Dosen Pengampu :
Eliza Zihni Z.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.
Disusun Oleh :
1
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT yang hanya dengan rahmat serta
petunjuk-nya, kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “LAPORAN
Dalam penulisan ini tidak lepas dari pantauan bimbingan saran dan nasehat dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kapada yang
terhormat dosen Pengampu yang telah memberikan tugas dan kesempatan kepada kami untuk
membuat dan menyusun makalah ini. Serta semua pihak yang telah membantu dan
memberikan masukan serta nasehat hingga tersusunnya makalah ini hingga akhir.
Karena keterbatasan ilmu dan pengalaman, kami sadar masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang berkaitan dengan penyusunan
makalah ini akan kami terima dengan senang hati untuk menyempurnakan penyusunan
makalah tersebut.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
2. Makalah ini juga mampu memberikan wawasan bagi pembaca untuk mengetahui lebih jelas
mengenai leptospirosis.
3. Makalah ini juga mampu untuk mengenali tanda dan gejala agar dapat mencegah penyakit
leptospirosis sejak dini.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Leptospirosis merupakan salah satu penyakit zoonosa yang menjadi masalah kesehatan
dibeberapa daerah di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira, dan menurut gejala
klinis dibagi menjadi bentuk berat/ikterik dan ringan/unikterik. Secara umum gejala umum yang
muncul adalah demam, nyeri kepala, nyeri otot, khususnya didaerah betis, paha, serta gagal ginjal.
Leptospirosis dikeluarkan melalui kontak dengan air, lumpur, tanaman yang telah dicemarkan oleh air
seni dari rodent (tikus) dan hewan lain yang mengandung bakteri Leptospira. Leptospirosis umumnya
menyerang para petani, pekerja perkebunan, pekerja tambang/selokan, pekerja rumah potong hewan
dan militer.
Di Indonesia, penyakit ini termasuk re-emerging disease, sehingga sewaktu-waktu dapat muncul
secara sporadik serta berpotensi untuk menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Leptospirosis dapat
menyebabkan kematian namun juga dapat diobati. Penyebaran penyakit ini dapat meluas ke wilayah
lainnya akibat air banjir ke beberapa daerah dimana urine tikus yang mengandung kuman Leptospira
mencemari air yang menggenang. Munculnya penyakit Leptospira dipengaruhi faktor-faktor risiko
antara lain lingkungan yang terkontaminasi Leptospira, lingkungan kumuh dan kuranganya fasilitas
pembuangan sampah, maraknya habitat tikus ditempat pemukiman, daerah persawahan dan lahan
bergambut serta air tergenang yang dicemari oleh urine tikus yang mengandung kuman Leptospira.
Hewan-hewan yang menjadi sumber penularan Leptospirosis adalah rodent (tikus), babi, sapi,
kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, insektivora (landak, kelelawar, tupai),
sedangkan rubah dapat sebagai karrier dari Leptospira. Penyakit ini bersifat musiman, didaerah yang
beriklim sedang puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musin gugur karena temperatur
adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup Leptospira sedangkan didaerah tropis insidens
tertinggi terjadi pada musim hujan (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
2.2 ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh organisme pathogen dari genus Leptospira yang termasuk dalam
ordo Spirochaeta dalam Famili Trepanometaceae. Bakteri ini berbentuk spiral dengan pilinan yang
rapat dan ujung-ujungnya berbentuk seperti kait sehingga bakteri sangat aktif baik gerakan berputar
sepanjang sumbunya, maju-mundur, maupun melengkung, Ukuran bakteri ini 0,1 mm x 0,6 mm
sampai 0,1 mm x 20 mm. Leptospira dapat di warnai dengan pewarnaan karbolfuchsin. Namun bakteri
ini hanya dapat dilihat dengan mikroskop medan gelap. Bakteri ini bersifat aerob obligat dengan
pertumbuhan optimal pada suhu 280 C-300 C dan pH 7,2 – 8,0. Dapat tumbuh pada media yang
sederhana yang kaya vitamin (Vit B2 dan B12), asam lemak rantai panjang dan garam ammonium.
Asam lemak rantai panjang akan di gunakan sebagai sumber karbon tunggal dan di metabolisme oleh
alfa-oksidase.
5
Leptospira peka terhadap asam dan dapat hidup di air tawar selama kurang lebih satu bulan
tetapi di air laut, air selokan dan air kemih yang tidak dilencerkan akan cepat mati. Genus Leptospira
terbagi dalam dua serovarian yaitu L. interrogate yang bersifat pathogen (yaitu memiliki potensi
untuk menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia) dan serovarian L. Biflexa yang bersifat non
pathogen/ saprophytic (yaitu hidup bebas dan umumnya dianggap tidak menyebabkan penyakit).
Leptospira pathogen dipelihara di alam di tubulus ginjal dan saluran kelamin hewan tertentu.
2.3 PATOFISIOLOGI
Transmisi infeksi leptospira ke manusia dapat melalui berbagai cara, yang tersering adalah
melalui kontak dengan air atau tanah yang tercemar bakteri leptospira. Bakteri masuk ke tubuh manusia
melalui kulit yang lecet atau luka dan mukosa, bahkan dalam literatur disebutkan bahwa penularan
penyakit ini dapat melalui kontak dengan kulit sehat (intak) terutama bila kontak lama dengan air.
Selain melalui kulit atau mukosa, infeksi leptospira bisa juga masuk melalui konjungtiva.
Bakteri leptospira yang berhasil masuk ke dalam tubuh tidak menimbulkan lesi pada tempat
masuk bakteri. Hialuronidase dan atau gerak yang menggangsir (burrowing motility) telah diajukan
sebagai mekanisme masuknya leptospira ke dalam tubuh. Selanjutnya bakteri leptospira virulen akan
mengalami multiplikasi di darah dan jaringan. Sementara leptospira yang tidak virulen gagal
bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh setelah 1 atau 2 hari infeksi.
Leptospira virulen mempunyai kemampuan motilitas yang tinggi, lesi primer adalah kerusakan
dinding endotel pembuluh darah dan menimbulkan vaskulitis serta merusak organ. Vaskulitis yang
timbul dapat disertai dengan kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas leptospira yang penting
adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada
bakteri leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram
negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit,
sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia.
Bakteri leptospira mempunyai fosfolipase yaitu suatu hemolisis yang mengakibatkan lisisnya
eritrosit dan membran sel lain yang mengandung fosfolipid. Organ utama yang terinfeksi kuman
leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal bakteri leptospira bermigrasi ke interstisium tubulus
ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan
meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia.
Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal.
Pada gagal ginjal tampak pembesaran ginjal disertai edema dan perdarahan subkapsular, serta
nekrosis tubulus renal. Sementara perubahan yang terjadi pada hati bisa tidak tampak secara nyata.
Secara mikroskopik tampak perubahan patologi berupa nekrosis sentrolobuler disertai hipertrofi dan
hiperplasia sel Kupffer.
6
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26 hari. Infeksi Leptospirosis
mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang tanpa gejala, sehingga sering
terjadi kesalahan diagnosa .Infeksi L. interrogans dapat berupa infeksi subklinis yang ditandai
dengan flu ringan sampai berat. penyakit leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemia
dan fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita membaik
(Judarwanto, 2009).
1. Fase awal
Dikenal sebagai fase septisemik atau fase leptospiremik karena bakteri dapat diisolasi
dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Fase awal sekitar
4-7 hari, ditandai gejala nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya.
Manifestasi klinisnya demam, menggigil, lemah dan nyeri terutama tulang rusuk,
punggung dan perut. Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah
darah, ruam, nyeri kepala frontal, fotofobia, gangguan mental, dan meningitis.
Pemeriksaan fisik sering mendapatkan demam sekitar 400C disertai takikardi.
Subconjunctival suffusion, injeksi faring, splenomegali, hepatomegali, ikterus
ringan,mild jaundice, kelemahan otot, limfadenopati dan manifestasi kulit berbentuk
makular, makulopapular, eritematus, urticari, atau rash juga didapatkan pada fase awal
penyakit (Reguler et al., 2016).
2. Fase kedua
Sering disebut fase imun atau leptospirurik karena sirkulasi antibody dapat dideteksi
dengan isolasi kuman dari urine, mungkin tidak dapat didapatkan lagi dari darah atau
cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Gejala tergantung organ tubuh yang terganggu seperti selaput otak,
hati, mata atau ginjal. Gejala nonspesifik seperti demam dan nyeri otot mungkin lebih
ringan dibandingkan fase awal selama 3 hari sampai beberapa minggu. Sekitar 77%
penderita mengalami nyeri kepala terus menerus yang tidak responsif dengan
analgesik. Gejala ini sering dikaitkan dengan gejala awal meningitis selain delirium.
Pada fase yang lebih berat didapatkan gangguan mental berkepanjangan termasuk
depresi, kecemasan, psikosis dan demensia..
2. Radiologi
Mengetahui adanya Pelebaran mediastinum, Efusi pleural, Pneumonia (jarang), Perdarahan
mediastinum, Perdarahan difus limfadenitis, Edema mediastinum, Leptomeningeal edema dan
hemorhagis, Efusi pleura, Meningitis hemorhagis.
8
2.6 PATHWAY
Genus Leptospira (tikus, sapi,
anjing, babi)
Muntah
Cairan serebrospinal
Ketidakseimbangan Cairan
Elektrolit
Endotoxin
Hipertermia
Malaise (lemah/lesu)
Intoleransi Aktifitas
2.7 PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan dini sangat mendorong karena bakteri Leptospira mudah mati dengan antibiotic
yang banyak dipasaran, seperti ; penicillin dan turunannya ( amoxylline ), streptomycin,
tetracycline, erytromycine, doxycycline.
2. Tindakan suportif dilakukan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi. Kalau terjadi
gangguan fungsi hati, maka diberikan diet hati serta perawatan penyakit hati yang biasa. Bila
terjadi gangguan fungsi ginjal, maka protein dalam diet disesuaikan dengan penjernihan
creatinin. Keseimbangan elektrolit, asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan
9
penyakit ginjal secara umum. Jika terjadi azotemia / uremia dilakukan dialisa. Perdarahan
ditanggulangi dengan pemberian hemostatika atau mungkin transfuse jika diperlukan.
.
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat Leptospirosis antara lain :
1. Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke-4 dan ke-6
2. Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian
3. Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang
dapat menyebabkan kematian mendadak
6. Pada kehamilan : keguguran, premature, bayi lahir cacat dan lahir mati.
10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LEPTOSPIROSIS
3.1 PENGKAJIAN
1) Identitas klien
- Nama : Tn. A
- Usia : 30 Tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Agama : Islam
- Diagnosa Medis : Leptospirosis.
2) Anamnesa
a) Keluhan Utama :
Pasien mengeluh nyeri pada betis dan punggung.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang :
Pasien mengalami demam tinggi, sakit kepala, malaise (lemah/lesu), muntah,
konjungtivitis (radang mata), nyeri otot betis dan punggung.
3) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun Review
of sistem :
1. Sistem pernafasan
Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada
2. Sistem cardiovaskuler
Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.
3. Sistem persarafan
Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata merah.
fotofobia, injeksi konjunctiva, iridosiklitis
4. Sistem perkemihan
Oligoria, azometmia,perdarahan adernal
5. Sistem pencernaan
11
Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana
6. Sistem muskoloskletal
Kulit dengan ruam berbentuk makular/ makulopapular/ urtikaria yang tersebar
pada badan.
o Laboratorium
o Pemeriksaan Laboratorium
12
5) Analisis Data
DATA ETIOLOGI DIAGNOSA
KEPERAWATAN
berkembang biak
DS :
Demam Menyebar ke jaringan dan
tubuh
Endotoxin
Demam tinggi
Hipertermia
DO :
- Malaise, bed Leptospira yang sudah
rest menyebar Intoleransi Aktifitas
DS :
Endotoxin
- Pasien mengeluh
badannya lemas
Kerusakan sehingga
dan sulit
menjadi gangguan hepar
beraktivitas
Malaise (lemas)
Intoleransi Aktifitas
DO :
13
- Hipovolemik Genus leptospira
Risiko
DS : Leptospira masuk kedalam Ketidakseimbangan
- Muntah organ tubuh Elektrolit
Muntah
Risiko
Ketidakseimbangan
Elektrolit
a) Hipertermia (D.0130)
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit serta dibuktikan
dengan suhu tubuh diatas nilai normal. Hipertermia merupakan suhu
tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.
14
c) Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit (D.0037)
Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit berhubungan dengan muntah.
Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit merupakan berisiko mengalami
perubahan kadar serum elektrolit
15
3.3 KRITERIA HASIL DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Setelah dilakukan
Observasi :
perawatan selama 2x24
1) Identifikasi penyebab
jam, pasien diharapkan
hipertermia.
dapat :
2) Monitor suhu tubuh.
1) Menggigil menurun
3) Monitor kadar
2) Suhu tubuh elektrolit.
membaik
4) Monitor komplikasi
3) Suhu kulit membaik akibat hipertermia.
Terapeutik :
5) Sediakan lingkungan
yang dingin
Edukasi :
16
2) Intoleransi Aktivitas L. 05047 I. 05178
(D.0056) Toleransi Aktivitas Manajemen Energi
5) Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala kelelahan
tidak berkurang
Kolaborasi :
17
Setelah dilakukan Observasi :
perawatan selama 2x24 1) Identifikasi
jam, pasien diharapkan kemungkinan
dapat : penyebab
ketidakseimbangan
1) Serum natrium
elektrolit
meningkat
2) Monitor kadar
2) Serum kalium
elektrolit serum.
meningkat
3) Monitor mual,
3) Serum klorida
muntah, diare
meningkat
4) Monitor kehilangan
cairan
Terapeutik :
7) Informasikan hasil
pemantauan
18
mmHg - TD 110/60 mmHg
- Nadi : 80 x/mnt - Terdapat ruam pada kulit
- RR : 22x/mnt pasien
3) Memonitor suhu tubuh A :
pasien
- Masalah hipertermia
pada pasien belum
teratasi
P : Pertahankan intervensi
• Berikan edukasi
manajemen
hipertermia
• Berikan edukasi
mengenai
pengukuran suhu
tubuh
• Anjurkan ke rumah
sakit apabila terjadi
perburukan kesehatan
A:
- Masalah teratasi
19
Risiko Ketidakseimbangan 1) Mengkaji intake dan S:
Elektrolit (D.0037) output cairan Pasien mulai meningkat
kebutuhan cairan dan dalam
2) Memantau TTV
batas normal.
3) Mengkaji tingkat
dehidrasi O:
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan yang
disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan sebagi zoonosis yaitu penyakit hewan yang
bisa menjangkiti manusia. Hewan yang paling banyak mengandung bakteri leptospira ini (resevoir)
adalah hewan pengerat dan tikus. Penyakit leptospirosis mungkin banyak terdapat di Indonesia terutama
di musim penghujan. Penularan dari hewan ke manusia dapat terjadi secara langsung ataupun tidak
langsung, sedangkan penularan dari manusia ke manusia sangat jarang. Pengobatan dengan antibiotik
merupakan pilihan terbaik pada fase awal ataupun fase lanjut (fase imunitas). Selain pengobatan
antibiotik, perawatan pasien tidak kalah pentingnya untuk menurunkan angka kematian. Angka
kematian pada pasien leptospirosis menjadi tinggi terutama pada usia lanjut, pasien dengan ikterus yang
parah, gagal ginjal akut, gagal pernafasan akut.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ansori. (2016). 済無No Title No Title No Title. In Paper Knowledge . Toward a Media History
of Documents (Vol. 3, Issue April).
Dewi, E. W. (2019). Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Keperawatan Medikal
RI, 126.
http://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/Buku_Petunjuk_Teknis_Pengendalian_L
eptospirosis.pdf
22