Oleh :
Putu Ayu Inten Dewi Gayatri
19710037
Pembimbing :
dr. Pramudiyo Dwi Putro, Sp.OG (K)
Puji dan syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas KehendakNya saya
dapat menyelesaikan referat dengan judul “Thalasemia Pada Kehamilan”. Referat ini dibuat
sebagai salah satu tugas sebagai Dokter Muda di Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan
Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoardjo. Penulis sadar masih banyak
kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa maupun sistematika penulisannya. Untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Pada kesempatan yang baik ini,
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Pramudya Dwiputro, Sp. OG (K) selaku
pembimbing yang telah memberikan masukan yang berguna dalam proses penyusunan referat
ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang juga turut membantu
dalam upaya penyelesaian referat ini. Akhir kata penulis berharap sekiranya referat ini dapat
menjadi masukan yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain
yang terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya, dan khususnya tentang masalah
kesehatan kandungan.
ii
DAFTAR ISI
Ucapan Terimakasih…..............................................................................................ii
Daftar Isi…...............................................................................................................iii
Daftar Gambar..........................................................................................................iv
Daftar Tabel...............................................................................................................v
BAB I Pendahuluan…...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Tujuan..................................................................................................................2
1.3 Manfaat................................................................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka...........................................................................................3
2.1 Definisi Thalasemia.............................................................................................3
2.2 Epidemiologi thalassemia....................................................................................3
2.3 Klasifikasi Thalasemia.........................................................................................4
2.4 Patogenesis Thalasemia.......................................................................................4
2.5 Diagnosis Thalasemia..........................................................................................8
2.6 Efek Thalasemia Pada Kehamilan........................................................................12
2.7 Efek Kehamilan Pada Thalasemia.......................................................................13
2.8 Penanganan Thalasemia Pada Ibu Hamil.............................................................14
2.9 Komplikasi Thalasemia.......................................................................................17
2.10 Pencegahan Thalasemia.....................................................................................18
BAB III Kesimpulan…..............................................................................................20
Daftar Pustaka............................................................................................................21
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
punca.2
1.2 Tujuan
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan mengikuti ujian akhir dari
serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan penyusun referat ini yaitu:
1.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi kepustakaan
penyusunan karya ilmiah lainnya.
1.3.2 Bagi Dokter Muda
Dokter muda mampu memahami dan mengaplikasikan semua ilmu yang telah
diperoleh selama proses penyusunan referat ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
karena itu, mempercepat masa hidup dari sel darah merah yang menyebabkan kerusakan sel
darah merah dan hemolisis beratyang berhubungan dengan tidak efektifnya proses
eritropoesis dan hemolisis ekstramedular.
Pada thalasemia beta yang berat, proses eritropoesis yang tidak efektif menghasilkan
pertambahan rongga sumsum yang menimpa pada tulang normal dan menyebabkan distrorsi
dari os frontalis, facialis, dan tulang panjang. Selain itu, aktifitas proliferasi eritrosit pada
hematopoetik ekstramedullar, menyebabkan limfadenopati, hepatosplenomegali, dan
beberapa kasus dapat terjadi tumor ekstramedular.
Proses eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronik, dan hipoksia menyebabkan
meningkatnya absorpsi besi di traktus gastrointestinal sehingga membutuhkan transfusi.
Namun, transfusi menyebabkan akumulasi besi berlebih karena jalur ekskresi yang tidak
adekuat. Terapi kelasi besi dapat diberikan apabila terdapat akumulasi besi akibat transfusi
yang dapat dinilai dari saturasi serum transferrin. Terapi kelasi besi juga satu-satunya pilihan
6
2.4.4 Hemoglobin E
Hemoglobin E adalah hemoglobin abnormal yang disebabkan oleh mutasi single pada
gen beta, sehingga terjadi subtitusi glutamat dengan lisin pada posisi 26 rantai globin beta. 9,10
Keadaan ini sering ditemukan di Asia Tenggara. Wanita dengan homozigot hemoglobin E,
menunjukkan gejala anemia hemolitik yang ringan. Namun sebaliknya, pada heterozigot
hemoglobin E (karier) menunjukkan gejala yang asimtomatik. Apabila hemoglobin E
dikombinasikan dengan thalassemia beta, dapat terjadi thalassemia beta mayor atau
intermediet.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di India pada seorang wanita berusia 27
tahun, primigravida, datang ke klinik antenatal departemen obstetri dan ginekologi, dengan
kehamilan 27 minggu dan riwayat mudah lelah, lemah, dan sesak napas saat beraktivitas.
Pasien memiliki riwayat transfusi darah pada usia 9 dan 25 tahun. Pasien rutin check up
kehamilan dan mendapat tablet besi sebanyak 2 kali sehari. Pada pemeriksaan diperoleh BMI
= 19 kg/m2; nadi 100 x/menit; tekanan darah 110/70 mmHg; jugular venous pressure normal;
thorax dalam batas normal; edema pada ekstremitas bawah +/+. Pada pemeriksaan abdomen
gravid dengan besar uterus 26 minggu dan denyut jantung janin 138 x/menit; hepatomegali +;
splenomegali +. Pemeriksaan darah rutin didapatkan anemia berat dengan Hb 6 gr%; red
blood cell distribution (RDW) 30,5%; mean corpuscular hemoglobin (MCH) 20,6 pg; mean
8
corpuscular volume (MCV) 76 fl. Pemeriksaan darah tepi diperoleh hipokromik mikrositik
dengan anisositosis, tear drop cells, dan sel target. Selain itu, terdapat peningkatan serum
ferritin (260 ng/mL) dan total iron binding capacity dalam batas normal. Pada pemeriksaan
elektroforesis hemoblobin memperlihatkan peningkatan hemoglobin fetal (HbF) sebesar
55,3% dan HbE sebesar 44,7%.10
Setelah diagnosis HbE ditegakkan, pemberian terapi besi dihentikan. Saat kehamilan
mencapai usia 37 minggu dengan Hb 6,9 gr% dan diberikan transfusi PRC sebanyak 3 kolf.
Pada usia kehamilan 38 minggu terjadi ruptur membran dan dilakukan section caesarea cito
karena kegagalan induksi. Setelah 7 hari pasca operasi kondisi pasien stabil dengan Hb 9,8 gr
%. 2 minggu dan 4 minggu setelah operasi, pasien dianjurkan untuk dilakukan splenektomi
dan elektroforesis untuk bayi.10
Kehamilan dengan thalasemia HbE berhubungan dengan terjadinya mobiditas pada
ibu dan janin. Individu yang terkena dengan gejala yang berat, membutuhkan ketergantungan
transfusi disertai adanya hepatosplenomegali, jaundice, retardasi pertumbuhan, dan expansi
berlebih dari ruang sumsum tulang belakang. Pasien dengan Hb >7 gr% tanpa komplikasi,
direkomendasikan untuk terapi asam folat jangka panjang. Namun, pasien dengan Hb <7 gr%
membutuhkan transfusi darah berulang pada wanita dengan thalassemia intermedia untuk
mengurangi anemia dan berat badan lahir rendah.10
hitung darah lengkap yang memperlihatkan anemia mikrositik ringan. Anemia mikrositik
dapat disebabkan oleh defisiensi besi, thalasemia, anemia sideroblastik, dan anemia karena
penyakit kronis.16,17
Pada karier thalasemia pada dewasa sehat, manifestasi yang dapat timbul hanya Hb yang
rendah. Dikatakan karier apabila nilai MCH <27 pg dan MCV <80 fl untuk semua jenis
karier. Tahap selanjutnya adalah apabila ditemukan nilai MCV atau MCH rendah, maka
dilakukan pemeriksaan hemoglobin pattern dan status besi. Apabila setelah dilakukan
pemeriksaan tersebut diagnosa masih belum jelas untuk mengidentifikasi thalasemia trait,
maka dilakukan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin.9,16,17
Peningkatan Red cell distribution width (RDW) >90% dengan defisiensi besi, 50%
dengan thalasemia. Walaupun anemia mikrositik dengan RDW yang normal selalu karena
thalasemia, seseorang dengan peningkatan RDW membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut. 16
Pengukuran pada RDW tidak cukup sensitif dan spesifik untuk membedakan defisiensi besi
dan thalasemia beta trait.
Pembawa sifat alfa thalasemia ditegakkan apabila terdapat badan inklusi hemoglobin
H. Pada karier beta thalasemia menunjukkan peningkatan kadar level hemoglobin A2 lebih
dari 3,5% dan hemoglobin F. Apabila kadar HbA2 kurang dari 3,5% menunjukkan defisiensi
besi, thalasemia alfa, atau bentuk lain dari thalasemia beta. Selain itu, pola dari hemoglobin
normal dapat menunjukkan gambaran defisiensi besi, namun tidak bisa menyingkirkan
thalasemia trait. Oleh karena itu, disarankan untuk mengulang pemeriksaan hemoglobin
setelah mendapat pengobatan defisiensi besi.9, 12
13
Ketika seorang ibu hamil didiagnosis mengidap talasemia, maka suaminya sebaiknya
menjalani skrining untuk mengetahui apakah pasutri ini adalah pembawa gen talasemia yang
sama (α dan β) atau tidak. Jika suami memiliki MCV/MCH normal, biasanya calon anaknya
tidak berisiko mengalami talasemia berat, kecuali pada kasus yang tidak lazim seperti
talasemia homozigot α° atau talasemia β mayor yang disebabkan disomi uniparental (DUP)
ibu atau non paternitas.19 Pasutri yang memiliki gen pembawa talasemia yang tidak sejenis
(α dan β) hendaknya ditawarkan untuk menjalani pemeriksaan DNA untuk menyingkirkan
kemungkinan talasemia α yang berpasangan dengan talasemia β.
Talasemia adalah suatu penyakit autosomal resesif. Jika pasangan suami istri
merupakan pembawa gen (carrier) talasemia heterozigot yang sama (α atau β), maka anak
mereka akan memiliki kemungkinan 1:4 untuk mengidap talasemia homozigot. Jika istri
memiliki penyakit Hb H dan suaminya merupakan pembawa gen (carrier) talasemia α°, maka
calon anak mereka akan memiliki risiko sebesar 25% untuk mengidap talasemia α° dan 25%
penyakit Hb H. Jika istri merupakan pengidap talasemia β mayor dan suaminya merupakan
pembawa gen (carrier) talasemia β, maka calon anak mereka memiliki kemungkinan 50%
mengidap talasemia β mayor.
Konseling dan pemeriksaan prenatal, invasif atau non invasif, perlu ditawarkan dan
dilakukan oleh personil dan laboratorium berpengalaman. Secara konvensional, diagnosis
prenatal diperoleh melalui analisis DNA sesudah dilakukan pengambilan sampel vilus
korionik atau amniosentesis. Pendekatan non invasif yang terdiri dari serangkaian
pemeriksaan ultrasonografi dua dimensi untuk menilai rasio kardiotorasik fetus dan ketebalan
plasenta yang mulai dilakukan sejak usia kehamilan 12 minggu secara efektif dapat
mengurangi kebutuhan pemeriksaan invasive pada sebagian besar kehamilan yang tidak
dipengaruhi oleh talasemia homozigot α°.20‐21 Belakangan ini pemeriksaan noninvasif
terhadap janin yang mengidap talasemia dapat dilakukan melalui pemeriksaan DNA cell‐free
pada plasma ibu hamil.
Jika seorang wanita memiliki anak yang mengidap talasemia mayor, darah tali pusat
dari janin yang sesudah didiagnosis prenatal ternyata tidak menuruni bakat talasemia mayor
dapat menjadi sumber sel punca yang bernilai untuk ditransplantasikan ke saudara
kandungnya yang mengidap talasemia jika mereka memiliki HLA yang sesuai/cocok.22
Skrining awal dianjurkan untuk mengurangi kecemasan sejak dini pada ibu hamil
14
yang tidak terkena talasemia atau menawarkan pilihan dini untuk mengakhiri kehamilan pada
kehamilan yang terkena talasemia. Pada wilayah dengan prevalensi pembawa gen (carrier)
talasemia α°, skrining talasemia antenatal sebaiknya dianjurkan untuk ibu hamil bahkan
setelah pertengahan trimester, dalam hal risiko maternal berat yang terkait dengan kehamilan
yang dipengaruhi talasemia homozigot α°.
Jika pasangan suami istri didiagnosis mengidap talasemia sebelum terjadinya
kehamilan, kepada mereka dapat ditawarkan untuk dilakukan diagnosis genetik pra
implantasi sebagai alternatif untuk diagnosis prenatal. Asam folat 5 mg perikonseptual
direkomendasikan untuk mencegah defek tabung saraf pada janin.23
7. lndikasi menyusui jika tidak ditemukan HIV (+) atau HCV RNA dan atau HbsAg (+)
Anemia matemal menyebabkan oksigenasi tidak adekuat dari unit fetal matemal,
sehingga menyebabkan terjadinya hipertrofi plasenta sebagai kompensasi. Anemia matemal
kronik dapat menyebabkan defisiensi oksigen pada fetus sehingga dapat terjadi abortus,
pertumbuhan janin terhambat, persalinan prematur dan perdarahan paska salin. Jika kadar Hb
ibu 4-6 g/dl, dapat terjadi gagal jantung kongestif, dengan pengurangan lebih jauh oksigenasi
janin. Janin menunjukkan fetal distress yang jelas, dan mungkin lahir mati. Persalinan
preterm umumnya terjadi pada Hb 4-8 g/dl, terutama jika PO2 ibu di bawah 70 mmHg atau
janin menunjukkan tanda fetal distres.
Anemia kronik penderita thalasemia beta intermedia berhubungan dengan luaran janin
yang jelek, perlu pengawasan terhadap terjadinya komplikasi kehamilan seperti preeclampsia,
kehamilan preterm, IUGR, dan kelainan kongenital pada neural tube. Terjadinya
15
cephalopelvic disproportion karena adanya kelainan skeletal dan postur tubuh yang pendek
serta gangguan fungsi jantung selama kehamilan.
jantung.24 Frekuensi kunjungan antenatal tergantung dari usia kehamilan dan beratnya
kerusakan organ akhir.24 Diabetes melitus, jika ada, sebaiknya dikendalikan. Juga hipotiroid,
jika ada, sebaiknya dikoreksi.24
Pemeriksaan USG serial yang sebaiknya dianjurkan, meliputi: (a) pemindaian dini
sebelum usia kehamilan 10 minggu untuk mengonfirmasi viabilitas janin dan meyingkirkan
kemungkinan kehamilan kembar; (b) pemindaian pada trimester pertama bersama dengan
skrining sindroma Down; (c) pemindaian detil pada pertengahan trimester untuk
menyingkirkan kemungkinan anomali; serta (d) pemindaian serial pertumbuhan pada
trimester ketiga untuk menyingkirkan kemungkinan adanya pertumbuhan janin yang
terhambat. Pengukuran serial dari kecepatan puncak aliran darah sistolik arteri serebri media
untuk menyingkirkan kemungkinan anemia pada fetus juga diperlukan jika ditemukan
antibodi terhadap sel‐sel darah merah. Kadar hemoglobin hendaknya dipantau secara berkala
dan dilakukan koreksi anemia berat melalui transfusi dengan tujuan untuk mempertahankan
kadar hemoglobin pra transfusi sebesar 10 g/dl.24
Splenektomi dan tingginya jumlah trombosit (>600 x 109/l) merupakan faktor‐faktor
risiko tambahan untuk tromboemboli pada wanita dengan talasemia mayor.
Direkomendasikan pemberian aspirin dosis rendah 75 mg/hari direkomendasikan jika pasien
wanita memiliki salah satu faktor risiko, serta pemberian heparin dengan berat molekul
rendah dan aspirin dosis rendah jika pasien wanita yang memiliki kedua faktor risiko atau
selama menjalani perawatan antenatal di rumah sakit,24 Pemeriksaan jantung diperlukan pada
usia kehamilan 28 minggu atau bilamana pasien wanita mengalami keluhan dyspnea,
palpitasi, atau gejala‐gejala terkait lainnya. Jika ditemukan adanya muatan zat besi dalam otot
jantung pada pemeriksaan MRI jantung, maka akan diperlukan pemeriksaan oleh dokter
spesialis jantung.24 Terapi kelasi dengan deferioksamin dosis rendah 20 mg/kg/hari secara
subkutan harus diberikan jika ada tanda‐tanda dekompensasi jantung, termasuk adanya
penurunan T2 hingga di bawah 20 ms,36 atau penurunan fraksi ejeksi atau peningkatan
volume ventrikel pada pemeriksaan EKG.38-40
Kelasi zat besi dengan desferioksamin dosis rendah juga perlu dipertimbangkan untuk
diberikan setelah 20 minggu41 bilamana didapati muatan zat besi yang berat pada hati karena
adanya risiko terkait muatan zat besi dalam otot jantung. Pemberian desferioksamin dosis
rendah aman digunakan pada usia kehamilan setelah 20 minggu tetapi sebaiknya dihindari
17
pemberiannya pada trimester pertama karena tidak tersedianya data keamanan mengenai obat
ini.42
Perawatan intrapartum
Idealnya perawatan intrapartum sebaiknya diberikan oleh tim multidisiplin yang
meliputi dokter spesialis kebidanan, bidan berpengalaman, spesialis anestesi, dan spesialis
hematologi. Penyakit talasemia β mayor sendiri bukan merupakan indikasi untuk seksio
sesarea atau induksi persalinan.24 Induksi persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
atas indikasi obstetrik, sebagaimana halnya dengan kondisi pertumbuhan janin terhambat atau
diabetes melitus.
Anemia sering dijumpai. Jika ditemukan adanya antibodi terhadap sel‐sel darah merah
yang dapat menyebabkan reaksi transfusi, harus dilakukan cross‐matched terhadap darah
yang akan ditransfusi. Pemantauan elektronik terus‐menerus terhadap kecepatan denyut
jantung janin direkomendasikan mengingat adanya peningkatan risiko hipoksia pada janin. 43
Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga dapat meminimalisir kehilangan darah.44
Tindakan pencegahan yang sesuai harus dilakukan bilamana didapati komplikasi
medis seperti kardiomiopati. Terapi kelasi peripartum dengan desferioksamin 2 g secara
intravena selama 24 jam perlu dilakukan mengingat tingginya kadar non‐transferrin bound
iron (fraksi zat besi yang tidak terikat dengan transferrin) dalam serum yang dapat
menyebabkan kerusakan akibat radikal bebas dan gangguan irama jantung ketika pasien
wanita mengalami stres persalinan.12
Perawatan postpartum
Mengingat tingginya risiko tromboemboli vena, terapi profilaksis dengan heparin
berat molekul rendah hendaknya diberikan selama perawatan di rumah sakit, 45‐46 sekurang‐
kurangnya selama 10 hari pasca persalinan pervaginam atau selama 6 minggu pasca seksio
sesarea.46
Pemberian ASI oleh ibu menyusui yang sedang mendapat desferioksamin adalah
aman. Walaupun desferioksamin disekresikan ke dalam ASI, tetapi obat ini tidak diabsorpsi
secara oral sehingga tidak berbahaya bagi bayi. Pemberian kembali kelasi besi dan terapi
dengan biofosfonat perlu dilakukan sesudah melahirkan.47
- Penumpukan besi
Penumpukan zat besi terjadi karena akumulasi zat besi yang berasal dari transfusi dan
peningkatan absorpsi zat besi karena eritropoesis yang tidak efektif.
- Gagal jantung
Efek pada kardio karena berlebihnya zat besi di jantung yang dapat menyebabkan
gagal jantung dan aritmia.
- Perikarditis
Pasien dengan thalasemia dapat terjadi perikarditis, kemungkinan disebabkan oleh
virus dan organisme mikoplasma, infeksi bakteri atau jamur, atau berhubungan
dengan sindroma pasca transplantasi.
- Endokrin
Organ-organ endokrin sensitif terhadap toksisitas besi sehingga dapat terjadi
kerusakan pituitari, hipogonadotropik hipogonadisme, diabetes, hipotiroid,
hipoparatiroid, osteopaenia, dan osteoporosis. Akibat kerusakan organ endokrin,
biasanya timbul amenore primer dan sekunder.
- Alloimunisasi
Transfusi berulang memicu produksi alloantibodi dan alloimunisasi. Komplikasi ini
terjadi pada pasien yang sudah melakukan splenektomi dan transfusi dengan etnik
berbeda antara donor dan resipien.
- Infeksi virus
Transmisi infeksi seperti HIV, hepatitis B dan C terutama pada wanita dengan
ketergantungan transfusi.
- Thrombosis dan hiperkoagulasi
Thrombosis ditemukan pada sindrom thalasemia alfa, thalasemia beta mayor,
thalasemia beta minor, dan thalasemia beta-HbE. Hal ini karena adanya sirkulasi sel
darah merah yang cacat dengan kerusakan membran sehingga meningkatkan aktivasi
platelet dan risiko trombus.
- Hemolisis
Hemolisis kronik meningkatkan kadar plasma dari hemoglobin bebas yang
melepaskan nitrit oxide, beredar di sirkulasi dan menyebabkan peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer yang nantinya dapat terjadi hipertensi pulmonal hingga gagal
jantung kanan.
19
B. Konseling genetik
C. Diagnosis prenatal
D. Diagnosis preimplantasi dan prekonsepsi genetik
Program pencegahan thalasemia harus dilakukan untuk mengurangi jumlah pasien
thalasemia di Indonesia karena dari sisi biaya pencegahan thalasemia membutuhkan
lebih sedikit biaya, sementara dari sisi pasien thalasemia akan menyebabkan tumbuh
kembang tidak optimal terutama pada anak.
BAB II
KESIMPULAN
Prognosis talasemia minor dalam kehamilan adalah baik dan perlu dilakukan
perawatan umum obstetrik. Risiko terhadap ibu dan janin adalah tinggi untuk kasus
talasemia β mayor, membutuhkan penanganan khusus oleh tim multidisiplin. Diagnosis
prenatal diperlukan jika suami merupakan pembawa gen talasemia yang sama jenisnya
dengan istri. Pemberian asam folat selama masa perikonsepsi dan kehamilan dapat mencegah
terjadinya defek tabung saraf pada janin dan anemia pada ibu hamil.
21
DAFTAR PUSTAKA
Gynaecologists. 2014;66:1-17.
19. Kou KO, Lee H, Lau B et al. Two unusual cases of haemoglobin Bart’s hydrops
fetalis due to uniparental disomy or non-paternity. Fetal Diagn Ther. 2014; 35:36–
22
308.
20. Leung KY, Lee CP, Tang MHY et al. Cost effectiveness of prenatal screening for
thalassemia in Hong Kong. Prenat Diagn. 2004; 24:899–907.
21. Leung KY, Liao C, Li QM et al. A new strategy for prenatal diagnosis of
homozygous alpha-thalassaemia. Ultrasound Obstet Gynecol. 2006; 28:173–177.
22. Rappaport VJ1, Velazquez M, Williams K. Hemoglobinopathies in pregnancy. Obstet
Gynecol Clin North Am. 2004; 31:287–317.
23. MRC Vitamin Study Research Group. Prevention of neural tube defects: results of the
Medical Research Council Vitamin Study. Lancet 1991; ii:131–137.
24. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Management of Beta
Thalassaemia in Pregnancy. Green-top Guideline No. 66. London: RCOG; 2014.
25. Spencer DH, Grossman BJ, Scott MG. Red cell transfusion decreases hemoglobin
A1c in patients with diabetes [letter]. Clin Chem 2011; 57:344–346.
26. Toumba M, Skordis N. Osteoporosis syndrome in thalassaemia major: an overview. J
Osteoporos 2010; 2010:537673.
27. Origa R, Piga A, Quarta G, Forni GL, Longo F, Melpignano A, et al. Pregnancy and
β-thalassemia: an Italian multicenter experience.Haematologica 2010; 95:376–81.
28. Alpendurada F, Smith GC, Carpenter JP, et al. Effects of combined deferiprone with
deferoxamine on right ventricular function in thalassaemia major. J Cardiovasc Magn
Reson 2012; 14:8.
29. Borgna-Pignatti C, Rugolotto S, De Stefano P, et al. Survival and complications in
patients with thalassemia major treated with transfusion and deferoxamine.
Haematologica 2004; 89:1187–1193.
30. Tongsong T, Srisupundit K, Luewan S. Outcomes of pregnancies affected by
hemoglobin H disease. Int J Gynaecol Obstet. 2009; 104:206–208.
31. Castaldi MA, Cobellis L. Thalassemia and infertility. Hum Fertil (Camb). 2016; 23:1–
7.
32. Walsh JM, McGowan CA, Kilbane M, McKenna MJ, McAuliffe FM. The
relationship between maternal and fetal vitamin D, insulin resistance, and fetal
growth. Reprod Sci 2013; 20:536–541.
33. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. The Management of Women with
Red Cell Antibodies during Pregnancy. Green-top Guideline No. 65. London: RCOG;
2014.
34. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Blood Transfusions in Obstetrics.
Green-top Guideline No. 47. London: RCOG; 2007.
35. Protonotariou AA, Tolis GJ. Reproductive health in female patients with β-
thalassemia major. Ann N Y Acad Sci 2000; 900:119–124.
36. Kirk P, Roughton M, Porter JB, et al. Cardiac T2* magnetic resonance for prediction
of cardiac complications in thalassemia major. Circulation 2009; 120:1961–1968.
37. Davis BA, Porter JB. Long-term outcome of continuous 24-hour deferoxamine
infusion via indwelling intravenous catheters in highrisk β-thalassemia. Blood 2000;
95:1229–1236.
23
38. Anderson LJ, Westwood MA, Holden S, et al. Myocardial iron clearance during
24