DI SUSUN OLEH :
Kelompok 3
Akhdes Kumala Dyan (211211771) Linda Marlina (211211797)
Anisa Usugra (211211773) Nadia Defira (211211803)
Aprlioni Tri Sugiarti (211211774) Nurli Pertiwi (211211805)
Bunga Latifa (211211776) Rebi Nur Haqqi (211211811)
Fania Eldisya Laiya (211211786) Selvi Lovita Sari (211211816)
Jelvia Lestari (211211793) Sofia Nahyu Guswita (211211819)
Khairunisa Aswin (211211794) Wulan Sani Efendi (211211826)
Kelas 2A
Dosen Pengampu:
Ns. Fitri Wahyuni. S, M.Kep., Sp.Kep.An
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG
2023
KATA PENGANTAR
i
Harapan dan tujuan penulis semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan dapat bermanfaat untuk semua pihak termasuk penulis, dan
semoga apa yang telah penulis pelajari diberkahi oleh Allah SWT, Aamiin
allahhuma aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................6
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................7
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Tetralogy Of Fallot........................................................................9
1. Anatomi Fisiologi Jantung..................................................................................9
2. Definisi................................................................................................................9
3. Etiologi................................................................................................................10
4. Patofisiologi........................................................................................................11
5. Klasifikasi...........................................................................................................14
6. Manifestasi Klinis...............................................................................................14
7. Komplikasi..........................................................................................................17
8. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................18
9. Penatalaksanaan..................................................................................................19
10. Pathway...............................................................................................................24
11. Konsep Anak ......................................................................................................24
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Tetralogy Of Fallot.......................................27
1. Pengkajian Teoritis................................................................................................28
2. Diagnosa Keperawatan Teoritis............................................................................31
3. Intervensi Keperawatan Teoritis............................................................................32
4. Implementasi Keperawatan Teoritis......................................................................35
5. Evaluasi Keperawatan Teoritis..............................................................................36
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................38
B. Saran......................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................40
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tetralogi of fallot (kelainan jantung bawaan) adalah penyakit jantung
kongentinal yang merupakan suatu bentuk penyakit kardiovaskular yang ada
sejak lahir dan terjadi karena kelainan perkembangan dengan gejala sianosis
karena terdapat kelainan VSD (Defek Septum Ventrikel), stenosis pulmonal
(penyempitan pada pulmonalis), hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot
ventrikel kanan), dan overiding aorta (katup aorta membesar) Nursalam dkk
(2006).
Di Amerika Serikat, 10% kasus penyakit jantung kongenital adalah
Tetralogy Of Fallot (TOF), sedikit lebih banyak laki-laki dibandingkan
perempuan. Seiring dengan meningkatnya angka kelahiran di Indonesia,
jumlah bayi yang lahir dengan penyakit jantung juga meningkat. Dua per tiga
kasus penyakit jantung bawaan di Indonesia memperlihatkan gejala pada
masa neonatus. Sebanyak 25-30% penderita penyakit jantung bawaan yang
memperlihatkan gejala pada masa neonatus meninggal pada bulan pertama
usianya jika tanpa penanganan yang baik. Sekitar 25% pasien TOF yang tidak
diterapi akan meninggal dalam 1 tahun pertama kehidupan, 40% meninggal
sampai usia 4 tahun, 70% meninggal sampai usia 10 tahun, dan 95%
meninggal sampai usia 40 tahun, Anonim (2012).
Kelainan ini lebih sering muncul pada laki-laki daripada perempuan. Dan
secara khusus katup aorta bikuspid bisa menjadi tebal sesuai usia, sehingga
stenosis bisa timbul. Hal ini dapat diminimalkan dan dipulihkan dengan
operasi sejak dini. Sehingga deteksi dini penyakit ini pada anak – anak sangat
penting dilakukan sebelum komplikasi yang lebih parah terjadi, Guyton dan
Arthur C (2006).
Jika dibiarkan kelainan jantung bawaan pada anak ini akan menimbulkan
beberapa komplikasi antara lain adalah sebagai berikut, yaitu :
6
1) trombosis serebri;
2) abses otak;
3) endokarditis bakterialis;
4) gagal jantung kongestif;
5) hipoksia.
Berdasarkan data yang diambil dari catatan medik RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda di ruang Melati terhubung mulai Januari 2016 sampai
dengan bulan Mei 2016 jumlah penderita Tetralogy Of Fallot sebanyak 11
orang pasien yang dirawat.
Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik membuat makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Teoritis pada Anak dengan Kelainan
Kongenital pada Sistem Kardiovaskular yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan yang telah diuraikan pada latar belakang, maka rumusan
masalah pada penulisan makalah ini adalah “Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Teoritis pada klien Anak dengan kelainan kongenital pada
sistem kardiovaskular yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF)?”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan ini adalah untuk
memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan secara teoritis
pada Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular yaitu
Tetralogy Of Fallot (TOF).
2. Tujuan Khusus
7
b. Untuk mengidentifikasi pengkajian keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).
c. Untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).
d. Untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).
e. Untuk mengidentifikasi implementasi keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).
f. Untuk mengidentifikasi evaluasi keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Defenisi
Lippincot William dan Wilkins, 2008 mendefinisikan tetralogy of
fallot (TOF) sebagai suatu gangguan yang terjadi pada jantung dengan
ditemukannya 4 jenis kelainan secara anatomi pada jantung yang terdiri
dari Ventricular Septal Defect (VSD), Overriding Aorta, Pulmonal
Stenosis Infundibular dengan atau tanpa PS Valvular serta Hipertropy
Ventrikel Kanan.
9
Adapun ke empat anatomi jantung yang dialami penderita
Tetralogy Fallot yaitu:
1. Pulmonal stenosis terjadi karena penyempitan katup pembuluh darah
yang keluar dari ventrikel kanan menuju paru, bagian otot dibawah
katup juga menebal dan menimbulkan penyempitan
2. Ventrikular Septal Defek yaitu defek pada septum antara ventrikel kiri
dan kanan
3. Overriding Aorta yaitu pembuluh darah utama atau aorta yang keluar
dari ventrikel kiri mengangkat sekat ventrikel, sehingga seolah olah
sebagian aorta keluar dari ventrikel kanan.
4. Hipertropi Ventrikel kanan yaitu terjadi penebalan dinding otot
ventrikel kanan akibat peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat
dari stenosis pulmonal
Tingkat keparahan dari cyanosis tergantung pada banyak
penyempitan katup pulmonal dan juga outflow tract dari ventrikel kanan.
Semakin sempit outflow tract maka darah yang mengalami oksigenisasi
semakin sedikit, serta darah diventrikel kanan akan dipompa melalui katup
aorta akibat defek septum interventrikular.
Akibat dari ke empat defek tersebut adalah :
1. Darah yang mengalir ke paru-paru berkurang
2. Terjadinya percampuran darah yang kaya dan miskin oksigen dalam
jantung
3. Cyanosis yang disebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam jantung
3. Etiologi
Pada sebagian kasus penyebab dari TOF tidak diketahui secara
pasti, akan tetapi diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
1) Faktor Endogen :
Berbagai jenis penyakit genetik seperti kelainan kromosom
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung
bawaan
10
Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes
melitus, hipertensi dan penyakit kelainan bawaan lainnya
2) Faktor Eksogen :
Riwayat kehamilan ibu: sebelumnya ikut program KB oral
atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, minum
jamu
Selama hamil ibu menderita rubella atau infeksi virus
lainnya
Pajanan terhadap sinar X
Gizi buruk selama hamil
Ibu yang alkoholik dan usia ibu di atas 40 tahun
4. Patofisiologi
11
ventrikel kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, mengabaikan lubang
ini
12
Aliran darah ke paru akan menurun akibat adanya hambatan pada jalan
aliran darah dari ventrikel kanan; hambatan yang tinggi di sini akan
menyebabkan makin banyak darah bergerak dari ventrikel kanan ke kiri.
Hal ini berarti makin banyak darah miskin oksigen yang akan ikut masuk
ke dalam aorta sehingga akan menurunkan saturasi oksigen darah yang
beredar ke seluruh tubuh, dapat menyebabkan sianosis. Jika terjadi
hambatan parah, tubuh akan bergantung pada duktus arteriosus dan
cabang-cabang arteri pulmonalis untuk mendapatkan suplai darah yang
mengandung oksigen. Onset gejala, tingkat keparahan sianosis yang terjadi
sangat tergantung pada tingkat keparahan hambatan yang terjadi pada jalan
keluar aliran darah di ventrikel kanan, Redington AN, dkk (2009).
Hipoksemia
13
5. Klasifikasi
Menurut Apitz, C., 2009 TOF dibagi dalam 4 derajat
1. Derajat I: Tidak sianosis, kemampuan kerja normal, sering disebut
sebagai pink fallot
2. Derajat II: Sianosis saat aktivitas, kemampuan aktivitas berkurang
3. Derajat III: Sianosis waktu istirahat, terlihat clubbing finger atau
jari tabuh, sianosis bertambah saat aktivitas, ada dispneu
4. Derajat IV: Sianosis dan dispneu saat istirahat, ada dispneu
6. Manifestasi Klinis
Menurut Park MK, 2007 tanda dan gejala TOF yaitu:
1. Anak dengan TOF umumnya akan mengalami sesak biasanya
terjadi ketika anak melakukan aktivitas (misal menangis dan
mengedan)
2. Berat badan bayi tidak bertambah
3. Pertumbuhan berlangsung lambat
4. Jari tangan tabuh atau clubbing finger dengan kuku seperti gelas
arloji
5. Sianosis atau kebiruan muncul saat anak beraktivitas seperti
makan/menyusu, menangis dimana vasodilatasi sistemik muncul
dan menyebabkan peningkatan shuntdari kanan ke kiri. Darah
yang miskin oksigen akan bercampur dengan kaya yang akan
oksigen dimana percampuran darah dialirkan keseluruh tubuh,
akibatnya jaringan akan kekurangan oksigen dan menimbulkan
gejala kebiruan.
6. Sering berjongkok bila berjalan 20-50 meter untuk mengurangi
dispneu
7. Hipertropi gingiva
8. Bunyi jantung saaat auskultasi: Terdengar bising sistolik nada
rendah pada sela iga 4 line parasternalis kiri/VSD, terdapat bising
sistolik nada sedang bentuk fusiform, amplitudo maksimum pada
14
akhir sistole berakhir dekat S2 pada sela iga kiri (stenosis
pulmonalis), pada stenosis pulmonalis terdapat bising lemah,
terdengar ada permulaan sistole, S2 keras, tunggal, kadang
terdengar bising kontinyu pada punggung (pembuluh darah
kolateral)
9. Kadang kadang terdapat hepatomegali dengan hepatojugular
reflek
Gambar 2.3 Manifestasi klinis tetralogy of fallot
Menurut Wong, dkk (2009), tanda dan gejala TOF antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Murmur
Merupakan suara tambahan yang dapat didengar pada denyut
jantung bayi. Pada banyak kasus, suara murmur baru akan terdengar
setelah bayi berumur beberapa hari.
2. Sianosis
Satu dari manifestasi-manifestasi tetralogi yang paling nyata,
mungkin tidak ditemukan pada waktu lahir. Obstruksi aliran keluar
ventrikel kanan mungkin tidak berat dan bayi tersebut mungkin
mempunyai pintasan dari kiri ke kanan yang besar, bahkan mungkin
terdapat suatu gagal jantung kongesif.
3. Dispneu
Terjadi bila penderita melakukan aktifitas fisik. Bayi-bayi dan
anakanak yang mulai belajar bejalan akan bermain aktif untuk waktu
15
singkat kemudian akan duduk atau berbaring. Anak- anak yang lebih besar
mungkin mampu berjalan sejauh kurang lebih satu blok, sebelum berhenti
untuk beristirahat. Derajat kerusakan yang dialami jantung penderita
tercermin oleh intensitas sianosis yang terjadi. Secara khas anak-anak akan
mengambil sikap berjongkok untuk meringankan dan menghilangkan
dispneu yang terjadi akibat dari aktifitas fisik, biasanya anak tersebut dapat
melanjutkan aktifitasnya kembali dalam beberapa menit.
4. Serangan-serangan dispneu paroksimal
Terutama merupakan masalah selama 2 tahun pertama kehidupan
penderita. Bayi tersebut menjadi dispneis dan gelisah, sianosis yang terjadi
bertambah hebat, pendertita mulai sulit bernapas. Seranganserangan
demikian paling sering terjadi pada pagi hari.
5. Pertumbuhan dan Perkembangan
Yang tidak tumbuh dan berkembang secara tidak normal dapat
mengalami keterlambatan pada tetralogi Fallot berat yang tidak diobati.
Tinggi badan dan keadaan gizi biasanya berada di bawah rata-rata serta
otot-otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak dan masa
pubertas juga terlambat.
6. Biasanya Denyut Pembuluh Darah Normal
Seperti halnya tekanan darah arteri dan vena. Hemitoraks kiri
depan dapat menonjol ke depan. Jantung biasanya mempunyai ukuran
normal dan impuls apeks tampak jelas. Suatu gerakan sistolis dapat
dirasakan pada 50% kasus sepanjang tepi kiri tulang dada, pada celah
parasternal ke-3 dan ke-4.
7. Bising Sistolik
Yang ditemukan seringkali terdengar keras dan kasar, bising
tersebut dapat menyebar luas, tetapi paling besar intensitasnya pada tepi
kiri tulang dada. Bising sistolik terjadi di atas lintasan aliran keluar
ventrikel kanan serta cenderung kurang menonjol pada obstruksi berat dan
pintasan dari kanan ke kiri. Bunyi jantung ke-2 terdengar tunggal dan
ditimbulkan oleh penutupan katup aorta. Bising sistolik tersebut jarang
diikuti oleh bising diastolis, bising yang terus menerus ini dapat terdengar
16
pada setiap bagian dada, baik di anterior maupun posterior, bising tersebut
dihasilkan oleh pembuluh- pembuluh darah koleteral bronkus yang
melebar atau terkadang oleh suatu duktus arteriosus menetap.
7. Komplikasi
Terdapat komplikasi yang serius dari TOF apabila tidak ditangani dengan
segera. Berikut komplikasi dari TOF :
2. Stroke/Cerebrovaskular Accident
17
Insiden stroke/cerebrovaskular accident pada anak dengan PJB
adalah 1,5%-2%. PJB sianotik yang paling sering menyebabkan stroke
adalah TOF, Stroke dapat disebabkan karena trombosis atau emboli.
Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya stroke adalah pirau
kanan ke kiri yang memungkinkan terjadinya paradoksikal emboli ke otak
dan peningkatan viskositas darah. Hasil otopsi memperlihatkan terjadi
oklusi baik vena maupun arteri serebral. Onset defisit neurologik dapat
terjadi selama anak menderita demam dan dehidrasi. gejala yang paling
sering ditemukan adalah hemiplegi, kejang fokal, diikuti defisit motorik,
buta kortikal (Perloff et all, 1993).
3. Abses Cerebri
Abses serebri adalah infeksi supuratif lokal pada parenkim otak.
Abses serebri merupakan penyulit infeksi yang serius pada PJB sianotik
terutama TOF. mekanisme terjadinya abses serebri adalah secara
hematogen. Patogenesis penting terjadinya abses serebri pada PJB sianotik
adalah pirau dari kanan ke kiri yang menyebabkan tidak terjadinya
filterring effect di paru terhadap darah dari sistem vena sehingga otak
menjadi lebih sering terpapar dengan episode bakterimia. Polisitemia juga
berperan dalam peningkatan viskositas darah yang dapat mencetuskan
microinfark yang menyediakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berproliferasi dan supuratif. Biasanya lesi berbentuk soliter dan multipel.
Pada stadium awal dijumpai tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
yang non spesifik seperti sakit keapala, letargi dan perubahan tingkat
kesadaran.. Dengan progresifnya abses serebri sakit kepla dan letragi akan
makin menonjol dan dapat diikuti defisit neurologik. Tanda- tanda fokal
seperti hemiparesis, kejang lokal, dan gangguan penglihatan. Kuman yang
paling sering ditemukan pada abses serebri dengan penderita PJB adalah
strepkokus mileri (Atiq M, et all, 2006)
4. Hiperpnea dengan sianosis berat dapat berakibat tidak sadarkan diri
dan meninggal.
18
8. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Radiologi
Arkus Aorta terletak disebelah kanan pada 25% kasus. Apek Jantung
kecil dan terangkat, vaskularisasi paru menurun. Gambar jantung
seperti sepatu boot.
3. Elektrokardiografi (EKG)
4. Echokardiogram
5. Kateterisasi
19
tambahan, melihat ada tidaknya kolateral dari aorta langsung ke paru.
(Sumber: Park MK, 2007).
9. Penatalaksanaan
Menurut Sri Endah R, 2009, penatalaksanaan yang dilakukan pada klien
dengan TOF adalah:
1) Medikamentosa
Penatalaksanaan ini dilakukan terhadap klien dengan TOF
yang sering mengalami spell hipoksik berulang, dan belum
dilakukan tindakan pembedahan.
a. Pemberian resusitasi dengan memberikan oksigen konsentrasi
tinggi untuk meningkatkan saturasi darah arterial untuk mencegah
kerusakan otak. Resusitasi cairan juga perlu diberikan agar klien
terhindar dari dehidrasi.
b. Betabloker (propanolol)
Pemberian propanolol berfungsi untuk menurunkan denyut jantung
dan kekuatan kontraksi serta iritabilitas miokard, serta mengurangi
spasme infundibular sehingga dapat mengatasi spell, dipakai untuk
mencegah dan mengobati serangan sianosis. Propnolol dapat
diberikan secara intravena dan oral. Untuk dosis intravena 0,01 mg -
0,25 mg/kg BB, sedangkan untuk dosis oral 2-6 mg/kg BB/hari
dalam 3-4 kali pemberian.
c. Morfin
Pemberian morfin sulfat dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg secara subcutan
atau intravena bertujuan untuk menekan sentra pernafasan dan
mengurangi hiperepnea juga menurunkan tonus simpatik dan
menurunkan konsumsi oksigen.
d. Ketamin
20
Pemberian ketamin dengan dosis 1-3 mg/kg BB/iv bertujuan untuk
meningkatkan SVR dan memberi efek sedasi pada anak.
e. NaHCO3 atau Natrium Bicarbonat
Natrium bicarbonat merupakan sebuah pengalkali sistemik kuat
untuk mengobati asidosis metabolik berat dengan mengganti ion
bikarbonat dan memulihkan kapasitas buffer tubuh.
f. Fenileprin
Jenis vasokonstriktor ini, fenileprin dengan dosis 0,02 mg/kg BB
dapat meningkatkan SVR.
21
5. Catat perubahan selama tindakan
6. Cuci tangan
b. Sikap
1. Ramah dan hati hati
2. Sopan
3. Komunikatif
c. Dokumentasi
1. Hasil pengkajian klien
2. Respon klien sebelum dan sesudah
intervensi
2) Hindari dehidrasi
3) Memperhatikan kebersihan mulut dan gigi untuk
meniadakan sumber infeksi terjadinya endocarditis dan
abses otak.
3) Penatalaksanaan Bedah
a. Tindakan Paliatif
1). Anastomose Blalock Taussig
Anastomose subclavia pulmoner dari blalock
taussig adalah intervensi palliative yang umumnya
dianjurkan bagi anak yang tidak sesuai bedah korektif.
Arteri subklavia yang berhadapan dengan sisi lengkung
aorta diikat,dibelah dan dianastomosekan ke arteria
pulmoner kolateral.Keuntungan pirau ini adalah
kemampuannya membuat pirau yang sangat kecil,yang
tumbuh bersama anak dan kenyataannya mudah
mengangkatnya selama perbaikan definitive. Anastomosis
Blalock-Taussig yang dimodifikasi pada dasarnya sama,
namun memakai bahan prostetik, umumnya poli
tetrafluoroetilen. Dengan pirau ini ukurannya dapat lebih
dikendalikan,dan lebih mudah diangkat karena kebanyakan
22
seluruh perbaikan tuntas dilakukan pada saat anak masih
sangat muda. Konsekuensi hemodinamik dari Blalock-
Taussig adalah untuk memungkinkan darah sistemik
memasuki sirkulasi pulmoner melalui arteri subclavia,
sehingga meningkatkan aliran darah pulmoner dengan
tekanan rendah sehingga menghindari kongesti paru. Aliran
darah ini memungkinkan stabilisasi status jantung dan paru
sampai anak itu cukup besar untuk menghadapi
pembedahan korektif dengan aman. sirkulasi kolateral akan
muncul untuk menjamin aliran darah arterial yang
memadai.
2). Anastomose Waterston Cooley
Anastomose ini merupakan prosedur paliatif yang
digunakan untuk bayi yang menurunkan aliran darah paru,
seperti tetralogy fallot. Prosedur ini merupakan prosedur
jantung tertutup yaitu aorta desenden posterior secara
langsung dijahit pada bagian anterior arteri pulmoner kanan
membentuk sebuah fistula. walaupun pirauini sulit diangkat
selama perbaikan definitive, pirau ini pada umumnya telah
menggantikan cara anastomose Potts-smith yang
merupakan pirau end to end antara aorta desenden dan
arteri pulmoner kiri, karena secara tehnis paling mudah
dilakukan
b. Tindakan Definitive
Tindakan ini juga disebut sebagai tindakan koreksi
total dari tetralogy fallot. Syarat operasi koreksi total adalah
ukuran arteri pulmonalis kanan dan kiri cukup dan
memenuhi kriteria yang diajukan oleh kirklin yang
disesuaikan dengan berat badan selain itu ukuran dan fungsi
ventrikel kiri harus baik agar mampu menampung aliran
darah dan memompanya setelah terkoreksi. Pada operasi
23
total korektif ini, jika sebelumnya terpasang pirau atau
shunt, shunt ini harus diangkat, kemudian obstruksi aliran
keluar dari ventrikel kanan dihilangkan dan dilebarkan
menggunakan dakron dengan dukungan pericard. Katup
pulmoner di insisi, defek septum ventrikel ditutup dengan
dacron.
10. Pathway
Gambar 2.4 Web Of Caussation Tetralogy Of Fallot (TOF)
24
terbentuk defek pada septum ventrikel. Migrasi merupakan pergeseran
bagian-bagian jantung sebelum mencapai bentuk akhirnya, yaitu terbentuk
lengkap pada minggu ke- 7 sampai minggu ke- 8 kehamilan (Fyler DC,
2003).
Penderita penyakit jantung bawaan sianotik dengan TOF insiden
untuk terjadi spell hipoksik meningkat dalam 3 tahun pertama
kehidupannya, dengan insiden tertinggi terjadi pada bayi usia 2 sampai
dengan 4 bulan. Dan kejadian menurun setelah umur 10 tahun (Ontoseno
Teddy, 2007). Hal ini dikarenakan pada anak dengan TOF dengan usia
lebih dari 3 tahun anak dengan sendirinya mempunyai respon untuk
berjongkok atau melakukan posisi squating jika akan terjadi tanda-tanda
spell hipoksik, sehingga kejadian spell bisa diminimalkan. Posisi squating
yaitu posisi mendekatkan lutut ke dada. Posisi squating ini mempunyai
prinsip yang sama dengan posisi knee chest yaitu untuk meningkatkan
SVR agar aliran darah ke paru bertambah. Untuk anak usia 1-3 tahun
belum bisa melakukan posisi squating atau berjongkok sehingga jika
terjadi tanda awal kegawatan dari spell hipoksia harus dibantu dengan
posisi knee chest. Untuk itu peneliti akan memfokuskan konsep tumbuh
kembang anak pada usia 1-3 tahun yaitu pada bayi dan todler.
25
baru lahir. Untuk tinggi badan dalam tahun pertama panjang badan rata-
rata bayi Indonesia bertambah 23 cm. Pada umur 1 tahun panjang nya
mencapai 71 cm. Setelah umur 2 tahun, kecepatan tinggi badan bertambah
kira-kira 5 cm/tahun. Sedangkan untuk pertumbuhan gigi pada anak usia 1
tahun tumbuh 6-8 gigi susu, usia 2,5 tahun anak sudah memiliki gigi susu
sebanyak 20 buah (Maryunani, Anik, 2010).
Sedangkan untuk pertumbuhan klien dengan PJB sianotik
khususnya TOF mengalami keterlambatan, berat badan sulit naik
dikarenakan keadaan hipoksia dan kesulitan bernapas yang menyebabkan
persoalan makan pada anak sehingga terjadi malnutrisi (Heru Samudro,
2012). Untuk klien dengan TOF, peningkatan tinggi badan juga
mengalami hambatan, secara umum klien dengan TOF terlihat lebih kecil /
lebih pendek dan mengalami malnutrisi hal ini sebabkan karena kurangnya
asupan gizi, malabsorbsi, kesulitan makan, dan meningkatnya kebutuhan
energi. (Heru Samudro, 2012). Untuk pertumbuhan gigi, klien dengan
TOF menunjukkan pertumbuhan gigi yang terlambat. Hipoksemia kronis
merupakan predisposisi untuk terjadinya karies gigi. Anak-anak dengan
PJB sianotik khususnya TOF sering didapat hipoplastik email gigi yang
akan menyebabkan lebih cepatnya terjadi pembusukan gigi (Sutisna, 2010)
Dilihat dari aspek perkembangan pada anak usia 1-3 tahun
umumnya anak normal dapat merangkai 2 kata atau menyebutkan kata,
bermain aktif dan mengikuti perintah, berjalan beberapa langkah tanpa
bantuan, memakai atau melepas pakaian, minum dari cangkir tanpa
dibantu. Pada masa ini anak diajarkan toilet training. Dimasa ini pula anak
bisa diajari menggosok gigi sendiri. Pada anak normal usia ini umumnya
mereka sudah mulai dapat bermain dan bersosilisasi dengan teman sebaya
(Wong Donna L, dkk. 2009)
Sedangkan perkembangan anak dengan PJB sianotik khususnya
TOF pada usia ini juga mengalami keterlambatan disebabkan karena multi
faktorial. Beberapa faktor yang mempengaruhi keterlambatan
perkembangan diantaranya:
26
1. Anak anak dengan PJB dikarenakan kondisi tubuhnya yang lemah
sering mengalami keterbatasan fisik dan aktifitas. Gangguan
kemampuan fisik juga menghambat keterampilan lain seperti
perilaku dan eksplorasi (Wray J, Sensky T, 2012).
2. Kecemasan dan kekhawatiran pada anak yang sakit sering
menyebabkan orang tua overprotektif sehingga membatasi interaksi
sosial dan membatasi gerak anak sehiingga mempengaruhi
perkembangan bicara dan keterampilan sosialisasi. (Wray J, Sensky
T, 2012).
3. Efek dari sakit yang berkepanjangan, anak dengan PJB
menghabiskan jangka waktu yang lama di rumah sakit
mengakibatkan inkonsistensi dari lingkungan fisik dan jumlah
orang yang terlibat dengan anak sehingga mempengaruhi
keterlambatan perkembangan (Wray J, Sensky T, 2012).
4. Hipoksia seluler kronik pada anak dengan PJB sianotik
menyebabkan keterlambatan keterampilan motorik karena
berkurangnya kekuatan otot dan keseimbangan tubuh untuk
melakukan aktivitas tertentu. (Wray J, Sensky T, 2012)
1. Pengkajian
27
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga diketahui
permasalahan yang dialami oleh klien.
1) Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, berat badan lahir serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak,
anak ke berapa, jumlah saudara dan identitas orangtua.
2) Keluhan Utama
(1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya orangtua mengeluh nafas anak sesak, lemas,
ujung jari tangan dan kaki teraba dingin, anak cepat berhenti saat
menyusu, keringat yang berlebihan, berat badan anak bertambah,
sianosis atau kebiruan pada bibir dan kuku.
(2) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu pada neonates juga mencakup
riwayat kesehatan keluarga atau riwayat kesehatan serangan
sianotik, faktor genetic, riwayat keluarga mempunyai penyakit
jantung bawaan dan riwayat tumbuh kembang anak.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji kesehatan keluarga apakah keluarga memiliki
riwayat penyakit jantung bawaan atau kelainan kromosom.
(4) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat kesehatan ibu saat hamil trimester 1 dengan
penyakit rubella. Adanya riwayat obat-obatan yang di konsumsi
ibu saat hamil, kebiasaan ibu merokok, minum alcohol selama
hamil.
28
kurus dan mudah sakit, infeksi saluran nafas. Sedangkan untuk
perkembangannya mengalami gangguan aspek motoric.
(6) Riwayat aktivitas
Anak-anak yang menderita penyakit jantung bawaan sering
tidak dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari secara normal. Jika
ia melakukan aktivitas yang berat anak dapat mengalami serangan
sianosis.
3) Pemeriksaan Fisik
(1) Tanda- tanda vital
Nadi umumnya normal 120-130 x/menit namun dapat juga teraba
cepat, pernafasan cepat sehingga anak tampak sesak nafas dan sulit
beraktivitas, suhu umumnya normal jika tidak terdapat infeksi.
(2) Kepala
Umumnya ditemukan rambut mudah rontok.
(3) Wajah
Wajah tampak lemah pucat, kelelahan dan ikterik.
(4) Mata
Anak mengalami anemis konjungtiva, sclera ikterik karena adanya
udem di hepar, kornea arkus sinilis dan jaundice.
(5) Hidung
Pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun anak
akan mengalami napas pendek, bunyi napas ronki kasar dan cuping
hidung.
(6) Mulut
Pemeriksaan mulut didapat bibir pucat atau membiru, lidah berwarna
merah hati.
(7) Leher
Ditemukan pelebaran tiroid (hipertiroid), dan distensi vena jugularis.
(8) Jantung
29
Pada ASD dapat di jumpai takikardia, jantung berdebar, denyut arteri
pulmonalis dapat diraba di dada dengan bunyi jantung abnormal.
Bunyi jantung abnormal dapat terdengar murmur, akibat peningkatan
aliran darah yang melalui katup pulmonalis, juga dapat terdengar
akibat peningkatan aliran darah yang mengalir melalui trikuspidalis
pada pira yang besar. Pembesaran jantung terkadang mengubah
konfigurasi dada. Batas jantung terdapat pada RIC 2 dan 3 yang
disebut diastole dan RIC 5 dan 4 disebutsistole.
(9) Paru
Biasanya pada anak dengan Tof, hasil inspeksi tampak adanya retraksi
dinding dada akibat pernafasan yang pendek dan dalam dan tampak
menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan. Palpasi mungkin teraba
desakan dinding paru yang meningkat terhadap dinding dada, pada
perkusi mungkin terdengar suara redupkarena peningkatan volume
darah paru dan untuk auskultasi akan terdengar ronkhi basah atau
krekels sebagai tanda adanya edema paru pada komplikasi kegagalan
jantung. Bayi yang baru lahir saat di auskultasi akan terdengar suara
nafas mendengkur yang lemah bahkantakipneu.
(10) Kulit
Kulit tampak kemerahan (rubella), lembab, turgor kulit jelek.
(11) Ekstremitas
Ditemukan pada ekstremitas teraba dingin bahkan dapat terjadi
clubbing finger akibat kurangan oksigen ke perifer, kuku tampak
sianosis, telapak tangan pucat, udem pada tibia punggung kaki.
4) Pemeriksaan Penunjang
1) Foto polos dada : adanya kelainan letak, ukuran, bentuk jantung,
vaskularisasi paru, edema paru, parenkim paru, letak lambung dan
hepar
2) Elektrokardiografi : adanyanya kelainan, frekuensi
3) Ekokardiografi
30
Pemeriksaan EKG pad TOF didapatkan hasil sumbu QRS hampr
selalu berdevisiasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan
(Aspiani, 2015).
4) Pemeriksaan laboratorium
Terdapat nilai hemoglobin menurun dan peningkatan nilai
hematrokit, pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan
hematokrit antara 50-65%. Nilai gas darah arteri menunjukkan
peningkatan tekanan persial karbondioksida (PCO2), penurunan
tekanan parsial oksigen (PO2).
31
2. Diagnosa Keperawatan Teoritis
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu
klien, keluarga, dan komunitas terhadap maslaah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial (PPNI, 2016) . Diagnosa keperawatan yang munkin muncul pada
kline Anak dengan Tetralogy Of Fallot adalah :
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung
2) Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek
ketidakmampuan fisik
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
5) Resiko infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder
6) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri dan/atau vena
7) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
32
2. Bradikaria normal - Monitor tekanan darah
3. Kelelahan menurun - Monitor intake dan output cairan
4. Edema menurun - Monitor berat badan setiap hari
5. Dipsnea membaik pada waktu yang sama
6. Gambaran EKG aritmia - Monitor saturasi oksigen
membaik - Monitor keluhan nyeri dada
- Monitor EKG 12 sedapan
- Monitor aritmia
Terapeutik
- Posisikan pasien semi fowler atau
fowler dengan kaki kebawah atau
posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang sesuai
- Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress jika perlu
Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
- Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiaritmia
Edukasi:
33
- Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
34
Edukasi
- Ajarkan pasuen dan keluarga cara
menggunaka oksigen dirumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur
5. Resiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi
berhubungan dengan keperawatan, selama 1x24 jam Observasi
ketidakadekuatan diharapkan tingkat infeksi - Monitor tanda dan gejala infeksi
pertahanan tubuh menurun dengan kriteria hasil: local dan sistemik
sekunder. 1. Demam menurun
2. Nyeri menurun Terapeutik
3. Kemerahan menurun - Batasi jumlah pengunjung
4. Bengkak menurun - Berikan perawatan kulit pada area
edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunitas,
jika perlu
35
pengambilan darah diarea
keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas
keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan
pemasangan touniquet pada area
yang cidera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan
kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi :
- Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dialporkan
36
5. Evaluasi Keperawatan Teoritis
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang ditentukan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan,untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan. (Kodim,2015).
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan.
Format evaluasi
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O :Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis. Tugas
dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai
dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan (Setiadi,
2012).
37
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lippincot William dan Wilkins, 2008 mendefinisikan tetralogy of
fallot (TOF) sebagai suatu gangguan yang terjadi pada jantung dengan
ditemukannya 4 jenis kelainan secara anatomi pada jantung yang terdiri
dari Ventricular Septal Defect (VSD), Overriding Aorta, Pulmonal
Stenosis Infundibular dengan atau tanpa PS Valvular serta Hipertropy
38
Ventrikel Kanan. Para ahli berpendapat bahwa penyebab faktor endogen
dan eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung
bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adalah multi faktor.
Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum
akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu kedelapan
kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Anak
dengan Tetralogy Of Fallot adalah :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung
2. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek
ketidakmampuan fisik
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
5. Resiko infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder
6. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri dan/atau vena
7. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
B. Saran
Asuhan keperawatan teoritis ini diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan, keterampilan dan wawasan penulis sendiri dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan pneumonia . Diharapkan penulis dapat
39
melakukan pengkajian sampai dengan intervensi keperawatan secara teoritis
agar asuhan keperawatan dapat tercapai tepat sesuai dengan masalah yang
ditemukan pada klien.
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan bahwa:
1. Diharapkan kepada perawat dalam mengumpulkan data agar
menggunakan berbagai sumber informasi dengan menggunakan
teknik-teknik wawancara, observasi, pengkajian fisik dan
dokumentasi agar data yang terkumpul akurat dan komprehensif.
2. Untuk meningkatkan mutu keperawatan maka diperlukan
pendokumentasian proses keperawatan sebagai salah satu bukti
pertanggung jawaban terhadap usaha yang telah diberikan maka
sebaiknya rumah sakit menyiapkan format untuk
pendokumentasian
3. Dalam menetapkan diagnose keperawatan diharapkan perawat
agar memperhatikan respon klien yang berbeda-beda terhadap
masalah kesehatan melalui pengkajian biopsikososial spiritual dan
cultural yang komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Patricia, Nicky. 2021. Asuhan Keperawatan Pada Dengan Penyakit Jantung Bawaan Diruangan
Irna Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M.Djamil Padang. Diakses pada 26 Maret 2023. Di
akses dari https://pustaka.poltekkespdg.ac.id/repository/KTI_NICKY_PATRICIA___.pdf
Putri, Della Amanda. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Anak. S Yang Mengalami Tetralogy Of
Fallot di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
40
Di akses pada 26 Maret 2023. Di akses dari
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1117/DELLA%20AMANDA
%20PUTRI%20KTI.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Tim Pokja SDKI DPD PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta
Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPD PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta
Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPD PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta
Selatan: DPP PPNI
41