Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THALASEMIA

Dianjurkan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak

Dosen Pembimbing :
Hj. Dedeh Hamdiah. M.Kep
Ns.Risna Yuningsih, M.Kep., Sp.Kep.An
Disusun Oleh : Kelompok 5
Anggie Sephiani (8801190082)
Indah Sukma Ningrum (8801190084)
Fitria Melhani (8801190088)
Sri Wardatsus Sholehah (8801190094)
Heni Yuliana Sari (8801190098)
Siska Anggraeni (8801190099)

KELAS IIA D3 KEPERAWATAN

DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,dan juga
berterimakasih kepada ibu Hj. Dedeh Hamdiah, S. Kep., M. Kep yang telah
memberikan tugas sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari mata kuliah konsep dasar keperawatan dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Thalasemia”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Serang, 20 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................i

DAFTAR ISI .....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

1.Konsep Penyakit..........................................................................................3
A. Definisi .................................................................................................3
B. Etiologi .................................................................................................4
C. Klasifikasi ............................................................................................5
D. Patofisiologi .........................................................................................6
E. Pathway.................................................................................................7
F. Manifestasi Klinis ................................................................................8
G. Komplikasi ...........................................................................................8
H. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................10
I. Penatalaksanaan ...................................................................................13

2. Asuhan Keperawatan .................................................................................15

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan ...............................................................................................31
b. Saran .........................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh
mensintesis subunit α atau β-globin pada hemoglobin dalam jumlah yang abnormal
(lebih sedikit).1,2 Penyakit ini menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan
penghancuran sel darah merah (eritrosit) yang berlebihan, sehingga dapat
menyebabkan anemia.3,4 Thalassemia diturunkan secara autosomal resesif menurut
hukum Mendel dari orang tua penderita. Thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit
dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia
minor atau thalassemia trait (carrier) hingga yang paling berat (bentuk homozigot)
yang disebut thalassemia mayor yang sangat tergantung pada transfusi. Bentuk
heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit
thalassemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang
mengidap penyakit thalassemia.
Secara epidemiologi insiden thalassemia tinggi pada Laut Tengah, wilayah
tropis dan subtropis di Afrika, dan Asia terutama Asia Tenggara.6,7 Thalassemia di
Indonesia merupakan kelainan genetik yang paling banyak ditemukan. Jumlah
pembawa sifat thalassemia di Indonesia adalah 3-5%, bahkan di beberapa daerah
mencapai 10% sedangkan angka pembawa sifat HbE berkisar antara 1,5-36%
Berdasarkan hasil penelitian Atmakusuma tahun 2009 dengan memperhitungkan
angka kelahiran dan jumlah penduduk Indonesia, diperkirakan jumlah pasien
thalassemia baru yang lahir setiap tahun 2 di Indonesia cukup tinggi, yakni sekitar
2.500 anak
Penderita thalassemia mayor dengan anemia berat (kadar Hb dibawah 7 gr/dl)
harus mendapatkan transfusi darah seumur hidup untuk mengatasi anemia dan
mempertahankan kadar haemoglobin 9-10 gr/dl. Pemberian transfusi darah yang
berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi hemosiderosis dan hemokromatosis,
yaitu menimbulkan penimbunan zat besi dalam jaringan tubuh (iron overload)
sehingga dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh seperti hati, limpa, ginjal,
jantung, tulang dan pankreas. Transfusi tetap dibutuhkan oleh pasien thalassemia
karena tanpa transfusi yang memadai penderita thalassemia mayor akan meninggal
pada dekade kedua

1
Komplikasi endokrin sering kali muncul pada thalassemia mayor yang
memerlukan transfusi secara rutin dan terus-menerus, termasuk disfungsi tiroid.
Bentuk disfungsi tiroid yang paling sering terjadi adalah hipotiroidisme yang akan
mengakibatkan menurunnya produksi hormon tiroid. Hipotiroidisme pada umumnya
bermanifestasi saat penderita thalassemia menginjak usia 10 tahun. Hormon tiroid
sangat diperlukan untuk metabolisme, pertumbuhan tulang, sintesis protein, dan
maturasi jaringan saraf termasuk otak. Hormon tiroid memegang peranan penting
dalam pertumbuhan seseorang sehingga bila terjadi kekurangan hormon tiroid,
metabolisme dan pertumbuhan tubuh pastinya akan terganggu.10 Terdapat perbedaan
antara frekuensi hipotiroidisme tergantung pada wilayah, kualitas manajemen
penyakit, dan penatalaksanaan thalassemia. 9 Hipotiroidisme terjadi akibat
berkurangnya hormon tiroid (T3 dan T4) yang beredar dalam darah. Produk utama
dari kelenjar tiroid adalah hormon T4, sedangkan T3 hanya sekitar 20% dari kelenjar
tiroid langsung.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu thalasemia?
2. Bagaimana mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui apa itu thalasemia
2. Mahasiswa mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan dengan thalasemia

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Konsep Penyakit
A. Definisi
Thalasemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalasso yang berarti laut.
Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter Thomas B. Cooley tahun 1925 di daerah
Laut Tengah, dijumpai pada anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran
limfa setelah berusia satu tahun. Anemia dinamakan splenic atau eritroblastosis atau
anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya (Ganie,
2005).
Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan
pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel
darah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur
pendek kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia (Herdata.N.H. 2008 dan
Tamam.M. 2009).
Thalasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,
dikarakteristikkan dengan defisiensi sintesis rantai globulin spesifik molekul
hemoglobin (Muscari, 2005)
Penyakit darah herediter yang disertai abnormalitas sintesis hemoglobin
(Suryanah, 1996).
Thalasemia adalah penyakit bawaan dimana sistem tubuh penderitanya tidak
mampu memproduksi hemoglobin yang normal (Pudjilestari, 2003).
Sindrom thalasemia merupakan kelompok heterogen kelainan mendelian yang
ditandai oleh defek yang menyebabkan berkurangnya sintesis rantai α- atau β-globin
(Mitcheel, 2009).
Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan kepada anaknya. Anak yang
mewarisi gen Thalasemia dari satu orang tua dan gen normal dari orang tua lain
adalah seorang pembawa (carriers). Anak yang mewarisi gen Thalasemia dari kedua
orangtuanya akan menderita Thalasemia sedang sampai berat (Munce & Campbell,
2009).

3
B. Etiologi

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan


secara resesif. ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. Dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari). kerusakan tersebut karena hemoglobin yang
tidak normal (hemoglobinopatia). Sebagian besar penderita thalassemia terjadi karena
factor turunan genetic pada sintesis hemoglobin yang diturunkan oleh orang tua
(Suriadi, 2006).

Sementara menurut Ngastiyah (2006) Penyebab kerusakan tersebut karena


hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini
karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh gangguan structural
pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya pada HbS, HbF, HbD dan
sebagainya, selain itu gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai globin seperti
pada thalassemia.

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan
dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan.
Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang
tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi
pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan
dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan.
Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang
tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi
pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.

Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis


yang utama adalah :

1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa – Thalasemia paling sering


ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen).

2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta – Thalasemia pada orang di daerah
Mediterania dan Asia Tenggara.

4
C. Klasifikasi

Klasifikasi dari penyakit thalassemia menurut Suriadi (2006) yaitu :

a. Thalassemia alfa

Thalassemia alfa merupakan jenis thalassemia yang mengalami penurunan


sintesis dalam rantai alfa.

b. Thalassemia beta

Thalassemia beta merupakan jenis thalassemia yang mengalami penurunan


pada rantai beta. Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan,

Hockenberry & Wilson (2009) mengklasifikasikan Thalasemia menjadi :

1) Thalasemia Minor

Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang sehat namun
orang tersebut dapat mewariskan gen Thalasemia pada anak-anaknya. Thalasemia
trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada sepanjang hidup penderita. Penderita
tidak memerlukan transfusi darah dalam hidupnya.

2) Thalasemia Intermedia

Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara Thalasemia mayor dan minor.


Penderita Thalasemia ini mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala, dan
penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup sampai dewasa.

3) Thalasemia Mayor

Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila kedua orangtua
mempunyai sifat pembawa Thalasemia (Carrier). Anak-anak dengan Thalasemia
mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan menderita kekurangan darah pada usia 3-
18 bulan. Penderita Thalasemia mayor akan memerlukan transfusi darah secara
berkala seumur hidupnya dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun.
Namun apabila penderita tidak dirawat penderita Thalasemia ini hanya bertahan hidup
sampai 5-6 tahun (Potts & Mandleco, 2007). (Bakta, 2003; Permono, dkk, 2006;
Hockenberry & Wilson, 2009). Thalasemia mayor biasanya menjadi bergejala sebagai
anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kehidupan. Transfusi darah

5
reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat dan
gagal jantung yang disebabkan oleh anemia (Nelson, 2000) dalam (Putri, 2015).

D. Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida
ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari
hemoglobin tak stabilbadan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC
yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara
terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,
menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab
primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena
defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial
dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada
gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya
hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan
absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta
proses hemolysis.

6
E. Pathway

7
F. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis penyakit
pada Thalasemia yaitu anemia. Anemia yang menahun pada Thalasemia disebabkan
eritropoisis yang tidak efektif, proses hemolisis dan reduksi sintesa hemoglobin
(Aisyi, 2005; Hockenberry & Wilson, 2009).
Pada beberapa kasus Thalassemia dapat ditemukan gejala-gejala seperti: badan
lemah, kulit kekuningan (jaundice), urin gelap, cepat lelah, denyut jantung meningkat,
tulang wajah abnormal dan pertumbuhan terhambat serta permukaan perut yang
membuncit dengan pembesaran hati dan limpa.
Pasien Thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejalagejala fisik berupa
hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus, perut membuncit akibat
hepatosplenomegali dengan wajah yang khas, frontal bossing, mulut tongos (rodent
like mouth), bibir agak tertarik, dan maloklusi gigi. Perubahan ini terjadi akibat
sumsum tulang yang terlalu aktif bekerja untuk menghasilkan sel darah merah, pada
Thalassemia bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang terutama tulang
kepala dan wajah, selain itu anak akan mengalami pertumbuhan yang terhambat.
Akibat dari anemia kronis dan transfusi berulang, maka pasien akan mengalami
kelebihan zat besi yang kemudian akan tertimbun di setiap organ, terutama otot
jantung, hati, kelenjar pankreas, dan kelenjar pembentuk hormon lainnya, yang
dikemudian hari akan menimbulkan komplikasi. Perubahan tulang yang paling sering
terlihat terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah. Kepala pasien Thalassemia
mayor menjadi besar dengan penonjolan pada tulang frontal dan pelebaran diploe
(spons tulang) tulang tengkorak hingga beberapa kali lebih besar dari orang normal.

G. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
thalassemia.

a. Komplikasi Jantung

Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan


penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, 25 aritmia atau detak jantung
yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung. Ada beberapa
pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta mayor, yaitu

8
pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun
sekali pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung
menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung. Perawatan untuk
meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi yang lebih
menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi angiotensin.

b. Komplikasi pada Tulang

Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh


kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi
adalah sebagai berikut:

1) Nyeri persendian dan tulang

2) Osteoporosis

3) Kelainan bentuk tulang

4) Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.

c. Pembesaran Limpa (Splenomegali)

Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah
yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah
darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar. Transfusi
darah yang bertujuan meningkatkan sel 26 darah yang sehat akan menjadi tidak
efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta mulai
menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan
limpa merupakan satusatunya cara untuk mengatasi masalah ini.Vaksinasi untuk
mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis, disarankan untuk
dilakukan jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan limpa, hal ini
dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak
Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat
fatal.

d. Komplikasi pada Hati

Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya
beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit

9
degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh
jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu, penderita thalassemia dianjurkan
untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan sekali.

Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat


antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan
terapi khelasi.

e. Komplikasi pada Kelenjar Hormon

Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap
zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi
khelasi, dapat mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi
pergantian hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa
pubertas yang terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa
komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:

1) Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme

2) Pankreas – diabetes

Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-
anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur pertumbuhannya.
Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja yang sudah memasuki
masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.

H. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan
definitive test. Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).

a. Screening test

1) Interpretasi apusan darah

Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada


kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.

10
2) Pemeriksaan osmotic fragility (OF)

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara


dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi
pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini:
Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF
berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan
satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60,
false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Wiwanitkit,
2007).

3) Indeks eritrosit

Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik.
Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).

4) Model matematika

Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan


parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit,
2007).

Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang


diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13
mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar
MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan.
Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah
dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).

b. Definitive test

1) Elektroforesis hemoglobin

11
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam
darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%,
Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi
sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan
untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-
5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia
mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa
juga mendeteksi Hb C, HbS dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).

2) Kromatografi hemoglobin

Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.


Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography
(HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat
kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia
β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta
menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2
(Wiwanitkit, 2007).

3) Molecular diagnosis

Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.


Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah
dapat juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

I. Penatalaksanaan
Pengobatan Thalasemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan dari
gangguan. Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta Thalasemia
cenderung ringan atau tanpa gejala dan hanya membutuhkan sedikit atau tanpa
pengobatan. Terdapat tiga standar perawatan umum untuk Thalasemia tingkat
menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi besi dan chelation, serta
menggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat perawatan lainnya adalah
dengan transplantasi sum-sum tulang belakang, pendonoran darah tali pusat, dan HLA
(Children's Hospital & Research Center Oakland, 2005).
a. Transfusi darah

12
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini merupakan
terapi utama bagi orang-orang yang menderita Thalasemia sedang atau berat.
Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan sel darah
merah dengan hemoglobin normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut,
transfusi darah harus dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah
merah akan mati. Khusus untuk penderita beta Thalasemia intermedia, transfusi
darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta
Thalasemia mayor (Cooleys Anemia) harus dilakukan secara teratur (Children's
Hospital & Research Center Oakland, 2005). Terapi diberikan secara teratur untuk
mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dl (Arnis, 2016).

b. Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)

Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya protein. Apabila
melakukan transfusi darah secara teratur dapat mengakibatkan penumpukan zat
besi dalam darah. Kondisi ini dapat merusak hati, 22 jantung, dan organ-organ
lainnya. Untuk mencegah kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk
membuang kelebihan zat besi dari tubuh. Terdapat dua obat-obatan yang
digunakan dalam terapi khelasi besi menurut National Hearth Lung and Blood
Institute (2008) yaitu:
1) Deferoxamine
Deferoxamine adalah obat cair yang diberikan melalui bawah kulit secara
perlahan-lahan dan biasanya dengan bantuan pompa kecil yang digunakan
dalam kurun waktu semalam. Terapi ini memakan waktu lama dan sedikit
memberikan rasa sakit. Efek samping dari pengobatan ini dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan dan pendengaran.

2) Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek sampingnya adalah
sakit kepala, mual, muntah, diare, sakit sendi, dan kelelahan.

c. Suplemen Asam Folat Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu
pembangunan sel-sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di
samping melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.

13
1) Transplantasi sum-sum tulang belakang Bone Marrow Transplantation (BMT)
sejak tahun 1900 telah dilakukan. Darah dan sumsum transplantasi sel induk
normal akan menggantikan selsel induk yang rusak. Sel-sel induk adalah sel- sel
di dalam sumsum tulang yang membuat sel-sel darah merah. Transplantasi sel
induk adalah satu-satunya pengobatan yang dapat menyembuhkan Thalasemia.
Namun, memiliki kendala karena hanya sejumlah kecil orang yang dapat
menemukan pasangan yang baik antara donor dan resipiennya (Okam, 2001).

2) Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood) Cord Cord blood adalah darah yang
ada di dalam tali pusat dan plasenta. Seperti tulang sumsum, itu adalah sumber
kaya sel induk, bangunan blok dari sistem kekebalan tubuh manusia.
Dibandingkan dengan pendonoran sumsum tulang, darah tali pusat non-invasif,
tidak nyeri, lebih murah dan relatif sederhana (Okam, 2001).

d. HLA (Human Leukocyte Antigens) Human Leukocyte Antigens (HLA) adalah


protein yang terdapat pada sel dipermukaan tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita
mengenali sel kita sendiri sebagai 'diri' dan sel „asing' sebagai lawan didasarkan
pada protein HLA ditampilkan pada permukaan sel kita. Pada transplantasi sumsum
tulang, HLA ini dapat mencegah terjadinya penolakan dari tubuh serta Graft versus
Host Disease (GVHD). HLA yang terbaik untuk mencegah penolakan adalah
melakukan donor secara genetik berhubungan dengan penerima (Okam, 2001).

14
2. Asuhan Keperawatan
Ruang : Mawar

Tanggal Pengkajian : 23 Maret 2021

Tanggal Praktek : 23 Maret 2021

A. Identitas Klien
Nama : An. H
Usia : 10 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah : Tn. P
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Nama ibu : Ny. SR
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Serang RT 03 RW 01, Banten
Tanggal masuk : 22 Maret 2021
Tanggal pengkajian : 23 Maret 2021
B. Keluhan Utama
Muka pucat dan badan terasa lemah, tidak bisa beraktifitas dengan normal
C. Riwayat Keluhan Saat Ini
Klien datang ke Poliklinik anak RS. Dr Sardjito dengan keluhan muka pucat dan badan
terasa lemah. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 5,2 gr/dl, leuko 9200/mmk, Trombosit
284.000,segmen 49 %, Limfosit 49%, batang 1%. Atas keputusan dokter akhirnya klien
dianjurkan rawat inap untuk mendapatkan tranfusi.
D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Prenatal
Selama hamil ibu klien memeriksakan kehamilannya secara teratur sebanyak 15
kali,Ibu mendapat multivitamin dan zat besi,Imunisasi TT 1x dan selama kehamilan
tidak ada keluhan.
15
2. Perinatal dan post natal
 Perinatal : ibu bersali di RS Kota dengan usia kehamilan 39 minggu dan ditolong
oleh bidan dengan jenis persalianan spontan. Saat ibu melahirkan, bayi langsung
menangis dengan berat 3,2 Kg dan kulit berwarna merah.
 Post natal : Pemeriksaan bayi dan masa nifas dilakukan di RS Puskesmas
setempat. Kondisi klien pada masa itu sehat.
3. Penyakit yang pernah diderita
Keluarga mengatakan bahwa pasien pernah mengalami demam sebelumnya
4. Hopitalis / tindakan operasi
Keluarga mengatakan bahwa pasien tidak pernah di operasi
5. Injury / kecelakaan
Keluarga mengatakan pasien tidak pernah mengalami kecelakaan
6. Alergi
Keluarga mengatakan bahwa pasien tidak mempuyai alergi
7. Imunisasi & tes laboratorium
Keluarga pasien mengatakan bahwa status imunisasi dasar pasien sudah lengkap.
Lengkap · Hepatitis B I,II,III umur 12 bulan,14 bulan dan 20 bulan · BCG 1 Kali
umur 1 bulan · DPT I,II,III umur 2,3,4 bulan · Polio I,II,III,IV umur 2,3,4,5 bulan ·
Campak 1 kali umur 9 bulan
8. Pengobatan
Pasien pernah diberikan obat paracetamol untuk menurunkan demamnya.
E. Riwayat Pertumbuhan
Tengkurap : 3 bulan Duduk : 6 bulan
Merangkak : 4 bulan Tumbuh Gigi : 6 bulan
Berjalan : 9 bulan
Berbicara : 6 bulan

F. Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh : Orang tua kandung (ibu dan ayah)
2. Hub. Dengan anggota keluarga : baik tidak ada masalah
3. Hub. Dengan teman sebaya : baik
4. Pembawaan secara umum : baik
G. Riwayat Keluarga

16
1. Sosial keluarga : Baik
2. Lingkungan Rumah : Baik
3. Penyakit keluarga : Tidak ada
H. Pengkajian Tingkat Perkembangan Saat Ini
1. Personal social
Pasien diasuh oleh orang tua kandungnya sejak lahir, hubungan dengan
anggota keluarga semuanya baik – baik saja, tidak ada konflik atau masalah dan
saling menyayangi satu sama lain.
2. Adaftif motoric halus
Pasien sudah bisa mengendalikan gerak tangan dan jari dan pasien juga sudah
bisa mencicipi makan dengan rasa yang berbeda
3. Bahasa
Pasien sudah berumur 1 tahun hanya mampu mengucapkan beberapa kata
yaitu “mama” , “papa”, dan beberapa kosakata lainnya, bahsasa yang digunakan
bahasa Indonesia.
4. Motorik kasar
Pasien sudah bisa berjalan sebelum menginjak satu tahun, dan pasien sudah
mulai bisa berlari
I. Pengkajian Pola Kesehatan Saat Ini
1. Persepsi kesehatan – pola manajemen kesehatan
Keluarga pasien mengatakan belum paham tentang status kesehatan saat ini, keluarga
pasien sangat khawatir jika mengetahui anaknya sakit.
2. Pola nutrisi –
Saat sakit, Jenis makan bubur alus, sayur, laukpauk, danbuah, Frekuensi : 3 x sehari,
Jumlahnya : 3 sampai 4 sendok, Frekuensi minum : 4-5gelas, Jenis minuman : Air
Putih
3. Pola eliminasi
Buang air kecil 1 hari sekali, buang air kecil frekuensi 3 kali sehari warna kuning
jernih dan tidak ada gangguan ataupun kelainan
4. Pola aktivitas – latihan
5. Pola tidur – istirahat
Jumlah tidur 5 – 7 jam perhari, pengantar tidur tidak ada, tidur siang ± 1 jam per hari
6. Pola persepsi – kognitif
An. H tidak tau tentang penyakitnya kerana masih kecil

17
7. Pola fungsional seksual
An. H berjenis kelamim laki laki dan sudah dikhitan
8. Pola manajemen – stress koping
An. H hanya bisa menangis saat sakit
9. System kepercayaan nilai
An. H dilahirkan pada keluarga yang menganut agama islam

J. Pemeriksaan fisik :

1. Tanda-tanda vital
a. Keadaan umum : lemah
b. Kesadaran : Compos mentis
:kuantitatif : E=4 V=6 M=5
c. Tekanandarah : 90/70 MmHg
d. Nadi : 80x/m (N: 60x/mnt – 120x/mnt)
e. Suhu : 38 C (N: 35 C – 37 C)
f. RR : 20x/m (16 – 20 x /mnt)
2. Antropometri
BB = 25 Kg
TB = 100 cm

3. Pemeriksaan Sistematika / persistem


A) Sistem pernafasan
 Inspeksi: Bentuk dada simetris, tidak ada kelainan bentuk dada, tidak ada
retraksi otot dada
 Auskultasi: RR 20x/mnt, irama irregular.
 Perkusi: Dullness.
 Palpasi: Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada Massa, Pernafasan irregular,
tidak ada ictus kordis
B) Sistem Kardiovaskuler dan Limfe
1. Inspeksi :
 Mukosa bibir kering, tidak ada clubbing finger, tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening, tidak ada vena jugularis, tidak cordis edema.
2. Palpasi

18
 Ictus cordis teraba, CRT>2 detik
3. Perkusi
 Suara resonan (sonor)
4. Auskultasi
 Terdengar bunyi jantung 1 dan 2 (lup dan dup)
5. Pengukuran
 HR : normal
 Nadi : 80x/m
C) Sistem Pencernaan
1. Inspeksi
 perut simetris, tidak ada stomatitis, turgor kulit tidak elastis.
2. Auskultasi
 Bising usus 3x/m
3. Palpasi
 Adanya nyeri tekan pada bagian abdomen kanan bawah, dan
terdapat nyeri lepas
4. Perkusi
 Timpani
D) Sistem penglihatan
1. Inspeksi
 Bentuk mata simetris, tidak ada peradangan pada konjungtiva,
warna selera klien tampak berwarna putih.
2. Palpasi
 Tekanan intraokuler kanan : 15,4000 mmHg dan mata kiri : 14,
9440 mmHg.
E) SistemPendengaran
1. Inspeksi
 Telinga tampak simetris kiri dan kanan
2. Palpasi
 Tidak ada nyeri post auricle
3. Test kemampuan pendengaran
 Garpu tala: normal
 Detak jam : normal
 Test berbisik : normal

19
F) Sistem Perkemihan
1. Inspeksi
 Tidak ada edema pada ekstremitas inferior, edema periorbial, dan
tidak terpasang kateter urine

2. Palpasi
 Keadaan kandung kemih normal dan tidak ada nyeri tekan
3. Perkusi
 Tidak ada nyeri ketuk ginjal

G) Sistem Muskuloskeletal
1. Inspeksi
 Bentuk tubuh mesomorph, keadaan umum lemah, bentuk
ekstremitas atas dan bawah normal, tidak ada edema, kemampuan
dalam bergerak lemah.
2. Palpasi
Uji kekuatan otot :
1 Kontraksi tidak ada bila lengan atau tungkai dilepaskan akan jatuh
100% pasif
2 Tidak ada gerakan, teraba atau terlihat adanya kontraksi otots edikit
3 Gerakan otot penuh menentang gravitasi dengan sokongan
4 Rentang gerak normal, menentang gravitasi
5 Gerakan normal penuh, menentang gravitasi dengan sedikit tahanan
6 Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan penahanan penuh

1 2
2 1

H) Sistem Endokrin
1. Inspeksi
 Tidak ada pembesaran tyroid
2. Palpasi
 Kelenjar tyroid: bentuk normal, bentuk simetris
I) Sistem Integumen

20
1. Inspeksi
 Kulit tidak elastis, keutuhan kuku normal, tidak ada lesi
2. Palpasi
 Turgor kulit tidak elastis, tidak ada edema

K. Data Penunjang

1. PemeriksaanLaboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan Masalah


23 Hemoglobin 7,1 11 – 13 g/dl Menurun
Maret Leukosit 14.000 4.000 – 12.000 sel/mm Meningkat
2021 Hematokrit 26,7 30 – 40 % % Menurun
Trombosit 312.000 150.000-450.000 /mm3 Normal

2. Terapi yang diberikan


No. Nama Obat Pemberian Manfaat
1. Exjade 500 mg Oral Exjade digunakan untuk
mengatasi tingginya kadar zat
besi pada tubuh yang disebabkan
oleh transfusi darah
berulang. Exjade dapat juga
mengatasi tingginya kadar zat
besi pada pasien dengan kelainan
darah yang tidak memerlukan
transfusi darah (non-transfusion
dependent thalassemia).
2. Vitamin C Oral Vitamin C adalah vitamin yang
tak boleh Anda lewatkan dalam
asupan makanan harian untuk
penderita thalasemia. Vitamin ini

21
penting untuk pertumbuhan dan
perbaikan sel-sel dalam tulang,
gigi, dan kulit. Vitamin C juga
melindungi tubuh Anda dari
berbagai infeksi karena mampu
memelihara fungsi sistem
kekebalan tubuh.
3. Asam Folat Oral Asam Folat digunakan untuk
sintesis DNA. Maka
pada Thalassemia asam
folat diperlukan dalam jumlah
besar untuk mempercepat
regenerasi sel. Dosis yang
dianjurkan 1mg/hari.
4. NaCl 0,9% IVFD Cairan saline NaCL 0.9 %
merupakan cairan kristaloid
yang sering ditemui. Cairan ini
mengandung natrium dan
clorida. Cairan infus ini
digunakan untuk menggantikan
cairan tubuh yang hilang,
mengoreksi ketidakseimbangan
elektrolit, dan menjaga tubuh
agar tetap terhidrasi dengan baik
5. PRC 180 cc IVFD Packed Red Cells (PRC) adalah
modalitas terapi yang umum
digunakan untuk mengobati
pasien anemia yang hanya
membutuhkan komponen sel
darah merah saja, contohnya
anemia pada pasien gagal ginjal
kronik, keganasan atau
thalasemia.

22
L. Analisa Data

Data Etiologi Problem


DS : Kelainan rantai globulin β Perfusi perifer tidak
 Ibu mengatakan pasien ↓ efektif
tampak pucat dan lemah Penumpukan eritrosit
DO: imatur
 Pasien tampak pucat ↓
 Pasien tampak lemah Eritrolisis/hemolisis

 Akral dingin ↓

 Nadi 92 x/m Anemia (HB )



 Hb 7,1 g/dl
Pengikatan O2 oleh Hb ↓

Aliran O2 ke organ vital
dan jaringan berkurang

O2 dan nutrisi tidak di
transport secara adekuat

Perfusi perifer tidak efektif
DS : Klien malas makan Defisit Nutrisi
 Ibu mengatakan pasien ↓
kurang nafsu makan Intake nutrisi menurun
 Ibu mengatakan pasien ↓
tidak pernah Defisit nutrisi
menghabiskan
makanannya
DO:
 Pasien tampak kurus
 Pasien hanya makan 3-
4 sedok makan saja
 Tampak lemah
DS : Anemia (kadar Hb) Intoleransi Aktivitas
 Ibu mengatakan pasien ↓

23
mengeluh lelah Komponen selluler
 Ibu mengatakan pasien pengangkut O2 ke jaringan
tidak banyak beraktivitas ↓
 Ibu mengatakan pasien ↓
tampak pucat Pengikatan O2 oleh Hb ↓

DO : Aliran darah ke organ vital
 HB 7,1 g/dl dan jaringan berkurang

 Pasien tampak lemah ↓

 Nadi Metabolisme aerob


menurun
 Pasien hanya berbaring

di tempat tidur
Energi yang dihasilkan ↓

Intoleransi Aktivitas

M. Masalah Keperawatan

1. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan Penurunan Konsentrasi Hemogblobin

2. Defisit Nutrisi Berhubungan dengan Kurangnya Asupan Makanan

3. Intoleransi Aktivitas Berhubungan dengan Ketidakseimbangan Antara Suplai dan


Kebutuhan Oksigen

N. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

1. Perfusi Perifer Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi


Tidak Efektif b.d tindakan keperawatan Observasi :
Penurunan selama 3x24 jam perfusi  Periksa sirkulasi perifer
Konsentrasi perifer tidak efektif dapat  Identifikasi faktor risiko
Hemogblobin teratasi dengan kriteria gangguan sirkulasi

24
hasil: Terapeutik :
 Denyut nadi perifer  Hindari pemaangan infus
meningkat atau pengambilan darah
 Akral membaik diarea keterbatasan perfusi
 Kelemahan otot  Hindari pengukuran
menurun tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi

Edukasi :
 Anjurkan menghindari
penggunaa obat penyekat
beta
 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan
2. Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan ManajamenNutrisi
Kurangnya Asupan tindakan keperawatan Observasi :
Makanan selama 3x24 jam defisit  Identifikasi status
nutrisi dapat teratasi nutrisi.
dengan kriteria hasil:  Identifikasi kebutuhan
 Porsi makanan yang kalori dan jenis nutrient.
dihabiskan meningkat  Monitor asupan
pasien dapat makanan
menghabiskan 1 porsi Terapeutik :
makan.  Berikan makanan tinggi
 Nafsu makan serat untuk mencegah
membaik pasien konstipasi
pasien sudah dapat  Lakukan oral hygiene
menghabiskan 1 porsi
25
makan. sebelum makan, jika
perlu.
 Sajikan makanan secara
Menarik dan suhu yang
sesuai
Edukasi :
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan, jika perlu.
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan
nutrient yang
dibutuhkan.
3. Intoleransi Setelah dilakukan Observasi :
Aktivitas b.d Tindakan keperawatan  Identifikasi gangguan
Ketidakseimbangan selama 3x24 jam, fungsi tubuh yang
Antara Suplai dan intoleransi aktivitas dapat mengakibatkan kelelahan
Kebutuhan Oksigen teratasi dengan kriteria  Monitor kelelahan fisik
hasil : dan emosional
 Kemampuan  Monitor pola dan jam tidur
beraktivitas
Terapeutik:
meningkat
 Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis. Cahaya,
suara, kunjungan)
 Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan / atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi

26
yang menenangkan

Edukasi:
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang

Kolaborasi:
 Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makan

O. Implementasi Keperawatan

No. TindakanKeperawatandanEvaluasiTindakanKeperawa Namada


DX Waktu tan n TTD
Perawat
1 Perawatan Sirkulasi
 Memonitor TTV
 Memberikan pemasangan infus NaCl 0,9% IV

2. ManajemenNutrisi

08.00  Memonitor asupan makanan klien dan juga memonitor


status nutrisi klien.
09.00  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan

3. Intoleransi Aktivitas
08.00 1. Memeriksa TTV klien
Respon : nadi klien lemah Nadi : 92x/menit x/menit

27
2. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang
08.15 mengakibatkan kelelahan
Respon : ibu pasien mengatakan pasien masih merasa
lemas karena tidak bisa tidur pada malam hari

P. Evaluasi

No Tanggal Perkembangan Namadan


. (waktu) (SOAP) TTD
DX Perawat
1 24 Maret S: ibu pasien mengatakan pasien tampak pucat dan
2021 lemas
O: terdapat akral dingin
A: perfusi perifer tidak efektif belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan dengan pemasangan infus
NaCl 0,9% (IV)

25 Maret S: ibu pasien mengatakan pasien masih lemas


2021 O: pasien sudah tidak pucat
A:perfusi perifer tidak efektif teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan

S: ibu pasien mengatakan pasien sudah tidak pucat


26 Maret dan lemas
2021 O: pasien sudah dapat bermain
A: perfusi perifer tidak efektif teratasi
P: intervensi dihentikan

2 24 Maret S : ibu pasien mengatakan pasien tidak nafsu


2021 makan.
O : pasien terlihat lemas
A : Defisit nutrisi belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan, perawat

28
mengidentifikasi status nutrisi
pasiendan berkolaborasidengan
ahligizi.

S : ibu pasien mengatakan pasien masih sedikit


lemas
O : Nafsumakanpasienbelum
25 Maret membaik
2021 A : Defisit nutrisi teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan, perawat masih harus
mengidentifikasi status nutrisi
pasiendan berkolaborasidengan
ahligizi

S: ibu pasien mengatakan pasien sudah dapat


beraktifitas dan sudah dapt menghabiskan
makananya
O:pasien sudah dapat beraktivitas kembali
A: Defisit nutrisi teratasi
26 Maret P: Intervensidihentikan
2021
3 24 Maret S: ibu pasien mengatakan pasien lemas dan tidak
2021 dapat beraktivitas seperti biasanya

O: Nadi 92 x/menit

A: Intoleransi aktivitas belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan dengan cara pemberian


cairan Nacl 0,9 ml (IV)

S: ibu pasien mengatakan pasein masih lemas


25 Maret
O: klien tampak berbaring ditempat tidur
2021
A: Intoleransi aktivitas teratasi sebagian

29
P: intervensi dilanjutkan dengan cara menganjurkan
pasien untuk tidur cukup

26 Maret S: ibu pasien mengatakan pasien sudah tidak lemas


2021 O: klien dapat beraktivitas seperti bermain ditempat
tidur

A: Intoleransi Aktivitas teratasi

P: Intervensi dihentikan

BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
Penyakit Thalasemia masih kurang populer dimasyarakat. Minimnya
informasi masyarakat mengenai Thalasemia, membuat penyakit ini sulit diminimalisir
penyebarannya. Pencegahan Thalasemia pun masih sulit dilakukan karena minimnya

30
perhatian dan sarana yang dimiliki oleh tempat pelayanan kesehatan di Indonesia.
Thalassemia merupakan penyakit genetik vang disebabkan oleh ketidaknormalan pada
protein globin yang terdapat di gen.
Jika globin alfa yang nusak maka penvakit itu dinamakan alfis-thalassemia
dan jika globin beta yang rusak maka penyakit itu dinanakan alfa thalassemia. Giejala
yang terjadi dimulai dan anemia hingga osteoporosis. Thalassemia hanus sudsh
diobati sejak dini agar tidak berdampak fatal. Pengobatan vang dilakukan adalah
dengan melakukan transfusi darah, meninmm beberapa suplemen asam float dan
beberapa terapi.
Penyakit Thalasema disebabkan olch adanya kelainanan mutasi pada gen
globin alpla atau gen globin beta schingga proxluksi atau tidak ada Akibutnya
produksi Hh berkurang dan sel darah merah mudah sckali rusak atau umuriya lebih
pendek dari sel daralh normal yang rata-rata 120 hari.

b. Saran
Thalassemia ini harus sudah didiagnosis sejak dini dan diharapkan kepada
penderita agar peduli terhadap penyakitnya. Karena gejala awalnya seperti anemia
biasa, maka gejala tersebut jangan diabaikan dan lakukan pengobatan sejak dini serta
konsultasikan kepada dokter. Untuk menghindari resiko akibat penyakit thalassemia,
Pemerintah diharapkan agar menghimbau dan memberikan informasi yang jelas
kepada masyarakat mengerai penyakit thalassemia dengan jelas dan bagaimana
penanggulangan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.poltekkeskaltim.ac.id/1071/1/KTI%20NUR%20RACHMI%20SAUSAN.pdf
(Di akses pada tanggal 20 maret 2021 pukul 08.39 WIB)
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/146/jtptunimus-gdl-ekowidyast-7282-3-babii.pdf
(Di akses pada tanggal 20 maret 2021 pukul 09.15 WIB)
http://repository.ump.ac.id/2968/3/Mega%20Septiana%20Putri%20BAB%20II.pdf

31
(Di akses pada tanggal 20 maret 2021 pukul 15.02 WIB)
http://docshare03.docshare.tips/files/17138/171385082.pdf
(Di akses pada tanggal 20 maret 2021 pukul 16.34 WIB)
PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: definisi dan indikator diagnostik,
Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: definisi dan tindakan


keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: definisi dan kriteria hasol
keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI

32

Anda mungkin juga menyukai