Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DAN PENATALAKASANAAN
LEUKIMIA

Disususn oleh :
Kelas 3 A
Nama Kelompok / Kelompok 7
1. M. Romdoni 1130018002
2. Supria 1130018065
3. Adhita septianty N 1130018070

Dosen Pendamping :
Lono Wijayanti , S.Kep.Ns.M.Kep

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTA KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUARABAYA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapakan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmat dan karuni-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas
makalah ini.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membimbing saya agar dapat memahamai dan mengerti bagaimana cara menyusun
karya tulis ilmiah ini, serta rekan rekan seperjuangan saya yang telah membantu dan
terima kasih juga saya ucapkan kepada pihak- pihak terkait yang telah memberikan
masukan dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memeperluas ilmu pengetahuan
mengenai ruang lingkup leukemia, yang telah saya sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber yang actual
Semoga makalah ini dapat bermanfat bagi mahasiswa keperawatan dan
masyarakat luas dan semua yang membaca makalah ini, mudah-mudahan dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada para pembaca
Kami menyadari bahwa dalam menulis penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna menjadi sempurnanya makalah saya..

Penysusun

Surabaya 03,Oktober 2019

ii
DAFTAR ISI

Cover ....................................................................................................................... i
Kata pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar isi ................................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN TEORI .................................................................................. 3
2.1 Definisi penyakit leukemia ......................................................................... 3
2.2 Klasifikasi leukemia .................................................................................... 3
2.3 Etiologi leukemia ........................................................................................ 5
2.4 Patofisiologi leukemia ................................................................................ 6
2.5 Manifestasi klinis leukemia ........................................................................ 9
2.6 Pemeriksaan fisik dan laboratorium ............................................................ 10
2.7 Komplikasi leukemia .................................................................................. 11
2.8 Prognosis Leukemia .................................................................................... 11
2.9 Penatalaksanaan Medis ............................................................................... 12
2.9.1 Penatalaksanaan non farmakologi ............................................................... 12
2.9.2 Penatalaksanaan farmakologi ...................................................................... 15
2.10 Asuhan keperawatan secara teori ................................................................ 16
2.10.1 Pengkajian ................................................................................................... 16
2.10.2 Diagnosa keperawatan ................................................................................ 19
2.10.3 intervensi keperawatan ................................................................................ 20
2.10.4 implementasi keperawatan .......................................................................... 28
2.10.5 evaluasi keperwatan .................................................................................... 28
BAB 3 APLIKASI TEORI ................................................................................... 29
BAB 4 PENUTUP ................................................................................................. 34
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 34

iii
4.2 saran .................................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 35

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Leukemia secara harfiah berarti “sel darah putih”, merupakan
sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit ganas
dalam susunan tulang dan darah (Hofbrand Pettit & Moss, 2005). Leukemia
merupakan kanker pada jaringan pembuluh darah yang paling umum yang
ditemukan pada anak (Wong, Hockenberry, Wilson, winkelstein & Schwarts,
2008; American Cancer Society; 2009). Leukemia yang terjadi biasanya pada
fase leukemia akut, yaitu Acute Limfoblastic Leukemia (ALL) dan Acute
Mieloblastic Leukemia (AML). Lebih kurang dari 80% leukemia akut yang
terjadi pada anak-anak adalah ALL dan sisanya sebagaian besar adalah AML
(Rudolph,2007).
Menurut Yayasan Ongkologi Anak Indonesia menyatakan, data dari
World Healt Organization (WHO) setiap tahun jumlah penderita kanker anak
terus meningkat mencapai 110 hingga 130 kasus per satu juta anak pertahun.
Di Indonesia, setiap tahun kira-kira 11.000 anak mengalami kanker, dan 650
kasus kanker pada anak terjadi di wilayah Jakarta. Jenis kanker yang terjadi
pada anak-anak yang paling sering ditemukan di Indonesia adalah Leukemia
dan Retinoblastoma.
Pengobatan utama leukemia yang digunkan adalah dengan cara
melakukan kemoterapi, karena sel lekemik pada penderita leukemia biasanya
cukup sensitive pada saat diagnosis (Rudolph, 2007). Kemoterapi adalah
pengobatan yang dilkukan secara berulang-ulang dan teratur yang diberikan
secara kombinasi, dengan lama waktu pengobatan satu sampai tiga bulan bagi
penderita ALL (Davey, 2005 dikutip dari Gamayanti, Rakhmawati,
Mardhiyaah,& Yuyun,2012). Mekanisme Kemoterapi yang bersifat tidak
selektif dan terapi kombinasi menyebabkan toksinitas obat meningkat.
Toksinitas Kemoterapi secara umum dapat dibagi dua yaitu bersifat

1
kemoterapi (Jam-Minggu) dan bersifat sementara, sedangkan toksinitas
jangka panjang bersifat permanen.(Vassal,2005)
Menurut Rudoph (2007), ada startegi dasar untuk pengobatan ALL
yang terdiri atas fase induksi, pengobatan system saraf pusat, presimtomatis,
fase konsilidasi, dan fase rumatan (maintenance )

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksut dengan Leukemia ?
2. Bagaimana klasifikasi Leukimia ?
3. Bagaimana etiologi dari Leukimia ?
4. Bagaimana manifestasi klinis Leukimia ?
5. Bagimana patofisiologi dari Leukimia ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang Leukimia ?
7. Bagaimana Komplikasi dari Leukimia ?
8. Bagaimana cara pengobatan Leukimia ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan Leukimia ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiwa dapat mengerti dan memahami definisi dan aspek-aspek dari
penyakit Leukimia.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Menegetahui definisi dari Leukimia
2. Mengetahui klasifikasi Leukimia
3. Mengetahui etiologi dari Leukimia
4. Menegtahui manifestasi klinis dari Leukimia
5. Mengetahui patofisologi dari Leukimia

6. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari Leukimia

2
7. Mengetahui komplikasi dari Leukimia
8. Mengetahui cara pengobatan dari Leukimia
9. Mengetahui asuhan keperawatan dari Leukimia

3
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Penyakit Leukemia
Leukemia adalah nama kelompok penyakit maligna yang
dikarakteristikkan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit
sirkulasi. Leukemia dihubungkan dengan pertumbuhan abnormal leukosit
yang menyebar mendahului sumsum tulang. Kata leukimia diturunkan dari
bahasa yunani leukos dan aima yang berarti putih dan darah, yang mengaju
pada peningatan abnormal dari leukosit. Peningkatan tidak tekontrol ini
akhirnya menimbulkan anemia, infeksi, trombositopenia dan pada beberapa
kasus menyebabkan kematian.
Leukemia merupakan penyakit proliferasi patogis sel pembuat darah
yang bersifat sistematik dan biasanya berakhir fatal . Leukemia adalah
polifersai sel leukosit yang abnormal ,ganas, sering diserertai bentuk-bentuk
yang tidak normal , jumlahnya berlebihan, dapat menyebabkan anemia,
trombositopenia dan diakhiri dengan kematian (Kapita selekta kedokteran ,
2000). Keganasan leukemia dikarenakan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasi patologis sel hemopoetik yang ditandai oleh adanya kegagalan
sum-sum tulang dalam memebentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke
jaringan tubuh lain (kapita selekta kedoktera, 2000).

2.2 Klasikasi Leukemia


Leukemia diklasifikaiskan menurut ekuitas dan jenis sel dominan
yang terlibat. Leukema Akut ditandai dengan awitan akut , perburukkan
penyakit cepat, dan sel blast tidak matur atau tidak berdiferensiasi. Leukemia
Kronik, disisi lain, mempunyai awitan lambat, perjalanan lama, dan sel
tampak matur abnormal. Leukimia Mieloid (juga disebut mielogenosa,
Miesitik, Mieloblastik) melibatkan sel induk mieloid di sum-sum tulang,
termasuk granulosit. SDM, dan Trombosit. (Huether & Mc Cance, 2008).
Leukemia limfoblastik akut adalah tipe leukemia yang paling sering dialami

4
oleh anak-anak. Pada dewasa,leukimia mieloid akut dan leukimia limfositik
kronik adalah jenis yang paling sering (Huerther & Mc Cance, 2008).
Adapaun tipe umum leukimia diantaranya sebagai berikut:
1. Leukemia Mieloid Akut
Leukimia Mieloid akut (Acute myloid lukimia / AML) ditandai
dengan proliferasi mieloblast (prekursor granulosit) tidak tekontrol
dan hyperplasia sumsum tulang dan limpa. AML menjadi penyebab
sekitar 80% kasus leukemia akut pada dewasa, Manifestasi AML
terjadi akibat neutropenia dan trombositopenia. Penurunan neurofil
menyebabkan infeksi berat berulang seperti pneumonia, septikemia,
abses dan ulserasi membran mukosa
2. Leukemia Mieloid Kronik
Leukemia Mieloid Kronik (Chronic Myeloid leukimia / CML)
ditandai dengan proliferasi abnormal semua unsur sumsum tulang.
Jenis leukemia ini merupakan sekitar 15% leukemia pada dewasa
.CML menyerang pria lebih sering dari wanita . Awitan CML biasanya
usia 30 atau 40 dan 50 tahun, meskipun dijumpai pada pada anak-anak
dan remaja (Huether & Mc Cance, 2008). Penderita CML seringkali
Asimtomatik pada stadium awal dan ketika didiagnosis saat
pemeriksaan darah rutin menunjukkan hitungan sel abnormal.
Proliferasi sel yang cepat dan hipermetabolisme menyebabkan
keletihan, penurunan berat badan, berkeringat dan dipsnea pada
aktivitas. Limpa membesar menyebabkan rasa penuh pada abdomen
dan ketidaknyamanan. Fungsi trombosit dipengaruhi pada tahap ini ,
yang menyebabkan perdarahan dan peningkatan memar. Akhirnya
penyakit berkembang menjadi leukemia akut dengan proliferasi sel
blast. Tahap ini disebut fase krisis blast terminal, diandai dengan
manifestasi konstitusi signifikan, splenomegaly, dan infiltrasi sel
leukemic kedalam kulit, kelenjar limfe, tulang dan system saraf pusat
(Huether&McCance,2008).

5
3. Leukemia Limfositik Akut
Leukemia limfositik Akut (acute lymphocytic leukimia / ALL)
adalah jenis leukemia yang paling umum pada anak-anak dan deawasa
muda. Sebagaian besar (80%) kasus ALL diseabkan oleh transformasi
sel B menjadi ganas dengan 20% sisanya menjadi sel T. Sel ganas
menyerupai limfosit limatur (limfoblast), namun sel tidak dapat matur
atau berfungsi secara efektif untuk mempertahankan imunitas.
Limfoblast ini menumpuk pada sumsum tulang, kelenjar limfe, dan
limpa serta sirkulasi darah. Awitan ALL biasanya cepat , proliferasi
limfoblast dalam susmsum tulang dan jaringan perifer mendesak
pertumbuhan sel normal.

4. Leukemia Limfosit Kronik


Leukemia limfosit kronik (Chronic lymphocytic leukimia / CLL)
ditandai denga proliferasi dan akumulasi limfosit kecil, abnormal dan
matur dalam susunan tulang, darah perifer dan jaringan tubuh. Sel
abnormal biasanya limfosit-B yang tidak bisa menghasilkan antibody
yang cukup untuk mempertahankan system imun. Hanya sekitar 5%
CLL mengenai sel T (Noonan, 2007). CLL sering terjadi pada dewasa,
khususnya pada lansia (usia median 65) CLL adalah jenis leukemia
mayor yang jarang terjadi. CLL mempunyai awitan lambat dan sering
kali didiagnosis selama pemeriksaan rutin. Angka bertahan hidup dari
penyakit ini rata-rata 7 tahun.

2.3 Etiologi
Penyebab leukemia secara pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu:
1. Virus, terdapat virus tertentu yang menyebabkan terjadinya perubahan
struktur gen (T cell leukemia lymphoma virus/HTLV). Virus dapat

6
meyebabkan leukemia seperti retrovirus, virus leukemia feline, HTLV-1 pada
dewasa
2. Radiasi, berdasarkan laporan riset menunjukkan bahwa:
a. Para pegawai radiologi lebih beresiko untuk terkena leukemia
b. Pasien yang menerima radioterapi beresiko terkena leukemia
c. Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima
dan Nagasika, jepang
3. Obat-obat imunosupresif, obat obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol.
4. Fakor genetika, seperti :
a. Herediter, misalnya pada kembar monozigot.
b. Kelainan kromosom, misalnya pada down syndrome.
(Price SA & Wilson LM)
Walaupun penyebab dasar leukemia tidak diketahui, pengaruh genetik
maupun faktor lingkungan tetap ada, tetapi kelihatannya terdapat insiden
leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang pada
kembar monozigot (identik). Individu dengan kelainan kromosom, seperti:
sindrom down, kelihatannya mempunyai insiden leukimia akut dua puluh kali
lipat (Soeparman & Waspandji, 2011)

2.4 Patofisiologi Leukemia


Leukemia dimulai dengan transformasi sel induk tunggal hingga menjadi ganas.
Sel leukemia berpoliferasi secara lambat, tetapi tidak berdiferensiasi secara
normal. Sel ini mempunyai masa hidup lama dan menumpuk pada sumsum
tulang. Ketika sel leukemia menumpuk, bersaing dengan proliferasi sel normal.
Sel leukimia tidak mempunyai fungsi sebagai SDP matur dan tidak efektif dalam
proses inflamasi dan imun. Sel leukemia menggantikan unsur hematopoietik
normal dalam sum-sum karena sel yang menghasilkan eritrosit dan trombosit
terdesak keluar, anemia, anemia berat, splenomegali dan masalah perdarahan
terjadi. Sel leukemia meninggalkan sumsum tulang dan berjalan sepajang system
sirkulasi, mennginfiltrasi jaringan tubuh lain seperti system saraf pusat, testes

7
kulit, saluran GI, dan kelenjar limfe, hati dan limfa. Kematian biasaya disebabkan
oleh interna hemoragi dan infeksi.
Adapun seramgkaian proses patofisiologi leukemia dimulai dari masuknya
Virus, zat kimia, radiasi ataupun faktor genetika pada penderita. Sehingga
megakibatkan poliferasi abnormal sel leukosit. Akibat poliferasi tak normal
tersebut, mengakibatkan kegagalan sumsum tulang dan infiltrasi keorgan lain.
Kegagala sumsum tulang dapat mempengaruhi hematopoiesis. Sehingga
menurunkan produksi eritrosit dan berakibat anemia / gejala anemia serta
berujung pada masalah keperawatan intoleransi aktivitas.
Kegagalan sumsum tulang juga memepengaruhi penurunan produksi limfosit.
sehingga menurunkan sistem imun pada penderita dan dapat berdampak pada
masalah keperawatan resiko infeksi dan hipertermia.
Kegagalan sumsum tulang juga berpengaruh pada penurunan jumlah platelet
pada penderita. Sehingga dapat mengakibatkan pendarhan. Dari pendarahan
tersebut mencangkup dua masalah keperawatan, yakni resiko pendarahan dan
ganggua integritas kulit/jaringan.
Selain mengakibatkan kegagalan sumsum tulang, poliferasi abnormal sel
leukosit juga dapat mempengaruhi infiltrasi ke organ-organ tubuh lainnya, seperti:
otak, gastro intestinal, lifer, ginjal dan tulang.
Gangguan infiltrasi ke organ lifer dan ginjal mengakibatkan pembengkakan.
Sehingga berakibat penurunan nafsu makan pada penderita dan munculah
masalah keperawatan devisit nutrisi. Infiltrasi juga berpengaruh pada tulang
(persendian, tulang belakang dan dada), sehingga menimbulkan nyeri pada
penderita. Akibatnya, muncullah masalah keperawatan nyeri kronis.

8
Pathway :
Patoflow Leukimia

Virus Zat Kimia Radiasi Genetik

Poliferasi
Abnormal Sel
Leukosit

Kegagalan Infiltrasi ke
sumsum Tulang organ lain
Otak GI Lifer Ginjal Tulang
Mempengaruhi
hematopoiesis Pembengkakan
pada organ
Nyeri
Eritrosit Limfosit Platelet
Gejala Sistem Perdarahan Nafsu makan
anemia Imun
MK: Nyeri
MK: MK: Resiko MK: Resiko MK: Devisit kronis
Intoleransi infeksi perdarahan Nutrisi
Aktivitas & &
MK : MK :Gangguan
Hipertermia integritas
kulit/jaringan

9
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala Leukimia yang ditimbulkan berbeda-beda diantara penderita, namun
demikian secara umum dapat digambarkan sebagai brikut:
1. Anemia
Penderita cepat lelah , pucat mendadak, demam dan bernapas cepat (sel darah
merah dibawah normal menyebabkan oxygen tubuh kurang , akibatya
penderita bernapas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan oxygen
dalam tubuh)
2. Perdarahan
Ketika platelet (Sel pembeku darah) tidak di produksi dengan wajar karena
didominasi oleh leukosit , maka penderita mengalami perdarahan dijaringan
kulit. Perdarahn dapat berupa ekimosis, petikae, epistaksis, perdarahan gusi
dan sebagainya. Perdarahan biasanya disertai dengan splenomegaly,
hepatomegaly, serta limfadenopatia.
3. Mudah terserang Infeksi
Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama
melawan penyakit infeksi. Pada penderita leukemia, leukosit yang berentuk
tidak normal sehingga tidak berfungsi dengan semestinya. Akhirnya tubuh si
penderita rentan terkena infeksi viru/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan
menampakkan keluhan adanya demam, keluar cairan putih di hidung (meler)
dan batuk.
4. Nyeri Tulang dan Persendian
Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow)
terdesak padat oleh sel darah putih. Gejala ini sering diasalah artikan sebgai
penyakit Reumatic.
5. Nyeri Perut
Nyeri perut merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, diamana sel
leukemia dapat tekumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang
menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri.
nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukimia.

10
6. Pembengkakkan Kelenjar Lympa
Penderita kemungkinan mengalami pemebengkakan pada kelenjar lympa,
baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar lympa
bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disisni dan
menyebabkan pembengkakan.

2.6 Pemeriksaan Fisik dan Labolatorium


A. Pemeriksaan Darah Tepi
Berdasarkan pada kelainan sum-sum tulang yaitu berupa pansitopenia,
limfositoris dan tepatnya sel blas (sel muda beranak inti). Sel tersebut
merupakan gejala patogomik untuk leukemia.
B. Pemeriksan Sum-sum Tulang
Pemeriksan sum-sum tulang memberikan gambar monoton, yaitu hanya
terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan system lain terdesak (aplasia
sekunder). Dapat dilakukan dengaan 2 cara yaitu:
1. Aspirasi ( yang diambil haany sum-sum tulang).
2. Biopsi (mngangkat sepotong kecil dan sum-sum tulang).
Biopsi adalah cara pasti untuk mengetahui apakah sel-sel leukemia
ada di sum-sum tulang atau tidak, hal ini memerlukann anestesi local.
Sum-sum tulang diambil dari ruang pinggul atau tulang besar lainnya.
C. Pemeriksaan Getah bening
Pemeriksaan fisik dilakukan diantranya terhadap pembengkakan kelenjar
getah bening, lympa, atau Hati.
D. Sitogenetik
Labotarium akan meneliti kromsom dari sampel darah, sum-sum tulang atau
kelenjar getah bening . Jika kromosom Abnormal ditemukkan tes yang dapt
menunjukkan jenis leukemia yan dimiliki oleh pederita.
E. Biopsy Lympa

11
Pemeriksaa ini akan memperlihatkan prliferasi sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, dan
granulosit.

F. Kimia darah
Pada pemeriksaan ini memperlihatkan penderita leukemia seperti kolestrol
rendah, asam urat meningkat, Hipogamaglobulinemia.
G. Lumbal Pungsi
Bila terjadi peninggian sel patologis, maka hal ini berta terjadi leukimia
meningeal. Untuk mencegahnya dilakukan lumbal pungsi pada penderita.
H. Spinal Tap
Dengan mengambil beberapa cairan cerebrospinal. Prosedur ini memakan
wktu sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anestesi local. Labotarium akan
memeriksa cairan untuk meneliti adaya sel-sel leukimia atau tanda-tanda
lainnya.
I. X-ray Dada
Meninjukkan pembengkakan Kelenjar getah bening atau tada-tanda lain dari
penyakit didalam dada.

2.7 Komplikasi Leukimia


1. Infeksi
2. Ganggua perdarahan: autoimmune hemolytic anemia, disseminated
intravasculare coagulation, leukostatis.
3. Richter transformation pada CLL
4. Gangguan neurologi: masa intraparenkimal, infiltrasi meningeal.
5. Perdarahan : intrakranial, pulmonari, gastrointestinal.
6. Infertilisasi : akibat dari regimen terapi kemoterapi dan radiasi.
7. Osteonekrosis sendi pada anak dengan leukemia.
8. Gangguan endokrin.
9. Gagal jantung

12
10. Kematian

2.8 Prognosis Leukemia


Awitan leukemian biasanya mendadak dan disertai perkembangan dan kematian
yang cepat jika tidak segera di obati. Angka harapan hidup yang membaik
dengan pengobatan sangat dramastis. Tidak saja 90 sampai 95% anak dapat
mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa
mencapai remisi lengkap, dengan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka
panjang, yang di capai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum
tulang dan SSP. Transplantasi sumsum tulang harus dipikirkan untuk orang
dewasa dengan prognosis agresif dan buruk untuk memperpanjang harapan hidup
bebas penyakit. Anak-anak denga remisi kurang dari 18 bulan harus dipikirkan
untuk transplantasi susmsum tulang (Price, 2007).
Prognosis leukemia tergantung pada faktor usia, penyakit komobrid, subtipe
leukemia, dan karakteristik sitogenik serta molekular leukemia pada masing-
masing orang.
a. Acute lmphocytic leukemia : usia < 50 tahun sebesar 75%, usia > 50
tahun sebesar 25%
b. Acute myeloid leukemia : usia < 50 tahun sebesar 55%, usia > 50 tahun
sebesar 14%
c. Chronic lymphocytic leukemia : usia < 50 tahun sebesar 94%, usia > 50
tahu sebesar 83%
d. Chronic myeloid leukemia : usia < 50 tahun sebesar 84%, usia > 50
tahun sebesar 48%.

2.9 Penatalaksanaan Penyakit Leukemia


2.9.1 Penatalaksanaan Non Farmakologi
A. Kemoterapi
Kemoterapi kombinasi adalah pengobatan pilihan untuk sebagian
besar jenis leukemia, dengan tujuan memberantas leukemia dan mencapai

13
remisi. Kemoterapi kombinasi menurunkan resistensi dan toksisitas obat,
dan mengganggu pertumbuhan sel pada berbagai tahap siklus sel yang
menghasilkan efek menakjubkan pada obat-obatan yang digunakan.
Kemoterapi untuk leukimia pada umumnya dibagi pada fase induksi dan
terapi pasca-remisi. Selama induksi, dosis obat adalah tinggi untuk
memusnahkan sel leukimia dari sumsum tulang. Dosis ini juga dapat
meruak sel induk dan mengganggu produksi sel secara normal. Sel darah
matur yang beredar tidak terpengaruh karena tidak lagi membelah. Derajat
supresi sumsum tulang dipengaruhi oleh factor, meliputi usia, status
nutrisi, penyakit kronik yang menyertai seperti kerusakan fungsi hati atau
ginjal obat dan dosis dan pengobatan sebelumnya.

B. Terapi Radiasi
Terapi radiasi merusak DNA sel, meskipun sel terus berfungsi tetapi
tidak dapat membelah dan memperbanyak diri. Sel yang membelah cepat,
seperti sel sumsum tulang dan kanker (sel Radiosensitif), merespon
dengan cepat terhadap terapi radiasi. Meskipun sel normal terkena , terapi
dapat pulih dengan baik dari kerusakan yang disebabkan oleh radiasi
ketimbang sel kanker .

C. Transplantasi Sumsum Tulang


Transplantasi sumsum tulang (bone marrow transplant,BMT) Adalah
terapi pilihan untuk sebagian tipe leukemia. BMT sering digunakan
bersamaan dengan atau setelah kemoterapi atau radiasi. Terdapat dua
kategori utama BMT :pada BMT alogenik , sumsum tulang dari donor
yang sehat diinfuskan kedalam pasien yang sakit : pada BMT autolog,
pasien diinfuskan sumsum tulangnya sendiri.
1. BMT Alogelik
BMT Alogenik menggunkan sel sumsum tulang dari seorang donor
(sering kali dari saudara kandung dengan antigen jaringan yang

14
hampir cocok, donor yang tidak ada kekerabatan yang hampir
cocok juga bisa digunakan). Sebelum BMT alogenik dosis tinggi
kemoterapi atau iradiasi tubuh total digunkan untuk menghancurkan
sel leukemia, sumsum tulang donor diaspirasi dan diinfuskan lewat
jalur vena sentra kedalam resipien. Sebelum BMT dan pemulihan
fungsi sumsusm tulang, pasien sakit kritis dan beresiko signifikan
terhadap infeksi dan perdarahan akibat penurunan SDP dan
trombosit.
2. BMT Autolog
BMT Autolog menggunkan sumsum tulang sendiri untuk
memulihkan susmsum tulang setelah kemoterapi atau radiasi.
Prosedur ini sering disebut dengan penyelamtan sumsum tulang.
Pada BMT Autolog sekitar 1L susmsum tulang diaspirasi (biasanya
dari kristailiaka) selama periode remisi penyakit. Sumsusm tulang
kemudian dibekukan dan disimpan untuk digunakan setelah terapi.
Jika terjadi relaps, dosis mematikan kemoterapi atau radiasi
diberikan untuk menghancurkan system imum dan sel ganas, dan
memeprsiapkan tulang dalam sumsusm tulang untuk sel baru.
Sumsusm tulang yang difilter kemudian dicairkan dan diinfuskan
intravena lewat jalur sentral. Sel sumsum yang diinfuskan secara
perlahan menjadi bagian dari susmsum tulang pasien, hitung
netrofil naik dan hemotopoiesis normal berlangsung. Pada BMT
Alogenik, pasie sakit kritis selama periode penghancuran sumsum
tulang dan imunosupresi. Pasien dirawat di rumah sakit dalam
ruangan pribadi selama 6 hingga 8 minggu atau lebih.
Kemungkinan komplikasi mencakup malnutrisi, infeksi dan
perdarahan.

D. Transplantasi Sel Induk

15
Transplantasi Sel induk (Stem Cell Transplant,SCT) alogenik adalah
pilihan untuk transpantasi sumsum tulang. SCT menghasilkan penggantian
komplet dan menetap jalur sel darah( SDP,SDA,dan Trombosit) resipien
dengan sel yang berasal daris sel induk donor. Donor harus mempunyai
jaringan yang hanpir cocok dengan yang dimiliki resipien. Sebelum memanen,
factor pertumbuhan hematopoietic termasuk G-CSF dan GM-CSF, diberikan
ke donor selama 4 hingga 5 hari. Ini meningkatkan konsentrasi sel induk
dalam darah perifer yang memungkinkan sel induk dapat digunakan untuk
transpalntasi bukan sumsum tulang. Darah perifer dibuang dan sel darah putih
dipisahkan dan plasma, kemudian diberikan lewat kateter , vena sentral besar.
Konsentrasi besar sel induk juga terdapat dalam darah tali pusat ini dapat
digunakan pada sebagian kasus(Ppadaksis & McPhee, 2007)
Resepien menjalani terapi serupa sebelum SCT sama seperti BMT. Resiko
dan infeksi dan komplikasi lain serta penyakit tandur serta inang adalah sama.

E. Terapi Biologi
Sitokin seperti interfern dan interleukin adalah agen biologi digunakan untuk
mengatasi leukemia. Agen ini memodifikasi respon tubuh terhadap sel kanker,
pada sebagaian kasus bersifat sitoksit interferon adalah kelompok protein
pembawa kompleks yang secara normal diproduksi sebagai respon terhadap
antigen seperti virus. Interferon mepunyai banyak efek termasuk memediasi
fungsi imun dan menghambat proliferasi dan pertumbuhan sel abnormal
interferon dapat digunakan mengatasi leukimia terutama CML. Efek samping
yang umum terkait dengan terapi interferon mencakup gejala seperti flu,
keletihan dan latergi per system, penurunan berat badan, dan nyeri otot dan
sendi.

F. Terapi Komplementer
Meskipun banyak terapi komplementer dan pengobatan alternatif telah
dianjurkan untuk mengobati kanker secara umum saat ini belum ada yang

16
terbukti memepunyai manfaat tetap dalam mengatasi leukimia. Uji coba klinis
telah menunjukkan efikasi pelatihan keterampilan koping, (releksasi dan
imajinasi) dan hypnosis untuk seacara signifikan menguarangi ketidaknyaman
mulut terkait dengan leukimia dan terapinya.

2.9.2 Terapi Farmakologi


Program pengobatan menggunakan berbagai kombinasi obatt-obatan
vinkristin, prednison, L-asparagirase, siklofosfamid, dan atrasiklin seperti
daunorobisin.
A. Vinkristin
Merupakan obat yg digunakan dalam pengobatan beberapa jenis kanker,
salah satunya kanker darah leukemia. Cara kerja dari obat kemoterapi ini
adalah dengan menghambat pembelahan sel, sehingga pertumbuha sel
kanker dalam tubuh dapat diperlambat atau dihentikan.
B. Prednison
Merupakan obat dari golongan kortikosteroid yang berfungsi untuk
mengurangi peradangan dalam beberapa kondisi medis leukemia
khususnya kelainan sistem kekebalan tubuh.
C. L-asparagirase
Berfungsi sebagai penghambat sintesis protein sel kanker dengan tanpa
merusak sel normal.
D. Siklofosfamid
Merupakan obat kemoterapi yang bekerja untuk memperlambat atau
bahkan menghentikan pertumbuhan sel kanker.
E. Atrasiklin
Merupakan antibiotik yang berasal dari bakteri streptomyces dan
merupakan obat yang digunakan untuk mengobati berbagai jenis kanker.

2.10 Asuhan Keperawatan Secara Teori


2.10.1 Pengkajian

17
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan
pengumpulan data atau problem data yang akurat pada klien guna mengetahui
berbagai permasalahan yang ada. (Hidayat, 2013).
1. Identitas
Meliputi nama pasien, umur (biasanya leukemia limfoblastik akut dijumpai
pada anak-anak, sedangakan leukemia mieloblastik akut cenderung diderita
oleh orang dewasa), jenis kelamin (lebih banyak pria yang menderita berbagai
jenis leukemia dari pada wanita), suku bangsa (insidensi leukimia akut pada
populasi kulit hitam lebih rendah dibandingkan pada kulit putih), pekerjaan,
pendidkan, alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis (Elizabeth, 2009).
2. Keluhan utama
Pasien leukemia biasanya merasakan anemia dan gejala-gejalanya.

3. Riwayat kesehatan lalu


Dalam hal ini yang perlu dikaji atau ditanyakan pada klien antara lain apakah
pasien sebelumnya mempunyai riwayat anemia, riwayat asam urat tinggi,
riwayat sering mimisan dan apakah pernah MRS sebelumnya.

4. Riwayat kesehatan sekarang


Pengkajian Riwayat Penyait Sekarang seperti menanyakan perjalanan sejak
timbul keluhan sehingga klien meminta pertolongan. Misalnya: sejak kapan
keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan itu terjadi, bagaimana
sifat dan hebatnya keluhan, adakah usaha untuk mengatasi keluhan tersebut
sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha tersebut dan
sebagainya.
Menurut Watiyah, 2010 dalam mengkaji keluhan nyeri pada pasien leukemia
maka menggunakan kajian PQRST :
P = Provoking incident (penyebab nyeri bisa timbul)
Q = Quality of pain (rasa nyeri yang dirasakan, seperti tertusuk/tertekan )
R = Regional (lokasi nyeri yang timbul)

18
S = Severity / skala (nilai nyeri yang dirasakan, penilaian bisa dari skor 1-10)
T = Time (durasi nyeri yang dirasa)
Selain nyeri, juga terdapat pengkajian Nutrisi bagi pasien leukemia dengan
gangguan devisit nutrisi, dengan metode ABCD :
A= Antropometri (kalkulasi nilai ideal berat badan tubuh/IMT)
B= Biochemical data (data hasil pemeriksaan labolatorium, meliputi DL)
C= Clinical sign (tanda dan gejala)
D= Diiet (terapi yang dianjurkan)

5. Riwayat kesehatan keluarga


Menanyakan kepada pasien apakah dari keluarganya terdahulu dan sekarang
ada yang berstatus mengidap penyakit leukimia atau tidak.

6. Riwayat psikososial
Menanyakan apakah teman, tetangga, rekan kerja pasien ada yang mengidap
penyakit leukimia atau tidak. Dan juga menanyakan apakah pasien bekerja di
lingkunag radiasi atau tidak.

7. Pola aktivitas dan latihan


Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit leukimia
untuk menilai kemampuan dan toleransi pasien dalam melakukan aktivitas.
Pasien leukimia mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.

8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada pemeriksaan umum pasien leukimia didapati keadaan anemia, lemas,
nyeri persendian dan epistaksis serta bercak-bercak merah di kulit.

b. Tanda-tanda vital

19
Pada pemeriksaan ini, pasien leukimia mengalami takipnua dan takikardi
akibat nyeri dan kelelahan yang dirasa. Serta juga mengalami penurunan
tekanan sistol dan diastol pada tekanan darah. Suhu tubuh naik turun

c. Pemeriksaan fisik B1-B6


1. B1 (Breathing )
a) Inspeksi : pasien leukimia umumnya mengalami frekuensi napas
melebihi normal.
b) Palpasi : pasien leukemia biasanya menggunakan otot bantu
pernapasan sternokleidomastoid.
c) Perkusi : pada umumnya suara sonor.
d) Auskultasi : pada umumnya terdengar wheezing.

2. B2 (Bleeding)
a) Inspeksi : pada umumnya pasien leukimia mengalami perdarahan di
hidung dan bintik-bintik merah di kulit
b) Palpasi : umumnya CTV >3 detik.
c) Perkusi : pada umumnya tidak ada pergeseran batas jantung.
d) Auskultasi : pada umumnya tidak ada suara jantung tambahan (S3
dan S4)
3. B3 (Brine)
a) Inspeksi : wajah tampak lesu, GCS tingkat kesadaran menurun
4. B4 (Bledder)
a) Inspeksi : mengukur intake dan output cairan dan konsistensinya
5. B5 (Bowel)
a) Inspeksi : penurunan BB, mengkaji pola makan pasien apakah
sebelumnya pasien mengkonsumsi asupan nutrisi harian secara pas
atau kurang.
b) Palpasi : pembesaran limfa dan hepar
6. B6 (Bone)

20
a) Palpasi : umumnya penderita mengalami nyeri persendian dan
tulang.

2.10.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialami baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentivikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosa utama untuk masalah penyakit leukemia meliputi : resiko
perdarahan, devisit nutrisi, intoleransi aktivitas, nyeri, gangguan integritas
kulit/jaringan, hipertermi dan resiko infeksi.
1. Resiko perdarahan d/d proses keganasan.
2. Devisit nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolisme d/d membran
mukosa pucat, rambut rontok, penurunan BB.
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan d/d mengeluh lelah, frekuensi jantung
meningkat > 20% dari kondisi istirahat, merasa lemah, merasa tidak
nyaman setelah beraktivitas.
4. Nyeri kronis b/d gangguan imunitas d/d mengeluh nyeri, tidak mampu
menuntaskan aktivitas.
5. Gangguan integritas kulit / jaringan b/d efek samping terapi radiasi d/d
perdarahan, kemerahan, nyeri dan kerusakan jaringan/lapisan kulit.
6. Hipertermia b/d proses penyakit d/d suhu tubuh diatas nilai normal, kulit
merah, takikardi, takipnea.
7. Resiko infeksi d/d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(imunosupresi).

2.10.3 Intervensi Keperawatan

21
Perencanaan keperawatan adalah suatu pemikiran tentang perumusan tujuan,
tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada pasien berdasarkan
analisa pengkajian agar dapat teratasi masalah kesehatan dan keperawatan.
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Resiko perdarahan Setelah dilakuka Pencegahan pendarahan
Kode : D.0012 intervensi keerawatan Kode : I.02067
Definisi : Beresiko selama 3x24 jam, Observasi
mengalami diharapkan Tingkat 1. Monitor tanda
kehilangan darah Cidera pasien dapat dan gejala
baik internal (terjadi teratasi dengan kriteria perdarahan
di dalam tubuh) hasil sebagai berikut : 2. Monitor
maupun eksternal 1. Toleransi koagulasi
(terjadi diluar aktivitas dari
tubuh). skala 1 Terapeutik
(menurun) 1.Pertahankan bed
menjadi skala 4 rest selama
(cukup perdarahan
meningkat)
2. Nafsu makan Edukasi
dari skala 1 1. Jelaskan tanda
(menurun) dan gejala
menjadi skala 4 pendarahan
(cukup 2. Anjurkan
meningkat) menghindari
3. Perdarahan dari aspirin atau
skala 1 antikoagulasi
(meningkat) 3. Anjurkan
menjadi skala 4 meningkatkan
(cukup asupan makanan

22
menurun) dan vitamin K.

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu.
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Kode : D.0019 intervensi keperawatan Kode : I.03119
Definisi : Asupan selama 3x24 jam, Observasi
Nutrisi tidak cukup diharapkan Status 1. Identifikasi status
untuk memenuhi Nutrisi pasien dapat nutrisi
kebutuhan teratasi dengan kriteria 2. Monitor asupan
metabolisme hasil sebagai berikut : makanan
1. Nafsu makan dalam Terapeutik
skala 1 (Memburuk) 1. Sajikan makanan
menjadi skala 4 secara menarik
(cukup membaik). dan suhu yang
2. Pengetahuan sesuai
tentang standar Eduksi
asupan nutrisi yang 1. Ajarkan diet yang
tepat dari skala 1 diprogramkan
(menurun) menjadi Kolaborasi
4 (cukup 1. Kolaborasi
meningkat). pemberian
3. Rambut rontok dari medikasi sebelum
skala 1 (meningkat) makanan.
menjadi 4 (cukup 2. Kolaborasi
menurun). dengan ahli gizi

23
4. Nyeri abdomen dari untuk
skala 1 (meningkat) menentukan
menjadi 4 (cukup jumlah kalori dan
menurun). jenis nutrien yang
5. Membran mukosa dibutuhkan
dari skala 1
(memburuk)
menjadi skala 4
(cukup membaik).
3. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan Manajemen energi
Kode : D.0056 intervensi keperawatan Kode : I.05178
Definisi : selama 3x24 jam, Observasi
ketidakcukupan diharapkan Toleransi 1. Identifikasi
energi untuk Aktivitas pasien dapat gangguan fungsi
melakukan aktivitas teratasi dengan kriteria tubuh yang
sehari-hari hasil sebagai berikut : mengakibatkan
1. Kemudahan kelelahan
dalam 2. Mengatur
melakukan kelelahan fisik
aktivitas dan emosional
sehari-hari dari Terapeutik
skala 1 1. Berikan aktivitas
(menurun) distraksi yang
menjadi 4 menenangkan
(cukup Edukasi
meningkat). 1. Ajarkan strategi
2. Keluhan lemah koping untuk
dari skala 1 mengurangi
(meningkat) kelelahan
menjadi 4 Kolaborasi

24
(cukup 1. Kolaborasi
menurun). dengan ahli gizi
3. Dispnea saat tentag cara
aktivitas dari meningkatkan
skala 1 asupan makanan.
(meningkt)
menjadi 4
(cukup
menurun).
4. Dispnea setelah
aktivitas dari
skala 1
(meningkat)
menjadi 4
(cukup
menurun).
5. Perasaan lemah
dari skala 1
(meningkat)
menjadi 1
(cukup
menurun)
6. Frekuensi
napas dari
skala 1
(memburuk)
menjadi 4
(membaik).

4. Nyeri Kronis Setelah dilakukan Manajmen Nyeri

25
Kode : D.0078 interverensi Kode : I.08238
Definisi: Pegalaman keperawatan selama Observasi
sensorik atau 3x24 jam, diharapkan 1. Identifikasi lokasi
emosional yang Tingkat Nyeri pasien karateristik durasi
berkaitan dengan dapat teratasi dengan frekuensi kualitas
kerusakan jaringan keiteria hasil sebagai dan intergritas
aktual atas berikut: nyeri
fungsional dengan 1. Keluhan nyeri dalam 2. Identifikasi skala
onset mendadak atau skala 1 (meningkat) nyeri
lambat dan menjadi skala 4 Terapeutik
berintensitas ringan (cukup menurun) 1. Berikan tekhnik
hingga berah dan 2. Meringis dari skala nonfarmakologi
konstan, yang 1 (meningkat) untuk
berlangsung lebih menjadi skala 4 mengurangi rasa
dari 3 bulan (cukup menurun) nyeri
3. Pola nafas dari Edukasi
skala 2 (cukup 1. Jelaskan
memburuk) menjadi penyebab periode
4 (cukup membaik) dan pemicu nyeri
4. Pola tidur dari skala Kolaborasi
1 (memburuk) 1. Pemberian
menjadi 4 (cukup analgetik
membaik).
5. Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan Integritas
kulit intervensi Kulit
Kode : D.0129 keperawatan selama Kode : I.11353
Definisi : kerusakan 3x24 jam, diharapkan Observasi
kulit Integritas Kulit dan 1. Identifikasi
(dermin/epidermis) Jaringan dapat teratasi penyebab
atau jaringan dengan kriteria hasil gangguan

26
(membran mukosa, sebagai berikut : integritas kulit
kornea, fasia, otot, 1. Perdarahan dari Terapeutik
tendon, tulang, skala 1 (meningkat) 1. Gunakan produk
kartilago, kapsul menjadi skala 4 ringan atau alami
sendi dan / atau (cukup menurun). dan hipoalergik
ligamen). 2. Kemerahan dari pada kulit sensitif
skala 1 (meningkat) 2. Hindari produk
menjadi skala 4 berbahan dasar
(cukup menurun) alkohol pada kulit
3. Suhu kulit dari skala kering
1 (memburuk) Edukasi
menjadi 4 (cukup 1. Anjurkan
membaik). meningkatkan
asupan nutrisi
2. Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstrim
6. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermi
Kode : D.0130 interverensi Kode : I.15506
Definisi : Suhu keperawatan selama Observasi
tubuh meningkat 3x24 jam, diharapkan 1. Identifikasi
diatas rentang Termoregulasi dapat penyebab
normal tubuh teratasi dengan keiteria hipertermia
hasil sebagai berikut: 2. Monitor suhu tubuh
1. Kulit kemerahan Terapeutik
dari skala 1 1. Lakukan
(meningkat) pendinginan
menjadi 4 (cukup eksternal
menurun). 2. Hindari pemberian

27
2. Pucat dari skala 1 antipiretik atau
(meningkat) aspirin
menjadi 4 (cukup Edukasi
menurun) 1. Anjurankan tirah
3. Takikardia dari baring
skala 1 Kolaborasi
(meninngkat) 1. Kolaborasi
menjadi skala 4 pemberian cairan
(cukup menurun) dan elektrolit
4. Takipnea dari intravena
skala 1
(meningkat)
menjadi skala 4
(cukup menurun).
5. Suhu tubuh dari
skala 1
(memburuk)
menjadi skala 4
(cukup membaik).
6. Suhu kulit dari
skala 1
(memburuk)
menjadi skala 4
(cukup membaik).
7. Tekanan darah dari
skala 1
(memburuk)
menjadi skala 4
(cukup membaik).
7. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi

28
Kode : 0142 interverensi Kode : 114539
Definisi : Beresiko keperawatan selama Observasi
mengalami 3x24 jam, diharapkan 1. Monitor tanda
peningkatan Tingkat Inveksi dapat dan gejala infeksi
terserang organisme teratasi dengan kriteria lokal dan
patogenik. hasil sebagai berikut: sistematik.
1. Demam dari Terapeutik
skala 1 1. Cuci tangan
(meningkat) sebelum dan
menjadi skala 4 sesudah kontak
(cukup dengan pasien
menurun). dan lingkungan
2. Kemerahan pasien.
dari skala 1 2. Pertahankan
(meningkat) tehnik aseptik
menjadi skala 4 pada pasien
(cukup beresiko tinggi.
menurun). Edukasi
3. Nyeri dari 1. Jelaskan tanda
skala 1 dan gejala
(meningkat) infeksi.
menjadi 4 2. Ajarkan cara
(cukup mencuci tangan
menurun). dengan benar.
4. Kadar sel darah 3. Anjurkan
putih dari skala meningkatkan
1 (memburuk) asupan nutrisi.
menjadi skala 4 4. Anjurkan
(cukup meningkatkan
membaik). asupan cairan.

29
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu

2.10.4 Implementasi
Implementasi merupakan langkah ke empat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keprawatan) yang telah
direncanakan dalam intervensi keperawatan.

2.10.5 Evaluasi Keperawatan


Merupaka tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaanya sudah berhasil di capai. Perawat dapat memonitor keadaan yang
terjadi selama tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.

BAB 3
APLIKASI KASUS

Judul : Pengarus Swedish Massage Therapy terhadap Tingkat Kualitas


Hidup Penderita Leukemia Usia Sekolah
Penulis : Dewi Umu Kulsum, Henny Suzana, Argi Virgona
Tahun : 2017

30
Sekitar 74% anak penderita kanker yang menjalani pengobatan akan bertahan
hidup selama 5 tahun setelah terdiagnosis (Hockenberry & Wilson, 2009).
Pengobatan bagi ALL bertujuan menghancurkan sel neoplastik dan remisi lengkap
dengan pengembalian fungsi normal sumsum tulang belakang, sekitar 70%-80%
mencapai remisi lengkap dimana penderita kanker 35%- 45% bertahan hidup 2–5
tahun atau lebih lama (Black & Hawks, 2014). Regimen terapi kanker ALL jenis
OAINS dan agens kemoterapi pada umumnya menimbulkan efek samping yang
menyebabkan nyeri. Selain itu, pengobatan kanker membutuhkan waktu yang lama,
tidak sedikit menyebabkan penderita menjadi frustasi.
Swedish Massage Therapy merupakan pijat klasik dasar dari semua metode
pijatan yang dikembangakan sejak abad ke-19 untuk peningkatan kesehatan dan
terapi membantu orang sakit (Clavert, 2002; Beck, 2010). Penelitian sebelumnya
telah dilakukan oleh Haun et al. (2015) bertujuan menentukan kelayakan tehnik
Swedish Massage Therapy. Pada penelitian tersebut dilakukan randomisasi (non-
blinded prospective study) pada penderita leukemia, dan menyatakan bahwa secara
signifikan adanya penurunan ketidaknyamanan, mengurangi nyeri otot dan laju
pernafasan pada fungsi fisiologis, sedangkan pada fungsi psikologis menurunkan
tingkat kecemasan dan emosional, di samping itu pada fungsi psychophysiologic
dapat meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh, serta meminimalkan risiko
infeksi.
Konsep Swedish Massage Therapy memiliki keunggulan dimana sudah
dilakukan penelitian tentang keefektifannya pada tingkat tertinggi hierarchy of
evidence, terapi ini dapat digunakan pada semua rentang usia, pada anak-anak terapi
ini dilakukan untuk stimulasi tumbuh kembang dan palliative care pada kondisi
penyakit terminal atau penyakit kronis, intervensi ini bersifat healing touch
manipulasi tubuh yang efektif dan efisien. Terapi ini juga mempunyai nilai budaya
yang kental secara empiris, dan yang terpenting terapi ini harus dilakukan oleh terapis
yang teregistrasi dan bersertifikasi dengan tingkatan kompetensi.

31
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh swedish
massage therapy terhadap tingkat kualitas hidup penderita leukemia usia sekolah di
Rumah Cinta Anak Kanker Bandung.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non probability
sampling, dengan menggunakan metode consecutive sampling. Dalam satu waktu
pemilihan responden dan pengambilan sampel langsung dibagi dua, yang kemudian
dilakukan pre test untuk mengetahui keadaan awal. Setelah dilakukan pre test,
peneliti melakukan kontrak waktu dengan orang tua responden pada kelompok
intervensi untuk memulai terapi dengan menyesuaikan jadwal kemoterapi sehingga
terpenuhinya jumlah sesi terapi 3 kali dalam seminggu dengan waktu pelaksanaan di
pagi hari atau di sore hari. Pelaksanaan terapi swedish massage dilakukan langsung
oleh peneliti dengan rata-rata durasi perlakuan 30 menit.
Pengobatan kanker dengan kemoterapi mempunyai efek mual dan muntah,
walaupun tidak jarang pasien diberikan antiemetik. Akan tetapi reaksi efek samping
obat kemoterapi tidak sama, dan kompensasi tubuh pasien pun berbeda–beda.
Sehingga dibutuhkan mekanisme untuk meningkatkan aktivitas nervus vagus
yang menstimulasi motilitas gastrik sehingga merangsang produksi hormon-hormon
yang meningkatkan penyerapan nutrisi (gastrin dan insulin) (Bobak et al., 2005).
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi nilai dari kualitas hidup dan menentukan
keberhasilan terapi antara lain faktor internal mencakup stadium keganasan kanker,
prognosis penyakit leukemia, tingkat kepatuhan regimen terapi berhubungan dengan
kekambuhan, gejala penyakit dan efek samping pengobatan yang dapat tertangani,
status gizi anak baik, dan gaya hidup sehat seluruh anggota keluarga. Sedangkan
faktor eksternal mencakup keadaan kesehatan lingkungan yang mendukung, adanya
cinta kasih orang tua serta saudara kandung (Eiser, 2004; Wong etal., 2008).
Peningkatan rerata kualitas hidup tersebut terjadi dari efektifitas terapi
massage yang mempunyai manfaat dan memengaruhi secara positif terhadap fungsi
tubuh, yaitu berkaitan dengan permasalahan fisik yang diartikan adanya penurunan
permasalahan pada rasa sakit dan luka, mual yang disebabkan akibat gejala penyakit,
dan efek samping kemoterapi antara lain neurotoksisitas perifer meliputi sensorik dan

32
motorik, disertai rasa nyeri, mual dan muntah, penurunan selera makan, dan
penurunan berat badan, ulserasi mukosa, dan stomatitis. Perubahan tersebut
disebabkan terapi massage mengurangi rasa sakit pada otot-otot, meningkatkan
relaksasi, menurunkan heart rate, dan tekanan darah, menurunkan depresi, dan
meningkatkan kualitas tidur (Salvo, 2016), serta menurunkan kesakitan,
meningkatkan relaksasi dikaitkan dengan peningkatan produksi endorfin (obat
penghilang rasa sakit alami) (Haun et al., 2009), dan meningkatkan sirkulasi aliran
darah (Walton, 2006).
Dengan dilakukannya terapi massage membantu adekuat asupan nutrisi,
berkurangnya keluhan secara fisik akibat dampak toksisitas saraf neurotoksisitas
perifer sehingga mengurangi masalah yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak penderita leukemia.
Terapi massage dapat menurunkan kecemasan dan ketakutan, penurunan
depresi, dan penurunan produksi hormon stres (kortisol) (Allen, n.d; Haun et al.,
2009; Field et.al., 2005; Post-White et al., 2003), serta mengurangi kecemasan pada
orang tua penderita dan anak-anak dengan kanker (Post-White et al., 2003).
Faktor lain yang memengaruhi keefektifan terapi swedish massage pada
kelompok intervensi antara lain keyakinan anak dan orang tua saat pertama kali
menerima terapi swedish massage sebagai pengobatan yang dapat mengurangi
beberapa keluhan fisik. Faktor dukungan terbesar yang ditunjukkan dari orang tua
menjadi dasar anak memiliki harapan untuk hidup lebih panjang. Selain itu, terapi ini
membutuhkan proses kedekatan (bina trust) antara tenaga perawat dengan anak yang
kecenderungan merasa takut jika dilakukan perawatan, keberhasilan ini menjadi tahap
yang memudahkan tenaga kesehatan dalam upaya meningkatkan promosi kesehatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan dampak langsung terhadap peningkatan
kualitas hidup terutama pada fungsi fisik, fungsi emosional dan sosial anak penderita
leukemia, sehingga swedish massage therapy ini bermanfaat sebagai asuhan paliatif
yang dapat meningkatkan kualitas hidup anak akibat gejala kanker dan efek
pengobatan kanker dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, tenaga perawat
umumnya dan perawat anak, khususnya sebagai herapis, dimanapun dapat melakukan

33
SMT sehingga memerlukan pelatihan tentang terapi Swedish Massage pada anak
dengan kanker, hal ini mendukung perkembangan pelayanan perawat kepada
masyarakat.

HASIL :
Swedish Massage Therapy merupakan pijat klasik dasar dari semua metode
pijatan yang dikembangakan sejak abad ke-19 untuk peningkatan kesehatan dan
terapi membantu orang sakit. Konsep Swedish Massage Therapy memiliki
keunggulan dimana sudah dilakukan penelitian tentang keefektifannya pada tingkat
tertinggi hierarchy of evidence, terapi ini dapat digunakan pada semua rentang usia,
pada anak-anak terapi ini dilakukan untuk stimulasi tumbuh kembang dan palliative
care pada kondisi penyakit terminal atau penyakit kronis. Dengan dilakukannya
terapi massage membantu adekuat asupan nutrisi, berkurangnya keluhan secara fisik
akibat dampak toksisitas saraf neurotoksisitas perifer sehingga mengurangi masalah
yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak penderita leukemia.
Terapi massage dapat menurunkan kecemasan dan ketakutan, penurunan depresi, dan
penurunan produksi hormon stres (kortisol), serta mengurangi kecemasan pada orang
tua penderita dan anak-anak dengan kanker.

34
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Leukemia merupakan penyakit proliferasi patogis sel pembuat darah
yang bersifat sistematik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia adalah
polifersai sel leukosit yang abnormal ,ganas, sering diserertai bentuk-
bentuk yang tidak normal , jumlahnya berlebihan, dapat menyebabkan
anemia, trombositopenia dan diakhiri dengan kematian. Keganasan
leukemia dikarenakan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasi
patologis sel hemopoetik yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum
tulang dalam memebentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke
jaringan tubuh lain. Pengobatan leukemia menggunakan metode
farmakologi dan nonfarmakologi, diantaranya dengan kemoterapi dan
pengonsumsian obat vinkristin. Penanganan kasus leukemia harus
ditangani secara intensif agar tidak menimbulkan komplikasi dan
prognosis-prognosis yang berbahaya serta fatal.

4.2 Saran
Menjaga tubuh agar tetap sehat dengan melakukan aktivitas fisik yang
cukup, pemenuhan nutrisi yang seimbang, menjaga lingkungan agar tetap
bersih dan sehat, mengontrol kesehatan secara rutin serta menghindari
stress berlebih merupkan kunci utama tubuh utuk menghindari berbagai
macam penyakit. Bilamana tubuh telah terserang penyakit sehingga harus
melakukan prosedur pengobatan, maka hendaknya bersabar dan tetap
konsisten dalam menjalankan serangkaian prosedur pengobatan baik
farmakologi maupun nonfarmakologi.

35
DFTAR PUSTAKA

Kiswari, rukaman. 2014. Hematologi dan Transfusi. Erlangga. Jawa Tengah.


Corwin, Elizabet J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Kulsum, Dewi Umu dkk. 2017. Pengarus Swedish Massage Therapy terhadap
Tingkat Kualitas Hidup Penderita Leukemia Usia Sekolah. Diakses pada tannggal
3 oktober 2019 15.35

Linda, ayu. 2016. Buku Ajar keperawatan medikal bedah: gangguan


kardiovaskuler. EGC. Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta. DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta. DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta. DPP PPNI.

36

Anda mungkin juga menyukai