Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN PENYAKIT TROPIK

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP LEPTOSPIROSIS

Dosen Pengampu :
Eliza Zihni Z.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

Disusun Oleh :

1. Qatrunnada Fitri Z. (2020030049)


2. Gurit Cokro (2020030051)
3. Igfirlia Norma W. (2020030048)
4. Yohanes Dwi Laksana (2020035068)

PRODI ILMU KESEHATAN S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
HUSADA JOMBANG 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT yang hanya dengan rahmat serta
petunjuk-nya, kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “LAPORAN

PENDAHULUAN DAN ASKEP LEPTOSPIROSIS” untuk memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Penyakit Tropik.

Dalam penulisan ini tidak lepas dari pantauan bimbingan saran dan nasehat dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kapada yang
terhormat dosen Pengampu yang telah memberikan tugas dan kesempatan kepada kami untuk
membuat dan menyusun makalah ini. Serta semua pihak yang telah membantu dan
memberikan masukan serta nasehat hingga tersusunnya makalah ini hingga akhir.

Karena keterbatasan ilmu dan pengalaman, kami sadar masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang berkaitan dengan penyusunan
makalah ini akan kami terima dengan senang hati untuk menyempurnakan penyusunan
makalah tersebut.

Semoga makalah yang berjudul “LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP


LEPTOSPIROSIS” ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Jombang, 20 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

MAKALAH KEPERAWATAN PENYAKIT TROPIK ........................................................ 1


LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP LEPTOSPIROSIS ......................................... 1
KATA PENGANTAR ................................................................................................................2
BAB I ...........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG ......................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH ..................................................................................................4
1.3 TUJUAN ............................................................................................................................4
1.4 MANFAAT........................................................................................................................4
BAB II .........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN .........................................................................................................................5
2.1 PENGERTIAN .................................................................................................................5
2.2 ETIOLOGI........................................................................................................................5
2.3 PATOFISIOLOGI............................................................................................................6
2.4 MANIFESTASI KLINIS .................................................................................................7
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG ....................................................................................7
2.6 PATHWAY .......................................................................................................................9
2.7 PENATALAKSANAAN ..................................................................................................9
2.8 KOMPLIKASI................................................................................................................10
BAB III ......................................................................................................................................11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LEPTOSPIROSIS................................................ 11
3.1 PENGKAJIAN................................................................................................................11
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN ...................................................................................14
3.3 KRITERIA HASIL DAN INTERVENSI KEPERAWATAN ....................................16
3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN ..........................................18
BAB IV ......................................................................................................................................21
PENUTUP .................................................................................................................................21
4.1 KESIMPULAN ...............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Leptospirosis merupakan penyakit zoonis yang ditularkan melalui air, lumpur, tanaman yang
tercemar air seni rodent (tikus) dan hewan lain yang telah terinfeksi oleh telah terinfeksi oleh
Leptospires (Kemenkes RI, pires (Kemenkes RI, 2017). Leptospiro 2017). Leptospirosis dikenal
sebagai “demam tikus urin” pada negara-negara tertentu. Penularan dapat terjadi apabila manusia
menyentuh hewan pengerat atau berada di lingkungan yang mengandung Leptospires. Kontak kulit
pada air dan tanah, mengonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi air seni hewan yang
terinfeksi menjadi penyebab manusia dapat tertular dan mengidap penyakit Leptospirosis. Tikus dan
hewan pengerat lainnya merupakan inang utama bagi Leptospires, namun mamalia seperti anjing,
sapi, domba, dan babi juga dapat menjadi perantara penyebaran penyakit Leptospirosis penyebaran
penyakit Leptospirosis sebagaiinang sebagai inang sekunder (Dewi, 2019).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya :
1. Apakah yang dimaksud dari penyakit leptospirosis ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien leptospirosis ?
3. Bagaimana cara pencegahan dari leptospirosis ?
1.3 TUJUAN
1. Tujuan umum makalah ini untuk mengetahui konsep penyakit serta asuhan keperawatan yang
diberikan pada penderita dengan leptospirosis.

2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien leptospirosis.


3. Untuk mengetahui secara mendalam tentang penyakit leptospirosis.
1.4 MANFAAT
1. Manfaat bagi penulis untuk memberikan pengetahuan dan memperluas pengalaman dalam
menyusun asuhan keperawatan leptospirosis.

2. Makalah ini juga mampu memberikan wawasan bagi pembaca untuk mengetahui lebih jelas
mengenai leptospirosis.

3. Makalah ini juga mampu untuk mengenali tanda dan gejala agar dapat mencegah penyakit
leptospirosis sejak dini.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
Leptospirosis merupakan salah satu penyakit zoonosa yang menjadi masalah kesehatan
dibeberapa daerah di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira, dan menurut gejala
klinis dibagi menjadi bentuk berat/ikterik dan ringan/unikterik. Secara umum gejala umum yang
muncul adalah demam, nyeri kepala, nyeri otot, khususnya didaerah betis, paha, serta gagal ginjal.
Leptospirosis dikeluarkan melalui kontak dengan air, lumpur, tanaman yang telah dicemarkan oleh air
seni dari rodent (tikus) dan hewan lain yang mengandung bakteri Leptospira. Leptospirosis umumnya
menyerang para petani, pekerja perkebunan, pekerja tambang/selokan, pekerja rumah potong hewan
dan militer.

Di Indonesia, penyakit ini termasuk re-emerging disease, sehingga sewaktu-waktu dapat muncul
secara sporadik serta berpotensi untuk menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Leptospirosis dapat
menyebabkan kematian namun juga dapat diobati. Penyebaran penyakit ini dapat meluas ke wilayah
lainnya akibat air banjir ke beberapa daerah dimana urine tikus yang mengandung kuman Leptospira
mencemari air yang menggenang. Munculnya penyakit Leptospira dipengaruhi faktor-faktor risiko
antara lain lingkungan yang terkontaminasi Leptospira, lingkungan kumuh dan kuranganya fasilitas
pembuangan sampah, maraknya habitat tikus ditempat pemukiman, daerah persawahan dan lahan
bergambut serta air tergenang yang dicemari oleh urine tikus yang mengandung kuman Leptospira.

Hewan-hewan yang menjadi sumber penularan Leptospirosis adalah rodent (tikus), babi, sapi,
kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, insektivora (landak, kelelawar, tupai),
sedangkan rubah dapat sebagai karrier dari Leptospira. Penyakit ini bersifat musiman, didaerah yang
beriklim sedang puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musin gugur karena temperatur
adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup Leptospira sedangkan didaerah tropis insidens
tertinggi terjadi pada musim hujan (Kementerian Kesehatan RI, 2017).

2.2 ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh organisme pathogen dari genus Leptospira yang termasuk dalam
ordo Spirochaeta dalam Famili Trepanometaceae. Bakteri ini berbentuk spiral dengan pilinan yang
rapat dan ujung-ujungnya berbentuk seperti kait sehingga bakteri sangat aktif baik gerakan berputar
sepanjang sumbunya, maju-mundur, maupun melengkung, Ukuran bakteri ini 0,1 mm x 0,6 mm
sampai 0,1 mm x 20 mm. Leptospira dapat di warnai dengan pewarnaan karbolfuchsin. Namun bakteri
ini hanya dapat dilihat dengan mikroskop medan gelap. Bakteri ini bersifat aerob obligat dengan
pertumbuhan optimal pada suhu 280 C-300 C dan pH 7,2 – 8,0. Dapat tumbuh pada media yang
sederhana yang kaya vitamin (Vit B2 dan B12), asam lemak rantai panjang dan garam ammonium.
Asam lemak rantai panjang akan di gunakan sebagai sumber karbon tunggal dan di metabolisme oleh
alfa-oksidase.
5
Leptospira peka terhadap asam dan dapat hidup di air tawar selama kurang lebih satu bulan
tetapi di air laut, air selokan dan air kemih yang tidak dilencerkan akan cepat mati. Genus Leptospira
terbagi dalam dua serovarian yaitu L. interrogate yang bersifat pathogen (yaitu memiliki potensi
untuk menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia) dan serovarian L. Biflexa yang bersifat non
pathogen/ saprophytic (yaitu hidup bebas dan umumnya dianggap tidak menyebabkan penyakit).
Leptospira pathogen dipelihara di alam di tubulus ginjal dan saluran kelamin hewan tertentu.

2.3 PATOFISIOLOGI
Transmisi infeksi leptospira ke manusia dapat melalui berbagai cara, yang tersering adalah
melalui kontak dengan air atau tanah yang tercemar bakteri leptospira. Bakteri masuk ke tubuh manusia
melalui kulit yang lecet atau luka dan mukosa, bahkan dalam literatur disebutkan bahwa penularan
penyakit ini dapat melalui kontak dengan kulit sehat (intak) terutama bila kontak lama dengan air.
Selain melalui kulit atau mukosa, infeksi leptospira bisa juga masuk melalui konjungtiva.

Bakteri leptospira yang berhasil masuk ke dalam tubuh tidak menimbulkan lesi pada tempat
masuk bakteri. Hialuronidase dan atau gerak yang menggangsir (burrowing motility) telah diajukan
sebagai mekanisme masuknya leptospira ke dalam tubuh. Selanjutnya bakteri leptospira virulen akan
mengalami multiplikasi di darah dan jaringan. Sementara leptospira yang tidak virulen gagal
bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh setelah 1 atau 2 hari infeksi.

Leptospira virulen mempunyai kemampuan motilitas yang tinggi, lesi primer adalah kerusakan
dinding endotel pembuluh darah dan menimbulkan vaskulitis serta merusak organ. Vaskulitis yang
timbul dapat disertai dengan kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas leptospira yang penting
adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada
bakteri leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram
negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit,
sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia.

Bakteri leptospira mempunyai fosfolipase yaitu suatu hemolisis yang mengakibatkan lisisnya
eritrosit dan membran sel lain yang mengandung fosfolipid. Organ utama yang terinfeksi kuman
leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal bakteri leptospira bermigrasi ke interstisium tubulus
ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan
meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia.
Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal.
Pada gagal ginjal tampak pembesaran ginjal disertai edema dan perdarahan subkapsular, serta
nekrosis tubulus renal. Sementara perubahan yang terjadi pada hati bisa tidak tampak secara nyata.
Secara mikroskopik tampak perubahan patologi berupa nekrosis sentrolobuler disertai hipertrofi dan
hiperplasia sel Kupffer.

6
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26 hari. Infeksi Leptospirosis
mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang tanpa gejala, sehingga sering
terjadi kesalahan diagnosa .Infeksi L. interrogans dapat berupa infeksi subklinis yang ditandai
dengan flu ringan sampai berat. penyakit leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemia
dan fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita membaik
(Judarwanto, 2009).

1. Fase awal
Dikenal sebagai fase septisemik atau fase leptospiremik karena bakteri dapat diisolasi
dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Fase awal sekitar
4-7 hari, ditandai gejala nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya.
Manifestasi klinisnya demam, menggigil, lemah dan nyeri terutama tulang rusuk,
punggung dan perut. Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah
darah, ruam, nyeri kepala frontal, fotofobia, gangguan mental, dan meningitis.
Pemeriksaan fisik sering mendapatkan demam sekitar 400C disertai takikardi.
Subconjunctival suffusion, injeksi faring, splenomegali, hepatomegali, ikterus
ringan,mild jaundice, kelemahan otot, limfadenopati dan manifestasi kulit berbentuk
makular, makulopapular, eritematus, urticari, atau rash juga didapatkan pada fase awal
penyakit (Reguler et al., 2016).

2. Fase kedua
Sering disebut fase imun atau leptospirurik karena sirkulasi antibody dapat dideteksi
dengan isolasi kuman dari urine, mungkin tidak dapat didapatkan lagi dari darah atau
cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Gejala tergantung organ tubuh yang terganggu seperti selaput otak,
hati, mata atau ginjal. Gejala nonspesifik seperti demam dan nyeri otot mungkin lebih
ringan dibandingkan fase awal selama 3 hari sampai beberapa minggu. Sekitar 77%
penderita mengalami nyeri kepala terus menerus yang tidak responsif dengan
analgesik. Gejala ini sering dikaitkan dengan gejala awal meningitis selain delirium.
Pada fase yang lebih berat didapatkan gangguan mental berkepanjangan termasuk
depresi, kecemasan, psikosis dan demensia..

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
a) Pemeriksaan mikroskopik langsung.
Pemeriksaan mikroskopik sediaan ulas darah perifer adalah cara yang sederhana dan
tepat, mengetahui bentuk bakteri

b) Pemeriksaan dengan pemupukan.


Mengetahui Sifat-sifat Bacillus
7
c) Pemeriksaan biologis
Untuk membedakan kuman antraks dari kuman anthrakoid.
d) Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologis dapat dilakukan dengan Uji Ascoli dan Enzyme Linked
Immunosorbent Assay (ELISA)
e) Uji Ascoli
Uji termopresitipasi Ascoli sangat berguna untuk menentukan jaringan tercemar
antraks. jika jaringan tersebut mengandung kuman antraks. Cairan tersebut disebut
presipitinogen

2. Radiologi
Mengetahui adanya Pelebaran mediastinum, Efusi pleural, Pneumonia (jarang), Perdarahan
mediastinum, Perdarahan difus limfadenitis, Edema mediastinum, Leptomeningeal edema dan
hemorhagis, Efusi pleura, Meningitis hemorhagis.

8
2.6 PATHWAY
Genus Leptospira (tikus, sapi,
anjing, babi)

Leptospira masuk ke dalam


darah dan berkembang biak

Menyebar ke organ dan jaringan


tubuh (hati, ginjal, jantung)

Muntah

Cairan serebrospinal
Ketidakseimbangan Cairan
Elektrolit
Endotoxin

Demam tinggi Rasa nyeri otot betis


dam punggung

Hipertermia
Malaise (lemah/lesu)

Intoleransi Aktifitas
2.7 PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan dini sangat mendorong karena bakteri Leptospira mudah mati dengan antibiotic
yang banyak dipasaran, seperti ; penicillin dan turunannya ( amoxylline ), streptomycin,
tetracycline, erytromycine, doxycycline.

2. Tindakan suportif dilakukan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi. Kalau terjadi
gangguan fungsi hati, maka diberikan diet hati serta perawatan penyakit hati yang biasa. Bila
terjadi gangguan fungsi ginjal, maka protein dalam diet disesuaikan dengan penjernihan
creatinin. Keseimbangan elektrolit, asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan

9
penyakit ginjal secara umum. Jika terjadi azotemia / uremia dilakukan dialisa. Perdarahan
ditanggulangi dengan pemberian hemostatika atau mungkin transfuse jika diperlukan.
.
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat Leptospirosis antara lain :
1. Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke-4 dan ke-6
2. Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian
3. Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang
dapat menyebabkan kematian mendadak

4. Pada paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.


5. Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran
pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata ( konjungtiva ).

6. Pada kehamilan : keguguran, premature, bayi lahir cacat dan lahir mati.

10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LEPTOSPIROSIS

3.1 PENGKAJIAN
1) Identitas klien
- Nama : Tn. A
- Usia : 30 Tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Agama : Islam
- Diagnosa Medis : Leptospirosis.
2) Anamnesa
a) Keluhan Utama :
Pasien mengeluh nyeri pada betis dan punggung.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang :
Pasien mengalami demam tinggi, sakit kepala, malaise (lemah/lesu), muntah,
konjungtivitis (radang mata), nyeri otot betis dan punggung.

c) Riwayat Kesehatan Dahulu :


Riwayat pasien tentang kontak dengan lingkungan sekitar secara spesifik seperti air,
tanah atau tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan penderita leptospirosis,
yang masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir ( mukosa ) mata, hidung,
kulit yang lecet atau makanan yang terkontaminasi urine hewan terinfeksi leptospira.

3) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun Review
of sistem :

1. Sistem pernafasan
Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada
2. Sistem cardiovaskuler
Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.
3. Sistem persarafan
Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata merah.
fotofobia, injeksi konjunctiva, iridosiklitis
4. Sistem perkemihan
Oligoria, azometmia,perdarahan adernal
5. Sistem pencernaan

11
Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana
6. Sistem muskoloskletal
Kulit dengan ruam berbentuk makular/ makulopapular/ urtikaria yang tersebar
pada badan.
o Laboratorium

a. Leukositosis normal, sedikit menurun,


b. Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggi
c. Proteinuria, leukositoria
d. Sedimen sel torax
e. BUN, ureum dan kreatinin meningkat
f. SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal
g. Bilirubin meninggi samapai 40 %
h. Trombositopenia
i. Hiporptrombinemia
j. Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3
k. Glukosa dalam CSS Normal atau menurun.
4) Pemeriksaan Penunjang

o Pemeriksaan Laboratorium

a. Leukositosis normal, sedikit menurun,


b. Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggi
c. Proteinuria, leukositoria
d. Sedimen sel torax
e. BUN, ureum dan kreatinin meningkat
f. SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal
g. Bilirubin meninggi samapai 40 %
h. Trombositopenia
i. Hiporptrombinemia
j. Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3
k. Glukosa dalam CSS Normal atau menurun

12
5) Analisis Data
DATA ETIOLOGI DIAGNOSA
KEPERAWATAN

DO : suhu pasien panas, Leptospira masuk kedalam


kulit kering darah dan Hipertermia

berkembang biak
DS :
Demam Menyebar ke jaringan dan
tubuh

Endotoxin

Demam tinggi

Hipertermia

DO :
- Malaise, bed Leptospira yang sudah
rest menyebar Intoleransi Aktifitas

DS :
Endotoxin
- Pasien mengeluh
badannya lemas
Kerusakan sehingga
dan sulit
menjadi gangguan hepar
beraktivitas

Malaise (lemas)

Intoleransi Aktifitas

DO :

13
- Hipovolemik Genus leptospira
Risiko
DS : Leptospira masuk kedalam Ketidakseimbangan
- Muntah organ tubuh Elektrolit

Muntah

Risiko
Ketidakseimbangan
Elektrolit

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosis keperawatan telah diterapkan diberbagai rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya, namun diperlukan terminologi dan indikator diagnosis keperawatan yang
terstandarisasi agar penegakan diagnosis keperawatan menjadi seragam, akurat, dan
tidak ambigu untuk menghindari ketidaktepatan pengambilan keputusan dan
ketidaksesuaian asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien. (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017 : 2)

1) Kemungkinan diagnosa yang muncul


a) Hipertermia (D.0130)
b) Intoleransi Aktivitas (D.0056)
c) Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit (D.0037)
2) Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan ditemukan dalam kasus
nyata adalahsebagai berikut :

a) Hipertermia (D.0130)
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit serta dibuktikan
dengan suhu tubuh diatas nilai normal. Hipertermia merupakan suhu
tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.

b) Intoleransi Aktivitas (D.0056)


Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, serta
dibuktikan dengan merasa lemah. Intoleransi Aktivitas merupakan
ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

14
c) Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit (D.0037)
Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit berhubungan dengan muntah.
Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit merupakan berisiko mengalami
perubahan kadar serum elektrolit

15
3.3 KRITERIA HASIL DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN
L. 14134 I.15506
1) Hipertermia Termoregulasi Manajemen Hipertermia

Setelah dilakukan
Observasi :
perawatan selama 2x24
1) Identifikasi penyebab
jam, pasien diharapkan
hipertermia.
dapat :
2) Monitor suhu tubuh.
1) Menggigil menurun
3) Monitor kadar
2) Suhu tubuh elektrolit.
membaik
4) Monitor komplikasi
3) Suhu kulit membaik akibat hipertermia.

Terapeutik :
5) Sediakan lingkungan
yang dingin

6) Basahi dan kipasi


permukaan tubuh

7) Berikan cairan oral


8) Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin

Edukasi :

9) Anjurkan tirah baring


Kolaborasi :
10) pemberian cairan dan
elektrolit intravena

16
2) Intoleransi Aktivitas L. 05047 I. 05178
(D.0056) Toleransi Aktivitas Manajemen Energi

Setelah dilakukan Observasi :


perawatanselama 1x24 1) Identifikasi gangguan
jam, pasien diharapkan fungsi tubuh yang
dapat : mengakibatkan
kelelahan.
1) Frekuensi nadi
meningkat 2) Monitor kelelahan
fisik dan emosional.
2) Keluhan lelah
menurun Terapeutik :

3) Dispnea saat aktivitas 3) Sediakan lingkungan

menurun nyaman dan rendah


stimulus
4) Dispnea setelah
aktivitas menurun Edukasi :

4) Anjurkan tirah baring

5) Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala kelelahan
tidak berkurang
Kolaborasi :

6) Kolaborasi dengan ahli


gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

3) Resiko L.03021 I.03122


Ketidakseimbangan Keseimbangan Elektrolit Pemantauan Elektrolit
Elektrolit (D.0037)

17
Setelah dilakukan Observasi :
perawatan selama 2x24 1) Identifikasi
jam, pasien diharapkan kemungkinan
dapat : penyebab
ketidakseimbangan
1) Serum natrium
elektrolit
meningkat
2) Monitor kadar
2) Serum kalium
elektrolit serum.
meningkat
3) Monitor mual,
3) Serum klorida
muntah, diare
meningkat
4) Monitor kehilangan
cairan

Terapeutik :

5) Atur interval waktu


pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien
Kolaborasi :

6) Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan

7) Informasikan hasil
pemantauan

3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN

Hipertermia (D.0130) 1) Mengidentifikasi S:


penyebab hipertermia - Pasien mengatakan sakit

2) Memeriksa TTV panas dan pusing

pasien dengan hasil : O : Pasien tampak lemas


- TD : 110/60 - Nadi 80x/mnt
- RR 22x/mnt

18
mmHg - TD 110/60 mmHg
- Nadi : 80 x/mnt - Terdapat ruam pada kulit
- RR : 22x/mnt pasien
3) Memonitor suhu tubuh A :
pasien
- Masalah hipertermia
pada pasien belum
teratasi

P : Pertahankan intervensi
• Berikan edukasi
manajemen
hipertermia

• Berikan edukasi
mengenai
pengukuran suhu
tubuh

• Anjurkan ke rumah
sakit apabila terjadi
perburukan kesehatan

Intoleransi Aktivitas 1) Memonitor respon S:


(D.0056) kardiorespirasi - Pasien
ketika beraktivitas menyatakan sudah tidak
lemas
2) Mengkaji status
fisiologis pasien O:
terhadap derajat
- Pasien dalam
kelelahan posisi semi fowler
3) Memantau TTV - Pasien tampak
pasien
tidak sesak

A:

- Masalah teratasi

19
Risiko Ketidakseimbangan 1) Mengkaji intake dan S:
Elektrolit (D.0037) output cairan Pasien mulai meningkat
kebutuhan cairan dan dalam
2) Memantau TTV
batas normal.
3) Mengkaji tingkat
dehidrasi O:

4) Berikan cairan - TTV :

rehidrasi oral  TD : 130/80


 RR : 28x/mnt
 Suhu : 37°C
A : Masalah teratasi

20
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan yang
disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan sebagi zoonosis yaitu penyakit hewan yang
bisa menjangkiti manusia. Hewan yang paling banyak mengandung bakteri leptospira ini (resevoir)
adalah hewan pengerat dan tikus. Penyakit leptospirosis mungkin banyak terdapat di Indonesia terutama
di musim penghujan. Penularan dari hewan ke manusia dapat terjadi secara langsung ataupun tidak
langsung, sedangkan penularan dari manusia ke manusia sangat jarang. Pengobatan dengan antibiotik
merupakan pilihan terbaik pada fase awal ataupun fase lanjut (fase imunitas). Selain pengobatan
antibiotik, perawatan pasien tidak kalah pentingnya untuk menurunkan angka kematian. Angka
kematian pada pasien leptospirosis menjadi tinggi terutama pada usia lanjut, pasien dengan ikterus yang
parah, gagal ginjal akut, gagal pernafasan akut.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ansori. (2016). 済無No Title No Title No Title. In Paper Knowledge . Toward a Media History
of Documents (Vol. 3, Issue April).

Dewi, E. W. (2019). Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Keperawatan Medikal

Bedah Dosen Pembimbing : oleh :

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Petunjuk Teknik Pengendalian Leptospirosis. Kemenkes

RI, 126.

http://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/Buku_Petunjuk_Teknis_Pengendalian_L
eptospirosis.pdf

PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Jakarta : DDP PPNI

PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Jakarta : DDP PPNI

PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Jakarta : DDP PPNI

22

Anda mungkin juga menyukai