Dosen Fasilitator:
Ika Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep.
Disusun oleh:
Kelompok 6 (Kelas A3)
Revina Dwi Rahmawati 132111133027
Maulidya Nur Baithi 132111133036
Anne Febrianti Suhono 132111133085
Nabilla Syahwa Aryanto 132111133089
Adinda Kartika Dewi 132111133184
Lovita Angeli Aprilia Iriani 132111133222
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, hidayah, dan kemudahan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Klien Dewasa (KKD) dengan judul
“Terapi Diet pada Pasien Leukemia”.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
semua pihak yang terkait, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah,
khususnya kepada Ibu Ika Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen pengampu mata
kuliah Keperawatan Klien Dewasa (KKD) yang telah memberikan tugas dan
membimbing penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga diperlukan saran dan
kritik. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat dijadikan bahan rujukan bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
diperlukan pada penderita leukemia tersebut. Hal ini bertujuan agar dapat mengatur
proses perkembangan tubuh dalam melawan penyakit yang diderita.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui klasifikasi-klasifikasi dari leukemia.
2. Mengetahui tatalaksana terapi diet yang sesuai untuk pasien leukemia.
1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
Diharapkan penulis dapat menambah wawasan ilmu keperawatan mengenai
tatalaksana terapi diet yang sesuai pada pasien leukemia
b. Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan berguna sebagai sumber informasi yang dapat digunakan
oleh mahasiswa/i sebagai acuan atau bahan dasar untuk penulisan makalah dengan
topik yang sama.
c. Bagi Masyarakat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat
terutama pasien leukemia dan keluarga pasien leukemia sehingga pasien dapat
memastikan telah mendapatkan terapi diet yang sesuai dengan klasifikasi
leukemia yang diderita.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1.2 Klasifikasi Leukemia
Leukemia dikelompokkan berdasarkan jenis sel-selnya (limfoid atau myeloid)
yang bersifat abnormal, dan berdasarkan angka pertumbuhan sel abnormal. Saat leukemia
menjalar, proses pendewasaan normal terganggu dan salah satu atau kedua masalah utama
tersebut muncul. Berikut ini merupakan penjelasan dari setiap jenis leukemia (Morrison
dan Hesdorffer, 2012).
a. Leukemia Akut
Gangguan pada proses pendewasaan sel menyebabkan meningkatnya jumlah sel-
sel yang masih sangat muda di dalam 9 sumsum tulang dan sirkulasi. Pada kondisi
normal, sel blast tidak terlihat pada darah perifer, namun pada kasus leukemia akut
terdapat blast pada darah perifer. Leukemia akut dapat membahayakan jiwa karena
tidak ada sel darah dewasa yang cukup untuk melawan infeksi dan mencegah
pendarahan serta anemia berat. Diagnosis leukemia akut diindikasikan oleh jumlah
blast dalam sumsum tulang berjumlah 10% atau lebih. Pada kondisi normal, terdapat
blast sejumlah 2% atau kurang dari itu dalam sumsum tulang. Dua jenis leukemia yang
paling umum adalah Lymphoblastik (Leukemia Limfoblastik Akut/ALL), yakni tipe
leukemia yang menyerang 75% pasien anak-anak usia 3-4 tahun. Penyakit ini juga
terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih. Selanjutnya,
Mieloblastik (Leukemia Myeloid Akut/AML), dimana sebelumnya tipe ini disebut
leukemia nonlimfositik akut. Insiden AML terjadi 80% pada orang dewasa dan pada
orang tua berusia lebih dari 40 tahun.
Kedua jenis leukemia tersebut dibedakan berdasarkan sel-sel yang diserang.
Bentuk-bentuk akut dari leukemia ini sangat berbahaya dan agresif. Sel-sel blast dapat
terakumulasi dalam darah, sumsum tulang, organ-organ dan kemungkinan besar dalam
Sistem Saraf Pusat (CNS-Central Nervous System). Produksi sel-sel abnormal yang
berlebihan akan menghambat pertumbuhan sel-sel normal dan mengakibatkan
rendahnya jumlah sel darah merah (RBC), keping darah, dan sel darah putih (WBC)
yang melawan infeksi.
b. Leukemia Kronis
Leukemia kronis melibatkan sel darah putih dewasa yang tidak mati sesuai siklus
yang seharusnya, yang dikenal dengan apoptosis. Oleh karenanya, sel-sel terus
terakumulasi dalam sirkulasi darah dan sumsum tulang, sehingga dapat menyebabkan
4
pemadatan sumsum yang dapat mengganggu jalur produksi sel-sel lain yang tumbuh
normal. Sel-sel tersebut juga dapat terakumulasi dalam nodus limfa dan limfa sehingga
menyebabkan pembengkakan. Hal ini merupakan ciri-ciri dari leukemia kronis.
Leukemia kronis umumnya berjalan lambat, dan pasien bisa jadi tidak menunjukkan
gejala-gejalanya hingga bertahun-tahun. Seringkali penyakit ini baru terdiagnosis pada
saat evaluasi untuk masalah-masalah lain, atau pada saat pemeriksaan laboratorium
untuk pemeriksaan fisik rutin. Sebagai penyakit yang berlangsung, kelenjar getah
bening bisa jadi lebih membesar, meskipun pada umumnya pembengkakan tidak
menyakitkan. Pasien juga lebih sering mengalami infeksi. Dua leukemia kronis yang
paling umum adalah Chronic myelogenous leukemia (CML), umumnya menyerang
pasien setengah baya. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit.
Kemudian, Chronic lymphocytic leukemia (CLL), menyerang orang tua yang lebih
besar pasien wanita, yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita
oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak. CLL diperingkatkan menjadi
dua sistem, yaitu peringkat Rai dan Binet. Peringkat Rai dimulai dari 0 ke IV dan
berkorelasi dengan penilaian risiko. Stadium 0 dianggap risiko rendah, peringkat I dan
II merupakan peringkat menengah, dan III dan IV adalah yang berisiko tinggi. Pada
peringkat Rai 0, kelainan satu-satunya adalah jumlah limfosit yang tinggi (umumnya
lebih dari 15.000 limfosit per milimeter kubik).
Tidak ada gejala dan jumlah sel darah lainnya normal. Peningkatan jumlah
limfosit disebut limfositosis. Pada peringkat Rai I, pasien memiliki pembengkakan
kelenjar getah bening (limfadenopati) serta limfositosis. Peringkat Rai II terdiri dari
limfositosis serta pembengkakan hati atau limfa. Limfadenopati mungkin timbul atau
tidak dalam peringkat ini. Peringkat Rai III terdiri dari limfositosis dan anemia, dengan
atau tanpa limfadenopati, dan dengan atau tanpa pembengkakan hati atau limfa. Pada
peringkat Rai IV, pasien menderita limfositosis dan jumlah trombosit yang rendah
(trombositopenia). Peringkat ini merupakan peringkat yang paling parah dari CLL.
Pada sistem peringkat Binet, CLL terdiri dari tiga peringkat (A sampai C). Dalam
peringkat A, ada kurang dari tiga bidang jaringan limfoid yang membengkak,
sedangkan dalam peringkat B lebih dari 11 tiga. Dalam Binet peringkat C, pasien
mengalami anemia dan trombositopenia.
5
c. Sindrom Mielodisplastik
Selain leukemia akut dan kronis, ada suatu kondisi yang disebut sindrom
mielodisplastik (MDS-Myelodysplastic Syndrome), yang sebenarnya merupakan
suatu kelompok penyakit yang menyebabkan produksi tidak mencukupi dari sumsum
tulang normal dan sel-sel darah. Sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel darah
normal dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Pasien memiliki
jumlah leukosit, sel darah merah, dan trombosit yang rendah dan mungkin perlu RBC
dan transfusi trombosit. MDS yang diderita beberapa pasien dapat berkembang
menjadi leukemia akut dari waktu ke waktu.
Pengelompokkan risiko MDS diklasifikasikan dalam suatu sistem yang disebut
International Prognosis Scoring System (IPSS). Sistem ini didasarkan pada temuan
dari pemeriksaan fisik dan tes laboratorium, diantaranya adalah persentase blas di
sumsum, dan 12 jumlah darah. Skor tersebut mencerminkan peluang keterjangkitan
menjadi leukemia akut dan demikian dapat digunakan untuk memperkirakan harapan
hidup. Pengelompokkan risiko diantaranya adalah risiko rendah (skor 0), risiko
menengah 1 (skor 0,5-1,0), risiko menengah 2 (skor 1,5-2,0), dan risiko tinggi (lebih
dari 2,0).
2.1.3 Etiologi Leukemia
Penyebab leukemia pada manusia tetap belum diketahui, tetapi beberapa faktor
predisposisi atau faktor yang berperan telah diketahui, termasuk faktor lingkungan dan
genetik serta keadaan imunodefisiensi. Adakalanya terdapat laporan tentang sekelompok
anak yang menderita leukemia pada daerah geografis tertentu dan hubungan antara virus
Epstein-Barr dengan limfoma Burkitt memberi kesan bahwa agen infeksius memegang
peranan pada leukemia manusia. Virus limfotropik sel T manusia (HTLV)-I berhubungan
dengan leukemia sel-T dewasa, dan HLTV-II dengan leukemia sel berambut (hairy cell)
manusia. Akan tetapi, terdapat penelitian lain yang telah dapat mengemukakan faktor
risiko dari leukemia ini, diantaranya sebagai berikut.
a. Tingkat radiasi yang tinggi, orang-orang yang terpapar radiasi tingkat tinggi lebih
mudah terkena leukemia dibandingkan dengan yang tidak terpapar radiasi. Radiasi
tingkat tinggi bisa terjadi karena ledakan bom atom seperti yang terjadi di Jepang.
Pengobatan yang menggunakan radiasi bisa menjadi sumber dari paparan radiasi
tinggi.
6
b. Orang-orang yang bekerja dengan bahan-bahan kimia tertentu terpapar oleh benzene
dengan kadar benzena yang tinggi di tempat kerja dapat menyebabkan leukemia.
Benzena digunakan secara luas di industri kimia. Formaldehid juga digunakan luas
pada industri kimia, pekerja yang terpapar formaldehid memiliki resiko lebih besar
terkena leukemia.
c. Kemoterapi pasien kanker yang diterapi dengan obat anti kanker kadang-kadang
berkembang menjadi leukemia. Contohnya, obat yang dikenal sebagai agen alkylating
dihubungkan dengan berkembangnya leukemia akhir-akhir ini.
d. Down Syndrome dan beberapa penyakit genetis lainnya beberapa penyakit
disebabkan oleh kromosom yang abnormal mungkin meningkatkan risiko leukemia.
e. Human T-cell Leukemia virus-I (HTVL-I), virus ini menyebabkan tipe yang jarang
dari leukemia limfositik kronik yang dikenal sebagai T-cell leukemia.
f. Myelodysplastic syndrome, orang-orang dengan penyakit darah ini memiliki risiko
terhadap berkembangnya leukemia myeloid akut.
g. Fanconi Anemia menyebabkan akut myeloid leukemia.
2.1.4 Tanda dan Gejala Leukemia
Gejala leukemia umum adalah kelelahan dan lemas. Hal ini dapat berkembang
secara perlahan atau sangat cepat, bergantung pada jenis leukemianya. Pasien terlihat
pucat dan mengalami penurunan berat badan tanpa disadari. Pasien mengalami demam,
keringat dingin di malam hari, kehilangan nafsu makan, dan infeksi yang berat. Memar
mungkin terjadi dan pasien mungkin mudah sekali mengalami perdarahan, seperti
mengalami mimisan atau perdarahan dari gusi ketika menyikat gigi. Pasien dengan
leukemia akut umumnya dalam keadaan sangat sakit ketika pasien datang untuk
melakukan pengobatan. Kelenjar getah bening dapat membengkak dan mungkin
menyakitkan. Pasien juga mungkin mengeluh nyeri tulang atau sendi dan mungkin nyeri
di perut bagian atas, yang disebabkan oleh pembengkakan hati atau limfa. Leukemia
kronis mungkin tidak memperlihatkan gejala apa pun dan dapat didiagnosis secara
kebetulan selama evaluasi atau pemeriksaan fisik rutin sebagai masalah kesehatan lain,
dengan keterangan-keterangan yang tidak ada hubungannya. Pasien mungkin mengalami
beberapa gejala yang dialami orang-orang dengan leukemia akut, meskipun umumnya
yang dialaminya jauh lebih parah (Morrison dan Hesdorffer, 2012).
7
2.2 Terapi Diet pada Pasien Leukemia
Terapi untuk leukemia berbeda dari pasien satu ke pasien lainnya dan tergantung
pada efek sampingnya, diet untuk pasien leukemia dapat dirancang dengan berkonsultasi
dengan ahli gizi. Orang dengan leukemia memiliki pola makan yang sangat buruk
terutama karena efek samping dari pengobatan. Penting untuk memasukkan berbagai
cairan dalam makanannya untuk mengkompensasi kehilangan elektrolit. Sementara
makanan padat nutrisi disarankan bagi penderita leukemia yang telah kehilangan banyak
berat badan. Disarankan untuk makan banyak sayuran berwarna dan buah-buahan ketika
menderita leukemia karena membantu memasok tubuh dengan antioksidan penting.
Adapun aspek-aspek dalam terapi diet leukemia, antara lain:
a. Kebutuhan Hidrasi
Pertama dan terpenting, hidrasi adalah aspek terpenting dalam nutrisi untuk pasien
kanker. Makanan cair paling membantu. Sel-sel pasien leukemia mengalami dehidrasi
dan membutuhkan banyak nutrisi. Kita dapat memastikan hidrasi yang baik dengan
yang sederhana, seperti air kelapa, air jeruk nipis, semangka, sup dal (sup khas India
berbahan dasar kacang-kacangan), kaldu ayam. Kita harus menyediakan makanan
dalam bentuk cairan untuk memenuhi kebutuhan elektrolit.
b. Probiotik
Pasien kanker juga memiliki efek samping berupa masalah pencernaan seperti
sembelit. Seseorang dapat memberikan probiotik. Perlu dicatat bahwa banyak orang
terlalu sering menggunakan obat pencahar untuk sembelit tetapi ketergantungan pada
obat pencahar tidak baik karena menyebabkan penurunan penyerapan vitamin dan
mineral, disarankan diet kaya serat.
c. Perhatian selama Diet Neutropenia
Pasien yang menjalani kemoterapi diberi resep diet neutropenia yang merupakan diet
untuk sistem kekebalan yang lemah dan banyak makanan yang dilarang. Misalnya
makanan mentah seperti buah-buahan dan sayuran sehingga kemungkinan infeksi
dapat dikurangi. Bahkan susu, jus buah segar, telur, daging, kacang-kacangan
dihindari dalam diet ini. Chutney mentah atau mayones (mungkin mengandung telur
mentah) harus dihindari dalam diet neutropenia. Susu almond, susu kedelai, selai
kacang, santan dapat dianggap sebagai sumber makanan alternatif yang kaya lemak
dan protein.
8
d. Sayuran dan Buah Warna-warni
Banyak buah-buahan dan sayuran berwarna-warni harus ditambahkan ke makanan
pasien leukemia karena membantu menyediakan berbagai antioksidan dalam berbagai
bentuk. Vitamin C dan E sangat penting. Penting untuk memberikan diet seimbang
kepada pasien dan makanan padat kalori harus ditambahkan untuk orang yang telah
kehilangan berat badan selama perawatan. Pisang utuh, ubi jalar, adalah makanan
ringan yang baik untuk pasien kanker. Ahli mengatakan diet harus dibuat khusus untuk
pasien tergantung pada terapi yang diambil dan berapa banyak yang dimakan.
e. Pemilihan Sumber Karbohidrat
Mengonsumsi sumber karbohidrat, seperti tepung-tepungan (tepung sagu, tepung
terigu, tepung beras, tepung maizena), beras, sereal, roti, jagung, kentang, pasta, dan
lain-lain karena bahan ini merupakan sumber energi yang baik dan merupakan zat yang
mudah dicerna dibandingkan dengan lemak. Tidak boleh mengonsumsi ubi, singkong,
dan talas karena bahan makanan tersebut menimbulkan gas dan menyebabkan
kembung.
f. Pemilihan Sumber Protein
Mengkonsumsi sumber protein seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan, keju, susu
dan lain-lain karena protein sangat dibutuhkan untuk proses penyembuhan penyakit,
menggantikan jaringan yang rusak dan untuk sistem pertahanan tubuh. Tidak boleh
mengkonsumsi protein terutama protein hewani yang mengandung zat kimia seperti
pada ternak dan daging unggas yang telah disuntikkan obat-obatan kimia termasuk
hormon yang menyebabkan bobot ternak atau unggas meningkat.
g. Analisis Pantangan Makanan
1) Diet Penyerapan Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak penggunaannya harus dibatasi meskipun lemak dan minyak
mengandung energi yang lebih tinggi yaitu sejumlah 9 kalori dibandingkan
dengan sumber karbohidrat yang mampu menghasilkan 4 kalori, misalnya minyak
hanya digunakan untuk menumis sebagai pelembut hidangan. Jadi, penggunaan
sehari-hari pada lemak dan minyak diturunkan tidak lebih dari 30% dari seluruh
jumlah kalori yang dimakan.
2) Diet Bebas Alkohol
9
Menghindari makanan yang menghasilkan alkohol seperti buah-buahan (nanas,
anggur, durian, duku) karena alkohol bisa merangsang berkembangnya sel
leukemia serta merangsang aktivitas bawah sadar sehingga menyebabkan jumlah
oksigen dalam tubuh menurun.
3) Diet Bebas Food Additive
Food additive adalah suatu zat yang sengaja ditambahkan pada makanan untuk
tujuan tertentu, seperti minuman ringan atau soft drink yang mengandung pemanis
buatan, pewarna buatan, kafein, dan asam fosfat.
Pada prinsipnya, penderita kanker harus menjalani diet Tinggi Energi dan Tinggi
Protein, hal ini guna mengimbangi kebutuhan energi dan protein yang juga ikut
meningkat seiring adanya perkembangan kanker dalam tubuh. Sel kanker ibarat suatu
parasit dalam tubuh, ia akan menyedot dan menggunakan zat- zat gizi yang seharusnya
untuk kebutuhan tubuh secara normal. Zat-zat gizi tersebut akan digunakan untuk
pertumbuhan sel kanker itu sendiri, sehingga apabila asupan zat gizi penderita kanker
kurang, sel-sel kanker tersebut akan menggunakan cadangan energi dan protein dalam
tubuh dan lambat laun menyebabkan penurunan berat badan hingga kondisi kurang gizi
atau disebut kaheksia.
Penyakit leukemia juga menyebabkan pasiennya mengalami peningkatan asam
urat, untuk mencegah peningkatan asam urat yang berlebihan, penderita leukemia akan
diberikan obat allopurinol guna menurunkan asam uratnya, namun ada baiknya hal
tersebut juga didukung dengan diet rendah purin guna mendukung efek obat. Diet rendah
purin mengharuskan penderita leukemia membatasi konsumsi makanan berpurin sedang
hingga tinggi, misalnya tahu tempe, sayuran berdaun hijau, makanan laut, kacang-
kacangan, dan juga jeroan. Selain itu, perlu adanya adanya pembatasan asam folat.
Penggunaan folat masih dipertentangkan dalam kasus leukemia, baik jenis lymphoblastik
maupun myeloid leukemia. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa defisiensi asam
folat dapat meningkatkan perkembangan kanker, sementara pada populasi lain, defisiensi
asam folat justru bisa menghambat perkembangan kanker. Penelitian yang dilakukan
Koury et al. (1997) menemukan bahwa defisiensi asam folat justru bisa mempercepat
perkembangan menuju AML (Acute Myeloid Leukemia) terutama pada pasien yang
berisiko tinggi mengidap penyakit ini.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel darah
putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Berdasarkan jenis sel-selnya
(limfoid atau myeloid) yang bersifat abnormal dan angka pertumbuhan sel abnormal,
leukemia diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, diantaranya leukemia akut, leukemia
kronis, dan sindrom mielodisplastik. Leukemia akut terdiri dari Lymphoblastik
(Leukemia Limfoblastik Akut/ALL) dan Mieloblastik (Leukemia Myeloid Akut/AML).
Sedangkan, leukemia kronis terdiri dari Chronic myelogenous leukemia (CML) dan
Chronic lymphocytic leukemia (CLL).
Orang dengan leukemia memiliki pola makan yang sangat buruk terutama karena
efek samping dari pengobatan, sehingga penting untuk memasukkan berbagai cairan
dalam makanannya guna mengkompensasi kehilangan elektrolit. Sementara makanan
padat nutrisi disarankan bagi penderita leukemia yang telah kehilangan banyak berat
badan. Selain itu, juga disarankan untuk makan banyak sayuran berwarna dan buah-
buahan ketika menderita leukemia karena membantu memasok tubuh dengan antioksidan
penting. Adapun aspek-aspek dalam terapi diet leukemia, antara lain kebutuhan hidrasi,
probiotik, perhatian selama diet neutropenia, mengonsumsi sayuran dan buah yang
berwarna-warni, pemilihan sumber karbohidrat dan protein, serta melakukan analisis
pantangan makanan, yang terdiri dari diet penyerapan lemak dan minyak, diet bebas
alkohol, diet bebas food additive.
Penyakit leukemia juga menyebabkan pasiennya mengalami peningkatan asam
urat, untuk mencegah peningkatan asam urat yang berlebihan, penderita leukemia akan
diberikan obat allopurinol guna menurunkan asam uratnya, namun harus tetap didukung
dengan diet rendah purin guna mendukung efek obat. Diet rendah purin mengharuskan
penderita leukemia membatasi konsumsi makanan berpurin sedang hingga tinggi,
misalnya tahu tempe, sayuran berdaun hijau, makanan laut, kacang-kacangan, dan juga
jeroan.
11
3.2 Saran
Leukemia adalah penyakit kanker darah yang disebabkan karena adanya
peningkatan jumlah sel darah putih dalam tubuh. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak
maupun orang dewasa dan terkadang sulit untuk dideteksi lebih awal. Sebab, gejala awal
kadang serupa dengan gejala penyakit lain. Leukemia yang tidak terdeteksi dengan cepat
dapat berubah menjadi kronis. Kondisi kronis tentu berisiko tinggi mengancam jiwa
penderita. Oleh karena itu, dibuatnya makalah ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman pembaca terkait penyakit leukemia terutama dari segi terapi
diet. Dengan demikian, para pembaca dapat melakukan pencegahan dan penanganan
lebih awal supaya tidak berisiko terkena leukemia.
Selain itu, sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan setelah pembuatan
makalah ini dapat lebih memahami tentang konsep penyakit leukemia dan terapi diet pada
pasien leukemia. Sehingga, di masa mendatang dapat menjadi seorang perawat
profesional yang mampu memenuhi kebutuhan pasien, mengedukasi, dan memberikan
terapi diet yang tepat pada pasien, karena terapi diet bertujuan meningkatkan status gizi,
membantu kesembuhan pasien, serta mencegah timbulnya permasalahan lain, seperti
diare atau intoleransi terhadap jenis makanan tertentu. Pembuatan makalah ini masih jauh
dari sempurna sehingga diperlukan saran maupun kritik yang membangun.
12
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, S., H. (2021). Angka Kejadian Leukemia Tinggi di Indonesia, YKI Gelar
Pelatihan Deteksi Dini Leukemia dan Kanker Anak bagi Dokter Umum dan Tenaga
Analis. Diakses pada 13 Desember 2022, dari https://bit.ly/Angkakejadianleukemia
Putri, A., E., R. (2022). Leukemia (Kanker Darah): Kenali Penyebab, Gejala, dan
Pengobatannya. Mitrakeluarga.com. Diakses pada 13 Desember 2022, dari
https://www.mitrakeluarga.com/artikel/artikel-kesehatan/leukemia
Rahmadani, P., Y. A., & Lestari, W. (2022). Gambaran Pola Kebiasaan Makan dan Status
Gizi Anak Leukemia yang Menjalani Kemoterapi. Jurnal Medika Hutama, 3(04).
Rompies, R., Shelvy, Amelia, & Gunawan, S. (2020). Perubahan Status Gizi pada Anak
dengan Leukemia Limfoblastik Akut Selama Terapi. e-CliniC, 8(1), 152-157.
13