Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK II

“AUTISME”

Dosen Mata Kuliah : Ns. Dewi Modjo, M.Kep

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. Dinda Ryanti Kadir 4. Winditha Indah Prastika Kadjim


2. Muliyati W. Akase 5. Sintia Djafar
3. Rahmawati Bangol 6. Fandrian Potutu

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Anak
II dengan judul “AUTISME” Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari
bahwa hasil makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Sehingga kami selaku
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sekalian. Akhir kata Semoga makalah Tenaga Dalam dapat memberikan manfaat
untuk kami, dan teman-teman mahasiswa lainnya.

Gorontalo, 28 Oktober 2021

Penyusun

Kelompok 3

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN ...........................................................................3

2.1 Konsep Medis..............................................................................................................3

2.2 Asuhan Keperawatan Pada Anak..............................................................................10

BAB III PEMBAHASAN..............................................................................................13

3.1 Perjalanan Penyakit...................................................................................................13

BAB IV PENUTUP........................................................................................................18

4.1 Kesimpulan ...............................................................................................................18

4.2 Saran. .........................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecenderungan angka kejadian ASD semakin meningkat secara global, termasuk
di Indonesia. Data center for desease control and prevention (CDC,2018) menyebutkan
bahwa prevalensi kejadian penderita autism meningkat dari 1 per 150 populasi pada tahun
2000 menjadi sebesar 1 per 59 pada tahun 2014. ASD lebih banyak menyerang anak laki-
laki, dengan prevalensi 1:37, sedangkan pada anak perempuan 1:151. Merujuk pada data
prevalensi tersebut, Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sebesar 237,5 juta dengan
laju pertumbuhan penduduk 1,14% diperkirakan memiliki angka penderita ASD sebanyak
4 juta orang.

Autisme saat ini disebut sebagai gangguan spektrum autisme atau autism spectrum
disorder (ASD). Terminology “spectrum” digunakan karena gejala ASD bervariasi dari
yang ringan sampai berat. ASD merupakan gangguan perkembangan otak
(neurodevelopment) yang di tandai dengan adanya gangguan dan kesulitan penderita
untuk berinteraksi sosial,berkomunikasi baik verbal maupung non-verbal, serta adanya
ganmgguan perilaku,minat dan aktifitas yang terbatas,berulang,dan stereotipik.
Sampai saat ini penyebab ASD masih belum dipahami secara lengkap. Di duga penyebab
ASD bersifat multifactor, yang merupakan kombinasi antara factor genetic dan factor
lingkungan. Peran factor genetic dan factor lingkungan. Peran factor genetic ditunjukan
adanya peningkatan kejadian ASD pada anak laki-laki,anak kembar identik, maupun pada
anak yang mengalami kelainan bawaan seperti sindroma fragil X. factor lain yang diduga
memicu kejadian ASD adalah tuannya usia ibu waktu melahirkan,penyulit kehamilan dan
persalinan(ibu hamil dengan DM,premature,asfiksia,infeksi bayi) dan factor lingkungan
(racun) yang menyebabkan gangguan perkembangan otak.

Penelitian membuktikan tidak ada hubungan antara vaksin dengan ASD. Hal ini
berarti bahwa vaksin bukan sebagai penyebab ASD. Penderita ASD sering di sertai
dengan kondisi gangguan medis dan perilaku lainnya, yaitu disabilitas intektual (sekitar
45-60% penderita ASD), kejang (11-39% penderita ASD), gangguan pencernaan (50%
penderita ASD), gangguan tidur,gangguan sensori (hipersensori maupun hiposensori),
gangguan pemusatan perhatian dan gangguan perilaku lainnya. Karena kompleknya

1
permasalahan ASD, maka penderita memerlukan tatalaksana yang komprehensif dari
berbagai disiplin ilmu, seperti dokter,perawat,psikolog,pendidik. Selain itu, dukungan
keluarga dan masyarakat sangat penting.

Sebagian besar anak ASD sudah menunjukan gejala sejak dini,sehingga ASD
sejatinya bisa di diagnosis pada anak sebelum usia 2 tahun. Namun, Sebagian besar anak
ASD di diagnosis setelah usia 4 tahun. Padahal, semakin dini anak akan mendapatkan
penanganan yang tepat sehingga memiliki peluang kehidupan yang lebih baik di masa
depan.”ini masih menjadi tantangan di Indonesia, bahwa banyak yang dating sudah dalam
kondisi anak berusia lebih dari 2 tahun,” tegas pakar kesehatan anak FK-KMK UGM, dr.
Mei Neni Sitaresmi, PhD., SpA(K), Kamis (8/8) di sekolah pascasarjana UGM.
Oleh karenanya, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam upaya deteksi dini
kejadian ASD, maka UGM bekerjasama tim pengabdian masyarakat FK-KMK UGM
dengan EMTEK menyelenggarakan seminar umum : “Autism Spectrum Disorder”, kamis
(8/8/2019) di Gedung pascasarjana UGM lantai 5. Kegiatan ini akan menghadirkan
pendiri dan director of Autism Initiative at mercychurts (AIM) University, Prof. Brandly
McGarry. AIM merupakan institusi yang memberikan mentoring dan fasilitas bagi
penderita ASD untuk melanjutkan sekolah di Mercychurst (AIM) university. “ Autis
bukan penyakit,sehingga tidak ada istilah di sembuhkan. Yang perlu di terapi kita,
bagaimana memandang anak autis yang memiliki keutamaan atau kekhususan,”
terangnya.

Seminar yang juga dikemas dalam rangkaian kegiatan peringatan Lustrum UGM
tahun 2019 ini bertujuan untuk : pertama, menggerakkan kesadaran dan kepedulian
masyarakat terhadap penderita autism yang cenderung meningkat. Kedua, memberikan
pemahaman terhadap masyarakat terkait deteksi dini pada penderita autism. Ketiga,
memberikan gambaran Pendidikan berkelanjutan yang sesuai untuk penderita ASD.
Keempat, mengintegrasikan penggiat layanan kesehatan,kedokteran, dan Pendidikan
dalam menangani kasus autisme.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mengetahui konsep medis anak dan konsep keperawatan

2
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Konsep Medis

a. Definisi

Kata autisme berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu ‘aut’
yang berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung menyatakan ‘orientasi
atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat di definisikan sebagai kondisi
seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri(Reber, 1985 dalam Travarthen
dkk,1998). Pengertian ini menunjukan pada bagaimana anak-anak autis gagal
bertindak dengan minat pada orang lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan
perilaku mereka. Ini, tidak membantu orang lain untuk memehami seperti apa dunia
mereka.

Secara etimologi : anak autis adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan
dalam dunianya sendiri.

Autis menurut para ahli yaitu :

1. Leo Kanner (Handojo,2003) autism merupakan suatu jenis gangguan


perkembangan pada anak, mengalami kesendirian,kecenderungan menyendiri.
2. Chaplin (2000) mengatakan : (1) cara berpikir yang di kendalikan oleh kebutuhan
personal atau diri sendiri (2) menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan
harapan sendiri (3) keyakinan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.
3. American Psych : autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak
yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak
mengalami keterbatasan dari segi komunikasi,interaksi sosial, dan perilaku
“sumber dari pedoman pelayanan pendidikan bagi anak autistic”. (American
Psychiatic Association 2000)

Anak autistic adalah adanya 6 gejala/gangguan, yaitu dalam bidang interaksi social ;
komunikasi (bicara,Bahasa, dan komunikasi); perilaku,emosi, dan pola bermain;
gangguan sensoris; dan perkembangan terlambat atau tidak norma. Penampakan
gejala dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil (biasanya sebelum usia 3
tahun ) (Power,1983). Gangguan autism terjadi pada masa perkembangan sebelum
usia 36 bulan “sumber dari pedoman penggolongan diagnostic gangguan jiwa”

3
(PPDGJ III) autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir
ataupun pada saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan social atau komunikasi yang normal.

Jadi anak autism merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan yang
sangat kompleks yang dapat di ketahui sejak umur sebelum 3 tahun mencakup bidang
komunikasi,sosial,perilaku pada anak sesuai dengan kriteria DSM;IV

Sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara khusus


sejak dini.Ditinjau dari segi medis : anak autis adalah anak yang mengalami
gangguan/kelainan otak yang menyebabkan gangguan perkembangan
komunikasi,sosial,perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini
memerlukan penanganan/terapi secara klinis. Di tinjau dari segi psikologis : anak autis
adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum
usia 3 tahun, aspek komunikasi sosial,perilaku, Bahasa sehingga anak perlu adanya
penanganan secara psikologis.

Di tinjau dari segi sosial anak autis adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan verat dari beberapa aspek komunikasi,Bahasa,interaksi sosial,sehingga
anak ini memerlukan bimbingan keterampilan sosial agar dapat menyesuaikan dengan
lingkungannya.Jadi anak autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi
otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan
kognitif,Bahasa,perilaku,komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga ia
mempunyai dunianya sendiri.

b. Etiologi

a.) Faktor genetik

b.) Gangguan pada system syaraf Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak
autis memiliki kelainan pada hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang
paling konsisten adalah pada otak kecil.

c.) Ketidakseimbangan kimiawi

Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistic berhubungan


dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan.

4
d.) Kemungkinan lain

Infeksi yang terjadi sebelum dan setelah kelahiran dapat merusak otak sepertivirus
rubella yang terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan kerusakan otak.

c. Patofisiologi

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf
terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus
selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan
satu sama lain lewat sinaps.

Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester
ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi
proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur
akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat
kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.

Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit,
dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang
digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps.
Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya
akson, dendrit, dan sinaps. kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang
tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut.
Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan


abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida
otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide,
calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung
jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan
otak. Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth without
guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.

5
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar
hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya
sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada
sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal
atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang
jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan
kematian sel Purkinye.

Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan
primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan
yang mengandung logam berat. Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah
berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye.
Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat
seperti thalidomide.

Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses mengingat,
serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih
lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan
kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi
pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper
dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian
depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala
(bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori).

Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan


oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon
tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat. Adapun hal yang merusak atau
mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam,
aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan.

6
d. Gejala Autisme

Gejala anak autis antara lain;

I. Interaksi social

 Tidak tertarik untuk bermain bersama teman


 Lebih suka menyendiri
 Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
 Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang inginkan
II. Komunikasi
 Perkembangan bahasa lambat
 Senang meniru atau membeo
 Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara
 Kadang kata yang digunakan tidak sesuai artinya
 Mengoceh tanpa arti berulang-ulang
 Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
III. Pola Bermain
 Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
 Senang akan benda-benda yang berputar
 Tidak bermain sesuai fungsi mainan
 Tidak kreatif, tidak imajinatif
 Dapat sangat lekat dengan benda tertent.
IV. Gangguan Sensoris
 Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
 Sering menggunakan indera pencium dan perasanya
 Dapat sangat sensitif terhadap sentuhan
 Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.
V. Perkembangan Terlambat
 Tidak sesuai seperti anak normal, keterampilan sosial, komunikasi dan kognisi
 Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemudian
menurun bahkan sirna
VI. Gejala Muncul
 Gejala di atas dapat dimulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil

7
 Pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun gejala tampak agak kurang

e. Pathway

Nutrisi yang Kelainan Ketidak Faktor Gangguan


Buruk saat hamil Neurobiologis Seimbangan Genetic Kekebalan
biokimia

Autisme

Gangguan Perubahan Gangguan Persepsi


komunikasi verbal interaksi sosial sensori
dan non verbal

f. Pengobatan

TERAPI PENUNJANG BAGI ANAK AUTIS


Sebelum/sembari mengikuti pendidikan formal (sekolah). Anak autistik dapat
dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain:
1. Terapi Wicara
2. Terapi Okupasi
3. Terapi Bermain
4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy)
5. Terapi melalui makan (diet therapy
6. Auditory Integration Therapy
7. Biomedical treatment/therapy
8. Hydro Therapy

8
9. Terapi Musik
PENDEKATAN PEMBELAJARAN ANAK AUTIS
1. Discrete Tial Training (DTT) :
Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang mempergunakan
pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus respon
atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru
memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku
anak itu baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya
perilaku anak yang buruk dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata “tidak”
2. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor
Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT)
tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman).
Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
3. Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi
interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan
kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan
kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.
4. TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related
Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan
memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak.
Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi,
kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.

2.2 Asuhan Keperawatan Pada Anak


a. Pengkajian

1. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa, tanggal,
jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.

2. Riwayat kesehatan

a.) Riwayat kesehatan sekarang

9
Biasanya anak autis di kenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau
menolak di peluk. Saat bermain bila di dekati akan menjauh. Ada kedekatan
dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang
dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan
lainnya. sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu
pada tempatnya. Menggigit, menjilat, atau mencium mainan atau benda apa
saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70
dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai
IQ diatas 100.

b.) Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan (Riwayat kesehatab dahulu)

 Sering terpapar zat toksik, seperti timbale


 Cedera otak

c.) Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya
pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.

3. Status perkembangan anak

 Anak kurang merespon orang lain


 Anak sulit focus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal
 Keterbatasan kognitif

4. Pemeriksaan fisik

 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan)


 Terdapat ekolalia
 Sulit focus pada onjek semula bila anak berpaling ke objek lain
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut

10
 Peka terhadap bau

5. Psikososial

 Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua


 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
 Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
 Perilaku menstimulasi diri
 Pola tidur tidak teratur
 Permainan stereotip
 Perilaku dekstrutif terhadap diri sendiri dan orang lain
 Tantrum yang sering
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
 Kemampuan bertutur kata menurun
 Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus

6. Neurologis

 Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus


 Refleks menghisap buruk
 Tidak mampu menangis ketika lapar

b. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal (D.0119)
2. Resiko gangguan perkembangan (D.0107)
3. Kesiapan peningkatan proses keluarga (D.0123)

11
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Perjalanan Penyakit


Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel
saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson
dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf
berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah
anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara

12
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan
proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak
yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan
sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel,
berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. kelainan genetis, keracunan logam berat,
dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada
proses – proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan
sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan
abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan
neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive
intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak
yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi,
diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth
factors ini penting bagi pertumbuhan otak. Peningkatan neurokimia otak secara
abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada
gangguan autisme terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian
otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf
lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf
tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada
autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia
(jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi
pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara
abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived
neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan
primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi
makanan yang mengandung logam berat. Degenerasi sekunder terjadi bila sel
Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan

13
kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum
alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami
aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses
mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi
atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target,
overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak
secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai
lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran
sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi
luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang
berperan dalam proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng,
yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat. Adapun hal yang
merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan
timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa
kehamilan.

a. Pengobatan
Obat – obatan juga dapat diberikan guna mengendalikan gejala. Beberapa obat-obatan
yang dapat diberikan oleh dokter adalah :
 Obat antipsikotik, untuk mengatasi masalah perilaku
 Obat antikonvulsan, untuk mengatasi kejang
 Antidepresan, untuk meredakan depresi
 Melatonin, untuk mengatasi gangguan tidur

Pasien juga perlu mengonsumsi makanan bergizi seimbang. Hal ini karena ada dugaan
konsumsi gluten dan produk susu dapat memperparah gejala autism. Meski begitu
tidak ada bukti yang menyatakan bahwa pantangan terhadap produk tersebut
bermanfaat untuk penderita autisme.

b. Intervensi
14
1. Dx : Gangguan komunikasi verbal (D.0119)
Promosi Komunikasi Defisit Bicara:

Observasi :
- Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksibicara
- Monitor proses kognitif,anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara
(mis, memori, pendengaran, dan bahasa)
- Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang mengganggu bicara
- Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunitas

Terapeutik :
- Gunakan metode komunikasi alternative (mis, menulis, mata berkedip, papan
komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan dan computer)
- Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
- Gunakan juru bicara jika perlu

Edukasi :
- Anjurkan bicara perlahan
- Anjurkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan bicara

Kolaborasi :
- Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

2. Dx : Resiko gangguan perkembangan (D.0107)


Promosi perkembangan anak :

Observasi :
- Identifikasi kebutuhan khusus anak dan kemampuan adaptasi anak

Terapeutik :

- Dukung anak berinteraksi dengan anak lain


- Dukung anak mengekspresikan perasaannya secara positif
- Sediakan kesempatan dan alat-alat untuk menggambar, melukis, dan mewarnai

15
- Sediakan mainan berupa puzzle dan maze

Edukasi :
- Jelaskan nama-nama benda objek yang ada di lingkungan sekitar
- Ajarkan pengasuh milestones perkembangan dan perilaku yang dibentuk
- Ajarkan kooperatif, bukan kompetisi diantara anak

Kolaborasi :
- Rujuk untuk konseling, jika perlu

3. Dx : Kesiapan peningkatan proses keluarga (D.0123)


Promosi keutuhan keluarga

Observasi :
- Identifikasi pemahaman keluarga terhadap masalah
- Identifikasi adanya konflik prioritas antar anggota keluarga
- Identifikasi mekanisme koping keluarga
- Monitor hubungan antara anggota keluarga

Terapeutik :
- Hargai privasi keluarga
- Fasilitasi keluarga melakukan pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah
- Fasilitasi komunikasi terbuka nalar setiap anggota keluarga

Edukasi :
- Informasikan keadaan pasien secara berkala kepada keluarga
- Anjurkan anggota keluarga mempertahankan keharmonisan keluarga

Kolaborasi :
- Rujuk untuk terapi keluarga jika perlu

16
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kata autisme berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
‘aut’ yang berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung
menyatakan ‘orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat di
definisikan sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya
sendiri(Reber, 1985 dalam Travarthen dkk,1998). Pengertian ini menunjukan
pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindak dengan minat pada orang
lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka. Ini, tidak
membantu orang lain untuk memehami seperti apa dunia mereka.

Anak autistic adalah adanya 6 gejala/gangguan, yaitu dalam bidang


interaksi social ; komunikasi (bicara,Bahasa, dan komunikasi); perilaku,emosi,
dan pola bermain; gangguan sensoris; dan perkembangan terlambat atau tidak
norma. Penampakan gejala dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih
kecil (biasanya sebelum usia 3 tahun ) (Power,1983). Gangguan autism terjadi
pada masa perkembangan sebelum usia 36 bulan “sumber dari pedoman
penggolongan diagnostic gangguan jiwa” (PPDGJ III) autisme adalah suatu
kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun pada saat masa balita,

17
yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan social atau
komunikasi yang normal.

4.2 Saran
Demikian isi makalah ini, kami sangat menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi bentuk
maupun materi yang kami uraikan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
perbaikan makalah selanjutnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Danuatmaja,B. (2003). Terapi Anak Autis di Rumah, Jakarta : Puspa Suara

Soetjiningsih (1994). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana. Hidayat, Aziz

Baron & Kohen 1994 Behrman, kliegman, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15

Safaria, T.2005. Autisme Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi Orang Tua.
Yogyakarta: Graha Ilmu (Teramihardja, J. 2007)

Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Price. (1995)

Anda mungkin juga menyukai