Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENDIDIKAN KESEHATAN BERDASARKAN HASIL-HASIL PENELITIAN


(EVIDENCE BASE PRACTICE) PADA KASUS GANGGUAN SISTEM
HEMATOLOGI : LEUKEMIA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I


Dosen: Ady Waluya, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 12

Azhar Nur Aulia C1AA19012

Inaayah Regita Putri C1AA19042

Khoerun Nisa Fitri C1AA19046

Yosep Purnawan C1AA19118

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pendidikan Kesehatan
Berdasarkan Hasil-Hasil Penelitian (Evidence Base Practice) Pada Kasus Gangguan Sistem
Hematologi” ini tepat pada waktunya. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah yang akan kami buat selanjutnya agar lebih baik lagi,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya saran yang membangun.

Kami mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan makalah ini
dan juga kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memenuhi tugas dan bermanfaat bagi
kita semua amin

Sukabumi, 22 April 2021

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................ i


Daftar Isi .......................................................................................................................... ii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 2
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Penyakit Leukimia .............................................................................. 3
2.2 Evidence Based Practice dalam Keperawatan ...................................................... 4
2.3 Evidence Based Practice Pada Pasien leukimia ................................................... 5
2.3.1 EBP Pada Pasien Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) ............................ 5
2.3.2 EBP Pada Pasien Leukemia Mieloid Akut (LMA) ................................... 8
2.3.3 EBP Pada Pasien Leukemia Limfositik Kronis (LLK) ........................... 12
2.3.4 EBP Pada Pasien Leukemia Mieloid Kronis (LMK) .............................. 15
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 18
3.2 Saran .................................................................................................................. 18
Daftar Pustaka ............................................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Leukemia merupakan penyakit kanker sistemik yang menyerang sel darah putih yang
dapat menimbulkan berbagai masalah pada semua aspek kehidupan yaitu fisik,
psikologis, dan sosial. Leukemia adalah kanker yang disebabkan oleh pertumbuhan tidak
normal pada sel darah putih (leukosit), dimana sel darah putih muda tidak menjadi
matang seperti seharusnya melainkan menjadi sel yang dikenal sebagai sel leukemia
(Yayasan Kanker Indonesia (YKI), 2008). Leukemia adalah penyakit yang dapat
menyerang semua jenis usia, tidak terkecuali pada anak-anak. Leukemia merupakan jenis
kanker yang sering ditemukan pada anak dibawah usia 15 tahun. Leukemia merupakan
penyakit kronis yang menempati urutan kedua dan ketiga sebagai penyebab kematian
pada anak (Andra dalam Farmacia, 2007).
Penatalaksanaan leukemia meliputi kemoterapi, radioterapi, transplantasi sumsum
tulang dan steroid. Masing-masing terapi memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap
kesehatan dan perkembangan pasien selanjutnya, oleh karena itu dampak setiap terapi
harus dikenali untuk memungkingkan akses informasi pengobatan (Whitaker & Green,
2014). Terapi yang dinilai sangat efektif untuk leukemia adalah kemoterapi. Kemoterapi
dinilai efektif dalam pengobatan kanker, menjaga dan menahan penyebaran sel kanker,
memperlambat pertumbuhan sel kanker, membunuh sel kanker yang menyebar ke bagian
tubuh lainnya dan mengurangi gejala yang disebabkan oleh kanker (ACS, 2018).
Kemoterapi untuk penderita leukemia terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap induksi,
konsolidasi, dan maintenance (Wong et al, 2009).
Pengobatan dengan kemoterapi telah berhasil menaikkan angka kesembuhan pada
penderita leukemia tetapi memiliki gejala bagi fisik maupun psikologis pada anak. Pada
penelitian Nurgali, Jagoe & Abalo (2018) gejala fisik yang ditimbulkan akibat kemoterapi
ialah mual, munttidah, mukositis, gangguan gastrointestinal, anoreksia, malabsorpsi,
penurunan berat badan, anemia, kelelahan dan peningkatan resiko sepsis. Kemoterapi
juga memiliki dampak signifikan pada status psikologis pasien yaitu harga diri yang
rendah pada anakanak (Sherief, 2015). Pasien yang hidup dengan kanker stadium lanjut
mengalami gejala psikologis yaitu, kecemasan, gejala depresi, dan keputusasaan (Bail et
al, 2018).
Gejala fisiologis yang tidak ditangani secara tepat dapat mempengaruhi psikologis
pasien, yang mana gejala fisiologis yang timbul akibat kemoterapi dapat menimbulkan
stres bagi pasien (Djoerban, 2014). Hal ini dibuktikan dengan Penelitian Mcculloch,
Hemsley & Kelly (2018) mengatakan bahwa gejala-gejala fisiologis yang dialami pasien
selama kemoterapi seperti nyeri, mukositis, mual, muntah, perubahan berat badan,
kekurangan nutrisi, kelelahan, gangguan tidur, dapat menimbulkan gejala psikologis yang
akan terjadi seperti perasaan sedih, depresi, cemas, takut, dan khawatir akan terjadi gejala
yang lebih parah selama perawatan mereka. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan
terhadap gejala fisiologis kemoterapi terlebih dahulu untuk mengurangi gejala psikologis
yang akan terjadi.

1
2

Peran perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat berupa pemberian


pendidikan kesehatan pada pasien TBC. Beberapa contohnya yaitu pemberian Evidence
Based Pratice yang dapat meningkatkan tingkat kesehatan pasien dengan Leukimia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud penyakit Leukemia?
2. Apa yang dimaksud dengan Evidence Based Practice (EBP) dalam keperawatan?
3. Bagaimana Evidence Based Practice (EBP) pada Pasien Leukemia?

1.3 Tujuan
1. Memahami apa yang dimaksud dengan penyakit Leukemia
2. Memahami Evidence Based Practice (EBP) dalam keperawatan
3. Memahami Evidence Based Practice (EBP) pada pasien Leukemia
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Leukemia


Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai
dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel
leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur
yang berasal dari sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam
darah perifer dan sering menginvasi jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan
kelenjar limfe (Wirawan R. 2003).
Leukimia dikenal dengan kanker darah adalah salah satu klasifikasi dalam penyakit
kanker pada darah atau sumsum tulang, ditandai dengan pertumbuhan secara tak normal
atau transformasi maligna dari sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan
limfoid. Hal ini umumnya terjadi di leukosit atau sel darah putih. Sel normal dalam
sumsum tulang digantikan oleh sel abnormal dan sel ini dapat ditemukan di darah perifer
atau darah tepi. Sel leukimia ini mempengaruhi sel darah normal serta imunitas
penderitanya (Wirawan R. 2003).
Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, baik menurut maturitas sel maupun
turunan sel. Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan atas akut dan kronik. Jika sel
ganas tersebut sebagian besar immatur (blast) maka leukemia diklasifikasikan akut,
sedangkan jika yang dominan adalah sel matur maka diklasifikasikan sebagai leukemia
kronik. Berdasarkan turunan sel, leukemia diklasifikasikan atas leukemia mieloid dan
leukemia limfoid. Kelompok leukemia mieloid meliputi granulositik, monositik,
megakriositik dan eritrositik (Launder TM,2002).
Penyakit akibat terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas serta
sering disertai adanya leukesit jumlah berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya
anemia dan trombositopenia. Leukemia limpois atau limpositik akut ini merupakan
kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang imanur dan berlebihan sehingga
jumlahnya menyusup kebagian organ seperti sumsum tulang dang mengganti unsur sel
yang normal sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit kurang untuk mencukupi
kebutuhan sel sehingga timbul pendarahan . Leukemia merupakan suatu penyakit klonal,
yang bearti suatu sel kanker abnormal berproliferasi tanpa control, menghasilkan
sekelompok sel-sel anak yang abnormal sehingga menghambat semua sel-sel lain di
sumsum tulang untuk berkembang normal (Hidayat, 2006).
Proliferasi yang tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dan sumsum tulang,
menggantikan elemen sumsum tulang normal, neoplasma akut dan kronis dari sel-sel
pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa. Leukemia adalah suatu keganasan
pada alat pembuat sel darah berupa proliferasi patologis sel hemopoetik muda yang
ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam membentuk sel darah normal dan
adanya infiltrasi ke jaringan tubuh lain (Arif, 2002).
Leukemia diklasifikasikan menjadi 4 bagian, diantaranya:
a. Leukemia Mieloid Akut (LMA)
4

LMA mengenai sel system hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel
myeloid, monosit, granulosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena,
insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimpositik yang
palinng sering terjadi.
b. Leukemia Mieloid Kronik (LMK)
LMC juga dimasukan dalam sistem keganasan sel myeloid. Namun banyak sel normal
dibandingkan bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. LMC jarang menyerang
individu dibawah 30 tahun. Manifestasi mirip dengan LMA, tetapi tanda dan gejala lebih
ringan, pasien menunjukan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit
sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
c. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anakanak, laki-
laki lebih banyak dibandingkan perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah 15 tahun
LLA jarang terjadi. Manifestasi limfosit berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan
perifer sehingga menggangu perkembangan sel normal.
d. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
LLC merupakan kelainan ringan mengenail individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi
pasien tidak menunjukan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penangan
penyakit lain (Arif, 2002).

2.2 Evidence Based Practice (EBP) dalam Keperawatan


Evidence-based practice (EBP) merupakan metode pendekatan perawatan
professional untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Sebagian besar
perawat meyakini EBP berdampak positif pada kualitas perawatan dan kepuasan kerja
(Berland, 2012). Evidence Based Nursing Practice (EBNP) digunakan oleh perawat
sebagai pemberi pelayanan asuhan keperawatan yang baik karena pengambilan
keputusan klinis berdasarkan pembuktian.
Menurut (Bostwick, 2013) evidence based practice adalah starategi untuk
memperolah pengetahuan dan skill untuk bisa meningkatkan tingkah laku yang positif
sehingga bisa menerapakan EBP didalam praktik. Dari kedua pengertian EBP tersebut
dapat dipahami bahwa evidance based practice merupakan suatu strategi untuk
mendapatkan knowledge atau pengetahuan terbaru berdasarkan evidence atau bukti yang
jelas dan relevan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan meningkatkan skill
dalam praktik klinis guna meningkatkan kualitas kesehatan pasien.Oleh karena itu
berdasarkan definisi tersebut, Komponen utama dalam institusi pendidikan kesehatan
yang bisa dijadikan prinsip adalah membuat keputusan berdasarkan evidence based serta
mengintegrasikan EBP kedalam kurikulum merupakan hal yang sangat penting.
Pendekatan yang dilakukan berdasarkan pada evidance based bertujuan untuk
menemukan bukti-bukti terbaik sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan klinis yang
muncul dan kemudian mengaplikasikan bukti tersebut ke dalam praktek keperawatan
guna meningkatkan kualitas perawatan pasien tanpa menggunakan bukti-bukti terbaik,
5

praktek keperawatan akan sangat tertinggal dan seringkali berdampak kerugian untuk
pasien. Contohnya saja education kepada ibu untuk menempatkan bayinya pada saat
tidur dengan posisi pronasi dengan asumsi posisi tersebut merupakan posisi terbaik untuk
mencegah aspirasi pada bayi ketika tidur. Namun berdasarkan evidence based
menyatakan bahwa posisi pronasi pada bayi akan dapat mengakibatkan resiko kematian
bayi secara tibatiba SIDS (Melnyk & Fineout, 2011).

2.3 Evidence Based Practice (EBP) pada Pasien Leukemia


Dalam pemberian pendidikan kesehatan yang berdasarkan hasil-hasil penelitian pada
pasien leukemia dapat dilakukan beberapa intervensi, diantaranya yaitu:
2.3.1 EBP Pada Pasien Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Defisit Nutrisi Dengan Tindakan Akupresur Terhadap Mual Muntah
Akupresur merupakan salah satu terapi komplementer yang dapat menurunkan mual
muntah akut akibat kemoterapi pada pasien kanker serta dapat diterapkan sebagai bagian
dari intervensi keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami mual muntah akut akibat kemoterapi (Syarif et al., 2011). Terapi ini dilakukan
dengan cara menekan secara manual pada P6 pada daerah pergelangan tangan yaitu 3 jari
dari daerah distal pergelangan tangan antara dua tendon. Terapi ini menstimulasi sistem
regulasi serta mengaktifkan mekanisme endokrin dan neurologi,yang merupakan
mekanisme fisiologi dalam mempertahankan keseimbangan (Runiari, 2010).
Akupresur dapat menurunkan mual muntah akut akibat kemoterapi melalui efek yang
dihasilkan manipulasi pada titik akupresur tersebut.Manipulasi pada titik akupresur P6 dan
St36 dapat memberikan manfaat berupa perbaikan energi yang ada di meridian limpa dan
lambung, sehingga memperkuat sel-sel saluran pencernaan terhadap efek kemoterapi yang
dapat menurunkan rangsang mual muntah ke pusat muntah. Manipulasi tersebut juga dapat
meningkatkan peningkatan beta endorpin di hipofise yang dapat menjadi antiemetik alami
melalui kerjanya menurunkan impuls mual muntah di chemoreseptor trigger zone (CTZ)
dan pusat muntah (Syarif et al., 2011). Letak titik St36 3 cun di bawah tempurung lutut,
sifat dari titik St36 memperbaiki sistem lambung, limpa dan usus mengusir penyakit yang
bersifat angin dan lembab, istimewa titik St36 pengaruh saraf simpatis, saraf tulang
belakang, titik ini sering di ambil karena merupakan titik vitamin atau titik dewa, khasiat
dari titik ini, diare, sembelit, nyeri lambung, kembung, mual, masuk angin, nyeri lutut,
kelumpuhan dll, sedangkan letak titik P6 2 cun (tiga jari) di atas pergelangan tangan
bagian dalam antara dua tendon, istimewa titik P6 titik ini termasuk titik yang sering di
ambil, karena menguwasai lambung dan dada, khasiat dari titik ini muntah muntah, nadi
cepat, sakit lambung, kram, dll (Alamsyah, 2010). Pijatan bisa dilakukan setelah
menemukan titik median yang tepat yaitu timbulnya reaksi pada titik pijat berupa, rasa
nyeri, linu atau pegal.Dalam terapi akupresur pijatan bisa dilakukan dengan menggunakan
jari tangan (jempol dan jari telunjuk), lama dan banyaknya tekanan (pemijatan) tergantung
pada jenis pijatan. Pijatan untuk mengguatkan (yang) dapat dilakukan dengan maksimal
30 kali tekanan untuk masing–masing titik dan pemutaran pemijatanya searah jarum jam
sedangkan pemijatan yang berfungsi melemahkan (yin) dapat dilakukan dengan 50 kali
tekanan dan cara pemijatanya berlawanan jarum jam (Fengge, 2012).
6

Summary Jurnal Defisit Nutrisi Dengan Tindakan Akupresur Terhadap Mual Muntah
No Topik Peneliti Tahun Metode Populasi Hasil Kesimpulan
&
Sampel
1 Terapi Akupresur Rahma, 2020 Literature 5 artikel Hasil Lima penelitian Pemberian terapi akupresur efektif menurunkan mual
Untuk Menurunkan Dhani Fitri review menunjukkan bahwa terapi muntah dan dapat digunakan sebagai intervensi
Mual Muntah Akibat akupresur dapat nonfarmakologi untuk menurunkan mual dan muntah
Kemoretapi Pada menurunkan mual dan akibat kemoterapi pada anak dengan leukemia
Anak Dengan muntah akibat kemoterapi limfoblastik akut
Leukimia Limfoblastik pada anak dengan leukemia
Akut Limfoblastik akut
2 Pengaruh Hipnoterapi Restu 2017 Quasy 27 Dari hasil penelitian, Akupresur terbukti dapat menurunkan mual muntah
dan Akupresur Iriani, Evi experiment responden didapatkan ada pengaruh akut akibat kemoterapi pada anak yang menderita
terhadap Mual Muntah Vestablivy pre test dan yang signifikan pemberian Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) sehingga
Akut Akibat post test akupresur (p- value= 0,003), direkomendasikan untuk dapat diterapkan sebagai
Kemoterapi Pada hipnoterapi (p- terapi komplementer.
Anak dengan Acute value=0,000), hipnoterapi
Lymphoblastic dan akupresur (p- value=
Leukemia (ALL) di 0,015) terhadap mual
Rumah Sakit Umum muntah akut akibat
Kabupaten kemoterapi pada anak
Tanggerang Tahun dengan ALL
2017
3 Acupressure for Sima 2017 Experimental 120 Perbedaan yang signifikan Tindakan akupresur terbukti efektif pada pasien
nausea-vomiting and Ghezelbash, group reponden diamati antara dua ALL, menerapkan satu kali akupresur dapat
fatigue management in Maryam kelompok berdasarkan mengurangi intensitas mual segera setelah intervensi
acute lymphoblastic Khosravi kelelahan dan intensitas dan kelelahan dan mual pada satu jam setelah
leukemia children mual segera dan satu jam perawatan. Tindakan akupresur direkomendasikan
pasca intervensi dengan sebagai metode nonfarmakologis yang membantu
interval 95% dan untuk beberapa kelelahan terkait kanker dan
P <0,001. manajemen mual muntah yang diinduksi kemoterapi.
7

2.3.2 EBP Pada Pasien Leukemia Mieloid Akut (LMA)


Penerapan Art therapy
Art therapy adalah bentuk psikoterapi yang menggunakan media seni, material
seni, dengan pembuatan karya seni untuk berkomunikasi. Media seni dapat berupa
pensil, kapur berwarna, warna, cat, potongan- potongan keratas, dan tanah liat.8
Kegiatan art therapy mencakup berbagai kegiatan seni seperti menggambar, melukis,
memahat, menari, gerakan-gerakan kreatif, drama, puisi, fotografi, melihat dan
menilai karya seni orang lain. Art therapy telah banyak digunakan di lingkungan
medis, seperti pada pasien kanker, penyakit ginjal, penderita rematik, penyakit kronis,
dan luka bakar yang parah. Penderita kanker dapat memanfaatkan art therapy untuk
membantu diri mereka guna merasa lebih baik dan lebih positif. Art therapy dapat
menjadi cara yang aman untuk penderita kanker dan keluarga mereka untuk
mengungkapkan emosi-emosi seperti marah, takut, dan cemas tentang kanker dan
pengobatannya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti menunjukkan bahwa art
therapy efektif dalam mengurangi kecemasan pada pasien leukemia yang
menunjukkan gejala-gejala kecemasan sebelum menjalani proses art therapy. Terjadi
perubahan yang positif pada dua orang pasien leukemia setelah menjalani art therapy.
Mereka yang sebelumnya mengalami kecemasan proses pengobatan dan kondisi
situasional kini mampu mengatasi kecemasan tersebut. Hal ini terjadi karena melalui
proses menggambar mereka mampu mengekspresikan gejolak perasaan cemas
sehingga dengan demikian beban kecemasan mereka menjadi berkurang.
Berkurangnya kecemasan pada kedua subjek ini terlihat dari perubahan kearah positif
dari sebelum, selama dan sesudah pemberian art therapy.
Art drawing therapy memiliki banyak manfaat dan juga kelebihan, beberapa
manfaat dari art drawing therapy dalam konteks masalah psikologis menurut Pambudi
(2016), adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan Awareness atau Kesadaran Akan Masa Kini Kesadaran akan masa
kini (present moment) adalah salah satu hal penting yang harus dimiliki untuk bisa
menghadapi situasi sosial ataupun masalah psikologis yang mengganggu. Namun,
banyak orang yang sulit memfokuskan dirinya pada present moment ini. Karena itu,
art drawing therapy dapat digunakan untuk membantu lebih fokus pada present
moment.
2. Membantu Mengidentifikasi Respon Emosional, Merasakan Koneksi Antara
Tubuh, Pikiran dan Jiwa (Body, Mind and Soul) Respon emosional terhadap situasi
tertentu kadang sulit sekali untuk dirasakan dan juga diungkapkan. Dengan
menggunakan art drawing therapy, maka bisa lebih mudah dalam melakukan
identifikasi terhadap respon emosional. Selain itu, body, mind and soul yang saling
terkoreksi satu sama lain yang akan meningkatkan kesadaran akan diri sendiri.
3. Dapat Memperkuat Self Image Self image bisa dikatakan mirip seperti self concept,
yaitu merupakan suatu gambaran tentang diri sendiri. Dengan menggunakan teknik art
drawing therapy, seseorang akan lebih mudah untuk mengidentifikasikan dan juga
memperkuat self image positif dalam dirinya.
4. Mampu Merasakan Emosi yang Ada di Dalam Diri Malchiodi (2016)
mengungkapkan hasil penelitiannya mengenai penatalaksanaan art drawing therapy
dapat menurunkan tingkat hormon kortisol. Kortisol atau “hormon stress” yang
8

berkorelasi dengan tingkat stress ditubuh dan apa yang umum dikenal sebagai respon
fight-or-flight terhadap kejadian yang mengancam atau berbahaya.
9

Summary Jurnal Art Theraphy


No Topik Peneliti Tahun Metode Populasi Hasil Kesimpulan
&Sampel
1 Efektivitas Shinta Natalia 2017 kulalitatif & 5 Gambar-gambar dapat membantu terapis untuk Art therapy efektif
art therapy Adriani, Monty kuantitatif responden memahami persepsi dan perasaan penderita kanker dalam mengurangi
dalam Satiadarma mengenai apa yang terjadi pada diri mereka dan kecemasan pada remaja
mengurangi menggali alternatif penyelesaian masalah. Gambar penderita leukemia.
kecemasan yang dibuat, nuansa gambar, pemilihan warna
pada remaja mencerminkan kondisi terapis saat itu. Melalui
pasien gambar-gambar yang dibuat oleh terapis dapat
leukemia menunjukkan apa yang sedang dipikirkan dan
dipikirkan oleh terapis. Begitu juga dengan ter-
jalinnya hubungan tereupatik yang hangat dengan
terapis membuat terapis menjadi terbuka untuk
mencerikan permasalahan-permasalahan yang mereka
alami terkait dengan kondisi keduanya saat ini yang
sedang menjalani pengobatan leukemia di rumah
sakit. Pada akhirnya dengan kemampuan terapis untuk
memahami permasalahan yang mereka rasakan dapat
menimbulkan insight bagi keduanya dan
menyelesaikan permasalahan yang ada, yaitu
mengurangi tingkat kecemasan.
2 Efektifitas Aprilia Ade 2020 1 responden Kualitatif Kekuatan art therapy bagi seseorang yang mengalami Art therapy efektif
Art Theraphy Herviana and Ayu deskriptif kecemasan terletak pada proses kreatif dalam art dalam mengurangi
Dalam Setiyawati, Dinda therapy dapat memfasilitasi untuk mengungkapkan kecemasan pada pasien
Mengurangi Ayu ekspresi diri dan mengeksplorasi diri. leukemia.
Kecemasan Wulandari, Febriani
Pada Remaja Martanti, Haryanto,
Pasien Intan Indah
Leukemia Di Bagastri, Neni Budi
Ruang Melati Purwaningsih, Nita
10

II RSUD Dr. Adenansi, Wirani


Moewardi Intan Saputri
Surakarta
3 Pengaruh Art Alex Dwi Prasela, 2020 Quasi 40 Hasil uji wilcoxon terdapat perubahan tingkat Pengaruh art drawing
Drawing Febriana Sartika Eksperiment responden kecemasan pada kelompok perlakuan dan kontrol therapy terhadap tingkat
Theraphy Sari, Irna Kartina dengan dengan nilai bahwa P Value 0,000 dan hasil uji Mann kecemasan lansia di
Terhadap menggunakan Withney terdapat perubahan tingkat kecemasan nilai P Posyandu Fatimah
Tingkat pre and post value 0,041. Surakarta
Kecemasan test
Lansia Di nonequivalent
Posyandu control
Fatimah
Surakarta
11

2.3.3 EBP Pada Pasien Leukemia Limfositik Kronis (LLK)


Fludarabine, Siklofosfamid, Rituximab (FCR)
Leukemia limfositik kronis (CLL) merupakan penyakit pada sistem limfoid, di mana terapi yang paling sering adalah fludarabin
plus siklofosfamid (FC). Penambahan rituximab ke FC telah digunakan, suatu kombinasi yang dikenal sebagai FCR. Kemoimunoterapi
dengan FCR telah terbukti meningkatkan tingkat respons, kelangsungan hidup bebas perkembangan, dan kelangsungan hidup secara
keseluruhan dalam uji coba acak besar pada pasien CLL yang dipilih untuk kebugaran fisik yang baik. Ini telah menjadi uji klinis
pertama yang menunjukkan bahwa pilihan terapi lini pertama dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien CLL secara keseluruhan.
Fludarabine sangat efektif dalam pengobatan leukemia limfositik kronis , menghasilkan tingkat respons yang lebih tinggi daripada
agen alkilasi seperti klorambusil saja. Fludarabine digunakan dalam berbagai kombinasi dengan siklofosfamid, mitoksantron,
deksametason dan rituximab dalam pengobatan limfoma non-Hodgkin yang lamban . Sebagai bagian dari regimen FLAG atau FLAMSA,
fludarabine digunakan bersama dengan faktor perangsang koloni sitarabin dan granulosit dalam pengobatanleukemia myeloid akut .
Karena efek imunosupresifnya, fludarabin juga digunakan dalam beberapa rejimen pengkondisian sebelum transplantasi sel induk
alogenik. Fludarabin dan siklofosfamid (FC) yang aktif dalam pengobatan leukemia limfositik kronis (CLL), bersinergi dengan antibodi
monoklonal rituximab secara in vitro pada jalur sel limfoma. Program kemoimunoterapi yang terdiri dari fludarabine, siklofosfamid, dan
rituximab (FCR) dikembangkan dengan tujuan meningkatkan tingkat remisi lengkap (CR) pada pasien CLL yang sebelumnya tidak
diobati menjadi 50%.
Rituximab adalah obat infus untuk mengobati kanker kelenjar getah bening, kanker darah, dan rheumatoid arthritis. Rituximab
dapat digunakan sebagai obat tunggal, atau dikombinasikan dengan obat lain. Penggunaan rituximab harus dilakukan oleh dokter atau
tenaga medis lainnya sesuai dengan anjuran dokter. Rituximab bekerja dengan cara menghabiskan sel darah yang mengalami gangguan
akibat ketiga penyakit tersebut. Dengan berkurangnya sel yang terganggu, tingkat keparahan ketiga penyakit di atas dapat ditekan.
Siklofosfamid merupakan obat antineoplastik golongan alkylating agent yang umum digunakan untuk penanganan kanker,
terutama kanker darah seperti limfoma, mieloma multipel, atau leukemia. Obat ini umumnya digunakan sebagai terapi kombinasi dengan
agen kemoterapi lainnya, misalnya dengan thalidomide. Siklofosfamid adalah agen imunosupresif poten sehingga kegunaannya tidak
terbatas hanya pada kasus malignansi saja, tetapi juga pada penyakit autoimun seperti lupus atau pada sindrom nefrotik. Walau demikian,
isu toksisitas obat ini membuat penggunaannya untuk indikasi selain malignansi dibatasi hanya pada kasus berat saja. Siklofosfamid
bersifat sitotoksik, bekerja menghambat proses replikasi dengan membentuk cross-link pada DNA. Hepatosit, sel mukosa
gastrointestinal, dan sel-sel prekursor darah cenderung lebih resisten terhadap efek toksik siklofosfamid dibanding sel-sel pada organ
lain. Sampai saat ini, penelitian mengenai efek samping sistemik dan toksisitas siklofosfamid masih terus dilakukan.
12

Summary Jurnal Fludarabine, Siklofosfamid, Rituximab (FCR)


No Topik Peneliti Tahun Metode Populasi Hasil Kesimpulan
&
Sampel
1 A phase II Japanese K Izutsu, T 2021 Prospective, 7 pasien Tujuh pasien terdaftar. Tingkat respons FCR efektif dengan
trial of fludarabine, Kinoshita, J open-label, keseluruhan terbaik menurut Pedoman toksisitas yang dapat
cyclophosphamide Takizawa, S single-arm, NCI-WG 1996, titik akhir utama dikelola untuk pasien
and rituximab for Fukuhara, Go multicenter penelitian, adalah 71,4% (interval leukemia limfositik
previously untreated Yamatomo, Y phase II kepercayaan 95%, 29,0–96,3%), dengan kronik.
chronic lymphocytic Ohashi, J trial, based satu pasien mencapai respons lengkap.
leukemia Suzumiya, K on the study Tidak ada kematian atau perkembangan
Tobinai design for yang terjadi selama masa tindak lanjut.
the CLL8 Efek samping utama adalah
trial. hematotoksisitas. Jumlah sel T CD4
positif menurun pada semua pasien;
kebanyakan pasien tidak menunjukkan
penurunan imunoglobulin G serum.
2 Leukemia Limfositik Rahmi Sahreni, 2019 Kualitatif 1 pasien Pasien LLK yang sebelumnya tidak FCR efektif unutk
Kronik pada Limfoma Irza Wahid deskriptif diterapi diberikan rituximab untuk pengobatan limfositik
Non Hodgkin menunjang fludarabin dan kronik.
cyclofosfamid selama 6 siklus. Laporan
awal dari 134 pasien yang mendapat
pengobatan komplit, 66% mencapai
respon komplit dan secara keseluruhan
dijumpai rasio respon 95%.
3 Long-term results of Constantine S. 2014 Selection of 156 Terapi penyelamatan dikelompokan FCR berulang sebagai
first salvage treatment Tam, Susan study pasien menjadi 6 kategori dengan kombinasi terapi yang sangat efektif
in CLL patients O’Brien , William population obat yang serupa dan kelangsungan pada pasien dengan remisi
treated initially with Plunkett, William hidup: berbasis FCR (n = 60), berbasis pertama yang tahan lama.
FCR (fludarabine, Wierda, rituximab (n = 31), berbasis
13

cyclophosphamide, Alessandra alemtuzumab (n = 15), berbasis


rituximab) Ferrajoli, Xuemei lenalidomide (n = 8), kemoterapi
Wang, Kim-Anh intensif (n = 12), dan terapi lain (n = 10)
Do, Jorge Cortes, (Tabel tambahan 2). Kelangsungan
Issa Khouri, hidup yang lebih baik untuk pasien yang
Hagop Kantarjian, menerima penyelamatan berbasis FCR
Susan Lerner, atau berbasis lenalidmide
Michael J. (kelangsungan hidup rata-rata 82 bulan)
Keating dibandingkan dengan kategori lain
(kelangsungan hidup rata-rata 29 bulan;
P <0,001).
14

2.3.4 EBP Pada Leukemia Mieloid Kronis (LMK)


Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) Therapy
Belakangan ini berkembang terapi baru untuk pengobatan pasien LMK, yaitu
Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI). Molekul kecil TKI berkembang pada target
onkoprotein BCR-ABL yang abnormal pada penyakit LMK. Tyrosine kinase
inhibitor merubah perjalanan natural dari penyakit ini, meningkatkan harapan hidup
sekitar 10 tahun dari 20% sampai 80-90%.
Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) adalah jenis terapi yang ditargetkan. TKI
datang dalam bentuk pil, diminum. Terapi yang ditargetkan mengidentifikasi dan
menyerang jenis sel kanker tertentu sambil menyebabkan lebih sedikit kerusakan
pada sel normal. Dalam CML, TKI mengincar protein BCR-ABL1 yang abnormal
yang menyebabkan pertumbuhan sel LMK tidak terkendali dan menghalangi
fungsinya sehingga menyebabkan sel LMK mati. Empat obat TKI disetujui sebagai
terapi awal (pengobatan lini pertama) untuk LMK fase kronis. Obat-obatan ini yaitu:
Mesilat imatinib (Gleevec®), Dasatinib (Sprycel®), Nilotinib (Tasigna®), Bosutinib
(Bosulif®). Pengobatan “awal” adalah terapi pertama yang diberikan untuk suatu
penyakit.
Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) adalah obat farmasi yang menghambat kinase
tirosin. Tirosin kinase adalah enzim yang bertanggung jawab untuk aktivasi banyak
protein dengan kaskade transduksi sinyal. Protein diaktifkan dengan menambahkan
gugus fosfat ke protein (fosforilasi), suatu langkah yang dihambat oleh TKI. TKI
biasanya digunakan sebagai obat antikanker. Misalnya, mereka secara substansial
meningkatkan hasil pada leukemia myelogenous kronis. Mereka juga disebut
tyrphostins, nama pendek untuk "inhibitor fosforilasi tirosin", awalnya diciptakan
dalam publikasi tahun 1988, yang merupakan deskripsi pertama dari senyawa yang
menghambat aktivitas katalitik dari reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR).
Banyak TKI yang membidik berbagai tirosin kinase telah dihasilkan oleh
pencetus senyawa ini dan terbukti efektif sebagai agen anti tumor dan agen anti
leukemia. Berdasarkan pekerjaan ini imatinib dikembangkan untuk melawan
leukemia myelogenous kronis (LMK) dan kemudian gefitinib dan erlotinib yang
bertujuan pada reseptor EGF. Dasatinib adalah inhibitor tirosin kinase Src yang
efektif baik sebagai senolitik maupun sebagai terapi untuk LMK. TKI beroperasi
dengan empat mekanisme yang berbeda: mereka dapat bersaing dengan adenosin
trifosfat (ATP), entitas fosforilasi, substrat atau keduanya atau dapat bertindak
secara alosterik, yaitu mengikat ke situs di luar situs aktif, mempengaruhi
aktivitasnya dengan perubahan konformasi. Baru-baru ini TKI telah terbukti
menghilangkan akses kinase tirosin ke sistem pendamping molekuler Cdc37-Hsp90
di mana mereka bergantung pada stabilitas seluler mereka, yang menyebabkan
kemunduran dan degradasi mereka. Terapi transduksi sinyal pada prinsipnya juga
dapat diterapkan untuk penyakit proliferatif non-kanker dan untuk kondisi
peradangan. Sampai saat ini TKI belum dikembangkan untuk pengobatan kondisi
seperti itu.
15

Summary Jurnal Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) Therapy


No Topik Peneliti Tahun Metode Populasi Hasil Kesimpulan
&
Sampel
1 Respon Made Bagus 2015 Deskriptif 40 Orang Diperoleh dari rekam medis dan Dari pasien LMK yang menjalani
Hematologi Ambara Retrospektif wawancara pasien. Setelah di evaluasi pengobatan TKI selama setahun.
Pasien Leukimia Putra, Renny didapatkan hasil rerata dari leukosit Terjadi penurunan rerata leukosit,
Mieloid Kronik A Rena, sebelum menjalani terapi TKI 227,59 peningkatan rerata hemoglobin,
Yang Mendapat Ketut Suega ± 22,03 x 103 /mm3 menjadi 14,61 ± dan penurunan rerata trombosit.
Pengobatan 3,45 x 103 /mm3 setelah 12 bulan
Tyrosine Kinase menjalani terapi TKI. Rerata
Inhibitor Selama hemoglobin sebelum menjalani terapi
Setahun Di RSUP TKI 9,68 ± 0,42g/dL menjadi 12,07 ±
Sanglah Denpasar 0,42 g/dL setelah 12 bulan menjalani
terapi TKI. Rerata trombosit sebelum
menjalani terapi TKI 458,32 ± 86,35 x
103 /mm3 menjadi 276,79 ± 29,68 x
103 /mm3 setelah 12 bulan menjalani
terapi TKI.
2 Profile Of BCR- Ugroseno 2013 Cross- Semua Setelah 18 bulan terapi Imatinib, kadar Pada pasien LMK yang diterapi
ABL Transcipt Yudho sectional Pasien transkrip BCR-ABL tidak terdeteksi dengan imatinib selama 18 bulan
Levels Based on Bintoro, design LMK (molekuler respons lengkap) pada terbukti efektif, kadar transkip
Sokal prognostic Siprianus fase 7(70%), 8(66,7%), dan 9(50%) BCR-ABL tidak terdeteksi.
Score in Chronic kronik berturut-turut pada kelompok subjek
Myeloid sejak risiko Sokal rendah-, sedang-, dan
Leukimia Patients 2008- tinggi (p=0,417). Respons molekuler
Treated With 2012 Di lengkap pada kelompok risiko Sokal
lmatinib RSU Dr. rendah didapatkan lebih tinggi
soetomo dibanding risiko Sokal tinggi (70% vs
Surabaya 50%), secara statistik tidak berbeda
bermakna (p=0,557).
16

3 Nilotinib As The Yuswanti 2021 Nilotinib aktif terhadap beberapa Sebagai terapi lini pertama pada
First Line Setyawan mutan BCR-ABL yang resisten pasien CML fase kronik dengan
Therapy In terhadap imatinib, kecuali mutan Ph+ yang baru terdiagnosis,
Managing T315I. Mutasi spesifik E255K/V, nilotinib terbukti efektif. ,
Chronic Y253H/F, F359C/V, dan L248V nilotinib menunjukkan CCyR dan
Myelogenous umumnya kurang sensitif terhadap MMR yang lebih tinggi serta
Leukemia nilotinib. Sebagai terapi lini pertama pengembangan menjadi fase
pada pasien CML fase kronik dengan akselerasi/krisis blas serta resiko
Ph+ yang baru terdiagnosis, nilotinib kematian yang lebih rendah.
menunjukkan CCyR dan MMR yang
lebih tinggi serta pengembangan
menjadi fase akselerasi/krisis blas
serta resiko kematian yang lebih
rendah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Leukemia merupakan penyakit kanker sistemik yang menyerang sel darah putih
yang dapat menimbulkan berbagai masalah pada semua aspek kehidupan yaitu fisik,
psikologis, dan sosial. Leukemia adalah kanker yang disebabkan oleh pertumbuhan
tidak normal pada sel darah putih (leukosit), dimana sel darah putih muda tidak
menjadi matang seperti seharusnya melainkan menjadi sel yang dikenal sebagai sel
leukemia (Yayasan Kanker Indonesia (YKI), 2008). Leukemia adalah penyakit yang
dapat menyerang semua jenis usia, tidak terkecuali pada anak-anak. Leukemia
merupakan jenis kanker yang sering ditemukan pada anak dibawah usia 15 tahun.
Leukemia merupakan penyakit kronis yang menempati urutan kedua dan ketiga
sebagai penyebab kematian pada anak (Andra dalam Farmacia, 2007). Leukemia
diklasifikasikan menjadi 4 bagian, diantaranya,Leukemia Mieloid Akut (LMA),
Leukemia Mieloid Kronik (LMK), Leukemia Limfoblastik Akut (LLA), Leukemia
Limfositik Kronik (LLK). Perawat menggunakan intervensi yang berdasarkan pada
Evidence Based Practice (EBP) atau praktik berbasis bukti. Dalam pemberian
pendidikan kesehatan pada pasien TBC dapat dilakukan beberapa intervensi seperti
Pada Pasien Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)Defisit Nutrisi Dengan Tindakan
Akupresur Terhadap Mual Muntah, EBP Pada Pasien Leukemia Mieloid Akut (LMA)
Penerapan Art therapy, EBP Pada Pasien Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
Fludarabine, Siklofosfamid, Rituximab (FCR), EBP Pada Leukimia Mieloid Kronis
(LMK) Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) Therapy yang dapat membantu pasien dalam
meningkatkan kesehatannya.

3.2 Saran

Tentunya dalam makalah ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami
memohon kritikan dan saran dari pembaca agar pembuatan makalah ini di waktu
selanjutnya bisa dibuat menjadi lebih baik. Semoga makalah yang dibuat ini bisa juga
berguna dan bermanfaat.

17
DAFTAR PUSTAKA
Yulianingrum, I ., Lestari Dewi, R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien LLA
(Leukimia Limfoblastik Akut) Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman Dan Nyaman.
Apriany, D. (2013). Hubungan Antara Hospitalisasi Anak dengan Tingkat Kecemasan
Orang Tua. Jurnal Keperawatan Soedirman, 8 (2) , 92-104.
Juniarti Hesty ., Rizona Firnaliza. (2020). Pengaruh Tindakan Akupresur Titik P6 Dan
ST36 Terhadap Mual Muntah Pada Pasien Acute Myeloid Leukemia (AML)
Dengan Defisit Nutrisi. Undergraduate thesis, Sriwijaya University.
Rahma, Dhani Fitri (2020) Literatur Review : Terapi Akupresur untuk Menurunkan Mual
dan Muntah Akibat Kemoterapi pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik
Akut. Other thesis, Universitas Andalas.
Iriani Restu, Vestabilivy Evi. (2017). Pengaruh Hipnoterapi dan Akupresur terhadap Mual
Muntah Akut Akibat Kemoterapi Pada Anak dengan Acute Lymphoblastic
Leukemia (ALL) di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tanggerang Tahun 2017.
Jurnal Persada Husada Indonesia Vol 4 No 14 Juli 2017.
Shinta Natalia Adriani, Monty Satiadarma. (2017). Efektivitas art therapy dalam
mengurangi kecemasan pada remaja pasien leukemia. Tahun 2017. Indonesian
Journal of Cancer 5 (1).
Aprilia AdeHerviana, Ayu Setiyawati, Dinda Ayu Wulandari, Febriani
Martanti, Haryanto, Intan Indah Bagastri, Neni Budi Purwaningsih, Nita Adenansi,
Wirani Intan Saputri. (2020). Efektifitas Art Theraphy Dalam Mengurangi
Kecemasan Pada Remaja Pasien Leukemia Di Ruang Melati II RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
Dwi Alex, Sartika Febriana, Kartina Irna. (2020). The Effect Of Art Drawing Therapy On
The Anxiety Level Of The Elderly In Posyandu Fatimah Surakarta.
K Izutsu, T Kinoshita, J Takizawa, S Fukuhara, Go Yamatomo, Y Ohashi, J Suzumiya, K
Tobinai. (2021). A phase II Japanese trial of fludarabine, cyclophosphamide and
rituximab for previously untreated chronic lymphocytic leukemia. Japanese
Journal of Clinical Oncology, Volume 51, Issue 3, March 2021, Pages 408–415.
Sahreni Rahmi, Whid Irza. (2019). Leukemia Limfositik Kronik pada Limfoma Non
Hodgkin. Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 8(Supplement 1).
Constantine S. Tam , Susan O’Brien , William Plunkett , William Wierda , Alessandra
Ferrajoli , Xuemei Wang , Kim-Anh Do , Jorge Cortes , Issa Khouri , Hagop
Kantarjian , Susan Lerner , Michael J. Keating. (2014). Long-term results of first
salvage treatment in CLL patients treated initially with FCR (fludarabine,
cyclophosphamide, rituximab). (Blood. 2014; 124(20):3059-3064).
IMBA Putra ., RA Rena ., K Suega. (2015). Respon Hematologi Pasein Leukimia Mieloid
Kronik Yang Mendapat Pengobatan Tyrosine Kinase Inhibitor Selama Setahun Di
RSUP Sanglah Denpasar. E-Jurnal Medika Udayana.

iii
iv

Ugroseno Yudho Bintoro, Siprianus (2013) Profile Of BCR-ABL Transcipt Levels Based
on Sokal prognostic Score in Chronic Myeloid Leukimia Patients Treated With
lmatinib. The Indonesia Journal of lnternal Medicine, 45 (2).
Setyawan Y. (2021). Nilotinib as the First Line Therapy in Managing Chronic
Myelogenous
Leukemia. e-CliniC, Volume 9, Nomor 2, Juli-Desember 2021, hlm. 342-350.
Ghezelbash Sima, Khosravi Maryam. (2017). Acupressure for nausea-vomiting and
fatigue management in acute lymphoblastic leukemia children. Vol: 4, Page: 75-81.
Afrianti Novi, Riana E. (2020). Penerapan Terapi Akupresur Dalam Penanganan Mual
Muntah Pasca Kemoterapi. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal
Volume 10 No 4, Hal 461–470.
Windiastuti E, dkk. (2011). Pedoman Penemuan Dini Kanker Pada Anak.
http://repository.unimus.ac.id/1205/3/BAB%20II.pdf
http://scholar.unand.ac.id/12485/3/BAB%20I.pdf
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/21314/6.%20BAB%20II.pdf?se
5

Anda mungkin juga menyukai