Anda di halaman 1dari 78

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

BAYI BARU LAHIR

Disusun Oleh Kelompok 4 :

1. Nila Roviqoh ( Ketua ) : 1910035058


2. Mega Eshi Marsauli : 1910035061
3. Siti Aisyah : 19100350
4. Astati : 1910035062
5. Devita Natalia : 1910035059

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa Karena berkat
rahmat dan petunjukNya. Makalah yang kami susun dalam rangka memenuhi tugas kuliah
Keperaatan Maternitas dengan judul “Bayi Baru Lahir” ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya, kami senantiasa mendapat inspirasi dan dorongan moril maupun materil dari
berbagai pihak terutama dari Dosen Keperawatan Maternitas Dr. Anik Puji Rahayu, S.Kp.,
M.Kep yang telah memberikan saran serta petunjuk kepada kami kelompok 4.

Makalah ini di susun dengan mengambil materi dari referensi akses internet dan
berbagai rujukan buku seeperti yang tercantum dalam daftar pustaka. Kami menyadari akan
keterbatasan dan kekurangan baik isi amupun redaksi. Oleh karena itu dalam penyusunan
makalah ini tidak lepas dan bantuan dari berbagai pihak, maka kami menyampaikan
terimakasih banyak. Kritik dan saran yang bersifat membangun, kami nantikan. Makalah ini
jauh dari kata sempurna karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT. Harapan kami
semoga saja makalah ini dapat bermanfaat baik bagi kami maupun pembaca. Amin Ya
Rabbal’alamin.

Samarinda, 21 Februari 2021


Penyusun

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II
A. Pengertian Bayi Baru Lahir (Normal)
B. Tanda-tanda Bayi Lahir Sehat
C. Klasifikasi Bayi Baru Lahir
D. Penyesuaian Diri Neonatal
E. Ciri-ciri Bayi Normal
F. Macam-macam Refleks Pada Bayi Baru Lahir
G. Kondisi Yang Mempengaruhi Penyesuaian Pascanatal
H. Tatalaksana Bayi Baru Lahir
I. Jenis Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir
J. Perubahan-perubahan Bayi Baru Lahir
K. Penatalaksanaan Pada Bayi Baru Lahir Nromal yang Bernafas Spontan
L. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir
1. Pengkajian Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir
2. Diagnose KeperawatanP ada Bayi Baru Lahir
3. Intervensi Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir
4. Implementasi Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir
5. Evaluasi Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bayi baru lahir (BBL) adalah bayi yang lahir selama satu jam pertama kelahiran
bayi sampai usia 4 minggu. Bayi Baru Lahir normal memiliki berat lahir antara 2500
-4000 gram, cukup bulan dan lahir langsung menangis (Donna, 2014).
Bayi lahir prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah punya risiko lebih
besar mengalami infeksi tali pusat infeksi ini juga berperan dalam terjadinya angka
kesakitan dan angka kematian bayi baru lahir (BBL) di Indonesia (Hurlock, 2015).
Bayi merupakan suatu anugrah dan sekaligus merupakan titipan yang diberikan oleh
yang maha kuasa. Kehadiran seorang bayi di dalam keluarga merupakan yang dinanti-
nanti serta merupakan penerus pewaris sebuah keluarga. Maka dari itu semenjak dini atau
lahir bayi harus mendapatkan perawatan yang baik karena itu modal utama dalam
perkembangan baik psiko sosio dan spiritual serta perkembangan motorik.
Berdasarkan penelitihan World Health Organization WHO Tahun 2013 sampai
2014 diseluruh Dunia terdapat kematian bayi sebesar 56 per 10.000. Penyebab kematian
tersebut antara lain karena infeksi tali pusat. Penyebab utama infeksi tali pusat adalah
paparan bakteri sistem kekebalan tubuh yang jauh lebih rendah dari pada bayi normal. Di
Jawa Timur terdapat 88 kasus infeksi tali pusat pada Tahun 2015 (Kemenkes, RI, 2015).
Prevalensi kejadian Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang
sebanyak 289 dari bulan Januari 2017 hingga Januari 2018 (Rekam Medik Panti Waluya
Malang, 2018).
Peneliti menemukan fenomena pada saat praktik bulan Januari 2017 di ruang AP
Rumah Sakit Panti Waluya Malang. Terdapat satu bayi berumur 1 hari. Ibu mengatakan 3
jam sebelum persalinan ketuban ibu pecah, usia kehamilan ibu 38 minggu, berat badan
lahir 2350 gram, dan bayi tampak kekuningan. Berdasarkan data tersebut, bayi ditegakkan
diagnosa keperawatan Resiko infeksi. Risiko infeksi tali pusat bayi baru lahir (BBL)
ditandai dengan kulit kemerahan dan lembab. Penyebab infeksi tali pusat terbuka adanya
paparan bakteri, sistem kekebalan tubuh yang jauh lebih rendah dari pada bayi normal
(Setyo, 2015).
Bayi yang baru lahir dua menit akan segera dipotong tali pusatnya dua sampai tiga
senti meter dari pusat umbilicus. Apabila perawatan tali pusat tidak dilakukan dengan
baik dan benar, maka tali pusat bisa menjadi jalan masuk bakteri yang mengakibatkan
bayi mengalami penyakit tetanus (Hidayat, 2015). Ujung tali pusat akan mengeluarkan
nanah, pada sekitar pangkal tali pusat akan memerah dan disertai edema.
Dampak yang ditimbulkan adalah kuman-kuman masuk melalui pembuluh darah
tali pusat masuk ketubuh bayi hingga menyebabkan kematian (Sodikin, 2015).
Sebagai perawat, pertolongan kesehatan yang dapat diberikan adalah merawat tali
pusat dengan cara steril, memberikan asuhan keperawatan kepada klien, melalui
kolaborasi, kuratif dan preventif. Perawatan tali pusat dalam keadaan steril, bersih dan
kering. Pemberian pengetahun tentang perawatan tali pusat sangatlah penting bagi ibu
yang mempunyai bayi baru lahir ( Hidayat, 2015)

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang nyata dalam memberikan
Asuhan Keperawatan pada klien dengan menggunakan metode pendekatan proses
keperawatan secara komperhensif.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan selulitis
b. Mampu melaksanakan analisa data yang didapat dari pengkajian
c. Mampu membuat diagnose keperawatan dari analisa data
d. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan
e. Mampu mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan
f. Mampu mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan

D. Manfaat
.
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat memberikan pengetahuan yang didapat di tempat praktik secara nyata
yang mungkin berbeda dari pengetahuan dan proses belajar pada pendidikan yang
dapat digunakan sebagai maksud dalam upaya meningkatkan kualitas sumber
daya mahasiswa yang berguna dimasa mendatang dan sebagai reperensi tentang
pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir normal.
2. Bagi mahasiswa
Sebagai sarana evaluasi dan pengetahuan serta pengalaman untuk
mendiagnosa dan memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada bayi baru
lahir.
BAB 11
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Bayi Baru Lahir (Normal)


Bayi Baru Lahir adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui
vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42
minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai Appearance menangis kuat.
Kehangatan tidak terlalu panas (lebih dari 38°C) atau Color, Pulse, Gremace
Activity,Respiration (APGAR) > 7 dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
Neonatus ialah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan
diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin Beralih dari ketergantungan
mutlak pada ibu menuju kemandirian fisiologi (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
Bayi baru lahir normal harus menjalani proses adaptasi dari kehidupan didalam
rahim (intrauterine) ke kehidupan di luar rahim (ekstrauterin). Perubahan lingkungan dari
dalam uterus ke ekstrauterin dipengaruhioleh banyak faktor seperti kimiawi, mekanik dan
termik yang menimbulkan perubahan metabolik, pernafasan dan sirkulasi pada bayi baru
lahir normal ( Mitayani, 2010:1-2).
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang
bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan
penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2010).
Perkembangan bayi normal sangat tergantung dari respon kasih sayang ibu dengan
bayi yang dilahirkan yang bersatu dalam hubungan psikologis dan fisiologis. Ikatan ibu
dan anak dimulai sejak anak belum dilahirkan dengan suatu perencanaan dan konfirmasi
kehamilan, serta menerima janin yang tumbuh sebagai individu. Sesudah lahir sampai
minggu berikut-berikutnya, kontak visual dan fisik bayi memicu berbagai penghargaan
satu sama lain (Marmi, 2009).
Pada tahun 2007, WHO dan UNICEF mengeluarkan protokol baru tentang ASI
segera atau IMD yang harus diketahui setiap tenaga kesehatan. Protokol baru tersebut
adalah melakukan kontak kulit bayi segera setelah lahir selama sedikitnya satu jam dan
membantu ibu mengenali kapan bayinya siap menyusui (Mulyono, 2008 dalam Novita 2
Rudiyanti, 2013).
Pemberian ASI eksklusif setelah lahir secara langsung bayi akan mengalami kontak
kulit dengan ibunya. Rawat gabung merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan agar
ibu dan bayi terjalin proses lekat. Kontak mata, orang tua dan bayi akan mempunyai
banyak waktu untuk saling memandang, bayi baru lahir dapat diletakkan lebih dekat
untuk dapat melihat pada orang tuanya. Mendengar dan merespon suara antara orang tua
dan bayinya sangat penting misalnya bila tangisan bayi pertama membuat mereka yakin
bahwa bayinya dalam keadaan sehat. Aroma setiap anak memiliki aroma yang unik dan
bayi belajar dengan cepat untuk mengenali aroma susu ibunya. Entrainment, hal ini
terjadi bila bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraan orang
dewasa. Bioritme, orang tua dapat membantu proses ini dengan memberi kasih sayang
yang konsisten dengan memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan perilaku yang
responsive. Sentuhan merupakan suatu sarana untuk mengenal bayi baru lahir dengan
cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jari. Inisiasi menyusui dini dengan segera
yaitu dengan menempatkan bayi di atas perut ibu maka bayi akan merangkak dan mencari
putting susu ibunya sehingga bayi dapat reflek sucking dengan segera (Bahmawati, 2003
dalam Ana Aulia, 2012).
Setelah lelah dalam proses persalinan ibu akan sangat senang dan bahagia bila dekat
dengan bayinya. Ibu dapat membelai-belai bayi, mendengar tangis bayi, menciumcium
dan memperhatikan bayinya yang tidur di sampingnya ibu nifas dan bayi dapat segera
saling mengenal. Bayi akan memperoleh kehangatan tubuh ibu, kelembutan dan kasih
sayang (bounding effect) (Wiknjosastro, dkk, 2006 dalam Mahardika, 2013). Sentuhan
kulit ke kulit antara ibu dan bayi saat setelah lahir dengan menggunakan metode kanguru
care positif berpengaruh pada keeksklusifan dan durasi dari menyusui ibu kepada bayinya
(Sara J.H. Brooks & Gene Cranston Anderson, 2008). Kontak kulit ke kulit antara ibu dan
bayi juga dapat menstabilkan suhu bayi saat setelah lahir dan meningkatkan kadar
oxytosin yang dapat memperlancar produksi ASI (MA Marin Gabriel, et all, 2009).

B. Tanda-Tanda Bayi Baru Lahir


Bayi baru lahir dikatakan normal jika mempunyai beberapa antara lain Appearance
color (warna kulit), seluruh tubuh ke merah-merahan, Pulse (heart rate) atau frekuensi
jantung > 100x/menit, Gremace (reaksi terhadap rangsangan), menangis atau batur/bersin,
Activity (tonus otot), gerak aktif,
Respiration (usaha napas), bayi terlalu ingin (kurang dari 36°C). Segera setelah lahir,
letakan bayi diatas kain yang bersih dan kering yang sudah disiapkan diatas perut
ibu.Apabila tali pusat pendek, maka letakan bayi diantara kedua kaki ibu, pastikan bahwa
tempat tersebut dalam keadaan bersih dan kering. Segara lakukan penilaian awal pada
bayi baru lahir antara lain :
a. Apakah bayi bernafas atau menangis kuat tanpa kesulitan ?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
c. Bagiamana warna kulit, apakah berwarna kemerahan ataukah ada sianosis ?

Bayi yang dikatakan lahir normal adalah bayi yang menangis kuat, bergerak aktif,
dan warna kulit kemerahan. Apabila salah satu penilaian tidak ada pada bayi, bayi tidak
dikatakan lahirnormal/fisiologis (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Pada saat diberi makanan
hisapan kuat, tidak mengantuk berlebihan, tidak muntah. Tidak terlihat tanda-tanda
infeksi pada talipusat seperti, tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk,
berdarah, dapat berkemih selama 24 jam, tinja lembek, hijau tua, tidak ada lendir atau
darah pada tinja, bayi tidak menggigil, tangisan kuat, tidak terdapat tanda : lemas, terlalu
mengantuk, lunglai, kejang-kejang halus tidak bisa tenang, menangis terus-menerus
(Rukiyah dan Yulianti, 2010).
Table 1.2 Tanda APGAR
Nilai 0 1 2
Appearance color ( Seluruh badan biru Warna kulit tubuh Warna kulit tubuh,
warna kulit ) atau pucat normal merah tangan dan kaki
muda, tetapi tangan normal merah
dan kaki kebiruan muda, tidak ada
sianosis
Pulse ( heart rate ) Tidak ada <100x/menit >100x/menit
Atau frekuensi
Jantung
Grimace ( reaksi Tidak ada respon Meringis atau Meringis atau
terhadap rangsangan terhadap stimulasi menangis lemah bersin atau batuk
) ketika distimulasi saat stimulasi
saluran nafas
Activity (tonus otot) Lemah atau tidak Sedikit gerakan Bergerak aktif
ada
Respiration ( usaha Tidak ada Lemah atau tidak Menangis kuat,
nafas ) teratur pernafasan baik dan
teratur
Sumber : ( Rukiyah & Yulianti, 2010 )

C. Klasifikasi Bayi Menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi


Berat badan lmerupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Rata berat
bayi normal (usia gestasi 37 s.d 41 minggu) adalah 3200 gram. Secara umum, BBLR dan
bayi dengan berat berlebih lebih besar risikonya untuk mengalami masalah. Masa gestasi
juga merupakan indikasi kesejahteraan bayi baru lahir karenasemakin cukup masa
gestasi semakin baik kesejahteraan bayi. Konsep BBLR tidak sinonim dengan
prematuritas telah diterima secara luas pada akhir tahun 1960-an. Tidak semua bayiyang
memiliki berat lahir kurang dari 2500 gram lahir cukup bulan. Sepertiga BBLR
sebenarnya adalah bayi cukup bulan.(Damanik, 2014).
Kecukupan pertumbuhan intrauterin dapat ditentukan dengan melihat hubungan
antar usia kehamilan dengan berat lahir.Hubungan antara berat lahir dan atau umur
kehamilan juga sangat membantu dalam meramalkan masalah klinis bayi baru
lahir.Berat lahir merupakan salah satu faktor penentu kelangsungan hidup dan
perkembangan bayi. Berat lahir rendah meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
bayi lahir (Sharna dkk., 2015).
Penentuan umur kehamilan bisa dilakukan mulai dari antenatal hingga setelah
persalinan. Pada masa antenatal ditentukan dengan cara sederhana yaitu dengan
menghitung Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) dan kejadian-kejadian selama
kehamilan yang penting. Grafik pertumbuhan terhadap usia kehamilan digunakan untuk
menentukan apakah berat lahirbayi sesuai untuk usia kehamilan atau tidak. Setelah
persalinan, penentuan umur kehamilan dilakukan dengan pemeriksaan. Bagian dari
pemeriksaan ini didasarkan pada kriteria perkembangan saraf yang spesifik serta
berbagai sifat fisik luar yang terus-menerus berubah seiring dengan berlanjutnya
kehamilan, yang kemudian dikembangkan dandiuraikanoleh beberapa peneliti,
diantaranya Dubowitz, Usher, dan Farr. Penerapan klinis yang praktis dan dapat
dipercaya digambarkan oleh Dubowitz dkk., dan dengan cepat diterima dunia.
Selanjutnya modifikasi Dubowitz yang disederhanakan tetapi dengan akurasi yang
hampir sama untuk memperkirakan umur kehamilan secara klinis dilaporkan oleh
Ballard dkk.(Damanik, 2014).
Klasifikasi pada bayi baru lahir dapat dilihat berdasarkan berat lahir, umur
kehamilan, atau hubungan antara berat lahirdan umur kehamilan sesuai dengan tabel 2.1
berikut ini:
Tabel 1.1
Dasar Klasifikasi Bayi Baru Lahir Menurut Berat Badan, Masa Gestasi dan
Hubungan Berat Badan dengan Masa Gestasi

Dasar Klasifikasi Klasifikasi Definisi


Menurut berat lahir Bayi Baru Lahir Rendah Bayi yang dilahirkan dengan lahir
<2500 gram
Bayi Baru Lahir Cukup /Normal Bayi yang yang dilahirkan dengan
berat lahir 2500-4000 gram
Berat Bayi Lahir Lebih Bayi yang dilahirkan dengan berat
lahir >4000 gram
Sumber : Damanik, 2014

World Health Organization (WHO) membagi BBLR untuk kepentingan kebutuhan


nutrisi dan tumbuh kembang bayi menjadi bayi berat lahir sangat rendah berhubungan
dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas dari bayi baru lahir ( Damanik, 2014 )
Di Amerika Serikat prevalensi bayi baru lahir hidup degan BBLR adalah 8,2%,
dengan jumlah Afrika-Amerika dua kali lebih banyak dari pada Kauksia, sedangkan di
Indonesisa pravelensi BBLR adalah 10,2% ( Riskesdas, 2013 ).
Lebih dari dua decade ini jumlah bayi BBLR meningkat, terutama disebabkan oleh
karena peningkatan kelahiran bayi premature. Wanita yang dimana kelahiran pertamanya
premature, berisiko untuk melahirkan premature untuk kehamilan berikutnya ( Carlo,
2016 ).
Hubungan antara umur kehamilan dengan berat lahir mencerminkan kecukupan
pertumbuhan intrauterine. Tiga puluh persen dari bayi BBLR adalah bayi cukup bulan
( usia kehamilan >37 minggu ) yang mengalami IUGR ( Carlo, 2016 ).
Bayi dengan IUGR menyebabkan bayi kecil untuk masa kehamilan ( KMK ),
dimana bayi dengan KMK mempunyai morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
daripada bayi yang sesuai dengan masa kehamilan ( Sharma dkk, 2015 ).
1. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan lahir 1.000 gram
hingga kurang dari 2.500 gram. Bayi BBLSR, didominasi oleh bayi premature. Di
Amerika serikat, prevalensi BBLSR adakah 1,46% dari bayi BBLSR mengalami
kematian, dan 50% mengalami kecacatan seperti masalah dalam penglihatan dan
pendengaran. Kemampuan BBLSR untuk bertahan hidup pada BBL 500 hingga 600
gram, dan 90% bayi bertahan hidup pada BBL 1250 hingga 1500 gram.
Dibandingkan dengan bayi berat lahir normal, bayi BBLSR memiliki insiden yang
lebih untuk dirawat kembali di rumah sakit pada satu tahun kehidupannya oleh
karena sekuel dari prematuritas, infeksi, komplikasi neurologi dan gangguan
psikososial (Carlo, 2016).
2. Factor yang Mempengaruhi Bayi Berat Lahir Rendah
Penyebab berat lahir rendah adalah prematuritas dan IUGR. Memisahkan
factor yang berhubungan dengan prematuritas dengan IUGR sangatlah sulit.
Terdapat korelasi yang kuat antara kelahiran premature dan IUGR dengan status
sosioekonomi yang rendah. Keluarga dengan status sosioekonomi yang rendah
memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk kejadian anemia, kesakitan, dan
asupan nutrisi yang kurang pada ibu hamil; asuhan prenatal yang inadekuat;
komplikasi obstetik; penyalahgunaan obat; dan riwayat persainan yang buruk
( abortus, persalinan premature pada kehamilan sebelumnya ). Factor lain yang
beruhubungan adalah seperti keluarga yang bercerai, kehamilan remaja, jarak antar
kehamilan yang dekat, ibu yang telah melahirkan lebih dari empat anak. Perbedaan
pertumbuhan janin juga dipengaruhi oleh suku dan ras orang tua, berat dan tinggi
badan orang tua, status social, dan factor lainnya seperti merokok, penggunaan obat-
obatan pada ibu, dan lain-lain ( Sharma dkk, 2015 ).
Perbedaan derajat berat lahir dari setiap populasi lebih banyak dipengaruhi
oleh karena factor lingkungan daripada oleh karena perbedaan genetic yang lebih
sulit untuk dijabarkan. Variasi genetic yang mempengaruhi berat lahir diketahui
( Carlo, 2016 ).
3. Prematuritas
Etiologi dari bayi premature disebabkan oleh banyak factor dan termasuk
interaksi yang kompleks dari fetus, plasenta, uterus, dn factor maternal seperti yang
terlihat pada table 1.3 berikut :
Table 1.3
Penyebab Bayi Prematur yang Telah Diketahui

Fetus
- Fetal distress
- Kehamilan multiple
- Eritroblastosis
- Hydrops nonimun
Plasenta
- Disfungsi plasenta
- Plasenta previa
- Abrupsio plasenta
- Penyalahgunaan obat
Uterus
- Uterus bicornuate
- Inkompenten cervix
Maternal
- Preeklamasi
- Penyakit kronis (penyakit jantung sianotik, penyakit ginjal)
- Infeksi
- Penyalahgunaan obat
Lainnya
- Ketuban pecah dini
- Polihidramnion
- Iatrogenic
- Trauma
Sumber : Carlo, 2016
Kelahiran premature dengan BBLR dimana berat badan bayi sesuai masa
kehamilan (SMK) biasanya berhubungan dengan kondisi medis seperti
ketidakmampuan uterus mempertahankan janin, ketuban pecah dini, abrupsio
palsenta, kehamilan miltipel, atau stimulus kontraksi uterus sebelum waktunya
(Miller dan Hassanein, 1971).
Infeksi bakteri (Streptococcus Grup B, Listeria monocytobenes,
Ureaplasmaurealyticum, Mycoplasma hominis, Chlamydia, Trichomonas vaginalis,
Gardnerella vaginalis, Bacteroides spp.) baik simptomatis maupun asimptomatis
dapat menyebabkan kelahiran premature. Zat yang diproduksi oleh bakteri dapat
menstimulasi produksi mediator inflamasi (interleukin-6, prostaglandin). Mediator
inflmasi akan menginduksi kontraksi uterus premature atau menyebabkan respon
inflamasi local sehingga terjadi rupture amnion. Pemberian terapi antibiotic yang
tepat dapat menurunkan risiko dari infeksi fetus bahkan mungkin dapat
memperpanjang masa kehamilan ( Carlo, 2016 ).
4. Factor Plasenta
Pada pertumbuhsn intrauterine normal,pertambahan berat plasenta sejalan
dengan pertambahan berat janin, tetapi walaupun untuk terjadinya bayi besar
dibutuhkan plasenta yang besar, tidak demikian sebaliknya. Namun demikian, berat
lahir memliki hubungan yang berarti dengan berat plasenta. Berat lahir juga
berhubungan secara berarti dengan luas permukaan villus plasenta. Aliran darah
uterus, juga transfer oksigen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai
penyakit vascular yang diderita ibu. Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat
gangguan pertumbuhan janin. 25-30 % kasus gangguan pertumbuhan janin dianggap
sebagai hasil penurunan aliran darah uteroplasenta pada kehamilan dengan
komplikasi penyakit vascular ibu. Keadaan klinis yang melibatkan aliran darah
plasenta yang buruk seperti, kehamilan ganda, penyalahgunaan obat, penyakit
vascular ( hipertensi dalam kehamilan atau kronik ), penyakit infeksi (TORCH),
insersi plasenta umbilicus yang abnormal, dan tumor vascular ( Damanik, 2014 ).
5. Factor Malnutrisi
Ada dua variable bebas yang diketahui mempengaruhi pertumbuhan janin,
yaitu berat ibu sebelum hamil dan pertambahan berat ibu selama hamil. Ibu dengan
berat badan kurang seringkali melahirkan bayi yang berukuran lebih kecil daripada
yang dilahirkan ibu dengan berat normal atau berlebihan. Selama proses
embryogenesis status nutrisi ibu memiliki efek kecil terhadap pertumbuhan janin.
Hal ini karena kebanyakan wanita memiliki cukup simpanan nutrisi untuk embrio
yang tumbuh lambat. Meskipun demikian, pada fase pertumbuhan trimester ketiga
saat hipertrofi seluler janin dimulai, kebutuhan nutrisi janin dapat melebihi
persediaan ibu jika masukan nutrisi ibu rendah. Data upaya menekan kelahiran
BBLR dengan pemberian tambahan makanan kepada populasi berisiko tinggi
( riwayat nutrisi buruk ) menunjukkan bahwa kalori tambahan lebih berpengaruh
terhadap peningkatan berat janin disbanding penambahan protein ( Damanik, 2014 ).
6. Factor Genetik
Diperkirakan 40% dari seluruh variasi berat lahir berkaitan dengan kontribusi
genetic ibu dan janin. Wanita normal tertentu memiliki kecenderungan untuk
berulangkali melahirkan bayi KMK (tingkat pengulangan 25%-50%, dan
kebanyakan wanita tersebut dilahirkan sebagai BBLR KMK. Demikian juga, wanita
yang pernah melahirkan bayi besar memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk
untuk kembali melahirkan bayi besar, dan mereka sendiri cenderung berukuran besar
saat lahir. Hubungan yang berarti antar berat lahir ibu dan janin berlaku pada semua
ras. Pengaruh dari polimorfisme nukleotida tunggal telah dilaporkan baru-baru ini.
Adalah penambahan-penambahan alel C dari rs900400 dekat pada gen LEKR1 dan
CCNL1 pada bayi dengan berat badan lebih rendah pada kehamilan premature
tunggal (Mc Ellroy dkk., 2012).
7. Gangguan Pertumbuhan Intrauterin
Gangguan pertumbuhan intrauterine (IUGR/ Intrauterine Growth Restriction)
berhubungan dengan kondisi medis yang dapat mengganggu efisiensi sirkulasi dari
plasenta sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin, atau
gangguan dari kesehatan dan nutrisi dari ibu. Banyak faktor yang sama Antara
IUGR dan bayi prematur. Gangguan pertumbuhan intrauterine berhubungan dengan
penurunan produksi insulin atau retensi insulin. Bayi dengan gangguan pada reseptor
IGF (Insulin Growth Factor)-1, hipoplasi pankreas, atau diabetes neonates transien
dapat terjadi IUGR. Mutasi genetic berhubungan dengan mekanisme regulasi
glukosa dari sel islet pankreas yang menyebabkan penurunan produksi insulin
meningkatkan kemungkinan IUGR (Miller dan Hassanein, 1971).

Tabel 2.3
Faktor yang Berhubungan dengan IUGR
Fetus
- Kelahiran kromosom
- Infeksi kronis ( rubella kongenital, CMV kongenital, sifilis )
- Kelainan kongenital
- Irradiasi
- Kehamilan miltipel
- Hipoplasi pancreas
- Defisiensi insulin atau insulin growth faktor
Plasenta
- berat plasenta yang rendah
- area perlekatan plasenta yang kecil
- plasenteris
- tumor plasenta (Chorioangioma, hydatidiform mola)
- twin transfusion syndrome
Maternal
- Toxemia
- Hipertensi atau penyakit ginjal kronis
- Dipoksemia (oleh karena penyakit jantung sianosis, penyakit paru ataupun ketinggian)
- Malnutrisi
- Penyakit kronis
- Anemia
- Penyalahgunaan obat
Sumber : (Carlo, 2016)

Intrauterine Growth Restriction (IUGR) adalah respon normal dari fetus


terhadap keadaan kurang kurang oksigen dan/atau nutrisi. Oleh karena itu bayi
IUGR berisiko tinggi untuk terjadi malnutrisi dan hipoksia. Intrauterine Growth
Restriction (IUGR) diklarifikasikan berdasarkan onset serta tipe pertumbuhan yang
terhambat, dibagi menjadi tipe IUGR simetris dan IUGR asimetris. Jika gangguan
pertumbuhan jantung, otak dan tulang rangka tampak paling sedikit terpengaruh,
sedangkan ukuran hati, limpa dan timus sangat berkurang. Keadaan klinis ini disebut
IUGR asimetri yang disebabkan oleh gangguan pada akhir kehamilan maka
pertumbuhan otak dan tulang rangka pun terganggu, ini disebut IUGR simetris dan
seringkali berkaitan dengan hasil akhir perkembangan saraf yang buruk (Eichenwald
dan Stark, 2008)

D. Penyesuaian Diri Neonatal


Bayi baru lahir mengalami fisik tidak stabil selama 6-8 jam pertama setelah lahir
yang disebut fase transisi (Lowdermilk, 2013). Fase transisi terbagi menjadi :
1. Fase pertama reaktivitas
Fase reaktivitas terjadi saat bayi lahir sekitar 30-60 menit setelah lahir, saat fase ini
denyut jantung bayi meningkat dengan cepat 160-180 x/menit, kemudian menurun
secara perlahan hingga mencapai rata-rata 100-120 x/menit. Laju pernafasan masih
irregular antara 60-80 x/menit, ronchi halus kadang terdengar seperti orang
mengorok, retraksi dinding dada dan nafas cuping hidung. Periode ini bayi sadar,
terbuka matanya, menangis kepala bergerak dari satu sisi ke sisi lain. Pada ini adalah
waktu yang tepat untuk memulai memberikan ASI (air susu ibu) (Bobak, 2005).

2. Fase Tertidur
Fase tertidur terjadi setelah fase reaktivitas pertama selesai. Pada periode ini bayi
mengalami penurunan aktivitas motoriknya, bayi sering tertidur, berlangsung 60
menit sampai 100 menit.
3. Fase Kedua Reaktivitas
Fase kedua reaktivitas bayi terjadi pada 4-8 jam stelah lahir. Fase ini hanya
berlangsung dari 10 menit sampai beberapa jam. Periode singkat takikardia dan
takipnea dapat terjadi, meconium juga dikeluarkan saat periode ini. Pada bayi baru
lahir yang sehat akan mengalami fase seperti ini, berbeda dengan bayi premature
terkadang tidak mengalami fase transisi ini dikarenakan fisiologisnya belum matang.
Kematangan pada bayi dapat dinilai dengan Ballad Score. Penilaian Ballad Score ini
dengan keadaan fisik bayi serta keadaan neurmuskular, serta bermanfaat untuk
melihat kesesuaian usia gestasi bayi.

E. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal


a. Lahir aterm antara 37-42 minggu.
b. Berat badan 2.500-4000 gram.
c. Panjang badan 48-52 cm.
d. Lingkar dada 30-38 cm.
e. Lingkar kepala 33-35 cm.
f. Lingkar lengan 11-12 cm.
g. Frekuensi denyut jantung 120-16 x/menit.
h. Pernafasan 40-60 x/menit.
i. Kulit kemerah-kemerahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup
j. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna.
k. Kuku agak panjang dan lemas.
l. Menangis kuat, gerakan aktif, kulit kemerahan
m. Gerak aktif.
n. Bayi lahir langsung menangis kuat.
o. Refleks rooting (mencari puting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah
mulut) sudah terbentuk dengan baik
p. Refleks sucking dan swallowing (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik.
q. Refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk denga baik.
r. Refleks grapsing (menggenggam) sudah baik.
s. Genetalia
Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada skrotum dan
penis yang berlubang.Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra
yang berlubang, serta adanya labia minora dan mayora. Eliminasi baik yang ditandai
dengan keluarnya mekonium dalam 24 jam pertama dan berwarna hitam kecoklatan
(Maryanti, 2011).

F. Tanda- Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir

Beberapa tanda bahaya pada bayi baru lahir harus diwaspadai, dideteksi lebih dini
untuk segera dilakukan penganan agar tidak mengancam nyawa bayi. Beberapa tanda
bahaya pada bayi baru lahir tersebut, antara lain pernafasan sulit atau lebih dari 60 kali
per menit, retraksi dinding dada saat inspirasi. Suhu terlalu panas atau lebih dari 38°C
atau terlalu dingin suhu kurang dari 36°C.

Warna abnormal, yaitu kulit atau bibir biru atau pucat, memar atau sangat kuning
(terutama pada 24 jam pertama) juga merupakan tanda bahaya bagi bayi baru lahir.
Tanda bahaya pada bayi baru lahir yang lain yaitu pemberian ASI sulit (hisapan lemah,
mengantuk berlebihan, banyak muntah), tali pusat merah, bengkak keluar cairan, bau
busuk, berdarah, serta adanya infeksi yang ditandai dengan suhu tubuh meningkat, merah,
bengkak, keluar cairan (pus), bau busuk, pernafasan sulit.

Gangguan pada gastrointestinal bayi juga merupakan tanda bahaya, antara lain
mekoneum tidak keluar setelah 3 hari pertama kelahiran, urine tidak keluar dalam 24 jam
pertama, muntah, terus menerus, distensi abdomen, faeses hijau/berlendir/darah. Bayi
menggigil atau menangis tidak seperti biasa, lemas, mengantuk, lunglai, kejang-kejang
halus, tidak bias tenang, menangis terus menerus, mata bengkak dan mengeluarkan cairan
juga termasuk tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir (Muslihatun, 2010).

G. Macam-macam Refleks Bayi Baru Lahir


Refleks dalam KBBI adalah gerakan otomatis dan tidak dirancang terhadap
rangsangan dari luar yang diberikan suatu organ atau bagian tubuh yang terkena tersebut
sebagai proses adaptasi kondisi tersebut sesuai dengan teori belajar Piaget bahwa pada
proses belajar anak akan memerlukan adaptasi, adaptasi memerlukan keseimbangan
antara dua proses yang saling menunjang yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi dan
akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Dan refleks ini bagian dari awal belajar bayi mengenal
lingkungannya. Perkembangan fisik dalam dua tahun pertama kehidupan sangatlah
ekstensif.
Pada saat lahir, bayi miliki kepala yang sangat besar bila dibandingkan dengan
bagian tubuh lain. Refleks pada bayi memiliki beberapa nama dan fungsi yang berbeda
pula, dari kepala sampai kaki. Pertama, refleks mencari (rooting-refleks), refleks
menghisap (sucking-refleks), refleks peluk (moro-refleks), refleks menggenggam
(grasping-refleks), dan refleks genggam kaki (Babinski-reflex). Refleks-refleks tersebut
sangat penting, karena merupakan mekanisme pertahanan hidupnya. Biasanya refleks-
refleks tersebut akan menghilang ketika bayi berusia antara 3-4 bulan. Dengan demikian
refleks bisa diartikan sebagai gerakan yang tanpa disadari dilakukan karena suatu
kausalitas, dan seorang bayi memiliki gerak refleks.

Refleks pada bayi memiliki beberapa nama dan fungsi yang berbeda pula,dari kepala
sampai kaki. Pertama, refleks mencari (rooting-reflex), refleksmenghisap (sucking-
reflex), refleks peluk (moro-reflex), refleks menggenggam (grasping-reflex), dan refleks
genggam kaki (babinski-reflex). Refleks-reflekstersebut sangat penting, karena
merupakan mekanisme pertahanan hidupnya.Biasanya refleks-refleks tersebut akan
menghilang ketika bayi berusia antara 3-4 Bulan. Pendapat serupa juga dijelaskan oleh
Monks bahwa Anak yang baru dilahirkan memiliki sejumlah refleks. Refleks ini
merupakan dasar bagi bayi untuk mengadakan reaksi dan tindakan yang aktif. Dan
disebut refleks anak menusu atau refleks bayi. Ada pula yang tidak menghilang atau
disebut refleks permanen. Termasuk yang terakhir ini adalah refleks Achilles (kontraksi
urat-urat daging bila urat Achilles dipukul), reflek surat lutut atau refleks Patellair
(kontraksi urat-urat daging bila ada pukulan pada urat dibawah lutut) dan refleks pupil
(mengecilnya pupil bila ada sinar masuk. Adapun yang termasuk refleks anak sementara
adalah :

1. Refleks Moro

Dalam gerak refleks ini akan mengembangkan tangan kesamping lebar-lebar,


melebarkan jari-jari atau mengembalikan tangannya dengan tarikan cepat seakan
ingin memeluk seseorang (dari itu direfleks ini juga disebut refleks peluk). Refleks
ini bisa ditimbulkan dengan memukul bantal dikedua samping kepala anak atau
dengan menepuk - nepuk tangan, artinya refleks ini timbul karena anak terkejut.
Biasanya akan mulai menghilang sekitar 4 bulan dan sesudah 6 bulan hanya dapat
ditimbulkan dengan susah payah.

2. Refleks Mencium-cium atau “Rooting-refleks”


Dalam gerak refleks ini akan mengembangkan tangan kesamping lebar-lebar,
melebarkan jari-jari atau mengembalikan tangannya dengan tarikan cepat seakan
ingin memeluk seseorang (dari itu direfleks ini juga disebut refleks peluk). Refleks
ini bisa ditimbulkan dengan memukul bantal dikedua samping kepala anak atau
dengan menepuk - nepuk tangan, artinya refleks ini timbul karena anak terkejut.
Biasanya akan mulai menghilang sekitar 4 bulan dan sesudah 6 bulan hanya dapat
ditimbulkan dengan susah payah.

3. Refleks Hisap
Refleks mencium-cium dan refleks hisap biasanya timbul bersama-sama dengan
merangsang pipi. Refleks-refleks ini mempunyai fungsi eksploratif yang
menenangkan. Merupakan hal yang erkenal bahwa bayi pada bulan-bulan pertama
ingin menyelidiki keliling melalui daerah mulut. Dari itu kedua refleks ini disebut
refleks oral, kedua refleks ini akan menghilang sekitar 6 bulan.

4. Refleks Genggam atau Refleks Darwin


Bila kita membuat rangsang dengan menggoreskan jari melalui bagian dalam
lengan anak kearah tangan, tangan akan membuka bila rangsangan hampir sampai
pada telapak tangan. Bila jari diletakkan pada telapak tangan anak akan menutup
telapak tangannya tadi.

5. Refleks Babinski
Refleks Babinski adalah semacam refleks genggam kaki. Bila ada rangsangan
pada telapak kaki, ibu jari kaki akan bergerak keatas dan jari-jari lain membuka.
Kedua refleks ini akan menghilang pada sekitar 6 bulan.

6. Refleks Leher ( Tonic Neck Refleks/TNR )


Refleks leher akan terjadi peningkatan kekuatan otot (tonus) pada lengan dan
tungkai sisi ketika bayi menoleh ke salah satu sisi.
7. Stepping Refleks
Refleks ini juga dikenal dengan istilah walking/dance refleks. Hal ini karena
bayi terlihat seperti melangkah atau menari ketika ia diposisikan dalam posisi tegak
dengan kaki yang menyentuh tangan. Gerakan tiba-tiba ini muncul sejak bayi baru
lahir dan terlihat paling jelas setelah usia 4 hari. Biasanya, gerakan tiba-tiba ini tidak
terlihat lagi ketika bayi di usia 2 bulan.

H. Kondisi yang Mempengaruhi Penyesuaian Pascanatal


1. Lingkungan Pranatal
Lingkungan pranatal yang sehat akan memberi penyesuaian diri yang baik pada
ke hidupan pascanatal. Di lain pihak, terdapat banyak macam gangguan di dalam
Rahim yang dapat dan sering menyebabkan bayi terpaksa lahir, seperti dikatakan
oleh Schwartz, “luka agak parah dan kemudian menjadi penyebab penederitaan
hidup”. Perawatan ibu. Yang kurang baik selama kehamilan yang disebabkan karena
kemiskinan atau acuh tak acuh sering kali menyebabkan kondisi-kondisi yang
kurang menyenangkan berkembang di dalam lingkungan dalam Rahim yang
mempengaruhi perkembangan anak dan mengakibatkan komplikasi selama
persalinan, keduanya mempengaruhi jenis penyesuaian diri bayi. Umumnya bayi
tersebut biasanya membuat penyesuaian diri yang lebih baik pada lingkungan pasca
natal, kecuali bila mereka mengalami kesulitan pernapasan yang dapat menyebabkan
kerusakan otak sementara atau selamanya. Kematian neonatal lebih sering terjadi di
antara bayi-bayi yang dilahir melalui bedah Caesar daripada yang lahir secara
spontan atau dengan bantuan alat-alat.

2. Jenis Persalinan
Kondisi kedua yang mempengaruhi jenis penyesuaian diri pada masa pascanatal
adalah jenis persalinan yang dialami bayi. Sampai sekarang kepercayaan tradisional
tentang hal ini dan efek-efeknya pada penyesuaian individu dalam kehidupan masih
banyak dianut orang. Misalnya, banyak kepercayaan yang berkisar tentang baik
tidaknya waktu kelahiran. Juga ada kepercayaan bahwa mudah atau sulit persalinan
mempengaruhi penyesuaian pacsanatal dan kepercayaan bahwa bayi yang lahir
sebelum waktunya tidak akan sekuat bayi yang cukup bulan atau penyesuaian tidak
seberhasil penyesuaian bayi cukup bulan. Bayi yang dilahirkan secara spontan
biasanya lebih cepat dan lebih berhasil menyesuaikan diri pada lingkungan
pascanatal daripada bayi yang kelahirannya cukup sulit sehingga harus
menggunakan alat atau pembedahan Caesar. Bayi yang lahir dengan pembedahan
Caesar menjadi bayi yang pendiam, tidak banyak menangis dibandingkan dengan
yang lahir secara spontan atau dengan bantuan alat dan kelihatan lebih lesu dan
reaktivitas menurun.

3. Pengalaman yang berhubungan dengan persalinan


Ada dua pengalaman yang berpengaruh besar pada penyesuaian pasca natal
yaitu seberapa jauh ibu terpengaruh oleh obat-obatan selama proses persalinan dan
mudah atau sulitnya bayi dapat bernapas. Bayi yang ibunya sangat besar dipengaruhi
obat-obatan berat badannya menurun dan memerlukan waktu yang lama untuk
mengembalikan berat badannya daripada mereka yang ibunya tidak banyak
dipengaruhi obat-obatan. Federman dan yang, misalnya, melaoprkan bahwa pada
penyesuaian diri bayi dapat berlangsung lama sepanjang bulan pertama setelah lahir.
Beberapa lama efek pengobatan ibu akan berlangsung dan parah tidak efek ini
bergantung pada jenis obat yang digunakan. Mudah tidaknya bayi bernapas setelah
lahir juga mempengaruhi penyesuaian diri jika terjadi gangguan dalam penyediaan
oksigen untuk otak sebelum atau selama persalinan anoxia, maka bayi akan
meninggal. Jika bayi bertahan tetap hidup, bayi akan menderita kerusakan otak
sementara atau selamanya meskipun hal ini baru terlihat setelah berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun setelah lahir cepat, yaitu persalinan yang berlangsung kurang
dua jam. Bila ini terjadi, bayi terlampau cepat perkenalkan dengan oksigen dan
belum siap untuk bernapas. Berapa besar kerusakan otak yang akan terjadi dan
berapa lama akibat ini akan dialami terutama bergantung pada beberapa cepat bayi
dapat bernapas.

4. Lamanya Periode Kehamilan


Dalam tahun-tahun terakhir ini jumlah bayi yang lahir sebelum waktunya
semakin meningkat disebabkan karena, meski memungkinkan untuk
mempertahankan kehidupan bayi yang lahir sebelum waktunya dan mencegah
keguguran, ilmu medis belum mampu mengatasi masalah bayi premature. Banyak
penelitian tentang bayi premature menggunakan rendahnya berat badan sebagai
kriteria utama. Sekarang diketahui bahwa berat badan belumlah cukup untuk
menentukan prematuritas. Kriteria lain adalah usia kehamilan, panjang badan,
pengerasan tulang lingkar kepala, iritabilis, refleks, keadaaan gizi dan penilaian
neurologis. Bayi pascamatur biasanya lebih cepat dan lebih berhasil menyesuaikan
dengan lingkungan pascanatal daripada yang dilahirkan cukup umur, kecuali jika
terjadi kerusakan pada persalinan. Akan tetapi, karena kemungkinan kerusakan
semakin meningkat dengan meningkatnya kelahiran bayi. Bayi-bayi yang belum
cukup umur biasanya mengalami komplikasi dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan pascanatal, dan ini dapat sangat mempengaruhi penyesuaian mendatang.
Bayi yang belum cukup umur menghadapi berbagai kesulitan jauh lebih besar
daripada kesulitan yang dihadapi oleh bayi normal yang cukup umur.

5. Sikap Orang Tua


Jika sikap orang tua kurang menyenangkan, apapun alasannya, hal ini tercermin
dalam perlakuan terhadap bayi yang akan menghalangi keberhasilan penyesuaian
diri pada kehidupan pascanatal. Sebaliknya, orang tua yang sikap nya
menyenangkan memperlakukan bayi sedemikian rupa sehingga mendorong
penyesuaian yang baik. Interaksi orang tua-bayi tidak ditandai oleh ketegangan
emosional dan kegelisahan yang biasanya menghasilkanlebih banyak susu daripada
ibu yang tegang dan gelisah, dan hal ini membantu bayi menyesuaikan diri dengan
cara baru untuk memperoleh makanan. Sikap orang tua kepada bayi yang baru lahir
dipengaruhi sikap yang berkembang selama periode pranatal, melalui kondisi-
kondisi yang dihubungkan dengan kelahiran dan melalui perawatan yang diberikan
kepada bayi setelah meninggalkan rumah sakit. Beberapa kondisi sangat
mempengaruhi sikap ibu sedangkan kondisi yang lain sangat mempengaruhi sikap
ayah.

6. Perawatan Pascanatal
Secara kesulurahan mutu perawatan pasca natal sangat penting dalam
menentukan jenis penyesuaian diri yang akan dilakukan bayi, namun ada tiga aspek
yang terpenting. Ketiga aspek itu adalah banyaknya perhatian yang diperoleh bayi
untuk meyakinkan bahwa kebutuhannya akan dipenuhi dan dalam waktu yang
relative cepat, banyaknya rangsangan yang diperoleh dari waktu ke waktu sejak
dilahirkan, dan derajat kepercayaan orangtua, terutama ibu dalam memenuhi
kebutuhan bayi.
I. Jenis Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir
Seorang ibu mempunyai peran besar dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan
anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang sedang hamil bias
berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa
pertumbuhan bayi/anaknya.
Pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi antara lain persalinan, nifas dan perawatan
bayi baru lahir yang diberikan di sarana kesehatan mulai posyandu, poskesdes,
puskesmas, sampai ke rumah sakit.
a. Pertolongan Persalinan
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi
pada masa disekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan persalinan
tidak dilakukan tenaga kesehatan yang punya kempetensi kebidanan. Cakupan
pertolongan persalinan adalah cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki kempetensi kebidanan (linakes). Cakupan linakes pada tahun 2011
sebesar 83,8% sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 82,53%.
Akan tetapi pencapaian tersebut belum memenuhi target SPM sebesar 90%.
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2011 tertinggi berada
diwilayah puskesmas tebas yaitu sebesar 99,7% sedangkan cakupan terendah berada
di wilayah puskesmas pimpinan yaitu sebesar 64,1% Cakupan pertolongan oleh
tenaga kesehatan di kabupaten sambas cenderung meningkat. Kondisi tersebut
dimungkinkan tidak lepas dari keberhasilan pengembangan berbagai program
kemitraan bidan dan dukun dalam perencanaan persalinan dan pecegahan
komplikasi (P4K).
b. Pelayanan Nifas
Masa nifas adalah masa 6-8 minggu setelah persalinan dimana organ reproduksi
mulai mengalami masa pemulihan untuk kembali normal, walau pada umumnya
organ reproduksi akan kembali normal dalam waktu 3 buan pasca persalinan.
Dalam masa nifas, ibu seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan yang meliputi
pemeriksaan kondisi umum, payudara, dinding perut, perineum, kandung kemih dan
organ kandungan. Karena dengan perawatan nifas yang tepat akan memperkecil
resiko kelainan bahkan kematian ibu nifas.

J. Perubahan-perubahan Bayi Baru Lahir


Bayi baru lahir harus beradapatasi dari
yang bergantungan terhadap ibunya
kemudian menyesuaikan dengan dunia luar,
bayi harus mendapatkan oksigen dari
bernafas sendiri, mendapatkan nutrisi
peroral untuk mempertahankan
kadar gula, mengatur suhu tubuh, melawan
setiap penyakit atau infeksi, dimana
fungsi ini sebelum dilakukan oleh
plasenta.
1. Perubahan Sistem Pernafasan

Perkembangan paru-paru. Paru-paru berasal dari titik yang muncul dari pharynx
kemudian bentuk bronkus sampai umur 8 tahun, sampai jumlah bronchioles untuk
alveolus berkembang, awal adanya nafas karena terjadinya hypoksia pada akhir
persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar Rahim yang merangsang pusat
pernafasan di otak, tekanan rongga dada menimbulkan kompresi paru-paru selama
persalinan menyebabkan rongga dada menimbulkan kompresi paru-paru secara
mekanis.
Awal adanya nafas, dua factor yang berperan pada rangsangan nafas pertama
bayi adalah sebagai berikut :
a) Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar Rahim
yang merangsang pusat pernafasan di otak.
b) Tekanan terhadap rongga dada yang terjadi karena kompresi paru-paru selama
persalinan, yang merangsang masuknya udara ke dalam paru-paru secara
mekanis
Selama dalam Rahim ibu janin mendapat O2 dari pertukaran gas mill plasenta.
Setelah bayi lahir pertukaran gas melalui paru-paru bayi. Rangsangan gas melalui
paru-paru untuk gerakan pernafasan pertama.

a. Tekanan mekanik dari toraks pada saat melewati janin lahir


b. Menurun kadar pH O2 dan meningkat kadar pH CO2 merangsan komereseptor
karohd.
c. Rangsangan dingin di daerah muka dapat merangsang permukaan gerakan
pernafasan.
d. Pernapasan pertama pada BBL normal dalam waktu 30 detik setelah persalinan.
Dimana tekanan rongga dada bayi pada melalui jalan lahir mengakibatkan
cairan paru-paru kehilangan 1/3 dari jumlah cairan tersebut. Sehingga cairan
yang hilang tersebut diganti dengan udara. Paru-paru mengembang
menyebabkan rongga dada tromboli pada bentuk semula, jumlah cairan paru-
paru pada bayi normal 80 ml – 100 ml.
2. Dari Cairan Menuju Udara
Bayi cukup bulan, mempuyai cairan didalam paru-paru dimana selama lahir 1/3
cairan ini diperas dari paru-paru, jika proses persalinan melalui section cesaria maka
kehilangan keuntungan kompresi dada ini tidak terjadi maka dapat mengakibatkan
paru-paru basah.
Beberapa tarikan nafas pertama menyebabkan udara memenuhi ruangan trachea
untuk bronkus bayi baru lahir, paru-paru akan berkembang terisi udara sesuai
dengan waktu.
3. Perubahan Sistem Peredaran Darah
Setelah bayi lahir, sel sel jaringan melewati paru-paru untuk mengambil oksigen
dan mengadakan sirkulasi tubuh menghantar oksigen ke jaringan sehingga harus
terjadi dua hal : penutupan voramen ovale dan penutupan duktus antara arteriosus
antara arteri paru-paru serta aorta.

Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam system pembuluh darah adalah
sebagai berikut :

a. Pada saat tali pusat dipotong, resistensi pembuluh sistemik maningkat dan
tekanan atrium kanan menurun. Tekanan atrium kanan menurun karena
berkurangnya aliran darah ke atrium
kanan tersebut. Hal ini menyebabkan
penurunan volume dan tekanan
atrium kanan itu sendiri. Kedua
kejadian ini membantu darah
dengan kandungan oksigen
sedikit mengalir ke paru-paru
untuk menjalani proses
oksigenasi ulang.
b. Pernafasan pertama menurunkan
resistensi pembuluh darah paru-
paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan. Oksigen pada pernafasan pertama
ini menimbulkan relaksasi dan terbukanya system pembuluh darah paru-paru
(menueunkan resistensi pembuluh darah paru-paru). Peningkatan sirkulasi ke
paru-paru mengakibatkan peningkatan tekanan pada atrium kanan. Dengan
peningkatan tekanan atrium kanan ini dan penurunan tekanan pada atrium kiri,
foreman ovale secara fungsional akan tertutup.
4. Perubahan Sistem Gastrointestinal
Sebelum janin cukup bulan akan menghisap dan menelan refleks gumoh dan
refleks batuk yang matang sudah terbentuk dengan baik pada saat lahir, kemampuan
ini masih cukup selain mencerna ASI, hubungan antara asophagus bawah dan
lambung mash belum sempurna maka akan menyebabkan gumoh pada bayi baru
lahir, kapasitas lambung sangat terbatas kurang dari 30 cc, dan akan bertambah
lambat sesuai pertumbuhannya.
5. Perubahan Sistem Imun Bayi

System imun bayi masih belum matang sehingga rentan terhadap bebagai
infeksi dan alergi jika system imun matang akan memberikan kekebalan alami atau
didapat, berikut contoh kekebalan alami :

a. Perlindungan oleh kulit membrane mukosa


b. Fungsi saringan-saringan saluran nafas
c. Pembentukan koloni mikroba oleh kulit halus dan anus
d. Perlindungan kimia
oleh lingkungan asam
lambung
6. Mekanisme Kehilangan Panas
Tubuh
Tubuh bayi baru lahir belum
mampu untuk melakukan regulasi
tempratur tubuh sehingga apabila
penanganan pencegahan kehilangan panas tubuh dan lingkungan sekitar tidak
disiapkan dengan baik, bayi tersebut dapat mengalami hipotermi yang dapat
mengakibatkan bayi menjadi sakit atau
mengalami gangguan fatal.
a. Evaporasi (penguapan cairan pada
permukaan tubuh bayi)
b. Konduksi (tubuh bayi
bersentuhandengan
permukaan yang tempraturnya lebih
rendah)
c. Konveksi (tubuh bayi terpapar udara
atau lingkungan bertempratur
dingin)
d. Radiasi (pelepasan panas akibat adanya benda yang lebih dingin didekat tubuh
bayi)

7. Perubahan Sistem Ginjal


Pada bulan keempat kehidupan janin, ginjal terbentuk. Di dalamm Rahim,
urin sudah terbentuk dan di ekskresi ke dalam cairan amnion. Beban kerja ginjal
dimulai saat bayi lahir sehingga masukkan cairan meningkat, mungkin urin akan
tampak keruh termasuk berwarna merah muda. Hal ini disebabkan oleh kadar
urin yang tidak banyak berarti. Biasanya sejumlah kecil urin terdapat dalam
kandungan kemih bayi saat lahir, tetapi bayi baru lahir mungkin tidak
mengeluarkan urin selama 12-24 jam. Berkemih sering terjadi setelah periode
ini. Berkemih 6-10 kali dengan warna urin pucat menunjukkan masukkan cairan
yang cukup. Umumnya, bayi cukup bulan mengeluarkan urin 15-60 ml/kg
perhari.
Intake cairan sangat mempengaruhi adaptasi fisiologis bayi pada system
ginjal. Oleh karena itu, pemberian ASI sesering mungkin dapat membantu
proses tersebut. Seorang perawat dapat menganjurkan dan memberikan
konseling kepada klien untuk memberikan ASI sesering mungkin pada bayi
untuk membantu adaptasi fisiologis bayi baru lahir pada lingkungan barunya.
8. Perubahan Sistem Reproduksi
Anak laki-laki tidak menghasilkan sperma sampai pubertas, tetapi anak
perempuan mempunyai ovum atau sel telur dalam indung telurnya. Kedua jenis
kelamin mungkin memperlihatkan pembesaran payudara, terkadang disertai
sekresi cairan pada putting pada hari 4-5 karena adanya gejala berhentinya
sirkulasi hormone ibu.
Pada anak perempuan, peningkatan kadar estrogen selama masa hamil yang
diikuti dengan penurunan setelah bayi lahir mengakibatkan pengeluaran suatu
cairan mukoid atau terkadang pengeluaran bercak darah melalui vagina. Pada
bayi baru lahir cukup bulan, labia mayora dan minora menutupi vestibulum.
9. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Otot sudah dalam keadaan lengkap pada saat lahir. Tetapi tumbuh melalui
proses hipertrofi. Tumpang tindih atau moulagu dapat terjadi pada waktu lahir
karena tulang pembungkus tengkorak belum seluruhnya mengalami osifikasi.
Moulage ini dapat menghilang beberapa hari setelah melahirkan. Ubun-bun
besar akan tetap terbuka hingga usia 18 bulan. Kepala bayi cukup bulan
berukuran ¼ panjang tubuh. Lengan sedikit lebih panjang dari pada tungkai.
10. Perubahan Sistem Saraf
Jika dibandingkan dengan system tubuh yang lain, system saraf belum
matang secara anatomi dan fisiologi. Hal ini mengakibatkan control yang
minimal oleh korteks serebri terhadap sebagian besar batang otak dan aktivitas
refleks tulang belakang pada bulan pertama kehidupan waalupun sudah terjadi
interaksi social. Adanya beberapa aktivitas refleks yang terdapat pada bayi baru
lahir menandakan adanya kerja sama antara system saraf dan system
musculoskeletal.
11. Perubahan Sistem Integumen
Pada bayi baru lahir cukup bulan, kulit berwarna merah dengan sedikit
verniks kaseosa. Sementara itu, bayi premature memiliki kulit tembus pandang
dan banyak verniks. Pada saat lahir, tidak semua verniks dihilangkan karena
absorpasi oleh kulit bayi dan hilang dalam 24 jam. Bayi baru lahir tidak
memerlukan bedak atau cream karena zat-zat kimia dapat mempengaruhi pH
kulit bayi.

K. Rencana Asuhan Bayi Baru Lahir


Menurut Muslihatun (2010), rencana asuhan pada bayi baru lahir adalah sebagai
berikut :

a. Minum Bayi
Pastikan bayi diberi minum sesegera mungkin setelah lahir (dalam waktu 30
menit) atau dalam 3 jam setelah masuk rumah sakit, kecuali apabila pemberian
minum harus ditunda karena masalah tertentu. Bila bayi dirawat di rumah sakit,
upayakan ibu mendampingi dan tetap memberikan ASI.
b. ASI Eksklusif
Anjurkan ibu untuk memberikan ASI dini (dalam 30 menit 1 jam setelah lahir)
dan eksklusif. ASI eksklusif mengandung zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh
kembang bayi, mudah dicerna dan efesien, mencegah berbagai penyakit infeksi.
Berikan ASI sedini mungkin. Jika ASI belum keluar, bayi tidak usah diberi apa-apa,
biarkan bayi mengisap payudara ibu sebagai stimulasi keluarnya ASI. Cadangan
nutrisi dalam tubuh bayi cukup bulan dapat sampai selama 4 hari pasca persalinan.
Prosedur pemberian ASI adalah sebagai berikut :
1) Menganjurkan ibu untuk menyusui tanpa dijadwal siang malam (minimal 8 kali
dalam 24 jam) setiap bayi menginginkan. Bila bayi melepaskan isapan dari satu
payudara, berikan payudara lain.
2) Tidak memaksakan bayi menyusu bila belum mau, tidak melepaskan isapan
sebelum bayi selesai menyusu, tidak memberikan minuman lain selain ASI, tidak
menggunakan dot atau empeng.
3) Menganjurkan ibu hanya memberikan ASI saja pada 4-6 bulan pertama.
4) Memperhatikan posisi dan perlekatan mulut bayi dan payudara ibu dengan benar.
5) Menyusui dimulai apabila bayi sudah siap, yaitu : mulut bayi membuka lebar,
tampak Rooting reflex, bayi melihat sekeliling dan bergerak.
6) Cara memegang bayi : topang seluruh tubuh, kepala dan tubuh lurus menghadap
payudara, hidung dekat puting susu.
7) Cara melekatkan : menyentuhkan putting pada bibir, tunggu mulut bayi terbuka
lebar, gerakan mulut kearah puting sehingga bibir bawah jauh dibelakang areola.
8) Nilai perlekatan dan refleks menghisap : dagu menyentuh payudara, mulut
terbuka lebar, bibir bawah melipat keluar, areola di atas mulut bayi lebih luas
dari pada di bawah mulut bayi, bayi menghisap pelan kadang berhenti.
9. Menganjurkan ibu melanjutkan menyusui eksklusif, apabila minum baik.
c. Perlinduungan Ternal ( Termogulasi )
1. Mencegah kehilangan panas tubuh
a) Keringkan tubuh bayi dengan handuk bersih
b) Kering dan hangat, selimuti, tutup bagian kepala bayi
c) Minta ibu untuk mendekap tubuh bayi dan segera menyusukan bayinya
d) Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat
e) Jangan segera enimbang ( tanpa pentup tubuh ) dan memandikan bayi
2. Rekomendasi untuk memandikan bayi
a) Tunggu (minimal) 6 jam sebelum memandikan bayi (tunggu lebih lama
untuk bayi asfiksia atau hipotermia)
b) Lakukan setelah stabilnya tempratur tubuh bayi (36,5-37,5 derajat celcius)
c) Mandikan dalam ruangan yang hangat dan tidak banyak hembusan angsin
d) Mandikan secara cepat dengan menggunakan air hangat
e) Segera keringkan tubuhnya (dengan handuk bersih, kering, dan hangat)
f) Segera kenakan pakaiannya
g) Tempatkan di dekat ibunya
h) Beri ASI sedini mungkin
3. Strees dingin
Stress dingin menimbulkan masalah fisiologis dan metabolisme pada semua
bayi baru lahir tanpa memandang usia kehamilan dan kondisi lain. Kecepatan
pernafasan meningkat sebagai respon terhadap kebutuhan oksigen ketika
konsumsi oksigen meningkat secara bermakna pada pada stress dingin.
Efek stress dingin, ketika seorang bayi mengalami stress akibat udara dingin,
konsumsi oksigen akan meningkat, terjadi vasokontriksi perifer, dan
vasokontriksi pulmoner sehingga ambilan oksigen oleh paru dan kadar oksigen
menuntun dijaringan. Glikolisis anaerobic meningkat dan terdapat peningkatan
PO2 dan pH yang mengakibatkan asidosi metabolic.
4. Pemeliharaan Pernafasan
a) Menjaga suhu tubuh
Bayi diletakkan di atas radiant warner dan secepat mungkin dikeringkan.
Lepaskan dengan cepat kain yang basah dan bungkus bayi dalam selimut
yang hangat untuk mengurangi kehilangan panas. Atau dengan cara
meletakkan bayi yang kering di kulit dada atau perut ibu yang menggunakan
suhu panas dari tubuh ibu.
b) Pembebasan Jalan Nafas
Posisi bayi lahir adalah telentang atau miring pada satu sisi dan kepala pada
posisi netral. Kemudian lender dibersihkan dengan mengusap mulut dan
hidung dengan menggunakan kasa atau kain. Bila lender lebih banyak, kepala
bayi dimiringkan ke samping dan lender dihisap dari jalan nafas.
c) Rangsangan Taktil
Apabila tidak terjadi pernafasan spontan, dilakukan pengusapan punggung,
jentikan pada telapak kaki mungkin bias merangsang pernafasan spontan.
d) Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen 100% diberikan pada keadaan seperti sianosis, brakikardi,
da tanda distress pernafasan yang lain pada bayi yang bernafas selama
stabilisasi.
d. Pemotongan dan Perawatan Tali Pusat
1) Pemotongan Tali Pusat
Setelah seluruh badan bayi lahir,pegang bayi bertumpu pada lengan kanan
sedemikian rupa hingga bayi menghadap kea rah penolong, nilai bayi dengan
cepat, kemudian letakkan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala lebih
rendah dari badan. (Bila tali pusat terlalu pendek, letakkan bayi di tempat
yang memungkinkan). Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan
badan bayi kecuali bagian tali pusat, menjepit tali pusat menggunakan klem
kira-kira 3 cm dari umbilicus bayi, melakukan urutan pada tali pusat di antara 2
klem menggunakan tangan kiri, dengan perlindungan jari-jari tangan kiri,
memotong tali pusat di antara kedua klem.
2) Mengikat Tali Pusat
Mengikat tali pusat ± 1 cm dari umbilicus dengan simpul mati, mengikat baik
tali pusat dengan simpul mati untuk kedua kalinya, melepaskan klem pada tali
pusat dan memasukkannya ke dalam wadah berisi larutan 0,5%, membungkus
kembali bayi.
3) Merawat Tali Pusat
Sementara menggunakan sarung tangan, bersihkan cemaran atau darah dalam
larutan klorin 0,5 % bilas dengan air matang atau DTT kemudian keringkan
dengan handuk, ikat (dengan simpul kunci) tali pusat pada 1 cm dari pusat bayi
(dengan tali atau menjepit), lepaskan klem menjepit tali pusat dan masuk pusat
pengolesan alcohol atau povidone iodine pada punting tali pusat masih
dibolehkan selama tidak menyebabkan tali pusat basah/lembab).
4) Nasehat bagi Ibu atau Keluarganya untuk merawat tali pusat
Lipat popok dibawah punting tali pusat, jika puntungnya kotor, bersihkan
dengan air matang/DDT kemudian keringkan kembali secara seksama, warna
kemerahan atau timbulnya nanah pada pusar atau punggung tali pusat adalah
tanda abnormal (bayi tersebut harus dirujuk untuk penanganan lebih lanjut).
5) Kewaspadaan Pencegahan Infeksi
Anggaplah setiap orang berpotensi menularkan infeksi, cuci tangan/gunakan
cairan dengan berisi alcohol, gunakan sarung tangan, pakai baju pelindungan,
bersihkan bila perlu lakukan DDT peralatan, bersihkan ruang perawatan secara
rutin, letakkan bayi yang mungkin mengkontaminasi lingkungan.
6) Pencegahan Infeksi
Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan bayi, gunakan sarung tangan
bersih saat menangani bayi yang belum dimandikan, semua peralatan sudah di
DDT dan jangan menggunakan alat dari bayi yang satu dengan lainnya sebelum
di proses dengan benar, pastikan handuk pakain, selimut, kain dan sebagainya
dalam keadaan bersih sebelum dipakaikan pada bayi, termasuk penggunaan
timbangan, pita pengukur, stetoskop dan peralatan lainnya.
7) Tetes Mata Profilaksis
Gunakan tetes mata perak nitrat 1%, salep tetraksin 1% atau salep eritromisin
0,5%, berikan dalam 1 jam pertama kelahiran, setelah pemberian tetes mata
profilaksis, kembalikan bayi pada ibunya untuk disusukan dan bergabung
kembali.

e. Evaluasi Nilai APGAR


No Nilai APGAR 0 1 2
1 Apperance Seluruh tubuh Badan merah Seluruh tubuh
biru atau putih ekstremitas biru kemerahan
2 Pulse (nadi) Tidak ada <100/menit >100/menit
3 Greemace Tidak ada Perubahan mimic Bersin/menangis
(menyeringai)
4 Activity Tidak ada Esktremitas sedikit Gerakan aktif /
(tonus otot) fleksi ekstremitas fleksi
5 Respiratory Tidak ada Lemah / tidak Menangis kuat / keras
(pernapasan) teratur
( Prawiroharjo, 2005:249 )

Penilaian ini dilakukan pada saat bayi lahir (ment ke 1 dan 5 sehingga dapat
mengidentifikasi bayi baru lahir yang memerlukan pertolongan lebih cepat.
1) Penilaian awal
Menangis kuat atau bernafas tanpa kesulitan, warna kulit bayi (merah muda,
pucat atau kebiruan), gerakan, posisi esktremitas atau tonus otot bayi.
2) Penatalaksanaan awal BBL
Penilaian awal, mencegah kehilangan panas tubuh, rangsangan taktil, merawat
tali pusat, memulai pemberian asi, pencegahan infeksi, termasuk profilaksis
gangguan pada mata.
3) Meconium pada cairan ketuban
Berakaitan dengan adanya gangguan intrauterine kesejahteraan bayi trauma bila
konsistensinya kental atau jumlahnya berlebihan, menimbulkan masalah apabila
terjadi aspirasi ke dalam saluran nafas bayi baru lahir, walaupun bayi tampai
bugar, tetap lakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjaadinya penyulit.
4) Kondisi yang memerlukan rujukan
Bayi dengan kelainan bawaan (hidrosefalus, mikrosefalus, megakolom, langit-
langit terbelah, bibir sumbing), bayi dengan gejala dan tanda infeksi, tidak dapat
menyusui atau keadaan umumnya jelek, asfiksia dan tidak memberi respons
yang baik terhadap tindakan resusitasi.

f. Asfiksia dan Resusitasi pada Bayi Baru Lahir


1. Asfiksia
Asfiksia merupakan penyebab utama lahir mati dan kematian neonates.
Selain itu asfiksia menyebabkan mortalitas yang tinggi dan sering menmbulkan
gejala sisa berupa kelainan neurology. Inside asfiksia perinatal di Negara maju
berkisar 1,0-1,5% tergantung dari masa gestasi dan berat lahir. Insidensi asfiksia
pada bayi matur berkisar 0,5% , sedangkan bayi premature adalah 0,6%. Di
Indonesia, prevelansi asfiksia sekitar 3% kelhiran (1998) atau setiap tahunnya
sekitar 144/900 bayi dilahirkan dengan keadaan asfiksia dengan dann berat.
Batasan asfiksia adalah suatu keadaan hipoksia yang progresif, akumulasi CO2
dan asidosis.
Klasifikasi : tanpa asfiksia (nilai APGAR 8-10), asfiksia ringan sedang
(nilai APGAR 4-7), asfiksia berat (nilai APGAR 0-3). Tujuan mengenali dan
mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir. Asfiksia adalah
kesulitan atau kegagalan memulai dan melanjutkan pernafasan pada bayi baru
lahir, disebut sebagai asfiksia sekunder bila terjadi kesulitan benafas setelah
sebelumnya dapat bernafas pada saat dilahirkan.
2. Resusitasi
a) Ventilasi
Indikasi pemberian ventilasi tekanan positif antara lain apnea atau gasping,
denyut jantung kurang dari 1000x/menit. Pemberian ventilasi berkisar 40-60x
pernafasan permenit (30 kali pernafasan bila disertai dengan pemijatan dada).
b) Pemijatan Dada
Pemijatan dada diberikan pada daerah 1/3 dibawah sternum, teknik yang
digunakan adalah dengan :
1) Dua ibu jari pada sternum saling bertumpu atau berdampingan
tergantung besar bayi dan jari lain melingkar dada dan menahan
punggung.
2) Dua jari diletakkan di sternum pada sudut kanan dada dan tangan yang
lain menahan punggung.
c) Medikasi
Obat-obat yang diberikan pada resusitasi bayi baru lahir :
1) Epineprim
Dosis yang direkomendasikan 0,1-0,3 ml/kg. BB dalam larutan 1 : 1000
(0,01 mg-003mg/kg.BB) melalui i.v atau endotrakeal di ulang setiap 3-5
menit bila perlu.
2) Bikarbonat
Dosis yang di gunakan 1-2 meq/kg.BB (0,5 meq/ml larutan). Diberikan
secara lambat i.v minimal lebih dari 2 menit bila ventilasi dan perfusi
baik.
d) Penatalaksanaan lagkah awal resusitasi
Cegah kehilangan panas (keringkan dan selimuti tubuh bayi), posisikan
dengan benar dan bersihkan jalan nafas. Kemudian lakukan upaya inisiasi
atau perbaiki pernafasan, lakukan rangsangan taktil. Bentuk rangsangan taktil
yang tidak dianjurkan, bentuk rangsangan seperti :
1) Menepuk bokong
2) Meremas atau memompa rongga dada
3) Menekankan kedua paha ke perut bayi
4) Mendilatasi sfinkter ani
5) Kompres atau merendam di air panas dan dingin
6) Mengguncang-guncang tubuh bayi
7) Meniupkan oksigen
8) Udara dingin ke tubuh bayi
Resiko : trauma, fraktur, pneumotoraks, gawat nafas, kematian, repture hati
atau limpa, perdarahan dalam, sfinkter ani robek, hipotermia, hipertemia,
luka bakar, kerusakan otak.
Pembersihan jalan nafas : bila air ketuban jernih, hisap lender di mulut,
kemudian lakukan pengisapan lender dari mulut dan hidung saat kepala lahir
dan bila setelah lahir bayi menangis dengan kuat, lakukan asuhan BBL
seperti biasa. Bila tidak, lakukan pembersihan jalan nafas.
Penilaian segera : usaha bernfas atau menangis, warna kulit BBL, denyut
jantung bayi, temuan dan tindakan : biila bayi menangis, bernafas teratur dan
kulit kemerahan maka lakukan asuhan BBL normal, bila tidak menangis,
kulit pucat atau kebiruan dan denyut jantung kurang dari 100x permenit,
lakukan tindakan resusitasi.
Memposisikan bayi : baringkan bayi terlentang atau sedikit miring dengan
posisi kepala sedikit ekstensi, pastikan tali pusat telah di potong agar
pengaturan posisi menjadi leluasa, hisap lender dimulut dan hidung yang
mungkin dapat menyumbat jalan nafas, jangan menghisap terlalu dalam
kaerna dapat terjadi reaksi vaso-vagal.
Rangsangan taktil dan upaya bernafas : gosok dengan lembut punggung,
tubuh, kaki atau tangan bayi atau tepuk/sentil telapak kaki bayi, pengeringan
tubuh, menghisap lender dan rangsangan taktil sebaiknya tidak melebihi dari
30-60 detik, jika setelah waktu tersebut bayi masih sulit bernafas, maka
lakukan bantuan pernafasan denga ventilasi positif.
e) Langkah Resusitasi
Pastikan balon dan sungkup berfungsi baik, telah mencuci tangan dan
memakai sarung tangan, selimuti bayi dengan kain kering dan hangat
(kecuali muka dan dada) letakkan dilingkungan yang hangat, posisikan tubuh
dan kepala bayi dengan benar, pasang sungkup melingkupi dagu, mulut dan
hidung, tekan balon dengan dua jari atau seluruh jari (tergantung ukuran yang
tersedia), periksa pertautan sungkup dengan bahu dan gerakan ventilasi
sekitar 40 kali per 30 detik dan perhatikan gerakan dada, bila dada tidak
bergerak naik-turun, periksa kembali pertautan sungkup bayi atau fungsi
balon.
Setelah ventilasi 30 detik, lakukan penilaian pernafasan, warna kulit dan
denyut jantung, bila belum normal, ulangi ventilasi positif selama 30 detik
kedua dan nilai kembali, bila masih megap-megap dan terdapat retraksi
dinding dada, ulangi kembali ventilasi positif dengan oksigen murni, bila
setelah 20 menit bayi masih kesulitan dengan oksigen, pasang pipa
nasogastric untuk mengurangi atau mengosongkan udara dalam lambung.
Kemudian rujuk ke fasilitas rujukan, bila setelah 20 menit ventilasi positif
ternyata bayi tetap tidak bernafas maka resusitasi dihentikan. Bayi
dinyatakan meninggal dan diberitahukan pada keluarga bahwa upaya
penyelamatan gagal dan beri dukungan emosional kepada mereka.
Pemasangan pipa lambung : untuk mengeluarkan udara yang masuk ke
dalam lambung saat dilakukan bantuan pernafasan dengan ventilasi positif,
timbunan udara dilambung dapat menekan diafragma dn menghalangi upaya
bernafas atau pengembangan paru, dapat menyebabkan muntah dan terjadi
aspirasi isi lambung ke dalam paru-paru.
Asuhan pascaresusitasi : jaga tempratur tubuh bayi, baik dengan selimut
ataupun didekap oleh ibunya, minta ibunya untuk segera menyusukan
bayinya, cegah infeksi ikuan atau paparan bahan tidak sehat, pantau kondisi
kesehatan bayi secara berkala, termasuk kemampuan menghisap ASI, rujuk
bila terdapat tanda-tanda gawat darurat (demam tinggi, icterus, lemah, tidak
dapat menghisap asi, kejang-kejang).
g. Bounding Attachment
1. Bounding Attachment
Sejak awal konsepsi, proses ikatan (attachment) antara abyi dan orang tuanya
dilanjutkan hubungan kasih saying (bounding relationship) antara ibu dan bayi
segera setelah lahir.
Menurut Nerson dan May (1986), bounding adalah dimulainya interaksi
emosi, fisik dan personal antara orangtua dan bayi setelah lahir.
Menurut Sherwan mendefinisikan bounding adalah hubungna yang unik
antara dua orang yang khusus dan berlanjut sepanjang waktu.
Sedangkan Attachment menurut Nerson dan May adalah ikatan perasaan
yang terjadi antara ibu dan bayi meliputi curahan perhatian serta adanya
hubungan emosi dan fisik yang snagat akrab, ikatan ini dimulai sejak kehamilan
ibu 20 minggu (biasanya terjadi pada pertengahan trimester).
Bounding Attachment merupakan peningkatan tali kasih danketertarkan
ikatan batin antara orangtua dan bayi. Tujuan bounding attachment adalah untuk
membantu tumbuh kembang fisik, emosi, dan intelektual seorang anak dari awal
kehidupan hingga dewasa. Amnfaat dilakukannya bounding attachment adalah
bayi merasa dicintai dan diperhatikan, bayi merasa aman karena mendapat
dekapan dari ibunya, merupakan awal dalam menciptakan dasar-dasar
kepribadian yang positif, contoh : perasaan besar hati dan sikap positif terhadap
orang lain. Faktor-faktor penghambat dilakukannya bounding attachment :
a) Kurang support dari keluarga, orangtua, dan tenaga kesehatan
b) Proses persalinan dengan tindakan/operatif/SC
c) Bayi dan ibu dengan risiko (tidak rawat gabung)
d) Kehadiran bayi yang tidak diharapkan (unwaried child)
Upaya untuk meringankan bounding attachment, membantu orang
tua/keluarga beradaptasi untuk ibu dengan memberikan perawatan dasar,
mendiskusikan pengalaman persalinannya, ijinkan ibu memeriksa bayinya, ajak
ibu berkomunikasi dengan bayinya, ayah : ijinkan ayah kontak sendini mungkin
dengan bayi, ijinkan ayah mengekspresikan perasaannya, ijinkan ayah memeriksa
bayinya.
2. Rawat Gabung
a) Deinisi
Rawat gabung (Rooming in) adalah penempatan buaian bayi baru lahir dalam
satu kamar dengan ibunya. Biasanya disamping tempat tidur ibunya, hal ini
lanjutan dari early ambulation dimaksud kan untuk memungkinkan ibu
memelihara anaknya dan menguntukan karena kasih saying ibu dan anak
akan terjalin membuat ibu lebih pandai memelihara anaknya jika sudah
keluar dari tempat bersalin, cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru
dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan
kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam sehariannya.
b) Tujuan
1) Agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin, kapan saja, dimana
saja ia membutuhkan.
2) Agar ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi secara benar
yang dilakukan oleh petugas.
3) Agar ibu mempunyai pengalaman dalam merawat bayinya sendiri selagi
ibu masih dirumah sakit.
4) Dapat melibatkan suami secara aktif untuk membantu ibu dalam
menyusui bayinya secara baik dan benar.
5) Ibu dapat kehangatan emosional /batin karena selalu kontak dengan
bayinya.
c) Sasaran dan syarat rooming in
1) Lahir spontan baik presentasi kepala maupun bokong
2) Bila lahir dengan tindakan, maka rawat gabung dilakukan setelah bayi
cukup sehat
3) Refleks menghisap baik, tidak ada tanda-tanda infeksi
4) Bayi lahir section cesaria dengan pembiusan umum
5) Rawat gabung dilkukan setelah ibu sadar dan bayi tidak mengantuk,
missal 4-6 jam setelah operasi
6) Bayi tidak asfiksia setelah lima menit pertama (A/S ≥ 7)
7) Umur kehamilan ≥ 37 minggu
8) Berat badan lahir ≥ 2500 gram
9) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum
10) Bayi dan ibu sehat
Rawat gabung tidak diperbolehkan pada :
1.) Bayi sangat premature
2.) Berat badan lahir kurang 2000 gram
3.) Bayi sepsis
4.) Gangguan nafas
5.) Cacat bawaan
6.) Ibu dengan infeksi berat
d) Manfaat rawat gabung
1) Aspek fisik : mengurangi kemungkinan infeksi silang dari pasien lain
atau petugas, dengan menyusui dini kolostrum dapat memberikan
kekebalan, ibu setiap saat dapat melihat bayinya maka dapat dengan
mudah mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada bayinya.
2) Aspek fisiologis : bayi akan dapat ASI lebih sering sehingga bayi akan
lebih banyak mendapatkan nutrisi secara fisiologis, seringnya bayi
menyusui maka akan timbul refleks oksitosin/let down refleks yang lebih
baik hal ini akan membantu proses fisiologis involusi Rahim dan
membantu memeras/memancarkan ASI keluar serta refleks prolactin
memacu proses produksi ASI keluar serta refleks prolactin memacu
proses produksi ASI, dengan menyusui teratur merupakan alat
kontrasepsi alamiah.
3) Aspek psikologis : terjalin proses lekat (early infant mother bounding)
akibat sentuhan badaniah antara ibu dan bayinya, refleks let down
bersifat psikosomatis, dab bayi akan mendapatkan rasa aman dn
terlindung merupakan dasar bagi terbentuknya rasa percaya pada diri
anak.
4) Aspek ekonomi : adanya penghematan anggaran pengeluaran untuk
pembelian susu formula, botol susu, dot, serta peralatan lainnya, beban
perawat menjadi lebih efisien waktu, lama perawatan ibu menjadi lebih
pendek, involusi rahim lebih cepat.
5) Aspek edukatif : ibu mempunyai pendidikan dan pengalaman yang
berguna sehingga mampu menyusui serta merawat bayinya.
6) Aspek medis : menurunkan terjadinya infeksi nasokomial, menurunkan
angka mortalitas dan morbiditas.
e) Faktor-faktor yang mempengaruhi
1) Peranan social budaya : kemajuan teknlogi, perkembangan industry,
uebanisasi dn oengaruh kebudayaan barat sehingga menimbulkan
pergeseran social budaya masyarakat.
2) Factor ekonomi : ekonomi tinggi menyebabkan mudah membeli susu
formula.
3) Peranan tatalaksana rumah sakit atau rumah bersalin : bayi dipuaskan
beberapa hari, memberikan makanan pre-lek-teal sehingga bayi malas
menyusu, ibu dan bayi dirawat berpisah.
4) Rumah sakit atau rumah bersalin yang memberikan susu formula
5) Factor dalam diri ibu sendiri : keadaan gizi ibu, pengalaman/sikap ibu
terhadap penyusun, keadaan emosi ibu, keadaan payudara ibu.
f) Peran masyarakat dan pemerintah
1) Impress no 14 1975 menteri ekonomi dan kesejahteraan rakyat selaku
coordinator pelaksana menetapkan bahwa salah satu program perbaikan
gizi yakni peningkatan penggunaan ASI.
2) Permenkes 240/1985 melarang para produsen susu buatan/formula
mencantumkan kalimat susu formula sama dengan ASI atau lebih baik
dari ASI.
3) Permenkes 76/1975 untuk mencantumkan label tidak cocok untuk bayi
pada susu kental manis.
4) Pencanangan peningkatan penggunaan ASI oleh bapak presiden secara
nasional pada hari ibu ke 62 (desember 1990).
5) Melarang promosi susu buatan/formula sebagai penggantin ASI.
6) Menganjurkan menyusui secara ekslusif.
7) Melaksanakan rawat gabung dirumah sakit bersalin.
8) Upaya penerapan 10 langkah untuk keberhasilan menyusui bayi di semua
rumah sakit, rumah sakit bersalin, rumah brsalin dan puskesmas.
h. Pemberian ASI awal
Pastikan pemberian ASI dimulai dalam 1 jam setelah bayi lahir, lakukan inisiasi
menyusui dini (IMD), anjurkan ibu memeluk dan menyusukan bayi setelah tali pusat
dipotong, lanjutkan pemberian ASI setelah plasenta lahir dan tindakan lain yang
diperlukan, telah selesai dilaksanakan, minta anggota keluarganya membantu ibu
menyusukan bayinya.
Pedoman umum menyusui : mulai dalam 1 jam setelah lahir, jangan berikan
makanan atau minuman lain selain ASI, pastikan ASI diberikan hingga 6 bulan
pertama kehidupan bayi, berikan ASI setiap saat (siang malam) bila bayi
membutuhkannya, pemberian ASI secara dini, merangsang produksi ASI,
memperkuat refleks isap bayi, promosi keterikatan ibu-bayi, memberi kekebalan pasif
melalui kolostrum, merangsang kontraksi uterus (untuk involusi).
Cara menyusui : peluk tubuh bayi dan hadapkam mukanya ke payudara ibu
sehingga hidungnya berada di depan putting susu, dekatkan mulut bayi ke payudara
bila tampak tanda-tanda siap menyusu, cara menempelkan mulut pada payudara :
sentuhkan dagu bayi pada payudara, tempelkan ulutnya (yang terbuka lebar) pada
puting susu sehingga melngkupi semua areola mamae (bibir bawahnya melingkupi
putting susu). Perhatikan gerakan menghisap dan jaga agar hidung bayi tidak tertutup
oleh payudara.
Perawatan payudara : pastikan puting susu dan areola mamae selalu dalam
keadaan bersih, gunakan kain bersih untuk menyeka putting susu dan gunakan sedikit
ASI sebagai pelembab, lecet dan retak bukan alasan untuk mengehentikan pemberian
ASI, ajarkan cara menyusukan yang benar untuk menghindarkan lecet/retak dan
kurangnya asupan untuk bayi, ajarkan cara untuk mengenali dan mencari pertolongan
bila terjadi bendungan ASI atau mastitis.
Cara Menyusui yang Benar

Rawat Gabung
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengertian Hiperbilirubin
1. Pengertian
Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel darah
merah (SDM) dan resorpsi lanjut dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus
halus. Kondisi mungkin tidak berbahayaatau membuat neonatus beresikoterhadap
komplikasi multiple atau efek-efek yang tidak diharapkan (Doenges, 2001).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah baik oleh
faktor fisiologik maupun non-fisiologis, yang kadar nilainya lebih dari normal.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam
darah >10 mg/dL pada minggu pertama yang secara klinis ditandai dengan ikterus
(Suriadi, 2001).
Hiperbilirubinemia adalah warna kuning pada kulit dan organ-organ lain akibat
akumulasi bilirubin diberi istilah jaundice atau ikterus. Jaundice pada bayi baru
lahir, suatu tanda umum masalah yang potensial, terutama disebabkan oleh bilirubin
tidak terkonjugasi, produk pemecahan hemoglobin (Hb) setelah lepas dari sel-sel
darah merah (SDM) yang telah dihemolisis(Jensen, 2005).

2. Penyebab Hiperbilirubin
Ikterus pada bayi dapat disebabkan oleh beberapa factor, antara lain sebagai berikut :
a) Produksi yang berlebihan
Produksi yang berlebihan, lebih dari kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada himolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO,
defisiensi enzim G6PD, pyruvate kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake dan onjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia, dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glucoronil trasnferase. Penyebab lain adalah
defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin
ke sel-sel hepar.
c) Gangguan dalam transportasi
Bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat-obat, misalnya : salisilat
dan sulfaforaolw. Deifisensi albumin menyebakan lebih banyak terdapatnya
bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak
(Surasmi, 2013).
d) Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat osbtruksi dalam hepar atau diluar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar (Surasmi,
2013).

3. Patofisiologi Hiperbilirubin
Meningkatnya kadar bilirubin dapat juga disebabkan produksi yang berlebhan.
Sebagaian besar hiperbilirubin berasal dari destruksi eritrosit yang menua. Pigmen
kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh
kerja hemo oksigenisasi, biliverdin reductase, dan agen pereduksi nonenzimatik
dalam system retikuloendotelial.
Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein
intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah
hepatic dan adanya ikatan protein. Bilirubin tak terkonjugasi dalam hati diubah atau
terkonjugasi oleh enzim asam uridin difosfoglukoronat – uridin diphosphoglucuronic
acid (UDPGA) glukorinil trasnferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida
yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui
ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membrane
kanikular. Kemudian ke system gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri
menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorpsi kembali
melalui sirkulasi enterohepatik.
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut
dalam lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan
hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak
efektifnya glukorinil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatic
kemungkinan karena penurunan protein hepatic sejalan dengan penurunan aliran
darah hepatic. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukorinil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang
terdapat dalam ASI terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan
bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu ke 2
sampai ke 3. Biasanya dapat mencapai usia 4 sampai minggu dan menurun 10
minggu. Jika pemberian asi dilanjutkan, hiperbilirubin akan menurun berangsur-
angsur dan dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih
rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan
cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama 1
sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula mengakibatkan penurunan
serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan
hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya (Suriadi,
2001).

4. Metabolisme Hiperbilirubin
Sebagian besar produksi bilirubin merupakan akibat degradasi hemoglobin pada
system retikuloenditelial. Tingkat penghancuran hemoglobin pada neonates lebih
tinggi daripada bayi yang lebih tua. Sekitar 1 g hemoglobin dapat menghasilkan 35
mg bilirubin indirek, yaitu bilirubin yang larut dalam lemak tetapi tidak larut dalam
air.
Pembentukan bilirubin di awali dengan proses oksidasi yang menghasilkan
biliferdin. Setelah mengalami reduksi biliferdin menjadi bilirubin bebas. Di dalam
plasma bilirubin bebas terseut terikat/bersenyawa dengan albumin dan di bawa ke
hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan sehingga bilirubin terikat oleh
reseptor membrane sel hepar dan masuk ke dalam hepotosi. Transportasi bilirubin
indirek melalui ikatan dengan albumin. Bilirubin di transfer melalui membrane sel
ke dalam hepatosit, sedangkan albumin tidak. Di dalam sel, bilirubin akan terikat
pada ligandin, serta sebagian kecil pada glutation S-trasnferase lain dan protein Z.
proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas
albumin hepatosit dikonjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu. Di dalam sitosol
hepatosit, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak.
Di dalam hepatosit terjadi konjugasi lanjut dari bilirubin menjadi bilirubin di
glukoronoid. Sebagian kecil bilirubin terdapat dalam bentuk monoglukoronid, yang
akan di ubah oleh glukorinil-trasnferase menjadi diglukorinid trasnferase (UDPGT)
yang mengkatalisis pembentukan bilirubin monoglukoronoid. Sintesis dan ekskresi
diglukoronid terjadi di kanalikuli empedu. Isomer bilirubin yang dapat membentuk
ikatan hydrogen seperti bilirubin natural IX dapat di ekskresi langsung ke dalam
empedu tanpa konjugasi bilirubin menjadi bilirubin direk yang larut dalam air,
terjadi ekskresi segera ke system empedu ke usus. Di dalam usus, bilirubin direk ini
tidak diabsorpsi, sebagian bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
di absorpsi, siklus ini disebut sikus enterohepatik (Doenges, 2001).
5. Manifestasi Klinis Hiperbilirubin
1. Kulit berwarna kuning sampai jingga
2. Bayi tampak lemah
3. Refleks hisap kurang
4. Urine pekat
5. Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit
6. Feces seperti dempul/pucat
7. Tonus otot yang lemah
8. Turgor kulit jelek
9. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl
10. Terdapat icterus pada sclera, kuku atau kulit dan membrane mukosa
11. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hmolitik pada bayi
baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabet atau infeksi. Jaundice yang tampak pada
hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3 sampai 4 dan menurun hari
ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi (Surasmi, 2013).
6. Penilaian Ikterus
Icterus berasal dari kata “icterus” berarti warna kekuningan pada jaringan tubuh
termasuk kekuningan pada kulit dan jaringan dalam. Icterus merupakan keadaan klinis
pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan icterus pada kulit dan sclera akibat akumulasi
bilirubin yak terkonjugasi yang berlebih. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
pemeriksaan derajat kuning pada bagian neonates menurut Kramer adalah dengan jari
telunjuk ditekan pada tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada
dan lutut (Surasmi, 2013).
Sumber (Surasmi, 2013)

Derajat Luas icterus Perkiraan kadar


icterus bilirubin
I Kepala dan leher 5 mg/dL
II Sampai badan atas (diatas umbilicus) 9 mg/ dL
III Samai badan bawah (dibawah umbilicus) 11 mg/ dL
hingga tungkai atas (diatas lutut)
IV Sampai lengan dan kaki di bawah lutut 12 mg/ dL
V Sampai telapak tangan dan kaki 16 mg/ dL
Table penilaian icterus menurut Kramer

Icterus dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Icterus fisiologis
Icterus fisiologis adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari
ke 2-3 setelah lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang
dengan sendirinya pada hari ke 10. Icterus fisiologis ini harus dibedakan dengan
icterus patologis yang jelas merupakan gangguan pada bayi (Fitri, 2012)
Icterus fisiologis merupakan icterus yang timbul pada hari kedua dan hari
ketiga yang tidak mempunyai dasar patolohik, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Tanda-tanda dari icterus dikatan
fisiologis yaitu :
1. Apabila timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Icterus menghilang pada 10 hari pertama, dan kadar bilirubin direk tidak
melebihi 1 mg/ dL.
b. Icterus patologik
Icterus patologik merupakan icterus yang mempunyai dasar patologi atau
kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar
patologik ini misalnya, jenis bilirubin, saat timbulnya dan menghilangnya icterus
dan penyebabnya, hal tersebut kadar dari bilirubin dari icterus patologik dapat
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan dapat
menyebabkan morbiditas pada bayi. Icterus patologi mempunyai kriteria yang
berbeda dari icterus icterus fisiologis yaitu :
1. Icterus terjadi sebelum umur 24 jam
2. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pad setiap bayi seperti
muntah, letargi, malas menelan, penurunan berat badan yang cepat, apnea,
takipnea, atau suhu yang tidak stabil.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan bilirubin emncapai puncak kira-kira 6 mg/ dL,
antara 2 sampai 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/ dL, tidak
fisiologis. Pada bayi dengan premature kadar bilirubin mencapai puncaknya 10-
12 mg/ dL, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 hari
mg/ dL adalah tidak fisiologis. Dari Brown AK dalam text-books of Pediatrics
1996 : icterus fisiologis pada bayi cukup bulan, bilirubin indirek munculnya
icterus 2 sampai 3 hari dan hilang 4 sampai 5 hari dengan kadar bilirubin yang
mencapai puncak 10-12 mg/ dL. Sedangkan pada bayi premature, bilirubin
indirek munculnya 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar
bilirubin yang mencapai puncak 15 mg/ dL. Dengan peningkatan kadar bilirubin
indirek kurang dari 5 mg/ dL/hari. Pada icterus patologis meningkatnya bilirubin
lebih dari 5 mg/ dL perhari, dan kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/ dL.
b) Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
c) Radioistope scan dapat di gunakan untuk membantu membedakan hepatitis dari
atresia biliary.
d) Bilirubin total
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/ dL, yang mungkin
dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh
melebihi peningkatan 5 mg/ dL dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/
dL pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).
e) Hitung darah lengkap
Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena hemolysis.
Hemaktorit (Ht) mungkin meningkat ( lebih besar dari 65%) pada polisitemia,
penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolysis dan anemia berlebihan (Marlynn,
2001).
8. Penanganan dan Penatalaksanaan
a. Penanganan Hiperbilirubin
Dalam penanganan icterus cara-cara yang dipakai diantaranya :
1) Menyusui bayi
Bilirubin juga dapat dipecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine.
Untuk itu bayi harus mendapat ASI yang cukup. Pemberian ASI akan
meningkatkan motilitas usus dan juga menyebabkan bakteri diintroduksi ke usus.
Bakteri dapat mengubah bilirubin direk menjadi urobilirubin yang tidak dapat
diabsorpsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan turun.
2) Terapi sinar matahari
Meletakkan bayi di bawah sinar matahari selama 15-20 menit, ini dilakukan
setiap hari antara pukul 06.30-08.00. biasanya dianjurkan setelah bayi selesai
dirawat di rumah sakit. Selama icterus masih terlihat, perawat harus
memperhatikan pemberian minum. Hindari posisi yang membuat bayi melihat
langsung ke arah matahari karena dapat merusak matanya (Suriadi, 2001).
b. Penatalaksanaan
1) Fototerapi
Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah
kadar total bilirubin serum meningkat. Terapi sinar atau fototerapi dilakukan
selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke
ambang batas normal. Dengan fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat di
pecah dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus di ubah dahulu oleh organ
hati dan dapat di keluarkan melalui urine dan feses sehingga kadar bilirubin
menurun. Di samping itu, pada terapi sinar ditemukan pola peninggian
konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic
usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama feses.
Penggunaan fototerapi sesuai anjuran dokter biasanya diberikan pada
nenonatus yang tidak mendapat minum secara adekuat, karena penurunan
peristaltic usus akan mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi entherohepatik
bilirubin sehingga seolah-olah terapi sinar tidak bekerja secara efektif.
Selama fototerapi, bayi yang tidak berpakaian diletakkan kira-kira 36 cm
sampai 40 cm di bawah cahaya selama beberapa jam atau beberapa hari sampai
kadar bilirubin serum menurun ke nilai yang bias diterima. Setelah terapi
dihentikan, bayi harus diperiksa kembali beberapa jam kemudian untuk
memastikan apakah nilai bilirubin tidak meningkat lagi (Jensen,2005).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar
adalah:
a) Lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk
menghindarkan turunnya energy yang dihasilkan oleh lampu yang
digunakan.
b) Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.
c) Kedua mata di tutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk
mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan
kunjungan orang tua untuk memberikan rangsangan visual pada neonates.
Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup
mata.
d) Daerah kemaluan di tutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya
untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi.
e) Posisi lampu diatur dengan jarak 20-30 cm di atas tubuh bayi, untuk
mendapatkan energy yang optimal.
f) Posisi bayi di ubah tiap 8 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas
mungkin.
g) Suhu tubuh di ukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu.
h) Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan muntah di
ukur, di catat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi.
i) Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan.
j) Lamanya terapi sinar di catat.
2) Transfuse tukar
Transfuse tukar adalah cara yang paling tepat untuk mengobati
hiperbilirubinemia pada neonates. Transfuse tukar dilakukan pada keadaan
hiperbilirubinemia yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain misalnya telah
diberikan terapi sinar tetapi kadar bilirubin tetap tinggi. Indikasi untuk melakukan
transfuse tukar adalah kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%, kenaikan kadar
bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam (Surasmi, 2013).
B. Asuhan Keperawatan Pada Bayi dengan Hiperbilirubin
Seorang bayi
1. Pengkajian
Ny. Y datang ke rumah sakit Pelita Ibu pada hari Kamis, 2 Februari 2020
dengan keluhan mules, pegal-pegal dan merasa bayinya akan segera keluar . Setelah
24 jam bayi dilahirkan, badan bayi menjadi kuning dan setelah dilakukan
pemeriksaan ternyata bilirubin bayi tersebut adalah > 12 mg/dl, icterus pada kulit dan
sclera mata, urine kuning dan pekat, tampak lemah, elastisitas menurun.
a. Anamnese orang tua/keluarga
Nama : Bayi Ny. N
Tempat tanggal lahir : Kamiss, 2 Februari 2020
Umur : 1 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Anak ke :1
BB/PB : 3800 gram / 47 cm
Alamat : Samarinda
Nama orang tua
Ayah : Tn. A
Ibu : Ny. Y
b. Riwayat keperawatan
1) Riwayat kehamilan
a) HPHT : 20 september 2020
b) HPL : 27 juni 2020
c) Keluhan-keluhan
1) Trimester I : Ibu mengatakan mengeluh mual-muntah
2) Trimester II : Ibu mengatakan tidak ada keluhan
3) Trimester III : Ibu mengeluh Pegal-pegal
4) ANC : Ibu mengatakan 5x, teratur, dibidan 2, 3, 5, 7 dan 9
bulan.
2) Riwayat persalinan sekarang
a) Tempat Persalinan : Rumah sakit, penolong bidan
b) Jenis persalinan : Normal Spontan
c) Komplikasi/kelainan dalam persalinan : tidak ada komplikasi
d) Placenta
1) Berat : 500 gram
2) Panjang : 50 cm
3) Jumlah kotiledon : 20 buah
4) Cairan ketuban : 1000 cc
5) Insersi tali pusat : insersi sentralis
6) Kelainan : tidak ada
3) Riwayat postnatal
Ibu bayi mengatakan darah pada kemaluannya masih keluar dengan warna
merah kecoklatan
4) Riwayat penyakit keluarga
Ibu bayi mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit
menurun seperti ( DM, jantung, Hipertensi, asma) dan menular seperti
( hepatitis, TBC, HIV/AIDS).
5) Penyuluhan yang pernah di dapat
Ibu bayi mengatakan pernah mendapat penyuluhan tentang gizi pada ibu
hamil di bidan pada saat umur kehamilan 8 minggu.

c. Kebutuhan sehari-hari
1) Nutrisi : Selalu menkonsumsi susu dan buah-buahan
2) Eliminasi : Sering Buang Air Kecil
3) Istirahat : Cukup/ Terpenuhi
4) Aktivitas : Sering berjalan dipagi dan sore hari
5) Personal hygiene : Ibu rajin menjaga kebersihan dirinya (Rutin mandi 2x
sehari)
6) Neurosensory : Ibu mengatakan tidak ada gangguan
7) Pernapasan : Normal
Riwayat asfiksia : -

d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : tampak lemah, pucat, icterus dan aktivitas menurun
2) Kepala, leher : tampak ikterus pada mata (sclera) dan mukosa pada mulut,
tampak cyanosis.
3) Dada : peningkatan frekuensi napas, tachichardia
4) Perut : bising usus
5) Urogenital : urine kuning dan pekat, feses pucat/acholis
6) Ekstermitas : tampak lemah
7) Kulit : turgor kulit, elastisitas menurun, tampak ptechia, echimosis, icterus
pada kulit dan sclera mata
8) Pemeriksaan neurologis : kejang, epistotonus, lethargy
e. Pemeriksaan penunjang
1) Darah : DL, bilirubin >10mg%
2) Biakan darah, CRP menunjukkan adanya infeksi
3) Screnning enzim G6PD (glucose 6 phosphate dehydrogenase) menunjukkan
adanya penurunan
4) Scrennning icterus melalui metode Kramer
5) Pemeriksaan Bilirubin Direct > 0,2 mg/ dl
6) Pemeriksaan Bilirubin Indirect > 0,60-10,50 mg/dl
7) Pemeriksaan Bilirubin Total > 12 mg/dl
f. Analisa Data
1) Data Fokus
a) Data subjektif
Ibu bayi mengatakan bahwa bayinya tampak lemah, kulit tampak
kuning, kurang aktif, dan pada saat setelah lahir bayi tidak langsung
menangis, dan ibu bayi juga mengatakan bahwa suhu bayi meningkat .
b) Data objektif
Bayi tampak ikterus, ekstremitas lemah, terlihat sclera pada mata,
tampak pucat, membrane mukosa kering, terdapat bunyi bising usus,
takhikardi, tampak cyianosis, aktivitas menurun, nilai bilirubin >12
mg/dl, suhu 37,5 ֯ C.
2) Analisa Data

Pengelompokkan Data Masalah Etiologi


DS : Ibu bayi Disorganisasi Keterbatasan Lingkungan
mengatakan bayinya Perilaku Bayi Fisik
tampak lemah ( D.0053 )
DO : Ekstremitas bayi
terlihat lemah
DS : Ibu bayi Icterus Neonatus Keterlambatan
mengatakan bayinya ( D.0024 ) pengeluaran feses
terlihat kuning (meconium)
DO : Bayi tampak
icterus pada kulit dan
sclera pada mata, nilai
Bilirubin > 12 mg/dl.
DS : Ibu bayi Hipertermia Proses penyakit
mengatakan suhu ( D.0130 ) ( Hiperbilirubinemia )
badannya terasa panas.
DO : Suhu 37,5 ֯ C,
tampak membrane
mukosa pucat.

2. Diagnose Keperawatan ( Prioritas )


1) Icterus Neonatus b/d keterlambatan pengeluaran feses ( meconium ) d/d kulit
kuning. ( D.0024 )
2) Hipertermia b/d proses penyakit ( Hiperbilirubinemia ) d/d suhu tubuh di atas
normal. ( D.0130 )
3) Disorganisasi Perilaku Bayi b/d keterbatasan lingkungan fisik d/d warna kulit
berubah. ( D.0053 )
3. Intervensi Keperawatan
Diagnose 1 : “Ikterus Neonatus b/d keterlambatan pengeluaran feses ( meconium )
d/d kulit kuning. ( Sumber SDKI, Kategori : Fisiologis, Subkategori : Nutrisi dan
Cairan, Kode D.0024 )”
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien
dapat menurunkan kadar Bilirubin.
Kriteria Hasil : Integritas Kulit dan Jaringan ( L.14125 )
1.1 Perfusi Jaringan
1.2 Kerusakan jaringan
1.3 Kerusakan lapisan kulit
1.4 Pigmentasi abnormal
1.5 Suhu kulit
1.6 Tekstur

Intervensi : Fototerapi Neonatus ( I.03091 )


(Observasi)
1.1 Monitor ikterik pada sclera dan kulit bayi
R : Untuk mengetahui iktera pada sclera dan kulit bayi
1.2 Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan usia gestasi dan berat badan
R : Untuk mengetahui kebutuhan cairan yang sesuai dengan usia gestasi dan
berat badan bayi
1.3 Monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali
R : Untuk mengetahui suhu dan tanda vital apakah sudah kembali normal

(Terapeutik)

1.1 Siapkan lampu fototerapi dan incubator atau kotak bayi


R : Atur lampu fototerapi dan incubator atau kotak bayi sesuai kebutuhan
1.2 Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
R : Untuk memudahkan melakukan tindakan fototerapi
1.3 Berikan penutup mata (eye protector/biliband) pada bayi
R : Untuk melindungi mata bayi agar tidak terkena mata bayi
1.4 Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit ( 30 cm atau tergantung
spesifikasi lampu fototerapi )
R : Agar permukaan kulit bayi tidak iritasi karna jarak lampu yang terlalu
dekat
1.5 Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan
R : Untuk menurunkan kadar bilirubin pada tubuh
1.6 Ganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK
R : Untuk mencegah iritasi pada kulit
1.7 Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya sebanyak mungkin
R : Untuk menjaga kebersihan dan memaksimalkan pantulan cahaya

(Edukasi)
1.1 Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
R : Untuk mencukupi asupan nutrisi pada bayi
1.2 Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin
R : Agar tidak terjadi dehidrasi

(Kolaborasi)

1.1 Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direct dan indirect


R : Untuk mengetahui hasil pemeriksaan kadar bilirubin normal atau tidak

Diagnose 2 : “Hipertermia b/d proses penyakit ( Hiperbilirubinemia ) d/d suhu tubuh


di atas normal. ( Sumber SDKI, Kategori : Lingkungan, Subkategori : Keamanan dan
Proteksi, Kode : D.0130 )”

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien diharapkan
menurunkan suhu tubuh kembali normal ( 36,5 ֯ C ).

Kriteria Hasil : Termogulasi ( L.14134 )

1.1 Pucat
1.2 Takikardi
1.3 Takipnea
1.4 Suhu tubuh
1.5 Suhu kulit

Intervensi : Manajemen Hipertermia ( I.15506 )

(Observasi)

1.1 Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,


penggunaan incubator)
R : Untuk mengetahui penyebab hipertermia
1.2 Monitor suhu tubuh
R : untuk mengetahui suhu tubuh pada bayi
1.3 Monitor haluaran urine
R : untuk mengetahui haluaran urin

(Terapeutik)

1.1 Sediakan lingkungan yang dingin


R : Untuk memaksimalkan suhu tubuh pada bayi
1.2 Longgarkan atau lepaskan pakaian
R : Untuk memberikan rasa nyaman
1.3 Berikan cairan oral
R : Untuk mencegah terjadinya dehidrasi
1.4 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis
(keringat berlebih)
R : Untuk menjaga kebersihan
1.5 Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
R : Untuk membantu mencegah peningkatan suhu tubuh
1.6 Hindari antipiretik dan aspirin
R : Untuk menghindari kemungkinan terjadinya syndrome reye
1.7 Berikan oksigen, jika perlu
R :Untuk mengatur kadar oksigen dalam tubuh

(Edukasi)

1.1 Anjurkan tirah baring


R : Untuk meningkatkan kenyamanan istirahat serta dukungan
fisiologis/psikologis bayi
1.2 Kolaborasikan pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
R : Untuk Membantu memenuhi Asupan cairan di dalam tubuh bayi

Diagnose 3 : “Disorganisasi Perilaku Bayi b/d keterbatasan lingkungan fisik d/d


warna kulit berubah. ( Sumber SDKI, Kategori : Fisiologis, Subkategori : Aktivitas
atau Istirahat, Kode : D.0053 )”

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien di


harapkan dapat merespon dan bergerak secara aktif terhadap lingkungan.

Kriteria Hasil : Organisasi Perilaku Bayi ( L.05043 )


1.1 Gerakan pada ekstremitas
1.2 Kemampuan jari-jari menggenggam
1.3 Gerakan terkoordinasi
1.4 Respon normal terhadap stimulus sensorik
1.5 Menangis
1.6 Mampu berespon kejut
1.7 Irritabilitas
1.8 Refleks
1.9 Tonus motoric
1.10 Gelisah
1.11 Takikardia
1.12 Aritmia
1.13 Kemampuan menyusu
1.14 Warna kulit

Intervensi : Perawatan Bayi ( I.10338 )

(Observasi)

1.1 Monitor tanda-tanda vital bayi ( terutama suhu 36,5 ֯ C – 37,5 ֯ C )


R : Untuk Mengetahui Tanda-tanda Vital Pada Bayi

(Terapeutik)

1.1 Mandikan bayi dengan suhu ruangan 21 - 24 ֯ C


R : Agar Suhu Pada Tubuh Bayi Tetap Terjaga
1.2 Mandikan bayi dalam waktu 5 – 10 menit dan dua kali dalam sehari
R : Untuk Menjaga Keberersihan Pada Bayi
1.3 Rawat tali pusat secara terbuka ( tali pusat tidak di bungkus apapun )
R : Untuk Membantu Mempercepat Proses Pengeringan Tali Pusat Pada Bayi
1.4 Bersihkan pangkal tali pusat lidi kapas yang telah di beri air matang
R : Untuk Menghindari Terjadinya Infeksi Pada Tali Pusar Bayi
1.5 Kenakan popok bayi di bawah umbilicus jika tali pusat belum terlepas
R : Untuk Menghindari Terjadinya Infeksi dan meminimalisir Rasa Nyeri
Pada Bayi
1.6 Lakukan pemijatan bayi
R : Membantu Bayi Agar Tetap Rileks
1.7 Ganti popok bayi jika basah
R : Untuk Menjaga Kebersihan Dan Mencegah Iritasi Pada Bayi
1.8 Kenakan pakaian bayi dari bahan katun
R : Membantu Menyerap Keringat Pada Bayi

(Edukasi)

1.1 Anjurkan ibu menyusui sesuai kebutuhan bayi


R : Agar Pemenuhan Nutrisi Pada Bayi Tercukupi
1.2 Ajarkan ibu cara merawat bayi dirumah
R : Untuk Membantu Ibu Memahami Cara Merawat Bayi Dengan Baik Dan
Benar
1.3 Ajarkan cara pemberian makanan pendamping ASI pada bayi > 6 bulan
R : Agar Ibu Mengetahui Cara Pemberian Makanan Pendaming Asi Pada Bayi

4. Implementasi Keperawatan

No Hari/Tanggal/ Implementasi Evaluasi Proses & Evaluasi


Diagnosa Jam Struktur
D.0024 Kamis, 2 1.1 Memonitor ikterik pada 1.1 Ibu bayi mengatakan
Februari 2020 sclera dan kulit bayi. bayinya kuning. Bayi
Pukul 10.00 terlihat icterus. Alat
yang digunakan tersedia
dan kondisi alat dalam
keadaan bagus
( lembaran sampel ).
Pukul 10.05 1.2 Mengidentifikasi 1.2 Ibu bayi mengatakan
kebutuhan cairan sesuai bayinya lemas dan
dengan usia gestasi dan bibirnya kering. Bayi
berat badan pada bayi. terlihat lemas dan
membrane mukosa
tampak pucat. Alat yang
digunakan tersedia dan
kondisi alat dalam
keadaan bagus
( lembaran sampel ).
Pukul 10.10 1.3 Memonitor suhu dan 1.3 Ibu bayi mengatakan
tanda vital setiap 4 jam suhu badan bayi terasa
sekali pada bayi. panas. Suhu badan bayi
mencapai 37,5 ֯ C
terlihat pada saat di
monitor. Alat yang
digunakan tersedia dan
kondisi alat dalam
keadaan bagus
Pukul 10.12 1.4 Menyiapkan lampu ( Thermometer ).
fototerapi dan 1.4 Ibu bayi mengatakan
incubator atau kotak bayi siap di fototerapi.
bayi pada saat akan Bayi terlihat tenang
dilakukan fototerapi. pada saat akan
dilakukan fototerapi.
Alat yang di gunakan
tersedia dan kondisi alat
dalam keadaan bagus
Pukul 10.32 1.5 Melepaskan pakaian ( Fototerapi ).
bayi kecuali popok 1.5 Ibu bayi mengatakan
pada saat akan di sudah melepaskan
lakukan fototerapi. pakaian bayinya. Bayi
terlihat hanya memakai
Pukul 10.37 1.6 Memberikan penutup popok.
mata ( eye 1.6 Ibu bayi mengatakan
protection/biliband ) bayi sudah dipakaikan
pada saat akan penutup mata. Bayi
dilakukan fototerapi. terlihat sudah memakai
penutup mata. Alat yang
digunakan tersedia dan
kondisi alat dalam
keadaan bagus. ( Eye
Pukul 10.42 1.7 Mengukur jarak antara protection/Billiband ).
lampu dan permukaan 1.7 Pengukuran jarak antara
kulit pada saat akan lampu dan permukaan
dilakukan fototerapi. kulit pada bayi adalah
35-50 cm. Alat yang
digunakan tersedia dan
kondisi alat dalam
keadaan bagus
Pukul 10.47 1.8 Membiarkan tubuh ( Fototerapi ).
bayi terpapar sinar 1.8 Dilakukan 1 sesi ( 30
fototerapi secara menit ) dengan
berkelanjutan jika mengubah posisi bayi
kadar bilirubin masih ke kanan dan kiri dalam
belum kembali normal. 1 sesi. Alat yang
digunakan tersedia dan
kondisi alat dalam
Pukul 11.07 1.9 Mengganti segera alas keadaan bagus
dan popok bayi jika ( Fototerapi, kotak
bayi BAB/BAK dengan bayi ).
perlahan. 1.9 Dilakukan penggantian
alas dan popok pada
Pukul 11.12 1.10 Menggunakan linen bayi secara perlahan.
berwarna putih agar
dapat memantulkan 1.10 Dilakukan pemasangan
cahaya sebanyak linen yang berwarna
mungkin pada bayi putih untuk
yang dilakukan memudahkan
fototerapi. pemantulan cahaya
Pukul 11.14 1.11 Menganjurkan ibu bayi fototerapi.
untuk menyususi
1.11 Ibu bayi mengatakan
sekitar 20-30 menit
sudah menyusui
secara teratur.
bayinya. Bayi terlihat
disusui oleh ibunya.
Pukul 11.19 1.12 Menganjurkan ibu
untuk menyusui
bayinya sesering
1.12 Ibu bayi mengatakan
mungkin agar asupan
sudah menyusui
cairan bayi tetap
bayinya. Bayi terlihat
tercukupi.
tertidur dengan nyaman.

Pukul 11.21 1.13 Mengkolaborasikan


pemeriksaan darah
vena bilirubin direct
1.13 Dilakukan pemeriksaan
dan indirect dengan
darah vena pada bayi
tenaga kesehatan
oleh tenaga kesehatan
( analis kesehatan ).
( analisis kesehatan ),
agar mengetahui kadar
bilirubin direct dan
indirect.
D.0130 Jum’at, 3 1.1 Mengidentifikasi 1.1 DS : Ibu bayi megatakan
Februari 2020 penyebab hipertermia tidak terpapar lingkungan
Pukul 08.00 (mis. Dehidrasi, panas secara langsung.
terpapar lingkungan DO : Bayi terlihat
panas, penggunaan gelisah, suhu badan 37,5 ֯
incubator) pada bayi. C.
Alat yang digunakan
tersedia dan kondisi
dalam keadaan bagus
( Lembar sampel,
Pukul 08.05 1.2 Memonitor suhu tubuh Thermometer ).
pada bayi agar 1.2 DS : Ibu bayi mengatakan
mengetahui suhu bayi badan bayinya terasa
normal atau tidak. hangat.
DO : Bayi terlihat
gelisah, suhu tubuh 37,5
֯C.
Alat yanfg digunakan
tersedia dan dalam
Pukul 08.07 1.3 Memonitor haluaran kondisi dalam keadaan
urine pada bayi. bagus ( Thermometer ).
1.3 DS : Ibu bayi mengatakan
bayinya lancer dalam
BAK.
DO : Urine bayi tampak
kuning pekat dengan
kadar 10 mg/dl.
Alat yang digunakan
tersedia dan dalam
Pukul 08.22 1.4 Menyediakan kondisi keadaan bagus.
lingkungan yang dingin 1.4 DO : Bayi terlihat
pada bayi untuk nyaman dan tenang di
memaksimalkan suhu lingkungan yang telah
tubuh agar tetap disediakan (tidak dalam
normal. kondisi suhu panas).
Alat yang digunakan
tersedia dan dalam
keadaan yang bagus.
Pukul 08.27
1.5 Melonggarkan atau 1.5 DO : Bayi tampak tenang
melepaskan pakaian pada saat pakaiannya di
pada bayi agar bayi lepas/di longgarkan.
merasa nyaman.
Pukul 08.30
1.6 Memberikan cairan 1.6 DO : Bayi terlihat tidak
oral pada bayi untuk rewel.
mencegah terjadinya
dehidrasi.
Pukul 08.40
1.7 DO : Bayi tampak jarang
1.7 Mengganti linen setiap
mengeluarkan keringat.
hari atau lebih sering
jika mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebih) pada bayi
karena penting untuk
menjaga kebersihan.
Pukul 08.45

1.8 Melakukan
1.8 DO : Bayi tampak
pendinginan eksternal
nyaman dan tenang.
(mis. Selimut
Alat yang digunakan
hipotermia atau
tersedia dan dalam
kompres dingin pada
keadaan bagus (selimut
dahi, leher, dada,
hipotermia, kain,
abdomen, aksila) pada
baskom).
bayi untuk membantu
mencegah peningkatan
Pukul 09.05
suhu tubuh.
1.9 Menghindari antipiretik
1.9 DO : mengidentifikasi
dan aspirin pada bayi
kandungan obat yang
untuk menghindari
akan diberikan pada bayi.
kemungkinan
terjadinya syndrome
Pukul 09.07
reye.
1.10Memberikan oksigen,
1.10 DO : Nafas bayi tampak
jika perlu pada bayi
teratur
untuk mengatur kadar
Pukul 09.09
oksigen dalam tubuh.
1.11Menganjurkan tirah
1.11 DO : Bayi tampak
baring pada bayi untuk
nyaman dengan posisi
meningkatkan
yang diberikan.
kenyamanan istirahat
serta dukungan
fisiologis atau
Pukul 09.12
psikologis pada bayi.
1.12Mengkolaborasikan
1.12 DO : Dilakukan
pemberian cairan dan
pemberian cairan
elektrolit intravena intravena dan elektrolit
dengan tenaga medis dengan tenaga medis
(dokter), jika perlu (dokter).
pada bayi untuk Alat yang digunakan
membantu memenuhi tersedia dan dalam
asupan cairan di dalam keadaan bagus ( cairan
tubuh bayi. intravena ).
D.0053 Sabtu, 4 1.1 Memonitor tanda-tanda 1.1 DS : Ibu bayi mengatakan
Februari 2020 vital pada bayi badan bayinya terasa
Pukul 14.00 (terutama suhu 36,5 ֯ C panas.
-37,5֯ C) untuk DO : Bayi tampak
mengetahui tanda-tanda gelisah, pucat, suhu tubuh
vital pada bayi. menunjukkan 37,5 ֯ C.
Alat yang digunakan
tersedia dan dalam
keadaan bagus
(Thermometer).
Pukul 14.10 1.2 Memandikan bayi 1.2 DO : Bayi tampak
dengan suhu ruangan menggeliat saat akan
21-24 ֯ C agar suhu dimandikan.
tubuh bayi tetap terjaga.

Pukul 14.25 1.3 Memandikan bayi 1.3 DO : Bayi tampak tenang.


dalam waktu 5-10
menit dan 2 kali dalam
sehari karena penting
untuk menjaga
kebersihan tubuh pada
bayi.
1.4 DO : Tali pusat pada bayi
Pukul 14.40
tampak basah.
1.4 Merawat tali pusat
Alat yang digunakan
secara terbuka (tali
tersedia dan dalam
pusat tidak dibungkus
keadaan bagus (kasa
apapun) karena penting
untuk membantu steril, kom kecil).
mempercepat proses
pengeringan tali pusat.

Pukul 14.45 1.5 DO : Tali pusat bayi


1.5 Membersihkan tali
tampak bersih dan masih
pangkal tali pusat
basah.
dengan lidi kapas
Alat yang digunakan
karena untuk
tersedia dan dalam
menghindari terjadinya
keadaan bagus (lidi
infeksi pada tali pusat
kapas).
bayi.

Pukul 15.50 1.6 DO : Bayi tampak


1.6 Mengenakan popok
menggeliat tenang.
bayi dibawah umbilicus
Alat yang digunakan
jika tali pusat belum
tersedia dan dalam
terlepas untuk
keadaan bagus (popok
menghindari terjadinya
bayi).
infeksi dan
meminimalisir rasa
nyeri pada bayi.

Pukul 15.55 1.7 DO : Dilakukan


1.7 Melakukan pemijatan
pemijatan kepada bayi
pada bayi, untuk
secara pelan dan
membantu agar bayi
perlahan.
tetap rileks.

Pukul 16.05
1.8 Mengganti popok bayi
1.8 DO : Bayi tampak lebih
jika basah, untuk
nyaman saat digantikan
menjaga kebersihan dan
popok.
mencegah iritasi pada
Alat yang digunakan
kulit.
tersedia dan dalam
keadaan bagus (pakaian
bayi dari bahan katun).
Pukul 16.10 1.9 DO : Dilakukan
pemasangan pakaian
1.9 Mengenakan pakaian kepada bayi.
bayi dari bahan katun
untuk membantu
Pukul 16.15 menyerap keringat 1.10 DS : Ibu bayi
bayi. mengatakan sudah
menyusui bayinya.
1.10Menganjurkan ibu DO : Ibu bayi tampak
untuk menyusui sesuai antusias saat pemberian
dengan kebutuhan pada edukasi.
bayi, agar pemenuhan
Pukul 16.20 nutrisi pada bayi 1.11 DS : Ibu bayi
tercukupi. mengatakan kurang
mengetahui tentang
1.11Mengajarkan ibu cara perawatan bayi.
merawat bayi di rumah DO : Ibu tampak antusias
untuk membantu ibu saat diberi edukasi
memahami cara tentang cara perawatan
merawat bayi dengan bayi dirumah.
Pukul 16.30 baik dan benar.
1.12 DS : Ibu bayi
mengatakan kkurang
mengetahui cara
1.12Mengajarkan kepada
pemberian makananan
ibu bagaimana cara
pendamping ASI.
pemberian makanan
DO : Ibu bayi tampak
pendamping ASI pada
antusias saat diberi
bayi > 6 bulan untuk
edukasi tentang cara
membantu bayi
pemberian makanan
mendapatkan
pendamping ASI pada
perawatan yang baik.
bayi > 6 bulan.
5. Evaluasi Keperawatan

No Tanggal/Jam Tujuan dan Kriteria Hasil Evaluasi Hasil


Diagnos
a
D.0024 Kamis, 2 Setelah dilakukan tindakan S : Ibu bayi mengatakan kulit
Februari 2020 keperawatan selama 1x24 jam bayinya tidak kuning lagi.
Pukul 10.00 diharapkan pasien dapat O : Kulit bayi tampak tidak
menurunkan kadar Bilirubin. icterus.
Dengan kriteria hasil : A : Ikterus Neonatus teratasi
1.1 Perfusi jaringan meningkat P : Intervensi dihentikan
1.2 Kerusakan jaringan
menurun
1.3 Kerusakan lapisan kulit
menurun
1.4 Pigmentasi abnormal
menurun
1.5 Suhu kulit membaik
1.6 Tekstur membaik
D.0130 Jum’at, 3 Setelah dilakukan tindakan S : Ibu pasien mengatakan
Februari 2020 keperawatan selama 1x24 jam badan bayinya sudah tidak
Pukul 08.00 pasien diharapkan dapat panas.
menurunkan suhu tubuh O : Bayi tampak tidak pucat
kembali normal ( 36,5 ֯ C ). lagi.
Dengan kriteria hasil : A : Hipertermia teratasi
1.1 Pucat menurun P : Intervensi dihentikan
1.2 Takikardi menurun
1.3 Takipnea menurun
1.4 Suhu tubuh membaik
1.5 Suhu kulit membaik
D.0053 Sabtu, 4 Setelah dilakukan tindakan S : Ibu bayi mengatakan
Februari 2020 keperawatan selama 1x24 jam bayinya sudah aktif bergerak.
Pukul 14.00 pasien di harapkan dapat O : Bayi tampak aktif
merespon dan bergerak secara bergerak.
aktif terhadap lingkungannya. A : Disorganisasi Perilaku
Dengan kriteria hasil : Bayi teratasi
1.1 Gerakan pada ekstremitas P : Intervensi dihentikan
meningkat
1.2 Kemampuan jari-jari
menggenggam meningkat
1.3 Gerakan terkoordinasi
meningkat
1.4 Respon normal terhadap
stimulus sensorik
meningkat
1.5 Menangis meningkat
1.6 Mampu berespon kejut
meningkat
1.7 Irritabilitas meningkat
1.8 Refleks meningkat
1.9 Tonus motoric meningkat
1.10Gelisah menurun
1.11Takikardi menurun
1.12Aritmia menurun
1.13Kemampuan menyusu
membaik
1.14Warna kulit membaik
BAB IV

PENUTUP

C. Kesimpulan
Bayi baru lahir harus beradaptasi dari yang bergantung terhadap ibunya kemudian
menyesuaikan dengan dunia luar, bayi harus mendapatkan oksigen dari bernafas sendiri,
mendapatkan nutrisi peroral untuk mempertahnkan kadar gula, mengatur suhu tubuh,
melawan setiap penyakit atau infeksi, dimana fungsi ini sebelum dilakukan oleh plasenta.
Asfiksia merupakan penyebab utama lahir mati dan kematian neonates. Selain itu
asfiksia menyebabkan mortalitas yang tinggi dan serng menimbulkan gejala sisa berupa
kelainan neurology.

D. Saran
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.umm.ac.id/23421/1/jiptummpp-gdl-sarnijisha-42774-2-babi.pdf
https://www.google.com/url?
q=https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98021043410576258/download&usg=AF
QjCNEXikI6CdSlNjzPpESpjTfUtRDWVA
https://www.academia.edu/29974256/MAKALAH_ADAPTASI_BAYI_BARU_LAHIR

Anda mungkin juga menyukai