Anda di halaman 1dari 10

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Penyuluhan APD

NAMA KELOMPOK
Apriyani Magdalena Sitohang P07231118008
Aulia Dwi Nur Anggraini P07231118009
Feliks Alvin Rombe T P07231118015

PRODI SARJANA GIZI DAN DIETETIKA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN GIZI
TAHUN 2019/2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Stunting

Sub pokok bahasan : Pencegahan Stunting Pada Balita

Sasaran : Ibu yang mempunyai balita dan bayi

Target : Orang tua balita

Hari / Tanggal : Jum’at, 29 Oktober 2021

Waktu : 08.30 - selesai

Tempat : Poli Lantai 1

Penyuluh : Mahasiswa Gizi Poltekkes Kemenkes Kaltim

A. LATAR BELAKANG
Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat
pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan.
Stunting dapat di diagnosis melalui indeks antropometri tinggi badan menurut umur yang
mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan
indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai. Stunting
merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat
dari pola makan yang buruk dan penyakit infeksi (ACC/SCN, 2000).
Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial
dan ekonomi dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu yang stunting memiliki
tingkat kematian lebih tinggi dari berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan penyakit.
Stunting akan mempengaruhi kinerja pekerjaan fisik dan fungsi mental dan intelektual
akan terganggu (Mann dan Truswell, 2002). Hal ini juga didukung oleh Jackson dan
Calder (2004) yang menyatakan bahwa stunting berhubungan dengan gangguan fungsi
kekebalan dan meningkatkan risiko kematian. Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak
mengalami stunting, data ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan
memposisikan Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang
mengalami stunting tinggi (UNICEF, 2007). Hasil Riskesdas 2010, secara nasional
prevalensi kependekan pada anak umur 2-5 tahun di Indonesia adalah 35,6 % yang terdiri
dari 15,1 % sangat pendek dan 20 % pendek
B. TUJUAN
1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Setelah mendapatkan penyuluhan tentang stunting pada anak, diharapkan Tn.
Hendra dan keluarga dapat mengetahui dan memahami tentang faktor penyebab stunting
serta mau melaksanakan penyuluhan dengan melakukan pencegahan dan menjaga gizi
anak agar tetap seimbang.
2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
a. Mengetahui tentang pengertian stunting
b. Mengetahui faktor penyebab stunting
c. Mengetahui pencegahan stunting
d. Mengetahui dampak stunting
e. Mengetahui kebutuhan gizi anak 1-2 tahun
f. Mengetahui cara penatalaksanaan stunting

C. MATERI PENYULUHAN
1. Menjelaskan tentang pengertian stunting
2. Menjelaskan faktor penyebab stunting
3. Menjelaskan pencegahan stunting
4. Menjelaskan dampak stunting
5. Menjelaskan kebutuhan gizi anak 1-2 tahun
6. Menjelaskan cara penatalaksanaan stunting
D. SASARAN
Ibu yang memiliki bayi dan balita
E. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
F. MEDIA
1. Leaflet atau ppt
G. PENGORGANISASIAN & URAIAN TUGAS
1. Protokol / Pembawa acara
Uraian tugas :
a. Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri kepada target.
b. Mengatur proses dan lama penyuluhan.
c. Menutup acara penyuluhan.
2. Penyuluh / Pengajar
Uraian tugas :
a. Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh target yang akan diberi edukasi.
b. Memotivasi ibu untuk memperhatikan proses penyuluhan.
c. Memotivasi target untuk bertanya.
3. Fasilitator
Uraian tugas :
a. duduk bersama di antara target.
b. Menanyakan kepada target tentang kejelasan materi penyuluhan.
c. Memotivasi target untuk bertanya materi yang belum jelas.
4. Observer
Uraian tugas :
a. Mencatat nama, alamat dan jumlah target, serta menempatkan diri sehingga
memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses penyuluhan.
b. Mencatat pertanyaan yang diajukan target.
c. Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses penyuluhan.
d. Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan rencana penyuluhan.
e. Menyampaikan evaluasi langsung kepada penyuluh yang dirasa tidak sesuai
dengan rencana penyuluhan.
H. PROSES PELAKSANAAN

NO WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN KEGIATAN


PESERTA
Pembukaan:
 Memperkenalkan diri  Menyambut salam
 Menjelaskan tujuan dari penyuluhan. dan mendengarkan
1 2 menit
 Melakukan kontrak waktu.  Mendengarkan
 Menyebutkan materi penyuluhan yang  Mendengarkan
akan diberikan  Mendengarkan
2 10 menit
 Mendengarkan dan
memperhatikan
Pelaksanaan :  Bertanya dan
 Menjelaskan tentang pengertian stunting menjawab
 Menjelaskan faktor penyebab stunting pertanyaan yang
 Menjelaskan pencegahan stunting diajukan
 Menjelaskan dampak stunting  Mendengarkan dan

 Menjelaskan kebutuhan gizi anak 1-2 memperhatikan

tahun  Bertanya dan

 Menjelaskan cara penatalaksanaan menjawab

stunting pertanyaan yang


diajukan
 Mendengarkan dan
memperhatikan.
 Bertanya dan
menjawab
pertanyaan yang
diajukan
 Mendengarkan dan
memperhatikan
 Bertanya dan
menjawab
pertanyaan yang
diajukan

Evaluasi :
Menanyakan pada target tentang materi yang Menjawab & menjelaskan
3 2 menit
diberikan kepada target bila dapat menjawab & pertanyaan
menjelaskan kembali pertanyaan/materi
Terminasi :
 Mengucapkan terimakasih kepada Mendengarkan dan
4 1 menit
ibu/bapak membalas salam
 Mengucapkan salam

I. EVALUASI

1. Evaluasi Struktur

Kesiapan Media meliputi : Leaflet.

Penentuan waktu : Pukul

Penentuan tempat : Ruangan

Pengorganisasian panitia kecil

2. Evaluasi Proses

Target ada di tempat.


3. Evaluasi Hasil
1. Para target mengetahui apa itu APD.
2. Penyaji mereview materi dan target dapat menjelaskan kembali penyampaian
materi yang diberikan oleh penyuluh.
3. Target yang akan diedukasi berada dirumah.
J. PENGORGANISASIAN

Pembicara :

Pembimbing :
K. SUMBER
Kemenkes RI. 2012. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Kementerian Kesehatan dan JICA.Jakarta.
Kuku KE & Nuryanto. 2011. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2 –3 Tahun Di
Kecamatan Semarang Timur. Journal Of Nutrition College.2(4) : 523 – 530.
Notoatmodjo S . 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta.
Soetjiningsih, Ranuh G. 2013. Tumbuh Kembang Anak Ed.2. EGC. Jakarta.
Sulistijani, A.D. 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Puspa Suara. Jakarta
L. MATERI
1. Pengertian Stunting
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
kurang jika dibandingkan dengan umur. (Depkes, 2018)
2. Faktor Penyebab Stunting
Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut :
a. Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan
yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air).
b. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR).
c. Riwayat penyakit.
Lancet “Maternal and Child Nutrition” Series tahun 2004 memuat satu konsep model faktor-
faktor yang menyebabkan kekurangan gizi, kecacatan atau disability dan kematian.
 Dalam diagram tersebut terlihat bahwa kekurangan gizi kronis atau pendek lebih
dipengaruhi oleh faktor gangguan pertumbuhan pada masa janin,kekurangan
asupan zat gizi mikro dan kekurangan asupan energy dan protein.
 Sementara itu gizi kurang akut yang sering disebut gizi kurang atau kurus lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor tidak cukupnya asupan gizi terutama kalori dan
protein dan infeksi penyakit.
 Tidak optimalnya pemberian Air Susu ibu merupakan salah satu penyebabnya
tingginya infeksi pada bayi yang mengakibatkan kekurangan gizi akut dan
kematian.
 Kekurangan gizi mikro disamping menyebabkan kekurangan gizi kronis juga
menyebabkan disability, yang meningkatkan risiko kematian
 Faktor-faktor kemiskinan, sosial budaya dan politik, meningkatnya infeksi
penyakit, ketahanan pangan dan tidak optimalnya cakupan dan kualitas pelayanan
merupakan merupakan faktor yang secara bersama-sama maupun secara
sendiri;sendiri berpengaruh pada keadaan gizi ibu hamil, kekurangan gizi mikro,
asupan energi yang rendah dan tidak optimalnya pemberian Air Susu ibu.
3. Dampak dari stunting
Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi
belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila mencari pekerjaan,
peluang gagal tes wawancara pekerjaan menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan
yang baik, yang berakibat penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan
tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita stunting
berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan,
produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban
negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh proporsional akan
kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya pendek. Stunting yang terjadi pada masa
anak merupakan faktor risiko meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif,
dan perkembangan motorik yang rendah serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak
seimbang (Allen & Gillespie, 2001). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi
pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan sulit
diperbaiki. Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu
panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi mikro.
4. Cara mencegah Stunting
Mencegah Stunting pada Balita
Berbagai upaya telah kita lakukan dalam mencegah dan menangani masalah gizi di
masyarakat. Memang ada hasilnya, tetapi kita masih harus bekerja keras
untukmenurunkan prevalensi balita pendek sebesar 2,9% agar target MD’s tahun 2014
tercapai yang berdampak pada turunnya prevalensi gizi kurang pada balita kita.
Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya
umur, namun pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam
waktu singkat. Jika terjadi gangguan pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka untuk
mengejar pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan, sedangkan anak
usia sekolah sampai remaja relatif kecil kemungkinannya. Maka peluang besar untuk
mencegah stunting dilakukan sedini mungkin. dengan mencegah faktor resiko gizi kurang
baik pada remaja putri, wanita usia subur (WUS), ibu hamil maupun pada balita. Selain itu,
menangani balita yang dengan tinggi dan berat badan rendah yang beresiko terjadi
stunting, serta terhadap balita yang telah stunting agar tidak semakin berat. Kejadian balita
stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan dengan cara melakukan
pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan
makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau
kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6
bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI)
yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga
diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang
bersifat kronis seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila pemantauan pertumbuhan
balita dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau pertumbuhan balita di posyandu
merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan
pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan pencegahan terjadinya balita stunting.
Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan dan
penyediaan sarana prasarana dan akses keluarga terhadap sumber air terlindung, serta
pemukiman yang layak. Juga meningkatkan akses keluarga terhadap daya beli pangan dan
biaya berobat bila sakit melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.
Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada pengetahuan dan kemampuan
dalam penerapan kesehatan dan gizi keluarganya, sehingga anak berada dalam keadaan
status gizi yang baik. Mempermudah akses keluarga terhadap informasi dan penyediaan
informasi tentang kesehatan dan gizi anak yang mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh
setiap keluarga juga merupakan cara yang efektif dalam mencegah terjadinya balita
stunting.
5. Kebutuhan Gizi anak 1- 2 tahun
Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai melambat tetapi
perkembangan motorik meningkat, anak mulai mengeksplorasi lingkungan sekitar
dengan cara berjalan kesana kemari, lompat, lari dan sebagainya. Namun pada usia ini
anak juga mulai sering mengalami gangguan kesehatan dan rentan terhadap penyakit
infeks seperti ISPA dan diare sehingga anak butuh zat gizi tinggi dan gizi seimbang
agar tumbuh kembangnya optimal. Pada usia ini ASI tetap diberikan. Pada masa ini
berikan juga makanan keluarga secara bertahap sesuai kemampuan anak. Variasi
makanan harus diperhatikan. Makanan yang diberikan tidak menggunakan penyedap,
bumbu yang tajam, zat pengawet dan pewarna. dari asi karena saat ini hanya asi yang
terbaik untuk buah hati anda tanpa efek samping.

Anda mungkin juga menyukai