Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menjalankan Kepanitraan Klinik Senior
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Pertamedika Ummi Rosnati Banda Aceh
Pembimbing:
dr. Erlinda, Sp. PD
Disusun Oleh:
Harliadi
21174053
Segala puji bagi Allah SWT semesta alam atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Shalawat beserta salam kepada
junjungan islam, Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan contoh teladan dan
membukawawasan cakrawala umat manusia.
Refarat Trait Thalassemia ini sebagai rangkaian untuk memenuhi tugas akhir kegiatan
Kepaniteraan Klinik di bagian/ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama di Rumah Sakit Pertamedika Ummi Rosnati. Refarat ini juga diperuntukkan
guna menambah wawasan pengetahuan. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama penyusunan laporan kasus ini
kepada dr. Erlinda, Sp. PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum
Daerah Meuraxa dan teman seperjuangan yang telah memberikan dorongan dan motivasi
sehingga laporan kasus ini dapat di selesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan Refarat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu,
saran dan masukan yang bersifat konstruktif dari semua pihak senantiasa penulis harapkan
guna perbaikan di masa yang akan datang sehingga dapat menghasilkan karya yang lebih
bermutu dan bermanfaat bagi dunia penelitian kesehatan dalam uapaya meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat Indonesia.
Harliadi, S. Ked
21174053
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................6
2.1 Definisi2,3,4,5..............................................................................................................6
2.2 Pembentukan Hemoglobin3,4,6,7,8...........................................................................7
2.3 Sintesis Thalasemia2,3,4..........................................................................................9
2.4 Epidemiologi2,3.....................................................................................................10
2.5 Klasifikasi2,3,4,5.......................................................................................................11
2.6 Patofisiologi10.......................................................................................................19
2.7 Patogenesis10,11......................................................................................................20
2.8 Manifestasi Klinis2,3,4...........................................................................................21
2.9 Komplikasi Thalasemia.....................................................................................22
2.10 Diagnosis Thalasemia2,3,4....................................................................................23
2.11 Pengobatan
3,4,6,12,13,14,15,16,17
.................................................................................26
2.12 Pemantauan2,3,4..................................................................................................29
2.13 Pencegahan........................................................................................................30
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi2,3,4,5
(Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut
Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Mongoloid yang kuat. Keseluruhan
populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan,
Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores 3.
Pada tahun 1955, Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai, telah melaporkan
adanya 3 orang anak menderita thalassemia mayor dan 4 tahun kemudian ditemukan
23 orang anak dengan penyakit yang serupa di Indonesia. Dalam kurun waktu 17
tahun, yaitu dari tahun 1961 hingga tahun 1978 telah menemukan tidak kurang dari
300 penderita dengan sindrom thalassemia ini. Kasus-kasus yang serupa telah
banyak pula dilaporkan oleh berbagai rumah sakit di Indonesia, di antaranya
Manurung (1978) dari bagian Ilmu Kesehatan Anak F.K. Universitas Sumatera
Utara Medan telah melaporkan 13 kasus, Sumantri (1978) dari bagian Kesehatan
Anak F.K. Universitas Diponegoro Semarang, Untario (1978) dari bagian Ilmu
Kesehatan Anak F.K. Airlangga, Sunarto (1978) dari bagian Ilmu Kesehatan Anak
F.K. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Demikian pula telah dilaporkan kasus-
kasus yang serupa dari F.K.Universitas Hasanuddin Ujung Pandang (Wahidayat,
1979). Vella (1958), Li-Injo& Chin (1964) dan Wong (1966). Demikian juga di
Malaysia dengan kasus yang serupa dilaporkan oleh George et.al. (1992)3.
2.4 Epidemiologi2,3
Penelitian Humris-Pleyte tahun 2001 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta menemukan bahwa dari 192 kasus thalassemia yang diteliti sebanyak
59,4% kasus diagnosanya sudah dapat ditegakkan sebelum anak berumur 1 tahun,
33,3 % pada anak berumur1-2 tahun, 7,3 % pada saat anak berumur 2-4 tahun ,dan
lebih dari 90% ditegakkan pada saat anak berumur sebelum 2 tahun. Berdasarkan
data thalassemia yang berobat di Pusat Thalassemia RSCM Jakarta dari tahun 1993
sampai Juli 2007 yang berjumlah 1.267 kasus, terdapat 499 kasus (39,38%)
berusia 0-5 tahun, 394 kasus (31,10 %) berusia 6-10 tahun, 224 kasus
(17,68%) berusia 11-15 tahun, 104 kasus (8,04 %) berusia 16-20 tahun, dan 46
kasus (3,63 %) berusia > 20 tahun.
Thalassemia ditemukan secara terbatas di daerah Mediterania, tetapi
sekarang ini sudah ditemuka di seluruh dunia. Saat ini thalassemia diidentifikasi
telah ditemukan di daerah Eropa Selatan dari Portugal ke Spanyol, Italia dan Yunani,
serta beberapa kasus di daerah Eropa Tengah dan sebagian di daerah bekas Uni
Soviet. Thalassemia juga ditemukan di derah Asia Tengah seperti Iran, Pakistan,
India, Bangladesh, Thailand, Malasyia, Indonesia, dan Cina Selatan, sama halnya
juga di daerah Pantai Afrika Utara dan Amerika Serikat.
Carrier thalassemia ditemukan di seluruh dunia, tapi thalassemia pada
umumnya terdapat pada penduduk Asia Tenggara (Vietnam, Laos, Thailand,
Singapura, Filipina, Kamboja, Malaysia, Burma dan Indonesia), Cina, India bagian
selatan, Afrika, Mediterania, Yunani, dan Italia.
Thalassemia-a ditemukan dalam jumlah yang besar di Asia Tenggara (Thailand,
Semenanjung Melayu, dan Indonesia), Mediterania dan Afrika Barat.
Thalassemia-β mempunyai distribusi yang luas di dunia ini. Sering
ditemukan di daerah sekitar Mediterania dan beberapa bagian dari Timur Tengah,
India, Pakistan, dan Asia Tenggara di daerah ini frekuensi pembawa gen
thalassemia bervariasi antara 2 dan 30 %. Penyakit ini diturunkan melalui gen
yang disebut gen globin alpha dan gen globin beta yang terletak pada
kromosom 11 dan kromosom 16. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Bila hanya sebelah gen yang mengalami kelainan disebut carrier
thalassemia. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom,
dinamakan penderita thalassemia (homozigot/mayor).
Thalassemia mayor terjadi apabila kedua orangtua carrier thalassemia. Anak-
anak dengan thalassemia mayor tampak normal saat lahir, dan akan mengalami
kekurangan darah pada usia antara 3-18 bulan. Penderita memerlukan transfuse
darah secara berkala seumur hidupnya. Apabila para penderita mayor tidak dirawat,
maka hidup mereka hanya bertahan antara 1-8 tahun.
Pada thalassemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut sudah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalassemia
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada usia 4-6
tahun.
2.5 Klasifikasi2,3,4,5
Sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing melibatkan penurunan
produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk bermacam-macam jenis Hb
yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling penting dalam praktek
klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik atau sintesis rantai a maupun β.
a. Thalassemia-α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-a
banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar
Asia. Delesi gen globin-a menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat
empat gen globin-a pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-a
yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat
gen ini.
Tabel 1. Thalassemia
Hemoglobin Elektroforesis
Genotip Jumlah gen a Presentasi Klinis
Saat Lahir > 6 bulan
aa/aa 4 Normal N N
-a/aa 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N
--/aa atau 2 Trait thal-a 2-10% Hb Barts N
—a/-a
--/-a 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart Hb H
Keterangan:
N = hasil normal
Hb = hemoglobin
Hb Bart’s = γ4
HbH =β 4
Trait Thalassemia-a
1 Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah
merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen a
pada satu kromosom 16 atau satu gen a pada masing-masing kromosom.
Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur
Tengah.
2 Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ 4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak
terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.
Penyakit Hb H
1. Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin a, merepresentasikan
thalassemia-a intermedia, dengan anemia sedang sampai berat,
splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada
sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan
tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H)
yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga
menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai
Heinz bodies.
Gambar Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H
Thalassemia-a mayor
1. Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
2. globin-a, disertai dengan tidak ada sintesis rantai a sama sekali.
3. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A 2 semuanya mengandung rantai a, maka tidak
satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang
menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-
bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah
kecil Hb embrional normal (Hb Portland = 32γ2), yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen.
4. Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang
lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik,
dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat
hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat
bergantung dengan transfusi
b. Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-a, dikenal beberapa bentuk klinis dari
thalassemia-β; antara lain :
Silent carrier thalassemia-β
1. Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai
eritrosit yang rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan
merepresentasikan suatu thalassemia-β+.
2. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika
diwariskan bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-βV, menghasilkan
sindrom thalassemia intermedia.
Trait thalassemia-β
1. Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb
A2, Hb F, atau keduanya.
4. Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau
tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang
disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung,
termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh
siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.
5. Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-βV homozigot yang
tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis
berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre)
dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi,
terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan
presipitasi kelebihan rantai a, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb
turun secara cepat menjadi W 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar
serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding
capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang
sangat tinggi dalam eritrosit.
c. Stadium Thalassemia
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah
kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat
gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk
memulai terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia-β mayor atau intermedia.
Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed
Red Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram
(ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri,
dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal.
2. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan
memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan
dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan
ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam
3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya
fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi
prematur dari atrial dan ventrikular.
2.6 Patofisiologi10
Penyebab anemia pada thalassemia bersifat primer dan sekunder, Primer adalah
berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena
defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravascular yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial
dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA
pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin
berkurang.Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.
2.7 Patogenesis10,11
a. Thalassemia-a
a-globin adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang
disebut hemoglobin, yang merupakan protein dalam sel darah merah yang membawa
oksigen ke sel dan jaringan di seluruh tubuh. Hemoglobin terdiri dari empat subunit:
dua subunit alfa-globin dan dua subunit jenis lain globin.
HBA1 (Hemoglobin, a-1) adalah gen yang memberikan instruksi untuk
membuat protein yang disebut a-globin. Protein ini juga diproduksi dari gen
yang hampir identik yang disebut HBA2 (Hemoglobin, a-2). Kedua gen globin
alpha- terletak dekat bersama-sama dalam sebuah wilayah kromosom 16 yang
dikenal sebagai lokus globin alfa. HBA1 dan HBA2 terletak dikromosom 16
lengan pendek di posisi 13.3. HBA1 terletak di gen pasangan basa 226.678 ke
227.519 sedangkan HBA 2 terletak di pasangan basa222.845 ke 223.708.
Pada manusia normal terdapat 4 kopi gen a-globin yang terdapat masing-masing
2 pada kromosom 16. Gen-gen ini membuat komponen globin-a pada
hemoglobin
orang dewasa normal, yang disebut hemoglobin A, dan juga merupakan
komponen dari hemoglobin pada janin dan orang dewasa lainnya, yang disebut
hemoglobin A2. Mutasi yang terjadi pada gen a-globin adalah delesi.
Delesi 1 gen a : Tidak ada dampak pada kesehatan, tetapi orang tersebut mewarisi
gen thalasemia, atau disebut juga Thalassaemia Carier/Trait.
Delesi 2 gen a : Hanya berpengaruh sedikit pada kelinan fungsi darah.
Delesi 3 gen a : anemia berat, disebut juga Hemoglobin H (Hbh) disease.
Delesi 4 gen a : berakibat fatal pada bayi karena a- globin tidak dihasilkan
sama sekali.
b. Thalassemia-β8,9
Globin-β adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar
yang disebut hemoglobin, yang terletak di dalam sel darah merah. HBB gen yang
memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut globin-β.
Lebih dari 250 mutasi pada gen HBB telah ditemukan menyebabkan talasemia
beta. Sebagian besar mutasi melibatkan perubahan dalam satu blok bangunan DNA
(nukleotida) dalam atau di dekat gen HBB. Mutasi lainnya menyisipkan atau
menghapus sejumlah kecil nukleotida dalam gen HBB. Mutasi gen HBB yang
menurunkan hasil produksi globin-β dalam kondisi yang disebut β-plus (B+)
thalassemia.
Tanpa globin-β, hemoglobin tidak dapat terbentuk yang mengganggu
perkembangan normal sel-sel darah merah. Kekurangan sel darah merah akan
menghambat oksigen yang akan dibawa dan membuat tubuh kekurangan
oksigen. Kurangnya oksigen dalam jaringan tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ, dan masalah kesehatan lainnya termasuk thalassemia-β. HBB gen yang
terletak di kromosom 11 lengan pendek di posisi 15.5. HBB gen dari pasangan basa
5.203.271 sampai pasangan basa 5.204.876 pada kromosom 11.
Pada manusia normal terdapat 2 kopi gen β- globin yang terdapat pada
kromosom 11, yang membuat β-globin yang merupakan komponen dari
hemoglobin pada orang dewasa, yang disebut hemoglobin A. Lebih dari 100 jenis
mutasi yang dapat menyebabkan thalasemia β, misalkan mutasi β- 0 yang
berakibat tidak adanya β- globin yang diproduksi, mutasi beta +, dimana hanya
sedikit dari β- globin yang diproduksi. Jika seseorang memiliki 1 gen β- globin
normal, dan satu lagi gen yang sudah termutasi, maka orang itu disebut carier/trait.
c. Pemeriksaan penunjang
Darah tepi :
1. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
2. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis
berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic
stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini
lebih kurang khas.
Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
1. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil.
2. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
Pemeriksaan khusus :
1. Hb F meningkat : 20%-90% Hb total.
2. Elektroforesis Hb : Hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
3. Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
Pemeriksaan lain :
1. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
2. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum
tulang sehingga trabekula tampak jelas.
Diagnosis dari thalassemia diketahui dengan melakukan beberapa pemeriksaan darah, seperti :
Y 8B4 (Full $lood Count)
5emeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa jumlah sel darah
merah yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang ada di sel darah merah, dan
ukuran serta bentuk dari seldarah merah.
Y Sediaan Darah Apus
5ada pemeriksaan ini darah akan diperiksa dengan mikroskop untuk melihat
jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Selain itu
dapat juga die+aluasi bentuk darah, kepucatan darah, dan maturasi darah.
Y Iron studies
5emeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek penggunaan dan
penyimpanan Aat besi dalam tubuh. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
membedakan apakah penyakit disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau
thalassemia.
Y Haemoglobinophathy eνaluation
5emeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif hemoglobin
yang ada dalam darah.
Y Analisis D7A
Analisis D7A digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang
memproduksi rantai alpha dan beta. 5emeriksaan ini merupakan tes yang paling
efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada thalassemia.
Thalasemia minor :
1. Anemia kurang besi
2. Anemia karena infeksi menahun
3. Anemia pada keracunan timah hitam (5b)
4. Anemia sideroblastik
3,4,6,12,13,14,15,16,17
2.11 Pengobatan
Pengobatan thalassemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan dari gangguan.
Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta talasemia cenderung ringan atau
tanpa gejala dan hanya membutuhkan sedikit atau tanpa pengobatan. Terdapat 3 (standar)
perawatan umum untuk thalassemia tingkat menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi
besi dan chelation, serta mmenggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat perawatan
lainnya adalah dengan transplantasi sum-sum tulang belakang, pendonoran darah tali pusat,
dan HLA (Human Leukocyte Antigens).
a. Transfusi darah12
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini merupakan terapi
utama bagi orang-orang yang menderita thalassemia sedang atau berat. Transfusi darah
dilakukan melalui pembuluh +ena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin
normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara rutin
karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita beta
thalassemia intermedia, transfuse darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin.
Sedangkan untuk beta thalssemia mayor (4ooleyMs Anemia) harus dilakukan secara teratur
(2 atau 4 minggu sekali).
b. Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya
diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
c. Gangguan jantung, hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan Aat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung
(gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid)
dan fraktur patologis.
2.13 Pencegahan
a. Pencegahan Primer6
Pencegahan primer adalah mencegah seseorang untuk tidak menderita thalassemia
ataupun menjadi carrier thalassemia yaitu dengan konseling genetic pranikah. Konseling
genetic pranikah ditujukan untuk pasangan pranikah terutama pada populasi yang
berprevalensi tinggi (prevalensi S5%) agar memeriksakan diri apakah mereka mengemban
sifat genetic tersebut atau tidak. Konseling juga ditujukan kepada mereka yang mempunyai
kerabat dekat penderita thalassemia.
Tujuan utama dari konseling pranikah adalah untuk mencegah terjadinya perkawinan
antar carrier. Hal ini mengingat mereka berpeluang 50% untuk mendapatkan keturunan carrier
thalassemia, 25% thalassemia mayor, 25% menjadi anak normal yang bebas thalassemia.
b. Pencegahan Sekunder6
Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal selain ditujukan untuk pasangan carrier, juga dimaksudkan
bagi pasangan beresiko lainnya yang telah mempunyai bayi thalassemia.Tujuan dari
diagnosis prenatal adalah untuk mengetahui sedini mungkin apakah janin menderita
thalassemia mayor atau tidak. Diagnosis prenatal dapat dilakukan pada usia 8-10
minggu kehamilan dengan sampel villi chorialis sehingga masih memungkinkan
untuk melakukan terminasi jika dibutuhkan.
Skrining
Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil
terapi yang lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi :
1. Hematologi rutin untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel darah.
2. Gambaran darah tepi untuk melihat bentuk, warna, dan kematangan sel sel darah.
3. Feritin, iron serum (SI) untuk melihat status besi.
4. Analisis hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis thalassemia.
5. Analisis DNA untuk diagnosis prenatal (pada janin) dan penelitian.
Transfusi darah
Pemberian transfusi darah berupa sel darah merah sampai kadar sekitar 11
gr/dL. Kadar hemoglobin setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang
berlebihan di dalam sum-sum tulang juga mengurangi absorbs Fe di traktus
digestivus. Pasien dengan kadar Hemoglobin yang rendah untuk waktu lama, perlu
ditransfusi dengan hati-hati dan sedikit demi sedikit. Frekuensi sebaiknya sekitar 2-3
minggu. Sebelum dan sesudah transfuse ditentukan hematokrit. Berat badan perlu
dipantau, paling sedikit dua kali setahun.
C. Pencegahan Tersier6
Pencegahan tersier adalah mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi
bagi penderita thalassemia. Pencegahan tersier bagi penderita thalassemia adalah dengan
mendirikan pusat rehabilitasi medis bagi penderita thalassemia. Saat ini telah berdiri Yayasan
Penderita Thalassemia Indonesia di Jakarta. Yayasan ini bertujuan untuk menghimpun dana
bagi penderita yang kurang mampu. Selain itu yayasan ini juga menjadi wadah untuk bertukar
informasi, pikiran, dan pengalaman dalam mengatasi masalah kesehatan dan psikologis
penderita thalassemia.
BAB III
KESIMPULAN