Disusun oleh
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“PATOFISIOLOGI KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM HEMATOLOGI DAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TALASEMIA SERTA DAMPAK
TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA”. Penyusunan makalah
ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen yang telah membimbing kami dan tidak lupa teman-teman yang senan tiasa kami
banggakan yang semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan dalam
penulisan makalah yang selanjutnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................................1
B. Rumusan Makalah....................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang
membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari sistem transport. Darah
merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu plasma
darah dan bagian korpuskuli.
Dalam arti lain hematologi juga dikenal sebagai cabang ilmu kedokteran mengenai
sel darah, organ pembentuk darah, dan kelainan yang berhubungan dengan sel serta
organ pembentuk darah. Setiap orang mengetahui bahwa pendarahan pada akhirnya akan
berhenti ketika terjadi luka atau terdapat luka lama yang mengeluarkan darah kembali.
Saat pendarahan berlangsung, gumpalan darah beku akan segera terbentuk dan mengeras,
dan luka pun pulih seketika. Peristiwa ini terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang
sangat rumit. Hilangnya satu bagian saja yang membentuk sistem ini, atau kerusakan
sekecil apa pun padanya, akan menjadikan keseluruhan proses tidak berfungsi.
Thalasemia adalah penyakit genetik yang menyebabkan terganggunya produksi
hemoglobin dalam sel darah merah Dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari 240 juta
penduduk Indonesia, maka diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi penderita thalasemia yang
lahir tiap tahunnya. Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang berisiko tinggi
untuk penyakit thalasemia.
Dua jenis thalasemia yang lain adalah thalasemia minor, yang terjadi pada orang
sehat, namun dapat menurunkan gen thalasemia pada anaknya dan thalasemia
intermedia, yang penderitanya mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala dan
dapat bertahan hidup sampai dewasa. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun
1994 menunjukkan persentase orang yang membawa gen thalasemia di seluruh dunia
mencapai 4,5 persen atau sekitar 250 juta orang. Jumlah kasus thalasemia cenderung
meningkat dan pada tahun 2001 diperkirakan jumlah pembawa gen thalasemia mencapai
7 persen dari penduduk dunia.
iv
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas maka rumusan masalah sebagai berikut :
3. Tujuan
v
BAB II
PEMBAHASAN
vi
paru ke seluruh tubuh. Orang-orang yang mengidap thalasemia memiliki sedikit kadar
hemoglobin yang berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, tingkat oksigen dalam tubuh
pengidap pun ikut rendah
5. Trombositopenia
Trombositopenia adalah kondisi saat jumlah keping darah (trombosit) rendah, di
bawah nilai normal. Trombosit berperan untuk menghentikan perdarahan saat terjadi
luka atau kerusakan di pembuluh darah. Kurangnya jumlah trombosit dapat
menyebabkan darah sulit membeku. Jumlah trombosit normal pada darah adalah
sebanyak 150.000 – 450.000 sel per mikroliter darah. Jika jumlah trombosit kurang
dari 150.000, maka seseorang dapat dianggap menderita trombositopenia. Seseorang
yang menderita trombositopenia rentan mengalami perdarahan, misalnya mudah
lebam, mimisan, atau gusi sering berdarah.
vii
2. Macam – macam Thalasemia
a. Talasemia beta
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang
diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin. Thalasemia beta meliputi :
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan
splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi,
normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum
meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat.
b. Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a.
3. Etiologi
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk
protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin (Hb) secara sempurna.
Hemoglobin berfungsi untuk memungkinkan darah mengangkut oksigen ke seluruh
tubuh, kekurangan hemoglobin akan berdampak buruk pada tubuh. Bahkan jika kadar
hemoglobin dalam darah seseorang terlalu rendah, orang tersebut akan mengalami
sesak napas, hingga bisa berujung pada kematian. Penyakit ini merupakan penyakit
kelainan pembentukan sel darah merah akibat tidak adanya sintesis Hb dan
disebabkan oleh gen resesif autosomal (sifat gen non-seks) karena adanya mutasi
DNA pada gen globin, sehingga darah berubah bentuk dan pecah (Sukri,2016).
Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada anaknya.
Anak yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang tua dan gen normal dari
orang tua lain adalah seorang pembawa (carries). Anak yang mewarisi gen dari kedua
orang tuanya menderita thalasemia sedang sampai berat. (Muncie & Campbell, 2009)
viii
4. Manifestasi Klinis Thalasemia
Tanda- tanda dan gejala thalassemia bervariasi tergantung pada jenis dan seberapa
parah thalassemia yang dimiliki, beberapa gejala yang lebih umum dari thalassemia
meliputi: Kelelahan, kelemahan, atau Sesak napas, Pucat atau memliki warna kuning
pada kulit jaundice, Mudah marah, Deformitas tulang wajah, Pertumbuhan yang
lambat, Perut bengkak serta, Urine yang berwarna gelap (Mendri & Prayogi,
2017:227)
Menurut NANDA (2015), manifestasi kinis thalasemia dibagi 3 yaitu :
a. Thalasemia Minor
Tampilan klinis normal, splenomegali dan hepatomegali ditemukan pada sedikit
penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan sampai sedang pada sumsum tulang,
bentuk homozigot, anemia ringan, MCV rendah.Pada anak yang sudah besar
sering dijumpai adanya :
1) Gizi buruk
2) Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
3) Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (hepatomegali), limpa
yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja.
b. Thalasemia Mayor
Gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur 1 tahun, yaitu :
1) Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunya kadar
hemoglobin fetal.
2) Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah yang berinti
pada daerah perifer, tidak terdapat HbA. Kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4 g
%
3) Lemah, pucat
4) Pertumbuhan fisik dan perkembanganya terhambat, kurus, penebalan tulang
tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki, dan gambaran patognomonik “hair
on end”
5) Berat badan kurang
6) Tidak dapat hidup tanpa transfuse
c. Thalasemia Intermedia
1) Anemia mikrositik, bentuk heterozigot
2) Tingkat keparahanya berada diantara thalasemia minor dan mayor, masih
memproduksi sejumlah kecil HbA.
ix
3) Anemia sedikit berat 7-9g/dL dan splenomegali.
4) Tidak tergantung pada transfuse
Tanda dan gejala Thalasemia secara umum
Umumnya thalasemia dapat terdeteksi pada usia dini, tanda dan gejala yang muncul
dapat berupa:
1) Anak pucat, lemas, dan tampak kuning, akibat dari pecahnya sel darah merah.
2) Perut membesar dan jika diraba terasa keras karena hati dan limpa membesar.
Tampak kehitaman akibat hiperpigmentasi kulit.
3) Pertumbuhan terganggu. Biasanya lebih pendek dari normal karena anemia
kronis.
4) Tulang tipis, keropos, dan mudah patah. Dikarenakan sel darah merah
abnormal yang membuat tulang melakukan kompensasi membentuk sel darah
merah.
5) Tidak tumbuh tanda-tanda seks sekunder (payudara, bulu-bulu pada ketiak dan
pubis, tidak menstruasi, dan ukuran testis tidak berkembang).
6) Normalnya sel darah merah berbentuk bulat dengan ukuran yang sama. Tapi
pada sel darah thalasemia, warnanya pucat dengan bentuk yang beragam.
5. Patofisiologi
Hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen, dibentuk oleh empat
sub unit polipeptida, yang terdiri dari dua rantai α dan dua rantai non-alfa. Pada orang
dewasa, HbA merupakan bentuk hemoglobin utama (95%), yang terdiri dari dua
rantai α dan dua rantai b. Bentuk hemoglobin lain adalah HbA2 (1,5-3,5%), yang
terdiri dua rantai α dan dua rantai , serta HbF (2-3%) yang terdiri dari dua rantai α dan
dua rantai γ.
Pada masa intrauterin, proses eritropoesis dimulai di hepar, kemudian ke
limpa, dan pada usia pertengahan kehamilan beralih ke sumsum tulang. Pada usia
gestasi 6-10 mg hingga 6 bulan post-natal, hemoglobin predominan adalah HbF. Pada
saat usia gestasi 30 minggu, rantai γ mulai digantikan dengan rantai β , sehingga kadar
HbF mulai menurun dan HbA meningkat.
Pada keadaan normal, terdapat keseimbangan produksi rantai globin α dan β,
sehingga masing-masing rantai dapat berpasangan membentuk tetramer normal.
Pembentukan rantai globin α diatur pada kromosom 16, sedangkan rantai β diatur
pada kromosom 11. Pada thalassemia, defek gen yang memproduksi rantai globin α
x
atau β, menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin α dan β, yang lebih
lanjut menyebabkan insufisiensi produksi hemoglobin A, dan akumulasi rantai globin
α atau β yang diproduksi secara normal. Bentuk rantai globin tidak berpasangan yang
tidak stabil, memiliki disfungsi eritropoesis, dan mudah mengalami hemolisis.
Dari hemolisis maka akan terjadi anemia dan mengakibatkan berbagai masalah yaitu :
a. Peningkatan oksigen oleh RBC yang menurun sehingga terjadi penurunan aliran
darah ke organ dan jaringan sehingga membuat oksigen dan nutrisi tidak adekuat
maka munculah masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan.
b. Menimbulkan hipoksia sehingga tubuh merespon dengan pembentukan
eritropoetin yang masuk ke sirkulasi merangsang eritropoesis dan terjadi
pembentukan RBC baru yang immature dan mudah lisis, sehingga terjadi
hemapoesis di extra medulla dan terjadi fibrosa. Dari fibrosa akan terjadi
gangguan pada organ, antara lain :
1) Jantung, maka akan terjadi payah jantung sehingga imunitas menurun dan
terjadi resiko infeksi
2) Limfa, maka akan terjadi splenomegali dan plenokromi dan menyebabkan
imunitas turun dan tejadi resiko infeksi
c. Selain yang kedua, hipoksia yang terjadi akan menimbulkan suplai oksigen ke
jaringan menurun dan akanmenyebabkan metabolism sel. Dari situ maka akan
terjadi pertumbuhan sel dan otak yang terhambat sehingga menyebabkan
perubahan pembentukan ATP yang akan mengakibatkan penurunan energy dan
terjai kelemahan fisik, sehingga terjadilah masalah keperawatan intoleransi
aktivitas
6. Komplikasi
Menurut Abdulsalam,dkk (2012) akibat dari anemia yang berat dan lama sering gagal
jantung pada pasien thalassemia. Transfusi darah yang berulang dan proses hemolisis
menyebaban kadar zat besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun didalam
berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat
mengaibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar
mudah rupture akibat trauma yang ringan saja. Kadang-kadang thalassemia disertai
tanda hipersplenisme seperti leukopnia dan trombositopenia. Kematian terutama
disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
a. Fraktur patologis
xi
b. Hepatosplenomegali
c. Gangguan tumbuh kembang
d. Disfungsi organ
e. Gagal jantung
f. Hemosiderosis
g. Hemokromatosis
7. Pemeriksaan Penunjang
c. Darah tepi
1) Hb, gambaran morflogi eritrosit
2) Retikulosit meningkat
d. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
e. Pemeriksaan khusus
1) Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
2) Elektroporesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F
3) Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien thalasemia mayor merupakan
trait (carrier dengan Hb A2 meningkat ( > 3,5 % dari Hb total ).
f. Pemeriksaan lain
1) Foto rontgen kepala (Gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus dengan korteks).
2) Foto tulang pipi dan ujung tulang panjang (Perluasan sumsum tulang,
sehingga trabekula tampak jelas).
xii
Kecendrungan mudah timbul infeksi saluran napas bagian atas atau infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transportasi
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Anak cenderung memiliki riwayat kesehatan yang mudah terkena infeksi
saluran pernafasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb
yang berfungsi sebagai alat ransport selain itu kesehatan anak di masa lampau
cenderung mengeluh lemas.
e. Riwayat Keluarga
Pada pengkajian ini dilihat dari genogram keluarga, karena penyakit thalasemia
merupakan penyakit keturunan perlu dikaji lebih dalam. apabila kedua
orangtua menderita, maka anaknya beresiko menderita thalasemia mayor.
f. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk
seusianya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan
dan perkembangan anak normal
g. Kebutuhan Dasar
1) Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
2) Pola tidur
Dapat dikaji dari kenyamanan pasien, dan waktu tidur. Anak thalasemia
biasanya tidak ada gangguan, karena mereka banyak yang memilih tidur
ataupun beristirahat daripada beraktivitas.
3) Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
4) Kebersihan diri
Dapat dikaji dari tingkat kemandirian pasien saat melakukan kebersihan
seperti mandi, berpakaian, ataupun buang air. Pada anak thalasemia saat
xiii
melakukan kebersihan diri biasanya tidak bisa secara mandiri, mereka
harus dengan bantuan orang lain, karena fisik mereka mudah lelah.
5) Eliminasi
Dapat mengkaji tingkat output cairan, keluhan saat eliminasi, dan juga
waktu eliminasi pada BAB dan BAK. Pada anak thalasemia bisa terjadi
konstipasi maupun diare untuk pola BAB sedangkan pola BAK biasanya
anak thalasemia nomal seperti anak yang lain.
h. Pemeriksaan
Keadaan Umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain
yang seusianya.
Tanda Vital
Tekanan darah : hipotensi
Nadi: takikardi
Pernafasan : takipneu,
Suhu: naik/turun.
Tinggi badan / berat badan
Pertumbuhan fisik dan berat badan anak thalasemia mengalami penurunan atau
tidak sesuai dengan usianya.
Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan bentuk muka
Pada anak thalasemia yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk yang khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid, jarak mata
lebar, serta tulang dahi terlihat lebar.
b. Mata
Pada bagian konjungtiva terlihat pucat (anemis) dan kekuningan.
c. Hidung
Pada penderita thalasemia biasanya hidung pesek tanpa pangkal hidung.
d. Telinga
e. Biasanya pada anak thalasemia tidak memiliki gangguan pada telinga.
f. Mulut
Bagian mukosa pada mulut terlihat pucat.
g. Dada
Pada inspeksi cenderung terlihat dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
xiv
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
h. Abdomen
Pada saat inspeksi terlihat membuncit, dan saat di palpasi adanya pembesaran
limfa dan hati (hepatospeknomegali).
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuningan, jika anak sering mendapat transfusi maka
warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penimbunan zat besi pada jaringan kulit (hemosiderosis).
j. Ekstremitas
Dapat terjadi fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang karena
adanya kelainan penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang.
2. Diagnosa Keperawatan
xv
xvi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
xvii
xviii