Anda di halaman 1dari 19

UPAYA PREVENTIF PENYAKIT LEPTOSPIROSIS AKIBAT BANJIR

Disusun oleh :

Kelompok 5

Sabilla Zahwa NIM 10031282328022

Cantika Ajeng Aulia NIM 10031282328024

Gesta Sahrul Syah NIM 10031282328034

Rahadian Faturosa Purwanto NIM 10031282328048

Apriliani Gebiya Putri NIM 10031182328056

M.Galuh Hilal Fatur Rahmad NIM 10031382328082

Kiara Putri Miardi NIM 10031382328086

Rizka Yuli Jayanty NIM 10031382328102

Muhammad Facri Saigantha NIM 10031282328106

Dosen Pengampu :

Dra. Nurbaya, M.Pd

PROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2024

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................2
Pendahuluan...............................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................6
STUDI PUSTAKA.....................................................................................................................6
2.1 Leptospirosis.................................................................................................................6
BAB III.....................................................................................................................................10
PEMBAHASAN......................................................................................................................10
BAB IV.....................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................16

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Menoleh Sisi Pendekatan Alamiah
Penyakit Leptospirosis Akibat Banjir” ini. Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal
dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar dalam
pembuatannya.

Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan. Tak lupa, kami juga berterima kasih kepada Ibu Dra. Nur
Baya, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah Bahasa Indonesia. Di dalam penulisan
makalah ini, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya.

Oleh karena itu, kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Kami juga mohon maaf bila terjadi
kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Harapan kami semoga makalah ini dapat
membantu, menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembacanya.

Indralaya, 12 Februari 2024

Tim Penyusun
Kelompok 5
3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang sangat strategis, berada di jalur


khatulistiwa yang membuat indonesia memiliki dua musim, yakni musim hujan dan
musim panas, yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan di daerah tropis. Saat ini, Indonesia
sedang mengalami fase musim penghujan yang melanda hampir seluruh wilayah
Indonesia. BMKG di dalam buku yang berjudul Perkiraan Musim Hujan 2023/2024 di
Indonesia menjelaskan bahwa hampir sebagian daerah mulai mengalami musim
penghujan dikisaran bulan Oktober hingga Desember. Hal inilah yang sangat ditunggu-
tunggu oleh masyarakat indonesia mengingat di Bulan Agustus dan September hujan
hampir tidak turun sama sekali.
Namun, dengan adanya musim penghujan juga memiliki dampak bagi masyarakat,
salah satunya adalah munculnya bencana banjir yang melanda hampir di setiap provinsi di
Indonesia. Banjir pada dasarnya merupakan bencana yang sudah sangat akrab dengan
masyarakat Indonesia, dan tak jarang bisa menimbulkan kerugian baik material maupun
kerugian jiwa. Hampir semua penyebab banjir berasal dari akibat ulah manusia yang tidak
bisa menjaga alam sekitar. Menurut KBBI banjir merupakan peristiwa terbenamnya suatu
daratan karena meningkatnya volume air di sekitar, banjir juga bisa didefinisikan sebagai
air yang banyak dan deras, kadang-kadang meluap.
Salah satu dampak dari adanya banjir adalah timbulnya penyakit yang ada di
sekitar area terdampak, diantaranya adalah penyakit leptospirosis yang bisa menjangkit
masyarakat sekitar. Penyakit leptospirosis merupakan penyakit yang timbul akibat bakteri
spiral dan genus spiral yang menyerang manusia ataupun hewan. Penderita penyakit
leptospirosis memiliki ciri umum yang timbul seperti demam,sakit kepala,menggigil,nyeri
otot berat pada betis dan kaki serta kemerahan pada mata bagian conjungtiva .
Penyakit leptospirosis merupakan penyakit yang mendapatkan perhatian khusus dari
WHO karena gejala yang tidak spesifik dan dapat menyebabkan kematian. Penyakit
leptospirosis umumnya terjadi pada daerah tropis wilayah Asia dan Amerika setelah
terjadinya hujan ataupun banjir. Kejadian leptospirosis terjadi pada daerah iklim tropis
dan sedang, pada iklim tropis diperkirakan penderita terjangkit leptospirosis sebanyak 10-
100 jiwa dari 100.000 penduduk per tahun. Penyebaran penyakit leptospirosis terjadi saat
banjir dikarenakan banjir merupakan salah satu media penyebaran leptospiral dari urin
4
tikus. Air

5
banjir menyebarkan leptospiral ke daerah luas sehingga akan terjadi kemudahan kontak
dengan air baik melalui luka,mata,hidung,mulut,darah,vagina,tanah dan media lainnya.
Faktor lain penyebab leptospirosis biasanya bisa dari faktor umur,jenis
kelamin,pekerjaan,pengetahuan,luka dan gaya hidup seseorang disertai dengan faktor
lainnya baik dari tikus, ketinggian air, sampah, sarana pembuangan air limbah (SPAL),
air bersih dan pengungsi berpengaruh pada kejadian leptospirosis. Bahkan leptospirosis
memiliki catatan tinggi dikawasan Asia Pasifik,Asia Tenggara dan oceania.

1.2. Rumusan masalah

Makalah ini memiliki beberapa rumusan masalah, seperti Bagaimana mekanisme


penyebaran penyakit leptospirosis pada masyarakat yang terdampak banjir, Apa saja dampak
yang ditimbulkan akibat dari penyakit leptospirosis, Bagaimana dampak yang ditimbulkan
akibat penyakit leptospirosis pada lingkungan, dan Apa solusi yang bisa diberikan untuk
pencegahan penyakit leptospirosis.

1.3. Tujuan

Makalah ini memiliki beberapa tujuan, seperti Untuk mengetahui penyebaran


penyakit leptospirosis akibat banjir, Untuk mengetahui dampak yang dirasakan masyarakat
akibat timbulnya penyakit leptospirosis, Untuk mengetahui dampak lingkungan yang terjadi
akibat penyakit leptospirosis, dan Untuk mencari solusi pencegahan penyakit leptospirosis
yang timbul akibat banjir.

1.4. Manfaat

Makalah ini memiliki beberapa manfaat, seperti Masyarakat mengetahui timbulnya penyakit
leptospirosis akibat dari banjir, Masyarakat mengetahui dampak apa saja yang akan timbul
akibat penyakit leptospirosis, Masyarakat juga mengetahui kondisi lingkungan setelah
timbulnya penyakit lepstospirosis, dan Masyarakat mengetahui solusi dan pencegahan
penyakit lepstospirosis.

6
BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1 Leptospirosis

Menurut Setiawan (2008), leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri patogen yang disebut Leptospira dan ditularkan dari hewan kepada manusia
(zoonosis). Penularan bisa terjadi secara langsung akibat terjadi kontak langsung antara
manusia (sebagai host) dengan urin atau jaringan binatang yang terinfeksi dan secara tidak
langsung akibat terjadi kontak antara manusia dengan air, tanah atau tanaman yang
terkontaminasi urin dari binatang yang terinfeksi leptospira. Jalan masuk yang biasa pada
manusia adalah kulit yang terluka, terutama sekitar kaki, dan atau selaput mukosa di kelopak
mata, hidung, dan selaput lendir. (Ramadhani, 2012).

Leptospirosis tersebar luas di seluruh dunia, terutama pada daerah tropis dan
subtropis. Di Indonesia laporan pertama kasus klinis leptospirosis dilaporkan oleh Vander
Scheer di Jakarta pada tahun 1892, sedangkan isolasinya dilakukan oleh Vervoot pada tahun
1922. Persebaran penyakit leptospirosis di Indonesia antara lain di Provinsi Jawa Barat,
Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Lampung, Provinsi Sumatera
Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.

Pada tahun 2019, 920 kasus leptospirosis dilaporkan di Indonesia dengan 122 kematian.
Kasus-kasus ini dilaporkan dari sembilan provinsi (Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Utara).
Namun, jumlah laporan kasus ini sangat kecil dibandingkan dengan kejadian leptospirosis di
Indonesia, di mana morbiditas tahunan leptospirosis di populasi Indonesia baru-baru ini
diperkirakan berada pada angka 39,2 per 100.000 orang. (WHO,2019)

Menurut Widoyono (2008), perjalanan penyakit Leptospirosis yang dibagi menjadi 3 fase
khas:
a. Fase pertama (leptospiremia)

7
Fase ini berlangsung selama 4-9 hari. Fase ini ditandai dengan sakit kepala, demam
tinggi yang mendadak, malaise, nyeri otot, ikterus, dan nyeri perut yang disebabkan
oleh gangguan hati, ginjal, dan meningitis.
b. Fase kedua (imun)
Fase ini berlangsung selama 4-30 hari. Fase ini dimulai saat terbentuknya titer
antibodi IgM dan meningkat dengan cepat. Gangguan klinis akan memuncak dan
dapat terjadi leptopiura (Leptospira dalam urin) selama 1 minggu hingga 1 bulan.
c. Fase ketiga (konvalesen)
Fase ini berlangsung selama 2-4 minggu dan ditandai dengan berkurangnya gejala
klinis yang terjadi.

Penularan leptospirosis terjadi akibat buruknya kondisi lingkungan di pemukiman


penduduk. Lingkungan yang buruk dapat meningkatkan ketersediaan makanan, tempat
berlindung, bersarang dan berkembang biak tikus sebagai reservoir leptospirosis. Selain itu
lingkungan yang buruk dapat menyebabkan banjir yang bisa meningkatkan risiko terjadinya
penyakit leptospirosis. (Riyaningsih, 2012).

8
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 proses penyebaran leptospirosis akibat banjir


Ketika banjir melanda suatu daerah dan menyebabkan genangan, risiko penyebaran
penyakit yang ditularkan melalui air meningkat secara signifikan. Salah satu bahaya yang
ditimbulkannya adalah kontaminasi air dengan bakteri Leptopspira yang dapat menyebabkan
leptospirosis pada manusia. Berikut mekanisme penyebaran penyakit leptospirosis pada saat
terjadinya banjir :

 Genangan air : genangan air yang terkontaminasi oleh urin hewan yang
terinfeksi bakteri leptospira. Ketika banjir terjadi, orang sering kali
berada di dalam genangan air, genangan air tersebut dapat mencemari
lingkungan sekitar rumah pada tempat-tempat yang becek dan berair,
sehingga memudahkan bakteri leptospira untuk masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pori-pori kulit.
 Melalui tikus : banjir dapat menyebabkan peningkatan ketersediaan
makanan, tempat berlindung, bersarang, dan berkembang biak bagi tikus
sebagai reservoir leptospirosis. Lingkungan yang buruk akibat banjir
juga dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit leptospirosis karena
kondisi tersebut memungkinkan penyebaran bakteri leptospirosis.
 Kontak langsung : Bakteri Leptospira dapat bertahan lama di
lingkungan dengan kelembaban lebih dari 20% dan dapat ditularkan ke
manusia melalui kontak langsung saat bergerak di sekitar air atau saat
orang membersihkan rumah pada saat selesai banjir mereka sering kali
menerima cedera atau luka kecil. Seandainya ada bakteri leptospira
dalam air atau tanah yang terkontaminasi, luka atau cacat di kulit akan
menjadi akses masuknya bakteri tersebut ke dalam tubuh manusia .
Studi yang dilakukan di Jakarta menunjukkan bahwa 75% dari sampel
air yang diambil dari daerah rawan banjir menghasilkan kultur positif
Leptospira, menunjukkan bahwa lingkungan perairan di Jakarta
merupakan tempat yang sesuai untuk pertumbuhan atau hidup
Leptospira

11
0
3.2 Dampak akibat penyakit leptospirosis pada masyarakat
Leptospirosis, zoonosis dengan morbiditas dan mortalitas tertinggi pada manusia,
adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh leptospira yang paling sering terjadi di daerah
tropis. Hal ini dinyatakan oleh International Leptospirosis Society (ILS). Indonesia
merupakan salah satu negara dengan kasus leptospirosis yang cukup tinggi dan menduduki
peringkat ketiga di dunia dalam hal angka kematian. Menurut Kementerian Kesehatan, dari
tahun 2014 hingga 2016, tujuh provinsi melaporkan kasus leptospirosis, yaitu DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, dan
Kalimantan Selatan.

Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira yang dapat menginfeksi manusia


dan hewan, kejadian leptospirosis biasanya berhubungan dengan bencana banjir, banjir di
daerah pesisir pantai, daerah rawa-rawa atau rawa gambut. Masa inkubasi leptospirosis
adalah 2 hingga 30 hari, tetapi gejala biasanya muncul dalam waktu 5 hingga 14 hari setelah
terpapar. Sebagian besar korban tidak menunjukkan gejala atau mengalami gejala ringan
seperti flu dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, konjungtivitis, sakit perut, muntah, diare,
batuk, ruam, dan penyakit kuning. Dalam kasus yang lebih parah atau leptospirosis yang
lambat diobati, dapat menyebabkan komplikasi yang memengaruhi organ lain, seperti:
Masalah otak (meningitis), pembuluh darah bocor di paru-paru, gagal ginjal, gagal jantung,
kelumpuhan dan bahkan kematian. Ini adalah masalah kesehatan di masyarakat.

Manusia dapat terinfeksi bakteri ini melalui kontak kulit atau selaput lendir dengan air
atau tanah yang mengandung urin hewan yang terinfeksi bakteri ini. Bakteri Leptospira
masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka di kulit, selaput lendir (hidung, mulut, dan mata)
bahkan melalui air minum. Ketika bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia, bakteri ini akan
masuk ke dalam darah dan menyerang jaringan dan organ tubuh. Vektor penyakit atau
mikroorganisme penular leptospirosis adalah bakteri berbentuk spiral dan spiral dari genus
Leptospira.

Penularan leptospira ke manusia terjadi melalui kontak dengan air seni, darah, atau
organ tubuh hewan yang terinfeksi serta melalui kontak dengan lingkungan (tanah dan air)
yang terkontaminasi oleh leptospira. Mereka yang berisiko terinfeksi termasuk orang-orang
yang sering menyentuh hewan atau air, lumpur, tanah, dan tanaman yang terkontaminasi oleh

11
hewan, peternak, penambang, industri perikanan, dan produsen tebu dan pisang. Leptospirosis
juga dapat ditularkan melalui beberapa hobi yang bersentuhan dengan air atau tanah yang
terkontaminasi, seperti berkemah, berkebun, perjalanan ke hutan, arung jeram, dan olahraga air
lainnya.

3.3 Dampak akibat penyakit leptospirosis pada lingkungan


Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri
berbentuk spiral dari genus patogen Leptospira yang menyerang hewan dan manusia.
Penyakit ini sering terjadi pada kondisi banjir. Kondisi banjir menyebabkan perubahan
lingkungan, seperti banyak genangan air, lingkungan menjadi becek, becek dan tumpukan
sampah sehingga mendukung tumbuhnya bakteri leptospira. Rumah yang kurang terawat,
kumuh, jorok, lembab, penerangan kurang memadai, dan kebersihan sekitar rumah kurang
baik merupakan tanda-tandanya. Berdasarkan analisis multivariat, kondisi perumahan
menunjukkan risiko yang signifikan jika persyaratan tidak terpenuhi, kondisi perumahan
berisiko dan sering menyebabkan penyakit leptospirosis dibandingkan dengan kondisi tidak
ada perumahan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kondisi atap rumah yang tidak
memenuhi syarat tidak ada hubungannya dengan tertular leptospirosis. Hal ini disebabkan
karena hampir seluruh rumah di wilayah penelitian terdapat banyak tikus got (Rattus
norvegicus), sehingga keberadaan atap rumah tidak mempengaruhi kejadian penyakit
leptospirosis.

Kondisi tempat tinggal yang tidak sehat diketahui mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kejadian leptospirosis, dimana hampir seluruh dari 4.444 kasus yang
ditemukan memiliki rumah yang tidak memenuhi syarat, misalnya kondisi tempat tinggal
sangat sempit, lembab, tidak ada halaman, dan kondisi di dalam rumah sangat buruk kurang
tertata dengan baik, penerangan yang sangat buruk dan luas ruangan yang sangat kecil
menyebabkan sirkulasi udara yang buruk dan umumnya sangat pengap. Dari hasil analisis
diketahui faktor dominan kejadian leptospirosis adalah pendidikan, pengetahuan, air bersih,
kondisi tempat tinggal dan organisasi yang tidak memadai. Hasil perhitungan logit
menunjukkan bahwa komponen dan tata ruang rumah mempunyai peluang tertular penyakit
leptospirosis lebih tinggi dibandingkan variabel lainnya.

Leptospirosis, zoonosis dengan morbiditas dan mortalitas tertinggi pada manusia,


adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh leptospira yang paling sering terjadi di daerah
tropis. Hal ini dinyatakan oleh International Leptospirosis Society (ILS). Indonesia
merupakan salah satu negara dengan kasus leptospirosis yang cukup tinggi dan
11
2
menduduki peringkat

11
3
ketiga di dunia dalam hal angka kematian (Trepstra WJ, dkk. 2003). Menurut Kementerian
Kesehatan, dari tahun 2014 hingga 2016, tujuh provinsi melaporkan kasus leptospirosis, yaitu
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten,
dan Kalimantan Selatan. Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira yang dapat
menginfeksi manusia dan hewan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia), kejadian
leptospirosis biasanya berhubungan dengan bencana banjir, banjir di daerah pesisir pantai,
daerah rawa-rawa atau rawa gambut (Zavitsanou A, Babatsikou F.). Masa inkubasi
leptospirosis adalah 2 hingga 30 hari, tetapi gejala biasanya muncul dalam waktu 5 hingga 14
hari setelah terpapar. Sebagian besar korban tidak menunjukkan gejala atau mengalami gejala
ringan seperti flu dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, konjungtivitis, sakit perut, muntah,
diare, batuk, ruam, dan penyakit kuning. Dalam kasus yang lebih parah atau leptospirosis
yang lambat diobati, dapat menyebabkan komplikasi yang memengaruhi organ lain, seperti:
Masalah otak (meningitis), pembuluh darah bocor di paru-paru, gagal ginjal, gagal jantung,
kelumpuhan dan bahkan kematian. Ini adalah masalah kesehatan di masyarakat.

Manusia dapat terinfeksi bakteri ini melalui kontak kulit atau selaput lendir dengan air
atau tanah yang mengandung urin hewan yang terinfeksi bakteri ini (Gamage CD, dkk. 2012).
Bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka di kulit, selaput lendir
(hidung, mulut, dan mata) bahkan melalui air minum. Ketika bakteri ini masuk ke dalam
tubuh manusia, bakteri ini akan masuk ke dalam darah dan menyerang jaringan dan organ
tubuh. Vektor penyakit atau mikroorganisme penular leptospirosis adalah bakteri berbentuk
spiral dan spiral dari genus Leptospira (Lau C, dkk. 2010). Penularan leptospira ke manusia
terjadi melalui kontak dengan air seni, darah, atau organ tubuh hewan yang terinfeksi serta
melalui kontak dengan lingkungan (tanah dan air) yang terkontaminasi oleh leptospira.
Mereka yang berisiko terinfeksi termasuk orang-orang yang sering menyentuh hewan atau
air, lumpur, tanah, dan tanaman yang terkontaminasi oleh urin hewan yang terkontaminasi
leptospirosis, seperti petani padi, pekerja di rumah potong hewan, peternak, penambang,
industri perikanan, dan produsen tebu dan pisang. Leptospirosis juga dapat ditularkan melalui
beberapa hobi yang bersentuhan dengan air atau tanah yang terkontaminasi, seperti
berkemah, berkebun, perjalanan ke hutan, arung jeram, dan olahraga air lainnya (Priyanto D,
Raharjo J. 2020).

3.4 Solusi pencegahan penyakit leptospirosis akibat banjir


Pada media edukasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI (2017) dalam
poster maupun media cetak lainnya selalu mensosialisasikan tentang pentingnya pencegahan

11
4
diri dari bahaya penyakit Leptospirosis, sebagai berikut:

11
5
1. Berperilaku hidup bersih dan sehat, dengan cara menjaga kebersihan diri dan
lingkungan

2. Menyimpan makanan dan minuman dengan baik

3. Mencuci tangan dan kaki serta sebagian tubuh lainnya dengan sabun

4. Memakai sepatu dari karet dengan ukuran tinggi

5. menggunakan sarung tangan karet bagi pekerja yang berisiko tinggi tertular

6. Membasmi tikus di rumah atau di kantor

7. Membersihkan dengan desinfektan pada bagian-bagian rumah, kantor, atau gedung

Meningkatkan kapasitas masyarakat melalui promosi kesehatan yang tepat, akan


berdampak kepada tingkat partisipasi masyarakat setempat dalam memahami serta ikut serta
melaksanakan program pencegahan dan penanggulangan penyakit Leptospirosis di wilayah
tersebut, baik secara mandiri maupun berkelompok. Perlu ditekankan bahwa pendekatan
keluarga dan pemberdayaan untuk menjaga higiene dan sanitasi rumah serta lingkungan
sekitarnya menjadi tanggung jawab mandiri dan kelompok. Peningkatan pemahaman yang
baik tentang siapa saja kelompok pekerja berisiko atau perlunya waspada didaerah endemis
penyakit leptospirosis pada kondisi sebelum maupun setelah terjadinya banjir, merupakan
salah satu upaya kunci untuk memutus rantai penularan sesuai dengan konsep “sedia payung
sebelum hujan”.

11
6
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bakteri Leptopspira adalah salah satu agent bakteri yang dapat menyebabkan penyakit
leptospirosis pada manusia. Hal ini dapat diakibatkan karena genangan air pada saat banjir.
Selain akibat dari genangan air, terdapat beberapa faktor lain, seperti melalui tikus, kontak
langsung, hingga kontaminasi berbahaya dari air minum yang kita minum sehari-hari. Akibat
penyakit ini, mulai timbul permasalahan kesehatan masyarakat, antara lain menyebabkan
komplikasi yang memengaruhi organ lain, seperti: Masalah otak (meningitis), pembuluh
darah bocor di paru-paru, gagal ginjal, gagal jantung, kelumpuhan dan bahkan kematian.
Selain itu, dalam sudut pandang lingkungan juga akan mengalami dampak yaitu menjadikan
lingkungan tersebut kotor dan tidak sehat. Beberapa upaya preventif yang dapat kita semua
lakukan untuk melawan penyakit leptospirosis yang berbahaya ini adalah dengan rajin
mencuci tangan dan kaki dengan air mengalir serta sabun, menyimpan makanan dan
minuman dengan baik, membasmi tikus yang ada dilingkungan tempat tinggal, hingga tidak
lupa untuk selalu menerapkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).

4.2. Saran

Saran yang dapat kami berikan di dalam makalah ini, yaitu senantiasalah waspada
terhadap banjir. Jika banjir telah memasukki kawasan tempat tinggal kita, maka segeralah
mengungsi di tempat yang layak, dan berhenti menganggap remeh air banjir bahwa sejatinya
air banjir adalah air yang mengandung kontaminasi berbahaya bagi manusia, seperti Bakteri
Leptopspira.

11
7
DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control and Prevention. Leptospirosis fact sheet for clinicians. Retrieved
from https://www.cdc.gov/leptospirosis/pdf/fs-leptospirosis-clinicians508.pdf
(2018a). . (Diakses pada 12 February 2024 pukul 16.00)

Erviana, A. (2014). Studi Epidemiologi Kejadian Leptospirosis Pada Saat Banjir di


Kecamatan Cengkareng Periode Januari-Februari 2014.

Gamage CD, Tamashiro H, Ohnishi M, Koizumi N. Epidemiology, surveillance and


laboratory diagnosis of leptospirosis in the WHO South-East Asia Region. In:
LorenzoMorales J, editor. Zoonosis. p. 213–26 (2012). . (Diakses pada 12 February
2024 pukul 16.45)

Isnani, T. (2007). Air, Hujan, Banjir, Dan Penyakit Menular. BALABA: JURNAL LITBANG
PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA, 23-23. .
(Diakses pada 12 February 2024 pukul 17.00)

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Permenkes Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010


tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan
Upaya Penaggulangan. Jakarta, Indonesia (2010). . (Diakses pada 12 February 2024
pukul 17.20)

Kusumajaya A, Utomo B, Hikmandari. Tikus Pada Daerah Kasus Leptospirosis. Bull


Keslingmas. 2018;39(3):111-120. r 9 hasil (0,49 detik) https://ejournal.poltekkes-
smg.ac.id › ojs › article › view . . (Diakses pada 12 February 2024 pukul 20.00)

Lau C, Smythe L, Weinstein P. Leptospirosis: An emerging disease in travellers. Travel Med


Infect Dis. 8(1):33–9 (2010). . (Diakses pada 12 February 2024 pukul 15.30)

Lusiani, E., Prastyawati, I. Y., & Nobita, A. (2023). Pendidikan Kesehatan tentang Penyakit
Leptospirosis pada Siswa SMA. Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), 5(2), 390-395. .
(Diakses pada 12 February 2024 pukul 21.45)

Priyanto D, Raharjo J. Domestikasi Tikus: Kajian Perilaku Tikus dalam Mencari Sumber
Pangan dan Membuat Sarang Rat Domestication.Study on Foraging and Nesting
Behavior. 67-78 (2020). . (Diakses pada 12 February 2024 pukul 13.20)

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Data dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia 2016 (Jakarta, 2017). . (Diakses pada 12 February 2024 pukul 15.00)

Rejeki, D. S. S., Nurlaela, S., & Octaviana, D. (2013). Pemetaan dan analisis faktor risiko
leptospirosis. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public
Health Journal), 179-186. . (Diakses pada 12 February 2024 pukul 15.00)

Rujiаti, R., Sukesi, T. W., & Sulistyawati, S. (2024). Fаktor-fаktor yаng Berhubungаn
dengаn Kejаdiаn Leptospirosis di Jаwа Tengаh: Tinjauan Literatur. JUMANTIK,
10(2), 56-
11
8
72. . (Diakses pada 12 February 2024 pukul 18.45)

11
9
Judul makalah 2 : Bentuk stimulus-Respons pada mahasiswa dalam memutuskan sebuah
priorty-necessity pemilihan calon presiden.

Judul makalah 3 : mengulik bahaya tempat pembuangan akhir sampah terhadap masyarakat
sekitar.

12
0

Anda mungkin juga menyukai