Anda di halaman 1dari 34

TRAIT THALASEMIA

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menjalankan Kepanitraan Klinik Senior
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Pertamedika Ummi Rosnati Banda Aceh

Pembimbing:
dr. Erlinda, Sp. PD

Disusun Oleh:
Harliadi
21174053

BAGIAN SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
RUMAH SAKIT PERTAMEDIKA UMMI ROSNATI
BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT semesta alam atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Shalawat beserta salam kepada
junjungan islam, Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan contoh teladan dan
membukawawasan cakrawala umat manusia.
Refarat Trait Thalassemia ini sebagai rangkaian untuk memenuhi tugas akhir kegiatan
Kepaniteraan Klinik di bagian/ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama di Rumah Sakit Pertamedika Ummi Rosnati. Refarat ini juga diperuntukkan
guna menambah wawasan pengetahuan. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama penyusunan laporan kasus ini
kepada dr. Erlinda, Sp. PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum
Daerah Meuraxa dan teman seperjuangan yang telah memberikan dorongan dan motivasi
sehingga laporan kasus ini dapat di selesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan Refarat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu,
saran dan masukan yang bersifat konstruktif dari semua pihak senantiasa penulis harapkan
guna perbaikan di masa yang akan datang sehingga dapat menghasilkan karya yang lebih
bermutu dan bermanfaat bagi dunia penelitian kesehatan dalam uapaya meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat Indonesia.

Banda Aceh, 17 September 2022

Harliadi, S. Ked
21174053
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................6
2.1 Definisi2,3,4,5..............................................................................................................6
2.2 Pembentukan Hemoglobin3,4,6,7,8...........................................................................7
2.3 Sintesis Thalasemia2,3,4..........................................................................................9
2.4 Epidemiologi2,3.....................................................................................................10
2.5 Klasifikasi2,3,4,5.......................................................................................................11
2.6 Patofisiologi10.......................................................................................................19
2.7 Patogenesis10,11......................................................................................................20
2.8 Manifestasi Klinis2,3,4...........................................................................................21
2.9 Komplikasi Thalasemia.....................................................................................22
2.10 Diagnosis Thalasemia2,3,4....................................................................................23

2.11 Pengobatan
3,4,6,12,13,14,15,16,17
.................................................................................26

2.12 Pemantauan2,3,4..................................................................................................29
2.13 Pencegahan........................................................................................................30
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN

Thalassemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan


penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak
dijumpai di Indonesia dan Italia. Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang
Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah,
kemungkinan untuk mempunyai anak penderita thalassemia berat adalah 25%, 50%
menjadi pembawa sifat (carrier) thalassemia, dan 25% kemungkinan bebas
thalassemia. Sebagian besar penderita thalassemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18
tahun.1
Thalassemia juga merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling
sering terjadi di dunia, sangat umum dijumpai di sepanjang sabuk thalassemia
yang sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria. Heterogenitas
molecular penyakit tersebut baik carrier thalassemia-a maupun carrier thalassemia-
β sangat bervariasi dan berkaitan erat dengan pengelompokan populasi sehingga
dapat dijadikan petanda genetic populasi tertentu.2
Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di
Asia Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum
pertama sekali ditemui pada tahun 1925. Di Indonesia banyak dijumpai kasus
thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran
penduduk. Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari
Cina Selatan yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama
diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu
(Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut
Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Mongoloid yang kuat. Keseluruhan
populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan,
Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores.3
Pada tahun 1955, Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai, telah melaporkan
adanya 3 orang anak menderita thalassemia mayor dan 4 tahun kemudian ditemukan
23 orang anak dengan penyakit yang serupa di Indonesia. Dalam kurun waktu 17
tahun, yaitu dari tahun 1961 hingga tahun 1978 telah menemukan tidak kurang dari
300 penderita dengan sindrom thalassemia ini.
Kasus-kasus yang serupa telah banyak pula dilaporkan oleh berbagai rumah
sakit di Indonesia, di antaranya Manurung (1978) dari bagian Ilmu Kesehatan Anak
F.K. Universitas Sumatera Utara Medan telah melaporkan 13 kasus, Sumantri
(1978) dari bagian Kesehatan Anak F.K. Universitas Diponegoro Semarang,
Untario (1978) dari bagian Ilmu Kesehatan Anak F.K. Airlangga, Sunarto (1978)
dari bagian Ilmu Kesehatan Anak FK. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Demikian pula telah dilaporkan kasus- kasus yang serupa dari F.K.Universitas
Hasanuddin Ujung Pandang (Wahidayat, 1979). Vella (1958), Li-Injo& Chin (1964)
dan Wong (1966). Demikian juga di Malaysia dengan kasus yang serupa dilaporkan
oleh George et.al. (1992).3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi2,3,4,5

Thalassemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan


penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak
dijumpai di Indonesia dan Italia . Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang
Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka mereka
menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita thalassemia berat adalah
25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) thalassemia, dan 25% kemungkinan
bebas thalassemia. Sebagian besar penderita thalassemia adalah anak-anak usia 0
hingga 18 tahun 1.
Thalassemia juga merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling
sering terjadi di dunia, sangat umum dijumpai di sepanjang sabuk thalassemia
yang sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria. Heterogenitas
molecular penyakit tersebut baik carrier thalassemia-a maupun carrier
thalassemia-β sangat

bervariasi dan berkaitan erat dengan pengelompokan populasi sehingga dapat


dijadikan petanda genetic populasi tertentu2.
Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di
Asia Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum
pertama sekali ditemui pada tahun 1925 . Di Indonesia banyak dijumpai kasus
thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran
penduduk. Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal
dari Cina Selatan yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi
pertama diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut
Protomelayu

(Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut
Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Mongoloid yang kuat. Keseluruhan
populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan,
Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores 3.
Pada tahun 1955, Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai, telah melaporkan
adanya 3 orang anak menderita thalassemia mayor dan 4 tahun kemudian ditemukan
23 orang anak dengan penyakit yang serupa di Indonesia. Dalam kurun waktu 17
tahun, yaitu dari tahun 1961 hingga tahun 1978 telah menemukan tidak kurang dari
300 penderita dengan sindrom thalassemia ini. Kasus-kasus yang serupa telah
banyak pula dilaporkan oleh berbagai rumah sakit di Indonesia, di antaranya
Manurung (1978) dari bagian Ilmu Kesehatan Anak F.K. Universitas Sumatera
Utara Medan telah melaporkan 13 kasus, Sumantri (1978) dari bagian Kesehatan
Anak F.K. Universitas Diponegoro Semarang, Untario (1978) dari bagian Ilmu
Kesehatan Anak F.K. Airlangga, Sunarto (1978) dari bagian Ilmu Kesehatan Anak
F.K. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Demikian pula telah dilaporkan kasus-
kasus yang serupa dari F.K.Universitas Hasanuddin Ujung Pandang (Wahidayat,
1979). Vella (1958), Li-Injo& Chin (1964) dan Wong (1966). Demikian juga di
Malaysia dengan kasus yang serupa dilaporkan oleh George et.al. (1992)3.

2.2 Pembentukan Hemoglobin3,4,6,7,8


Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri
dari zat besi (atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai
polipeptida. Hemoglobin manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai
alfa (a) dan 2 rantai beta (β) yaitu HbA (a2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (a2δ2 =
2,5%) dan sisanya HbF (a2γ2) kira-kira 0,5%.4 Dikarenakan hemoglobin terdiri dari
dua unsur yaitu hem dan globin maka sintesis hemoglobin terdiri dari sintesis hem
dan sintesis globin. Sintesis hem merupakan suatu rangkaian reaksi biokimia yang
terjadi dalam mitokondria.
Sintesis hem ini dimulai dari adanya kondensasi antara suksinil koenzim A
(suksinat) dengan asam amino glisin membentuk asam a-amino β-ketoadipat dan
kemudian menjadi asam δ-levulinat (ALA= δ-amino laevulinic acid) yang
dipengaruhi oleh kerja enzim ALA sintetase yang juga merupakan enzim yang
mengatur kecepatan bagi keseluruhan sintesis hemoglobin. Dan juga dipengaruhi
oleh piridoksal fosfat (vitamin B6) sebagai koenzim yang dirangsang oleh
eritropoetin. Dua molekul ALA berkondensasi menjadi satu molekul porfobilinogen,
monopirol pengganti, dan empat molekul porfobilinogen berkondensasi
(menggunakan uroporfirinogen I sintetase dan uroporfirinogen III kosintetase untuk
membentuk komponen isomer tetrapirol (porfirin) siklik, uroporfirinogen seri I dan
III.
Uroporfirinogen I merupakan precursor porfirin lain, tetapi tidak berperan lebih
lanjut dalam sintesis hem. Uroporfirinogen III Merupakan precursor seri porfirin III
dan dikonversikan menjadi koproporfirinogen III serta kemudian melalui
protoporfirinogen menjadi protoporfirinogen IX yang mengikat besi dalam bentuk
ferro (Fe 2+) untuk membentuk hem. Hem menghambat ALA sintetase dan ini
merupakan control umpan balik atas sintesis porfirin serta hemoglobin.7
Sintesis rantai globin terjadi di dalam ribosom sitoplasma yang dipengaruhi
oleh gen-gen penentu rantai globin dengan susunan asam amino. Sintesis globin ini
dikendalikan oleh gen yang mengatur susunan asam amino dan gen yang mengatur
kecepatan sintesis rantai globin . Rantai polipeptida alfa terdiri atas 141 asam amino
dan rantai beta, delta, dan gamma terdiri dari 146 asam amino. Rantai globin dapat
dibagi menjadi dua kelompok:
1. Kelompok a (Alpha like) terdiri dari rantai alfa dan rantai zeta.
2. Kelompok β (Beta like) terdiri dari rantai beta, gamma, delta, dan
epsilon. Kedua kelompok tersebut ditentukan oleh kelompok gen (gene
cluster) yang terletak pada kromosom yang berbeda, yaitu masing-masing
pada kromosom nomor 16 untuk kelompok a dan kromosom nomor 11
untuk kelompok β. Kelompok gen a pada kromosom 16 mengandung dua
gen zeta (diantaranya pseudogen) dan tiga gen alfa (satu diantaranya
pseudogen). Pseudogen adalah gen strukturnya mirip sekali dengan gen
“asli” tetapi tidak menghasilkan protein fungsional dan ditandai dengan
awalan psi (ψ)3.
Urutan gen pada kromosom 16 (5'-3') adalah : gen 5'-32-ψ31-aψ2-aψ1-a2-
a1- θ1-3'. Sebaliknya kluster gen globin-β terdiri dari gen 5'-ε-Gγ-Aγ-ψβ-δ-β-3' 3.

2.2.1 Fungsi Hemoglobin8,9


Fungsi Hemoglobin berikatan secara longgar dan reversibel dengan oksigen.
Fungsi utamanya bergantung pada kemampuannya bergabung dengan O2 dalam
paru- paru dan melepaskan O2 dalam kapiler jaringan dimana tekanan gas O2 jauh
lebih kecil daripada paru-paru. Oksigen diangkut ke jaringan sebagai oksigen
molekular dan dilepaskan ke dalam cairan jaringan dalam bentuk oksigen molekuler
terlarut.
2.2.2 Proses pengikatan O2 oleh Hb
Eritrosit dalam darah arteri sistemik mengangkut O2 dari paru-paru ke
jaringan dan kembali dalam darah vena dengan membawa CO2 dari paru-paru. Pada
saat molekul Hb mengangkut dan melepas O2, masing-masing rantai globin
dalam molekul Hb bergerak satu sama lain. Pada waktu O2 dilepaskan, rantai-rantai β
tarik terpisah, sehingga memungkinkan masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat
(2,3-DPG) yang menyebabkan makin rendahnya afinitas molekul Hb terhadap O2.

2.3 Sintesis Thalasemia2,3,4


Pada awal kehidupan embrio sampai delapan minggu kehamilan (masa transisi
embrio ke fetus). Yolk sac dan hati akan mensistensi rantai globin yang mirip dengan
rantai globin alpha dan berkomunikasi dengan rantai untuk membentuk hemoglobin
Gower I dan kemudian diganti dengan hemoglobin Gower II dan hemoglobin
Portland. Pada masa fetus hingga akhir kehamilan akan dibentuk hemoglobin fetal
atau Hb-F dan hemoglobin A2. Organ yang bertanggung jawab pada periode ini
adalah hati,limpa, dan sumsum tulang. Hb-F bersifat heterogen karena ada dua lokus
gen — yang berbeda. Kedua gen ini dibedakan oleh susunan asam amino pada posisi
136 yang terdiri dari glisin pada G dan alanin pada A. Setelah bayi lahir kadar
Hb-F akan segera menurun dan diganti oleh HbA1 yang dibentuk oleh sumsum
tulang. Setelah enam minggu kelahiran hingga individu dewasa, hemoglobin
normal akan dikendalikan oleh empat gen utama yaitu gen — 2.
Sintesis globin dimulai dari proses transkripsi gen dalam inti sel atau nucleus.
Baik bagian exon atau intron akan ditranskripsikan ke precursor mRNA atau nuclear
messenger RNA (nmRNA) dengan bantuan enzim polymerase RNA. Di dalam
nucleus molekul ini akan mengalami modifikasi. Intron akan dihilangkan melalui
proses splicing dan exon-exon dan kemudian bergabung satu sama lain. Diperbatasan
exon dan intron selalu ada basa GT pada ujung 5' dan AG pada ujung 3' yang sangat
penting dalam proses splicing yang tepat. Jika terjadi mutasi pada daerah ini maka
proses splicing tidak dapat berlangsung. mRNA akan mengalami modifikasi dengan
penambahan CAP pada ujung 5' dan poli-A pada ujung 3'. Setelah transkripsi dimulai
dengan bantuan ikatan 5'-5' trifosfat ujung 5' RNA yang baru disintesis akan
berikatan dengan 7-metil-guanosin pada ujung terminal nukleotida. Proses metilasi
ini berhubungan dengan proses penambahan CAP sehingga ujung 5' RNA
transkrip mempunyai CAP. Selanjutnya, mRNA menuju ke dalam sitoplasma dan
menjadi cetakan rantai globin yang akan disintesis.3
Dalam sitoplasma asam amino akan diangkut ke cetakan (mRNA) dengan
bantuan tRNA yang bersifat khusus pada setiap asam amino. Urutan asam amino
pada rantai polipeptida globin ditentukan oleh triplet kodon yang terdiri dari tiga
basa. tRNA merupakan antikodon yang mempunyai tiga basa dan komplementer
dengan basa-basa penyusun mRNA. tRNA membawa asam amino ke mRNA dan
mencari posisi pasangan yang tepat antara kodon dan antikodon. Jika tRNA pertama
sudah berada pada posisi yang tepat, kompleks inisiasi protein dengan sub-unit
ribosom terjadi. Kemudian, jika tRNA kedua sudah mengambil posisi yang tepat,
kedua asam amino baru yang terbentuk tersebut membentuk ikatan peptida rantai
globin dan demikian seterusnya terjadi sepanjang mRNA yang ditransiasi dari 5' ke
3'. tRNA selalu berada dalam konfirmasi sterik dengan mRNA yang melalui dua
sub-unit pembentuk ribosom. Pada mRNA selalu terdapat kodon inisiasi (AUG) dan
kodon terminasi (UAA, UAG, dan UGA). Pada saat ribosom bertemu dengan kodon
terminasi, proses transiasi terhenti, rantai globin lengkap dihentikan, dan kemudian
sub-unit ribosom terlepas dari asam amino yang dibentuk dan didaur ulang.
Selanjutnya rantai globin yang terbentuk akan berikatan dengan molekul hem
pembentuk hemoglobin.4

2.4 Epidemiologi2,3
Penelitian Humris-Pleyte tahun 2001 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta menemukan bahwa dari 192 kasus thalassemia yang diteliti sebanyak
59,4% kasus diagnosanya sudah dapat ditegakkan sebelum anak berumur 1 tahun,
33,3 % pada anak berumur1-2 tahun, 7,3 % pada saat anak berumur 2-4 tahun ,dan
lebih dari 90% ditegakkan pada saat anak berumur sebelum 2 tahun. Berdasarkan
data thalassemia yang berobat di Pusat Thalassemia RSCM Jakarta dari tahun 1993
sampai Juli 2007 yang berjumlah 1.267 kasus, terdapat 499 kasus (39,38%)
berusia 0-5 tahun, 394 kasus (31,10 %) berusia 6-10 tahun, 224 kasus
(17,68%) berusia 11-15 tahun, 104 kasus (8,04 %) berusia 16-20 tahun, dan 46
kasus (3,63 %) berusia > 20 tahun.
Thalassemia ditemukan secara terbatas di daerah Mediterania, tetapi
sekarang ini sudah ditemuka di seluruh dunia. Saat ini thalassemia diidentifikasi
telah ditemukan di daerah Eropa Selatan dari Portugal ke Spanyol, Italia dan Yunani,
serta beberapa kasus di daerah Eropa Tengah dan sebagian di daerah bekas Uni
Soviet. Thalassemia juga ditemukan di derah Asia Tengah seperti Iran, Pakistan,
India, Bangladesh, Thailand, Malasyia, Indonesia, dan Cina Selatan, sama halnya
juga di daerah Pantai Afrika Utara dan Amerika Serikat.
Carrier thalassemia ditemukan di seluruh dunia, tapi thalassemia pada
umumnya terdapat pada penduduk Asia Tenggara (Vietnam, Laos, Thailand,
Singapura, Filipina, Kamboja, Malaysia, Burma dan Indonesia), Cina, India bagian
selatan, Afrika, Mediterania, Yunani, dan Italia.
Thalassemia-a ditemukan dalam jumlah yang besar di Asia Tenggara (Thailand,
Semenanjung Melayu, dan Indonesia), Mediterania dan Afrika Barat.
Thalassemia-β mempunyai distribusi yang luas di dunia ini. Sering
ditemukan di daerah sekitar Mediterania dan beberapa bagian dari Timur Tengah,
India, Pakistan, dan Asia Tenggara di daerah ini frekuensi pembawa gen
thalassemia bervariasi antara 2 dan 30 %. Penyakit ini diturunkan melalui gen
yang disebut gen globin alpha dan gen globin beta yang terletak pada
kromosom 11 dan kromosom 16. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Bila hanya sebelah gen yang mengalami kelainan disebut carrier
thalassemia. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom,
dinamakan penderita thalassemia (homozigot/mayor).
Thalassemia mayor terjadi apabila kedua orangtua carrier thalassemia. Anak-
anak dengan thalassemia mayor tampak normal saat lahir, dan akan mengalami
kekurangan darah pada usia antara 3-18 bulan. Penderita memerlukan transfuse
darah secara berkala seumur hidupnya. Apabila para penderita mayor tidak dirawat,
maka hidup mereka hanya bertahan antara 1-8 tahun.
Pada thalassemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut sudah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalassemia
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada usia 4-6
tahun.

2.5 Klasifikasi2,3,4,5
Sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing melibatkan penurunan
produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk bermacam-macam jenis Hb
yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling penting dalam praktek
klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik atau sintesis rantai a maupun β.

a. Thalassemia-α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-a
banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar
Asia. Delesi gen globin-a menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat
empat gen globin-a pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-a
yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat
gen ini.

Tabel 1. Thalassemia
Hemoglobin Elektroforesis
Genotip Jumlah gen a Presentasi Klinis
Saat Lahir > 6 bulan
aa/aa 4 Normal N N
-a/aa 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N
--/aa atau 2 Trait thal-a 2-10% Hb Barts N
—a/-a
--/-a 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart Hb H

Keterangan:
N = hasil normal
Hb = hemoglobin
Hb Bart’s = γ4
HbH =β 4

 Silent carrier Thalassemia-a


1 Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya
ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-
Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen a
yang terletak pada kromosom 16.
2 Pada tipe silent carrier, salah satu gen a pada kromosom 16 menghilang,
menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara
hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah)
yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
3 Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan
elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih.
Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga
(misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap
pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan
mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat
menuju diagnosis thalassemia.

 Trait Thalassemia-a
1 Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah
merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen a
pada satu kromosom 16 atau satu gen a pada masing-masing kromosom.
Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur
Tengah.
2 Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ 4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak
terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

Gambar 3. Thalassemia alpha menurut Hukum Mendel

 Penyakit Hb H
1. Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin a, merepresentasikan
thalassemia-a intermedia, dengan anemia sedang sampai berat,
splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada
sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan
tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H)
yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga
menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai
Heinz bodies.
Gambar Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H

yang menunjukkan Heinz-Bodies.

 Thalassemia-a mayor
1. Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
2. globin-a, disertai dengan tidak ada sintesis rantai a sama sekali.
3. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A 2 semuanya mengandung rantai a, maka tidak
satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang
menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-
bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah
kecil Hb embrional normal (Hb Portland = 32γ2), yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen.

4. Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang
lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik,
dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat
hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat
bergantung dengan transfusi

b. Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-a, dikenal beberapa bentuk klinis dari
thalassemia-β; antara lain :
 Silent carrier thalassemia-β
1. Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai
eritrosit yang rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan
merepresentasikan suatu thalassemia-β+.
2. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika
diwariskan bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-βV, menghasilkan
sindrom thalassemia intermedia.

Gambar Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

 Trait thalassemia-β
1. Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb
A2, Hb F, atau keduanya.

2. Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai


anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan
preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan
trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%).
Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar
2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb
A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili
thalassemia tipe δβ.

 Thalassemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β


1. Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga
seberat thalassemia-β mayor
2. Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom
mirip
anemia Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia).
Deformitas skelet dan hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi
kadar Hb mereka biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.
3. Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia ringan.
Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal
menurut umur.
4. Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis,
dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi
biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia.
5. MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (W26 pg).
Penurunan
ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda
hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal atau meningkat.

 Thalassemia-βV homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)


1. Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan
kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita
ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang
disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5
tahun pertama kehidupan.
2. Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik
disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi
tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang
di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)

3. Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat


kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler
dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin
sedemikian besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan
hipersplenisme sekunder.
Gambar Splenomegali pada thalassemia

4. Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau
tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang
disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung,
termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh
siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.
5. Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-βV homozigot yang
tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis
berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre)
dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi,
terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan
presipitasi kelebihan rantai a, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb
turun secara cepat menjadi W 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar
serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding
capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang
sangat tinggi dalam eritrosit.

c. Stadium Thalassemia
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah
kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat
gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk
memulai terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia-β mayor atau intermedia.
Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed
Red Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram
(ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri,
dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal.
2. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan
memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan
dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan
ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam
3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya
fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi
prematur dari atrial dan ventrikular.

2.6 Patofisiologi10
Penyebab anemia pada thalassemia bersifat primer dan sekunder, Primer adalah
berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena
defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravascular yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial
dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA
pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin
berkurang.Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.

2.7 Patogenesis10,11
a. Thalassemia-a
a-globin adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang
disebut hemoglobin, yang merupakan protein dalam sel darah merah yang membawa
oksigen ke sel dan jaringan di seluruh tubuh. Hemoglobin terdiri dari empat subunit:
dua subunit alfa-globin dan dua subunit jenis lain globin.
HBA1 (Hemoglobin, a-1) adalah gen yang memberikan instruksi untuk
membuat protein yang disebut a-globin. Protein ini juga diproduksi dari gen
yang hampir identik yang disebut HBA2 (Hemoglobin, a-2). Kedua gen globin
alpha- terletak dekat bersama-sama dalam sebuah wilayah kromosom 16 yang
dikenal sebagai lokus globin alfa. HBA1 dan HBA2 terletak dikromosom 16
lengan pendek di posisi 13.3. HBA1 terletak di gen pasangan basa 226.678 ke
227.519 sedangkan HBA 2 terletak di pasangan basa222.845 ke 223.708.
Pada manusia normal terdapat 4 kopi gen a-globin yang terdapat masing-masing
2 pada kromosom 16. Gen-gen ini membuat komponen globin-a pada
hemoglobin
orang dewasa normal, yang disebut hemoglobin A, dan juga merupakan
komponen dari hemoglobin pada janin dan orang dewasa lainnya, yang disebut
hemoglobin A2. Mutasi yang terjadi pada gen a-globin adalah delesi.

Delesi 1 gen a : Tidak ada dampak pada kesehatan, tetapi orang tersebut mewarisi
gen thalasemia, atau disebut juga Thalassaemia Carier/Trait.
Delesi 2 gen a : Hanya berpengaruh sedikit pada kelinan fungsi darah.
Delesi 3 gen a : anemia berat, disebut juga Hemoglobin H (Hbh) disease.
Delesi 4 gen a : berakibat fatal pada bayi karena a- globin tidak dihasilkan
sama sekali.

b. Thalassemia-β8,9
Globin-β adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar
yang disebut hemoglobin, yang terletak di dalam sel darah merah. HBB gen yang
memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut globin-β.
Lebih dari 250 mutasi pada gen HBB telah ditemukan menyebabkan talasemia
beta. Sebagian besar mutasi melibatkan perubahan dalam satu blok bangunan DNA
(nukleotida) dalam atau di dekat gen HBB. Mutasi lainnya menyisipkan atau
menghapus sejumlah kecil nukleotida dalam gen HBB. Mutasi gen HBB yang
menurunkan hasil produksi globin-β dalam kondisi yang disebut β-plus (B+)
thalassemia.
Tanpa globin-β, hemoglobin tidak dapat terbentuk yang mengganggu
perkembangan normal sel-sel darah merah. Kekurangan sel darah merah akan
menghambat oksigen yang akan dibawa dan membuat tubuh kekurangan
oksigen. Kurangnya oksigen dalam jaringan tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ, dan masalah kesehatan lainnya termasuk thalassemia-β. HBB gen yang
terletak di kromosom 11 lengan pendek di posisi 15.5. HBB gen dari pasangan basa
5.203.271 sampai pasangan basa 5.204.876 pada kromosom 11.
Pada manusia normal terdapat 2 kopi gen β- globin yang terdapat pada
kromosom 11, yang membuat β-globin yang merupakan komponen dari
hemoglobin pada orang dewasa, yang disebut hemoglobin A. Lebih dari 100 jenis
mutasi yang dapat menyebabkan thalasemia β, misalkan mutasi β- 0 yang
berakibat tidak adanya β- globin yang diproduksi, mutasi beta +, dimana hanya
sedikit dari β- globin yang diproduksi. Jika seseorang memiliki 1 gen β- globin
normal, dan satu lagi gen yang sudah termutasi, maka orang itu disebut carier/trait.

2.8 Manifestasi Klinis2,3,4


Tanda dan gejala dari penyakit thalassemia disebabkan oleh kekurangan
oksigen di dalam aliran darah. Hal ini terjadi karena tubuh tidak cukup membuat sel-
sel darah merah dan hemoglobin. Keparahan gejala tergantung pada keparahan
dari gangguanyang terjadi.
a-Thalassemia silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda atau
gejala. Hal ini terjadi karena kekurangan protein globin-a sangat kecil sehingga
hemoglobin dalam darah masih dapat bekerja normal.
Orang yang telah menderita thalassemia-a atau β dapat mengalami anemia
ringan. Namun, banyak orang dengan jenis thalassemia tidak memiliki tanda-
tanda atau gejala yang spesifik. Anemia ringan dapat membuat penderita merasa
lelah dan hal ini sering disalahartikan menjadi anemia yang kekurangan zat besi.
Orang dengan beta talasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan
sampai sedang. Mereka juga mungkin memiliki masalah kesehatan lainnya, seperti:
1. Memperlambat pertumbuhan dan pubertas. Anemia dapat memperlambat
pertumbuhan anak dan perkembangannya.
2. Masalah tulang, thalassemia dapat membuat sumsum tulang (materi spons
dalam tulang yang membuat sel-sel darah) tidak berkembang. Hal ini
menyebabkan tulang lebih luas daripada biasanya. Tulang juga dapat
menjadi rapuh dan mudah patah.
3. Pembesaran limpa. Limpa adalah organ yang membantu tubuh melawan infeksi
dan menghapus materi yang tidak diinginkan. Ketika seseorang menderita
talasemia, limpa harus bekerja sangat keras. Akibatnya, limpa menjadi lebih
besar dari biasanya. Hal ini membuat penderita mengalami anemia parah. Jika
limpa menjadi terlalu besar maka limpa tersebut harus disingkirkan.

Orang dengan penyakit hemoglobin H atau thalassemia-β mayor (disebut juga


CooleyXs anemia) akan mengalami thalassemia berat. Tanda dan gejala-gejala
muncul dalam 2 tahun pertama kehidupannya. Mereka mungkin akan mengalami
anemia parah dan masalah kesehatan serius lainnya, seperti:
1. Pucat dan penampilan lesu
2. Nafsu makan menurun
3. Urin akan menjadi lebih pekat
4. Memperlambat pertumbuhan dan pubertas
5. Kulit berwarna kekuningan
6. Pembesaran limpa dan hati
7. Masalah tulang (terutama tulang di wajah)

Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah


agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan
pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat
hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut
tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.

2.9 Komplikasi Thalasemia


Perawatan yang ada sekarang yaitu hanya dengan membantu penderita
thalassemia berat untuk hidup lebih lama lagi. Akibatnya, orang-orang ini harus
menghadapi komplikasi dari gangguan yang terjadi dari waktu ke waktu.

a. Jantung dan Liver Disease


Transfusi darah adalah perawatan standar untuk penderita thalassemia. Sebagai
hasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam darah. Hal ini dapat merusak organ
dan jaringan, terutama jantung dan hati.
Penyakit jantung yang disebabkan oleh zat besi yang berlebihan adalah
penyebab utama kematian pada orang penderita thalassemia. Penyakit jantung
termasuk gagal jantung, aritmis denyut jantung, dan terlebih lagi serangan jantung.
b. Infeksi
Di antara orang-orang penderita thalassemia, infeksi adalah penyebab utama
penyakit dan kedua paling umum penyebab kematian. Orang-orang yang limpanya
telah diangkat berada pada risiko yang lebih tinggi, karena mereka tidak lagi
memiliki organ yang memerangi infeksi.
c. Osteoporosis
Banyak penderita thalassemia memiliki tulang yang bermasalah, termasuk
osteoporosis. Ini adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi sangat lemah, rapuh
dan mudah patah.

2.10 Diagnosis Thalasemia2,3,4


a. Anamnesis
Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan
tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada
umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan.
b. Pemeriksaan fisis:
1. Pucat
2. Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)
3. Dapat ditemukan ikterus
4. Gangguan pertumbuhan
5. Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar

c. Pemeriksaan penunjang
 Darah tepi :
1. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
2. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis
berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic
stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini
lebih kurang khas.
 Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
1. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil.
2. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

 Pemeriksaan khusus :
1. Hb F meningkat : 20%-90% Hb total.
2. Elektroforesis Hb : Hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
3. Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).

 Pemeriksaan lain :
1. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
2. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum
tulang sehingga trabekula tampak jelas.

Diagnosis dari thalassemia diketahui dengan melakukan beberapa pemeriksaan darah, seperti :
Y 8B4 (Full $lood Count)
5emeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa jumlah sel darah
merah yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang ada di sel darah merah, dan
ukuran serta bentuk dari seldarah merah.
Y Sediaan Darah Apus
5ada pemeriksaan ini darah akan diperiksa dengan mikroskop untuk melihat
jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Selain itu
dapat juga die+aluasi bentuk darah, kepucatan darah, dan maturasi darah.
Y Iron studies
5emeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek penggunaan dan
penyimpanan Aat besi dalam tubuh. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
membedakan apakah penyakit disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau
thalassemia.
Y Haemoglobinophathy eνaluation
5emeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif hemoglobin
yang ada dalam darah.
Y Analisis D7A
Analisis D7A digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang
memproduksi rantai alpha dan beta. 5emeriksaan ini merupakan tes yang paling
efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada thalassemia.

 Diagnosis banding 2,3

Thalasemia minor :
1. Anemia kurang besi
2. Anemia karena infeksi menahun
3. Anemia pada keracunan timah hitam (5b)
4. Anemia sideroblastik

3,4,6,12,13,14,15,16,17
2.11 Pengobatan
Pengobatan thalassemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan dari gangguan.
Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta talasemia cenderung ringan atau
tanpa gejala dan hanya membutuhkan sedikit atau tanpa pengobatan. Terdapat 3 (standar)
perawatan umum untuk thalassemia tingkat menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi
besi dan chelation, serta mmenggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat perawatan
lainnya adalah dengan transplantasi sum-sum tulang belakang, pendonoran darah tali pusat,
dan HLA (Human Leukocyte Antigens).
a. Transfusi darah12
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini merupakan terapi
utama bagi orang-orang yang menderita thalassemia sedang atau berat. Transfusi darah
dilakukan melalui pembuluh +ena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin
normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara rutin
karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita beta
thalassemia intermedia, transfuse darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin.
Sedangkan untuk beta thalssemia mayor (4ooleyMs Anemia) harus dilakukan secara teratur
(2 atau 4 minggu sekali).

b. Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)


Hemoglobin dalam sel darah merah adalah Aat besi yang kaya protein. Apabila
melakukan ransfusi darah secara teratur dapat mengakibatkan penumpukan Aat besi dalam
darah. Kondisi ini dapat merusak hati, jantung, dan organ-organ lainnya. Untuk mencegah
kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan Aat besi dari tubuh.
Terdapat dua obat- obatan yang digunakan dalam terapi khelasi besi, yaitu:
1. DeferoRamine
DeferoRamine adalah obat cair yang diberikan melalui bawah kulit secara perlahan-
lahan dan biasanya dengan bantuan pompa kecil yang digunakan dalam kurun waktu
semalam. Terapi ini memakan waktu lama dan sedikit memberikan rasa sakit. Efek
samping dari pengobatan ini dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan
pendengaran.
2. DeferasiroR
Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek sampingnya adalah sakit
kepala, mual, muntah, diare, sakit sendi, dan kelelahan.
3. Suplemen Asam Folat dan Vitamin E
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah
merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan
transfusi darah ataupun terapi khelasi besi. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi
kebutuhan yang meningkat. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan
dapat memperpanjang umur sel darah merah.Vitamin C 100- 250 mg/hari selama
pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi.
4. Transplantasi sum-sum tulang belakang18
$one (arro) Transplantation (BMT) sejak tahun 1900 telah dilakukan. Darah
dan sumsum transplantasi sel induk normal akan menggantikan sel-sel induk yang
rusak. Sel-sel induk adalah sel-sel di dalam sumsum tulang yang membuat sel-sel
darah merah. Transplantasi sel induk adalah satu-satunya pengobatan yang dapat
menyembuhkan talasemia. Namun, memiliki kendala karena hanya sejumlah kecil
orang yang dapat menemukan pasangan yang baik antara donor dan resipiennya.
5. Pendonoran darah tali pusat (Cord $lood)
Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan plasenta.Seperti tulang
sumsum, itu adalah sumber kaya sel induk, bangunan blok dari sistem kekebalan
tubuh manusia. Dibandingkan dengan pendonoran sumsum tulang, darah tali pusat
non-invasif, tidak nyeri, lebih murah dan relatif sederhana.
6. HLA (Human Leukocyte Antigens)
Human *eukocyte Antigens (HLA) adalah protein yang terdapat pada sel di
permukaan tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita mengenali sel kita sendiri sebagai
'diri,' dan sel ‘asing' sebagai lawan didasarkan pada protein HLA ditampilkan pada
permukaan sel kita. Pada transplantasi sum-sum tulang, HLA ini dapat mencegah
terjadinya penolakan dari tubuh serta Graft νersus Host Disease (GVHD). HLA
yang terbaik untuk mencegah penolakan adalah melakukan donor secara genetik
berhubungan dengan resipen (penerima).
7. Bedah3,6
Splenektomi, dengan indikasi:
• Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraa dominal dan bahaya terjadinya ruptur.
• Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah
/kebutuhan suspensi eritrosit (PHC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam
satu tahun.
8. Diet
pasien dinasehati untuk menghindari makanan yang kaya akan Aat besi, seperti
daging berwarna merah, hati, ginjal, sayur-mayur bewarna hijau, sebagian dari
sarapan yang mengandung gandum, semua bentuk roti dan alkohol.

Tabel 1. Daftar Makanan dan Kandungan Zat Besi 13


2.12 Pemantauan2,3,4
a. Terapi
1. Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi
sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
2. Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala,
gatal, sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.

b. Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya
diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
c. Gangguan jantung, hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan Aat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung
(gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid)
dan fraktur patologis.

2.13 Pencegahan
a. Pencegahan Primer6
Pencegahan primer adalah mencegah seseorang untuk tidak menderita thalassemia
ataupun menjadi carrier thalassemia yaitu dengan konseling genetic pranikah. Konseling
genetic pranikah ditujukan untuk pasangan pranikah terutama pada populasi yang
berprevalensi tinggi (prevalensi S5%) agar memeriksakan diri apakah mereka mengemban
sifat genetic tersebut atau tidak. Konseling juga ditujukan kepada mereka yang mempunyai
kerabat dekat penderita thalassemia.
Tujuan utama dari konseling pranikah adalah untuk mencegah terjadinya perkawinan
antar carrier. Hal ini mengingat mereka berpeluang 50% untuk mendapatkan keturunan carrier
thalassemia, 25% thalassemia mayor, 25% menjadi anak normal yang bebas thalassemia.
b. Pencegahan Sekunder6
 Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal selain ditujukan untuk pasangan carrier, juga dimaksudkan
bagi pasangan beresiko lainnya yang telah mempunyai bayi thalassemia.Tujuan dari
diagnosis prenatal adalah untuk mengetahui sedini mungkin apakah janin menderita
thalassemia mayor atau tidak. Diagnosis prenatal dapat dilakukan pada usia 8-10
minggu kehamilan dengan sampel villi chorialis sehingga masih memungkinkan
untuk melakukan terminasi jika dibutuhkan.
 Skrining
Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil
terapi yang lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi :
1. Hematologi rutin untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel darah.
2. Gambaran darah tepi untuk melihat bentuk, warna, dan kematangan sel sel darah.
3. Feritin, iron serum (SI) untuk melihat status besi.
4. Analisis hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis thalassemia.
5. Analisis DNA untuk diagnosis prenatal (pada janin) dan penelitian.

 Transfusi darah
Pemberian transfusi darah berupa sel darah merah sampai kadar sekitar 11
gr/dL. Kadar hemoglobin setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang
berlebihan di dalam sum-sum tulang juga mengurangi absorbs Fe di traktus
digestivus. Pasien dengan kadar Hemoglobin yang rendah untuk waktu lama, perlu
ditransfusi dengan hati-hati dan sedikit demi sedikit. Frekuensi sebaiknya sekitar 2-3
minggu. Sebelum dan sesudah transfuse ditentukan hematokrit. Berat badan perlu
dipantau, paling sedikit dua kali setahun.

C. Pencegahan Tersier6
Pencegahan tersier adalah mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi
bagi penderita thalassemia. Pencegahan tersier bagi penderita thalassemia adalah dengan
mendirikan pusat rehabilitasi medis bagi penderita thalassemia. Saat ini telah berdiri Yayasan
Penderita Thalassemia Indonesia di Jakarta. Yayasan ini bertujuan untuk menghimpun dana
bagi penderita yang kurang mampu. Selain itu yayasan ini juga menjadi wadah untuk bertukar
informasi, pikiran, dan pengalaman dalam mengatasi masalah kesehatan dan psikologis
penderita thalassemia.
BAB III
KESIMPULAN

Thalassemia merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh ketidaknormalan pada


protein globin yang terdapat di gen. Jika globin alfa yang rusak maka penyakit itu dinamakan
alfa-thalassemia dan jika globin beta yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa
thalassemia.
Gejala yang terjadi bermacam-macam, dimulai dari tidak ada gejala hingga
osteoporosis, tergantung dari beratnya thalassemia yang dialami.
Thalassemia harus sudah diobati sejak dini, yaitu pada thalassemia mayor agar tidak
berdampak fatal. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan transfusi darah,
meminum beberapa suplemen asam folat, menghindari diet tinggi Aat besi, dan beberapa
terapi.
Mengingat penyakit thalassemia merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik,
maka untuk pencegahannya diperlukan skrining yang berguna untuk mencegah terjadinya
perkawinan antara 2 individu yang memiliki gen thalassemia sehingga mengurangi peluang
untuk menghasilkan keturunan thalassemia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Http://wikipedia.com/penyakit/167/Thalassemia. Html (diakses tanggal 10 Agustus


2020, 20.00)
2. Bain, Barbara J. 2019. Diagnosis from The Blood Smear. Department of
Haematology St Mary's Hospital London.
3. Ganie RA. 2020. Thalassemia : permasalahan dan penanganannya dalam Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada Fakultas
Kedokteran, Diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara.
4. Hassan R, Alatas H.2019. Ilmu Kesehatan Anak Jilid l. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia. Percetakan
INFOMEDIKA Jakarta. Halaman : 444-9.
5. Dorland, W.A.Newman.2022. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta:
EGC.
6. Hassanzadeh, Morteza. 2019. Extramedullary Hematopoiesis in Thalassemia.
Iran Uniνersity Sciences Tehran.
7. Pusponegoro D, Hadinegoro S.2019. Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak Edisi 2004. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Halaman : 82-4.
8. Dewi, Syarifurnama. 2019. Karakteristik Penderita Thalassemia yang Rawat
Inap di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2016-2018.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
9. Guyton, Arthur C dan John E Hall. 2019. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
10. Permono B, Ugrasena IDG, A Mia. Talasemia.Bag/ SMF Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran UNAIR Surabayawww.Pediatrik.com (Diakses tanggal 10
September 2022.
11. Rund, Deborah. 2019. Medical Progress β-Thalassemia. Haematology
Department, Hebrew University — Hadassah Medical Centre, Ein Kerem, Jerussalem.
12. Sudoyo, Aru W. 2022. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi
IV.Jakarta: Pusat Penerbit Departemen IPD FKUI. Halaman : 675-9.
13. Brittenham, Gary M. 2021. Iron-Chelating Therapy for Transfusional Iron
0νerload. Department of Pediatrics Columbia University College of Physicians
and Surgeon, New York.
14. Permono, Bambang. 2021. Buku Ajar Hematologi - 0nkologi. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Halaman: 64-84.
15. Sutedjo, A.Y. 2020. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books.
16. Hemoglobin: Structure = Function.200>.httpwww@meded@νirginia@edu-courses-
path-innes-images-nhgifs-hemoglobinl@gif.htm (Diakses 10 Agustus 2022).
17. Camaschela, Clara. 2019. Treating Iron 0νerload. Vita-Salute University and San
Raffaele Scientific Institute, Milan.
18. Copelan, Edward A. 2020. Hematopoietic Stem Cell Transplantation. Arthur
G. James Cancer Hospital and Richard J. Solove Research Institute, the Ohio State
University.

Anda mungkin juga menyukai