Anda di halaman 1dari 43

1

SEMINAR KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.S DENGAN
THALASEMIA DI RUANG THALASEMIA RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
TAHUN 2023

DISUSUN OLEH:
VERA SYAHRINISYA, S.Kep 2214901116
VINALITA DE FERFA, S.Kep 2214901117
VIRNA YANA, S.Kep 2214901118
WAHYU WULANDARI, S.Kep 2214901119
WANDA AKHLAKUL QORIMAH,S.Kep 221490112

CI AKADEMIK : NS. PUTRI EKA SUDIARTI, M.KEP


CI LAPANGAN : NS. ADE SURYANI, S.KEP

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
TAHUN 2023
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul ‘Seminar Kasus Asuhan Keperawatan Pada An. S dengan
Thalasemia di Ruang Thalasemia di RSUD Arifin Achmad ’ dengan tepat waktu.
Terimakasih kami ucapkan kepada Ns Putri Eka Sudiarti, M.Kep selaku
pembimbing akademik. Dan terimakasih kami ucapkan kepada Ns Ade Suryani,
S.Kep selaku pembimbing lapangan yng telah membantu dalam penulisan
makalah ini hingga menjadi seperti ini. Penulis menyadari segala kekurangan
dalam penyusunan makalah ini, baik materi maupun bahasa. Namun demikian,
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik khususnya dari Dosen
pembimbing mata kuliah serta pembaca demi kemajuan makalah ini kedepannya.
Semoga Tuhan senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Aamiin.

11 Februari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................4
C. Tujuan...........................................................................................................4
D. Manfaat.........................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6


A. Konsep Penyakit...........................................................................................6
1. Definisi Thalassemia.................................................................................6
2. Etiologi......................................................................................................6
3. Klasifikasi..................................................................................................7
4. Manifestasi Klinis......................................................................................8
5. Patofisiologi...............................................................................................9
6. Pathway...................................................................................................10
7. Komplikasi..............................................................................................11
8. Pemeriksaan penunjang...........................................................................11
9. Penatalaksanaan Medis............................................................................13
B. Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................................15
1. Pengkajian...............................................................................................15
2. Diagnosa Keperawatan............................................................................17
3. Perencanaan Keperawatan.......................................................................18
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................20

BAB IV PENUTUP...............................................................................................31
A. Kesimpulan.................................................................................................31
B. Saran............................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia adalah penyakit keturunan (kelainan genetik)
akibat kelainan sel darah merah yang dapat menyebabkan penderita harus
melakukan transfusi darah sepanjang usianya. Penyakit tersebut bisa
dicegah melalui deteksi dini. Thalasemia adalah penyakit keturunan dg
gejala utama pucat, lemah, lesu, perut tampak tidak normal akibat
pembengkakan (limpa dan hati, dan apabila tidak diobati dengan baik akan
terjadi Perubahan bentuk tulang muka dan warna pulit menghitam
(Pratiwi, 2016).
Thalassemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang
merupakan kelainan genetik. Ditandai dengan defisiensi jumlah produksi
dalam rantai hemoglobin (Kresnowidjojo, 2014). Thalasemia merupakan
salah satu penyakit kelainan darah genetik yang cukup banyak diderita
oleh masyarakat di dunia. Indonesia termasuk salah satu negara dalam
sabuk talasemia dunia, artinya negara dengan frekuensi gen (angka
pembawa sifat) thalasemia yang tinggi. Thalassemia merupakan kelainan
genetik terbanyak di dunia. Kelainan ini diturunkan secara resesif menurut
hukum Mendel. Penyakit yang semula ditemukan di sekitar Laut Tengah
ini ternyata tersebar luas sepanjang garis khatulistiwa, termasuk Indonesia.
Tidak kurang dari 300.000 bayi dengan kelainan berat penyakit ini
dilahirkan setiap tahun di dunia, sedangkan jumlah penderita thalassemia
heterozigotnya tidak kurang dari 250 juta orang.
Menurut World Health Organization (WHO) thalassemia terjadi
akibat berkurangnya sintesis rantai globin β hemoglobin atau tidak
diproduksi sama sekali (Nassar, 2015). Dari seluruh populasi didunia
sekitar 5% ialah carier thalassemia. Setiap tahun terdapat lebih dari
332.000.00 kasus kehamilan yang mempunyai kelainan hemoglobin,

1
2

diantaranya mengalami thalassemia mayor ada sekitar 56.000.00 orang,


untuk anak yang masih bertahan hidup dengan membutuhkan transfuse
darah rutin lebih dari 30.000.00 dan meninggal saat proses kelahiran
sebanyak 5.500.00 anak itu disebabkan oleh penyakit thalassemia
(WHO,2016).
Berdasarkan data dari Yayasan Talasemia Indonesia, terjadi
peningkatan kasus talasemia yang terus menerus. Sejak tahun 2012
sebanyak 4.896 kasus hingga bulan Juni Tahun 2021 data penyandang
talasemia di Indonesia sebanyak 10.973 kasus. Meski relatif sedikit
dibandingkan penyakit kronis lainnya, namun penyakit kelainan darah
tersebut memerlukan perhatian dan penanganan khusus karena berdampak
fatal bila cenderung diabaikan.
Di Provinsi Riau sendiri, berdasarkan pasien yang terdata di
RSUD Arifin Achmad pada tahun 2022 setidaknya ada sekitar 147 pasien
thalassemia dan mampu memberikan pelayanan menyeluruh kepada 20
orang pasien setiap harinya.
Talasemia dapat diturunkan dari perkawinan antara dua orang pembawa
sifat. Seorang pembawa sifat talasemia secara kasat mata tampak sehat
(tidak bergejala), hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan darah dan
analisis hemoglobin. Cara mengetahui seorang talasemia dilakukan
melalui pemeriksaan riwayat penyakit keluarga yang anemia atau pasien
talasemia, pucat, lemas, riwayat transfusi darah berulang, serta
pemeriksaan darah hematologi dan Analisa Hb dan HPLC.
Sebagian besar penderita Thalassemia terjadi karena faktor turunan
genetik pada sintesis hemoglobin yang diturunkan oleh orang tua.
Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukan yang disebabkan oleh gangguan struktural pembentukan
hemoglobin.
Penderita thalasemia banyak ditemukan pada anak-anak.Secara
klinis thalasemia terbagi menjadi tiga, yaitu thalasemia minor, intermedia,
3

dan mayor. Thalasemia minor merupakan kelainan darah yang diakibatkan


karena kurangnya protein beta akan tetapi kekurangannya tidak terlalu
signifikan sehingga tubuh tetap dapat berfungsi secara normal. Thalasemia
intermedia adalah dimana kedua gen alpha dan beta mengalami mutasi,
tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Sedangkan pada
thalasemia mayor tubuh sangat sedikit memproduksi protein beta sehingga
hemoglobin yang terbentuk akan cacat dan membutuhkan transfusi darah
rutin (McPhee & Ganong, 2010).
Pengobatan yang dilakukan pada anak dengan thalasemia mayor
akan berdampak pada anak dan orang tua. Pada anak akan berdampak
terhadap perubahan fisik akibat transfusi darah rutin seperti pertumbuhan
tinggi badan yang terhambat, kulit berwarna kehitam-hitaman, perut
membuncit, dan penampilan wajah yang khas, seperti batang hidung
masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol (Potts & Mandleco, 2008).
Selain perubahan fisik, masalah lain yang dialami oleh anak
penderita thalasemia adalah keterlambatan dalam menyelesaikan
pendidikan dikarenakan jadwal terapi medis yang menyita banyak waktu
sehingga berdampak pada interaksi dengan teman sebaya maupun
lingkungan sekitarnya berkurang (Pratiwi, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO) kualitas hidup adalah
persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma yang sesuai dengan
tempat hidup orang tersebut serta berkaitan dengan tujuan, harapan,
standar dan kepedulian selama hidupnya. Kualitas hidup seseorang juga
dapat dilihat dari bagaimana kualitas interaksi yang dilakukan dengan
kehidupan sekitarnya. Kualitas hidup yang baik akan membawa seseorang
kepada kesehatan mentalnya. Apabila kualitas hidupnya buruk maka akan
berdampak pada kesehatan mental orang tersebut.
Kualitas hidup pada pasien thalasemia beta mayor secara umum
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : kondisi global
meliputi kebijakan pemerintah dan asas-asas dalam masyarakat yang
memberikan perlindungan anak dan pelayanan kesehatan. Kondisi
4

eksternal meliputi infeksi atau penyakit lain, akitivitas yang terlalu berat,
lingkungan tempat tinggal, cuaca, musim, polusi, jumlah saudara,
kepadatan penduduk, pendidikan orang tua, status sosial ekonomi
keluarga. Kondisi interpersonal meliputi hubungan sosial dalam keluarga
(orang tua, saudara kandung, saudara lain serumah), hubungan dengan
teman sebaya. Kondisi personal meliputi genetik, ras, jenis kelamin, status
gizi, derajat penyakit dan onset penyakit (Bulan, 2009).
Terdapat gejala pada penderita thalassemia seperti badan lemah,
kulit kekuningan (jaundice), urin gelap, cepat lelah, denyut jantung
meningkat, tulang wajah abnormal dan pertumbuhan terhambat serta
permukaan perut yang membuncit dengan pembesaran hati dan limpa.
Pasien thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejala-gejala fisik
berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus, perut membuncit
akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas, frontal bossing, mulut
tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, dan maloklusi gigi.
Kemudian komplikasi yang akan terjadi pada penderita thalassemia yaitu
kerusakan jantung, nyeri persendian dan tulang , osteoporosis, kelainan
bentuk tulang, risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang
menjadi rendah, pembesaran Limpa (Splenomegali) dan terjadi kerusakan
pada hati. Hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat
menyembuhkan penyakit tersebut. Pengobatan utama penyakit ini ialah
pemberian transfusi darah dengan mempertahankan kadar hemoglobin di
atas 10 g/dl tetapi ironisnya jumlah zat besi yang tertimbun dalam organ-
organ tubuhnya akibat transfusi darah menjadi salah satu penyebab
kematian.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengangkat judul
asuhan keperawatan pada anak dengan thalassemia di ruang Thalasemia
RSUD Arifin Achmad
C. Tujuan
1. Tujuan umum
5

Untuk mengetahui dan memahami gambaran asuhan keperawatan pada


anak dengan thalassemia
2. Tujuan khusus
1) Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan
thalasemia
2) Mampu menegakan diagnosa keperawatan anak dengan
thalassemia
3) Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada anak dengan
thalassemia
4) Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada anak
dengan thalasemia
5) Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada anak dengan
thalassemia
6) Mampu mencegah terjadinya penyakit thalassemia untuk keturunan

D. Manfaat
1. Bagi penulis
Penulis dapat menerapkan konsep asuhan keperawatan teoritis dan
aplikasi dalam melakukan asuhan keperawatan anak dengan
thalassemia di RSUD Arifin Achmad.
2. Bagi perawat
Asuhan keperawatan anak dapat dijadikan sebagai bahan masukan,
informasi, dan sarana dalam memberikan pelayanan yang optimal
kepada pasien dengan thalasemia untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
3. Bagi RSUD Arifin Achmad
Laporan kasus asuhan keperawatan anak sebagai bahan masukan,
informasi,dan sarana dalam memberikan mutu pelayanan kesehatan
tentang thalasemia pada anak.
4. Bagi pasien dan keluarga
6

Diharapkan menambah pengetahuan, informasi tentang asuhan


keperawatan anak dengan thalasemia dirumah.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi Thalassemia
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang
diwariskan (inherited) dan merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati,
yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat
mutasi di dalam atau dekat gen globin. Kelainan hemoglobin pada penderita
thalasemia akan menyebabkan eritrosit mudah mengalami destruksi,
sehingga usia sel-sel darah merah menjadi lebih pendek dari normal yaitu
berusia 120 hari (Marnis, Indriati, & Nauli, 2018).
Thalassemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang
merupakan kelainan genetik. Ditandai dengan defisiensi jumlah produksi
dalam rantai hemoglobin (Kresnowidjojo, 2014). Thalasemia adalah suatu
gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk rantai
globulin pada hemoglobin (Suriadi, 2010).
Penyakit thalasemia merupakan salah satu penyakit genetik
tersering di dunia. Penyakit genetik ini diakibatkan oleh ketidakmampuan
sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin (Potts & Mandleco, 2007). Hemoglobin merupakan protein
kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah yang berfungsi untuk
mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh (McPhee &
Ganong, 2010).

2. Etiologi
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. ditandai oleh defisiensi produksi globin pada
hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh
darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
8

(hemoglobinopatia). Sebagian besar penderita thalassemia terjadi karena


factor turunan genetic pada sintesis hemoglobin yang diturunkan oleh orang
tua (Suriadi, 2006). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang
tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena
adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh gangguan struktural
pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya pada HbS, HbF,
HbD dan sebagainya, selain itu gangguan jumlah (salah satu/beberapa)
rantai globin seperti pada thalassemia (Ngastiyah,2006).
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus
memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan,
maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan
gejala-gejala dari penyakit ini.

3. Klasifikasi
Hockenberry & Wilson (2009) mengklasifikasikan Thalasemia menjadi :
1. Thalasemia Minor
Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang
yang sehat namun orang tersebut dapat mewariskan gen Thalasemia
pada anak-anaknya. Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap
akan ada sepanjang hidup penderita. Penderita tidak memerlukan
transfusi darah dalam hidupnya.
2. Thalasemia Intermedia
Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara thalasemia mayor
dan minor. Penderita Thalasemia ini mungkin memerlukan transfusi
darah secara berkala, dan penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan
hidup sampai dewasa.
3. Thalasemia Mayor
Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila
kedua orangtua mempunyai sifat pembawa thalasemia (Carrier).
9

Anak-anak dengan thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi


akan menderita kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita
thalasemia mayor akan memerlukan transfusi darah secara berkala
seumur hidupnya dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20
tahun. Namun apabila penderita tidak dirawat penderita thalasemia ini
hanya bertahan hidup sampai 5-6 tahun (Potts & Mandleco, 2007).
Thalasemia mayor biasanya menjadi bergejala sebagai anemia
hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kehidupan. Transfusi
darah reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah
kelemahan yang amat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia
(Putri, 2015).

4. Manifestasi Klinis
Pada beberapa kasus Thalassemia dapat ditemukan gejala-gejala
seperti badan lemah, kulit kekuningan (jaundice), urin gelap, cepat lelah,
denyut jantung meningkat, tulang wajah abnormal dan pertumbuhan
terhambat serta permukaan perut yang membuncit dengan pembesaran hati
dan limpa. Pasien thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejala-gejala
fisik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus, perut membuncit
akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas, frontal bossing, mulut
tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, dan maloklusi gigi.
Perubahan ini terjadi akibat sumsum tulang yang terlalu aktif bekerja
untuk menghasilkan sel darah merah. Pada thalassemia bisa menyebabkan
penebalan dan pembesaran tulang terutama tulang kepala dan wajah, selain
itu anak akan mengalami pertumbuhan yang terhambat. Akibat dari anemia
kronis dan transfusi berulang, pasien akan mengalami kelebihan zat besi
yang kemudian akan tertimbun di setiap organ, terutama otot jantung, hati,
kelenjar pankreas, dan kelenjar pembentuk hormon lainnya, yang
dikemudian hari akan menimbulkan komplikasi. Perubahan tulang yang
paling sering terlihat terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah. Kepala
pasien thalassemia mayor menjadi besar dengan penonjolan pada tulang
10

frontal dan pelebaran diploe (spons tulang) tulang tengkorak hingga


beberapa kali lebih besar dari orang normal.

5. Patofisiologi

Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan


kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan
rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra
eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabilbadan Heinz, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi
yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada
suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC,
menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi
dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh. Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan
sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan
eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit
intrameduler.
Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,
bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan
hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam
limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA
pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang
tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolysis.
11

6. Pathway

7. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
thalassemia.
a. Kerusakan jantung
b. Nyeri persendian dan tulang
c. Osteoporosis
d. Kelainan bentuk tulang
e. Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
f. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
12

g. Kerusakan hati
h. Terganggu tumbuh kembang
i. Gangguan jantung
j. Masalah kelenjar hormon

8. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis untuk thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test
dan definitive test. Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu
diragui sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
1)Screening test
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan thalassemia kecuali thalassemia α silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas
formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut
order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007).
Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan
dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false
negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit,
2007).
d. Model matematika
13

Membedakan anemia defisiensi besi dari thalassemia β berdasarkan


parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β
(Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang
diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan
<13 mengarah ke thalassemia trait. Pada penderita thalassemia trait
kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun
ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal
ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (yazdani,2011).
2)Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb
A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar
ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal
bisa digunakan untuk diagnosis thalassemia seperti pada thalassemia
minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, thalassemia Hb H: Hb A2 4-
5.8% atau Hb F 2-5%, thalassemia Hb H : Hb A2 <2% dan
thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada Negara tropical membangun
elektroforesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit,
2007).

b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb
C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb
A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna
untuk diagnosa thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi
14

hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat


terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe
Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku
(Wiwanitkit, 2007).

3). Pengamatan zat besi

Pemeriksaan ini mengukur berbagai aspek penyimpanan dan


penggunaan zat besi dalam tubuh.Pengamatan zat besi dimaksudkan untuk
membantu menentukan apakah kekurangan zat besi adalah penyebab
anemia seseorang. Perlu diketahui, Cleveland Clinicmenyebutkan bahwa
defisiensi zat besi bukan penyebab anemia pada pengidap
thalasemia.Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk membantu
memantau tingkat kelebihan zat besi pada seseorang dengan thalasemia.

4). Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal

Tes fungsi hati adalah tes darah yang digunakan untuk menilai kondisi

kesehatan organ hati dan ginjal yang bisa dilakukan. Tes ini dilakukan dengan

mengukur kadar senyawa kimia tertentu dalam darah, lalu membandingkannya

dengan nilai normal senyawa kimia tersebut.

9. Penatalaksanaan Medis
1. Transfusi darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi
ini merupakan terapi utama bagi orang-orang yang menderita
thalasemia sedang atau berat. Transfusi darah dilakukan melalui
pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin
normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus
15

dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah
akan mati. Khusus untuk penderita beta thalasemia intermedia, transfusi
darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan
untuk beta thalasemia mayor (Cooleys Anemia) harus dilakukan secara
teratur (Children's Hospital & Research Center Oakland, 2005). Terapi
diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dl
(Arnis, 2016).
Rumus kebutuhan darah yaitu : 
WB 6 x HB normal 6 × (HB NORMAL – HB PASIEN ) × BB 6 × (10-
7) × BB 6 x 3 x BB = 18 BBml

Rumus menghitung tetesan darah dan infus yaitu : 

2. Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)


Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya
protein. Apabila melakukan transfusi darah secara teratur dapat
mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat
merusak hati, jantung, dan organ-organ lainnya. Untuk mencegah
kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang
kelebihan zat besi dari tubuh.
3. Suplemen Asam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan
sel-sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di
samping melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.
4. Transplantasi sumsum tulang belakang
16

Bone Marrow Transplantation (BMT) sejak tahun 1900 telah


dilakukan. Darah dan sumsum transplantasi sel induk normal akan
menggantikan selsel induk yang rusak. Sel-sel induk adalah sel- sel di
dalam sumsum tulang yang membuat sel-sel darah merah. Transplantasi
sel induk adalah satu-satunya pengobatan yang dapat menyembuhkan
thalasemia. Namun, memiliki kendala karena hanya sejumlah kecil
orang yang dapat menemukan pasangan yang baik antara donor dan
resipiennya.
5. Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood)
Cord Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan
plasenta. Seperti tulang sumsum, itu adalah sumber kaya sel induk,
bangunan blok dari sistem kekebalan tubuh manusia. Dibandingkan
dengan pendonoran sumsum tulang, darah tali pusat non-invasif, tidak
nyeri, lebih murah dan relatif sederhana.
6. Pemeriksaan labor secara rutin
Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis
Thalassemia meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap (CBC),
khususnya Hb, nilai eritrosit rerata seperti MCV, MCH, MCHC, dan
RDW. Selain itu perlu dievaluasi sediaan apus darah tepi, badan inklusi
HbH dan analisis hemoglobin yang meliputi pemeriksaan elektroforesis
Hb, kadar HbA2, HbF. Selain itu diperlukan pemeriksaan cadangan
besi tubuh berupa pemeriksaan feritin atau serum iron (SI) / total iron
binding capacity (TIBC).
17

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri,
thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada
thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru
datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya
pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi
terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah
kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan,
sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan
usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak
tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah
merasa lelah
18

g. Riwayat kesehatan keluarga


Merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita
thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor.
Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin
disebabkan karena keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa
dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu
diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya
nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
i. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
1) Keadaan umum: Anak biasanya terlihat lemah dan kurang
bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka: Anak yang belum/tidak mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan
bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa
pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat
lebar.
3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5) Dada : Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol
akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia
kronik.
6) Perut: Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat
pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali).
19

7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya


kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas:
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena
adanya anemia kronik.
9) Kulit : Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah
sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu
seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).
2. Diagnosa Keperawatan
1) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbagan antara suplai darah dan
kebutuhan ksigen
2) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
3) Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
sekunder: penurunan hemoglobin
4) Deficit nutrisi b/d kegagalan mencerna makanan
5) Nyeri akut b/d agen cidera fisiologis
6) Risiko terjadinya kerusakan integritas kulit b/d sirkulasi dan neurologis
7) Ansietas b/d krisis situasional , ancaan hidup terhadap kematian
8) Koping keluarga tidak efektif b/d efek penyakit
9) Gangguan citra tubuh b/d perubahan fungsi tubuh
10) Gangguan integritas kulit b/d pemsangan infus secara terus menerus
11) Pola nafas tidak efektif b/d penurunan kadar oksigen
12) Gangguan tumbuh kembang b/d defisiensi stimulus
13) Gangguan rasa nyaman b/d kondisi tubuh yang lemah dan lesu
14) Resiko penurunan curah jantung b/d tranfusi darah terus menerus.
20

3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Keperawatan Tujuan & Intervensi
No Rasional
Kriteria Hasil Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak Setelah di SIKI:Pemantauan
efektif b.d berikan TTV 1. Mengetah
penurunan intervensi 1. Monitor nadi ui frekuensi,
konsentrasi keperawatan (frekuensi, kekuatan dan
hemoglobin selama 1x 24 kekuatan, irama). irama nadi
Data penunjang jam 2. Monitor 2. Mengetahui
1. Hemoglobin diharapkan pernafasan frekuensi dan
2. Sel darah putih pasien mampu (frekuensi, kedalaman
3. Sel darah merah menunjukan: kedalaman). pernafasan
4. Trombosit SLKI: Perfusi 3. Monitor akral, 3. Mengetahui
5. Hematocrit perifer warna, dan tugor akral, warna, dan
Dipertahankan kulit. tugor kulit pasien
Ds: keluarga pasien pada 4. Observasi terjadi perubahan
mengatakan anaknya Ditingkatkan pengisian atau tidak
lemas dan pucat pada capillary refill 4. Mengetahui
1. Menurun time (CRT) <2 frekuensi CRT <2
Do: 2. Cukup detik. detik
- Pasien tampak menurun 5. Jelaskan tujuan 5. Keluarga pasien
pucat 3. Sedang dan prosedur mengetahui tujuan
- Pengisisan kapiler 4. Cukup pemantauan. dan prosedur
CRT >2 detik meningkat 6. Kolaborasi tindakan
- Akral teraba dingin 5. Meningkat pemberian 6. Menambah
- Warna kulit pucat transfusi darah. cairan tubuh
Dengan 7. Dokumentasi (darah atau
kriteria hasil: hasil hemoglobin) pada
1. Pengisisan tindakan. pasien thalassemia
CRT<2 detik 8. Pemeriksaan 7. Mengetahui
2. Denyut labor darah perkembangan
nadi perifer rutin kondisi pasien
stabil 8. Mengetahui
1/2/3/4/5 perkembangan
3. Warna kulit kondisi pasien
1/2/3/4/5
4. Akral
1/2/3/4/5
5.
Hemoglobin
dalam batas
normal
1/2/3/4/5

2. Resiko infeksi b.d Setelah SIKI : 1. Mengetahui


tidak adekuat diberikan Pencegahan tanda dan gejala
pertahanan sekunder intervensi Infeksi infeksi pada
21

(penurunan Hb) keperawatan 1. Monitor tanda pasien


selama 1 x 24 dan gejala infeksi 2. Menciptakan
Faktor resiko : jam 2. Batasi jumlah lingkungan yang
1. Penyakit kronik diharapkan pengunjung tenang dan
2. Ketidakadekuatan pasien mampu 3. Jelaskan tanda nyaman untuk
pertahanan tubuh menunjukkan dan gejala infeksi pasien
sekunder: penurunan : 4. Ajarkan cara 3. Keluarga
hemoglobin SLKI : mencuci tengan mengetahui tanda
Kontrol dengan benar dan gejala dari
Resiko 5. Anjurkan infeksi
Dipertahankan untuk 4. Mencegah
pada… meningkatkan terjadinya infeksi
Ditingkatkan asupan nutrisi 5. Memenuhi
pada… 6. Ajarkan pasien kebutuhan nutrisi
1. Menurun dan keluarga pada pasien
2. Cukup tanda dan gejala 6. Mengetahui
menurun infeksi tanda dan gejala
3. Sedang infeksi
4. Cukup
meningkat
5. Meningkat

Dengan
kriteria hasil:
1.
Kemampuan
mencari
informasi
tentang factor
resiko
1/2/3/4/5
2.
Ketidakmamp
uan
mengidentifik
asi faktor
resiko
1/2/3/4/5

3.
Kemampuan
mengenali
perubahan
status
kesehatan
1/2/3/4/5
4. Jumlah
leukosit batas
normal
1/2/3/4/5
22

5. Pemantauan
perubahan
status
kesehatan
1/2/3/4/5
23

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : An. S

Umur : 9 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Cipta karya blok 1 No.5

Tanggal Pengkajian : 6 Feb 2023

Dx medis : Thalasemia Mayor

Kewarganegaraan : WNI

Pemberi Informasi : Orangtua

Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama
Awal masuk pasien mengeluh demam dan pucat
Riwayat Kesehatan Dahulu

a. Riwayat Penyakit yang pernah dialami


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang memerlukan perawatan di
rumah sakit sebelumnya.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga dengan penyakit yang sama
sebelumnya.

23
24

c. Riwayat Kehamilan Ibu


1. Jumlah (gravida) :4
2. Hasil (paritas) :3
3. Kesehatan selama kehamilan : tidak ada masalah khusus
4. Obat-obatan yang digunakan : tidak ada
d. Riwayat Persalinan Ibu
1. Lama Persalinan : di rawat 3 hari pasca
persalinan
2. Jenis Persalinan : Operasi caesar
e. Riwayat Kelahiran Anak
1. Berat dan Panjang Badan : 2,9 kg / 4.9
2. Kondisi Kesehatan waktu lahir : Baik
f. Penyakit atau Operasi Sebelumnya
1. Awitan, Gejala dan perjalanannya : Operasi pasca persalinan
2. Kekambuhan dan Komplikasi : Tidak ada
g. Riwayat Alergi
Reaksi Tidak Umum : Tidak ada
h. Riwayat Imunisasi
Nama, Jumlah Dosis dan Waktu : Hepatitis B, BCG, Campak
Polio, DPT I,II,III
25

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Penampilan Umum : Klien tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : verbal 5, psikomotor 6, mata 4
TB : 125 cm
BB : 31 kg
TTV TD : 90/60 mmHg
N : 120 x/mnt
P : 26 x/mnt
S : 36,8 oC
b. Kepala
I : Turgor kulit baik, warna kulit kemerahan, keadaan kulit baik,
kulit kepala tampak bersih, Warna rambut klien tampak hitam ,
penyebaran rambut tidak merata.

P : Temperatur kulit hangat, tekstur rambut baik dan bersih, tidak ada
lesi pada kulit kepala, tidak ada oedema

Masalah Keperawatan : tidak ada

c. Mata
I : Mata kanan dan kiri tampak simetris, pergerakan bola mata, dapat
digerakkan ke atas ke bawah, ke kiri dan ke kanan, kelopak mata
normal, fungsi penglihatan baik, reaksi terhadap cahaya baik.

P : konjungtiva ananemis, sclera Anikterik, reflek cahaya (+),Tidak


ada oedema.

Masalah Keperawatan : tidak ada

d. Hidung
I : kedua lubang hidung simetris, warna mukosa hidung merah
muda, tidak ada secret, fungsi penciuman baik.
26

P : tidak ada oedema, tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat masa
atau benjolan.

Masalah Keperawatan : Tidak ada

e. Telinga
I : Telinga kanan dan kiri tampak simetris, daun telinga normal,
tidak tampak adanya serumen, fungsi pendengaran baik, tidak
menggunakan alat bantu pendengaran

P : tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada masa

Masalah Keperawatan : tidak ada

f. Mulut dan Tenggorokan


I : Mukosa tampak kering, tidak terdapat stomatitis, warna gigi putih
kekuningan.

P : tidak terdapat stomatitis, tidak terdapat karies gigi.

Masalah Keperawatan : tidak ada

g. Kulit
I : Kulit klien tampak kering, warna kulit kekuningan, Warna kuku
transparan, tidak terdapat lesi disekitar kuku.

P : saat dicubit turgor dapat kembali dengan jarak waktu  2 detik,


CRT >3 detik

Masalah Keperawatan : Gangguan integritas kulit

h. Leher
I : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, bisa digerakkan ke segala
arah.

P : tidak ada nyeri tekan, terjadi peninggian pada vena jugularis

Masalah Keperawatan : tidak ada


27

i. Thorax
I : bentuk dada simetris, tidak ada lesi, tidak ada masa,
menggunakan otot bantu pernafasan, adanya retraksi dinding
dada.

P : tidak ada nyeri tekan, ekspansi paru simetris, taktil premitus


simetris

P : suara resonan

A : Frekuensi nafas 15 x / menit, Irama jantung regular

Masalah Keperawatan : tidak ada

j. Abdomen
I : simetris, tidak ada oedema, tidak ada massa, tidak ada lesi.

P : timpani

P : tidak ada nyeri tekan

A : bising usus 8x/mnt

Masalah Keperawatan : tidak ada

k. Genetalia
Klien tidak terpasang Kateter tidak ada kelainan padadaerah genitalia.
Masalah Keperawatan : tidak ada
l. Ekstermitas
Ekstrimitas atas : Kedua tangan kanan dan kiri dapat digerakkan ke
segala arah, tidak terdapat fraktur. Kekuatan otot
tangan kanan dan kiri 5

Ekstrimitas bawah : Kedua tangan kanan dan kiri dapat digerakkan ke


segala arah, tidak terdapat fraktur. Kekuatan otot
tangan kanan dan kiri.

Masalah Keperawatan : tidak ada


28

3. Kebutuhan dasar
a. Oksigenasi
I : simetris, tidak ada rabas, warna mukosa rongga hidung normal
P : kelembapan normal, tidak ada lendir, hembusan nafas takipnoe,
fungsi penciuman normal
Masalah Keperawatan : Gangguan Pola napas
b. Dada
I : bentuk dada normal, simetris, gerakan dada normal, pyudara
nornal.
c. Paru paru
I : pernafasan agak cepat, kedalaman nafas normal
P : vremitus kanan dan kiri sama, tidak nyeri tekan,
P : kanan sonor, kiri sonor
A : suara nafas vesikuler, tidak ada wheezing atau bunyi tambahan
d. Pola makan – minum
BB : 31 Kg
TB : 125 cm
Intake : 2 kali sehari (pagi dan sore)
Porsi : ½ porsi tidak habis
Intake cairan : ± 1 L/ hari
Masalah Keperawatan : tidak ada
e. Mulut dan tenggorokan
I : bibir normal, gigi normal, tidak ada gangguan pada lidah, palatum
normal, uvula normal, faring normal

Masalah Keperawatan : tidak ada

f. Abdomen
I: dinding abdomen simetris, bentuk datar, mobilisasi tulang belakang

normal

Masalah Keperawatan : tidak ada


29

g. Pola istirahat dan tidur


Jam tidur malam : jam 21:00
Jam tidur siang : jam 12:00
Lama waktu tidur : malam ± 6 jam, siang ± 2-3 jam
h. Pola kebersihan diri, terawat dan perlindungan integumen
Mampu merawat diri sendiri : dibantu oleh orang tua
Mandi : 2xsehari
Terawat : ya
Masalah Keperawatan : tidak ada
i. Pola komunikasi
Komunikasi : sudah dapat berkomunikasi secara
lancar
Masalah Keperawatan : tidak ada
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 6 Februari 2023

No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


1 Leukosit 3,20 4.000-11.000/ mm3
2 Trombosit 73 150.000-400.000/mm3
3 Hemoglobin 5,8 Pr:12-16 g/dl
Lk:14-18 g/dl

B. Analisa Data
No Data Etiologi
1 Ds : Penurunan konsentrasi hemoglobin
- Ibu An.S mengatakan An.S merasa
lemah
- An.S mengatakan lemas
Do :
- An.S tampak pucat
- TD: 110/70 mmHg, N: 80,
RR:15x/mnt, S:36,8C
- HB:5,8 gr/dl
30

- sklera ikretik
- Akral Dingin
- kapiler >3 detik
- kulit kelabu/pucat
- kebutuhan darah : 750 cc
2. DS: Ketidak seimbangan suplai oksigen
- Ibu mengatakan An.S lemas
- An.S mengatakan saat beraktivitas
badan terasa Lelah
DO:
-An.S tampak Pucat
- An.S tampak Lelah
- An.S hanya berbaring ditempat
tidur
TD :115/70 mmHg
RR : 15 x/m
HR : 80x/m
S : 36.8 oC

C. Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efektif b.d Penurunan konsentrasi hemoglobin
b. Pola Napas tidak efektif b.d Ketidak seimbangan suplai oksigen.

D. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Luaran keperawatan Rencana Tindakan
No keperawatan
SLKI SIKI
SDKI

1 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan


efektif b.d intervensi 1x24 jam Observasi
Penurunan maka perfusi perifer
konsentrasi meningkat dgn kriteria  Periksa sirkulasi perifer
hemoglobin hasil: (mis: nadi perifer,
- kulit pucat menurut edema, pengisian kapiler,
- edema perifer tidak warna, suhu, ankle-
ada brachial index)
- akral hangat  Identifikasi faktor risiko
- turgor kulit elastis gangguan sirkulasi
- pengisian kapiler <3  Monitor panas,
31

detik kemerahan, nyeri, atau


bengkak pada
ekstremitas
 Hitung kebutuhan darah
berapa labu yang
dibutuhkan
 Monitor tanda infeksi
Terapeutik

 Hindari pemasangan
infus, atau pengambilan
darah di area
keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area yang cidera
 Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan perawatan kaki
dan kuku
 Lakukan hidrasi

Edukasi

 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (mis: melembabkan
kulit kering pada kaki)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis: rasa
sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa).
 Beritahu tentang risiko
infeksi
Kolaborasi

 Kolaborasi pemeriksaan
lab
 Kolaborasi pemberian
transfusi darah III
kantong dengan jumlah
keseluruhan 752 cc

2 Pola napas tidak Setelah dilakukan


Observasi
32

efektif b.d intervensi 1x24 jam


ketidakseimbangan diharapkan toleransi
suplai oksigen aktivitas meningkat
dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas
- pernapasan membaik (frekuensi, kedalaman,
- nadi dalam batas usaha napas)
normal 2. Monitor bunyi napas
- Lesu berkurang tambahan (misalnya:
- Lemas berkurang gurgling, mengi, wheezing,
ronchi kering)
3. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik

1. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw thrust jika
curiga trauma fraktur
servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan


2000 ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk
efektif
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
33

E. Implementasi Keperawatan
No. Tgl / Jam Diagnosa Catatan tindakan (respon subjektif,objektif, dan Ttd
hasil)
06/02/2023 Perfusi -Mengobservasi sirkulasi perifer
perifer - kaji TTV
tidak TD : 90/60 mmHg
efektif RR : 26x/m
N : 120x/m
S : 36,8
- Memonitor hasil laboratorium
- Mengkolaborasi pemberian transfusi
-Tranfusi labu I jumlah 249 cc darah PRC.
Jumlah darah yang masuk 249 cc.
-Tidak ada tanda alergi
06/02/2023 Pola -Memonitor pola napas (frekuensi,
Napas kedalaman, usaha napas)
tidak -Memonitor bunyi napas tambahan
Efektif (misalnya: gurgling, mengi, wheezing,
ronchi kering)
-Mempertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust
jika curiga trauma fraktur servikal)
-Memposisikan semi-fowler

07/02/2023 Perfusi -Mengobservasi sirkulasi perifer


perifer - Mengkaji TTV
tidak TD : 100/80 mmHg
efektif RR : 22x/m
N : 100x/m
S : 36
- Memonitor hasil laboratorium
- Mengkolaborasi pemberian transfusi
Tranfusi labu II jumlah 260 cc darah PRC.
Jumlah darah yang masuk 260 cc.
-Tidak ada tanda alergi

07/02/2023 Pola -Memonitor pola napas (frekuensi,


Napas kedalaman, usaha napas)
tidak -Memonitor bunyi napas tambahan
Efektif (misalnya: gurgling, mengi, wheezing,
ronchi kering)
-Mempertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust
jika curiga trauma fraktur servikal)
34

-Memposisikan semi-fowler atau fowler


- Menganjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi

08/02/2023 Perfusi -Mengobservasi sirkulasi perifer


perifer - Mengkaji TTV
tidak TD : 90/80 mmHg
efektif RR : 20x/m
N : 98x/m
S : 36
- Memonitor hasil laboratorium
- Mengkolaborasi pemberian transfusi
Tranfusi labu III jumlah 243 cc darah PRC.
Jumlah darah yang masuk 243 cc.
-Tidak ada tanda alergi
08/02/2023 Pola -Memonitor pola napas (frekuensi,
Napas kedalaman, usaha napas)
tidak -Memonitor bunyi napas tambahan
Efektif (misalnya: gurgling, mengi, wheezing,
ronchi kering)
-Mempertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust
jika curiga trauma fraktur servikal)
-Memposisikan semi-fowler atau fowler
- Menganjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi

F. Evaluasi
Tgl / Jam Diagnosa SOAP TTD
06/02/2023 Perfusi S : - pasien mengatakan badannya merasa lebih baik
perifer O : konjungtiva tidak anemis
tidak
efektif A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan
( dengan pemberian tranfusi darah berjumlah 260 cc
darah PRC).

06/02/2023 Pola S: pasien mengatakan tidak sulit bernapas


napas
tidak O: - pasien tampak tidak lesu
efektif -pasien lebih ceria

A: masalah teratasi sebagian

P: intervensi dilanjutkan
35

07/02/2023 Perfusi S : - pasien mengatakan badannya merasa lebih baik


perifer - pasien mengatakan pusing berkurang
tidak
efektif O : - crt < 3 detik
- pasien tambah lebih tenang

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan
( dengan memberikan tranfusi darah jumlah 243 cc
darah PRC)

07/02/2023 Pola S: pasien mengatakan tidak terlalu Lelah saat


napas beraktivitas
tidak -pasien mengatakan beraktifitas mulai bisa seperti
efektif biasa
O: - lesu berkurang
-pasien tampak lebih tenng saat bernafas

A: masalah teratasi sebagian

P: intervensi dilanjutkan
08/02/2023 Perfusi S : - Ibu pasien mengatakan an S lebih aktif
perifer -pasien mengatakan tidak lagi mudah capek
tidak
efektif O : konjungtiva tidak anemis
-akral hangat
-CRT ,3 detik

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan
08/02/2023 Pola S: pasien mengatakan tidak terlalu Lelah saat
napas beraktivitas
tidak
efektif O: - pasien tampak lebih tenang
-pasien lebih ceria

A: masalah teratasi

P: intervensi dihentikan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Studi kasus yang dilakukan pada An. S dengan Thalasemia yang telah
penulis lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan menggunakan metode wawancara,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan
pengkajian yang telah dilakukan, keluhan yang dialami klien dengan
thalassemia adalah lemas dan pucat.
2. Diagnosa keperawatan
Prioritas diagnosa sesuai dengan hasil pengkajian dan tujuan
intervensi penulis maka diagnosa yang diangkat adalah perfusi perifer
tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin dan resiko infeksi
b/d ketidakadekuatan pertahanan sekunder (penurunan konsentrasi
hemoglobin)
3. Intervensi keperawatan
Perencanaan keperawatan pada pasienAn.S telah direncanakan
sesuai tindakan yang telah ditegakkan yang merujuk pada buku SDKI,
SLKI, dan SIKI.
4. Implementasi Keperawatan
Berdasarkan semua intervensi yang telah disusun, semua tindakan
dilakukan implementasi pada pasien. Implementasi dilakukan selama 1
hari, dikarenakan pasien akan pulang kerumah setelah 2x24 jam
perawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang di dapatkan dengan metode S-O-A-P yang
didapatkan berhasil tercapai sesuai level yang ingin dicapai.
37

B. Saran
Diharapkan perawat dan tenaga kesehatan lainnya mampu
memahami dan mendalami kasus thalassemia serta mampu meminimalkan
faktor resiko dari thalassemia.
38

DAFTAR PUSTAKA

Apsari, Nurliana. Cipta. (2016). Pendampingan Bagi Anak Penyandang


Thalasemia Dan Keluarganya. Share : Social Work Journal.

Arnis, Yuliastati. & Amelia. (2016). Keperawatan Anak. Jakarta Selatan:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Dahnil, Fitriayi, Ai Mardhiyah, dan Efri Widianti.(2017). Kajian Kebutuhan


supportive care pada orang tua anak penderita thalasemia.

Dona, Marnis, Ganis Indriati, dan Fathara Anis Nauli . (2018). Hubungan Tingkat
Pengetahuan dengan Kualitas Hidup Anak Thalasemia. Jurnal
Keperawatan
Sriwijaya.

Ganong WK, ”Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Edisi 14, Cetakan I, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Ghofur, yustiana olfah abdul. (2016). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta


Selatan: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Hera Hijrian.(2018). Pengaruh Psychoeducational Parenting Terhadap


Kecemasan Orang tua yang Mempunyai Anak Penyandang Thalasemia
Mayor. Journal Of Chemical Information and Modeling.

Hockenberry, M.J & Wilson, D. (2009). Essential of Pediatric Nursing. St. Louis
Missoury: Mosby

Kemenkes. (2018). Pedoman nasional pelayanan kedokteran tata laksana


39

thalasemia.

Kemenkes RI. (2019). Hari thalasemia sedunia 2019:putuskan mata rantai


thalasemia Mayor.

Kementerian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2015. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI; 2015

Kiswari, Rukman. (2014). Hematologi & Transfusi. Jakarta: ERLANGGA.

Kresnowidjojo, Subowo.2014.Pengantar Genetika Medik.Jakarta:EGC


Nassar C.A. (2015). Periodontal evaluation of different toothbrushing techniques
in patient with fixed orthodontic appliances. Dental Press J Orthod; 18(1):
76-80.

Ngastiyah. 2006. Perawatan Anak Sakit, Jakarta : EGC.

Nurvitasari, Julvia, Ai mardhiyah, dan Ikeu nurhidayah. (2019). Masalah


Psikososial Pada Penyandang Thalasemia Usia Sekolah Di Politeknik
Thalasemia Rsud Sumedang.

Putri DM. 2015. Gambaran Status Gizi Anak Thalassemia β Mayor di RSUP
M.Djamil. Skripi. Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Padang.

Potts & Mandleco. 2012. Pediatric Nursing; Caring for Children and Their
Families. 3rd ed. Clifton Park. New York

PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan indicator


diagnostik Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
40

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Intervensi


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Suriadi, Rita Yuliani., 2006, Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta :
Sagung setia.

Suriadi, Yuliani, Rita.2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta :


CV. Sagung Seto

WHO. Global Report On thalassemia. France: World Health Organization; 2016

Wiwanitkit, V. 2007. Tropical Anemia Nova Science Publisher, Inc. 106.

Yazdani, B. O., Yaghoubi, N. M., & Giri, E. S., (2011). Factors affecting the
Empowerment of Employees. European Journal of Social Sciences, 20 (2),
267-274.

Anda mungkin juga menyukai