PENDAHULUAN
Diseluruh dunia tahun 1990 WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru TB
dengan 49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 – 1991 tercatat peningkatan
jumlah kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan Eropa. Di tahun 1990 diperkirakan
7,5 juta kasus TB dan 2,5 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.
1
Hasil SKRT tahun 1995 TB merupakan penyebab kematian nomor 3 dari seluruh
kelompok usia dan nomor 1 antara penyakit infeksi yang merupakan masalah kesehatan
masyarakat Indonesia.
Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit
tuberkulosis paru yang sudah berat dan progresif, sering tidak menimbulkan gejala yang
dapat dilihat/dikenal; antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit, sering
tidak mempunyai korelasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit tuberkulosis
paru merupakan penyakit paru yang besar (great imitator), yang mempunyai diagnosis
banding hampir pada semua penyakit dada dan banyak penyakit lain yang mempunyai gejala
umum berupa kelelahan dan panas.
Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkannya belum
lama ditemukan, dan pengobatan tuberkulosis paru saat ini lebih dikenal dengan sistem
pengobatan jangka pendek dalam waktu 6–9 bulan. Prinsip pengobatan jangka pendek adalah
membunuh dan mensterilkan kuman yang berada di dalam tubuh manusia. Obat yang sering
digunakan dalam pengobatan jangka pendek saat ini adalah isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, streptomisin dan etambutol.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
tuberculosis.
B. ETIOLOGI
batang dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0,3 – 0,6 μm, tidak berspora dan
tidak berkapsul. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (60%),
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan juga
lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan
C. PATOGENESIS
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB yang terhirup melalui droplet nuclei dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
3
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran ke lokasi fokus primer.
keenjar limfe (limfadenitis) yng terka. Jika fokus primer terletak di lobus paru bagian
bawah atau tengah, kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,
sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis).
komplek primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kumas tumbuh hingga mencpai 103 – 104,
kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut
timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji
4
tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh
terhadap TB teah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yag
terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan.
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga anak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjari limfe regional. Fokus primer di
paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
hilus atau pratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan
membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
5
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyakit sistemik.
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala
klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ
yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak,
tulang, ginjal dan paru, terutama di apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apeks paru disebuut sebagai fokus
SIMON. Bertahun-tahun kemdian, bila daya tahan tubuh penjamu (host) menurun,
fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait,
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini
6
disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2 – 6 bulan setelah
terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB
karena tidak adekuatnya sstem imun penjamu (host) dalam mengatasi infeksi TB,
spread dengan jumlah kuman yang besar. Seua tuberkel yang dihasilkan melalui cara
ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian (miller seed). Secara
patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1 – 3 mm, yang secara
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan
dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak
dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi
secara berulang.
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru
meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3 – 6 bulan setelah infeksi primer.
regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3 – 9 bulan). Tejadinya TB paru
kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru
7
kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami
resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarag terjadi pada anak-anak, tetapi sering pada
terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5 – 10 % anak yang terinfeksi, dan
paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2 – 3 tahun kemudian. TB ginjal
D. KLASIFIKASI
1) Tuberkulosis paru :
8
b) Limfadenitis TB di rongga dada (hillus dan atau mediastinum) atau efusi
c) Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
a) Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya : pleura, kelenjar
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak, dan tulang
1) Pasien baru TB : adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu atau <28 dosis).
2) Pasien yang pernah diobati TB : adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan
obat OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya
kultur).
9
b) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO): adalah pasien TB yang telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
c) Kasus Gagal (Failure): adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
d) Kasus lain : adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.
Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
Pengelompokkan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
1) Mono resistan (TB MR) : resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
2) Poli resistan (TB PR) : resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
3) Multi drug resistant (TB MDR) : resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin
4) Extensive drug resistant (TB XDR) : TB MDR yang sekaligus juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan florokuinolon dan minimal salah satu dari
5) Resistan Rifampisin (TB RR) : resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes
10
Klasifikasi TB Paru berdasarkan Dahak
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d)
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
2) Tuberkulosis paru BTA negative : kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB
paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
2014)
E. EPIDEMIOLOGI
per tahun adalah 5-6% dari total kasus TB (IDAI). TB pada anak terjadi pada usia 0-
adalah 40-50% dari seluruh populasi umum dan terdapat sekitar 500.000 anak di
dunia yang menderita TB tiap tahun. (Depkes, 2016). Proporsi kasus TB anak
diantara semua kasus TB di Indonesia pada tahun 2010 adalah 9,4 % kemudian
menjadi 8,5% pada tahun 2011. 8,2% pada tahun 2012, 7,9 % pada tahun 2013,
11
7,16% pada tahun 2014, dan 9% pada tahun 2015. Variasi proporsi ini proporsi ini
mungkin menunjukkan endemisitas yang berbeda antar provinsi dari 1,2% sampai
17,3%. Variasi proporsi ini mungkin menunjukkan endemisitas yang berbeda antar
provinsi, tetapi bisa juga karena perbedaan kualitas diagnosis TB anak pada level
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Tuberkulosis kelenjar
a. Biasanya di daerah leher (regio colli anterior atau posterior)
b. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) tidak nyeri, tidak hangat, mudah
c. Ukuran besar (lebih dari 2x2 cm), biasanya pembesaran KGB terlihat jelas, bukan
hanya teraba.
12
2. Tuberkulosis sistem saraf pusat
a. Meningitis TB
saraf-saraf otak yang terkena. Gejala klinis berupa nyeri kepala, penurunan
b. Tuberkuloma otak
Gejala-gejala sesuai dengan lokasi lesi yang menyebabkan proses desak ruang
daerah panggul
c. Tulang lutut (gonitis) : pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab yang
jelas
4. Tuberkulosis mata
Ditandai dengan adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin
bridge)
ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan
13
G. DIAGNOSIS
14
fistula bronkopleura, bronkiektasis, fistula bronkoesofagus
Pleura Efusi pleura, fistula bronkopleura, empiema, pneumotoraks, hematotoraks
Pembuluh Milier, perdarahan paru
darah
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa,
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Bakteriologis
diagnosis TB, baik pada anak maupun dewasa. Pemeriksaan sputum pada anak
terutama dilakukan pada anak berusia lebih dari 5 tahun, HIV + dan gambaran
kelainan paru luas. Namun demikian, karena kesulitan pengambilan sputum pada
anak dan sifat pausibasiler pada TB anak, pemeriksaan bakteriologis selama ini tidak
15
dilakukan secara rutin pada anak yang dicurigai sakit TB. Cara mendapatkan sputum
a. Berdahak
b. Bilas Lambung
Bilas lambung dengan NGT (Nasogastric tube) dapat dilakukan pada anak
c. Induksi Sputum
Induksi sputum relative aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua
umur, dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama apabila
menggunakan lebih dari 1 sampel. Metode ini bisa dikerjakan secara rawat
- Pulse oxymetri
- Larutan NaCl 3%
- Pot sputum
- Mucous extractor
16
- Spuit 3 cc
- Sarung tangan
2) Cara Kerja :
resiko muntah
- Bersihkan mulut anak dengan sikat gigi tanpa pasta gigi, berkumur,
menit
menit
- Pengambilan sputum
suction
17
- Tahan kepala anak saat dilakukan penghisapan dengan
dalam paru
yang berbeda
belum mencukupi
18
- Setelah selesai, segera bawa specimen ke laboratorium
uji kepekaan obat dilakukan jika fasilitas tersedia (Depkes RI, 2014).
2. Uji Tuberkulin
anak, khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas. Uji tuberculin
tidak bisa membedakan antara infeksi dan sakit TB. Hasil positif uji tuberculin
menunjukkan adanya infeksi dan tidak menunjukkan ada tidaknya sakit TB.
Sebaliknya hasil negative uji tuberculin belum tentu menyingkirkan diagnosis TB.
- Kapas alcohol
19
- Larutan PPD RT 23 – 2 TU atau PPD – S 5 TU
- Penggaris transparan
- Pen
2) Cara Kerja :
bawah 5-10 cm dibawah lipat siku) dengan kapas yang dibasahi alkohol 70%.
menghadap ke atas pada sudut 5-15° . bevel jarum harus tampak dibawah
permukaan kulit
- Periksa tempat suntikan. Jika benar akan timbul wheal 6-10 mm pada tempat
suntikan. Jika tidak, lakukan penyuntikan ulang di tempat lain dengan jarak 5
- Catat waktu (tanggal dan jam) dan lokasi penyuntikan pada rekam medis
20
- Beri penjelasan kepada orangtua agar membawa kembali anak pada 48-72 jam
dengan pena
- Catat hasil pembacaan pada buku rekam medis. Jika terdapat indurasi catat
sebagai 0 mm
- Interpretasi hasil :
21
3. Foto Thorax
anak. Namun gambaran foto thorax pada TB tidak khas kecuali gambaran TB milier.
selain dengan foto thorax AP, harus disertai foto thorax lateral)
b. Konsolidasi segmental/lobar
d. Efusi pleura
22
e. Milier
Gambar : TB Milier
f. Atelektasis
23
g. Kavitas
Gambar : Kavitas
pembentukan interferon-γ dalam darah pasien dikaitkan dengan infeksi kuman MTB.
membedakan antara infeksi akibat MTB dan infeksi akibat Mycobacterium other than
tuberculosis (MOTT), yang merupakan penyebab positif palsu pada uji tuberkulin.
berpenghasilan tinggi dan menengah ke atas dengan angka kejadian TB yang rendah
(estimasi kejadian TB kurang dari 100 per 100.000 penduduk). Untuk negara dengan
24
penghasilan rendah dan menengah dengan angka kejadian TB yang tinggi, IGRA
5. Sistem Skoring TB
a. Kontak dengan pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti tertulis
hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari
untuk anak usia ≤ 6 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes 2016,
sedangkan untuk anak usia > 6 tahun merujuk pada standar WHO 2005
25
- Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama
H. TATALAKSANA
1. Medikamentosa
Obat TB utama saat ini adalah rifampisin (R ), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z),
Etambutol (E), dan Streptomizin (S). Obat TB lain (Second line) adalah
a. Isoniasid
perifer. Efek samping dari isoniazid adalah mual, muntah, neuritis perifer,
diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam
bentuk tablet 100mg dan 300mg dan dalam bentuk sirup 100mg/5ml. Sediaan
mungkin di potensi oleh isofluran. Aluminium hidroksida yaitu gel yang dapat
b. Rifampisin
26
Penggunaan pada konsentrasi tinggi untuk menginsibisi enzim bakteri dapat
hati, pecandu alkohol dan pada kehamilan muda. Efek samping pada
kemerahan pada urin (Anonim, 2002). Dosis rifampisin dalam bentuk oral 10-
(Rahajoe, 2015).
c. Pirazinamid
diturunkan, maka kuman yang berada di sarang infeksi yang menjadi asam
akan mati (Tjay dan Rahardja, 2007). Indikasi dari pirazinamid adalah
27
tablet 500mg tetapu seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan
d. Etambutol
acid pada dinding sel (Tjay dan Rahardja, 2007). Indikasi dari etambutanol
tajam penglihatan. Dosis yang diberikan untuk etambutol adalah oral sehari
(Rahajoe, 2015).
e. Streptomisin
ekstraseluler pada keadaan basal dan netral sehingga tidak efektif untuk
28
1) Panduan Obat TB
dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian obat jangka panjang selain untuk
membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan relaps. OAT pada anak
diberikan setiap hari pada fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid, dan
isoniazid. Pada TB berat seperti milier, meningitis TB, TB skeletal, pada fase
etambutol) dan fase lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan.
Untuk kasus tertentu yaitu meningitis TB, TB milier, efusi pleura TB, perikarditis
60mg dalam 1 hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan
dosis penuh, dilanjutkan tapering off selama 1-2 minggu (Rahajoe, 2015).
29
2) Fixed Dose Combination (FDC)
berbagai cara yaitu evaluasi klinis yaitu menghilang atau membaiknya kelainan
Apabila respon baik maka pengobatan dilanjutkan. Evaluasi radiologis dalam 2-3
bulan pengobatan tidak perlu dilakukan secara rutin kecuali pada TB dengan
bronkopneumoni TB.
Apabila respon setelah 2 bulan kurang baik dan gejala masih ada dan tidak
lebih lanjut. Apakah ada misdiagnosis, mistreatment, atau resisten OAT. Bila
30
awalnya pasien di sarana kesehatan terbatas maka pasien dirujuk ke sarana yang
Efek samping yang cukup sering adalah pada pemberian isoniazid dan
kali tanpa gejala atau ≥ 3 kali batas atas normal disertai dengan gejala,
peningkatan bilirubin total lebih dari 1,5 mg/dl, serta peningkatan SGOT/SGPT
dengan nilai berapapun yang disertai dengan ikterus, anoreksia, nausea, dan
muntah.
Apabila peningkatan SGOT dan SGPT hingga ≥ 5 kali tanpa gejala atau ≥ 3
kali batas atas normalmaka OAT dihentikan kemudian kadar enzim transamin
diperiksa lagi setelah 1 minggu penghentian. OAT diberikan kembali bila nilai
isoniazid dan rifampisin dengan dosis yang dinaikkan secara bertahap dan
5) Putus Obat
minggu, penanganan selanjutnya tergantung pada hasil evaluasi klinis saat pasien
datang kembali. Sudah berapa lama menjalani pengobatan dan berapa lama obat
(Rahajoe, 2015).
31
6) Multi Drug Resistance (MDR)
MDR TBC adalah isolat M. tuberculosis yang resistance terhadap dua atau
lebih OAT lini pertama, biasanya isoiazid dan rifampisin. Kejadian MDR sulit
ditentukan karena kultur sputum dan uji kepekaan obat tidak rutin dilaksanakan
2. Non Medikamentosa
Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TBC aktif dan
pemeriksaan radiologis dan BTA sputum, lalu dicari pula anak lain
sekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi
32
tuberculosis. Pelacakan dilakukan dengan cara anamnesik, pemeriksaan fisik
memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu perlu penangan gizi yang baik.
Edukasi ditujukan untuk keluarga dan pasien dan keluarga agar mengetahui
tentang tuberkulosis. Pasien anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar
TBC anak tidak menularkan kepada anak yang lain (Rahajoe, 2015).
I. PENCEGAHAN
1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG dapat diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi
sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml. Diberikan intrakutan di daerah insersi
otot deltoid kanan (sebagai tanda baku). Bila BCG diberikan pada usia lebih dari
imunisasi BCG adalah defisiensi imun, infeksi berat dan luka bakar (Rahajoe,
2015). .
2. Kemoprofilaksis
anak tidak sakit. Pada kemoprofilaksis primer diberikan INH dengan dosis 5-
10mg/kgBB/hari dosis tunggal pada anak yang kontak dengan TBC menular,
terutama BTA sputum positif tetapi belum terinfeksi ( uji tuberkulin negatif).
Obat dihentikan jika sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata
33
anak yag telah terinfeksi tetapi belum sakit ditandai dengan uji tuberculin positif,
34
BAB III
KESIMPULAN
adalah pasien datang dengan batuk berdahak > 2 minggu. Batuk disertai dahak, dapat
bercampur darah atau batuk darah. Keluhan dapat disertai sesak nafas, nyeri dada
atau pleuritic chest pain (bila disertai peradangan pleura), badan lemah, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik dan
demam meriang lebih dari 1 bulan. Terdapat riwayat kontak dengan pasien TB paru
juga dapat mengarah ke diagnose TB anak. Obat TB utama saat ini adalah rifampisin
(R ), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan Streptomizin (S). Obat TB
MDR
35
DAFTAR PUSTAKA
WHO, 2014.
6. Rahajoe, Nastiti. 2015. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta :
9. WHO.TB A Clinical manual for South East Asia. Geneva, 1997; 19-23.
36