Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ANATOMI FISIOLOGI DAN KONSEP ASUHAN


KEPERAWATAN SISTEM PERKEMIHAN

Disusun oleh : Kelompok 1

Aditya Wahyudi 22090270049 Desy Ria 22090210081

Defi Wulandari 22090270056 Benny Ahmad 22090270083

Andini Indrawati 22090270057 Anggun Diah 22090270084

Ayu Yuliana 22090270068 Arief Santoso 22090270085

Amien Akbar 22090270072 Anisah zhafira 22090270089

Amalia Cahyani 22090270075

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

SEMESTER GENAP 2022-2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “anatomi fisiologi dan konsep asuhan
keperawatan sistem perkemihan” dengan baik.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai informasi di internet maupun di buku sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah. Terselesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kedua orang tua kami yang tidak pernah putus mendoakan, memberikan
semangat, motivasi hingga tercapainya semua ini.
2. Kepada teman-teman kelas 2B atas kesetiaan, pengertian dan kekompakan
dalam penyusunan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di masa mendatang. Saya
berharap semoga hasil makalah ke depannya bisa mempunyai banyak manfaat
untuk memperdalam pengetahuan mengenai komunikasi keperawatan, dan serta
manfaat, maupun inpirasi terhadap para pembaca.

Jakarta, 22 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG....................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................
C. TUJUAN PENULISAN.................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI


A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN..........................
B. PENGKAJIAN DAN PEMERIKSAAN FISIK.........................................
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG...............................................................

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN............................................................................................
B. SARAN........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia, seperti makhluk hidup lainnya, berusaha untuk mempertahankan
homeostasis, yang berarti keseimbangan. Otak dan organ tubuh lainnya
bekerjasama untuk mengatur suhu tubuh, keasaman darah, ketersediaan
oksigen dan variabel lainnya. Ginjal berperan penting mempertahankan
homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak konstituen plasma,
terutama elektrolit dan air dengan mengeliminasi semua zat sisa metabolisme.

Sistem Perkemihan merupakan suatu system dimana terjadi penyaringan


darah sehingga darah bebas dari kandungan zat yang tidak di gunakan oleh
tubuh. Zat ini larut dalam air dan di keluarkan sebagai urine. Zat – zat yang
dibutuhkan tubuh beredar melalui pembuluh darah kapiler ginjal, masuk ke
pembuluh darah, dan beredar keseluruh tubuh. Fungsi utamanya adalah untuk
keseimbangan cairan dan elektrolit. Fungsi lainnya untuk pengeluaran toksin
hasil metabolisme, seperti komponen – komponen nitrogen khususnya urea
dan kreatinin. Organ – organ yang menyususn sistem perkemihan terdiri atas
ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra.

Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan yang sangat


penting untuk dilakukan karena akan merumuskan diagnosa yang tepat,
perencanaan yang baik dan terakhir akan menghasilkan hasil evaluasi yang
baik. Untuk itu perlu mengetahui konsep dasar pengkajian dan pemeriksaan
fisik dalam system perkemihan. Dan untuk mengetahui data penunjang dari
hasil pengkajian maka di perlukan untuk mengetahui pemeriksaan penunjang
sistem perkemihan.

1
2

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan Latar Belakang masalah di atas, rumusan masalah makalah ini
yaitu :
1. Bagaimana anatomi & fisiologi sistem perkemihan ?
2. Bagaimana Konsep Dasar dari pengkajian dan pemeriksaan fisik sistem
perkemihan ?
3. Apa sajakah pemeriksaan penunjang pada sistem perkemihan ?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah di harapkan dapat memahami
tentang :
1. Anatomi dan fisiologi sistem perkemihan.
2. Pengkajian dan pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan.
3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilaukan pada sistem perkemihan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN


1. Definisi
Sistem kemih adalah suatu sistem dimana proses penyaringan darah
bekerja sedemikian rupa sehingga darah melepaskan zat-zat yang tidak
digunakan tubuh dan menyerap zat-zat yang masih digunakan tubuh. Zat
yang tidak digunakan tubuh larut dalam air dan dibuang dalam bentuk
urin (Sarpini, 2017).

Sistem perkemihan terdiri dari sepasang ginjal, sepasang ureter, kandung


kemih, dan uretra. Semua komponen ini melakukan fungsi sistem saluran
kemih untuk mengatur jumlah dan komposisi cairan tubuh dan
mengeluarkan produk limbah dari urin. Keluarkan produk limbah dan
kelebihan air dari tubuh sebagai urin (Suarnianti, 2016).

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang dengan Panjang 4 -5
inci yang terletak di belakang rongga abdomen (di antara rongga perut
dan otot punggung), satu di masing – masing sisi kolumna vertebralis,

3
4

sedikit di atas garis pinggang (setinggi torakal 12 sampai lumbal ke


3). Ginjal disokong oleh jaringan adiposa dan jaringan penyokong
yang disebut fasia gerota serta dibungkus oleh kapsul ginjal yang
berguna untuk membertahankan ginjal, pembuluh darah dan kelenjar
adrenal terhadap adanya trauma. Pada orang dewasa panjangnya kira
– kira 11 cm, lebarnya 5 – 7,5 cm, beratnya sekitar 150 gram
(sheerwood, 2016).

1) Fungsi Ginjal
Menurut Suarnianti (2016), Ginjal melakukan fungsi spesifik
berikut yang sebagian besar di antaranya membantu
mempertahankan stabilitas lingkungan cairan internal :
a) Mempertahankan keseimbangan air di tubuh
b) Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai,
terutama melalui regulasi keseimmbangan H2O.
c) Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES
d) Mempertahankan volume plasma yang tepat
e) Membantu mempertahankan keseimbangan asam – basa tubuh
5

f) Mengsekresi produk – produk akhir/sisa metabolism tubuh


g) Mengeksresikan banyak senyawa asing
h) Mengasilkan eritripoietin
i) Menghasilkan renin

2) Struktur Ginjal
Menurut Sarpini (2017), ginjal memiliki empat komponen yaitu :
a) Korteks
Merupakan lapisan luar ginjal, terdapat glomerulus, tubulus
proksimal nefron dan tubulus distal nefron.
b) Medulla
Merupakan lapisan yang terletak didalam ginjal. Mempunyai
ansa henle dan tubulus kolektivus.
c) Pelvis renis
Merupakan tempat mengumpulkan urine dan kalises
d) Nefron
Merupakan kesatuan unit fungsional ginjal. Terdiri dari kapsul
bowman dan glomerulus. Terdapat tubulus renal, mempunyai
bagian – bagian dari tubulus kontortud proksimal, ansa henle,
tubulus kontortus distal serta segmen kolektivus.
6

Menurut Sherwood (2016), berikut ini merupakan bagian – bagian


nefron :
1) Glomerulus
Suaru jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari arteriol
afferent yang kemudian bbersatu menuju anteriol efferent
Berfungsi sebagai tempat filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut
dari darah yang melewatinya.
2) Kapsul bowman
Bagian dari tubulus yang melingkupi glomerolus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus.
3) Tubulus, terbagi menjadi 3 :
a) Tubulus proksimal
Tubulus proksimal berfungsi mengadakan reabsorbsi bahan-
bahan dari cairan tubuli dan mensekresikan bahan-bahan ke
dalam cairan tubuli
b) Lengkung henle
Lengkung henle membentuk lengkungan tajam berbentuk U.
Terdiri dari pars descendens yaitu bagian yang menurun
terbenam dari korteks ke medula, dan pars ascendens yaitu
bagian yang naik kembali ke korteks. Bagian bawah dari
lengkung henle mempunyai dinding yang sangat tipis
sehingga disebut segmen tipis, sedangkan bagian atas yang
lebih tebal disebut segmen tebal. Lengkung henle berfungsi
reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubulus dan sekresi
bahan-bahan ke dalam cairan tubulus. Selain itu, berperan
penting dalam mekanisme konsentrasi dan dilusi urin
c) Tubulus distal
Berfungsi dalam reabsorbsi dan sekresi zat-zat tertentu.
4) Duktus Kolektifus
Satu duktus pengumpul mungkin menerima cairan dari delapan
nefron yang berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke
dalam medula untuk mengosongkan cairan isinya (urin) ke dalam
7

pelvis ginjal.

b. Ureter
Menurut Suarnianti (2016), Ureter merupakan bagian dari system
perkemihan yang merupakan saluran retroperitonim menghubungkan
bagian ginjal dengan bagian kandung kemih. Ureter bertugas
menyalurkan urine dari organ ginjal ke daluran kandung kemih.
Ureter mempunyai Panjang antara 23 – 30 cm, diameter 33 cm. ureter
terhubung dengan pelvis renal berbentuk seperti corong. Ureter pada
bagian bawah terhubung pada rongga abdomen di belakang
peritonium. Ureter mempunyai tiga lapisan sebagai berikut :
1) Lapisan luar, jaringan fibrosa yang terhubung pada kapsul fibrosa
ginjal
2) Lapisan tengah, lapisan otot terdiri dari otot polos membentuk unit
dan berbentuk spiral mengelilingi ureter. Lapisan itu berputar
berlawanan jarum jam serta lapisan luar.
3) Lapisan dalam, merupakan mukosa terdiri dari epitelium
transisional.
Ureter berbeperan aktif dalam tranpor urine. Urine mengalir dari
pelvis ginjal, melalui ureter dengan Gerakan peristaltiknya. Adanya
ketegangan pada ureter mentstimulasi terjadinya kontraksi dimana
urine akan masuk ke kandung kemih. Rangsangan saraf simpatis dan
parasimpatis juga mengontrol kontraksi ureter mengalirkan urine.

c. Kandung Kemih
Menurut Suarnianti (2016), kandung kemih atau vesika urinaria
adalah penampungan urine, ukuran kandung kemih berbeda – beda
tergantung pada jumlah urine. Organ kandung kemih berbentuk
seperti buah pir. Kandung kemih berada pada rongga pelvis, terletak
pada panggul besar dan dibelakang simpisis pubis. Kandung kemih
bisa berubah menjadi mengembang untuk menyimpan urine dan
kapasitas yang ditampung sekitar 1 L. kandung kemih pada laki – laki
8

dikelilingi oleh rectum, sedang pada perempuan dikelilingi oleh


uterus.

Pada dasar kandung kemih terdapat area segitiga yang disebut


trigone yang didalamnya terdapat tiga muara, yaitu 2 muara ureter dan
1 muara uretra. Pada daerah puncak trigone terdapat leher kandung
kemih yang berhubungan dengan muara uretra yang dikelilingi oleh
sfingter uretra internum. Kandung kemih dipersarafi oleh saraf dari
pelvis, baik sendoreik maupun motorik. Pengaktifan saraf simpatis
menyebabkan kontarksi otot detrusor. Normalnya sfingter internum
pada leher kandung kemih berkontraksi dan akan relaksasi Ketika otot
kandung kemih berkontraksi. Sedangkan sfingter uretra eksternum
dikontrol berdasarjan kesadaran (volunter), dipersarafi oleh nervus
pudendal yang merupakan serat saraf somatik.

Fungsi utama dari kandung kemih adalah menampung urine dari


ureter dan kemudian dikeluarkan melalui uretra. Kapasitas maksimum
dari kandung kemih pada orang dewasa sekitar 200 – 450 ml,
sedangkan untuk anak menurut formula koff adalah :
9

Kapasitas kandung kemih = (umur (tahun) + 2 x 30 ml

Pada keadaan penuh akan memberikan rangsangan pada saraf aferen


ke pusat miksi sehingga terjadi kontraksi otot detrusor yang
mendorong terbukanya leher kandung kemih, sehingga terjadi proses
berkemih.

d. Uretra
Uretra merupakan saluran dari leher kandung kemih ke lubang luar
meatus uretra. Uretra mempunyai tugas mengangkut urine dari
kandung kemih ke meatus. Panjang uretra pada laki – laki antara 17 –
22,5cm, sedangkan pada Wanita antara 2,5 – 3,5 cm. uretra
mempunyai tiga lapisan jaringan sebagai berikut :
1) Lapisan otot
Lapisan otot adalah otot sambungan dari kandung kemih. Otot ini
berawal dari sfingter uretra internal terdiri dari beberapa jaringan
seperti jaringan elastic dan serat otot polos yang merupakan
kendali dari saraf otonom.
2) Submukosa
Submukosa merupakan dalah lapisan berongga yang berisi saraf
serta pembuluh darah.
3) Mukosa
Lapisan mukosa merupakan saluran mukosa yang ada di kandung
kemih pada bagian atas uretra. Sedangkan pada bagian bawah
terdiri dari epitelium skuamosa berlapis
3. Proses Pembentukan Urine
Urine adalah cairan sisa metabolisme yang dihasilkan ginjal dan
dikeluarkan dari tubuh melalui kencing. Urine terdiri atas air dan bahan-
bahan yang terlarut di dalamnya. Bahan-bahan terlarut tersebut berupa
sisa metabolisme tubuh seperti urea, garam terlarut, serta materi organik
lainnya.
10

Proses pembentukan urine melalui 3 tahapan, yaitu proses filtrasi


(penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan proses augmentasi
(pengeluaran zat). Masing-masing proses pembentukan urine dapat
dijelaskan sebagai berikut :

a. Proses filtrasi (penyaringan)


Proses pembentukan urine diawali dengan filtrasi atau penyaringan
darah. Penyaringan ini dilakukan oleh glomerulus pada darah yang
mengalir dari aorta melalui arteri ginjal menuju ke badan Malpighi.
Penyaringan akan memisahkan 2 zat. Zat bermolekul besar beserta
protein akan tetap mengalir di pembuluh darah, sedangkan zat
sisanya akan tertahan. Zat sisa hasil penyaringan ini disebut urine
primer (filtrat glomerulus). Urine primer biasanya mengandung air,
glukosa, garam serta urea. Zat-zat tersebut akan masuk dan disimpan
sementara dalam Simpai Bowman.
b. Proses reabsorpsi (penyerapan kembali)
Setelah urine primer tersimpan sementara dalam Simpai Bowman,
mereka kemudian akan menuju saluran pengumpul. Dalam
perjalanan menuju saluran pengumpul inilah, proses pembentukan
urine melalui tahapan reabsorpsi. Zat-zat yang masih dapat
11

digunakan seperti glukosa, asam amino, dan garam tertentu akan


diserap lagi oleh tubulus proksimal dan lengkung Henle. Penyerapan
kembali dari urine primer akan menghasilkan zat yang disebut
dengan urine sekunder (filtrat tubulus). Urine sekunder memiliki ciri
berupa kandungan kadar ureanya yang tinggi.
c. Proses augmentasi (pengeluaran zat)
Urine sekunder yang dihasilkan tubulus proksimal dan lengkung
Henle akan mengalir menuju tubulus kontortus distal. Di sini, urine
sekunder akan melalui pembuluh kapiler darah untuk melepaskan
zat-zat yang sudah tidak lagi berguna bagi tubuh. Selanjutnya,
terbentuklah urine yang sesungguhnya. Urine ini akan mengalir dan
berkumpul di tubulus kolektivis (saluran pengumpul) untuk
kemudian bermuara ke rongga ginjal. Dari rongga ginjal, proses
pembentukan urine diakhiri dengan mengalirnya urine sesungguhnya
melalui ureter untuk menuju kandung kemih (vesika urinaria).
Apabila kandung kemih telah penuh dan cukup mengandung urine,
ia akan tertekan sehingga akan menghasilkan rasa ingin buang air
kecil pada tubuh. Urine kemudian dialirkan melalui saluran
pembuangan yang disebut uretra.

4. Proses Mikturisi
Menurut Dhale (2022), mekanisme proses miksi (mikturisi) atau proses
berkemih ialah proses di mana kandung kencing akan mengosongkan
dirinya waktu sudah penuh dengan urine. Mikturisi adalah proses
pengeluaran urine sebagai gerak refleks yang dapat dikendalikan
(dirangsang/dihambat) oleh sistem persarafan dimana gerakannya
dilakukan oleh kontraksi otot perut yang menambah tekanan intra
abdominalis, dan organ organ lain yang menekan kandung kencing
sehingga membantu mengosongkan urine. Refleks mikturisi adalah
refleks medulla spinalis yang bersifat otonom, yang dikendalikan oleh
suatu pusat di otak dan korteks serebri. Refleks mikturisi merupakan
penyebab dasar berkemih. Dalam keadaan normal kandung kemih dan
12

uretra berhubungan secara simultan dalam penyimpanan dan pengeluaran


urine. Selama penyimpanan, leher kandung kemih dan uretra proksimal
menutup, dan tekanan intra uretra berkisar antara 20-50 cmH2O.
Sementara itu otot detrusor berelaksasi sehingga tekanan kandung kemih
tetap rendah. Mekanisme berkemih terdiri dari 2 fase, yaitu fase pengisian
dan fase pengosongan kandung kemih :
a. Fase pengisian (Filling phase)
Untuk mempertahankan kontinensia urine, tekanan intra uretra
selamanya harus melebihi tekanan intra vesikal kecuali pada saat
miksi. Selama masa pengisian, ternyata hanya terjadi sedikit
peningkatan tekanan intra vesika, hal ini disebabkan oleh kelenturan
dinding vesika dan mekanisme neural yang diaktifkan pada saat
pengisian vesika urinaria. Mekanisme neural ini termasuk reflek
simpatis spinal yang mengaktifkan reseptor & pada vesika urinaria
dan menghambat aktivitas parasimpatis. Selama masa pengisian
vesika urinaria tidak ada aktivitas kontraktil involunter pada
detrusor. Tekanan normal intra vesika maksimal adalah 50 cmH2O
sedangkan tekanan intrauretra dalam keadaan istirahat antar 50-100
cmH2O. Selama pengisian vesika urinaria, tekanan uretra perlahan
meningkat. Peningkatan pada saat pengisian vesika urinaria
cenderung kearah peningkatan aktivitas otot lurik sfingter. Reflek
simpatis juga meningkatkan stimulasi reseptor a pada otot polos
uretra dan meningkatkan kontraksi uretra pada saat pengisian vesika
urinaria.
b. Fase miksi (Voiding phase)
Selama fase miksi terjadi penurunan tekanan uretra yang mendahului
kontraksi otot detrusor. Terjadi peningkatan intravesika selama
peningkatan sensasi distensi untuk miksi. Pusat miksi terletak pada
batang otak. Reflek simpatis dihambat, aktivitas efferent somatic
pada otot lurik sfingter dihambat dan aktivitas parasimpatis pada otot
detrusor ditingkatkan. Semua ini menghasilkan kontraksi yang
13

terkoordinasi dari otot detrusor bersamaan dengan penurunan


resistensi yang melibatkan otot lurik dan polos uretra.
Terjadi penurunan leher vesika urinaria dan terjadi aliran urine.
Ketika miksi secara volunter, dasar panggul berkontraksi untuk
meninggikan leher vesika urinaria kearah simfisis pubis, leher vesika
tertutup dan tekanan detrusor menurun. Pengeluaran urine secara
volunter biasanya dimulai dengan cara sebagai berikut : Mula-mula,
orang tersebut secara volunter mengkontraksikan otot perutnya, yang
akan meningkatkan tekanan di dalam kandung kemih dan
memunkinkan urine tambahan memasuki leher kandung kemih dan
uretra posterior dalam keadaan di bawah tekanan, sehingga
meregangkan dindingnya. Hal ini memicu reseptor regang, yang
mencetuskan mikturisi dan secara bersamaan menghambat sfingter
uretra eksterna. Biasanya, seluruh urine akan dikeluarkan, dan
menyisakan tidak lebih dari 5-10 milimeter urine di dalam kandung
kemih. Atau dapat dijelaskan melalui skema berikut : Pertambahan
volume urine akan menyebabkan tekanan intra vesicalis meningkat,
oleh karena itu terjadi keregangan dinding vesikalis m.detrusor), hal
tersebut menimbulkan sinyal - sinyal miksi ke pusat saraf lebih
tinggi (pusat kencing) untuk diteruskan kembali ke saraf- saraf spinal
dan timbul refleks spinal melalui Pelvicus dan kemudian timbul
perasaan tegang pada vesika urinaria sehingga menimbulkan
permulaan perasaan ingin berkemih,

B. PENGKAJIAN DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Pengkajian
a. Konsep Dasar Pengkajian Sistem Perkemihan
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan yang
sangat penting untuk dilakukan. Ketepatan dalam melakukan
pengkajian akan menentukan ketepatan dalam merumuskan diagnosa
dan perencanaan keperawatan yang pada akhirnya akan memberikan
hasil evaluasi yang tepat. Komponen pengkajian keperawatan sangat
14

penting dilakukan secara komprehensif yang dimulai dari pengkajian


identitas pasien, anamnesa pada pasien, keluarga, pemeriksaan
kesehatan, meninjau riwayat atau catatan kesehatan pasien fisik dan
pemeriksaan diagnostik serta konsultasi dengan anggota tim kesehatan
yang lain.
b. Anamesis
Wawancara atau anamnesa dalam pengkajian keperawatan sistem
perkemihan merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat karena
memungkinkan 80% diagnosis masalah pasien dapat ditegakkan dari
anamnesis. Dalam melakukan anamnesis pada pasien sangat penting
bagi perawat untuk mengarahkan pertanyaan pada permasalahan
aktual yang dikeluhkan oleh pasien, karena pasien dengan gangguan
sistem perkemihan memiliki karakteristik yang unik dalam hal
keadaan umum, sehingga anamnesis yang ditujukan secara langsung
sesuai dengan tujuan yang diharapkan akan memberikan gambaran
yang jelas terkait dengan kondisi pasien.
1) Identitas Klien
2) Keluhan Utama
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
5) Pengkajian Psikososial Spiritual
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Status kesehatan secara umum: lemah, letarghi
b. Tanda – tanda vital
Tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
c. Pemeriksaan fisik sistem perkemihan kemungkinan kelainan yang
ditemukan
1) Inspeksi
a) Kulit dan membran mukosa. Catat warna, turgor, tekstur, dan
pengeluaran keringat. Kulit dan membran mukosa yang pucat,
indikasi gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Tampak
15

ekskoriasi, memar, tekstur kulit kasar atau kering. Penurunan


turgor kulit merupakan indikasi dehidrasi. Edema, indikasi
retensi dan penumpukkan cairan
b) Mata: kaji palpebra edema palpebra pada sindrom nefrotik,
GGK. Kaji konjungtivas, tampak anemis pada GGK
c) Mulut: Stomatitis, napas bau amonia
d) Leher peningkatan JVP pada GGK dan sindrom nefrotik
e) Abdomen: Pasien posisi terlentang. catat ukuran, kesimetrisan,
adanya massa atau pembengkakan, kembung. Pembesaran atau
tidak simetris, Nyeri permukaan indikasi disfungsi renal.
Distensi atau perut yang nyeri menetap, distensi, kulit
mengkilap atau tegang.
f) Meatus urinary
1. Laki-laki posisi duduk atau berdiri, tekan ujung gland penis
dengan memakai sarung tangan untuk membuka meatus
urinary.
2. Pada wanita posisi dorsal litotomi, buka labia dengan
memakai sarung Perhatikan meatus urinary tangan.
3. Kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya cairan, indikasi
infeksi. Pada laki-laki biasanya terdapat deviasi meatus
urinary seperti defek kongenital
2) Palpasi
a) Ginjal
1. Ginjal kiri jarang dapat teraba, meskipun demikian
usahakan untuk mempalpasi ginjal untuk mengetahui
ukuran dan sensasi. Jangan lakukan palpasi bila ragu
karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
2. Posisi pasien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah
kanan.
3. Letakkan tangan kiri dibawah abdomen diantara tulang iga
dan lengkung iliaka. Tangan kanan dibagian atas.
mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan atau ascites.
16

Distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Jika terjadi


pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma
atau patologis renal yang serius. Pembesaran kedua ginjal,
indikasi polisistik ginjal. Tenderness/ lembut pada palpasi
ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal kronik.
Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
4. Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan
sementara tangan kiri mendorong ke atas.
5. Lakukan hal yang sama untuk ginjal kanan.
b) Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali
terjadi distensi urin maka palpasi dilakukan di daerah simpisis
pubis dan umbilicus. Jika kandung kemih penuh maka akan
teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
3) Perkusi
a) Ginjal
1. Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.
2. Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut
kostovertebral (CVA), lakukan perkusi atau tumbukan di
atas telapak tangan dengan menggunakan kepalan tangan
dominan.
3. Ulangi prosedur untuk ginjal kanan
Tenderness dan nyeri pada perkusi CVA merupakan
indikasi glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
b) Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali
volume urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung
kemih dapat diperkusi sampai setinggi umbilicus. Sebelum
melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi
di atas region suprapubic. Jika kandung kemih penuh atau
17

sedikitnya volume urin 500 ml, maka akan terdengar bunyi


dullness (redup) di atas simpisis pubis.
4) Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas
sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar
bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka
indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri
ginjal).

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Damayanti (2020), berikut merupakan pemeriksaan penunjang pada
sistem perkemihan :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan urine Urinalisis
Tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis
infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis
penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes
melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap
status kesehatan umum yang meliputi Uji Makroskopik, Uji Kimiawi
dan Uji Mikroskopik. Pemeriksaan urine rutin yaitu terdiri dari :

No Pemeriksaan Keterangan Nilai normal


rutin urin

1. Jumlah urine Tujuan: Jumlah urin 24


a. Adanya gangguan jam antara
faal ginjal 800-1300 pada
b. Adanya kelainan orang dewasa
kesetimbangan
cairan badan
Pengukuran umlah
urine:
18

a. Urin 24 jam
b. Urin sewaktu
2. Warna urine Urine di temukan oleh Warna urine
besarnya dieuresis. normal
Interpretasi : tidak berkisar
berwarna, kining muda, anatara kuning
kuning tua, kuning muda dan
bercampur merah, kuning tua
merah, coklat, kuning
bercampur hijau, putih
serupa susu, dll.

Kejernihan Interpretasi : jernih, Kejernihan


agak keruh,keruh, atau normal : jernih
sangat keruh

3. Berat jenis Menggunakan Berat jenis urin


urinometer 24 jam orang
Makjun besar diuresis normal 1016-
maka makin rendah 1022
berat jenis

Bau urine Bau berlainan dari yang Bau urin


normal isa berasal dari normal
makanan, obat-obatan, disebabkan
amoniak, ketonuria, dan oleh asam-
bau busuk asam organik
yang mudah
menguap

Derajat PH keasaman urin Batas normal


keasaman memakai kertas pH 4,6-8,5 urin
indikator 24 jam
mempunyai
19

pH rata-rata
6,2

4. Protein Menyatakan adanya Normal : (-)


protein dalam urin tidak ada
berdasarkan kepda kekeruhan
timbulnya kekeruhan
Interpretasi :
a. Positif (+) : adanya
kekeruhan ringan
tanpa butiran, kadar
protein kira-kira
0,01-0,05%
b. Positif (++) :
kekeruhan mudah
dilihat dan nampak-
nampak(0.05-0,2%)
c. Positif (+++) : urin
jelas keruh dan
kekeruhan itu
berkeping keping
(0,2-0,5%)
d. Positif (++++) :
urine sangat keruh
dan kekeruhan
berkeping-keping
besar atau
bergumpal-
gumpal(>0,5%)
5. Glukosa a. Untuk menentukan Semikuantitatif
glukosa dalam urine : normal (-)
b. Dengan cara tetap biru
semikuantitatif dan jernih atau
20

kuantitatif sedikit
c. Interpretasi: kehijau-
1) Positif + : hijau hijauaan dan
kekuning- agak keruh
kuningan dan
keruh (0,5-1%)
2) Positif ++ :
kuning keruh (1-
1,5%)
3) Positif +++ :
jingga atau
warna lumpur
kruh(2,5-3%)
4) Positif ++++ :
merah keruha
(>3,5%)
Bilirubin Interpretasi : adanya
warna hijau pada
presipitasi di kertas
saring

Kalsium a. Berguna menilai Nilai normal :


kelainan faal gl tidak terjadi
paratiroidea dan kekeruhan
gangguan (-) tidak terjadi
metabolisme pada kekeruhan
umumnya (+) terjadi
b. Interpretasi kekeruhan
1) Positif ++ : halus
kekeruhan
sedang
2) Positif +++ :
kekeruhan berat
21

yang timbul < 2


detik
3) Positif ++++ :
kekeruhan yang
terjadi seketika
6. Pemeriksaaan Interpretasi: Epitel : normal
sedimen a. Sel epitel hampir ditemukan
selalu ada.sel epitel Leukosit
bulat banyak normal : <
menandakan 5/LPB
glomerulus Kristal-kristal
b. Oval fat bodies dalam urin
ditemukan sel epitel normal yaitu
bulat yang kristal asam
mengalami urat(dalam
degenerasi lemak urin asam urat)
pda sindrom nefrotik calsium
c. Leukosit,bila > 5 osksalat(dalam
leukosit/LPB artinya urin netral)
da proses
peradangan, tumor,
dll
d. Eritrosit , bila >1
eritrosit/LPB artinya
ada radang , trauma,
diastesis hemoragik,
dll
e. Benang lendir,
didapat pada iritasi
permukaan selaput
lendir traktus
urogenitalis bagian
22

distal
f. Kristal. Dalam urin
menunjukan
keaadaan abnormal
dengan ditemukan
leusin, sistin,
kolestrol, dll

b. Pemeriksaan bakteorologi
Pemeriksaan Interpretasi Nilai normal
bakteriologi

Pemeriksaan a. Jumlah kuman Jumlah kuman <


bakteriologi antara 10.000- 10.000 /ml urin
100.000 /ml urin
dilakukan dengan
berarti satu infeksi
cara kuantitatif dalam saluran urin
dengana cara b. Jumlah kuman
100.000berarti
memperhitungkan
infeksi
berapa banyak
kuman didapat rata-
rata/ mll urine
pemeriksaan
sedimen urine
dengan cara Gram
dan Zhile Neels, dan
dengan kultur urine

c. Pemeriksaan darah
No Pemeriksaan darah Keterangan Nilai normal

1 a. Darah rutin Bertujuan untuk Hb:


b. Hb menilai kerusakan ♀12-14g/dl
pada ginjal contoh
23

c. LED pasien yang ♂13-16 g/dl


d. Leukosit anemia LED:
e. Hitung trombosit kemungkinan ♀ < 10mm/jam
f. Hitung jenis gagal ginjal ♂ <15mm/jam
leukosit Leukosit: 5000-
10.000 ul
Trombosit:
150.000-
400.000/ul
Hitung jenis
leukosit:
0-1 1-3 2-6 50-70
20-40 2-8

2 a. Faal ginjal Kllirens kratini Ureum darah: 20-


b. Kadar kreatinin menunjukan 40mg/dl
c. Kadar ureum kemampuan Kreatini: 0,5-1,5
atau BUN filtrasi ginjal. mg/dl
d. Kliren kratinin Dalam menilai Klirens kreatini:
faal ginjal 80-120 ml/menit
pemeriksaan ini
lebih pekadari
pada pemeriksaan
kreatinin BUN.
Memeriksa klierns
kreatini dengan
menampung urine
24 jam.

2. Prosedur diagnostik
No Pemeriksaan Keterangan Indikasi Kontra
24

radiologi indikasi

1. Foto polos a. Untuk foto Setiap -


abdomen skrining untik pemeriksa
pemeriksaan an traktus
urologi urinarius
b. Yang
diperhatikan
bayangan,
besar dan
posisi kedua
ginjal
2. Pielografi intra Foto dapat Keadaan a. Pasien
vena menggambarkan fungsi riwayat
keadaan sistem ginjal alergi
urinaria melalui masih baik b. Pasien
bahan kontras gagal
radio opak ginjal
Pencitraan ini
menunjukan
kelainan anatomi
dan kelanian
fungsi ginjal

3. Ultrasoundgrafi Pemeriksaan ini


tidak invasif dan
tidak
menimbulkan
efek radias. USG
dapat
membedakan
antara masa
hiperechoik dan
25

masa kitus
(hipoechoik).
Pemeriksaan pada
ginjal bertujuan
untuk:
a. Mendeteksi
keberadaaan
dan keadaaan
ginjal
b. Sebagai
penuntut saat
melakkukan
pungsi ginjal
c. Pemeriksaan
penyaring
adanya
dugaan
trauma
ringan pada
ginjal

4. CT scan dan Pemeriksaan ini Pasien


MRI banyak digunakan diduga ada
untuk tumor
menentukan pada
penderajatan traktus
tumor yaitu batas- urinarius
batas tumor,
invasi organ
sekitar tumor dll
26

3. Prosedur endoskopi
Ultrasound Ginjal, gelombang suara berfrekuensi tinggi, tidak terdengar
ditransmisikan dari sebuah transducer menuju ginjal dan struktur
sekitarnya. Pantulan gelombang dikonversikan menjadi citra anatomis dan
ditampilkan pada layar monitor. Mendeteksi akumulasi cairan, massa,
malformasi, perubahan ukuran, obstruksi, bentuk, posisi,komplikasi
setelah transplantasi,

a. Prosedur
1) Telungkup/ duduk
2) Jely konduktif ultrasonik dioles pada area yang akan discan
3) Transducer digerakan di atas jelly memancarkan berkas suara
melewati jaringan tubuh dengan beda kepadatan
4) Direfleksi ke transducer sebagai gaung
5) Diubah menjadi impuls listrik ditayangkan pada osiloskop (30
menit)
6) Klien diminta bernafas dalam untuk menunjukkan gerakan ginjal
slmrespirasi
b. Setelah tes
1) Bersihkan jelly
2) Diet biasa
c. Hasil normal
1) Ukuran, letak ginjal normal
d. Hasil abnormal
1) Kista penuh cairan
2) Tidak memantulkangelombang suara, tumor
3) gemaganda, bentuk - bentuk tidak teratur, abses memantulkan
sedikit gelombang.

4. Biopsi Renal
Biopsi ginjal dilakukan dengan menusukkan jarum biopsi melalui kulit ke
dalam jaringan renal atau dengan melakukan biopsi terbuka melalui luka
27

insisi yang kecil didaerah pinggang. Pemeriksaan ini berguna untuk


mengevaluasi perjalanan penyakit ginjal dan mendapatkan spasimen bagi
pemeriksaan mikroskopik elektron serta imunofluoresen. Khususnya bagi
penyakit glomerulus. Sebelum biopsi dilakukan, pemeriksaan koagulasi
perlu dilakukan lebih dahulu untuk mengidentifikasi setiap resiko
terjadinya perdarahan pascabiopsi. Menentukan sifat, luas, danprognosis
penyakit ginjal, mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa
dengan teknik mikroskopik canggih, metode: perkutan tertutup atau
pembedahan terbuka, mendiagnosa penyakit ginjal, monitorkemajuan
penyakit ginjal, mencekefektivitas terapi.
a. Sebelum tes
1) Inform consent
2) Penkes prosedur, sensasi
3) Kaji pemeriksaan hematologi (hitung darah lengkap, waktu
perdarahan, waktu protombin, jumlah trombosis, tipe serta
pemeriksaan silang untuk kemungkinan transfusi)
4) Ambil spesimen urin untuk analisis rutin,kultur, sensitivitas
5) IVP, USG, foto polos abdomen
6) Membantu menentukan tempat biopsy
7) Puasa 8 jam sebelum tes
b. Prosedur
1) Anestesi local
2) Berbaring pada permukaan rata dengan bantal/ kantong pasir
dibawah perut untuk meninggikan ginjal
3) Nafas dalam saat ginjal diraba
4) Tahan nafas, tidak bergerak
5) Jarum anestesi masuk melalui otot- otot punggung sampai
ditarik Kembali
6) Dibuat insisi kecil pada kulit teranestesi, tahan nafas & tidak
bergerak saat dokter menusukkan jarum (jarum biopsi) untuk
mengambil specimen
7) Implikasi keperawatan selama prosedur:
28

8) Beri dukungan emosional, turunkan kecemasan


9) Latih pernafasan
10) Jelaskan sensasi yg dirasakan
c. Setelah test
1) Tekan area biopsi 3-5 menit untukmenghentikan perdarahan,
pasangperban
2) Baring terlentang paling sedikit selama12 jam u/ meminimalkan
perdarahan
3) Pantau TV, perdarahan, nyeri, baluttekan
4) Observasi warna, jml, karakteristik urin
5) Pemeriksaan hematologi
6) Konsumsi cairan peroral
7) Kurangi aktivitas berat selama 2 minggu
d. Kontraindikasi
Kanker ginjal,gangguan perdarahan, hipertensi, hanya ada 1 ginjal
e. Komplikasi
Perdarahan, hematoma,fistula arteriovenous, infeksi
f. Hasil normal
Irisan jaringan menunjukkan struktur normal
g. Hasil abnormal
Kanker atau penyakit ginjal lainnya.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sistem Perkemihan adalah suatu sistem dimana proses penyaringan bekerja
sedemikian rupa sehingga darah melepaskan zat – zat yang tidak di gunakan
tubuh dan menyerap zat – zat yang masih di gunakan tubuh. Sistem
Perkemihan terdiri dari ginjal, kandung kemih, dan uretra. Semua komponen
berfungsi mengatur jumalah dan komposisi cairan tubuh dan meneluarkan
produk limbah dari urin.

Wawancara dalam pengkajian sistem perkemihan merupakan hal utama yang


dilaksanakan perawat karena memungkinkan 80 % diagnosis masalah pasien
dapat di tegakkan dari anamnesis. Sangat penting bagi perawat untuk
mengarahkan pertanyaan pertanyaan pada apermasalahan aktual, karena
pasien dengan gangguan sistem perkemihan memiliki karakteristik unik
dalam hal keadaan ummum sehingga diagnosis dapat ditegakkan yang akan
menentukan perencanaan dan implementasi serta menghasilkan evaluasi
yang baik. Selain menggunakan wawancara untuk menegakkan diagnosis
dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang dan juga pemeriksaan
diagnostik yang dapat membantu penegakkan diagnosis.

B. SARAN
Sistem perkemihan merupakan salah satu sistem yang penting bagi tubuh
untuk membuang sisa metabolisme tubuh. Mengingat sistem yang penting
untuk tubuh manusia sehingga kita perlu untuk menjaga sistem perkemihan
dengan kebiasaan hidup sehat
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, S. (2020). Sistem Perkemihan Dan Endokrin. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Dhale, Y. (2022). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan SDKI, SIKI, Dan SLKI. Bandung: CV Media Sains Indonesia.
Sarpini, R. (2017). Anatomi Dan Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Paramedis.
Bogor: Penerbit In Media.
Suarnianti. (2016). Anatomi Dan Fisiologi Pada Tubuh Manusia. Yogyakarta:
Indonesia Pustaka.
Sherwood, L. (2016). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai