Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

( EVIDENCE BASE PRACTICE ) GANGGUAN PADA SISTEM

HEMATOLOGI : LEUKEMIA

Disusun Oleh :

Kelompok IV

Abdul Majid Sidiq (22102341)

Akhmad Fatoni (22102343)

Sanex Febrian H (22102371)

Inayatul Ainiyah (22102361)

Andry Yatma Machdhy (22102344)

Aris Sunanda Pradana (22102348)

Yulia Nikmah (22102379)

Graciana Eliana Marcal (22102358)

Ayu Sulastri (22102349)

Dyah Tri Wahyuni (22102355)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS dr SOEBANDI JEMBER

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul (Evidence Base Practice) Pada Kasus
Gangguan Sistem Hematologi : Leukemia, sehingga dapat tepat pada waktunya.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah yang
akan kami buat selanjutnya agar lebih baik lagi, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya
saran yang membangun.
Kami mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan makalah ini dan juga
kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat memenuhi tugas dan bermanfaat bagi kita semua amin

Jember, 27 Desember 2022

Kelompok 1V
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................................................i

Daftar Isi..............................................................................................................................................................ii

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang......................................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................................................................2

BAB II Pembahasan

2.1 Pengertian Penyakit Leukimia...........................................................................................................3


2.2 Evidence Based Practice dalam Keperawatan.................................................................................4
2.3 Evidence Based Practice Pada Pasien leukimia..............................................................................5
2.3.1 EBP Pada Pasien Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)..................................................5

2.3.2 EBP Pada Pasien Acute Myeloid Leukimia (AML)........................................................8

2.3.3 EBP Pada Pasien Leukemia Limfositik Kronis (LLK)................................................12

2.3.4 EBP Pada Pasien Leukemia Mieloid Kronis (LMK)....................................................15

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................................18
3.2 Saran.....................................................................................................................................................18

Daftar Pustaka..................................................................................................................................................iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Leukemia adalah penyakit yang dikaitkan dengan adanya mutasi gen yang mengontrol
pertumbuhan sel darah ,sehingga terjadi pertumbuhan sel darah yang tidak terkontrol disumsum
tulang.Leukimia juga disebut dengan kelainan heterogen akibat persebaran sel blast di sumsum tulang
dan darah perifer.Oleh karen penyebab pasti dari leukimia belum diketahui ,beberapa faktor resiko
terkait penyakit ini telah diidentifikasi.
Penatalaksanaan leukemia meliputi kemoterapi, radioterapi, transplantasi sumsum tulang dan
steroid. Masing-masing terapi memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap kesehatan dan
perkembangan pasien selanjutnya, oleh karena itu dampak setiap terapi harus dikenali untuk
memungkingkan akses informasi pengobatan. Terapi yang dinilai sangat efektif untuk leukemia
adalah kemoterapi. Kemoterapi dinilai efektif dalam pengobatan kanker, menjaga dan menahan
penyebaran sel kanker, memperlambat pertumbuhan sel kanker, membunuh sel kanker yang menyebar
ke bagian tubuh lainnya dan mengurangi gejala yang disebabkan oleh kanker (ACS, 2018).
Kemoterapi untuk penderita leukemia terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap induksi, konsolidasi, dan
maintenance.
Pengobatan dengan kemoterapi telah berhasil menaikkan angka kesembuhan pada penderita
leukemia tetapi memiliki gejala bagi fisik maupun psikologis pada anak. Pada penelitian Nurgali,
Jagoe & Abalo (2018) gejala fisik yang ditimbulkan akibat kemoterapi ialah mual, munttidah,
mukositis, gangguan gastrointestinal, anoreksia, malabsorpsi, penurunan berat badan, anemia,
kelelahan dan peningkatan resiko sepsis. Kemoterapi juga memiliki dampak signifikan pada status
psikologis pasien yaitu harga diri yang rendah pada anakanak (Sherief, 2015). Pasien yang hidup
dengan kanker stadium lanjut mengalami gejala psikologis yaitu, kecemasan, gejala depresi, dan
keputusasaan (Bail et al, 2018).
Gejala fisiologis yang tidak ditangani secara tepat dapat mempengaruhi psikologis pasien, yang
mana gejala fisiologis yang timbul akibat kemoterapi dapat menimbulkan stres bagi pasien (Djoerban,
2014). Hal ini dibuktikan dengan Penelitian Mcculloch, Hemsley & Kelly (2018) mengatakan bahwa
gejala-gejala fisiologis yang dialami pasien selama kemoterapi seperti nyeri, mukositis, mual, muntah,
perubahan berat badan, kekurangan nutrisi, kelelahan, gangguan tidur, dapat menimbulkan gejala
psikologis yang akan terjadi seperti perasaan sedih, depresi, cemas, takut, dan khawatir akan terjadi
gejala yang lebih parah selama perawatan mereka. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan terhadap
gejala fisiologis kemoterapi terlebih dahulu untuk mengurangi gejala psikologis yang akan terjadi.

1
2

Peran perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat berupa pemberian pendidikan
kesehatan pada pasien TBC. Beberapa contohnya yaitu pemberian Evidence Based Pratice yang dapat
meningkatkan tingkat kesehatan pasien dengan Leukimia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud penyakit Leukemia?
2. Apa yang dimaksud dengan Evidence Based Practice (EBP) dalam keperawatan?
3. Bagaimana Evidence Based Practice (EBP) pada Pasien Leukemia?

1.3 Tujuan
1. Memahami apa yang dimaksud dengan penyakit Leukemia
2. Memahami Evidence Based Practice (EBP) dalam keperawatan
3. Memahami Evidence Based Practice (EBP) pada pasien Leukemia
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Leukemia


Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan
penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Hal ini
disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk
hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering menginvasi
jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe.

Leukimia dikenal dengan kanker darah adalah salah satu klasifikasi dalam penyakit kanker pada
darah atau sumsum tulang, ditandai dengan pertumbuhan secara tak normal atau transformasi maligna
dari sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Hal ini umumnya terjadi di leukosit
atau sel darah putih. Sel normal dalam sumsum tulang digantikan oleh sel abnormal dan sel ini dapat
ditemukan di darah perifer atau darah tepi. Sel leukimia ini mempengaruhi sel darah normal serta
imunitas penderitanya (Wirawan R. 2003).

Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, baik menurut maturitas sel maupun turunan sel.
Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan atas akut dan kronik. Jika sel ganas tersebut sebagian
besar immatur (blast) maka leukemia diklasifikasikan akut, sedangkan jika yang dominan adalah sel
matur maka diklasifikasikan sebagai leukemia kronik. Berdasarkan turunan sel, leukemia
diklasifikasikan atas leukemia mieloid dan leukemia limfoid. Kelompok leukemia mieloid meliputi
granulositik, monositik, megakriositik dan eritrositik (Launder TM,2002).

Penyakit akibat terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas serta sering disertai
adanya leukesit jumlah berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya anemia dan trombositopenia.
Leukemia limpois atau limpositik akut ini merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit
yang imanur dan berlebihan sehingga jumlahnya menyusup kebagian organ seperti sumsum tulang
dang mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit kurang untuk mencukupi
kebutuhan sehingga menimbulkan pendarahan .Leukemia merupakan penyakit klonal yang berarti suatu sel
kanker abnormal berproliferasi tanpa control ,mengahasilkan sekelompok sel-sel anak yang abnormal sehingga
menghambat semua sel-sel lain di sum-sum tulang berkembang normal (Hidayat,2006)

Proliferasi yang tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dan sumsum tulang, menggantikan
elemen sumsum tulang normal, neoplasma akut dan kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa. Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasi patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam
membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh lain (Arif, 2002).

Leukemia diklasifikasikan menjadi 4 bagian, diantaranya:


a. Acute Myeloid Leukimia (AML)
4

AML merupakan salah satu kelainan sel darah berupa keganasan yang ditandai dengan proliferasi
dan pertumbuhan dari sel hematopoitik yang imatur dalam sumsum tulang dan darah .
Pengulangan hematopoisis yang pada akhirnya menyebabkan leukimia merupakan akibat dari
perubahan genetik didalam sel stem darah dan sel progenitor yang memproduksi sejumlah besar
sel darah merah dan sel progenitor yang memproduksi sejumlah besar sel darah merah dan sel
darah putih matang.Sel-sel blast atau sel darah imatur kehilangan kemampuan untuk diferensiasi
dan merespon terhadap regulasi normal dari proliferasi dan pertahan.Sehingga secara progresif
sel-sel darah normal dalam sumsum tulang dengan manifestasi infeksi berat,perdarahan ,serta
infiltrasi ke organ lain.Pasien dengan AML memiliki gejala khas seperti mudah lelah,sulit
bernafas atau sesak ,perdarahan dan tanda-tanda infeksi yang merupakan akibat dari kegagalan
sumsum tulang.Perdarahan yang mengacu kepada DIC atau Disseminated Intravascular
Coagulation sering terjadi pada pasien AML.Penyakit ini dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
darah lengkap yang terdapat penurunan jumlah ereitrosit (anemia),trombosit (trombosito
penia),dan neutrofil (nertropenia).Namun jumlah leukosit secara keseluruhan meningkat
(leukositosis) oleh karena akumulasi sel blast dari leukemia .Sel ini dapat diketahui dengan
analisis darahtepi,tetapi diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan ssampel sumsum
tulang sehingga secara morfologi diamati dengan mikroskop.Leukemia mewakili 2,5% dari
semua kejadian kanker dan sekitar 3,5 % kematian akibat kanker di Amerika Serikat.Prognosis
dari AML masih meragukan dan mewakili 1,2% dari semua kanker dihampir seluruh negara barat
Hal ini menyebabkan AML dipertimbangkan sebagai penyakit yang jarang,tetapi penyakit ini
sering digunakan sebagai penelitian karena bersifat progresif dan menimbulkan kematian pada
lebih dari 40% kasus.Insidensi penyakit ini tinggi pada orang dewasa.Hampir 80% kasus leukimia
akut terjadi pada orang dewasa dan 20% kasus leukimia akut terjadi pada anak-anak.Kejadian
meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang.Nilai median usia dari pasien dengan
AML ialah 70 tahun.Perbandingan kejadian AML antara laki-laki dan perempuan ialah 2,5 : 1
AMLmerupakan salah satu penyakit leukimia yang jarang terjadi.Namun penyakit ini menjadi
penyebab kematian akibat kanker yang cukup besar.Insidensinya mendekati angka yang stabil
dalam beberapa tahun terakhir.Secara terus menerus penyakit ini menunjukan 2 puncak kejadian
yaitu pada anak-anak dan orang dewasa.Insidensi kejadian AML adalah 3,7 per 100.000 orang
dengan mortalitas sesuai usia ialah 2,7 mendekati 18 per 100.000 orang.Insidensinya meningkat
dari 1,3 per 100.000 orang pada usia kurang dari 65 tahun menjadi 12,2 kasus per 100.000 orang
pada usia lebih dari 65 tahun.Walaupun pengobatan yang semakin maju dapat membantu dalam
perbaikan yang signifikan pada pasien-pasien usia muda,prognosis pasien usia tua yang tercatat
untuk kasus baru cukup buruk.Beberapa faktor resiko terjadinya AML ialah faktor genetik,gaya
hidup dan lingkungan.Faktor genetik yaitu terjadinya translokasi genetik seperti pada kromosom
8:21 serta inversi kromosom 16.Faktor gaya hidup seperti asupan makanan,merokok,alkohol dan
terjadinya obesitas.Faktor resiko lingkungan yang dapat menyebabkan AML ialah paparan
benzen,radiasi ,ionisasi dosis tinggi,agen kemoterapik dan paparan zat atau bahan
elektromagnetik

b. Leukemia Mieloid Kronik (LMK)


LMC juga dimasukan dalam sistem keganasan sel myeloid. Namun banyak sel normal
dibandingkan bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. LMC jarang menyerang individu
dibawah 30 tahun. Manifestasi mirip dengan LMA, tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien
menunjukan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit sampai jumlah yang luar
biasa, limpa membesar.
5
c. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki- laki
lebih banyak dibandingkan perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah 15 tahun LLA jarang
terjadi. Manifestasi limfosit berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga
menggangu perkembangan sel normal.

d. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)


LLC merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun .Manifestasi pasien tidak
Menunjukan gejala,baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain (Arif,2002)
2.2 Evidence Based Practice (EBP) dalam Keperawatan
Evidence-based practice (EBP) merupakan metode pendekatan perawatan professional untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Sebagian besar perawat meyakini EBP berdampak
positif pada kualitas perawatan dan kepuasan kerja (Berland, 2012). Evidence Based Nursing Practice
(EBNP) digunakan oleh perawat sebagai pemberi pelayanan asuhan keperawatan yang baik karena
pengambilan keputusan klinis berdasarkan pembuktian.

Menurut (Bostwick, 2013) evidence based practice adalah starategi untuk memperolah
pengetahuan dan skill untuk bisa meningkatkan tingkah laku yang positif sehingga bisa menerapakan
EBP didalam praktik. Dari kedua pengertian EBP tersebut dapat dipahami bahwa evidance based
practice merupakan suatu strategi untuk mendapatkan knowledge atau pengetahuan terbaru
berdasarkan evidence atau bukti yang jelas dan relevan untuk membuat keputusan klinis yang efektif
dan meningkatkan skill dalam praktik klinis guna meningkatkan kualitas kesehatan pasien.Oleh
karena itu berdasarkan definisi tersebut, Komponen utama dalam institusi pendidikan kesehatan
yang bisa dijadikan prinsip adalah membuat keputusan berdasarkan evidence based serta
mengintegrasikan EBP kedalam kurikulum merupakan hal yang sangat penting.

Pendekatan yang dilakukan berdasarkan pada evidance based bertujuan untuk menemukan bukti-
bukti terbaik sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan klinis yang muncul dan kemudian
mengaplikasikan bukti tersebut ke dalam praktek keperawatan guna meningkatkan kualitas
perawatan pasien tanpa menggunakan bukti-bukti terbaik,
6

praktek keperawatan akan sangat tertinggal dan seringkali berdampak kerugian untuk pasien.
Contohnya saja education kepada ibu untuk menempatkan bayinya pada saat tidur dengan posisi
pronasi dengan asumsi posisi tersebut merupakan posisi terbaik untuk mencegah aspirasi pada bayi
ketika tidur. Namun berdasarkan evidence based menyatakan bahwa posisi pronasi pada bayi akan
dapat mengakibatkan resiko kematian bayi secara tibatiba SIDS (Melnyk & Fineout, 2011).
2.3 Evidence Based Practice (EBP) pada Pasien Leukemia
Dalam pemberian pendidikan kesehatan yang berdasarkan hasil-hasil penelitian pada pasien leukemia
dapat dilakukan beberapa intervensi, diantaranya yaitu:

2.3.1 EBP Pada Pasien Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)


Defisit Nutrisi Dengan Tindakan Akupresur Terhadap Mual Muntah. Akupresur
merupakan salah satu terapi komplementer yang dapat menurunkan mual muntah akut akibat
kemoterapi pada pasien kanker serta dapat diterapkan sebagai bagian dari intervensi
keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami mual muntah
akut akibat kemoterapi (Syarif et al., 2011). Terapi ini dilakukan dengan menekan secara manual
pada P6 pada daerah pergelangan tangan yaitu 3 jari dan daerah distaf pergelangan tangan antara dua
tendon,terapi ini menstimulasi sistem regulasi serta mengaktifkan mekanisme endokrin dan
neurologi,yang merupakan mekanisme fisiologi dalam mempertahankan keseimbangan (Runiari, 2010).

Akupresur dapat menurunkan mual muntah akut akibat kemoterapi melalui efek yang
dihasilkan manipulasi pada titik akupresur tersebut.Manipulasi pada titik akupresur P6 dan St36
dapat memberikan manfaat berupa perbaikan energi yang ada di meridian limpa dan lambung,
sehingga memperkuat sel-sel saluran pencernaan terhadap efek kemoterapi yang dapat
menurunkan rangsang mual muntah ke pusat muntah. Manipulasi tersebut juga dapat
meningkatkan peningkatan beta endorpin di hipofise yang dapat menjadi antiemetik alami
melalui kerjanya menurunkan impuls mual muntah di chemoreseptor trigger zone (CTZ) dan
pusat muntah (Syarif et al., 2011). Letak titik St36 3 cun di bawah tempurung lutut,sifat dari
titi St36 memperbaiki sistem lambung ,limfa dan usus mengusir penyakit yang bersifat angin dan
lembab ,istimewa titik St36 pengaruh saraf simpatis , dan saraf tulang belakang, titik ini sering di
ambil karena merupakan titik vitamin atau titik dewa, khasiat dari titik ini, diare, sembelit, nyeri
lambung, kembung, mual, masuk angin, nyeri lutut, kelumpuhan dll, sedangkan letak titik P6
2 cun (tiga jari) di atas pergelangan tangan bagian dalam antara dua tendon, istimewa titik P6
titik ini termasuk titik yang sering di ambil, karena menguwasai lambung dan dada, khasiat dari
titik ini muntah muntah, nadi cepat, sakit lambung, kram, dll (Alamsyah, 2010). Pijatan bisa
dilakukan setelah menemukan titik median yang tepat yaitu timbulnya reaksi pada titik pijat
berupa, rasa nyeri, linu atau pegal.Dalam terapi akupresur pijatan bisa dilakukan dengan
menggunakan jari tangan (jempol dan jari telunjuk), lama dan banyaknya tekanan (pemijatan)
tergantung pada jenis pijatan. Pijatan untuk mengguatkan (yang) dapat dilakukan dengan
maksimal 30 kali tekanan untuk masing–masing titik dan pemutaran pemijatanya searah
jarum jam sedangkan pemijatan yang berfungsi melemahkan (yin) dapat dilakukan dengan 50
kali tekanan dan cara pemijatanya berlawanan jarum jam (Fengge, 2012).
14

Summary Jurnal Defisit Nutrisi Dengan Tindakan Akupresur Terhadap Mual Muntah
No Topik Peneliti Tahun Metode Populasi Hasil Kesimpulan
& Sampel
1. Terapi akupresur Rahma, 2020 Literature 5 artikel Hasil Lima Pemberian terapi
untuk Dhani review penelitian akupresur efektif
menurunkan mual Fitri menunjukkan menurunkan mual
muntah akibat bahwa terapi muntah dan dapat
kemoterapi pada akupresur dapat digunakan sebagai
anak dengan menurunkan mual intervensi
leukimia dan muntah akibat nonfarmakologi
limfoblastik akut kemoterapi pada untuk menurunkan
anak dengan mual dan muntah
leukemia akibat kemoterapi
Limfoblastik akut pada anak dengan
leukemia
limfoblastik akut
2. Acupressure for Ghezelba 2017 Experime 120 Perbedaan yang Perbedaan yang
nausea-vomiting sh, ntal responde signifikan diamati signifikan diamati
and fatigue Maryam group n antara dua antara dua kelompok
management in Khosravi kelompok berdasarkan
acute berdasarkan kelelahan dan
lymphoblastic kelelahan dan intensitas mual
leukemia children intensitas mual segera dan satu jam
segera dan satu jam pasca intervensi
pasca intervensi dengan interval 95%
dengan interval dan
95% dan P <0,001.
P <0,001.

2.3.2 EBP Pada Pasien Acute Myeloid Leukimia (AML)


Penerapan Art therapy
Art therapy adalah bentuk psikoterapi yang menggunakan media seni, material
seni, dengan pembuatan karya seni untuk berkomunikasi. Media seni dapat berupa pensil, kapur
berwarna, warna, cat, potongan- potongan keratas, dan tanah liat.8 Kegiatan art therapy mencakup
berbagai kegiatan seni seperti menggambar, melukis, memahat, menari, gerakan-gerakan kreatif,
drama, puisi, fotografi, melihat dan menilai karya seni orang lain. Art therapy telah banyak
digunakan di lingkungan medis, seperti pada pasien kanker, penyakit ginjal, penderita rematik,
penyakit kronis, dan luka bakar yang parah. Penderita kanker dapat memanfaatkan art therapy
untuk membantu diri mereka guna merasa lebih baik dan lebih positif. Art therapy dapat menjadi
cara yang aman untuk penderita kanker dan keluarga mereka untuk mengungkapkan emosi-emosi
seperti marah, takut, dan cemas tentang kanker dan
pengobatannya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti menunjukkan bahwa art
therapy efektif dalam mengurangi kecemasan pada pasien leukemia yang menunjukkan gejala-
gejala kecemasan sebelum menjalani proses art therapy. Terjadi perubahan yang positif pada dua
orang pasien leukemia setelah menjalani art therapy. Mereka yang sebelumnya mengalami
kecemasan proses pengobatan dan kondisi situasional kini mampu mengatasi kecemasan tersebut.
Hal ini terjadi karena melalui proses menggambar mereka mampu mengekspresikan gejolak
perasaan cemas sehingga dengan demikian beban kecemasan mereka menjadi
berkurang.
Berkurangnya kecemasan pada kedua subjek ini terlihat dari perubahan kearah positif dari sebelum,
selama dan sesudah pemberian art therapy.
Art drawing therapy memiliki banyak manfaat dan juga kelebihan, beberapa manfaat dari
art drawing therapy dalam konteks masalah psikologis menurut Pambudi (2016), adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan Awareness atau Kesadaran Akan Masa Kini Kesadaran akan masa
14
kini (present moment) adalah salah satu hal penting yang harus dimiliki untuk bisa menghadapi
situasi sosial ataupun masalah psikologis yang mengganggu. Namun, banyak orang yang sulit
memfokuskan dirinya pada present moment ini. Karena itu, art drawing therapy dapat
digunakan untuk membantu lebih fokus pada present moment.
2. Membantu Mengidentifikasi Respon Emosional, Merasakan Koneksi Antara Tubuh, Pikiran
dan Jiwa (Body, Mind and Soul) Respon emosional terhadap situasi tertentu kadang sulit sekali
untuk dirasakan dan juga diungkapkan. Dengan menggunakan art drawing therapy, maka bisa
lebih mudah dalam melakukan identifikasi terhadap respon emosional. Selain itu, body,
mind and soul yang saling terkoreksi satu sama lain yang akan meningkatkan kesadaran akan
diri sendiri.
3. Dapat Memperkuat Self Image Self image bisa dikatakan mirip seperti self concept, yaitu
merupakan suatu gambaran tentang diri sendiri. Dengan menggunakan teknik art drawing
therapy, seseorang akan lebih mudah untuk mengidentifikasikan dan juga memperkuat self
image positif dalam dirinya.
4. Mampu Merasakan Emosi yang Ada di Dalam Diri Malchiodi (2016) mengungkapkan hasil
penelitiannya mengenai penatalaksanaan art drawing therapy dapat menurunkan tingkat
hormon kortisol. Kortisol atau “hormon stress” yang berkorelasi dengan tingkat stress
ditubuh dan apa yang umum dikenal senagai respon fight-or-fight terhadap kejadian yang
mengancam atau berbahaya.

Summary jurnal art theraphy


No Topik Peneliti Tahun Metode Populasi & Hasil Kesimpulan
Sampel
1. Efektivitas Shinta Natalia 2017 kulalitatif 5 Gambar-gambar dapat Art therapy efektif
art therapy Adriani, & responden membantu terapis untuk dalam mengurangi
dalam Monty kuantitatif memahami persepsi dan kecemasan pada
Mengurangi Satiadarma perasaan penderita kanker remaja
kecemasan mengenai apa yang terjadi penderita leukemia.
pada remaja pada diri mereka dan
pasien menggali alternatif
leukemia penyelesaian masalah.
Gambar yang dibuat,
nuansa gambar, pemilihan
warna mencerminkan
kondisi terapis saat itu.
Melalui gambar-gambar
yang dibuat oleh terapis
dapat menunjukkan apa
yang sedang dipikirkan
dan dipikirkan oleh terapis.
Begitu juga dengan ter-
jalinnya hubungan
tereupatik yang hangat
dengan terapis membuat
terapis menjadi terbuka
untuk mencerikan
permasalahan-
permasalahan yang mereka
alami terkait dengan
kondisi keduanya saat ini
yang sedang menjalani
pengobatan leukemia di
rumah sakit. Pada akhirnya
dengan kemampuan terapis
untuk memahami
permasalahan yang mereka
rasakan dapat
menimbulkan insight bagi
keduanya dan
menyelesaikan
permasalahan yang ada,
yaitu mengurangi tingkat
kecemasan.
14
No Topik Peneliti Tahun Metode Populasi & Hasil Kesimpulan
Sampel
2. Efektifitas Aprilia Ade 2020 Kualitatif 1 Kekuatan art therapy bagi Art therapy efektif
Art Herviana and deskriptif responden seseorang yang mengalami dalam mengurangi
Theraphy Ayu kecemasan terletak pada kecemasan pada
Dalam Setiyawati, proses kreatif dalam art pasien
Mengurangi Dinda therapy dapat memfasilitasi leukemia.
Kecemasan Ayu untuk mengungkapkan
Pada Remaja Wulandari, ekspresi diri dan
Pasien Febriani mengeksplorasi diri.
Leukemia Di Martanti,
Ruang Haryanto,
Melati II Intan Indah
RSUD Dr. Bagastri, Neni
Moewardi Budi
Surakarta Purwaningsih,
Nita Adenansi,
Wirani
Intan Saputri
3. Pengaruh Art Alex Dwi 2020 Quasi 40 Hasil uji wilcoxon terdapat Pengaruh art drawing
Drawing Prasela, Eksperime responden perubahan tingkat therapy terhadap
Theraphy Febriana nt dengan kecemasan pada kelompok tingkat kecemasan
Terhadap Sartika Sari, mengguna perlakuan dan kontrol lansia di Posyandu
Tingkat Irna Kartina kan pre dengan nilai bahwa P Fatimah Surakarta
Kecemasan and post Value 0,000 dan hasil uji
Lansia Di test Mann Withney terdapat
Posyandu nonequival perubahan tingkat
Fatimah ent control kecemasan nilai P value
Surakarta 0,041.

2.3.3 EBP Pada Pasien Leukemia Limfositik Kronis (LLK)


Fludarabine, Siklofosfamid, Rituximab (FCR) Leukemia limfositik kronis (CLL) merupakan
penyakit pada sistem limfoid, di mana terapi yang paling sering adalah fludarabin plus siklofosfamid
(FC). Penambahan rituximab ke FC telah digunakan, suatu kombinasi yang dikenal sebagai FCR.
Kemoimunoterapi dengan FCR telah terbukti meningkatkan tingkat respons, kelangsungan hidup
bebas perkembangan, dan kelangsungan hidup secara keseluruhan dalam uji coba acak besar pada
pasien CLL yang dipilih untuk kebugaran fisik yang baik. Ini telah menjadi uji klinis pertama yang
menunjukkan bahwa pilihan terapi lini pertama dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien CLL
secara keseluruhan.
Fludarabine sangat efektif dalam pengobatan leukemia limfositik kronis , menghasilkan tingkat
respons yang lebih tinggi daripada agen alkilasi seperti klorambusil saja. Fludarabine digunakan
dalam berbagai kombinasi dengan siklofosfamid, mitoksantron, deksametason dan rituximab dalam
pengobatan limfoma non-Hodgkin yang lamban . Sebagai bagian dari regimen FLAG atau FLAMSA,
fludarabine digunakan bersama dengan faktor perangsang koloni sitarabin dan granulosit dalam
pengobatanleukemia myeloid akut . Karena efek imunosupresifnya, fludarabin juga digunakan dalam
beberapa rejimen pengkondisian sebelum transplantasi sel induk alogenik. Fludarabin dan
siklofosfamid (FC) yang aktif dalam pengobatan leukemia limfositik kronis (CLL), bersinergi
dengan antibodi monoklonal rituximab secara in vitro pada jalur sel limfoma. Program
kemoimunoterapi yang terdiri dari fludarabine, siklofosfamid, dan rituximab (FCR) dikembangkan
dengan tujuan meningkatkan tingkat remisi lengkap (CR) pada pasien CLL yang sebelumnya tidak
diobati menjadi 50%.
Rituximab adalah obat infus untuk mengobati kanker kelenjar getah bening, kanker darah, dan
rheumatoid arthritis. Rituximab dapat digunakan sebagai obat tunggal, atau dikombinasikan dengan
obat lain. Penggunaan rituximab harus dilakukan oleh dokter atau tenaga medis lainnya sesuai
dengan anjuran dokter. Rituximab bekerja dengan cara menghabiskan sel darah yang mengalami
gangguan akibat ketiga penyakit tersebut. Dengan berkurangnya sel yang terganggu, tingkat
keparahan ketiga penyakit di atas dapat ditekan. Siklofosfamid merupakan obat antineoplastik
golongan alkylating agent yang umum digunakan untuk penanganan kanker, terutama kanker darah
14
seperti limfoma, mieloma multipel, atau leukemia. Obat ini umumnya digunakan sebagai terapi
kombinasi dengan agen kemoterapi lainnya, misalnya dengan thalidomide. Siklofosfamid adalah
agen imunosupresif poten sehingga kegunaannya tidak terbatas hanya pada kasus malignansi saja,
tetapi juga pada penyakit autoimun seperti lupus atau pada sindrom nefrotik. Walau demikian, isu
toksisitas obat ini membuat penggunaannya untuk indikasi selain malignansi dibatasi hanya pada
kasus berat saja. Siklofosfamid bersifat sitotoksik, bekerja menghambat proses replikasi dengan
membentuk cross-link pada DNA. Hepatosit, sel mukosa gastrointestinal, dan sel-sel prekursor darah
cenderung lebih resisten terhadap efek toksik siklofosfamid dibanding sel-sel pada organ lain.
Sampai saat ini, penelitian mengenai efek samping sistemik dan toksisitas siklofosfamid masih terus
dilakukan.
Summary Jurnal Fludarabine, Siklofosfamid, Rituximab (FCR)

No Topik Peneliti Tahu Metode Populasi & Hasil Kesimpulan


2.3.4 n Sampel
1. A phase II K Izutsu, T 2021 Prospectiv 7 pasien Tujuh pasien terdaftar. FCR efektif dengan
EBP Japanese Kinoshita, J e, open- Tingkat respons toksisitas yang dapat
trial of Takizawa, S label, keseluruhan terbaik dikelola untuk
fludarabine, Fukuhara, Go single- menurut Pedoman NCI- pasien leukemia
cyclophosph Yamatomo, Y arm, WG 1996, titik akhir limfositik kronik.
amide and Ohashi, J multicente utama penelitian, adalah
rituximab Suzumiya, K r phase II 71,4% (interval
for Tobinai trial, kepercayaan 95%, 29,0–
previously based on 96,3%), dengan satu
untreated the study pasien mencapai respons
chronic design for lengkap. Tidak ada
lymphocytic the CLL8 kematian atau
leukemia trial. perkembangan yang
terjadi selama masa
tindak lanjut. Efek
samping utama adalah
hematotoksisitas. Jumlah
sel T CD4 positif
menurun pada semua
pasien; kebanyakan
pasien tidak menunjukkan
penurunan imunoglobulin
G serum.
2. Leukemia Rahmi 2019 Kualitatif 1 pasien Pasien LLK yang FCR efektif unutk
Limfositik Sahreni, Irza deskriptif sebelumnya tidak diterapi pengobatan
Kronik pada Wahid diberikan rituximab untuk limfositik kronik.
Limfoma menunjang fludarabin dan
Non cyclofosfamid selama 6
Hodgkin siklus. Laporan awal dari
134 pasien yang mendapat
pengobatan komplit, 66%
mencapai respon komplit
dan secara keseluruhan
dijumpai rasio respon
95%.
Pada Leukemia Myloid Kronis (LMK) Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) Therapy
Belakangan ini berkembang terapi baru untuk pengobatan pasien LMK, yaitu Tyrosine Kinase
Inhibitor (TKI). Molekul kecil TKI berkembang pada target onkoprotein BCR-ABL yang abnormal pada
penyakit LMK. Tyrosine kinase inhibitor merubah perjalanan natural dari penyakit ini, meningkatkan
harapan hidup sekitar 10 tahun dari 20% sampai 80-90%.

Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) adalah jenis terapi yang ditargetkan. TKI datang dalam bentuk
pil, diminum. Terapi yang ditargetkan mengidentifikasi dan menyerang jenis sel kanker tertentu
sambil menyebabkan lebih sedikit kerusakan pada sel normal. Dalam CML, TKI mengincar protein
BCR-ABL1 yang abnormal yang menyebabkan pertumbuhan sel LMK tidak terkendali dan menghalangi
fungsinya sehingga menyebabkan sel LMK mati. Empat obat TKI disetujui sebagai terapi awal
(pengobatan lini pertama) untuk LMK fase kronis. Obat-obatan ini yaitu: Mesilat imatinib (Gleevec®),
Dasatinib (Sprycel®), Nilotinib (Tasigna®), Bosutinib (Bosulif®). Pengobatan “awal” adalah terapi
pertama yang diberikan untuk suatu penyakit.
14
Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) adalah obat farmasi yang menghambat kinase tirosin. Tirosin
kinase adalah enzim yang bertanggung jawab untuk aktivasi banyak protein dengan kaskade transduksi
sinyal. Protein diaktifkan dengan menambahkan gugus fosfat ke protein (fosforilasi), suatu langkah
yang dihambat oleh TKI. TKI biasanya digunakan sebagai obat antikanker. Misalnya, mereka secara
substansial meningkatkan hasil pada leukemia myelogenous kronis. Mereka juga disebut tyrphostins,
nama pendek untuk "inhibitor fosforilasi tirosin", awalnya diciptakan dalam publikasi tahun 1988, yang
merupakan deskripsi pertama dari senyawa yang menghambat aktivitas katalitik dari reseptor faktor
pertumbuhan epidermal (EGFR).

Banyak TKI yang membidik berbagai tirosin kinase telah dihasilkan oleh pencetus senyawa ini dan
terbukti efektif sebagai agen anti tumor dan agen anti leukemia. Berdasarkan pekerjaan ini imatinib
dikembangkan untuk melawan leukemia myelogenous kronis (LMK) dan kemudian gefitinib dan
erlotinib yang bertujuan pada reseptor EGF. Dasatinib adalah inhibitor tirosin kinase Src yang
efektif baik sebagai senolitik maupun sebagai terapi untuk LMK. TKI beroperasi dengan empat
mekanisme yang berbeda: mereka dapat bersaing dengan adenosin trifosfat (ATP), entitas
fosforilasi, substrat atau keduanya atau dapat bertindak secara alosterik, yaitu mengikat ke situs di luar
situs aktif, mempengaruhi aktivitasnya dengan perubahan konformasi. Baru-baru ini TKI telah terbukti
menghilangkan akses kinase tirosin ke sistem pendamping molekuler Cdc37-Hsp90 di mana mereka
bergantung pada stabilitas seluler mereka, yang menyebabkan kemunduran dan degradasi mereka. Terapi
transduksi sinyal pada prinsipnya juga dapat diterapkan untuk penyakit proliferatif non-kanker dan untuk
kondisi peradangan. Sampai saat ini TKI belum dikembangkan untuk pengobatan kondisi seperti itu.

Summary
Jurnal
No Topik Peneliti Tahun Metode Populasi & Hasil Kesimpulan
Sampel
1. Respon Made 2015 Deskriptif 40 orang Diperoleh dari rekam medis dan Dari pasien LMK yang
Hematologi Pasien Bagus Retrospektif wawancara pasien. Setelah di evaluasi menjalani pengobatan TKI
Leukimia Mieloid Ambara didapatkan hasil rerata dari leukosit selama setahun. Terjadi
Kronik Yang Putra, sebelum menjalani terapi TKI 227,59 penurunan rerata leukosit,
Mendapat Renny ± 22,03 x 103 /mm3 menjadi 14,61 ± peningkatan rerata
Pengobatan A Rena, 3,45 x 103 /mm3 setelah 12 bulan hemoglobin, dan
Tyrosine Kinase Ketut menjalani terapi TKI. Rerata penurunan rerata trombosit.
Inhibitor selama Suega hemoglobin sebelum menjalani terapi
setahun di RSPU T0,K42I
denpasarn 9g,/6d8L±se0t,e4l2ahg/1d2Lbmuelann
jamdie1n2ja,l0a7ni± terapi TKI.
Rerata trombosit sebelum menjalani
terapi TKI 458,32 ± 86,35 x 103 /mm3
menjadi 276,79 ± 29,68 x
103 /mm3 setelah 12 bulan menjalani
terapi TKI.
2. Profile Of BCR- Ugrosen 2013 Cross- Semua Setelah 18 bulan terapi Imatinib, kadar Pada pasien LMK yang
ABL Transcipt o sectional Pasien transkrip BCR-ABL tidak terdeteksi diterapi
Levels Based on Yudho design LMK (molekuler respons lengkap) pada dengan imatinib selama 18
Sokal prognostic Bintoro, fase kronik 7(70%), 8(66,7%), dan 9(50%) bulan
Score in Chronic Siprianu sejak 2008- berturut-turut pada kelompok subjek terbukti efektif, kadar
Myeloid Leukimia s 2012 Di RSU risiko Sokal rendah-, sedang-, dan transkip BCR-ABL tidak
Patients Treated Dr. tinggi (p=0,417). Respons molekuler terdeteksi.
With lmatinib soetomo lengkap pada kelompok risiko Sokal
Surabaya rendah didapatkan lebih tinggi
dibanding risiko Sokal tinggi (70% vs
50%), secara statistik tidak berbeda
bermakna (p=0,557).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Leukemia merupakan penyakit kanker sistemik yang menyerang sel darah putih yang dapat
menimbulkan berbagai masalah pada semua aspek kehidupan yaitu fisik, psikologis, dan sosial.
Leukemia adalah kanker yang disebabkan oleh pertumbuhan tidak normal pada sel darah putih
(leukosit), dimana sel darah putih muda tidak menjadi matang seperti seharusnya melainkan
menjadi sel yang dikenal sebagai sel leukemia (Yayasan Kanker Indonesia (YKI), 2008).
Leukemia adalah penyakit yang dapat menyerang semua jenis usia, tidak terkecuali pada anak-
anak. Leukemia merupakan jenis kanker yang sering ditemukan pada anak dibawah usia 15 tahun.
Leukemia merupakan penyakit kronis yang menempati urutan kedua dan ketiga sebagai penyebab
kematian pada anak (Andra dalam Farmacia, 2007). Leukemia diklasifikasikan menjadi 4 bagian,
diantaranya,Acute Myeloid Leukimia (AML), Leukemia Mieloid Kronik (LMK), Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA), Leukemia Limfositik Kronik (LLK). Perawat menggunakan intervensi
yang berdasarkan pada Evidence Based Practice (EBP) atau praktik berbasis bukti. Dalam
pemberian pendidikan kesehatan pada pasien TBC dapat dilakukan beberapa intervensi seperti
Pada Pasien Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)Defisit Nutrisi Dengan Tindakan Akupresur
Terhadap Mual Muntah, EBP Pada Pasien Acute Myloid Leukimia(AML) Penerapan Art therapy,
EBP Pada Pasien Leukemia Limfositik Kronis (LLK) Fludarabine, Siklofosfamid, Rituximab
(FCR), EBP Pada Leukimia Mieloid Kronis (LMK) Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) Therapy yang
dapat membantu pasien dalam meningkatkan kesehatannya.

3.2 Saran
Tentunya dalam makalah ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami memohon
kritikan dan saran dari pembaca agar pembuatan makalah ini di waktu selanjutnya bisa dibuat
menjadi lebih baik. Semoga makalah yang dibuat ini bisa juga berguna dan bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Yulianingrum, I ., Lestari Dewi, R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien LLA (Leukimia
Limfoblastik Akut) Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman Dan Nyaman.

Apriany, D. (2013). Hubungan Antara Hospitalisasi Anak dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua.
Jurnal Keperawatan Soedirman, 8 (2) , 92-104.

Juniarti Hesty ., Rizona Firnaliza. (2020). Pengaruh Tindakan Akupresur Titik P6 Dan ST36 Terhadap
Mual Muntah Pada Pasien Acute Myeloid Leukemia (AML) dengan Defisit Nutrisi.
Undergraduate thesis, Sriwijaya University.

Rahma, Dhani Fitri (2020) Literatur Review : Terapi Akupresur untuk Menurunkan Mual dan Muntah
Akibat Kemoterapi pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut. Other thesis, Universitas
Andalas.

Iriani Restu, Vestabilivy Evi. (2017). Pengaruh Hipnoterapi dan Akupresur terhadap Mual Muntah
Akut Akibat Kemoterapi Pada Anak dengan Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) di Rumah
Sakit Umum Kabupaten Tanggerang Tahun 2017. Jurnal Persada Husada Indonesia Vol 4 No
14 Juli 2017.

Shinta Natalia Adriani, Monty Satiadarma. (2017). Efektivitas art therapy dalam
mengurangi kecemasan pada remaja pasien leukemia. Tahun 2017. Indonesian Journal of
Cancer 5 (1).

Aprilia AdeHerviana, Ayu Setiyawati, Dinda Ayu Wulandari, Febriani Martanti,


Haryanto, Intan Indah Bagastri, Neni Budi Purwaningsih, Nita Adenansi, Wirani Intan Saputri.
(2020). Efektifitas Art Theraphy Dalam Mengurangi Kecemasan Pada Remaja Pasien
Leukemia Di Ruang Melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Dwi Alex, Sartika Febriana, Kartina Irna. (2020). The Effect Of Art Drawing Therapy On The Anxiety
Level Of The Elderly In Posyandu Fatimah Surakarta.

K Izutsu, T Kinoshita, J Takizawa, S Fukuhara, Go Yamatomo, Y Ohashi, J Suzumiya, K Tobinai.


(2021). A phase II Japanese trial of fludarabine, cyclophosphamide and rituximab for
previously untreated chronic lymphocytic leukemia. Japanese

Journal of Clinical Oncology, Volume 51, Issue 3, March 2021, Pages 408–415.

Sahreni Rahmi, Whid Irza. (2019). Leukemia Limfositik Kronik pada Limfoma Non Hodgkin. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2019; 8(Supplement 1).

Constantine S. Tam , Susan O’Brien , William Plunkett , William Wierda , Alessandra Ferrajoli ,
Xuemei Wang , Kim-Anh Do , Jorge Cortes , Issa Khouri , Hagop Kantarjian , Susan Lerner ,
Michael J. Keating. (2014). Long-term results of first salvage treatment in CLL patients treated
initially with FCR (fludarabine, cyclophosphamide, rituximab). (Blood. 2014; 124(20):3059-
3064).

IMBA Putra ., RA Rena ., K Suega. (2015). Respon Hematologi Pasein Leukimia Mieloid Kronik Yang
Mendapat Pengobatan Tyrosine Kinase Inhibitor Selama Setahun Di RSUP Sanglah Denpasar.
E-Jurnal Medika Udayana.

groseno Yudho Bintoro, Siprianus (2013) Profile Of BCR-ABL Transcipt Levels Based on Sokal
prognostic Score in Chronic Myeloid Leukimia Patients Treated With lmatinib. The Indonesia
Journal of lnternal Medicine, 45 (2).

Setyawan Y. (2021). Nilotinib as the First Line Therapy in Managing Chronic Myelogenous

Leukemia. e-CliniC, Volume 9, Nomor 2, Juli-Desember 2021, hlm. 342-350.

Ghezelbash Sima, Khosravi Maryam. (2017). Acupressure for nausea-vomiting and fatigue
management in acute lymphoblastic leukemia children. Vol: 4, Page: 75-81.

Afrianti Novi, Riana E. (2020). Penerapan Terapi Akupresur Dalam Penanganan Mual Muntah Pasca
Kemoterapi. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 10 No 4, Hal 461–
470.

Windiastuti E, dkk. (2011). Pedoman Penemuan Dini Kanker Pada Anak.


http://repository.unimus.ac.id/1205/3/BAB%20II.pdf

http://scholar.unand.ac.id/12485/3/BAB%20I.pdf
Pengaruh Genetik ,Gaya Hidup dan Lingkungan Pada Kejadian Leukimia Mieloblastik Akut
Shania Ocha Sativa
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung, Lampung

ABSTRAK
Leukemia Mieloblastik Akut merupakan salah satu kelainan sel darah berupa keganasan yang ditandai dengan
proliferasi dan pertumbuhan dari sel hematopoietik yang imatur di dalam sum-sum tulang dan darah. Pasien
dengan AML memiliki gejala khas seperti mudah lelah, sulit bernapas atau sesak, perdarahan, dan tanda-tanda
infeksi yang merupakan akibat dari kegagalan sumsum tulang. Penyakit ini dapat didiagnosis dengan
pemeriksaan darah lengkap, analisis darah tepi, serta pemeriksaan sampel sumsum tulang. Insidensi penyakit ini
tinggi pada orang dewasa. Hampir 80% kasus leukemia akut terjadi pada orang dewasa dan 20% kasus leukemia
akut terjadi pada anak-anak. Kejadiannya meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Oleh karena
penyebab pasti dari leukemia belum diketahui, beberapa faktor risiko terkait pernyakit ini telah diidentifikasi.
Beberapa faktor risiko absolut dan relatif dari leukemia akut dikelompokkan menjadi faktor genetik, gaya hidup
dan lingkungan. Merokok, obesitas, konsumsi alkohol serta asupan makanan berpengaruh terhadap
perkembangan dari leukemia sendiri. Faktor risiko lingkungan yang dapat menyebabkan AML ialah paparan
benzen, radiasi ionisasi dosis tinggi, agen kemoterapetik, dan paparan zat atau bahan elektromagnetik.
Kata Kunci: Faktor Risiko, Keganasan, Acute Myeloblastic Leukimia

Anda mungkin juga menyukai