Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa Karena berkat
rahmat dan petunjukNya. Makalah yang kami susun dalam rangka memenuhi tugas kuliah
Keperaatan Maternitas dengan judul “Bayi Baru Lahir” ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya, kami senantiasa mendapat inspirasi dan dorongan moril maupun materil dari
berbagai pihak terutama dari Dosen Keperawatan Maternitas Dr. Anik Puji Rahayu, S.Kp.,
M.Kep yang telah memberikan saran serta petunjuk kepada kami kelompok 4.
Makalah ini di susun dengan mengambil materi dari referensi akses internet dan
berbagai rujukan buku seeperti yang tercantum dalam daftar pustaka. Kami menyadari akan
keterbatasan dan kekurangan baik isi amupun redaksi. Oleh karena itu dalam penyusunan
makalah ini tidak lepas dan bantuan dari berbagai pihak, maka kami menyampaikan
terimakasih banyak. Kritik dan saran yang bersifat membangun, kami nantikan. Makalah ini
jauh dari kata sempurna karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT. Harapan kami
semoga saja makalah ini dapat bermanfaat baik bagi kami maupun pembaca. Amin Ya
Rabbal’alamin.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II
A. Pengertian Bayi Baru Lahir (Normal)
B. Tanda-tanda Bayi Lahir Sehat
C. Klasifikasi Bayi Baru Lahir
D. Penyesuaian Diri Neonatal
E. Ciri-ciri Bayi Normal
F. Macam-macam Refleks Pada Bayi Baru Lahir
G. Kondisi Yang Mempengaruhi Penyesuaian Pascanatal
H. Tatalaksana Bayi Baru Lahir
I. Jenis Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir
J. Perubahan-perubahan Bayi Baru Lahir
K. Penatalaksanaan Pada Bayi Baru Lahir Nromal yang Bernafas Spontan
L. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir
1. Pengkajian Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir
2. Diagnose KeperawatanP ada Bayi Baru Lahir
3. Intervensi Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir
4. Implementasi Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir
5. Evaluasi Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi baru lahir (BBL) adalah bayi yang lahir selama satu jam pertama kelahiran
bayi sampai usia 4 minggu. Bayi Baru Lahir normal memiliki berat lahir antara 2500
-4000 gram, cukup bulan dan lahir langsung menangis (Donna, 2014).
Bayi lahir prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah punya risiko lebih
besar mengalami infeksi tali pusat infeksi ini juga berperan dalam terjadinya angka
kesakitan dan angka kematian bayi baru lahir (BBL) di Indonesia (Hurlock, 2015).
Bayi merupakan suatu anugrah dan sekaligus merupakan titipan yang diberikan oleh
yang maha kuasa. Kehadiran seorang bayi di dalam keluarga merupakan yang dinanti-
nanti serta merupakan penerus pewaris sebuah keluarga. Maka dari itu semenjak dini atau
lahir bayi harus mendapatkan perawatan yang baik karena itu modal utama dalam
perkembangan baik psiko sosio dan spiritual serta perkembangan motorik.
Berdasarkan penelitihan World Health Organization WHO Tahun 2013 sampai
2014 diseluruh Dunia terdapat kematian bayi sebesar 56 per 10.000. Penyebab kematian
tersebut antara lain karena infeksi tali pusat. Penyebab utama infeksi tali pusat adalah
paparan bakteri sistem kekebalan tubuh yang jauh lebih rendah dari pada bayi normal. Di
Jawa Timur terdapat 88 kasus infeksi tali pusat pada Tahun 2015 (Kemenkes, RI, 2015).
Prevalensi kejadian Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang
sebanyak 289 dari bulan Januari 2017 hingga Januari 2018 (Rekam Medik Panti Waluya
Malang, 2018).
Peneliti menemukan fenomena pada saat praktik bulan Januari 2017 di ruang AP
Rumah Sakit Panti Waluya Malang. Terdapat satu bayi berumur 1 hari. Ibu mengatakan 3
jam sebelum persalinan ketuban ibu pecah, usia kehamilan ibu 38 minggu, berat badan
lahir 2350 gram, dan bayi tampak kekuningan. Berdasarkan data tersebut, bayi ditegakkan
diagnosa keperawatan Resiko infeksi. Risiko infeksi tali pusat bayi baru lahir (BBL)
ditandai dengan kulit kemerahan dan lembab. Penyebab infeksi tali pusat terbuka adanya
paparan bakteri, sistem kekebalan tubuh yang jauh lebih rendah dari pada bayi normal
(Setyo, 2015).
Bayi yang baru lahir dua menit akan segera dipotong tali pusatnya dua sampai tiga
senti meter dari pusat umbilicus. Apabila perawatan tali pusat tidak dilakukan dengan
baik dan benar, maka tali pusat bisa menjadi jalan masuk bakteri yang mengakibatkan
bayi mengalami penyakit tetanus (Hidayat, 2015). Ujung tali pusat akan mengeluarkan
nanah, pada sekitar pangkal tali pusat akan memerah dan disertai edema.
Dampak yang ditimbulkan adalah kuman-kuman masuk melalui pembuluh darah
tali pusat masuk ketubuh bayi hingga menyebabkan kematian (Sodikin, 2015).
Sebagai perawat, pertolongan kesehatan yang dapat diberikan adalah merawat tali
pusat dengan cara steril, memberikan asuhan keperawatan kepada klien, melalui
kolaborasi, kuratif dan preventif. Perawatan tali pusat dalam keadaan steril, bersih dan
kering. Pemberian pengetahun tentang perawatan tali pusat sangatlah penting bagi ibu
yang mempunyai bayi baru lahir ( Hidayat, 2015)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang nyata dalam memberikan
Asuhan Keperawatan pada klien dengan menggunakan metode pendekatan proses
keperawatan secara komperhensif.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan selulitis
b. Mampu melaksanakan analisa data yang didapat dari pengkajian
c. Mampu membuat diagnose keperawatan dari analisa data
d. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan
e. Mampu mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan
f. Mampu mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan
D. Manfaat
.
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat memberikan pengetahuan yang didapat di tempat praktik secara nyata
yang mungkin berbeda dari pengetahuan dan proses belajar pada pendidikan yang
dapat digunakan sebagai maksud dalam upaya meningkatkan kualitas sumber
daya mahasiswa yang berguna dimasa mendatang dan sebagai reperensi tentang
pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir normal.
2. Bagi mahasiswa
Sebagai sarana evaluasi dan pengetahuan serta pengalaman untuk
mendiagnosa dan memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada bayi baru
lahir.
BAB 11
TINJAUAN TEORI
Bayi yang dikatakan lahir normal adalah bayi yang menangis kuat, bergerak aktif,
dan warna kulit kemerahan. Apabila salah satu penilaian tidak ada pada bayi, bayi tidak
dikatakan lahirnormal/fisiologis (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Pada saat diberi makanan
hisapan kuat, tidak mengantuk berlebihan, tidak muntah. Tidak terlihat tanda-tanda
infeksi pada talipusat seperti, tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk,
berdarah, dapat berkemih selama 24 jam, tinja lembek, hijau tua, tidak ada lendir atau
darah pada tinja, bayi tidak menggigil, tangisan kuat, tidak terdapat tanda : lemas, terlalu
mengantuk, lunglai, kejang-kejang halus tidak bisa tenang, menangis terus-menerus
(Rukiyah dan Yulianti, 2010).
Table 1.2 Tanda APGAR
Nilai 0 1 2
Appearance color ( Seluruh badan biru Warna kulit tubuh Warna kulit tubuh,
warna kulit ) atau pucat normal merah tangan dan kaki
muda, tetapi tangan normal merah
dan kaki kebiruan muda, tidak ada
sianosis
Pulse ( heart rate ) Tidak ada <100x/menit >100x/menit
Atau frekuensi
Jantung
Grimace ( reaksi Tidak ada respon Meringis atau Meringis atau
terhadap rangsangan terhadap stimulasi menangis lemah bersin atau batuk
) ketika distimulasi saat stimulasi
saluran nafas
Activity (tonus otot) Lemah atau tidak Sedikit gerakan Bergerak aktif
ada
Respiration ( usaha Tidak ada Lemah atau tidak Menangis kuat,
nafas ) teratur pernafasan baik dan
teratur
Sumber : ( Rukiyah & Yulianti, 2010 )
Fetus
- Fetal distress
- Kehamilan multiple
- Eritroblastosis
- Hydrops nonimun
Plasenta
- Disfungsi plasenta
- Plasenta previa
- Abrupsio plasenta
- Penyalahgunaan obat
Uterus
- Uterus bicornuate
- Inkompenten cervix
Maternal
- Preeklamasi
- Penyakit kronis (penyakit jantung sianotik, penyakit ginjal)
- Infeksi
- Penyalahgunaan obat
Lainnya
- Ketuban pecah dini
- Polihidramnion
- Iatrogenic
- Trauma
Sumber : Carlo, 2016
Kelahiran premature dengan BBLR dimana berat badan bayi sesuai masa
kehamilan (SMK) biasanya berhubungan dengan kondisi medis seperti
ketidakmampuan uterus mempertahankan janin, ketuban pecah dini, abrupsio
palsenta, kehamilan miltipel, atau stimulus kontraksi uterus sebelum waktunya
(Miller dan Hassanein, 1971).
Infeksi bakteri (Streptococcus Grup B, Listeria monocytobenes,
Ureaplasmaurealyticum, Mycoplasma hominis, Chlamydia, Trichomonas vaginalis,
Gardnerella vaginalis, Bacteroides spp.) baik simptomatis maupun asimptomatis
dapat menyebabkan kelahiran premature. Zat yang diproduksi oleh bakteri dapat
menstimulasi produksi mediator inflamasi (interleukin-6, prostaglandin). Mediator
inflmasi akan menginduksi kontraksi uterus premature atau menyebabkan respon
inflamasi local sehingga terjadi rupture amnion. Pemberian terapi antibiotic yang
tepat dapat menurunkan risiko dari infeksi fetus bahkan mungkin dapat
memperpanjang masa kehamilan ( Carlo, 2016 ).
4. Factor Plasenta
Pada pertumbuhsn intrauterine normal,pertambahan berat plasenta sejalan
dengan pertambahan berat janin, tetapi walaupun untuk terjadinya bayi besar
dibutuhkan plasenta yang besar, tidak demikian sebaliknya. Namun demikian, berat
lahir memliki hubungan yang berarti dengan berat plasenta. Berat lahir juga
berhubungan secara berarti dengan luas permukaan villus plasenta. Aliran darah
uterus, juga transfer oksigen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai
penyakit vascular yang diderita ibu. Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat
gangguan pertumbuhan janin. 25-30 % kasus gangguan pertumbuhan janin dianggap
sebagai hasil penurunan aliran darah uteroplasenta pada kehamilan dengan
komplikasi penyakit vascular ibu. Keadaan klinis yang melibatkan aliran darah
plasenta yang buruk seperti, kehamilan ganda, penyalahgunaan obat, penyakit
vascular ( hipertensi dalam kehamilan atau kronik ), penyakit infeksi (TORCH),
insersi plasenta umbilicus yang abnormal, dan tumor vascular ( Damanik, 2014 ).
5. Factor Malnutrisi
Ada dua variable bebas yang diketahui mempengaruhi pertumbuhan janin,
yaitu berat ibu sebelum hamil dan pertambahan berat ibu selama hamil. Ibu dengan
berat badan kurang seringkali melahirkan bayi yang berukuran lebih kecil daripada
yang dilahirkan ibu dengan berat normal atau berlebihan. Selama proses
embryogenesis status nutrisi ibu memiliki efek kecil terhadap pertumbuhan janin.
Hal ini karena kebanyakan wanita memiliki cukup simpanan nutrisi untuk embrio
yang tumbuh lambat. Meskipun demikian, pada fase pertumbuhan trimester ketiga
saat hipertrofi seluler janin dimulai, kebutuhan nutrisi janin dapat melebihi
persediaan ibu jika masukan nutrisi ibu rendah. Data upaya menekan kelahiran
BBLR dengan pemberian tambahan makanan kepada populasi berisiko tinggi
( riwayat nutrisi buruk ) menunjukkan bahwa kalori tambahan lebih berpengaruh
terhadap peningkatan berat janin disbanding penambahan protein ( Damanik, 2014 ).
6. Factor Genetik
Diperkirakan 40% dari seluruh variasi berat lahir berkaitan dengan kontribusi
genetic ibu dan janin. Wanita normal tertentu memiliki kecenderungan untuk
berulangkali melahirkan bayi KMK (tingkat pengulangan 25%-50%, dan
kebanyakan wanita tersebut dilahirkan sebagai BBLR KMK. Demikian juga, wanita
yang pernah melahirkan bayi besar memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk
untuk kembali melahirkan bayi besar, dan mereka sendiri cenderung berukuran besar
saat lahir. Hubungan yang berarti antar berat lahir ibu dan janin berlaku pada semua
ras. Pengaruh dari polimorfisme nukleotida tunggal telah dilaporkan baru-baru ini.
Adalah penambahan-penambahan alel C dari rs900400 dekat pada gen LEKR1 dan
CCNL1 pada bayi dengan berat badan lebih rendah pada kehamilan premature
tunggal (Mc Ellroy dkk., 2012).
7. Gangguan Pertumbuhan Intrauterin
Gangguan pertumbuhan intrauterine (IUGR/ Intrauterine Growth Restriction)
berhubungan dengan kondisi medis yang dapat mengganggu efisiensi sirkulasi dari
plasenta sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin, atau
gangguan dari kesehatan dan nutrisi dari ibu. Banyak faktor yang sama Antara
IUGR dan bayi prematur. Gangguan pertumbuhan intrauterine berhubungan dengan
penurunan produksi insulin atau retensi insulin. Bayi dengan gangguan pada reseptor
IGF (Insulin Growth Factor)-1, hipoplasi pankreas, atau diabetes neonates transien
dapat terjadi IUGR. Mutasi genetic berhubungan dengan mekanisme regulasi
glukosa dari sel islet pankreas yang menyebabkan penurunan produksi insulin
meningkatkan kemungkinan IUGR (Miller dan Hassanein, 1971).
Tabel 2.3
Faktor yang Berhubungan dengan IUGR
Fetus
- Kelahiran kromosom
- Infeksi kronis ( rubella kongenital, CMV kongenital, sifilis )
- Kelainan kongenital
- Irradiasi
- Kehamilan miltipel
- Hipoplasi pancreas
- Defisiensi insulin atau insulin growth faktor
Plasenta
- berat plasenta yang rendah
- area perlekatan plasenta yang kecil
- plasenteris
- tumor plasenta (Chorioangioma, hydatidiform mola)
- twin transfusion syndrome
Maternal
- Toxemia
- Hipertensi atau penyakit ginjal kronis
- Dipoksemia (oleh karena penyakit jantung sianosis, penyakit paru ataupun ketinggian)
- Malnutrisi
- Penyakit kronis
- Anemia
- Penyalahgunaan obat
Sumber : (Carlo, 2016)
2. Fase Tertidur
Fase tertidur terjadi setelah fase reaktivitas pertama selesai. Pada periode ini bayi
mengalami penurunan aktivitas motoriknya, bayi sering tertidur, berlangsung 60
menit sampai 100 menit.
3. Fase Kedua Reaktivitas
Fase kedua reaktivitas bayi terjadi pada 4-8 jam stelah lahir. Fase ini hanya
berlangsung dari 10 menit sampai beberapa jam. Periode singkat takikardia dan
takipnea dapat terjadi, meconium juga dikeluarkan saat periode ini. Pada bayi baru
lahir yang sehat akan mengalami fase seperti ini, berbeda dengan bayi premature
terkadang tidak mengalami fase transisi ini dikarenakan fisiologisnya belum matang.
Kematangan pada bayi dapat dinilai dengan Ballad Score. Penilaian Ballad Score ini
dengan keadaan fisik bayi serta keadaan neurmuskular, serta bermanfaat untuk
melihat kesesuaian usia gestasi bayi.
Beberapa tanda bahaya pada bayi baru lahir harus diwaspadai, dideteksi lebih dini
untuk segera dilakukan penganan agar tidak mengancam nyawa bayi. Beberapa tanda
bahaya pada bayi baru lahir tersebut, antara lain pernafasan sulit atau lebih dari 60 kali
per menit, retraksi dinding dada saat inspirasi. Suhu terlalu panas atau lebih dari 38°C
atau terlalu dingin suhu kurang dari 36°C.
Warna abnormal, yaitu kulit atau bibir biru atau pucat, memar atau sangat kuning
(terutama pada 24 jam pertama) juga merupakan tanda bahaya bagi bayi baru lahir.
Tanda bahaya pada bayi baru lahir yang lain yaitu pemberian ASI sulit (hisapan lemah,
mengantuk berlebihan, banyak muntah), tali pusat merah, bengkak keluar cairan, bau
busuk, berdarah, serta adanya infeksi yang ditandai dengan suhu tubuh meningkat, merah,
bengkak, keluar cairan (pus), bau busuk, pernafasan sulit.
Gangguan pada gastrointestinal bayi juga merupakan tanda bahaya, antara lain
mekoneum tidak keluar setelah 3 hari pertama kelahiran, urine tidak keluar dalam 24 jam
pertama, muntah, terus menerus, distensi abdomen, faeses hijau/berlendir/darah. Bayi
menggigil atau menangis tidak seperti biasa, lemas, mengantuk, lunglai, kejang-kejang
halus, tidak bias tenang, menangis terus menerus, mata bengkak dan mengeluarkan cairan
juga termasuk tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir (Muslihatun, 2010).
Refleks pada bayi memiliki beberapa nama dan fungsi yang berbeda pula,dari kepala
sampai kaki. Pertama, refleks mencari (rooting-reflex), refleksmenghisap (sucking-
reflex), refleks peluk (moro-reflex), refleks menggenggam (grasping-reflex), dan refleks
genggam kaki (babinski-reflex). Refleks-reflekstersebut sangat penting, karena
merupakan mekanisme pertahanan hidupnya.Biasanya refleks-refleks tersebut akan
menghilang ketika bayi berusia antara 3-4 Bulan. Pendapat serupa juga dijelaskan oleh
Monks bahwa Anak yang baru dilahirkan memiliki sejumlah refleks. Refleks ini
merupakan dasar bagi bayi untuk mengadakan reaksi dan tindakan yang aktif. Dan
disebut refleks anak menusu atau refleks bayi. Ada pula yang tidak menghilang atau
disebut refleks permanen. Termasuk yang terakhir ini adalah refleks Achilles (kontraksi
urat-urat daging bila urat Achilles dipukul), reflek surat lutut atau refleks Patellair
(kontraksi urat-urat daging bila ada pukulan pada urat dibawah lutut) dan refleks pupil
(mengecilnya pupil bila ada sinar masuk. Adapun yang termasuk refleks anak sementara
adalah :
1. Refleks Moro
3. Refleks Hisap
Refleks mencium-cium dan refleks hisap biasanya timbul bersama-sama dengan
merangsang pipi. Refleks-refleks ini mempunyai fungsi eksploratif yang
menenangkan. Merupakan hal yang erkenal bahwa bayi pada bulan-bulan pertama
ingin menyelidiki keliling melalui daerah mulut. Dari itu kedua refleks ini disebut
refleks oral, kedua refleks ini akan menghilang sekitar 6 bulan.
5. Refleks Babinski
Refleks Babinski adalah semacam refleks genggam kaki. Bila ada rangsangan
pada telapak kaki, ibu jari kaki akan bergerak keatas dan jari-jari lain membuka.
Kedua refleks ini akan menghilang pada sekitar 6 bulan.
2. Jenis Persalinan
Kondisi kedua yang mempengaruhi jenis penyesuaian diri pada masa pascanatal
adalah jenis persalinan yang dialami bayi. Sampai sekarang kepercayaan tradisional
tentang hal ini dan efek-efeknya pada penyesuaian individu dalam kehidupan masih
banyak dianut orang. Misalnya, banyak kepercayaan yang berkisar tentang baik
tidaknya waktu kelahiran. Juga ada kepercayaan bahwa mudah atau sulit persalinan
mempengaruhi penyesuaian pacsanatal dan kepercayaan bahwa bayi yang lahir
sebelum waktunya tidak akan sekuat bayi yang cukup bulan atau penyesuaian tidak
seberhasil penyesuaian bayi cukup bulan. Bayi yang dilahirkan secara spontan
biasanya lebih cepat dan lebih berhasil menyesuaikan diri pada lingkungan
pascanatal daripada bayi yang kelahirannya cukup sulit sehingga harus
menggunakan alat atau pembedahan Caesar. Bayi yang lahir dengan pembedahan
Caesar menjadi bayi yang pendiam, tidak banyak menangis dibandingkan dengan
yang lahir secara spontan atau dengan bantuan alat dan kelihatan lebih lesu dan
reaktivitas menurun.
6. Perawatan Pascanatal
Secara kesulurahan mutu perawatan pasca natal sangat penting dalam
menentukan jenis penyesuaian diri yang akan dilakukan bayi, namun ada tiga aspek
yang terpenting. Ketiga aspek itu adalah banyaknya perhatian yang diperoleh bayi
untuk meyakinkan bahwa kebutuhannya akan dipenuhi dan dalam waktu yang
relative cepat, banyaknya rangsangan yang diperoleh dari waktu ke waktu sejak
dilahirkan, dan derajat kepercayaan orangtua, terutama ibu dalam memenuhi
kebutuhan bayi.
I. Jenis Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir
Seorang ibu mempunyai peran besar dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan
anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang sedang hamil bias
berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa
pertumbuhan bayi/anaknya.
Pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi antara lain persalinan, nifas dan perawatan
bayi baru lahir yang diberikan di sarana kesehatan mulai posyandu, poskesdes,
puskesmas, sampai ke rumah sakit.
a. Pertolongan Persalinan
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi
pada masa disekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan persalinan
tidak dilakukan tenaga kesehatan yang punya kempetensi kebidanan. Cakupan
pertolongan persalinan adalah cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki kempetensi kebidanan (linakes). Cakupan linakes pada tahun 2011
sebesar 83,8% sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 82,53%.
Akan tetapi pencapaian tersebut belum memenuhi target SPM sebesar 90%.
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2011 tertinggi berada
diwilayah puskesmas tebas yaitu sebesar 99,7% sedangkan cakupan terendah berada
di wilayah puskesmas pimpinan yaitu sebesar 64,1% Cakupan pertolongan oleh
tenaga kesehatan di kabupaten sambas cenderung meningkat. Kondisi tersebut
dimungkinkan tidak lepas dari keberhasilan pengembangan berbagai program
kemitraan bidan dan dukun dalam perencanaan persalinan dan pecegahan
komplikasi (P4K).
b. Pelayanan Nifas
Masa nifas adalah masa 6-8 minggu setelah persalinan dimana organ reproduksi
mulai mengalami masa pemulihan untuk kembali normal, walau pada umumnya
organ reproduksi akan kembali normal dalam waktu 3 buan pasca persalinan.
Dalam masa nifas, ibu seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan yang meliputi
pemeriksaan kondisi umum, payudara, dinding perut, perineum, kandung kemih dan
organ kandungan. Karena dengan perawatan nifas yang tepat akan memperkecil
resiko kelainan bahkan kematian ibu nifas.
Perkembangan paru-paru. Paru-paru berasal dari titik yang muncul dari pharynx
kemudian bentuk bronkus sampai umur 8 tahun, sampai jumlah bronchioles untuk
alveolus berkembang, awal adanya nafas karena terjadinya hypoksia pada akhir
persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar Rahim yang merangsang pusat
pernafasan di otak, tekanan rongga dada menimbulkan kompresi paru-paru selama
persalinan menyebabkan rongga dada menimbulkan kompresi paru-paru secara
mekanis.
Awal adanya nafas, dua factor yang berperan pada rangsangan nafas pertama
bayi adalah sebagai berikut :
a) Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar Rahim
yang merangsang pusat pernafasan di otak.
b) Tekanan terhadap rongga dada yang terjadi karena kompresi paru-paru selama
persalinan, yang merangsang masuknya udara ke dalam paru-paru secara
mekanis
Selama dalam Rahim ibu janin mendapat O2 dari pertukaran gas mill plasenta.
Setelah bayi lahir pertukaran gas melalui paru-paru bayi. Rangsangan gas melalui
paru-paru untuk gerakan pernafasan pertama.
Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam system pembuluh darah adalah
sebagai berikut :
a. Pada saat tali pusat dipotong, resistensi pembuluh sistemik maningkat dan
tekanan atrium kanan menurun. Tekanan atrium kanan menurun karena
berkurangnya aliran darah ke atrium
kanan tersebut. Hal ini menyebabkan
penurunan volume dan tekanan
atrium kanan itu sendiri. Kedua
kejadian ini membantu darah
dengan kandungan oksigen
sedikit mengalir ke paru-paru
untuk menjalani proses
oksigenasi ulang.
b. Pernafasan pertama menurunkan
resistensi pembuluh darah paru-
paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan. Oksigen pada pernafasan pertama
ini menimbulkan relaksasi dan terbukanya system pembuluh darah paru-paru
(menueunkan resistensi pembuluh darah paru-paru). Peningkatan sirkulasi ke
paru-paru mengakibatkan peningkatan tekanan pada atrium kanan. Dengan
peningkatan tekanan atrium kanan ini dan penurunan tekanan pada atrium kiri,
foreman ovale secara fungsional akan tertutup.
4. Perubahan Sistem Gastrointestinal
Sebelum janin cukup bulan akan menghisap dan menelan refleks gumoh dan
refleks batuk yang matang sudah terbentuk dengan baik pada saat lahir, kemampuan
ini masih cukup selain mencerna ASI, hubungan antara asophagus bawah dan
lambung mash belum sempurna maka akan menyebabkan gumoh pada bayi baru
lahir, kapasitas lambung sangat terbatas kurang dari 30 cc, dan akan bertambah
lambat sesuai pertumbuhannya.
5. Perubahan Sistem Imun Bayi
System imun bayi masih belum matang sehingga rentan terhadap bebagai
infeksi dan alergi jika system imun matang akan memberikan kekebalan alami atau
didapat, berikut contoh kekebalan alami :
a. Minum Bayi
Pastikan bayi diberi minum sesegera mungkin setelah lahir (dalam waktu 30
menit) atau dalam 3 jam setelah masuk rumah sakit, kecuali apabila pemberian
minum harus ditunda karena masalah tertentu. Bila bayi dirawat di rumah sakit,
upayakan ibu mendampingi dan tetap memberikan ASI.
b. ASI Eksklusif
Anjurkan ibu untuk memberikan ASI dini (dalam 30 menit 1 jam setelah lahir)
dan eksklusif. ASI eksklusif mengandung zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh
kembang bayi, mudah dicerna dan efesien, mencegah berbagai penyakit infeksi.
Berikan ASI sedini mungkin. Jika ASI belum keluar, bayi tidak usah diberi apa-apa,
biarkan bayi mengisap payudara ibu sebagai stimulasi keluarnya ASI. Cadangan
nutrisi dalam tubuh bayi cukup bulan dapat sampai selama 4 hari pasca persalinan.
Prosedur pemberian ASI adalah sebagai berikut :
1) Menganjurkan ibu untuk menyusui tanpa dijadwal siang malam (minimal 8 kali
dalam 24 jam) setiap bayi menginginkan. Bila bayi melepaskan isapan dari satu
payudara, berikan payudara lain.
2) Tidak memaksakan bayi menyusu bila belum mau, tidak melepaskan isapan
sebelum bayi selesai menyusu, tidak memberikan minuman lain selain ASI, tidak
menggunakan dot atau empeng.
3) Menganjurkan ibu hanya memberikan ASI saja pada 4-6 bulan pertama.
4) Memperhatikan posisi dan perlekatan mulut bayi dan payudara ibu dengan benar.
5) Menyusui dimulai apabila bayi sudah siap, yaitu : mulut bayi membuka lebar,
tampak Rooting reflex, bayi melihat sekeliling dan bergerak.
6) Cara memegang bayi : topang seluruh tubuh, kepala dan tubuh lurus menghadap
payudara, hidung dekat puting susu.
7) Cara melekatkan : menyentuhkan putting pada bibir, tunggu mulut bayi terbuka
lebar, gerakan mulut kearah puting sehingga bibir bawah jauh dibelakang areola.
8) Nilai perlekatan dan refleks menghisap : dagu menyentuh payudara, mulut
terbuka lebar, bibir bawah melipat keluar, areola di atas mulut bayi lebih luas
dari pada di bawah mulut bayi, bayi menghisap pelan kadang berhenti.
9. Menganjurkan ibu melanjutkan menyusui eksklusif, apabila minum baik.
c. Perlinduungan Ternal ( Termogulasi )
1. Mencegah kehilangan panas tubuh
a) Keringkan tubuh bayi dengan handuk bersih
b) Kering dan hangat, selimuti, tutup bagian kepala bayi
c) Minta ibu untuk mendekap tubuh bayi dan segera menyusukan bayinya
d) Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat
e) Jangan segera enimbang ( tanpa pentup tubuh ) dan memandikan bayi
2. Rekomendasi untuk memandikan bayi
a) Tunggu (minimal) 6 jam sebelum memandikan bayi (tunggu lebih lama
untuk bayi asfiksia atau hipotermia)
b) Lakukan setelah stabilnya tempratur tubuh bayi (36,5-37,5 derajat celcius)
c) Mandikan dalam ruangan yang hangat dan tidak banyak hembusan angsin
d) Mandikan secara cepat dengan menggunakan air hangat
e) Segera keringkan tubuhnya (dengan handuk bersih, kering, dan hangat)
f) Segera kenakan pakaiannya
g) Tempatkan di dekat ibunya
h) Beri ASI sedini mungkin
3. Strees dingin
Stress dingin menimbulkan masalah fisiologis dan metabolisme pada semua
bayi baru lahir tanpa memandang usia kehamilan dan kondisi lain. Kecepatan
pernafasan meningkat sebagai respon terhadap kebutuhan oksigen ketika
konsumsi oksigen meningkat secara bermakna pada pada stress dingin.
Efek stress dingin, ketika seorang bayi mengalami stress akibat udara dingin,
konsumsi oksigen akan meningkat, terjadi vasokontriksi perifer, dan
vasokontriksi pulmoner sehingga ambilan oksigen oleh paru dan kadar oksigen
menuntun dijaringan. Glikolisis anaerobic meningkat dan terdapat peningkatan
PO2 dan pH yang mengakibatkan asidosi metabolic.
4. Pemeliharaan Pernafasan
a) Menjaga suhu tubuh
Bayi diletakkan di atas radiant warner dan secepat mungkin dikeringkan.
Lepaskan dengan cepat kain yang basah dan bungkus bayi dalam selimut
yang hangat untuk mengurangi kehilangan panas. Atau dengan cara
meletakkan bayi yang kering di kulit dada atau perut ibu yang menggunakan
suhu panas dari tubuh ibu.
b) Pembebasan Jalan Nafas
Posisi bayi lahir adalah telentang atau miring pada satu sisi dan kepala pada
posisi netral. Kemudian lender dibersihkan dengan mengusap mulut dan
hidung dengan menggunakan kasa atau kain. Bila lender lebih banyak, kepala
bayi dimiringkan ke samping dan lender dihisap dari jalan nafas.
c) Rangsangan Taktil
Apabila tidak terjadi pernafasan spontan, dilakukan pengusapan punggung,
jentikan pada telapak kaki mungkin bias merangsang pernafasan spontan.
d) Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen 100% diberikan pada keadaan seperti sianosis, brakikardi,
da tanda distress pernafasan yang lain pada bayi yang bernafas selama
stabilisasi.
d. Pemotongan dan Perawatan Tali Pusat
1) Pemotongan Tali Pusat
Setelah seluruh badan bayi lahir,pegang bayi bertumpu pada lengan kanan
sedemikian rupa hingga bayi menghadap kea rah penolong, nilai bayi dengan
cepat, kemudian letakkan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala lebih
rendah dari badan. (Bila tali pusat terlalu pendek, letakkan bayi di tempat
yang memungkinkan). Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan
badan bayi kecuali bagian tali pusat, menjepit tali pusat menggunakan klem
kira-kira 3 cm dari umbilicus bayi, melakukan urutan pada tali pusat di antara 2
klem menggunakan tangan kiri, dengan perlindungan jari-jari tangan kiri,
memotong tali pusat di antara kedua klem.
2) Mengikat Tali Pusat
Mengikat tali pusat ± 1 cm dari umbilicus dengan simpul mati, mengikat baik
tali pusat dengan simpul mati untuk kedua kalinya, melepaskan klem pada tali
pusat dan memasukkannya ke dalam wadah berisi larutan 0,5%, membungkus
kembali bayi.
3) Merawat Tali Pusat
Sementara menggunakan sarung tangan, bersihkan cemaran atau darah dalam
larutan klorin 0,5 % bilas dengan air matang atau DTT kemudian keringkan
dengan handuk, ikat (dengan simpul kunci) tali pusat pada 1 cm dari pusat bayi
(dengan tali atau menjepit), lepaskan klem menjepit tali pusat dan masuk pusat
pengolesan alcohol atau povidone iodine pada punting tali pusat masih
dibolehkan selama tidak menyebabkan tali pusat basah/lembab).
4) Nasehat bagi Ibu atau Keluarganya untuk merawat tali pusat
Lipat popok dibawah punting tali pusat, jika puntungnya kotor, bersihkan
dengan air matang/DDT kemudian keringkan kembali secara seksama, warna
kemerahan atau timbulnya nanah pada pusar atau punggung tali pusat adalah
tanda abnormal (bayi tersebut harus dirujuk untuk penanganan lebih lanjut).
5) Kewaspadaan Pencegahan Infeksi
Anggaplah setiap orang berpotensi menularkan infeksi, cuci tangan/gunakan
cairan dengan berisi alcohol, gunakan sarung tangan, pakai baju pelindungan,
bersihkan bila perlu lakukan DDT peralatan, bersihkan ruang perawatan secara
rutin, letakkan bayi yang mungkin mengkontaminasi lingkungan.
6) Pencegahan Infeksi
Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan bayi, gunakan sarung tangan
bersih saat menangani bayi yang belum dimandikan, semua peralatan sudah di
DDT dan jangan menggunakan alat dari bayi yang satu dengan lainnya sebelum
di proses dengan benar, pastikan handuk pakain, selimut, kain dan sebagainya
dalam keadaan bersih sebelum dipakaikan pada bayi, termasuk penggunaan
timbangan, pita pengukur, stetoskop dan peralatan lainnya.
7) Tetes Mata Profilaksis
Gunakan tetes mata perak nitrat 1%, salep tetraksin 1% atau salep eritromisin
0,5%, berikan dalam 1 jam pertama kelahiran, setelah pemberian tetes mata
profilaksis, kembalikan bayi pada ibunya untuk disusukan dan bergabung
kembali.
Penilaian ini dilakukan pada saat bayi lahir (ment ke 1 dan 5 sehingga dapat
mengidentifikasi bayi baru lahir yang memerlukan pertolongan lebih cepat.
1) Penilaian awal
Menangis kuat atau bernafas tanpa kesulitan, warna kulit bayi (merah muda,
pucat atau kebiruan), gerakan, posisi esktremitas atau tonus otot bayi.
2) Penatalaksanaan awal BBL
Penilaian awal, mencegah kehilangan panas tubuh, rangsangan taktil, merawat
tali pusat, memulai pemberian asi, pencegahan infeksi, termasuk profilaksis
gangguan pada mata.
3) Meconium pada cairan ketuban
Berakaitan dengan adanya gangguan intrauterine kesejahteraan bayi trauma bila
konsistensinya kental atau jumlahnya berlebihan, menimbulkan masalah apabila
terjadi aspirasi ke dalam saluran nafas bayi baru lahir, walaupun bayi tampai
bugar, tetap lakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjaadinya penyulit.
4) Kondisi yang memerlukan rujukan
Bayi dengan kelainan bawaan (hidrosefalus, mikrosefalus, megakolom, langit-
langit terbelah, bibir sumbing), bayi dengan gejala dan tanda infeksi, tidak dapat
menyusui atau keadaan umumnya jelek, asfiksia dan tidak memberi respons
yang baik terhadap tindakan resusitasi.
Rawat Gabung
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengertian Hiperbilirubin
1. Pengertian
Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel darah
merah (SDM) dan resorpsi lanjut dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus
halus. Kondisi mungkin tidak berbahayaatau membuat neonatus beresikoterhadap
komplikasi multiple atau efek-efek yang tidak diharapkan (Doenges, 2001).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah baik oleh
faktor fisiologik maupun non-fisiologis, yang kadar nilainya lebih dari normal.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam
darah >10 mg/dL pada minggu pertama yang secara klinis ditandai dengan ikterus
(Suriadi, 2001).
Hiperbilirubinemia adalah warna kuning pada kulit dan organ-organ lain akibat
akumulasi bilirubin diberi istilah jaundice atau ikterus. Jaundice pada bayi baru
lahir, suatu tanda umum masalah yang potensial, terutama disebabkan oleh bilirubin
tidak terkonjugasi, produk pemecahan hemoglobin (Hb) setelah lepas dari sel-sel
darah merah (SDM) yang telah dihemolisis(Jensen, 2005).
2. Penyebab Hiperbilirubin
Ikterus pada bayi dapat disebabkan oleh beberapa factor, antara lain sebagai berikut :
a) Produksi yang berlebihan
Produksi yang berlebihan, lebih dari kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada himolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO,
defisiensi enzim G6PD, pyruvate kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake dan onjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia, dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glucoronil trasnferase. Penyebab lain adalah
defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin
ke sel-sel hepar.
c) Gangguan dalam transportasi
Bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat-obat, misalnya : salisilat
dan sulfaforaolw. Deifisensi albumin menyebakan lebih banyak terdapatnya
bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak
(Surasmi, 2013).
d) Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat osbtruksi dalam hepar atau diluar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar (Surasmi,
2013).
3. Patofisiologi Hiperbilirubin
Meningkatnya kadar bilirubin dapat juga disebabkan produksi yang berlebhan.
Sebagaian besar hiperbilirubin berasal dari destruksi eritrosit yang menua. Pigmen
kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh
kerja hemo oksigenisasi, biliverdin reductase, dan agen pereduksi nonenzimatik
dalam system retikuloendotelial.
Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein
intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah
hepatic dan adanya ikatan protein. Bilirubin tak terkonjugasi dalam hati diubah atau
terkonjugasi oleh enzim asam uridin difosfoglukoronat – uridin diphosphoglucuronic
acid (UDPGA) glukorinil trasnferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida
yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui
ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membrane
kanikular. Kemudian ke system gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri
menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorpsi kembali
melalui sirkulasi enterohepatik.
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut
dalam lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan
hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak
efektifnya glukorinil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatic
kemungkinan karena penurunan protein hepatic sejalan dengan penurunan aliran
darah hepatic. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukorinil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang
terdapat dalam ASI terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan
bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu ke 2
sampai ke 3. Biasanya dapat mencapai usia 4 sampai minggu dan menurun 10
minggu. Jika pemberian asi dilanjutkan, hiperbilirubin akan menurun berangsur-
angsur dan dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih
rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan
cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama 1
sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula mengakibatkan penurunan
serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan
hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya (Suriadi,
2001).
4. Metabolisme Hiperbilirubin
Sebagian besar produksi bilirubin merupakan akibat degradasi hemoglobin pada
system retikuloenditelial. Tingkat penghancuran hemoglobin pada neonates lebih
tinggi daripada bayi yang lebih tua. Sekitar 1 g hemoglobin dapat menghasilkan 35
mg bilirubin indirek, yaitu bilirubin yang larut dalam lemak tetapi tidak larut dalam
air.
Pembentukan bilirubin di awali dengan proses oksidasi yang menghasilkan
biliferdin. Setelah mengalami reduksi biliferdin menjadi bilirubin bebas. Di dalam
plasma bilirubin bebas terseut terikat/bersenyawa dengan albumin dan di bawa ke
hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan sehingga bilirubin terikat oleh
reseptor membrane sel hepar dan masuk ke dalam hepotosi. Transportasi bilirubin
indirek melalui ikatan dengan albumin. Bilirubin di transfer melalui membrane sel
ke dalam hepatosit, sedangkan albumin tidak. Di dalam sel, bilirubin akan terikat
pada ligandin, serta sebagian kecil pada glutation S-trasnferase lain dan protein Z.
proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas
albumin hepatosit dikonjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu. Di dalam sitosol
hepatosit, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak.
Di dalam hepatosit terjadi konjugasi lanjut dari bilirubin menjadi bilirubin di
glukoronoid. Sebagian kecil bilirubin terdapat dalam bentuk monoglukoronid, yang
akan di ubah oleh glukorinil-trasnferase menjadi diglukorinid trasnferase (UDPGT)
yang mengkatalisis pembentukan bilirubin monoglukoronoid. Sintesis dan ekskresi
diglukoronid terjadi di kanalikuli empedu. Isomer bilirubin yang dapat membentuk
ikatan hydrogen seperti bilirubin natural IX dapat di ekskresi langsung ke dalam
empedu tanpa konjugasi bilirubin menjadi bilirubin direk yang larut dalam air,
terjadi ekskresi segera ke system empedu ke usus. Di dalam usus, bilirubin direk ini
tidak diabsorpsi, sebagian bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
di absorpsi, siklus ini disebut sikus enterohepatik (Doenges, 2001).
5. Manifestasi Klinis Hiperbilirubin
1. Kulit berwarna kuning sampai jingga
2. Bayi tampak lemah
3. Refleks hisap kurang
4. Urine pekat
5. Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit
6. Feces seperti dempul/pucat
7. Tonus otot yang lemah
8. Turgor kulit jelek
9. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl
10. Terdapat icterus pada sclera, kuku atau kulit dan membrane mukosa
11. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hmolitik pada bayi
baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabet atau infeksi. Jaundice yang tampak pada
hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3 sampai 4 dan menurun hari
ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi (Surasmi, 2013).
6. Penilaian Ikterus
Icterus berasal dari kata “icterus” berarti warna kekuningan pada jaringan tubuh
termasuk kekuningan pada kulit dan jaringan dalam. Icterus merupakan keadaan klinis
pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan icterus pada kulit dan sclera akibat akumulasi
bilirubin yak terkonjugasi yang berlebih. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
pemeriksaan derajat kuning pada bagian neonates menurut Kramer adalah dengan jari
telunjuk ditekan pada tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada
dan lutut (Surasmi, 2013).
Sumber (Surasmi, 2013)
a. Icterus fisiologis
Icterus fisiologis adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari
ke 2-3 setelah lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang
dengan sendirinya pada hari ke 10. Icterus fisiologis ini harus dibedakan dengan
icterus patologis yang jelas merupakan gangguan pada bayi (Fitri, 2012)
Icterus fisiologis merupakan icterus yang timbul pada hari kedua dan hari
ketiga yang tidak mempunyai dasar patolohik, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Tanda-tanda dari icterus dikatan
fisiologis yaitu :
1. Apabila timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Icterus menghilang pada 10 hari pertama, dan kadar bilirubin direk tidak
melebihi 1 mg/ dL.
b. Icterus patologik
Icterus patologik merupakan icterus yang mempunyai dasar patologi atau
kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar
patologik ini misalnya, jenis bilirubin, saat timbulnya dan menghilangnya icterus
dan penyebabnya, hal tersebut kadar dari bilirubin dari icterus patologik dapat
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan dapat
menyebabkan morbiditas pada bayi. Icterus patologi mempunyai kriteria yang
berbeda dari icterus icterus fisiologis yaitu :
1. Icterus terjadi sebelum umur 24 jam
2. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pad setiap bayi seperti
muntah, letargi, malas menelan, penurunan berat badan yang cepat, apnea,
takipnea, atau suhu yang tidak stabil.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan bilirubin emncapai puncak kira-kira 6 mg/ dL,
antara 2 sampai 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/ dL, tidak
fisiologis. Pada bayi dengan premature kadar bilirubin mencapai puncaknya 10-
12 mg/ dL, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 hari
mg/ dL adalah tidak fisiologis. Dari Brown AK dalam text-books of Pediatrics
1996 : icterus fisiologis pada bayi cukup bulan, bilirubin indirek munculnya
icterus 2 sampai 3 hari dan hilang 4 sampai 5 hari dengan kadar bilirubin yang
mencapai puncak 10-12 mg/ dL. Sedangkan pada bayi premature, bilirubin
indirek munculnya 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar
bilirubin yang mencapai puncak 15 mg/ dL. Dengan peningkatan kadar bilirubin
indirek kurang dari 5 mg/ dL/hari. Pada icterus patologis meningkatnya bilirubin
lebih dari 5 mg/ dL perhari, dan kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/ dL.
b) Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
c) Radioistope scan dapat di gunakan untuk membantu membedakan hepatitis dari
atresia biliary.
d) Bilirubin total
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/ dL, yang mungkin
dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh
melebihi peningkatan 5 mg/ dL dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/
dL pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).
e) Hitung darah lengkap
Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena hemolysis.
Hemaktorit (Ht) mungkin meningkat ( lebih besar dari 65%) pada polisitemia,
penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolysis dan anemia berlebihan (Marlynn,
2001).
8. Penanganan dan Penatalaksanaan
a. Penanganan Hiperbilirubin
Dalam penanganan icterus cara-cara yang dipakai diantaranya :
1) Menyusui bayi
Bilirubin juga dapat dipecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine.
Untuk itu bayi harus mendapat ASI yang cukup. Pemberian ASI akan
meningkatkan motilitas usus dan juga menyebabkan bakteri diintroduksi ke usus.
Bakteri dapat mengubah bilirubin direk menjadi urobilirubin yang tidak dapat
diabsorpsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan turun.
2) Terapi sinar matahari
Meletakkan bayi di bawah sinar matahari selama 15-20 menit, ini dilakukan
setiap hari antara pukul 06.30-08.00. biasanya dianjurkan setelah bayi selesai
dirawat di rumah sakit. Selama icterus masih terlihat, perawat harus
memperhatikan pemberian minum. Hindari posisi yang membuat bayi melihat
langsung ke arah matahari karena dapat merusak matanya (Suriadi, 2001).
b. Penatalaksanaan
1) Fototerapi
Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah
kadar total bilirubin serum meningkat. Terapi sinar atau fototerapi dilakukan
selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke
ambang batas normal. Dengan fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat di
pecah dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus di ubah dahulu oleh organ
hati dan dapat di keluarkan melalui urine dan feses sehingga kadar bilirubin
menurun. Di samping itu, pada terapi sinar ditemukan pola peninggian
konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic
usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama feses.
Penggunaan fototerapi sesuai anjuran dokter biasanya diberikan pada
nenonatus yang tidak mendapat minum secara adekuat, karena penurunan
peristaltic usus akan mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi entherohepatik
bilirubin sehingga seolah-olah terapi sinar tidak bekerja secara efektif.
Selama fototerapi, bayi yang tidak berpakaian diletakkan kira-kira 36 cm
sampai 40 cm di bawah cahaya selama beberapa jam atau beberapa hari sampai
kadar bilirubin serum menurun ke nilai yang bias diterima. Setelah terapi
dihentikan, bayi harus diperiksa kembali beberapa jam kemudian untuk
memastikan apakah nilai bilirubin tidak meningkat lagi (Jensen,2005).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar
adalah:
a) Lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk
menghindarkan turunnya energy yang dihasilkan oleh lampu yang
digunakan.
b) Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.
c) Kedua mata di tutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk
mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan
kunjungan orang tua untuk memberikan rangsangan visual pada neonates.
Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup
mata.
d) Daerah kemaluan di tutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya
untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi.
e) Posisi lampu diatur dengan jarak 20-30 cm di atas tubuh bayi, untuk
mendapatkan energy yang optimal.
f) Posisi bayi di ubah tiap 8 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas
mungkin.
g) Suhu tubuh di ukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu.
h) Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan muntah di
ukur, di catat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi.
i) Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan.
j) Lamanya terapi sinar di catat.
2) Transfuse tukar
Transfuse tukar adalah cara yang paling tepat untuk mengobati
hiperbilirubinemia pada neonates. Transfuse tukar dilakukan pada keadaan
hiperbilirubinemia yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain misalnya telah
diberikan terapi sinar tetapi kadar bilirubin tetap tinggi. Indikasi untuk melakukan
transfuse tukar adalah kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%, kenaikan kadar
bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam (Surasmi, 2013).
B. Asuhan Keperawatan Pada Bayi dengan Hiperbilirubin
Seorang bayi
1. Pengkajian
Ny. Y datang ke rumah sakit Pelita Ibu pada hari Kamis, 2 Februari 2020
dengan keluhan mules, pegal-pegal dan merasa bayinya akan segera keluar . Setelah
24 jam bayi dilahirkan, badan bayi menjadi kuning dan setelah dilakukan
pemeriksaan ternyata bilirubin bayi tersebut adalah > 12 mg/dl, icterus pada kulit dan
sclera mata, urine kuning dan pekat, tampak lemah, elastisitas menurun.
a. Anamnese orang tua/keluarga
Nama : Bayi Ny. N
Tempat tanggal lahir : Kamiss, 2 Februari 2020
Umur : 1 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Anak ke :1
BB/PB : 3800 gram / 47 cm
Alamat : Samarinda
Nama orang tua
Ayah : Tn. A
Ibu : Ny. Y
b. Riwayat keperawatan
1) Riwayat kehamilan
a) HPHT : 20 september 2020
b) HPL : 27 juni 2020
c) Keluhan-keluhan
1) Trimester I : Ibu mengatakan mengeluh mual-muntah
2) Trimester II : Ibu mengatakan tidak ada keluhan
3) Trimester III : Ibu mengeluh Pegal-pegal
4) ANC : Ibu mengatakan 5x, teratur, dibidan 2, 3, 5, 7 dan 9
bulan.
2) Riwayat persalinan sekarang
a) Tempat Persalinan : Rumah sakit, penolong bidan
b) Jenis persalinan : Normal Spontan
c) Komplikasi/kelainan dalam persalinan : tidak ada komplikasi
d) Placenta
1) Berat : 500 gram
2) Panjang : 50 cm
3) Jumlah kotiledon : 20 buah
4) Cairan ketuban : 1000 cc
5) Insersi tali pusat : insersi sentralis
6) Kelainan : tidak ada
3) Riwayat postnatal
Ibu bayi mengatakan darah pada kemaluannya masih keluar dengan warna
merah kecoklatan
4) Riwayat penyakit keluarga
Ibu bayi mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit
menurun seperti ( DM, jantung, Hipertensi, asma) dan menular seperti
( hepatitis, TBC, HIV/AIDS).
5) Penyuluhan yang pernah di dapat
Ibu bayi mengatakan pernah mendapat penyuluhan tentang gizi pada ibu
hamil di bidan pada saat umur kehamilan 8 minggu.
c. Kebutuhan sehari-hari
1) Nutrisi : Selalu menkonsumsi susu dan buah-buahan
2) Eliminasi : Sering Buang Air Kecil
3) Istirahat : Cukup/ Terpenuhi
4) Aktivitas : Sering berjalan dipagi dan sore hari
5) Personal hygiene : Ibu rajin menjaga kebersihan dirinya (Rutin mandi 2x
sehari)
6) Neurosensory : Ibu mengatakan tidak ada gangguan
7) Pernapasan : Normal
Riwayat asfiksia : -
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : tampak lemah, pucat, icterus dan aktivitas menurun
2) Kepala, leher : tampak ikterus pada mata (sclera) dan mukosa pada mulut,
tampak cyanosis.
3) Dada : peningkatan frekuensi napas, tachichardia
4) Perut : bising usus
5) Urogenital : urine kuning dan pekat, feses pucat/acholis
6) Ekstermitas : tampak lemah
7) Kulit : turgor kulit, elastisitas menurun, tampak ptechia, echimosis, icterus
pada kulit dan sclera mata
8) Pemeriksaan neurologis : kejang, epistotonus, lethargy
e. Pemeriksaan penunjang
1) Darah : DL, bilirubin >10mg%
2) Biakan darah, CRP menunjukkan adanya infeksi
3) Screnning enzim G6PD (glucose 6 phosphate dehydrogenase) menunjukkan
adanya penurunan
4) Scrennning icterus melalui metode Kramer
5) Pemeriksaan Bilirubin Direct > 0,2 mg/ dl
6) Pemeriksaan Bilirubin Indirect > 0,60-10,50 mg/dl
7) Pemeriksaan Bilirubin Total > 12 mg/dl
f. Analisa Data
1) Data Fokus
a) Data subjektif
Ibu bayi mengatakan bahwa bayinya tampak lemah, kulit tampak
kuning, kurang aktif, dan pada saat setelah lahir bayi tidak langsung
menangis, dan ibu bayi juga mengatakan bahwa suhu bayi meningkat .
b) Data objektif
Bayi tampak ikterus, ekstremitas lemah, terlihat sclera pada mata,
tampak pucat, membrane mukosa kering, terdapat bunyi bising usus,
takhikardi, tampak cyianosis, aktivitas menurun, nilai bilirubin >12
mg/dl, suhu 37,5 ֯ C.
2) Analisa Data
(Terapeutik)
(Edukasi)
1.1 Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
R : Untuk mencukupi asupan nutrisi pada bayi
1.2 Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin
R : Agar tidak terjadi dehidrasi
(Kolaborasi)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien diharapkan
menurunkan suhu tubuh kembali normal ( 36,5 ֯ C ).
1.1 Pucat
1.2 Takikardi
1.3 Takipnea
1.4 Suhu tubuh
1.5 Suhu kulit
(Observasi)
(Terapeutik)
(Edukasi)
(Observasi)
(Terapeutik)
(Edukasi)
4. Implementasi Keperawatan
1.8 Melakukan
1.8 DO : Bayi tampak
pendinginan eksternal
nyaman dan tenang.
(mis. Selimut
Alat yang digunakan
hipotermia atau
tersedia dan dalam
kompres dingin pada
keadaan bagus (selimut
dahi, leher, dada,
hipotermia, kain,
abdomen, aksila) pada
baskom).
bayi untuk membantu
mencegah peningkatan
Pukul 09.05
suhu tubuh.
1.9 Menghindari antipiretik
1.9 DO : mengidentifikasi
dan aspirin pada bayi
kandungan obat yang
untuk menghindari
akan diberikan pada bayi.
kemungkinan
terjadinya syndrome
Pukul 09.07
reye.
1.10Memberikan oksigen,
1.10 DO : Nafas bayi tampak
jika perlu pada bayi
teratur
untuk mengatur kadar
Pukul 09.09
oksigen dalam tubuh.
1.11Menganjurkan tirah
1.11 DO : Bayi tampak
baring pada bayi untuk
nyaman dengan posisi
meningkatkan
yang diberikan.
kenyamanan istirahat
serta dukungan
fisiologis atau
Pukul 09.12
psikologis pada bayi.
1.12Mengkolaborasikan
1.12 DO : Dilakukan
pemberian cairan dan
pemberian cairan
elektrolit intravena intravena dan elektrolit
dengan tenaga medis dengan tenaga medis
(dokter), jika perlu (dokter).
pada bayi untuk Alat yang digunakan
membantu memenuhi tersedia dan dalam
asupan cairan di dalam keadaan bagus ( cairan
tubuh bayi. intravena ).
D.0053 Sabtu, 4 1.1 Memonitor tanda-tanda 1.1 DS : Ibu bayi mengatakan
Februari 2020 vital pada bayi badan bayinya terasa
Pukul 14.00 (terutama suhu 36,5 ֯ C panas.
-37,5֯ C) untuk DO : Bayi tampak
mengetahui tanda-tanda gelisah, pucat, suhu tubuh
vital pada bayi. menunjukkan 37,5 ֯ C.
Alat yang digunakan
tersedia dan dalam
keadaan bagus
(Thermometer).
Pukul 14.10 1.2 Memandikan bayi 1.2 DO : Bayi tampak
dengan suhu ruangan menggeliat saat akan
21-24 ֯ C agar suhu dimandikan.
tubuh bayi tetap terjaga.
Pukul 16.05
1.8 Mengganti popok bayi
1.8 DO : Bayi tampak lebih
jika basah, untuk
nyaman saat digantikan
menjaga kebersihan dan
popok.
mencegah iritasi pada
Alat yang digunakan
kulit.
tersedia dan dalam
keadaan bagus (pakaian
bayi dari bahan katun).
Pukul 16.10 1.9 DO : Dilakukan
pemasangan pakaian
1.9 Mengenakan pakaian kepada bayi.
bayi dari bahan katun
untuk membantu
Pukul 16.15 menyerap keringat 1.10 DS : Ibu bayi
bayi. mengatakan sudah
menyusui bayinya.
1.10Menganjurkan ibu DO : Ibu bayi tampak
untuk menyusui sesuai antusias saat pemberian
dengan kebutuhan pada edukasi.
bayi, agar pemenuhan
Pukul 16.20 nutrisi pada bayi 1.11 DS : Ibu bayi
tercukupi. mengatakan kurang
mengetahui tentang
1.11Mengajarkan ibu cara perawatan bayi.
merawat bayi di rumah DO : Ibu tampak antusias
untuk membantu ibu saat diberi edukasi
memahami cara tentang cara perawatan
merawat bayi dengan bayi dirumah.
Pukul 16.30 baik dan benar.
1.12 DS : Ibu bayi
mengatakan kkurang
mengetahui cara
1.12Mengajarkan kepada
pemberian makananan
ibu bagaimana cara
pendamping ASI.
pemberian makanan
DO : Ibu bayi tampak
pendamping ASI pada
antusias saat diberi
bayi > 6 bulan untuk
edukasi tentang cara
membantu bayi
pemberian makanan
mendapatkan
pendamping ASI pada
perawatan yang baik.
bayi > 6 bulan.
5. Evaluasi Keperawatan
PENUTUP
C. Kesimpulan
Bayi baru lahir harus beradaptasi dari yang bergantung terhadap ibunya kemudian
menyesuaikan dengan dunia luar, bayi harus mendapatkan oksigen dari bernafas sendiri,
mendapatkan nutrisi peroral untuk mempertahnkan kadar gula, mengatur suhu tubuh,
melawan setiap penyakit atau infeksi, dimana fungsi ini sebelum dilakukan oleh plasenta.
Asfiksia merupakan penyebab utama lahir mati dan kematian neonates. Selain itu
asfiksia menyebabkan mortalitas yang tinggi dan serng menimbulkan gejala sisa berupa
kelainan neurology.
D. Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.umm.ac.id/23421/1/jiptummpp-gdl-sarnijisha-42774-2-babi.pdf
https://www.google.com/url?
q=https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98021043410576258/download&usg=AF
QjCNEXikI6CdSlNjzPpESpjTfUtRDWVA
https://www.academia.edu/29974256/MAKALAH_ADAPTASI_BAYI_BARU_LAHIR