Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI : THALASEMIA, LEUKEMIA,
DAN DHF
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen : Sri Janatri, S.Kp., M.Mkes., M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 5
DERTI NURDESIANTARI C1AB23069
DEWI SULISTIANI C1AB23073
PUTU AGUNG BAHTIAR C1AB23133
SUCI IKA PURNAMASARI C1AB23150
TANIA PUTRI P C1AB23152
TETI NURMAWATI C1AB23156

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam semoga tercurah pada
junjunan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, hingga sampai
kepada kita selaku umatnya. Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam proses pembuatan
makalah ini, Baik bantuan secara moril atau pun materi sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Gangguan Sistem Hematologi : Thalasemia, Leukemia, Dan DHF”
sebagai salah satu tugas Mata kuliah Keperawatan Anak di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Sukabumi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
kami, umumnya bagi pembaca. Kritik dan saran sangat kami dambakan agar
suatu saat nanti kami bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.

Cianjur, 5 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................3
D. Manfaat.....................................................................................................
BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Definisi.....................................................................................................4
B. Anatomi Fisiologi......................................................................................
C. Etiologi......................................................................................................
D. Patofisiologi..............................................................................................
E. Manifestasi Klinis......................................................................................
F. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................
G. Penatalaksanaan......................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian................................................................................................12
B. Diagnosa Keperawatan..............................................................................
C. Intervensi Keperawatan..............................................................................
D. Implementasi..............................................................................................
E. Evaluasi......................................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................12
B. Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta
jaringan yang membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari
sistem transport. Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang
terdiri dari 2 bagian besar yaitu plasma darah dan bagian korpuskuli.
Dalam arti lain hematologi juga dikenal sebagai cabang ilmu
kedokteran mengenai sel darah, organ pembentuk darah, dan kelainan yang
berhubungan dengan sel serta organ pembentuk darah. Setiap orang
mengetahui bahwa pendarahan pada akhirnya akan berhenti ketika terjadi
luka atau terdapat luka lama yang mengeluarkan darah kembali. Saat
pendarahan berlangsung, gumpalan darah beku akan segera terbentuk dan
mengeras, dan luka pun pulih seketika. Sebuah kejadian yang mungkin
tampak sederhana dan biasa saja di mata kita, tapi tidak bagi para ahli
biokimia. Penelitian mereka menunjukkan, peristiwa ini terjadi akibat
bekerjanya sebuah sistem yang sangat rumit. Hilangnya satu bagian saja
yang membentuk sistem ini, atau kerusakan sekecil apa pun padanya, akan
menjadikan keseluruhan proses tidak berfungsi.
Thalasemia adalah penyakit keturunan akibat kekurangan salah satu
zat pembentuk hemoglobin, sehingga produksinya berkurang. Hemoglobin
adalah zat dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dari paru-paru
keseluruh tubuh. Secara klinik karakteristik thalasemia di bagi dua jenis yaitu
thalasemia trait atau minor dan thalasemia mayor. Thalasemia minor
hanyalah pembawa sifat dan tidak berbahaya. Thalasemia mayor termasuk
kelainan darah yang cukup serius secara klinik menunjukkan gejala berat dan
menahun, serta memerlukan tranfusi darah secara rutin dan terapi kelebihan
besi untuk mempertahankan kualitas hidupnya, apabila tidak dilakukan
transufi darah akan berdampak pada kelainan neurologis pada anak (Wibowo
and Zen, 2019).
Leukemia merupakan kanker yang berasal dari sel-sel pembentuk
darah dalam sumsum tulang. Penyakit ini dijumpai pada anak dan dewasa,
yang dapat terjadi jika terdapat perubahan dalam proses pengaturan sel
normal sehingga mengakibatkan proliferasi sel-sel punca hematopoietik
dalam sumsum tulang. Ada 4 subtipe leukemia yang ditemukan yaitu
leukemia limfositik akut, leukemia mieloid akut, leukemia limfositik kronik, dan
leukemia mieloid kronik. Leukemia disebut akut atau kronis tergantung pada
berapa banyak sel abnormal yang ditemukan. Jika sel lebih mirip sel induk
(belum matang) disebut akut, dan jika sel lebih mirip sel normal (matang)
disebut kronis. Pada leukemia akut, sel-sel yang belum matang terus
berkembang biak dan tidak dapat matang sebagaimana mestinya. Tanpa
pengobatan, kebanyakan penderita leukemia akut hanya bisa hidup
beberapa bulan. Berbeda dengan kasus sel leukemia kronis,
pertumbuhannya lambat dan pasien bisa hidup lebih lama. Tanda dan gejala
yang muncul pada anak dengan leukemia antara lain pilek yang tidak
sembuh-sembuh, pucat, lesu, demam, anoreksia dan penurunan berat
badan, petekie, memar tanpa sebab, nyeri pada tulang dan persendian, nyeri
abdomen, limfadenopati, dan hepatosplemegali (Fernandes, 2020).
Dengue hemorragic fever (DHF) atau yang umum dikenal dengan
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit endemik di
seluruh wilayah tropis dan sebagian wilayah subtropis. Penyakit yang
ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti tersebut menjadi momok yang
menakutkan karena penularannya dapat berlangsung cepat dalam suatu
wilayah. Bahkan dalam satu bulan, jumlah kasus DHF pada wilayah endemik
bisa sampai puluhan manusia yang terinfeksi virus dengue (Suryowati et al.,
2018). Virus dengue adalah penyebab penyakit DHF yang mana virus
penyakit ini ditularkan dari nyamuk aedes aegyti yang banyak ditemukan di
wilayah perkotaan dan pinggiran kota pada daerah tropik dan subtropik
(Indrayani & Wahyudi, 2018).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu thalassemia, leukemia, dan DHF?
2. Bagaimana anatomi fisiologi dari thalassemia, leukemia, dan DHF?
3. Apa etiologi dari thalassemia, leukemia, dan DHF?
4. Bagaimana patofisiologi dari thalassemia, leukemia, dan DHF?
5. Apa saja manifestasi klinis dari thalassemia, leukemia, dan DHF?
6. Apa pemeriksaan penunjang untuk thalassemia, leukemia, dan DHF?
7. Bagaiamana penatalaksanaan untuk thalassemia, leukemia, dan DHF?
8. Bagaiamana asuhan keperawatan yang sesuai untuk thalassemia,
leukemia, dan DHF?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam pembuatan makalah ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran Konsep Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan
Sistem Hematologi : Thalasemia, leukemia, dan DHF.
2. Tujuan Khusus
a. Memaparkan anatomi dan fisiologi sistem hematologi.
b. Memaparkan patofisiologi kelainan kongenital pada sistem hematologi.
c. Memahami asuhan keperawatan pada anak dengan ganguan sistem
hematologi : Thalasemia, Leukemia dan DHF”.

D. Manfaat
Makalah ini dibuat untuk menjadi bahan belajar bagi kami, rekan-
rekan, teman sejawat serta untuk meminimalisir kesalahan tindakan praktik
keperawatan yang disebabkan oleh ketidakpahaman dalam anatomi fisiologi
serta patofisiologi dalam sistem hematologi sehingga berpengaruh besar
terhadap kehidupan klien.
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi
1. Thalassemia
Thalasemia merupakan penyakit kongenital yang berbeda-beda
menimbulkan terjadinya sintesis salah satu atau lebih sub unit hemoglobin.
Dalam arti lain talasemia adalah penyakit keturunan akibat kekurangan
salah satu zat pembentuk hemoglobin, sehingga produksinya berkurang.
Pengertian talasemia adalah sekelompok penyakit atau kelainan heriditer
yang heterogen disebabkan oleh adanya defek produksi Hb yang tidak
normal, akibat adanya kelainan sintesis rantai globin dan biasanya disertai
kelainan indeks-indeks eritrosit (red cell indeks) dan morfologi eritrosit
(Wibowo and Zen, 2019).
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang
diwariskan (inherited) dan merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati,
yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat
mutasi di dalam atau dekat gen globin. Kelainan hemoglobin pada
penderita thalasemia akan menyebabkan eritrosit mudah mengalami
destruksi, sehingga usia sel-sel darah merah menjadi lebih pendek dari
normal yaitu berusia 120 hari (Nur Rachmi Sausan, 2020).
2. Leukemia
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan
dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia dan diakhiri dengan
kematian. (Nurarif and Kusuma, 2015). Secara sederhana leukemia dapat
diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal yaitu :
a) Leukemia Akut
b) Leukemia Kronik
3. Demam berdarah dengue (DBD)
Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus dengue. DBD adalah penyakit akut dengan
manifestasi klinis perdarahan yang menimbulkan syok yang berujung
kematian. DBD disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari
genus Flavivirus, famili Flaviviridaes (Tirtadevi et al., 2021)
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, atau DEN-4 yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
yang sebelumnya telah terinfeksi oleh dengue dari penderita DBD lainnya
(Ginanjar, 2018).

B. Anatomi Fisiologi
Sistem hematologi terdiri dari darah dan tempat darah itu di produksi,
termasuk juga sumsum tulang dan nodus limfa. Darah merupakan organ
khusus yang tidak sama dengan organ lain karena bentuknya yang cair.
Darah sebagai media transpor bagi tubuh, volume darah pada manusia antara
7% sampai 10% dari berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Jumlah
darah pada setiap orang tidaklah sama tergantung pada usia, pekerjaan serta
keadaan jantung atau pembuluh darah. Darah terdiri dari 2 komponen utama
yaitu :
1. Plasma darah, yaitu bagian dari cairan yang sebagian besar terdiri dari air,
elektrolit serta protein darah
2. Butir- butir darah (blood corpuscles) yang terdiri dari berbagai komponen
yaitu :
a. Eritrosit : sel darah merah
b. Leukosit : sel darah putih
c. Trombosit : butir pembeku darah
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh
darah yang berwarna merah. Warna merah itu keadaanya tidak tetap
tergantung pada banyaknya oksigen dan karbondioksida di dalamnya. Adanya
oksigen dalam darah diambil dengan jalan nafas dan zat ini sangat berguna
pada peristiwa pembakaran atau metabolisme di dalam tubuh. Darah
selamanya berada didalam tubuh oleh karena adanya pompa atau jantung.
Selama darah berada dalam pembuluh maka akan tetap encer, tetapi jika ia di
luar pembuluh darah maka ia akan menjadi beku. Pembekuan ini dapat
dicegah dengan jalan mencampurkan ke dalam darah tersebut sedikit obat
pembekuan atau sitras narkus (Handayani, 2008).
C. Etiologi
1. Thalasemia
Thalasemia dapat terjadi disebabkan karena ketidakmampuan
sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin secara sempurna. Hemoglobin merupakan protein kaya zat
besi yang berada didalam sel darah merah (eritrosit) dan berfungsi untuk
membawa oksigen dari peru-paru keseluruh tubuh (Dara Cynthia Mukti,
2019).
Penyakit ini merupakan anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Ditandai dengan defisiensi produksi globin pada
hemoglobin. Terjadinya kerusakan sel darah merah didalam pembuluh
darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek. Kerusakan tersebut karena
hemoglobin yang tidak normal.
2. Leukemia
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
a. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan
struktur gen (Tcell Leukemia – Lymphoma Virus/HLTV)
b. Radiasi
c. Obat-obat imunosupresif, obat-obat kardiogenik seperti diethylstilbestrol
d. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
e. Kelainan kromosom, misalnya pada down sindrom
3. DHF
Menurut (Sukohar, 2014) penyakit DHF disebabkan oleh virus
Dengue, Sampai saat ini dikenal ada 4 serotype virus yaitu:
a. Dengue 1 (DEN 1) diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.
b. Dengue 2 (DEN 2) diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
c. Dengue 3 (DEN 3) diisolasi oleh Sather
d. Dengue 4 (DEN 4) diisolasi oleh Sather.
Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3.
Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype
virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat (Sukohar, 2014).

D. Patofisiologi
1. Thalasemia
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan
kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia.
Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit.
Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai
rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-
badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC
yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi
RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya
sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan
bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh (Nur Rachmi
Sausan, 2020).
2. Leukemia
LLA dicirikan oleh proliferasi limfoblas imatur. Pada tipe leukemia
akut, kerusakan mungkin pada tingkat sel punca limfopoetik atau prekursor
limfoid yang lebih muda. Sel leukemia berkembang lebih cepat daripada sel
normal, sehingga menjadi crowding out phenomenon di sumsum tulang.
Perkembangan yang cepat ini bukan disebabkan oleh proliferasi yang lebih
cepat daripada sel normal, tetapi sel- sel leukemia menghasilkan faktor-
faktor yang selain menghambat proliferasi dan diferensiasi sel darah
normal, juga mengurangi apoptosis dibandingkan sel darah normal.
Perubahan genetik yang mengarah ke leukimia dapat mencakup:
a. Aktivasi gen yang ditekan (protogen) untuk membuat onkogen yang
menghasilkan suatu produk protein yang mengisyaratkan peningkatan
proliferasi
b. Hilangnya sinyal bagi sel darah untuk berdiferensiasi
c. Hilangnya gen penekan tumor yang mengontrol proliferasi normal
d. Hilangnya sinyal apoptosis (Yenni, 2014).
3. DHF
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat
pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat
bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya peningkatan suhu. Selain
itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang
menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke
intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi
akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi
melawan virus (Murwani dalam Fitriani, 2020).

E. Manifestasi Klinis
1. Thalesemia
a. Thalsemia minor
Tampilan klinis normal, splenomegali dan hepatomegali ditemukan
pada sedikit penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan sampai
dengan pada sumsum tulang, anemia ringan. Pada penderita yang
berpasangan harus melakukan pemeriksaan. Hal ini sebabkan karier
minor pada kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan dengan
thalasemi mayor. Pada anak yang sudah besar sering kali ditandai
adanya:
1) Gizi buruk.
2) Perut membesar (membuncit) dikarenakan pembesaran limpa dan
hati yang mudah diraba.
3) Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati
(hepatomegali). Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma
ringan saja.
b. Thalasemia mayor
Gejala klinis thalasemia mayor sudah dapat terlihat sejak anak baru
berusia kurang dari 1 tahun, yaitu:
1) Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, yang bersamaan dengan
turunnya kadar hemoglobin fetal.
2) Anemia mikrositik berat, yaitu sel hemoglobin rendah mencapai 3
atau 4 gram tampak lemah dan pucat.
3) Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus,
penebalan tulang tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki, dan
gambaran patognomonik “hair on end”.
4) Berat badan berkurang.
5) Tidak dapat hidup tanpa transfusi.
c. Thalasemia Intermedia
1) Anemia mikrositik, bentuk heterozigot
2) Tingkat keparahannya berada diantara thalasemia minor dan
thalasemia mayor.
3) Terjadi anemia sedikit berat 7-9 gram/dL dan splenomegali.
4) Tidak tergantung pada tranfusi (Dara Cynthia Mukti, 2019).
2. Leukemia
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia
adalah sebagai berikut:
a. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan
kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia
(mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan
perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksia, nyeri tulang dan sendi,
hipermetabolisme. Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum,
tibia, dan femur.
b. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. Pendarahan
biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekie. Penderita LMA
dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya
mengalami gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan
priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu
hiperurisemia dan hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK
yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata,
penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu
makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam,
keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan
penyakitnya.
d. Leukemia Granulositik atau Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis
blast. Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat
kenyang akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan
terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi
ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis,
dan demam yang disertai infeksi (Nurarif and Kusuma, 2015).
3. DHF
Tanda dan gejala penyakit Dengue Haemorragic Fever (DHF) dengan
diagnosa klinis dan laboratorium menurut Wijaya & Putri (dalam Jannah et
al., 2019) adalah sebagai berikut:
a. Diagnosis Klinis
1) Demam tinggi mendadak 2-7 hari (38-40 C)
2) Manifestasi perdarahan dalam bentuk: Uji Turniquet positif, petekie,
purpura, ekomosis, perdarahan konjungtiva, epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis, melena, dan hematuri.
3) Rasa sakit pada otot persendian.
4) Pembesaran hati (Hepatomegali).
5) Renjatan (syok), tekanan nadi turun menjadi 20 mmHg atau kurang,
tekanan sistolik 80 mmHg atau lebih rendah.
6) Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia, lemah,
mual muntah, sakit perut, diare, dan sakit kepala.
b. Diagnosis laboratories
1) Trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000/µL)
2) Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit).

F. Pemeriksaan Penunjang
1) Thalasemia
Menurut (Resna, 2019) berikut pemeriksaan penunjang thalasemia :
a. Darah tepi :
1) Hb, gambaran morfologi eritrosit.
2) Retikulosit meningkat.
b. Red cell distribution : Menyatakan variasi ukuran eritrosit.
c. Tes DNA dilakukan jika pemeriksaan hematologis tidak mampu
menegakkan diagnosis hemoglobinopita.
d. Pemeriksaan khusus
1) Hb F meningkat meningkat: 20%-90% hemoglobin total.
2) Elektroforesis hemoglobinopati lain dan men
3) Ukur kadar Hb F.Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien
thalasemia mayor merupakan trait (carrier) dengan hemoglobin A2
meningkat (<3,5% dari Hb total).
e. Pemeriksaan lain
1) Foto rontgen tulang belakang: gambaran hair to end, korteks menipis,
tulang pipih melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.
2) Leukemia
a. Darah tepi : Adanya pansitopenia, limfositosis yang kadang – kadang
menyebabkan gambaran darah tepi monoton terdapat sel blast, yang
merupakan gejala patognomonik untuk leukemia.
b. Sumsum tulang : Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan
gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis
sedangkan sistem lain terdesak (apabila sekunder).
c. Pemeriksaan lain : Biopsi limpa, Kimia darah, Cairan serebrospinal,
Sitogenik (Tim Dosen Keperawan Anak, 2020).
3) DHF
a. Pemeriksaan darah
1) Pemeriksaan Darah lengkap
a) Hemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi
perdarahan yang banyak dan hebat Hb biasanya menurun, nilai
normal: Hb: 10-16 gr/Dl.
b) Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi
kebocoran plasma, nilai normal: 33- 38%.
c) Trombosit biasanya menurun akan mengakibat trombositopenia
kurang dari 100.000/ml, nilai normal: 200.000-400.000/ml.
d) Leukosit mengalami penurunan dibawah normal, nilai normal:
9.000-12.000/mm3.
2) Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan: hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hyponatremia.
3) Pemeriksaan analisa gas darah, biasanya diperiksa:
a) pH darah biasanya meningkat, nilai normal: 7.35-7.45.
b) Dalam keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolik
mengakibatkan pCO2 menurun dari nilai normal (35 – 40 mmHg)
dan HCO3 rendah.
b. Pemeriksaan rontgen thorak
Pada pemeriksaan rontgen thorak ditemukan adanya cairan di rongga
pleura yang meyebabkan terjadinya effusi pleura (Wijayaningsih dalam
Fauziah, 2017).

G. Penatalaksanaan
1. Thalasemia
Menurut (Nur Rachmi Sausan, 2020) pengobatan thalasemia
bergantung pada jenis dan tingkat keparahan dari gangguan. Seseorang
pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta thalasemia cenderung
ringan atau tanpa gejala dan hanya membutuhkan sedikit atau tanpa
pengobatan. Terdapat tiga standar perawatan umum untuk thalasemia
tingkat menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi besi dan
chelation, serta menggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat
perawatan lainnya adalah dengan transplantasi sum-sum tulang belakang,
pendonoran darah tali pusat, dan HLA.
a. Transfusi darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini
merupakan terapi utama bagi orang-orang yang menderita thalasemia
sedang atau berat. Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena
dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin normal. Untuk
mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan
secara rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati.
Khusus untuk penderita beta thalasemia intermedia, transfusi darah
hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta
thalasemia mayor (Cooleys Anemia) harus dilakukan secara teratur.
Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas
10 g/dl.
b. Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)
Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya protein.
Apabila melakukan transfusi darah secara teratur dapat mengakibatkan
penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat merusak hati,
jantung, dan organ-organ lainnya. Untuk mencegah kerusakan ini, terapi
khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan zat besi dari tubuh.
Terdapat dua obat-obatan yang digunakan dalam terapi khelasi besi
yaitu deferoxamine dan deferasirox.
c. Suplemen Asam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-
sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di
samping melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.
1) Transplantasi sum-sum tulang belakang Bone Marrow
Transplantation (BMT) sejak tahun 1900 telah dilakukan. Darah dan
sumsum transplantasi sel induk normal akan menggantikan sel-sel
induk yang rusak. Sel-sel induk adalah sel-sel di dalam sumsum
tulang yang membuat sel-sel darah merah. Transplantasi sel induk
adalah satu-satunya pengobatan yang dapat menyembuhkan
Thalasemia. Namun, memiliki kendala karena hanya sejumlah kecil
orang yang dapat menemukan pasangan yang baik antara donor dan
resipiennya.
2) Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood)
Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan plasenta.
Seperti tulang sumsum, itu adalah sumber kaya sel induk, bangunan
blok dari sistem kekebalan tubuh manusia. Dibandingkan dengan
pendonoran sumsum tulang, darah tali pusat non-invasif, tidak nyeri,
lebih murah dan relatif sederhana
d. HLA (Human Leukocyte Antigens)
Human Leukocyte Antigens (HLA) adalah protein yang terdapat pada sel
dipermukaan tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita mengenali sel kita
sendiri sebagai “diri' dan “sel asing” sebagai lawan didasarkan pada
protein HLA yang ditampilkan pada permukaan sel kita. Pada
transplantasi sumsum tulang, HLA ini dapat mencegah terjadinya
penolakan dari tubuh serta Graft versus Host Disease (GVHD). HLA
yang terbaik untuk mencegah penolakan adalah melakukan donor
secara genetik berhubungan dengan penerima.
2. Leukemia
a. Kemoterapi
Bertujuan untuk mengurangi emisi, pada sumsum tulang yang normal
dimana sel blast <5% dan tidak ada tanda klinis.
b. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-
sel leukemia.
c. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum
tulang yang rusak karena dosis tinggi kemoterapi dan terapi radiasi.
Selain itu transplantasi sumsum tulang berguna untuk mengganti sel-sel
darah yang rusak karena kanker.
d. Terapi suportif
Berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit
Leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah
untuk penderita leukimia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit
untuk mengatasi pendarahan, dan antibiotik untuk mengatasi infeksi
(Tim Dosen Keperawan Anak, 2020).
3. DHF
a. Tirah baring atau istirahat baring.
b. Diet makan lunak.
c. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu,teh manis, sirup
dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang
paling penting bagi penderita DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali)
merupakan cairan yang paling sering digunakan, monitor tanda-tanda
vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam.
e. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
f. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen
(Tarwoto dan wartonah dalam Solichah, 2019).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual (Bararah & Jauhar,
2013). Di bawah ini pengkajian yang dilakukan sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan
klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan, dan
perawatannya juga hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan
lainnya (Rohmah&Walid, 2012).
a. Identitas klien
1) Identitas Anak
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan,
pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien.
2) Identitas Penanggungjawab
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, pekerjaan, dan hubungan dengan pasien
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama menjelaskan keluhan yang terjadi saat
dikaji. Keluhan utama pada anak dengan thalasemia adalah
mudah Lelah, mudah mengantuk hingga sesak nafas.
Pada anak dengan leukemia keluhan utama adalah pusing
dan nyeri sendi serta tulang.
Pada klien dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
keluhan yang menonjol adalah panas tinggi, dan anak lemah
(Wulandari & Erawati, 2016).

2) Riwayat Penyakit Sekarang


Merupakan pengembangan dari keluhan utama secara terperinci
dengan menggunakan PQRST:
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu menjelaskan tentang perawatan
dirumah sakit, riwayat alergi, riwayat operasi, dan riwayat
penyakit yang pernah di derita klien yang ada hubungannya
maupun yang tidak ada hubungannya dengan penyakit
sekarang.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga menjelaskan keadaan kondisi
keluarga apakah ada yang pernah menderita penyakit serupa
dengan klien periode 6 bulan terakhir, riwayat penyakit menular,
maupun penyakit keturunan.
Karena thalasemia merupakan penyakit keturunan, maka
perlu dikaji apakah kedua orang tua menderita thalasemia, maka
anaknya akan berisiko menderita thalasemia mayor.
Begitupun dengan leukemia perlu dikaji adakah keluarga
yang pernah mengalami penyakit ini karena merupakan penyakit
ginetik (keturunan).
Biasanya pada klien dengan Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF), dalam keluarga bukan merupakan faktor keturunan tetapi
faktor musim hujan, pola hidup yang tidak sehat.
5) Riwayat kehamilan dan persalinan
a) Riwayat kehamilan
Menjelaskan keadaan kehamilan, kunjungan ke pelayanan
kesehatan selama kehamilan, jenis pelayanan yang
digunakan, keluhan selama kehamilan.
b) Riwayat persalinan
Menjelaskan usia kehamilan klien waktu dilahirkan, penolong,
dengan atau tanpa tindakan, berat badan dan panjang badan
saat lahir serta kelainan pada saat persalinan jika ada.
6) Riwayat imunisasi
Imunisasi adalah suatu tindakan yang dengan sengaja bertujuan
memberikan kekebalan (imunitas) aktif maupun pasif terhadap
suatu penyakit dengan jalan memberikan vaksin (virus/bakteri
yang dilemahkan atau dimatikan/toksoid). Riwayat imunisasi
meliputi, jenis imunisasi, jenis vaksin yang telah diberikan pada
klien dan waktu pemberiannya.
7) Riwayat tumbuh kembang
Pada thalasemia sering didapatkan data mengenai adanya
kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak
masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor.
Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga
dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia
minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.
Pada anak dengan leukemia pertumbuhannya akan
mengalami keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang
karena penurunan nafsu makan, pertumbuhan fisiknya
terganggu, terutama pada berat badan anak tersebut. Pada
perkembangan umumnya dapat melakukan aktivitas secara
normal, tapi mereka akan cepat merasa lelah saat melakukan
aktivitas yang terlalu berat (memerlukan banyak energi).
8) Pola aktivitas sehari – hari
a) Pola nutrisi
Pada anak dengan thasemia karena adanya anoreksia,
anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan
anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
Pada anak dengan leukemia akan terjadi penurunan nafsu
makan.
Sedangkan pada anak dengan DHF frekuensi, jenis,
pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu makan
menurun (Wulandari & Erawati, 2016).
b) Pola eliminasi
Pada anak dengan leukemia umumnya mengalami diare,
dan penurunan haluaran urine.
Pada klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) biasanya
kadang-kadang anak mengalami diare/konstipasi. Sementara
DHF pada grade III dan IV bisa terjadi melena. Eliminasi urin
(buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) grade IV sering terjadi hematuria.
c) Pola istirahat dan tidur
Anak dengan thalasemia terlihat lemah dan tidak selincah
anak usianya. Anak banyak tidur atau istirahat, karena bila
beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.
Saat beraktivitas anak dengan leukemia akan cepat
kelelahan. Anak kebanyakan istirahat dan tidur karena
kelelahan yang dialaminya. Sebagian aktivitas biasanya
dibantu keluarga. Biasanya tidur anak pun akan terganggu
karena nyeri sendi yang sering dialami oleh penderita
leukemia.
Pada klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) biasanya
anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
d) Pola personal hygiene
Aktivitas hygiene personal Sebagian dibantu oleh orang tua.
9) Pemeriksaan fisik
a) Tingkat kesadaran dan keadaan umum
Anak dengan thalasemia biasanya terlihat lemah dan
kurang bergairah serta tidak selincah anak seusianya yang
normal.
Pada anak dengan leukemia anak-anak akan tampak
pucat, demam, lemah, dan sianosis.
Pada klien DHF grade I: kesadaran compos mentis,
keadaan umum lemah, grade II: kesadaran compos mentis,
keadaan umum lemah ada perdarahan spontan ptechie,
perdarahan gusi dan telinga, grade III: kesadaran apatis,
somnolen, keadaan umum lemah, grade IV: kesadaran koma.
b) Tanda-tanda vital
Pada klien dengan leukemia umumnya anak akan sesak,
nadi teraba kuat dan cepat, tekanan darah tinggi disebabkan
oleh hiperviskositas darah, suhu akan naik.
Pada klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) grade II
dan III nadi lemah, kecil, dan tidak teratur sedangkan pada
grade IV nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernafasan
tidak teratur (Wulandari & Erawati, 2016).
c) Pemeriksaan fisik (head to toe)
 Kepala
Anak penderita thalasemia yang belum atau tidak
mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu
kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid,
yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata
lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
Pada klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) biasanya
akan ditemukan rambut tampak kotor dan lengket akibat
peningkatan suhu, kepala terasa nyeri, wajah tampak
kemerahan karena demam.
 Mata
Pada anak dengan thalassemia mata dan konjungtiva
terlihat pucat kekuningan
Pada klien dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
biasanya akan ditemukan kondisi konjungtiva tampak pucat
atau anemis.
 Mulut
Pada anak dengan thalassemia mulut dan bibir terlihat
pucat kehitaman.
Pada klien DHF biasanya mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi, dan nyeri telan.
 Dada
Pada pasien thalassemia saat inspeksi terlihat bahwa
dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran
jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
Pada pasien DHF biasanya kadang-kadang terasa sesak,
pada foto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun
pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales, ronchi yang
biasanya terdapat pada grade III dan IV.
 Abdomen
Pada pasien thalasemia perut kelihatan membuncit dan
pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati.
Pada pasien leukemia biasanya didapati adanya
pembesaran dari kelenjar getah bening (limfadenopati),
pembesaran limpa (splenomegali), dan pembesaran hati
(splenomegali), dan pembesaran hati (hepatomegali).
Pada klien dengan DHF biasanya ada pembesaran hati
(hepatomegali), asites, dan mengalami nyeri tekan.
 Genetalia dan anus
Pada anak dengan thalasemia adanya keterlambatan
pertumbuhan bulu pubis.
 Ekstremitas
Pada anak dengan leukemia biasanya terjadi nyeri sendi.
Pada klien dengan DHF biasanya akral hangat serta
terjadi nyeri otot, sendi dan tulang.
2. Analisa data
Analisa adalah menghubungkan data yang diperoleh dengan
konsep, teori, prinsip, asuhan keperawatan yang relevan dengan
kondisi klien. Analisa data dilakukan melalui pengesahan data,
pengelompokkan data, membandingkan data, menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan klien.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh perawat
profesional yang menggambarkan tanda dan gejala yang menunjukan
masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana perawat berdasarkan
pendidikan dan pengalaman mampu menolong klien (Bararah & Jauhar,
2013).
1. Thalasemia
Berikut adalah diagnose keperawatan yang muncul pada pasien
dengan Thalasemia menurut (Nurarif & Kusuma, 2016) dengan
menggunakan standar diagnosis keperawatan indonesia dalam (PPNI,
2017).
a. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
b. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
c. Intoleransi aktivitas (D.0056)
d. Resiko gangguan integritas kulit atau jaringan (D.0139)
e. Resiko infeksi (D. 0142)
f. Gangguan citra tubuh (D.0083)
g. Gangguan Tumbuh Kembang (D.0106)
2. Leukemia
Diagnosis keperawatan yang akan muncul pada pasien dengan
leukemia menurut SDKI Tahun 2017, sebagai berikut :
a. Keletihan Berhubungan dengan Kondisi Fisiologis (mis. Penyakit
kronis, penyakit terminal, anemia, malnutrisi, kehamilan)
b. Hipertermia Berhubungan dengan Proses Penyakit (mis. Infeksi,
Kanker)
c. Nyeri Akut Berhubungan dengan Agen Pencedera Fisiologis (mis.
Inflamasi, iskemia, neoplasma)
d. Risiko Infeksi Berhubungan dengan Penyakit Kronis
e. Risiko Perdarahan Berhubungan dengan Gangguan Koagulasi (mis.
Trombositopenia)
f. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan Penurunan
Konsentrasi Hemoglobin
3. DHF
Pada klien dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dapat
ditemukan diagnosa keperawatan menurut (Nurarif dan Kusuma, 2015)
sebagai berikut :
a. Hipertemia berhubungan dengan proses infeksi dengue.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual
dan nafsu makan yang menurun.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.
d. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor
pembekuan darah (trombositopeni).
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penekanan
intra abdomen).
f. Resiko syok (hypovolemik) berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
g. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kebocoran plasma darah.
h. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas
terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi

C. Intervensi Keperawatan
1. Thalasemia
a. Pola nafas tidak efektif
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pola nafas klien membaik
2) Kriteria Hasil :
 Frekuensi nafas membaik
 Fungsi paru dalam batas normal
 Tanda- tanda vital dalam batas normal
3) Intervensi Observasi
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan Upaya
 Monitor pola nafas (seperti bradipnea,Takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes, biot, dan ataksik)
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi Nafas
 Monitor saturasi oksigen
4) Intervensi Terapeutik
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan Oksigen jika perlu
b. Intoleransi aktivitas
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
toleransi aktivitas meningkat
2) Kriteria Hasil :
 Keluhan lelah menurun
 Perasaan lemah menurun
 Tenaga Meningkat
3) Intervensi Observasi
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan lelah
 Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat
kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Catat respon terhadap tingkat aktivitas
4) Intervensi Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
 Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpidah
atau berjalan
 Libatkan keluarga dalam aktvitas, jika perlu
5) Intervensi Edukasi
 Anjurkan Tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas
c. Risiko infeksi
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
tingkat infeksi menurun.
2) Kriteria hasil :
 Kebersihan tangan meningkat
 Kebersihan badan meningkat
 Nafsu makan meningkat
3) Intervensi Observasi
 Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistmik
4) Intervensi Terapeutik
 Perhatikan teknik aseptic terhadap pemasangan transfuse
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
5) Intervensi Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cuci tangan dengan benar
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
d. Resiko gangguan integritas kulit atau jaringan
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
integritas kulit dan jaringan klien meningkat
2) Kriteria hasil :
 Perfusi jaringan meningkat
 Kerusakan lapisan Kulit menurun
3) Intervensi Observasi
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
4) Intervensi Terapeutik
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
 Gunakan Produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik
 Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada Kulit
kering
5) Intervensi Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab (Mis. lotion, serum)
 Anjurkan minum yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
e. Gangguan citra tubuh
1) Tujuan: Setelah pemberian tindakan keperawatan diharapkan
citra tubuh klien meningkat
2) Kriteria hasil :
 Melihat bagian tubuh meningkat
 Vebralisasi perasaan negative tentang perubahan tubuh
menurun
 Hubungan social membaik
3) Intervensi Observasi
 Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap
perkembangan
 Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi
social
4) Intervensi Terapeutik
 Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
 Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
 Diskusikan presepsi pasien dan keluarga tentang perubahan
citra tubuh
5) Intervensi Edukasi
 Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (mis.kelompok
sebaya)
 Latih peningkatan penampilan diri (mis.berdandan)
 Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain dan
kelompok
f. Gangguan tumbuh kembang
1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
status perkembangan membaik
2) Kriteria hasil :
 Keterampilan atau prilaku sesuai dengan usia
 Respon social meningkat
 Kontak mata meningka
 Afek Membaik
3) Intervensi Observasi
 Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
4) Intervensi Terapeutik
 Minimalkan kebisingan ruangan
 Pertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan
optimal
 Motivasi anak berinteraksi dengan anak lain
 Dukung anak mengekspresikan diri melalui penghargaan
positif atau umpan balik atas usahanya
 Mempertahankan kenyamanan anak
 Bernyanyi bersama anak lagu-lagu yang disukai
5) Edukasi
 Jelaskan orang tua atau pengasuh tentang milestone
 perkembangan anak dan perilaku anak
 Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anak
2. Leukemia

3. DHF

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam
Potter & Perry, 1997).
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar
sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai
kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan
interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al.,
1995).

E. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran
dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari
setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
tindakan, dan evaluasi itu sendirim(Ali, 2009).
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai
dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak, dkk.,
2011).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
........................................................................ Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah
sumsum tulang/ Biasanya ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih dengan
manisfestasinya yang berupa sel-sel abnormal dalam darah tepi (sel blast) secara
berlebihan yang menyebabkan terdesaknya sel darah yang normal sehingga
mengakibatkan fungsinya terganggu (Kemenkes RI, 2019)
.........................................................................` Identitas: Leukemia limfosit akut sering terdapat pad
dibawah 15 tahun (85%), puncaknya berada pada usia 2-4 tahun. Rasio lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
Riwayat Kesehatan: Biasanya pada anak dengan Acute Lymphocytic Leukimia
(ALL) mengeluh nyeri pada tulang-tulang, mual muntah, tidak nafsu makan dan
lemas..
Riwayat penyakit dahulu biasanya mengalami demam yang naik turun,
gusi berdarah, lemas dan dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat karena belum
mengetahui tentang penyakit yang diderita. Riwayat penyakit keluarga adakah
keluarga yang pernah mengalami penyakit Acute Lymphocytic Leukimia (ALL)
karena merupakan penyakit ginetik (keturunan). Riwayat pada faktor-faktor pencetus
Seperti pada dosis besar, radiasi dan obat-obatan tertentu secara kronis.
....................................................................... Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan dara
(inherited) dan merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen
globin. Kelainan hemoglobin pada penderita thalasemia akan menyebabkan eritrosit
mudah mengalami destruksi, sehingga usia sel-sel darah merah menjadi lebih pendek
dari normal yaitu berusia 120 hari (Marnis, Indriati, & Nauli, 2018).
Pada dasarnya perawatan thalasemia sama dengan pasien anemia lainnya,
yaitu memerlukan perawatan tersendiri dan perhatian lebih.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah risiko terjadi komplikasi akibat
tranfusi yang berulang-ulang, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit dan cemas orang tua terhadap kondisi anak
(Ngastiyah, 2005).
Selain tindakan keperawatan yang di atas tadi, perawat juga perlu
menyiapkan klien untuk perencanaan pulang seperti memberikan informasi tentang
kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik
anak, jelaskan terapi yang diberikan mengenai dosis dan efek samping, jelaskan
perawatan yang diperlukan di rumah, tekankan untuk melakukan control ulang sesuai
waktu yang di tentukan.
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti (Susilaningrum, et al., 2013).
Adapun berdasarkan pendapat yang lain mengenai DHF menurut Soedarto (2012)
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang dapat
menyebabkan kematian dan disebabkan oleh empat serotipe virus dari genus
falvivirus, virus RNA dari keluarga falviviridae dan menurut Nurarif dan Kusuma
(2015) Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot atau nyeri sendi, yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia, dan ditesis hemoragik.
Dari tiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, Dengue hemorrhagic
fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes Aegypti) nyamuk aedes
aegypti. Biasanya penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) anak bisa mengalami
serangan ulang Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dengan tipe virus yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Fitrianda, M. I. (2016). Digital Digital Repository Repository Universitas


Universitas Jember Jember Digital Digital Repository Repository
Universitas Universitas Jember diakses tahun 2018.
Kemenkes. (2019). Kesiapsiagaan Menghadapi Peningkatan Kejadian Demam
Berdarah Dengue Tahun 2019 | Direktorat Jendral P2P.
http://p2p.kemkes.go.id/kesiapsiagaan-menghadapi-peningkatan-
kejadiandemam-berdarah-dengue-tahun-2019/
Marni. (2016). Asuhan keperawatan anak pada penyakit tropis. Semarang :
Erlangga.
Nurarif & Kusuma. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction. Reviews in
Medical Microbiology, 6(1), 39–48. https://doi.org/10.1097/00013542-
1995010
Aptany, Dyma 2016 Asuhan Keperawatan Anak dengan Keganasan Bandung:
PTRafika AditamaIriani, Restu dan Evi Ventabilivy 2017.

Anda mungkin juga menyukai