Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

ASKEP GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN


PENYAKIT GINJAL KRONIK DAN BPH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pengampu:Ns.Asep Solihat,S.Kep.M.Kep.

Disusun Oleh :

Angga Priatna (12210067)


Anisa Ristiana (12210038)
Gina Agustina Awaliyah Nur (122 10084)
N.Fivi Abdillah (12210085)
Razu Eka Saputri (12210110)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN INDONESIA (STKINDO)


WIRAUTAMA PROGRAM STUDI SKEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Swt, karena berkat Rahmat dan atas izin-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul“ASUHAN
KEPERAWATANGANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN” sebagai makalah mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Makalah ini kami susun berdasarkan referensi
dari beberapa buku, media internet dan berbagai sumber yang kami dapatkan dan saya
mencoba menyusun data-data itu hingga menjadi sebuah makalah yang sederhana ini.
Di dalam penyusunan makalah ini, terdapat sedikit masalah yang kami hadapi. Tetapi
berkat bantuan teman teman, dosen dan internet, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan tepat waktu.

Terima kasih tak terhingga kami ucapkan kepada guru pembimbing yang telah
memberikan cara tugas ini. Sehingga kami mendapatkan suatu pelajaran baik dalam
penulisan makalah serta mendapatkan ilmu pengetahuan tersebut. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca atau pun untuk teman-teman yang akan melakukan
dengan tema yang sama. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini sangat
banyak kekurangannya dan masih jauh dari kata sempurna, karena pengetahuan kami
yang kurang luas, oleh karena itu dengan rendah hati dan tangan terbuka kami mohon
segala kritik dan saran sangat kami harapkan agar dapat memperbaiki kesalahan-
kesalahan tersebut. Sekian dan terima kasih.

Cianjur, 10 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi Gangguan Sistem Perkemihan..................................................................2
B. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Perkemihan..........................................................................2
C. Konsep Dasar Penyakit Ginjal Kronik....................................................................5
a. Definisi Penyakit Ginjal Kronik..................................................................5
b. Patofisiologi..........................................................................................................5
c. Gambaran Klinis...................................................................................................6
d. Penatalaksanaan medis.........................................................................................7
e. Terapi Diet Gagal Ginjal Kronik..........................................................................9
f. Asuhan Keperawatan............................................................................................10
D. Konsep Dasar Penyakit Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)................................17
a. Definisi Penyakit BPH.................................................................................17
b. Patofisiologi..........................................................................................................18
c. Gambaran Klinis...................................................................................................20
d. Penatalaksanaan medis.........................................................................................21
e. Terapi Diet BPH...................................................................................................22
f. Asuhan Keperawatan BPH...................................................................................23
BAB III PENUTUP
A. Simpulan...........................................................................................................................27
B. Saran..................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem perkemihan merupakan sistem pengeluaran zat-zat metabolisme tubuh yang
tidak berguna lagi bagi tubuh yang harus dikeluarkan (dieliminasi) dari dalam tubuh
karena dapat menjadi racun. proses eliminasi ini dapat dibagi menjadi eliminasi
unrine (buang air kecil) dan eliminasi alvi (buang air besar). Gangguan saluran
kemih adalah gangguan dari kandung kemih atau uretra. Ginjal, Uretra, kandung
kemih adalah organ- organ yang menyusun saluran kemih. Fungsi utama dari saluran
ini adalah untuk membuang air dan sisa metabolisme dan mengeluarkannnya sebagai
urin. Proses ini berlangsung terus. Hanya pada kasus luka, infeksi atau penyakit pada
organ dari saluran kemih, fungsinya menjadi terganggu dan karenanya menganggu
biokimia dari aliran bawah. Ginjal adalah organ vital penyangga kehidupan.

B. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui prinsip umum pengkajian, riwayat keperawatan,
tehnik dan persiapan pengkajian serta pendokumentasian data pengkajian,
sehingga diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan kritis dan analisis data
agar mampu menegakkan diagnose keperawatan.
2. Mahasiswa mengerti langkah-langkah sistematis untuk menentukan dan
merencanakan penyelesaisan masalah klien; lalu mengimplementasikan dan
mengevaluasi apakah rencana yang dibuat cukup efektif dalam mengatasi
masalah yang terjadi.
3. Mahasiswa dapat menyelesaikan suatu masalah keperawatan melalui
pendekatan ilmiah, sistematis dan logis sehingga menghasilkan suatu pelayanan
prima dan berkualitas kepada klien terutama klien dengan gangguan system
perkemihan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Gangguan Sistem Perkemihan


Gangguan saluran kemih adalah gangguan dari kandung kemih atau uretra.
Ginjal, Uretra, kandung kemih adalah organ-organ yang menyusun saluran
kemih. Fungsi utama dari saluran ini adalah untuk membuang air dan sisa
metabolisme dan mengeluarkannnya sebagai urin.
B. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri atas beberapa organ yaitu ginjal, ureter, vesika urinaria
(kandung kemih), dan uretra.
1. Ginjal
Fungsi vital ginjal ialah sekresi air kemih dan pengeluarannya dari
tubuh manusia. Di samping itu, ginjal juga merupakan salah satu dari
mekanisme terpenting homeostasis. Ginjal berperan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksin/racun, memperlakukan suasana keseimbangan
air. mempertahankan keseimbangan asam-basa cairan tubuh, dan
mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat lain dalam darah.
Bentuk ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan. Ontogenitis,
berasal dari mesoderm, terletak dalam rongga perut pada daerah
retroperitoneal, di sebelah kanan dan kiri dari kolumna vertebralis dan
melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Ginjal kanan terletak
lebih rendah dari ginjal kiri, hal ini karena adanya hati di sebelah kanan
dan menekan ke bawah. Bila ginjal dibelah dua, secara longitudinal
(memanjang), dapat terlihat. bagian luar yang bercak-bercak disebut
korteks, serta bagian dalam yang bergarisgaris disebut medula. Medula
terdiri dari bangunan-bangunan berbentuk kerucut yang disebut renah
piramid. Puncak kerucut tadi menghadap ke ;=.aliks yang terdiri dari
iubang-lubang kecil (papila renalis). tiara pyramid dipisahkan sate dengan
lainnya oleh kolumna renalis. Garis yang terlihat pada piramid disebut
tubulus.

2
Pada pemeriksaan secara mikroskopis, terlihat ginjal berbentuk
seperti corong dengan batang yang panjang dan berkelok-kelok. Bagian
corong tersebut dinamakan kapsula Bowman yang terdiri atas dua lapis
sel-sel gepeng. Ruangan kapsula Bowman dan glomerolus disebut
karpusguli renalis (korpuskulam malfigi).
Proses pembentukan urine diawali dengan masuknya darah
melalui vas aferen ke dalam glomerolus clan keluar melalui vas
eferent. Bagian yang mer,yerupai bentuk batang yang terdiri dari tubulus
kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal. tubulus
koligentes. Pada Bagian-Bagian batang ini terjadi proses: filtrasi,
reabsopsi, dan sekresi.
Proses filtrasi terjadi pada glomerolus karena permukaan aferen
lebih began daripada permukaan eferen. Hal ini akan mengakibatkan
terjadinya penyaringan darah. Pada proses ini yang tersaring adalah
Bagian cair dari darah kecuali protein. Selanjutnya, cairan tersebut, yaitu
air, glukosa, natrium, klorida, sulfat, dan bikarbonat. Ditampung oleh
simpai Bowman yang selanjutnya diteruskan ke tubulus-tubulus ginjal.
Proses reabsorbsi terjadi pada tubulus-tubulus ginjal. Di sini
terjadi penyerapan kembali dari sebagian air, glokosa, atrium,
klorida, sulfat, bikarbonat dan beberapa ion bikarbonat. Pada tubulus
ginjal bagian atas, terjadi proses pasif (reabsorpsi obligatori). Sedangkan
pada tubulus ginjal bawah terjadi proses aktif (fakultatif reabsorpsi) yang
menyerap kembali natrium dan ion bikarbonat bila diperlukan. Sisa
hasil reabsorpsi akan dialirkan ke papilla renalis.
Pelvis renalis (piala ginjal) merupakan bagian dari ginjal dengan
duktus papillaris Bellini bermuara pada renalis yang menyebabkan
terbentuknya area kribiformis pada papilla ginjal. Papilla renalis
terlihat, menonjol ke dalam satu kaliks minor, bersatu menjadi kaliks
mayor, inipun menjadi pelvis renalis. Pelvis renalis ini berlanjut menjadi
ureter.

3
2. Ureter
Air kemih disekresi oleh ginjal, dialirkan ke vesika urinairia
(kandung kemih) melalui ureter. Ureter berada pada kiri dan kanan
kolumna vertebralis (tulang punggung) yang menghubungkan pelvis
renalis dengan kandung kemih. Panjang ureter kurang lebih 30 cm
dan berdiameter 0,5 cm. Uretra sebagian terletak dalam rongga perut
(pars abdominalis) dan selanjutnya berjalan di dalam rongga panggul
(pars pelvira). Otogenitis ureter termasuk berasal dari mesoderm, karena
itu, ureter juga terletak pada retroperitonialis. Dinding utera terdiri atas
tiga lapisan, yaitu lapisan mukosa, otot polos, dan jaringan fibrosa.
3. Vesika Urinaria
Aliran urine dari ginjal akan bermuara ke dalam kandung kemih
(vesika urinaria). Kandung kemih merupakan kantong yang dapat
menggelembung seperti balon karet, terletak di belakang simfisis
pubis, di dalam rongga panggul. Bila terisi penuh, kandung kemih dapat
terlihat sebagian ke luar dari rongga panggul.
Kandung kemih berbentuk seperti kerucut. Bagian-bagiannya
ialah verteks, fundus, dan korpus. Bagian verteks adalah bagian yang
meruncing ke arah depan dan berhubungan dengan ligamentum vesiko
umbilikale medius. Bagian fundus merupakan bagian yang menghadap
ke arah belakang dan bawah. Bagian korpus berada di antara verteks
dan fundus. Bagian fundus terpisah dari rektum oleh spasium
rektovesikula yang terisi oleh jaringan ikat, duktus deferens, vesikula
seminalis. Dinding kandung kemih terdiri dari tiga lapisan otot polos dan
selapis mukosa yang berlipat-lipat. pada diding belakang lapisan mukosa,
terlihat bagian yang tidak berlipat, daerah ini disebut trigonum liestaudi.
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar dan juga untuk
menyalurkan semen. Pada laki-laki, uretra berjalan berkelok-kelok,
menembus prostat, kemudian melewati tulang pubis, selanjutnya menuju

4
C. Konsep Dasar Penyakit Ginjal Kronik
a. Definisi
Gagal Ginjal Kronik merupakan Gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia ( Retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah ). ( Bruner
dan Suddart 2001). Gagal ginjal Kronik Merupakan Kerusakan Ginjal
Progresif yang berakibat fatal dan di tandai dengan uremia (urea dan
Limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya
jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal), (Nursalam.2006).
Gagal Ginjal Kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irrefersibel.(Kapita Selekta Kedokteran, 1999). Gagal Ginjal
Kronik merupakan destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus
menerus. ( Patofisiologi, Elizabeth corwin, 2000).
b. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
tertimbun produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak
gejala uremia membaik setelah dialisis.
Penurunan laju filtrasi ginjal (GFR) dapat di deteksi dengan
mendapatkan urine 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomerulus)
klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin akan meningkat selain
itu kadar nitrogen urea dalam darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif kerana renal
substansi ini di produksi secara konstan oleh tubuh.
Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk
mengkonsentrasi atau mengencerkan urine secara normal pada penyakit
ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan

5
cairan dan elekrolit sehari-hari. Pasien sering menahan natrium dan
cairan, meningkat resiko terjadinya edema, gagal jantung kongesif, dan
hipertensi, hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas aksis renin
angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldsteron.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi
Asidosis Metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal
mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Anemia terjadi
sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendekan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang di
produksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan
sel darah merah. Pada ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia
berat terjadi, disertai keletihan. (Smeltzer & Bare, 2001).
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain
pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan
fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain akan turun. Dengan
menurunnya filtrasi glomerulus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat
serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Perdarahan
gastroenteritis. Kadar ureum yang tinggi dalam darah berpengaruh pada
trombosit dimana trombosit tidak dapat lagi membentuk bekuan.
Akibatnya akan timbul perdarahan dari hidung, gastrointestinal dan sering
terjadi perdarahan bawah kulit.(Smelzer & Bare, 2001).
c. Gambaran Klinis
Karena pada penyakit gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan
sejumlah tanda dan gejala bergantung pada bagian dari tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien. Manifestasi
kardiovaskuler pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi

6
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin- angiotensin-
aldosteron), gagal jantung kongestif dan edema pulmoner (Akibat cairan
berlabih) dan perikarditis (akibat iritasi dari lapisan perikardial). Gejala
dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (Pruritus),
Kulit kering dan bersisik, Ekimosis, Kuku tipis dan rapuh, Rambut tipis dan
kasar. Butiran uremik, Suatu penumpukan Kristal urea di bawah kulit, saat ini
jarang terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal
tahap akhir.
Gejala Gastrointestinal juga sering terjadi yang mencakup anoreksia, mual,
mulut berbau amoniak, ulserasi mulut, perdarahan dari saluran gastrointestinal .
Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi, dan kejang. (Smeltzer & Bare, 2001). Gejala Respirasi
juga sering terjadi Edema paru, Efusi pleura, dan pleuritis. Gejala
Neuromuskuler Juga sering terjadi misalnya gangguan tidur, sakit kepala,
letargi, gangguan muskular, bingumg dan koma. Metabolik Endokrin juga
sering terjadi misalnya gangguan hormon seks menyebabkan penurunan libido,
impoten. Gejalah Hematologi misalnya anemia (Nursalam, 2006).
Diabetes dan tekanan darah tinggi, atau hipertensi, bertanggung jawab atas
dua pertiga kasus penyakit ginjal kronis.
1) Diabetes. Kondisi ini terjadi ketika gula darah dalam tubuh terlalu tinggi.
Seiring waktu, gula darah yang tidak terkelola menyebabkan kerusakan
pada sejumlah organ dalam tubuh, termasuk ginjal.
2) Tekanan darah tinggi. Kondisi ini terjadi ketika tekanan darah dalam
tubuh meningkat. Penyakit ini menjadi penyebab utama penyakit ginjal
kronis. Pun penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan tekanan darah
tinggi.
d. Penatalaksanaan medis
Pengobatan gagal ginjal kronik di bagi menjadi dua tahap:
Tahap pertama yaitu tindakan konservatif yang ditujukan untuk merendakan
atau memperlambat perburukan progresif gangguaan fungsi ginjal. Tindakan
konservatif dimulai bila penderita mengalami asotemia penatalaksanaan
konservatif meliputi :

7
1) Penentuan dan pengobatan penyebab
2) Pengoptimalan keseimbangan garam dan air
3) Koreksi obstruksi saluran kemih
4) Deteksi awal pengobatan infeksi
5) Diet rendah protein, tinggi kalori
6) Pengendalian keseimbangan elektrolit
7) Pencegahan dan pengobatan penyakit tulang dan ginjal
8) Modifikasi dan terapi obat dengan perubahan fungsi ginjal
9) Deteksi dan pengobatan komplikasi
Tahap kedua pengobatan dimulai ketika tindakan konservatif tidak lagi
afektif dalam mempertahankan kehidupan. Pada keadaan ini terjadi penyakit
ginjal stadium terminal. Penatalaksanaan, meliputi:
a. Hemodialisa.
Hemodialisa adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Tujuan
hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat toksik di dalam darah,
menyesuaikan kadar air dan elektrolit di dalam darah. Pada hemodialisa
darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam
sebuah alat besar. Di dalam mesin tersebut terdapat ruang yang
dipisahkan oleh sebuah membran semipermeabel. darah di masukan ke
salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain diisi oleh cairan dialisis,
dan diantara keduanya akan terjadi difusi darah dikembalikan ke tubuh
melalui sebuah pirau vena. Hemodialisa memerlukan waktu sekitar 3-5
jam dan dilakukan sekitar seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari di
antara terapi, keseimbangan garam,air, dan pH sudah tidak normal lagi.
Hemodialisa tampaknya ikut berperan menyebabkan anemia karena
sebagian besar sel darah merah ikut masuk dalam proses tersebut,
infeksi juga merupakan resiko.
b. Dialisis peritoneum
Dialisis peritoneum berlangsung didalam tubuh. Pada dialisis
peritoneal permukaan peritoneum yang luasnya sekitar 22.000 cm3
berfungsi sebagai difusi Membran peritoneum digunakan sebagai sawar
semipermeabel alami. Larutan dialysis yang telah dipersiapkan
sebelumnya(sekitar 2 liter) di masukan ke dalam rongga peritoneum

8
melalui sebuah kateter tetap yang di letakan di bawah kulit
abdomen. Larutan dibiarkan di dalam rongga peritoneum
selama waktu yang telah di tentukan (biasanya 4-6 jam).
Selama waktu ini, terjadi proses difusi air dan elektrolit
keluar masuk antara darah yang bersirkulasi. Dialysis
peritoneum di lakukan sekitar 4 kali/ hari. Masalah-masalah
terjadi pada dialysis peritoneum adalah infeksi atau
malfungsi dari kateter.
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi atau pencangkokan ginjal adalan
penempatan sebuah ginjal donor ke dalam abdomen
seseorang yang mengidap penyakit ginjal stadium akhir.
Ginjal yang di cangkok dapat di peroleh dari donor hidup
atau mati. Semakin mirip sifat-sifat antigenik ginjal yang
didonorkan dengan pasien, semakin tinggi keberhasilan
pencangkokan. Individu yang mendapat pengcangkokan
ginjal harus tetap mendapat berbagai obat imunosupresan
seumur hidup untuk mencegah penolakan ginjal,
penolakan dapat terjadi sacara akut, dalam masa pasca
transpalntasi dini, atau beberapa bulan atau tahun setelah
pencangkokan semua orang yang mendapat terapi
imunosupresi beresiko mengalami infeksi. (Price and
Wilson, 2005)
d. Prognosis
Penderita gagal ginjal kronik stadium akhir biasanya
yang tidak dapat atau tidak mampu mengusahakan
pengobatan yang optimal biasanya berakihir dengan
kematian.

9
e. Terapi Diet Pada Gagal Ginjal Kronik

Tujuan diet:

1) Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal


dengan memperhitungkansisa fungsi ginjal agar tidak
memberatkan kerja ginjal
2) Mencegah dan menurunkan kadar ureum yang tinggi.
3) M e n g a t u r k e s e i m b a n g a n c a i r a n e l e k t r o l i t .
4) Mencegah atau mengurangi progresitivitas gagal ginjal
dengan memperlambat penurunan GFR.

Syarat diet:

1) Energi cukup yaitu 35kkal/kg/BB


2) Protein rendah yaitu 0,6-1,5gr/kgBB, Sebagian harus bernilai
biologis tinggi
3) Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan energi total.
Diutamakan lemak tak jenuh ganda.
4) Karbohidrat cukup yaitu kebutuhan energi total dikurang
jumlah energi yang diperoleh dari protein dan lema.
5) Natrium dibatasi apabila ada edema, hipertensi, asites, oligur.
Banyak natrium yang diberikan antara 1-3gr
6) Kalium dibatasi (40-70 mEq) apabila ada kiperkalemia (kalium
dalam darah >5,5 mEq) oliguria atau anuria.
7) Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urine sehari ditambah
pengeluaran cairan melalui keringat dan pernafasan (500 ml)
8) Vitamin cukup, bila perlu diberi tambahan suplemen asam
folat, vit B6, C dan D.

Jenis Diet :
Ada tiga jenis diet yang diberikan menurut BB pasien yaitu :
1) Diet protein rendah I : 30gr protein diberikan pada pasien dg
BB 50kg

10
2) Diet protein rendah II : 35gr protein diberikan pada pasien dg
BB 60kg
3) Diet protein rendah III : 40gr protein diberikan pada pasien dg
BB 65kg

Karena kebutuhan gizi pasien penyakit ginjal kronis sangat


bergantung padakeadaan dan berat badan perorangan maka jumlah
protein yang diberikan dapatlebih tinggi atau rendah dari standar.
Mutu protein dapat ditingkatkan denganmemberikan asam amino
esensial murni

f. Asuhan Keperawatan Penyakit


Ginjal Kronik
1) Pengkajian
a) Riwayat gangguan kronis dan gangguan yang mendasari
status kesehatan
b) Kaji derajat kerusakan Ginjal
c) Lakukan pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital (Nadi,
respirasi, Tekandarah, suhu badan) Sistem saraf, sistem
integumen, dan sistem musculoskeletal.
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada tahap
penyakit dan derajat yang terkena. (Doenges, Maryline,
1999).
1) Aktifitas / Istirahat

Gejala: kelelahan ekstrim, kelemahan,


malaise,gangguan tidur /insomnia.

Tanda: kelemahan otot kehilangan tonus,


penurunan rentang gerak.
2) Sirkulasi darah

Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat


Palpitasi, nyeri dada (angina)

11
Tanda: hipertensi, nadi kuat, edema jaringan
umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.

3) Disritmia Jantung

Gejala: Nadi lemah halus, hipotensi, pucat ;


kulit coklat, kehitaman, dan kuning, dan
kecendrungan perdarahan.
4) Integritas Ego

Gejala: Faktor stres contoh finansial, hubungan


dan sebagainya, Perasaan tidak berdaya, tidak ada
kekuatan, tidak ada harapan.

Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah


terangsang, perubahan kepribadian.
5) Eliminasi

Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria,


anuria (pada tahap lanjut)Abdomen kembung,
diare atau konstipasi

Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning


pekat, merah, coklat.
6) Makanan / Cairan

Gejala :Peningkatan berat badan cepat (edema),


malnutrisi, anoreksia, nyeri ulu hati,
mual/muntah, rasa tak sedap pada mulut.

Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati


(tahap akhir), perubahan turgor kulit kelembaban.
7) Edema

Gejala: Ulserasi gusi, perdarahan gusi dan mulut,


penurunan otot, penurunan lemak sub kutan,
penampilan tak bertenaga.

12
8) Neurosensori

Gejala: Sakit kepala , penglihatan kabur,kram


otot/ kejang, kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstrimitas bawah.

Tanda: gangguan status mental, contoh penurunan


lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran,
stupor, koma,rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
9) Nyeri / kenyamanan

Gejala: nyeri panggul, sakit kepala, kram otot


nyeri kaki

Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah.


10) Pernapasan

Gejala: Napas pendek; batuk dengan/tanpa


sputum.

Tanda: Takipnea, dispnea, Peningkatan


frekwensi/ kedalaman (kusmaul), batuk produktif
dengan sputum merah muda.
11) Keamanan

Gejala: Kulit gatal,ada/ berulangnya infeksi

Tanda: Pruritus, demam, sepsis dehidrasi,


normotermia dapat secara atual terjadi
peningkatan pada pasien yang mengalami suhu
tubuh lebih rendah dari normal.
12) Seksualitas

13
Gejala: Penurunan libido, amenorea, infertilitas

13) Interaksi sosisal

Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh


tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran dalam keluarga.
14) Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi


untuk gagal ginjal) penyakit polikistik, nefritis,
riwayat terpajan pada toksik, contoh obat dan
racun lingkungan, penggunaan antibiotik
berulang.
2) Diagnosa dan Intervensi
keperawatan
Diagnosa keperawatan dan Intervensi Keperawatan yang
berhubungan pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah :

a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan


penurunan haluaran urin dan retensi air dan natrium.
Tujuan: mempertahankan berat tubuh ideal tanpa
kelebihan cairan Kriteria hasil :
1) Memepertahankan pembatasan diet dan cairan
2) Menunjukan turgor kulit normal tanpa edema
3) Menunjukan tanda-tanda vital normal

14
Intervensi
a) Kaji status cairan
Rasional: pengkajian merupakan data dasardan berkelanjutanuntuk
memantau Perubahan dan mengevaluasi intervensi.
b) Batasi pemasukan cairan
Rasional: pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal,
haluaran urin dan respon.
c) Identifikasi sumber potensial cairan
Rasional: sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
d) Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai pembatasan cairan.
Rasional: untuk peningkatan kerja sama pasien dan
keluarga dalam pembatasan cairan.
e) Tingkatkan dan dorong oral hiegyne oral dengan sering
Rasional: hiegine mengurangi kekeringan membran mukosa mulut.
f) Berikan medikasi antihipertensi sesuai indikasi
Rasional: medikasi anti hipertensi berperan penting dalam
penanganan hipertensi yang berhubungan dengan gagal
ginal kronik.

b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, Nausea, vomitus, perubahan membran mukosa oral.
Tujuan: mempertahankan masukan nutrisi yang
adekuat Kriteria hasil :
1) Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis yang
tinggi
2) Mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet
3) Melaporkan peningkatan nafsu makan menunjukan tidak adanya
penurunan berat badan yang cepat
Intervensi

a) Kaji status nutrisi


Rasional : menyediakan data untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intrvensi

15
b) Kaji pola diet nutrisi pasien
Rasional : pola diet dahulu dan sekarang dapat di pertimbangkan
dalam menyusun menu

c) Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi


Rasional : menyedikan informasi mengenai faktor lain yang
dapat di ubah atau di hilangkan untuk meningkatkan
masukan diet

d) Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet


Rasional : mendorong peningkatan masukan klien

e) Anjurkan makanan yang tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium


diantaranya waktu makan

Rasional : Mengurangi makanan dan protein yang di batasi dan


menyediakan kalori untuk energi, membatasi protein
untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan Jelaskan
rasional pembatasan diet dan hubungnnya dengan
penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kalium

Rasional : Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan


antara diet, kadar kreatinin dengan penyakit renal

f) Sediakan daftar makanan yang di anjurkan secara tertulis dan anjurkan


untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium untuk
pasien dan keluarga dapat di gunakan di rumah

Rasional : Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif


terhadap pembatasan diet dan merupakan referensi

g) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan

Rasional : faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dan


menimbulkan anoreksia dihilangkan

16
h) Timbang berat badan harian

Rasional : Untuk memantau status cairan dan nutrisi

i) Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat

Rasional : Masukan protein yang tidak normal dapat menyebabkan


albumin protein lain pembentukan edema dan
perlambatan penyembuh

j) Berikan anti emetik sesuai dengan indikasi

Rasional: dibiarkanuntuk menghilangkanmual/ muntah


dan dapat menigkatkan pemasukan oral.

17
c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin
dalam kulit, gangguan turgor kulit, penurunan aktivitas atau
imobilisasi.
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria evaluasi :
1) Mempertahankan kulit utuh
2) Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah
3) Kerusakan/cedera kulit
Intervensi

a) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular, perhatikan


kemerahan, eksoriasi, observasi terhadap ekimosis, purpura.
Rasional: Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan
yangdapat menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi.

b) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membrane mukosa.


Rasional : Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidra berlebihan
yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas pada tingkat
seluler.

c) Inspeksi area tergantung terhadap edema.


Rasional : Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek.

d) Ubah posisi dengan sering, gerakan pasien dengan perlahan, beri


bantalan pada tonjolan tulang dengan kulit domba, pelindung siku/tumit.
Rasional : Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia. Peninggian
meningkatkan aliran balik stasi vena terbatas/pembentukan
edema.

e) Berikan peralatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Berikan salep atau


krim (mis; lanolin, aquaphor).
Rasional : Lousion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan
kering, robekan kulit.

f) Pertahankan linen kering, bebas keriput.


Rasional : Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.

18
g) Selidiki keluhan gatal.
Rasional : Meskipun dialysis mengalami masalah kulit yang berkenan
dengan uremik, gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute

19
.
Kolaborasi
1. Berikan matras busa/flotasi.
Rasional : menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi
perfusi selular yang menyebabkan iskemia/nekrosis.

d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi


produk sampah.
Tujuan: berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat di toleransi
Kriteria hasil :
1) berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan
2) melaporkan peningkatan rasa kesejateraan
3) berpartisipasi dalam aktivitas dalam perawatan mandiri
yang dipilih.
Intervensi
a) Kaji faktor yang menimbulkan
Rasional : Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
b) Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat
ditoleransi: bantu jika keletihan terjadi
Rasional : Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki
harga diri.
c) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
Rasional : Mendorong aktivitas dan latihan pada batas-batas
yang dapat di toleransi dan isrirahat yang adekuat
d) Berikan terapi komponen darah sesuai indikasi
Rasional : Terapi komponen darah mungkin diperlukan jika pasien
simtomatik
e) Berikan indikasi sesuai resep mencakup suplemen zat besi dan asam folat
dan multivitamin
Rasional : Sel darah merah membutuhkan zat besi’, asam folat dan
multivitamin untuk produksi.

20
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau tahanan,
gangguan muskuloskeletal.
Tujuan : mempertahan mobilitas/fungsi optimal
Kriteria hasil : menunjukan peningkatan kekuatan dan bebas dari komplikasi
(kotraktur,) dekubitus.

21
Intervensi

a) Kaji keterbatasan aktivitas, perhatikan adanya keterbatasan dan ketidak


mampua

Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi


b) Ubuh posisi secara sering bila tirah baring, dukung bagian tubuh yang
sakit/sendi dengan bantalan sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan, mempertahankan
otot/mobilitas sendi, meningkatkan sirkulasi dan mencegah
kerusakn kulit.
c) Berikan pijatan kulit., pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit,
pertahankan linen kering dan bebas kerutan
Rasional : Merangsang sirkulasi, mencegah iritasi kulit
d) Dorong napas dalam dan batuk tinggikan kepala tempat tidur sesuai
yang diperbolehkan. Ubah satu sisi ke sisi lain.
Rasional : Memobilisasi sekresi, memperbaiki ekspansi dan
menurunkan resiko komplikasi paru contoh atelektasis,
pneumonia
e) Berikan pengalihan dengan tepat pada kondisi pasien contoh kunjungan
radio TV atau buku
Rasional : Menurunkan kebosanan, meningkatkan relaksasi.

f) Bantu dalam rentang gerak aktif atau pasif


Rasional : Mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur
dan membantu dalan menentukan tegangan otot.
g) Implementasikan program latihan dengan tepat
Rasional : Penilaian menunjukan bahwa program latihan teratur
mempunyai keuntungan pada pasien dengan penyakit
ginjal tahap akhir baik secara fisik dan emosional.

3) Implementasi
Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan
keperawatan, intruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien
memenuhi kriteria hasil yang diharapkan.

22
4) Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lain secara umum dan ditujukan untuk melihat dan menilai
kemampuan klien dalam mencapai tujuan.

g. Konsep Dasar Penyakit Benigna Prostate


Hyperplasia (BPH)

h. Definisi
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering
terjadi sebagai hasil dar pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat
(Yuliana Elin, 2011). BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai
derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D,
2000 : 671). Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan
berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes,
Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo,
1994 : 193). BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002).
i. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi
kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000).
Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi
perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron

23
menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan
adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar
ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar
prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan
bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung
memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein
sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh
kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan
kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh
sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem
simpatis.
Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi
resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian
detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih
kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam
kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut
trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat
aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar
disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot
dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi
lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan
dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan
detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi
terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada
akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi.
Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas
otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency,
disuria).Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak

24
mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox
(overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter
dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005).

j. Gambaran Klinis
Gejala iritatif,
meluputi:
1) Peningkaan frekuesnsi berkemih.
2) Nocturia (terbangun di malam hari untuk miksi)
3) Perasaan untuk ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda
(urgensi).
4) Nyeri pada saat miksi
(disuria). Gejala obstruktif,
meliputi:
1) Pancaran urin melemah.
2) Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik.
3) Jika ingin miksi harus menunggu lama.
4) Volume urin menurundan harus mengedan saat berkemih.
5) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus.

Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan


inkontinensia karena pernumpukan berlebih. Pada gejala yang sudah lanjut,
dapat terjadi azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal
dengan etensi urun kronis dan volume residu yang besar.

25
Gejala generalisata seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik. Berdasarkan keluhan dapat menjadi menjadi:

1) Derajat 1, penderita merasakan lemahnya pancara berkemih, kencing


tidak puas, frekuensi kencing bertambah terutama di malam hari.
2) Derajat 2, adanya retensi urin mak timbulah infeksi. Penderita akan
mengeluh pada saat miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
bertambah hebat.
3) Derajat 3, timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa
timbul aliran refluks ke atas, timbul infeksi askenden menjalar ke ginjal
dan dapat menyebabkan pielonefritis, hidronefrosis.
k. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan BPH adalah:
1) Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien
2) Medika mentosa
Terapi diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang dan
berat tanpa disertai penyakit. Obat yang digunakan berasal dari :
phitoterapi (misalnya : hipoxis rosperi, serenoa repens, dll) gelombang
alfa blocker dan golongan supresor androgen.
3) Pembeda
han
Indikasi:
a) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin
akut
b) Dengan residual urin >100 ml
c) Klien dengan pengulit
d) Terapi medika mentosa tidak berhasil
e) Flowmetri menunjukan pola obstruktif

26
Pembedahan dapat dilakukan dengan:

1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90-95 %).


2) Retropublic atau extravesical prostatectomy.
3) Perianal prostatectomy.
4) Suprapublic atau tranvesical prostatectomy.
5) Alternatif lain (misalnya kriyoterapi, hipertermia, termoterapi, dan terapi
ultrasonic).

l. Terapi Diet BPH

Cara pencegahan yang ditawarkan John Hibbs, yakni diet, jelas


sangat alami dan mudah dilakukan. Para pria hanya perlu mendisiplinkan diri
untuk menjalaninya. Langkah itu antara lain memangkas konsumsi lemak,
lebih banyak mengasup buah dan sayuran, dan sebagainya, seperti terurai di
bawah ini : Menambah asupan ikan dan omega 3Omega 3, nutrisi yang
sangat bersahabat dengan jantung ini rupanya dapat membantu mencegah
kanker prostat. Penelitian laboratorium menunjukkan kekuatan omega 3
dalam menghentikan perkembangan sel-sel tumor prostat.Saat para peneliti
Universitas Harvard menguji 48.000 pria AS selama 12 tahun, pria yang
mengonsumsi ikan lebih dari 3 kali per minggu, 44 persen lebih sedikit
terkena kanker prostat ketimbang mereka yang mengonsumsi ikan kurang
dari dua kali sebulan.Asam lemak omega 3 ditemukan dalam ikan air dingin
seperti salmon, makarel, trout, dan remis. Anda juga dapat mengonsumsi
suplemen minyak ikan.Kurangi daging dan susu Jika ingin terhindar dari
kanker prostat, jauhi makanan berlemak seperti daging dan susu.

Para peneliti telah mengamati kesehatan 12.000 orang selama sekitar


20 tahun. Pria yang minum susu kedelai lebih dari satu kali per hari, 70
persen lebih tidak berisiko untuk terkena kanker prostat ketimbang pria yang
tidak meminumnya. Karena itu, sebaiknya para pria mulai rajin minum susu
kedelai. Bisa juga mengganti susu untuk campuran sereal atau kopi, dengan

27
susu kedelai. Perbanyak sayuran Pada tahun 2000, peneliti dari Universitas
Hawaii memeriksa menu diet dari 3.237 pria. Setengahnya mengidap prostat
dan setengahnya tidak. Survei membuktikan, para pria yang bebas kanker
ternyata mengasup lebih banyak sayuran dan kacang polong. Baru-baru ini
penelitian di Kanada menunjukkan hasil yang sama. Jadi, bila Anda ingin
bebas dari kanker prostat, makanlah sayuran setidaknya lima porsi sehari.

Terapi Non-Farmakologi Pasien dengan gejala ringan diberi


penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya:

a. Tidak minum minuman berkafein dan alkohol agar tidak terlalu


sering buang air kecil

b. Diet rendah lemak

c. Meningkatkan asupan buah-buahan dan sayuran

d. Latihan fisik teratur

e. Tidak merokok

f. Mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia

m. Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Benigna Prostate


Hyperplasia (BPH)
1) Pengkajian
Pengkajian BPH ini meliputi:
1. nama,umur, jenis kelamin, agama, suku,alamat, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan (keluhan utama, keluhan saat pengkajian, keluhan
terdahulu, dan riwayat kesehatan keluarga).
3. Pola fungsi kesehatan seperti aktifitas, istirahat, eliminasi, dan nutrisi.
4. Pemeriksaan fisik head to toe dalam status kesehatan umum, penampakan
keadaan umum, kondisi kesadaran, dan vital sign serta tinggi badan dan
berat badan.
5. Data psikologis berupa pendidikan, hubungan sosial, gaya hidup, peran
dalam keluarga.
6. Data penunjang laboratorium, serta pengobatan yang pernah diberikan.

28
2) Diagnosa keperawatan

a) Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (prosedur oprasi)


b) Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri
c) Resiko infeksi b/d prosedur infasi

29
3) Intervensi

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

1. Nyeri akut b/d Setelah dilakukan a. Melaporkan Manajemen nyeri


agen asuhan nyeri terkontrol Observasi
pencedera fisik keperawatan meningkat. a. Indentifikasi skal nyeri
(prosedur dalam waktu 1 x b. Teknis non b. Indentifikasi lokasi,
operasi) 24 jam nyeri akut farmakologi karakteristik, durasi,
menurun. meningkat frekwensi, kwalitas,
c. Penggunaan intensitas nyeri.
analgesic c. Indentifikasi respons
menurun nyeri non verbal
Terapeutik:
a. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (
MRS teknik relaksasi
nafas dalam terapi
music).
b. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri ( Mis suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
c. Memfasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi :
a. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
b. Jelaskan penyebabm
periodedan pemicu nyeri
c. Ajurkan pasien
menggunakan analgetik
secara tepat.
2. Gangguan Setelah dilakukan 1.Pergerakan Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik asuhan ekstremitas baik Observasi:
b/d nyeri keperawatan 2. Kekuatan otot 5|5 a. identifikasi adanya
selama 2x24 jam 3.mobilitas aktif nyeri atau keluhan fisik
diharapkan 4. nyeri berkurang lainnya dan toleransi
mobilitas fidik fisik
meningkat b.monitor TD, Hr,
sebelum memulai
mobilisasi

30
c. Monitor kondisi umum
selama mobilisasi
Terapiutik:
a. fasilitasi untuk
melakukan pergerakan
bila perlu dengan alat
bantu
b. libatlkan keluarga untuk
membantu
Edukasi:
a. jelaskan tujuan
prosedur mobilisasi
b. ajarkan mobilisasi
sederhana yang bisa
dilakukan

3. Resiko Infeksi Resiko Infeksi b/d 1. tidak demam Perawatan area insisi
b/d Efek Efek Prosedur 2. kulit disekitar luka Observasi :
Prosedur invasif operasi tidak a. periksa lokasi insisi
invasif kemerahan adanya kemerahan ,
3. tidak nyeri bengkak, atau tanda-
4. tidak bengkak tanda dehisen atau
eviseral
b. monitor tanda dan
gejala infeksi
c. monitor proses
penyembuhan insisi
Terapiutik:
a. bersihkan area insisi
dengan pembersih
yang tepat
b. usap area insisi dari
area bersih ke area
yang kurang berih
c. bersihkan area disekitar
drainase d.pertahankan
posisi drainase
e. berikan salep antiseptik
jika perlu
f. ganti balutan luka
sesuai jadwal
edukasi:
a. jelaskan prosedur pada
pasien
b. ajarkan meminimalkan

31
tekanan pada tempat
insisi
c. ajarkan cara merawat
area insisi

4) Implementasi
Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan
keperawatan, intruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu
klien memenuhi kriteria hasil yang diharapkan.
5) Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien
dan tenaga kesehatan lain secara umum dan ditujukan untuk melihat dan
menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.

32
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak
dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulk Prostat merupakan sebuah
kelenjar fibromuskular yang mengelilingi urethra pars prostatica.
Menurut penelitian bahwa semakin tua laki-laki tersebut, memiliki potensi
untuk terkena pembesaran prostat atau benign prostat hyperplasia (BPH).
Pembesaran akan menyebabkan komplikasi refluks, hidroureter, hidronefrosis,
gagal ginjal dan pionefrosis pilonefritis. Biasanya penanganan pasti pada BPH
adalah pembedahan dengan cara TURP, TUIP dan prostatektomi terbuka.an gejala
sakit (Hudak & Gallo, 1996).

B. Saran
Demikian sedikit informasi dari kami selaku penulis makalah ini. Tentu
masihbanyak sekali kekurangan yang jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan
saran yang membangun masih sangat kami butuhkan demi kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi saat ini. Ucapan terima kasih layaknya pantas kami
persembahkan bagi para pembaca. Terakhir, ucapan maaf yang sebesar–besarnya
perlu kami ucapkan jika dalam penulisan ini kami banyak melontarkan kata–kata
yang kurang berkenan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Engram Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda, dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Media Action Publishing.

Wijaya Andra Saferi, dkk. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika.

Arif Muttaqin, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Salemba
Medika: Jakarta

34

Anda mungkin juga menyukai