yang Terdapat Pada Asi

Leukosit (90% dari jumlah sel) di dalam ASI terutama terdiri dari makrofag (90%). Sel

makrofag ASI merupakan sel fagosit aktif sehingga dapat menghambat multiplikasi bakteri

pada infeksi mukosa usus. Selain sifat fagositik, sel makrofag juga memproduksi lisozim, C3

dan C4, laktoferin, monokin seperti IL-1 serta enzim lainnya. Makrofag ASI dapat mencegah

enterokolitis nekrotikans pada bayi. Limfosit (10% dari jumlah sel) 50% terdiri atas limfosit

T dan 34% limfosit B. Fungsi limfosit untuk mensintesis antibodi IgA, memberikan respons

terhadap mitogen dengan cara berproliferasi, meningkatkan interaksi makrofag – limfosit dan

pelepasan mediator. Leukosit ASI dapat bertahan terhadap perubahan pH, suhu dan

osmolaritas.

24
2.3.6 Imunitas Pasif Dari Ibu

Sementara menunggu sistem imunologi endogen bayi matang, berbagai komponen

imunologi dan bioaktif susu bekerja secara sinergis untuk memberikan system penyokong

imunologi pasif dari ibu ke bayinya pada hari dan bulan pertama kelahiran. Beberapa studi

secara jelas mengatakan keuntungan secara klinis menunjukkan penurunan risiko infeksi

saluran cerna dan pernapasan terutama selama tahun pertamakehidupan. Kejadian

meningkatnya faktor bioaktif dan imun dapat menjelaskan penurunan risiko alergi saluran

cerna dan pernapasan serta penyakit autoimun pada anak yang diberi ASI. Kegunaan faktor-

faktor yang terkandung di dalam ASI tertera pada Tabel 1, 2 dan, 3. (suradi,2005)

Tabel 2.2
Faktor anti parasit yang terdapat di dalam ASI

Faktor Secara in vitro aktif terhadap


I IgA sekretorik Giardia lamblia, Entamoeba histolytica,
Schistosoma mansoni (blood fluke),
Cryptosporidium, Toxoplasma gondii,
Plasmodium falciparum
I IgG Plasmodium falciparum
Gangliosida Lipid Giardia lamblia, Giardia muris Giardia lamblia,
(asam lemak bebas Entamoeba histolytica,Trichomonas vaginalis,
dan monogliserida) Eimeria tenella (animal coccidiosis)
Laktoferin (atau Giardia lamblia, Plasmodium falciparum
pepsin-generasi Trypanosoma brucei rhodesiense Entamoeba
laktoferisin) Tidak histolytica
teridentifikasi
Makrofag

25
Tabel 2.3
Faktor anti bakteri yang terdapat di dalam ASI

Faktor Secara in vitro aktif terhadap


IgA sekretorik E. coli (juga antigen pili, kapsul, CFA1)
termasuk strain enteropatogenik, C. tetani, C.
diphtheriae, K. pneumoniae, S. pyogenes, S.
mutans, S. sanguins, S. mitis, S. agalactiae
(group B streptococci), S. salvarius, S.
pneumoniae (juga polisakarida kapsul), C.
burnetti,H. influenzae. H. pylori, S. flexneri, S.
boydii, S. sonnei, C. jejuni, N. meningitidis, B.
pertussis, S. dysenteriae, C. trachomatis,
Salmonella (6group), S. minnesota, P.
aeruginosa, L. innocua, Campylobacter
flagelin, Y. enterocolitica, S. flexneri virulence
plasmid antigen, C. diphtheria toksin, E. coli
enterotoxin, V. cholerae, enterotoksin C.
difficile toksin, kapsul H. influenzae, S.
enterotoksin F aureus, Candida
albicans*Mycoplasma pneumonia
IgG E. coli, B. pertussis, H. influenzae tipe b, S.
pneumoniae, S. agalactiae, N. meningitidis, 14
pneumoccoccal capsular polysaccharides, V.
cholera lipopolysaccharide, S. flexneri
invasion plasmid-coded antigens, major
opsonin for S. aureus
IgM V. cholerae lipopolysaccharide, E. coli, S.
flexneri
IgD E Coli
Analog reseptor sel S. pneumoniae, H. influenza
epithelial (oligosakarida
dan sialylated
oligosaccharides***)

26
Bifidobacterium bifidum Bakteri enterik. Bifidobacteria species
growth factors menghasilkan molekul lipofilik yang dapat
(oligosakarida, membunuh S. typhimurium. B. bifidum
glikopeptida) memproduksi Bifidocin B yang dapat
Bifidobacteria growth membunuh Listeria. B. longum memproduksi
factors lainnya (alpha- protein BIF, yang menghentikan E. coli.
lactoglobulin,
lactoferrin,sialyllactose)
Karbohidrat Enterotoksin E. coli, E. coli, C. difficile toksin
A
Cathelicidin (LL-37 S. aureus, group A streptococcus, E. coli
peptide)
Kasein H. influenza
kappa-kasein** H. pylori, S. pneumoniae, H. influenzae
Komplemen C1-C9 Membunuh S. aureus in macrophages, E. coli
(mainly C3 dan C4) (serum-sensitive)
ß-defensin-1 atau -2 E. coli, P. aeruginosa, (beberapa Candida
atau neutrofil-α- albicans *)
defensin-1
atau α-defensin-5 atau -
6
Faktor binding proteins Dependent E. coli
(zinc, vitamin B12,
folate)
Free secretory E. coli colonization factor antigen 1 (CFA I)
component** dan CFA II, toksin C. difficile A, H. pylori, E.
coli
Fucosylated E. coli heat stable enterotoxin, C. jejuni, E.
oligosaccharides coli
Gangliosid GM1 Enterotoksin E. coli, toksin V. cholerae,
enterotoksin C. jejuni, E. coli
Gangliosid GM3 E. coli
Glikolipid Gb3 S. dysenterae toksin, shigatoxin shigella dan E.

27
coli
Glikoprotein E. coli, E. coli CFA11, fimbrae
(mannosylated)
Glikoprotein (receptor- V. cholera
like)+ oligosakarida
Glikoprotein (berisi E. coli (S-fimbrinated)
sialic acid atau
galaktosa
terminal)
Aalpha-laktalbumin S. pneumonia
(variant)
Lactoferrin** E. coli, E. coli/CFA1 or S-fimbriae, Candida
albicans *, Candida krusei*, Rhodotorula
rubra*, H. influenzae, S. flexneri,
Actinobacillus actinomycetemcomitans
Laktoperoksidase Streptococcus, Pseudomonas, E. coli, S.
typhimurium
Antigen Lewis S. aureus, C. perfringens
Lipid S. aureus, E. coli, S. epidermis, H. influenzae,
S. agalactiae, L. monocytogenes, N.
gonorrhoeae, C. trachomatis, B. parapertusis
heat- labile toxin, mengikat Shigella-like toxin-
1
Lisozim E. coli, Salmonella, M. lysodeikticus, S.
aureus, P. fragi, growing Candida albicans*
dan Aspergillus fumigatus*
Sel ASI (80% makrofag, Dengan fagositosis dan membunuh: E. coli, S.
15% neutrofil, 0.3% aureus, S. enteritidis Dengan mensensitisasi
limfosit B dan 4% limfosit: E. coli Dengan fagositosis: Candida
limfosit T) albicans*, E. coli stimulasi limfosit: E. coli K
antigen, tuberculin Spontaneous monokines:
terstimulasi oleh lipopolisakarida Menginduksi
sitokin: PHA, PMA + ionomycin Fibronektin

28
membantu asupan oleh sel fagositik
Musin (muc-1; membran E. coli (S-fimbrinated)
globulin lemak ASI)
Nonimmunoglobulin C. trachomatis, Y. enterocolitica
(lemak ASI, protein)
Fosfatidiletanolamin H. pylori
(Tri sampai penta) H. influenza
phosphorylated beta-
casein
Sialyllactose Toksin V. cholerae, H. pylori
Sialyloligosaccharides Adhesi E. coli (S-fimbrinated)
pada sIgA(Fc)
Soluble bacterial Bakteri (atau LPS) mengaktivasi untuk induksi
pattern recognition molekul respons imun dari sel usus
receptor CD14
Sulphatide S. typhimurium
(sulphogalactosylcerami
de)
Faktor yang tidak S. aureus, B. pertussis, C. jejuni, E. coli, S.
teridentifikasi typhimurium, S. flexneri, S.sonnei, V. cholerae,
L. pomona, L. hyos, L. icterohaemorrhagiae,
toksin B C. difficile, H. pylori, C. trachomatis
Xanthine oxidase E. coli, S. enteritidis
(dengan tambahan
hipoxantin)
Faktor yang ditemukan Secara invitro aktif terhadap
pada kadar sangat
rendah
dalam ASI
CCL28 (CC-chemokine) Candida albicans*, P. aeruginosa, S. mutans,
S. pyogenes, S. aureus, K. pneumonidae
Heparin Chlamydia pneumonia
RANTES (CC- E. coli, S. aureus, Candida albicans*,

29
chemokine) Cryptococcus neoformans*
Secretory leukocyte E. coli, S. aureus, growing C. albicans* dan A.
protease inhibitor fumigatus*
(protease
antileukosit; SLPI)
** Mengandung fucosylated oligosaccharides. Pepsin lambung melepaskan peptida

antibakterial yang poten.

*** Satu sialylated pentasaccharide (3’-sialyllactose-N-neotetraose; NE-1530) tidak

memiliki dampak menguntungkan terhadap otitis media dalam fase-2 clinical trials

2.3.7 Cara dan Pelaksanaan Perawatan Tali Pusat Menggunakan ASI dan Kassa

Kering

Tindakan membersihkan tali pusat dengan alkohol sudah dilarang namun dibeberapa

negara maju masih diterapkan perawatan tali pusat dengan alkohol.  Pertimbangannya, tali

pusat yang dirawat tanpa menggunakan alkohol terkadang mengeluarkan aroma (tetap tidak

menyengat). Hal inilah yang membuat orangtua merasa khawatir.  Oleh sebab itu orang tua

ragu untuk menentukan cara mana yang akan diterapkan untuk merawat tali pusat bayi

(Susyanto, 2009).

Adapun perawatan tali pusat yang di kutip dari jurnal yang berjudul ”topical

application of human milk reduces umbilical cord separation time and bacterial colonization

compared to ethanol in newborn” menjelaskan bahwa, perawatan tali pusat menggunakan

ASI dan alcohol 70 % mendapatkan perlakuan yang sama yaitu dengan cara mengolesakan

ASI atau Alkohol 70% 2-4 jam pertama setelah bayi lahir dan seterusnya 8 jam sekali.

Adapun cara pelaksanaannya sebagai berikut:

1. Ibu mencuci tangan dahulu

2. Oleskan ASI ibu ke tali pusat ibu, tunggu sampai kering

30
3. Bungkus dengan kasa kering dan steril.

2.4 Kerangka Penelitian

2.4.1 Kerangka Pemikiran

Tali pusat atau funis, memanjang dari umbilicus janin ke permukaan janin placenta atau

lempeng korionok. Permukaan luarnya tampak putih buram, lembab dan di tutupi amnion,

yang di tembus oleh tiga pebuluh umbilicus. Diameternya adalah 0,8 – 2,0 cm, panjang rata-

rata 55 cm. matriks ektraseluller merupakan jaringan penyambung khusus yang di sebut

Wharton jelly.

Secara anatomis, tali pusat dapat di anggap sebagai komponen mebran janin. Pembuluh

yang terdapat di dalam tali pusat akan membentuk spiral atau melingkar.

Tali Pusat bayi di potong 2-5 cm di depan umbilical segera setelah bayi lahir. Tujuan

perawatan tali pusat adalah mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir, agar

tali pusat tetap bersih, kuman-kuman tidak masuk sehingga tidak terjadi infeksi pada tali

pusat bayi. Penyakit tetanus ini disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang

mengeluarkan toksin (Racun), yang masuk melalui luka tali pusat, karena perawatan atau

tindakan yang kurang bersih (Saifuddin, 2010).

Perawatan tali pusat bisa menggunakan perawatan kering yaitu dengan tanpa

menggunakan bahan tambahan apapun kecuali dengan kasa kering, dan bisa menggunakan

perawatan basah yaitu bisa mengguanakan Alkohol 70%, bethadin 10% dan menurut

penelitian yang dilakukan di MUH bisa menggunakan ASI ibu.

Salah satu bahaya atau efek dari kurangnya perawatan tali pusat adalah infeksi. Ada

beberapa organisme yang kemungkinan menjadi penyebab terjadinya infeksi pada tali pust

dan menjadi penyebab kematian bayi adalah staphylococcus aureus, escherichia coli, dan

strephtococcus kelas B.

31
Selain Infeksi, tetanus neonatorum menjadi salah satu penyebab dari kurangnya

perawatan tali pusat. Tetanus neonatorum ini bisa di cegah sejak bayi masih dalam

kandungan yaitu dengan imunisasi TT (Tetanus Toksoid).

2.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini yang dijadikan kerangka teori adalah teori faktor-faktor yang

mepengarihu pelepasan tali pusat.

Gambar 2.1
Kerangka Teori

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelepasan Tali Pusat

Faktor Pelepasan Tali Pusat Bayi


Baru Lahir

1. Kelembaban tali pusat


2. Kondisi sanitasi lingkungan
3. Timbulnya infeksi tali pusat
Lama Pelepasan
4. Cara perawatan tali Pusat
Tali Pusat
a. ASI
b. Kassa Kering
c. Alkohol 70%
d. pavidon-iodin

(Wawan, Joural. Embtsam S Mahrous, Dkk)

2.4.3 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan

variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Konsep adalah suatu abstraksi yang

dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu pengertian. Oleh sebab itu, konsep tidak dapat

diukur dan diamati secara langsung, tetapi konsep harus dijabarkan ke dalam variabel-

32
variabel. Jadi variabel adalah simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari

konsep. Variabel adalah sesuatu yang bervariasi (Notoatmodjo, 2012)

Perbandingan Perawatan Tali Pusat Menggunakan Asi dan Kassa Kering Terhadap Waktu

Pelepasan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir

di Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Lampung Barat

Tahun 2016

Gambar 2.2

Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Perawatan Tali Pusat

1. ASI
2. Kassa Kering Lama Pelepasan Tali Pusat

(Wawan, Joural. Embtsam S Mahrous, Dkk

2.5 Penelitian Terkait

Menurut penelitian yang dilakukan di MUH Mesir yang di teliti oleh Embtsam S

Mahrous, Dkk. tentang aplikasi perawatan tali pusat menggunakan ASI berpengaruh terhadap

waktu dan colonial bacteri pada tali pusat di bandingkan dengan alcohol 70%. Dalam jurnal

penelitian tersebut menjelaskan bahwa ASI Manusia mempercepat pemisahan tali pusat

dibandingkan dengan alcohol 70%. Dalam penelitian ini, hampir setengah dari kelompok

bayi yang di beri perawatan tali pusat menggunakan ASI, tali pusat mereka terlepas pada hari

ke-3-4 dan 23 (46%) dari mereka tali pusatnya terlepas pada hari ke-5-6. Di sisi lain, hanya

11 (22%) dari kelompok bayi yang di beri perawatan tali pusat menggunakan alcohol 70%

tali pusat mereka Terlepas pada hari ke-5-6, sedangkan sisanya dari kelompok itu tali pusat

33
mereka terlepas di hari ke 7-8 mencapai hingga hari ke 10 setelah melahirkan. Hanya satu

bayi pada kelompok alcohol 70% terlepas pada hari ke-3.

Penelitian kedua yang menjadi pembanding yaitu tentang rerata waktu pelepasan tali

pusat berdasarkan jenis perawatan tali pusat di banyumas tahun 2009 yang di lakukan oleh

siti juniati,dkk. Dalam penelitian ini menjelaskan, Rerata waktu pelepasan tali pusat

menggunakan kasa kering yaitu 131 jam 27 menit. Rerata waktu pelepasan tali pusat

menggunakan kasa alkohol 70 % yaitu 174 jam 43 menit. Rerata waktu pelepasan tali pusat

menggunakan kasa povidon-iodine 10 % yaitu138 jam 25 menit. Dengan demikian rerata

waktu pelepasan tali pusat tercepat adalah menggunakan kasa kering.

Penelitian terkait ketiga yaitu tentang efktifitas pemberian topical ASI di banding

perawatan kering terhadap kecepatan waktu lepas tali puat di daerah Jember yang di teliti

oleh Eni subiastuti. Berdasakan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: Rata-rata

Perawatan tali pusat menggunakan topikal ASI adalah 5.69 hari Rata-rata Perawatan tali

pusat menggunakan metode kering adalah 7.06 hari Perawatan tali pusat menggunakan

topikal ASI lebih cepat lepas dari pada metode perawatan kering, yang berarti perawatan

denga topkal ASI lebih efektif.

Dalam penelitan yang di lakukan oleh Husin, dkk. Tentang “Perbedaan lama puput tali

pusat dalam hal perawatan tali pusat antara penggunaan kassa steril dengan kassa alcohol

70% di BPS Hj. Maria tahun 2012” menemukan hasil rata-rata waktu pelepasan tali pusat

antara kasaa steril dan kassa dengan alcohol 70% yaitu 5,57 hari untuk kassa steril dan 6,93

hari untuk kassa dengan alcohol 70%.

Eprila,dkk juga meneliti tentang “Lama lepasnya tali pusat berdasarkan Metode

perawatan tali pusat bayi baru lahir di BPM ellna dan RD budi Palembang tahun 2013”

ditemukan hasil bahwa pelepasan tali pusat menggunakan metode kassa steril dengan rata-

rata 138,51 jam dan dengan metode povidon iodine 173,53 jam.

34
2.6 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu asumsi pernyataan tentang hubungan antara dua variabel yang

diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan dalm penelitian. (aziz 2011).

2.6.1 Hipotesis Nol (Ho).

Hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua

kelompok. Atau hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel satu dengan

variabel lainnya.

2.6.2 Hipotesis Alternatif (Ha)

Hipotesis yang menyatakan ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua kelompok.

Atau hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara variable satu dengan variabel lainnya.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Ho penelitian ini adalah “tidak ada perbedaan lama pelepasan tali pusat pada Bayi Baru

Lahir yang dirawat menggunakan ASI dibanding kassa Kering”.

2. Ha penelitian ini adalah “Ada perbedaan lama pelepasan tali pusat pada Bayi Baru Lahir

yang dirawat menggunakan ASI dibanding kassa Kering”.

35
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian jenis

Kuantitatif. Kuantitatif adalah jenis penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism,

digunakan untuk meneliti pada populasi atau pada sampel tertentu. (Sugiono:2012)

3.2 Desain Penelitian

Desainpenelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan

penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang timbul selama proses penelitian

(Nursalam, 2008).

Desain penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan rancangan Eksperimen.

Eksperimen atau percobaan adalah suatu penelitian yang dengan melakukan kegiatan

percobaan, yang bertujuan untuk mengetahui gejala dan pengaruh yang timbul, sebagai akibat

dari adanya perlakuan tertentu. (Notoatmodjo,2005).

Jenis rancangan Penelitian yang digunakan yaitu Quasi Eksperimen yang memiliki

dua kelompok (Aziz,2011) yang merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui

ada tidaknya akibat dari “suatu” yang dikenakan pada subjek (Notoadmodjo, 2005).

Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk desain equivalent time sampel desain yang

bertujuan untuk mengetahui perbedaan waktu lepasnya tali pusat antara yang menggunakan

topikal ASI dan kasa kering. Kedua kelompok ini akan diberikan perlakuan tertentu sesuai

dengan tujuan penelitian. Hasil dari reaksi kedua kelompok tersebut yang akan

diperbandingkan (Arikunto, 2010)

36
3.3 Tempat dan Waktu

3.3.1 Tempat

Penelitian ini di lakukan di Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Lampung Barat.

3.3.2 Waktu

Waktu Penelitian di lakukan setelah proposal penelitian di setujui.

3.4 Subyek Penelitian

3.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau subjek yang diteliti. Apabila

seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka

penelitiannya merupakan penelitian populasi studi atau penelitiannya juga disebut studi

populasi atau studi sensus. Populasi pada penelitian ini adalah Seluruh Bayi Baru Lahir

berjumlah 38 di Kecamatan Sumberjaya.

3.4.2 Sample

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti atau sebagian dari

jumlah karakteristik yang dimiliki populasi. Sampel adalah sebagian yang diambil dari

keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

Untuk menentukan sampel yang diambil dari populasi menggunakan teknik total

sampling yaitu seluruh populasi menjadi sempel penelitian. berdasarkan ciri atau sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya. dengan kriteria:

1. Kriteria Inklusi:

1) Keluarga bersedia

2) Ibu sudah mengeluarkan ASI

37
3) Jenis Kelamin Laki-Laki dan Perempuuan

4) Tidak ada riwayat infeksi pada ibu

2. Kriteria Eksklusi

Tidak memenuhi syarat yang diperlukan, diantaranya:

1) Responden mengundurkan diri

2) ASI terhenti

3.5 Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok

(orang, benda, atau situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut

(aziz.2011).

Variabel adalah segala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati (Sugiyono, 2006).

3.5.1 Variabel Independen (bebas)

Variabel independen adalah variabel yang menjaadi sebab perubahan atau timbulnya

variable dependen (terikat). (Aziz, 2011)

Dalam penelitian ini variabel independennya adalah Perawatan tali pusat

menggunakan ASI dan Kassa Kering.

3.5.2  Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen adalah variable yang di pengaruhi atau yang menjadi akibat karena

variable bebas atau independen.(Aziz, 2011)

Variabel dependen pada penelitian ini adalah waktu pelepasan tali pusat.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan

karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi dan

pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. (Aziz.2011)

38
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Independen
1. Perawatan Menjaga agar tali Lembar Observasi 1. ASI Nominal
Tali pusat pusat bayi Observasi 2. Kassa
terhindar dari kering
infeksi Sumber: (depkes
neonatorum RI)
Dependen
3. Pelepasan Lepasnya tali Lembar Observasi 3-45 hari Rasio
Tali Pusat pusat dari pusat Observasi Sumber:
bayi dalam waktu (william)
normal 5-7 hari

3.7 Alat Ukur

Instrument alat ukur penelitian ini menggunakan lembar observasi tentang perubahan

perawatan tali pusat menggunakan ASI ibu dan Kassa Kering.

3.8 Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan tekhnik

Observasi, yaitu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung

kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hak yang akan di teliti. (Azis,

2011)

Unutk pengumpulan data dalam penelitian ini, terlebih dahulu peneliti meminta izin

untuk melakukan penelitian di Kecamatan Sumberjaya kepada Kepala Puskesmas

Sumberjaya. Setelah mendapatkan izin, peneliti di bantu oleh 7 orang bidan desa. Ke 7 bidan

39
desa memberikan data setiap bayi baru lahir di kecamatan Sumberjaya selama bulan Mei

2016. Setelah diketahui tempat responden bayi baru lahir peneliti langsung mendatangi

rumah responden dan memberi penjelasan kepada orang tua bayi baru lahir tentang tujuan

dan maksud melakukan asuhan perawatan tali pusat pada bayinya.

Setelah mendapatkan persetujuan dari orang tua bayi, lalu untuk menentukan metode

yang akan di pilih, terlebih dahulu peneliti memastikan ASI ibu sudah ada atau tidaknya, jika

ASI ada maka dilakukan perawatan tali pusat bayi baru lahir dengan menggunakan ASI

dengan persetujuan orang tua bayi. Jika ASI tidak ada atau orang tua bayi tidak menyetujui

untuk dilakukan perawatan tali pusat menggunakan ASI maka di lakukan metode kassa

kering untuk perawatan tali pusat bayinya.

Peneliti langsung melakukan perawatan tali pusat baik menggunakan ASI ataupun

kassa kering di depan orang tua bayi dan untuk selanjutnya perawatan tali pusat di lakukan

oleh orang tua bayi masing-masing. Setelah tali pusat mengering dan terlepas dari pangkal

perut bayi, orang tua bayi mencatat jam dan tanggal terlepasnya tali pusat untuk di laporkan

kepada bidan desa untuk di serahkan kepada peneliti.

3.9 Pengolahan Data

Pengolahan data terkumpul, pengolahan data dilakukan melalui tahapan berikut:

3.9.1 Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau

dikumpulkan. Seperti penjumlahan, yaitu menghitung banyaknya lembar observasi yang telah

di isi untuk mengetahui apakah sesuai dengan jumlah yang ditrntukan dan koreksi.

3.9.2 Data coding (pengkodean data)

Data coding adalah pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri atas

beberapa kategori.

40
3.9.3 Data entry (pemindahan data kekomputer)

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master

tabel atau data base komputer.

3.9.4 Data cleaning (pembersihan data)

Data cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan kedalam

mesin pengolahan data sesuai dengan yang sebenarnya.

3.9.5 Data output (penyajian data)

Data output adalah hasil pengolahan data.

3.9.6 Data analyzing (penganalisaan data)

Data analyzing adalah suatu proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk

melihat bagaimana menginter-pretasikan data, kemudian menganalisis data dari hasil yag

sudah ada pada pengolahan data.

3.10 Analisa Data

Untuk menganalisis Perbandingan perawatan tali pusat menggunakan ASI dan Kassa

Kering digunakan uji statistik dengan Indepedent samples test (Uji T untuk sampel bebas)

atau dengan uji statistic Mann Whitney dengan tingkat signifikansi p ≤0.05 dan tingkat

kepercayaan yaitu 95%. Uji statistik tersebut dilakukan dengan bantuan SPSS 20. Analisa

data ini menggunakan analisa Univariat dan Bivariat.

3.10.1 Analisa Univariat

Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/ mendiskripsikan karakteristik

masing-masing variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung dari jenis datanya. Untuk data

numerik digunakan nilai mean (rata-rata), median, standard deviasi dan inter kuartil range,

minimal maksimal.

41
Dalam penelitian ini, analisa univariat digunakan untuk mengetahui proporsi dari

masing-masing variabel penelitian, yaitu variabel bebas terdiri atas perawatan tali pusat

Topikal Asi dan Kassa Steril dan variabel terikatnya adalah lama pelepasan tali pusat.

Setelah dilakukan pengumpulan data kemudian data di analisis menggunakan analisis

deskritif untuk disajikan dalam bentuk tabulating dengan menampilkan nilai minimun (nilai

terendah), maksimun (nilai tertinggi), mean (rata-rat), median (nilai tengah) dan modus (nilai

sering muncul) dengan menggunakan SPSS., secara manual rumus mencari rata-rata sebagai

berikut:

Rumus Mean (rata-rata)


n
x =∑ ¿1 xi
1
n

Keterangan :

x : Rata-rata hitung

xi : Nilai sampel ke - i

n : Jumlah sampel

3.10.2 Analisa Bivariat

Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel dapat diteruskan analisis lebih

lanjut. Apabila diinginkan analisis hubungan antar dua variabel, maka analisis dilanjutkan

pada tingkat bivariat. Untuk mengetahui hubungan dua variabel tersebut biasanya digunakan

pengujian statistik. Jenis uji statistik yang digunakan sangat tergantung jenis data/variabel

yang dihubungkan.

Analisa bivariat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara dua

variabel yang meliputi variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian, analisa bivariat

digunakan untuk mengetahui hubungan/perbedaan variabel bebas yang terdiri atas perawatan

42
tali pusat dengan Topikal Asi dan perawatan tali pusat dengan Kassa Kering dan variabel

terikat lama pelepasan tali pusat. Dalam analisa bivariat dengan uji statistik Indepedent

samples test (Uji T untuk sampel bebas).

Untuk sampel kecil dimana n1 atau n2 ≤20, maka digunakan rumus umum dari uji

mann whiney. Berikut statistic uji yang digunakan untuk sampel kecil.

U1= n1. n2 - U2

U2 = n1.n2 - U1

Bisa menggunakan salah satu rumus di atas, untuk mencari nilai U1 dan U2 sebagai

berikut:

U1 = Statistik uji U1

U2 = Statistik uji U2

R1 = jumlah rank sampel 1

R2 = jumlah rank sampel 2

n1 = banyaknya anggota sampel 1

n2 = banyaknya anggota sampel 2

43
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta, Erlangga.

Calhoun DA, Lunoe M, Du Y, Christensen RD.Granulocyte colony – stimulating factor is


present in human milk and its reseptor is present in human fetal intestine. Pediatrics
2000;105:1-6
.
Coory Matondang, 2007, Diagnosis Fisis Pada Anak, Jakarta, CV. Sagung Seto

Depkes, 2007, Pelatihan Asuhan Normal Bahan Tambahan Inisiasi Menyusui Dini, Jakarta,


Direktorat Bina Kesehatan Keluarga.

Depkes RI, 2009, Asuhan Persalinan Normal, Jakarta. Depkes RI

Depkes RI, 2009, Buku PWS KIA, Jakarta. Depkes RI

Gari F. Cunningham, etc, (2010), Obstetri Williams, Jakarta, EGC

Hidayat Alimul Aziz, 2011, Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Penerbit
Salemba Medika JNPK-KR, 2008. Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan
Normal.

Iis Sinsin, 2008, Masa Kehamilan Dan Persalinan, Jakarta, PT. Elex Media Komputindo

Irene Bobak, 2005, Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4, Jakarta, EGC

infants by human milk. Interfaces and interactions. An Goldman AS. Modulation of the
gastrointestinal tract ofevolutionary perspective. J Nutr 2000; 130: 426S-31S.

Kvistgaard AS, Pallesen LT, Arias CF. Inhibitory effects of human and bovine milk
constituents on rotavirus infections. J Dairy Sci 2004;87:4088-96.

Manuaba, I.B.G. 2010. Pengantar Kuliah Obstetri. Edisi : 1. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005, Metodologi PenelitianKesehatan. Jakarta.Rineka Cipta

Saifuddin, A.B, Winkjosastro, G.H, Affand. B. & Waspodo, D. 2002. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta : Yayasan Bidan Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sarwono Prawiharhardjo, 2010, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Jakarta, PT. Bina Pustaka

44
Sarwono Prawiharhardjo, 2010, Ilmu Kebidanan, Jakarta, PT. Bina Pustaka

Siti Saleha, 2009, Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Jakarta, Salemba Medika

Sodikin. 2009. Buku Saku Perawatan Tali Pusat. Jakarta : EGC

Suradi R. Peran air susu ibu dalam mencegah infeksi pada neonatus. Dalam: Hegar B,
Trihono PP, Ifran EB, penyunting. Update in neonatal infection. PKB-FKUI Jakarta;
2005.h.59-73.

S.PrawirohardjoWinkjo.2004. Ilmu KebidananI¸JNPKKR-POGI. Jakarta

Ermy Sruyani, dkk Metode Perawatan Tali Pusat Dengan Menggunakan Alkohol
70% Dan Perawatan Kasa Kering Kering Steril (Puskesmas Dalangu) dalam
http://isjd.pdii.lipi.go.id diakses tanggal 24 Maret 2012

WHO.http://jurnalkesmasuiacid/.2013

Wagner CL. Human milk and lactation. Didapat dari :http://www.emedicine.com

SDKI.http://nasionalsindonews.com/.2012

Eprilia, Dkk. Lama lepasnya tali pusat berdasarkan Metode perawatan tali pusat bayi baru
lahir di BPM ellna dan RD budi Palembang tahun 2013 dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id
diakses tanggal 20 januari 2013

Eni subiastuti. Efektifitas pemberian topical ASI disbanding perawatan kering terhadap
waktu pelepasan tali pusat bayi baru lahir di puskesmas jembersari Jember tahun 2012.
Dalam http://jurnalpenelitiankebidanan.com/.2013. Diakses tanggal 10 maret 2013

Husin, dkk. Perbedaan lama puput tali pusat dalam hal perawatan tali pusat antara
penggunaan kassa steril dengan kassa alcohol 70% di BPS Hj. Maria tahun 2012.
Dalam http://jurnalpenelitiankebidanan.com/.2013 diakses 3 juli 2013.

siti juniati,dkk. rerata waktu pelepasan tali pusat berdasarkan jenis perawatan tali pusat bayi
baru lahir di Kecamatan Patik raja Banyumas tahun 2009, dalam
http://jurnalpenelitiankebidanan.com/.2013 diakses 15 maret 2013.

Embtsam S Mahrous, Dkk. topical application of human milk reduced umbilical cord
separation time and bacterial colonization compared to ethanol in newborn,dalam
http://www.Imedpub.com/ . diakses tahun 2012

Takikawa sachiko, Dkk. Human umbilical cord-desived mesenchymal stromal cells promote
sensory recovery in a spinal cord injury rat model, dalam http://.dx.doi.org/ .di akses
tahun2013

Hartono aris, Dkk. Comparison effectivieness breast milk and dry sterile gauze to treatment
umbilical cord, dalam http://.dx.doi.org/ .di akses tahun 2016

45
Allam A Nehal, Dkk. The effect of topical applicationof mother milk on separation of
umbilical cord for new born babies, dalam http://www.sciencepublishinggroup.com/.
Di akses tahun 2015.

Mohammadi azar, Dkk.comparing the effect of topical application of human milk and dry
cord care on umbilical cord separation time in healthy newborn infant, dalam
http://ijp.tums.ac.id/ . di akses tahun 2012.

Hamid azza A. Abd el. Dkk.effect of two different cord care regimens on umbilical cord
stump separation time among neonates at cairo univercity hospitals, dalam
http://www.americanscience.org/ . di akses tahun 2011.

46

Anda mungkin juga menyukai