Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK I

PATOFISIOLOGI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DENGAN


KELAINAN KONGENITAL SISTIM HEMATOLOGI (HEMOPHILIA)

Dosen Pengampu : Ns.BIYANTI DWI WINARSIH,M.KEP

Disusun oleh:

Kelompok 4

RUSMININGSIH

LILIK ERNAWATI

YUSUP

ERMA

ASTIA

MINDAR

HANIK

ILHAM

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN&PROFESI NERS


ITEKES CENDIKIA UTAMA KUDUS
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq,
hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah untuk
memenuhi tugas Keperawatan Anak II.

Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan sumbangan pemikiran dari
beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih
khususnya kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah
membantu penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan
terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun
dari para pembaca selalu kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Akhirnya, harapan kami mudah-mudahan makalah yang sederhana ini ada manfaatnya
khususnya bagi kami dan umumnya bagi para pembaca Aamiin.

Padang, 16 Maret 2024

Kelompok 4
DAFTAR ISI

MAKALAH PATOFISIOLOGI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN DENGAN KELAINAN KONGENITAL SISTIM HEMATOLOGI
(HEMOPHILIA)
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................................................4
B. TUJUAN.........................................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
A. Patofisiologi hemophilia..................................................................................................................6
B. Pathway...........................................................................................................................................8
BAB III.......................................................................................................................................................9
ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................................................................9
A. Askep Anak Dengan Diagnosa kelahian kongenital sistim hematologi hemophilia.........................9
1. Pengkajian Keperawatan..............................................................................................................9
2. Diagnosa keperawatan...............................................................................................................12
3. Perencanaan keperawatan..........................................................................................................12
4. Implementasi Keperawatan........................................................................................................17
5. Evaluasi Keperawatan................................................................................................................17
PENUTUP.................................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................19

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bagi anak-anak yang sehat, bermain adalah kegiatan yang paling menyenangkan
bagi mereka, tidak jarang, seorang anak mengalami trauma akibat terjatuh, tergores, dan
terluka yang didapatnya saat sedang bermain. Trauma tersebut bisa saja sampai
mengakibatkan perdarahan. Bila terjadi pendarahan pada seseorang yang normal dan sehat,
misalnya terluka, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama perdarahan tersebut akan berhenti
sendiri, apakah itu dengan bantuan penekanan pada tempat luka ataupun tidak. Untuk
mengatasi perdarahan yang terjadi pada anak tersebut dibutuhkan sistem pembekuan darah
yang baik. Disebut sebagai sistem karena dalam proses pembekuan darah melibatkan banyak
faktor yang saling melengkapi sehingga perdarahan dapat terhenti. Apabila salah satu dari
faktor tersebut mengalami kelainan atau tidak ada pada seorang anak, maka pembekuan darah
menjadi terhambat atau tidak terjadi sama sekali. Keadaan inilah yang disebut sebagai
gangguan pembekuan darah.
Gangguan pembekuan darah pada anak dapat terjadi karena adanya defisiensi dari faktor-
faktor pembekuan darah yang bisa didapat secara congenital atau bawaan. Salah satu dari
gangguan pembekuan darah yang paling berbahaya adalah hemophilia dan hemophilia adalah
satu-satunya penyakit gangguan pembekuan daran bawaan yang disebabkan karena adanya
kelainan pada kromosom sex.1 Oleh karena itu, pasien hemophilia lebih banyak dijumpai pada
anak-anak dan sangat sulit untuk dihindari kemunculannya.
Angka kejadian hemophilia dapat mencapai satu kejadian diantara sepuluh ribu kelahiran
bayi laki-laki hidup. Dan angka ini tidak boleh dianggap remeh. Selain kasus hemophilia masih
sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, juga karena manifestasi klinis yang berat yang
dapat ditimbulkan oleh penyakit hemophilia. Namun, hemophilia memiliki prevalensi kejadian
yang lebih jarang daripada von Willebrand Disease (vWD), dimana prevalensi kejadian von
Willebrand Disease adalah 1% dari populasi 2. Pada pasien yang mengidap vWD akan memiliki
defisit pada von Willebrand factor yang disekresikan oleh sel endothelial ke dalam plasma.
Fungsi dari von Willebrand factor adalah melakukan inisiasi penempelam trombosit pada tempat
dimana terdapat kerusakan dinding pembuluh darah.
Hemophilia sendiri dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu hemophilia A, hemophilia B, dan
hemophilia C. Namun yang kejadiannya paling sering ditemukan pada anak adalah hemophilia A
dan hemophilia B.Penyakit hemophilia merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak
lama. Penyakit hemophilia merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak lama
dan menurut sumber yang ada, hemophilia sudah ada sejak dibuatnya kitab suci agama
(Injil). Hemofilia tidak hanya merupakan masalah medis atau biologis semata, namun
juga mempunya dampa psikososial yang dalam. Pengaruh orang dengan hemofilia
sebaiknya tidak hanya memperhatikan masalah fisiologi saja, misal mengontrol
perdarahannya dan mencegah timbulnya disabilitas fisik, tetapi juga diharapkan mempunya
perhatian pada berbagai gangguan alam perasaannya, rasa tidak amannya, rasa terisolasi dan
masalah keluarga terdekatnya (orangtua, dan saudara kandung). Setiap orang dengan
hemofilia tumbuh kembang dalam suatu lingkungan keluarga dan budaya yang unik / spesifik.
Juga dengan berbagai variasi kebutuhan, ketakutan, perhatian dan harapan yang berbeda-
beda. Masalah psikososial membutuhkan penanganan yang hati-hati. Setiap kasus mempunyai
permasalahn yang berbeda, akibat dari adanya perbedaan lata belakang budaya, agama
ataupun etnik, juga system penanggulangan kesehatan yang tidak sama. Oleh karena itu dalam
menolong seorang pasien hemofilia dan keluarganya dibutuhkan pendekatan satu tim inter-
disiplin, yang dapat membina hubungan yang baik dengan anak dan keluarga.
Penelitian dan pengetahuan mengenai penyakit hemophilia ini sudah ada sejak lama
juga dan diketahui bahwa hemophilia memiliki komplikasi yang cukup berat yang dapat
menurunkan kualitas hidup anak tersebut, bahkan dapat sampai menimbulkan kematian.
Modalitas terapi yang tidak memakan biaya yang besar dan berfungsi untuk mengurangi
komplikasi akibat hemophilia terhadap sistem musculoskeletal saat ini masih dalam tahap
penelitian.Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang dokter mengetahui secara jelas
mengenai kelainan ini. Selain gangguan pembekuan darah yang berupa hemophilia, masih ada
juga gangguan pembekuan darah yang lainnya. Tetapi dalam makalah ini hanya akan dibahas
mengenai hemophilia yang terjadi pada anak.

B. RUMUSAN MASALAH
1.Apa itu hemophilia?

2.Apa saja etiologi dari hemophilia?

3.Bagaimana patofisiologi hemophilia?

4.Apa tanda dan gejala hemophilis?

5. Bagaimana penatalaksanaan hemophilia?

6.Bagaimna asuhan keperawatan anak dengan hemophilia secara teoritis?

7. Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan hemophilia?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami anak dengan hemofilia baik secara konsep dan
Asuhan keperawatan
2.Tujuan Khusus
a.Mahasiswa mampu memahami anak dengan hemofilia secara teoritis mulai dari
defenisi hingga penatalaksanaannya.
b.Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada anak dengan
hemophilia
BAB II

PEMBAHASAN

1. Tinjauan Teori
A. Defenisi
1) Menurut Mary
Hemofilia adalah kelompok gangguan perdarahan yang di turunkan dengan
karakteristik defisiensi faktor pembekuan darah.
2) Menurut Rudolph
Hemofilia adalah sindrom klinis yang ditandai dengan perdarahan yang berlebihan
dan sering, disebabkan oleh defisiensi genetik atau disfungsi salah satu protein
koagulasi.

B. Etiologi
Hemofilia yang paling lazim adalah hemofilia A yang disebabkan oleh defisiensi
faktor VIII dan menyusun 75% dari penderita hemofilia. Hemofilia B disebabkan oleh
defisiensi faktor IX dan kira-kira jumlahnya seperempat dari penderita hemofilia A.
Defisiensi berat faktor XI yang juga dikenal sebagai hemofilia C jarang ditemukan.
1. Hemofilia adalah gangguan resesif terkait gen-x,yang diturunkan oleh
perempuan dan ditemukan secara dominan pada laki-laki.
2. Hemofilia juga dapat disebabkan oleh mutasi gen.

C. Patofisiologi
Hemofilia merupakan kondisi yang ditentukan secara genetik,terangkai seks
resesif dimana terdapat defisiensi faktor VII, yaitu globulin anti hemofilik. Secara klinik
hanya mengenai laki-laki,tetapi wanita dapat bertindak sebagai karier. Walaupun
demikian, secara teoritis memungkinkan bahwa perkawinan dari laki-laki yang hemofilik
dan wanita yang karier dapat memberikan anak, dimana satu dalam empat adalah
wanita hemofilik. Sebelumnya diduga bahwa kombinasi gen ini letal, tetapi dalam
beberapa kasus hemofilia wanita sebenarnya telah dikenali dewasa ini. Pada umumnya,
anak dari seorang laki-laki normal dan wanita karier secara rata-rata 50 % normal 55%
wanita karier dan 25% laki-laki hemofilik. Anak dari seorang laki-laki hemofilik dan
wanita normal adalah 50% laki-laki normal dan 50% wanita karie
A. Pathway
D. Tanda dan Gejala
1. Terdapatnya perdarahan jaringan linak, otot dan sendi, terutama sendi-sendi yang
menopang berat badan, disebut hematrosis (perdarahan sendi).
2. Perdarahan berulang kedalam sendi menyebabkan degenerasi kartilago artikularis
disertai gejala-gejala arthritis.
3. Perdarahan timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang.
4. Dapat timbul saat bayi mulai merangkak.
5. Tanda perdarahan : hemartrosis, hematom subkutan / intramuscular, perdarahan
mukosa mulut, perdarahan intrakranial, epistaksis, hematuria.
6. Perdarahan berkelanjutan pasca operasi (sirkumsisi, ekstrasi gigi).
7. Hemofilia dicurigai pada bayi baru lahir dengan perdarahan berlebihan dari tali pusat
atau setelah sirkumsisi.
8. Pada hemofilia ringan, dengan karakteristik tingkat faktor 5% sampai 50%,anak-anak
mengalami perdarahan lama hanya ketika mereka terluka.
9. Pada hemofilia sedang, dengan karakteristik tingkat faktor 1% sampai 5%,perdarahan
lama terjadi akibat trauma atau pembedahan,tetapi kemungkinan terdapat episode
perdarahan spontan.
10. Pada hemofilia berat, dengan karakteristik tingkat factor di bawah 1%, perdarahan
lama terjadi secara spontan tanpa cedera.
Manifestasi umum antara lain : Kulit mudah memar, Perdarahan memanjang akibat
luka, Hematuria spontan, Epiktasis (mimisan), Hemartrosis (perdarahan pada persendian
menyebabkan nyeri, pembengkakan, dan keterbatasan gerak).

E. Penatalaksanaan
Tatalaksana penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif meliputi
pemberian faktor pengganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B,
perawatan dan rehabilitasi terutama bila ada kerusakan sendi. Edukasi dan dukungan
psikososial bagi penderita dan keluarganya.
Bila terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE
(rest,ice,compression,elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami perdarahan
diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk basah yang dingin, kemudian
dilakukan penekanan atau pembebatan dan meninggikan daerah perdarahan. Penderita
sebaiknya diberikan faktor pengganti dalam 2 jam setelah perdarahan.
Untuk hemofilia A diberikan konsentrat F VIII dengan dosis 0,5 x BB (Kg) x kadar yang
diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX diberikan tiap 24 jam untuk
hemofilia B. Kadar F VIII atau F IX yang diinginkan tergantung pada lokasi perdarahan dimana
untuk perdarahan sendi, otot, glukosa mulut dan hidung kadar 30-50 % diperlukan. Perdarahan
saluran cerna, saluran kemih, daerah retroperitonial dan susunan saraf pusat maupun trauma
dan tindakan operasi dianjurkan kadar 60-100%. Lama pemberian tergantung pada beratnya
perdarahan atau jenis tindakan. Untuk pencabutan gigi atau epistaksis, diberikan selama 2-5
hari, sedangkan operasi atau laserasi luas diberikian 7-14 hari. Untuk rehabilitasi seperti pada
hemartrosis dapat diberikan lebih lama lagi.
Kriopresipitat juga dapat diberikan untuk hemofilia A dimana satu kantung kriopresipitat
mengandung sekitar 80 U F VIII. Demikian juga dengan obat anti fibrinolitik seperti asam
epsilon amino-kaproat atau asam traneksamat aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid harus
dihindari karna dapat mengganggu hemostasis.
Profilaksi F VIII atau F IX dapat diberikan secara kepada penderita hemofilia berat dengan
tujuan mengurangi kejadian hemartrosis dan kecacatan sendi WHO dan WFH
merekomendasikan profilaksis primer dimulai dari usia 1-2 tahun dan dilanjutkan seumur hidup.
Profilaksis diberikan berdasarkan protokol malmom yang pertama kali dikembangkan di Swedia
yaitu pemberian F VIII 20-40 U/Kg dua kali perminggu.
Untuk penderita hemofilia ringan dan sedang desmopressin (1-deamino-8-arginive
fasopressin, DDAVP) suatu analog faopressin dapat digunakan untuk meningkatkan kadar F VIII
endogen kedalam sirkulasi, namun tidak dianjurkan untuk hemofilia berat. Mekanisme kerja
sampai saat ini masih belum jelas, diduga obat ini merangsang pengeluaran vWf dari tempat
simpanannya (waibel palade bodies) sehingga menstabilkan F VIII di plasma. DDAVP dapat
diberikan secara intravena, subkutan atau intranasal.
Penderita hemofilia dianjurkan untuk berolahraga rutin, memakai peralatan pelindung
yang sesuai untuk olahraga, menghindari olahraga berat atau kontak fisik. Berat badan yang
harus dijaga terutama bila ada kelainan sendi karena berat badan yang berlebih dapat
memperberat artritis. Kebersihan mulut dan gigi juga harus diperhatikan. Vaksinasi diberikan
sebagaimana anak normal terutama terhadap hepatitis A dan B. Vaksin diberikan melalui jalur
subkutan, bukan intramuscular. Pihak sekolah sebaiknya diberi tahu bila seorang anak
menderita hemofilia supaya dapat membantu penderita bila diperlukan.
Upaya mengetahui status pembawa sifat hemofilia dan konseling genetik merupakan hal
yang terpadu dalam tatalaksana hemofilia. Konseling genetik perlu diberikan kepada penderita
dan keluarga. Konseling meliputi penyakit hemofilia itu sendiri, terapi dan proknosis, pola
keturunan, deteksi pembawa sifat dan implikasinya terhadap masa depan penderita dan
pembawa sifat. Deteksi hemofilia pada janin dapat dilakukan terutama bila jenis mutasi gen
sudah diketahui. Sampel dapat diperoleh melalui tindakan sampling villus khorionik atau
amnionsintesis.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan koagulasi akan menyatakan protrombin yang normal dan waktu
perdarahan,kadar fibrinogen normal,faktor VIII rendah pada hemofilia A,faktor IX
rendah pada hemofilia B,dan masa tromboplastin parsial memanjang.
2. HDL akan menyatakan hitung trombosit normal.
3. Uji DNA untuk hemofilia A akan mendeteksi carrier penyakit.
4. Amnionsentesis akan mendiagnosis hemofilia pada waktu pranatal.
5. Uji skrining untuk koagulasi darah
a) Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah).
b) Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik).
c) Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi
intrinsik).
d) Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis).
e) Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik).
6. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan
patologi dan kultur.
7. Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati
(misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum glutamic-oxaloacetic
transaminase [SGOT], fosfatase alkali, bilirubin). (Betz & Sowden, 2002).

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HEMOFILI

1. PENGKAJIAN
a) Lakukan pengkajian fisik.
b) Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti penyakit pada saudara pria.
c) Observasi adanya manifestasi hemophilia :
1) Perdarahan yang berkepanjangan di mana saja dari atau di dalam tubuh.
2) Hemoragi karena trauma-kehilangan desidua, sirkumsisi, terpotong, epitaksis, injeksi.
3) Memar berlebihan-bahkan karena cidera ringan , seperti jatuh.
4) Hemoragi subkutan dan intramuscular.
5) Hemartrosis (perdarahan dalam rongga sendi, khususnya lutut, pergelangan kaki dan
siku.
6) Hematoma-nyeri, bengkak, dan gerakan terbatas.
7) Hematuria spontan.
d) Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian misalnya tes koagulasi, penentuan faktor
defisiensi khusus, pengujian DNA.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


Menurut Wong, diagnosa hemophilia pada anak yaitu :
a. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan hemoragi.
Sasaran Pasien 1 : Pasien tidak mengalami perdarahan atau perdarahan minimal.
Intervensi Keperawatan/Rasional :
1) Siapkan dan berikan konsentrat faktor VII atau untuk hemophilia ringan, DDAVP (1-deamino-
8-d-argininvasopresin) seperlunya untuk mencegah perdarahan.
2) Ajari pemberian faktor pengganti darah di rumah karena pengobatan tanpa menunda
menghasilkan pemulihan yang lebih cepat dan penurunan komplikasi.
3) Lakukan tindakan penunjang untuk mengendalikan perdarahan.
a. Beri tekanan pada area selama 10-15 menit untuk memungkinkan pembentukan
bekuan.
b. Imobilisasi dan tinggikan area di atas jantung untuk menurunkan aliran darah.
c. Berikan kompres dingin untuk meningkatkan vasokontriksi ; anjurkan keluarga untuk
menyiapkan kantong es atau kantong dingin di freezer agar dapat digunakan dengan
segera.
Hasil yang diharapkan : Anak mengalami episode perdarahan yang minimum atau tidak sama
sekali.
Sasaran Pasien 2 : Pasien akan mengalami penurunan resiko cidera.
Intervensi Keperawatan/Rasional :
1) Ciptakan lingkungan seaman mungkin dengan pengawasan ketat untuk meminimalkan
cedera tanpa menghambat perkembangan.
2) Anjurkan aktivitas untuk mengejar intelektualitas/kreativitas untuk memberikan alternatif
yang aman.
3) Anjurkan olahraga tanpa kontak, misalnya berenang, dan menggunakan alat pelindung
misalnya decker, helm, untuk menurunkan resiko cidera.
4) Anjurkan anak yang lebih besar untuk memilih aktivitas tetapi menerima tanggung jawab
untuk keamanan dirinya sendiri untuk mendorong kemandirian dan rasa tanggung jawab.
5) Libatkan guru dan perawat sekolah dalam perencanaan aktivitas sekolah yang meningkatkan
normalisasi sambil menurunkan resiko cedera.
6) Diskusikan dengan orang tua pola latar belakang batasan yang tepat sehingga kebutuhan
anak untuk perkembangan normal dianggap sebagai tambahan kebutuhan akan keselamatan.
7) Ajari metode hygiene gigi yang meminimalkan trauma pada gusi dan mencegah perdarahan.
8) Gunakan sikat gigi yang kecil dan lembut atau sikap gigi sekali pakai berujung busa.
9) Lembukan sikat gigi dalam air panas sebelum menyikat gigi.
10) Gunakan alat pengirigasi air.
11) Hindari latihan rentang gerak pasif setelah episode perdarahan karena kapsul sendi dapat
dengan mudah tergores dan terjadi perdarahan.
12) Beritahukan untuk tidak mengkonsumsi aspirin atau produk aspirin karena aspirin
menghambat fungsi trombosit ; gunakan asetaminofen atau ibuprofen untuk demam atau
ketidaknyamanan.
13) Lakukan kewaspadaan khusus selama prosedur keperawatan seperti injeksi (misalnya
terdapat lebih sedikit perdarahan setelah pungsi vena dari pada pungsi jari/tumit / rute
subkutan dilakukan untuk injeksi intramuscular jika mungkin.
Hasil yang diharapkan : Anak mengalami episode perdarahan yang lebih sedikit dan
anak menerima perawatan yang tepat dan segera.
b. Nyeri berhubungan dengan perdarahan dalam jaringan dan sendi.
Sasaran 1 : Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima.
Intervensi Keperawatan/Rasional dan Hasil yang diharapkan.
No Intervensi Rasional
1. Lakukan strategi nonfarmakologis untuk Teknik seperti relaksasi, pernapasan
membantu anak mengatasi nyeri. berirama dan distraksi dapat membuat nyeri
lebih ditoleransi.
2. Gunakan strategi yang dikenal anak atau Memudahkan pembelajaran anak dan
gambarkan beberapa strategi dan biarkan penggunaan strategi.
anak memilih salah satunya.
3. Libatkan orangtua dalam pemilihan Orangtua adalah orang yang paling
strategi. mengetahui anak.
4. Ajarkan anak untuk menggunakan strategi Pendekatan ini tampak paling efektif pada
nonfarmakologi khusus sebelum terjadi nyeri ringan.
nyeri atau sebelum nyeri menjadi lebih
berat.
5. Bantu atau minta orangtua membantu Karena pelatihan mungkin diperlukan untuk
anak dengan menggunakan strategi membantu anak berfokus pada tindakan
selama nyeri aktual. yang diperlukan.
Hasil yang diharapkan : Anak dapat menunjukkan tingkat nyeri yang dapat diterima, anak
belajar dan mengimplementasikan strategi koping yang efektif, orang tua belajar keterampilan
koping dan efektif dalam membantu anak untuk melakukan koping.
Sasaran Pasien 2 : Pasien tidak mengalami nyeri atau penurunan nyeri pada tingkat yang dapat
diterima pada anak bila mendapat analgesik.
No Intervensi Rasional
1. Rencanakan untuk memberikan nalgesik Sehingga efek puncaknya tepat dengan
yang ditentukan sebelum prosedur. kejadian nyeri.
2. Siapkan anak untuk pemberian anak
analgesik dengan menggunakan
pernyataan pendukung misalnya “Obat
yang saya masukkan ke IV ini akan
membuatmu merasa lebih baik dalam
beberapa menit”.
3. Bila injeksi harus dilakukan, hindari Hal ini adalah nyeri tambahan terhadap
mengatakan “Saya akan memberimu nyeri yang sudah ada.
injeksi untuk nyeri”. Bila anak menolak
injeksi, jelaskan bahwa sakit sedikit karena
jarum akan menghilangkan sakit yang sakit
yang sangat untuk waktu yang lama.
4. Hindari pernyataan seperti ini “Ini obat Karena pernyataan ini menunjukkan
yang cukup untuk menghilangkan nyeri penilaian dan sikap yang meremehkan.
siapapun” atau “Mulai sekarang kamu tidak
memerlukan lagi obat nyeri yang banyak”
5. Berikan control pada anak jika mungkin
(misalnya dengan penggunaan analgesik
yang dikontrol pasien, memilih lengan
mana yang akan disuntik, melepaskan
perban, atau memegang plester atau alat
lain).

c. Resiko tinggi gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek hemoragi dalam sendi dan
jaringan lain.
No Intervensi Rasional
1. Berikan terapi pengganti dan gunakan Mengontrol perdarahan.
tindakan lokal.
2. Tinggikan dan imobilisasi sendi selama Mengontrol perdarahan.
episode perdarahan.
3. Lakukan latihan rentang gerak aktif setelah Karena hal ini memungkinkan anak untuk
fase akut. mengontrol derajat latihan sesuai dengan
tingkat ketidaknyamanan.
4. Latihan sendi dan otot yang sakit. Mempertahankan mobilitas.
5. Konsultasi dengan ahli terapi fisik Meningkatkan fungsi maksimum sendi dan
mengenai program latihan. bagian tubuh yang tidak sakit.
6. Kaji kebutuhan akan penatalksanaan nyeri. Meningkatkan kemudahan mobilitas.
7 Diskusikan pertimbangan diet. Karena BB berlebihan dapat meningkatkan
peregangan sendi dan mencetuskan
hematrosis.
Hal yang diharapkan : Episode perdarahan dikendalikan dengan tepat untuk mencegah
gangguan mobilitas fisik, anak berpartisipasi dalam program latihan untuk mempertahankan
mobilitas.
d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius.
Sasaran Pasien 1 : Pasien menerima dukungan yang adekuat.
1) Rujuk untuk konseling genetik, termasuk identifikasi keturunan karier, dan kerabat wanita
lainnya.
2) Rujuk pada kelompok dan lembaga khusus yang memberikan pelayanan pada keluarga
hemofilia

TINJAUAN KASUS

Seorang anak perempuan bernama D usia 5 tahun datang ke klinik dengan memar dan
perdarahan pada ekstremitas bawah akibat terjatuh dari sepeda yang dinaikinya, luka yang
dialami adalah luka robek sepanjang 2 cm, perdarahan tidak berhenti >5 menit, frekuensi
napas 30 x/menit, suhu 36 C, nadi 80 x/menit, saat dilakukan pengkajian anak memiliki riwayat
penyakit hemofili.
Nama Mahasiswa : Sondang Yuliana Sinaga

NIM : PO.71.20.1.15.144

Mata Kuliah : Keperawatan Anak

ANALISA DATA

NO DATA KEMUNGKINAN MASALAH


PENYEBAB

Resiko Tinggi
1. Hemoragi
Cidera

DS :
1. Anak berteriak “sakit, bu,
sakit”.

DO : Luka Perdarahan dalam


2. Nyeri
1. Anak tampak menangis dan Jaringan
memegang area luka
dikakinya.
2. Skala nyeri 5.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO TGL/JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF

1 Senin
06-11-2017
Resiko tinggi cidera berhubungan dengan
hemoragi.

Sondang
2 Senin
Nyeri berhubungan dengan luka perdarahan
06-11-2017
dalam jaringan ditandai dengan anak
tampak menangis dan memegangi area luka
dikakinya, skala nyeri 5, anak berteriak
“sakit, bu, sakit”.
Sondang
PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN / IMPLEMENTASI

NO
TGL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF
DX
1 Senin
06-11-2017 1. Memberikan tekanan pada kaki yang luka.
10:00 WIB 2. Memberikan kompres dingin.
 Tampak perdarahan minimum.
12:00 WIB 3. Memberikan cairan NaCl 500 Ml 0,9 % 20
tetes per menit.
4. Memantau suhu : 36o, nadi : 76 x/menit, RR :
26 x/menit.
Sondang
2 Senin 1. Melibatkan orang tua dalam setiap tindakan
06-11-2017 dan dalam pemilihan strategi.
10:00 WIB  Menggunakan strategi umum yaitu
memberikan boneka kesayangan anak
D dan membiarkan anak melakukan
segala sesuatu pada boneka.
2. Lakukan strategi nonfarmakologis untuk
10:10 1IB membantu anak mengatasi nyeri.
 Menggunakan teknik distraksi yaitu
minta anak meniup gelembung untuk
meniup jauh rasa sakit.
3. Menggunakan strategi yang dikenal anak atau
11:00 WIB menggambarkan beberapa strategi dan
biarkan anak memilih salah satunya.
 Karena anak suka mendengar humor,
menceritakan cerita lucu atau lawakan
pada anak.

Kolaborasi :
4. Memberikan analgesik dari dokter
12:00 WIB asetamonifen 1x40 mg, Or dan ketorolac
1x15 mg, IV.
Sondang
EVALUASI

MASALAH
TGL/JAM CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
KEPERAWATAN
Senin S:
06-11-2017 a) Ibu mengatakan sepertinya
perdarahan sedikit berkurang.
O:
a) Tampak perdarahan minimum.
b) Suhu : 36o, nadi : 76 x/menit, RR
Resiko Tinggi
: 26 x/menit.
Cidera
A:
Masalah resiko tinggi cidera
teratasi sebagian.

P:
Intervensi dilanjutkan. Sondang
Senin S:
06-11-2017 a) Ibu mengatakan anak D tampak
lebih tenang dan tidak terlalu
rebut daripada saat mau dibawa
ke RS.
O:
a) Anak tampak sedikit tenang,
Nyeri tetapi masih memegangi daerah
luka dikaki.
A:
Masalah nyeri teratasi.

P:
Hentikan intervensi.
Sondang
DAFTAR PUSTAKA

1) Mary E.Muscari. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta :


EGC.
2) Huda, Amin dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta : Mediaction.
3) Wong, L Donna. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta :
EGC.
kan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
1) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas,
terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum
dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia
dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase
demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin.
Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia
terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis
umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju
endap darah meningkat.
b) Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan
lekosit dalam urine.
c) Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan
usus dan perforasi.
d) Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan
biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e) Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun
antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah
antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada
minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif
(lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian
menunjukkan diagnosa positif dari infeksi Salmonella typhi.
f) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi
akibat demam tifoid.

1. Diagnosa keperawatan
Setelah data dikumpulkan selanjutnya dianalisa untuk menentukan diagnosa
keperawatan. Beberapa diagnosa keperawatan adalah :
 Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi bbakteri Salmonella Typhi.
 Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan pemasukan yang
kurang,mual, muntah/pengeluaran yang berlebihan ,diare ,panas tubuh.
 Risiko deficit nutrisi berhubungan dengan intake kurang akibat
mual,muntah,snoreksia,atau output yang berlebihan akibat diare
 Diare berhubungan dengan proses infeksi pada saluran intestinal
 Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa intestinal.
 Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

2. Perencanaan keperawatan
Perencanaan merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan oleh perawat
untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang telah
teridentifikasi. Perencanaan keperawatan disusun meliputi menetapkan tujuan dan
kriteria evaluasi sebagai berikut :
n diagnosa SDKI SLKI SIKI
o
1 .Hipertermia berhubungan Hipertermia Termoregulasi Manajemen hipertermia
dengan proses infeksi
bakteri Salmonella Typhi. Definisi : suhu tubuh meningkat di atas Definisi : pengaturan suhu tubuh Definisi : mengidentifikasi dan
rentang normal tubuh. agar tetap berada pada rentang mengelola peningkatan suhu tubuh
normal akibat disfungsi termoregulasi
Penyebab :
-Proses penyakit infeksi bakteri Kriteria hasil : Tindakan :
Salmonella Typhi. - suhu tubuh antara Obeservasi
360c-370c, - identifikasi penyebab
Gejala dan tanda mayor meningkat ke 4 hipertermia
Subjektif : - - suhu kulit - monitor suhu tubuh
Objektif : suhu tubuh di atas normal meningkat ke 5 - monitor keluaran
- nadi dan RR dalam urine
Gejala dan tanda minor rentang normal - monitor komplikasi
Subjektif : - - kulit merah akibat hipertermia
Objektif : kulit merah ,kulit terasa hangat meningkat ke 5 teraupeutik
- sediakan lingkungan
yang dingin
- longgarkan atau
lepaskan pakaian
- hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
edukasi
- anjurkan tirah baring
kolaborasi
- kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena jika perlu

2 Risiko ketidakseimbangan Risiko ketidakseimbangan cairan Keseimbangan cairan Manajemen cairan


cairan berhubungan dengan
pemasukan yang Definisi : beresiko mengalami Definisi : ekuilibrium antara Definisi : mengidentifikasi dan
kurang,mual, penurunan ,peningkatan,atau percepatan volume cairan di ruang intraseluler mengelola keseimbangan cairan dan
muntah/pengeluaran yang perpindahan cairan dari dan ektraseluler mencegah komplikasi akibat
berlebihan ,diare ,panas intravaskuler ,interstisial atau intraselular. ketidakseimbangan cairan
tubuh. Kriteria hasil:
Penyebab : - asupan cairam Tindakan:
-obstruksi interstinal meningkat ke 5 Observasi
- disfungsi intestinal - asupan makanan - monitor status hidrasi
meningkat ke 5 - monitor hasil
Gejala dan tanda mayor - dehidrasi meningkat pemeriksaan
Subjektif : - ke 4 laboratorium
Objektif : - teraupeutik
- catat intake –output
Gejala dan tanda minor dan hitung balans
Subjektif : - cairan 24 jam
Objektif : - - baerikan asupan
cairan
- berikan cairan
intravena jika perlu
kolaborasi
- kolaborasi pemberian
deuretik jika perlu

3 Risiko deficit nutrisi Risiko deficit nutrisi Status ntrisi Manajemen gangguan makan
berhubungan dengan intake
kurang akibat Definisi : berisiko mengalami asupan Definisi : keadekuatan asupan Definisi : mengidentifikasi dan
mual,muntah,anoreksia,atau nutrisi tidak cukup untuk memenuhi nutrisi untuk memenuhi kebutuhan mengelola diet yang buruk ,olahraga
output yang berlebihan kebutuhan metabolism metabolism berlebihan dan atau pengeluaran
akibat diare makan dan cairan yang berlebihan
Penyebab : Kriteria hasil :
- faktor psikologis (enggan - diare meningkat ke Tindakan :
untuk makan ) dikarenakan 5 Observasi
rasa mual dan muntah - bising usus - monitor asupan dan
- ketidakmampuan meningkat ke 5 keluarnya makanan
mengabsorbsi nutrient dan cairan serta
diakibatkan oleh diare kebutuhan kalori
teraupeutik (-)
Gejala dan tanda mayor edukasi
Subjektif : - - anjurkan membuat
Objektif : - catatan harian tentang
perasaan dan situasi
Gejala dan tanda minor pemicu muntah
Subjektif : - kolaborasi
Objektif : - - kolaborasi dengan
ahli diet
3. Implementasi Keperawatan
Dalam pelaksanaan tindakan omplementasi langkah – langkah yang dilakukan
adalah : mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan
kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan yang
dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan tindakan, semua tindakan yang
dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan keperawatan
didokumentasikan dalam catatan keperawatan dalam pendokumentasian adalah waktu
tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien, serta diberi tanda tangan sebagai
aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan. (Asmmadi, 2008: hal.177)

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan proses
yang dilakukan dalam menilai keberhasilan suatu tindakan keperawatan dan
menentukan seberapa jauh tujuan sudah dicapai. Evaluasi merupakan aspek penting
dalam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi
keperawatan diakhiri atau dilanjutkan kembali atau dimodifikasi. Dalam evaluasi
prinsip obyektifias, rehabilitas, dan validasi dapat dipertahankan agar kepustakan
yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada 2 yaitu : evaluasi proses dan
evaluasi hasil (Asmadi, 2008: hal. 177).
Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan
dan di dokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedengkan evaluasi akhir adalah
evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang
ditetapkan dan dilakukan pada akhir asuhan. Aadapun evaluasi yang diharapkan dari
diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien dengan typoid adalah
a. Suhu tubuh normal
b. Nutrisi klien terpenuhi
c. Tidak terjadi gangguan keseeimbangan cairan
d. Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri tanpa bantuan keluarga
e. Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara optimal
f. Pasien akan kebali normal pola eliminasinya
g. Pasien akan bebas infeksi dan komplikasi dari infeksi salmonella.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut, yang
pertama bahwa pengertian typhoid yaitu penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh kuman Salmonella thypi dan Salmonella puru typhi A.B.C. Penyebab
terjadinya typhoid yaitu karena adanya infeksi. bakteri Salmonella typh, Salmonella
paratyphi A. B. dan C.

Penularan Salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan kuku). Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan
bakteri Salmonella ryphi kepada orang lain. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman Salmonella.

Typhoid dapat dicegah dan dihindari penularannya yaitu dengan cara


meningkatkan hygiene sanitasi makanan dan lingkungan, vaksinasi, meminum air yang
telah dimasak, dan menggunakan penyepit, sendok, atau garpu bersih untuk mengambil
makanan. Dengan hal-hal tersebut, kita akan mengurangi jumlah insiden typhoid yang
seharusnya hal-hal tersebut merupakan kewajiban sehari-hari dan bukan hanya diterapkan
saat sedang musim wahah.

B. Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan diatas, agar terhindar dari typhoid,
sebaiknya selalu menjaga kebersih lingkungan dan makanan yang dikonsumsi harus
bersih. Sebagai tenaga kesehatan, kita sebaiknya memberikan penyuluhan kepada
masyarakat terutama pada anak-anak supaya
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.um-surabaya.ac.id/5472/3/BAB_2.pdf
Wiyarsih (2013) Kti asuhan keperawatan pada an. f dengan demam tifoid. Diakses 22
Maret 2022 https://www.slideshare.net/warjoyo/kti-asuhan-keperawatan-pada-an-
f-dengan-demam-tifoid
Rudi, M. (2019). Askep thypoid. Academia.edu
https://www.academia.edu/20190682/Askep_thypoid

Ridha, H. (2017). buku ajar keperawatan anak (2nd ed.). (S. sujono Riyadi, Penyunt.)
yokyakarta: pustaka pelajar (Anggota IKAPI).

Anda mungkin juga menyukai