Disusun Oleh:
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak, makalah ini kami buat
dengan judul “Konsep Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan Kebutuhan
Khusus”. Selain itu, makalah ini dibuat bertujuan untuk menambah wawasan
tentang bagaimana konsep asuhan keperawatan anak dengan gangguan kebutuhan
khusus bagi para pembaca dan juga bagi penulis
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu, Ibu Ns. Indah
Permatasari, M. Kep selaku dosen dari mata kuliah Keperawatan Anak karena
telah membantu kelancaran dalam pembuatan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari dosen dan
teman-teman demi kesempurnaan makalah ini
Kelompok 9
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
1. Anak Autisme............................................................................................3
3. Retardasi Mental......................................................................................21
4. Child Abuse.............................................................................................28
B. ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................41
ii
4. Prosedur Tindakan Pada Anak Child Abuse...........................................72
BAB III..................................................................................................................75
PENUTUP..............................................................................................................75
A. Kesimpulan.................................................................................................75
B. Saran............................................................................................................75
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................76
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan anak kebutuhan khusus, seperti anak autism,
down syndrome, retardasi mental, dan pada anak child abuse?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak autism, down syndrome,
retardasi mental, dan pada anak child abuse?
3. Bagaimana prosedur tindakan yang dilakukan untuk anak autism, down
syndrome, retardasi mental, dan pada anak child abuse?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa dapat memahami apa itu anak berkebutuhan khusus,
seperti anak autism, down syndrome, retardasi mental, dan pada anak child
abuse
2. Agar mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada anak autism,
down syndrome, retardasi mental, dan pada anak child abuse
1
3. Agar mahasiswa dapat memahami prosedur tindakan yang dilakukan untuk
anak autism, down syndrome, retardasi mental, dan pada anak child abuse
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
komunikasi, interaksi sosial, imajinasi dan sikap (Wright, 2007: 4).
b. Etiologi Autisme
Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak diketahui
dan hanyaterbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini
penelitian mengenai autismesemakin maju dan menunjukkan bahwa
autisme mempunyai penyebab neurobiologistyang sangat kompleks.
Gangguan neurobiologist ini dapat disebabkan oleh interaksifaktor
genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif selama masa
perkembangan otak. Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh
negatif selama masa perkembangan otak,antara lain; penyakit infeksi
yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunanlogam berat
dan zat kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah
dilahirkan, gangguan imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu
akibat kelainan diusus (Suriviana, 2005).Menurut Dewo (2006)
gangguan perkembangan pervasive autisme dapat disebabkan karena
beberapa hal antara lain:
1.) Genetis abnormalitas genetic dapat menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel-selsaraf dan sel otak.
2.) Keracunan logam seperti mercury yang banyak terdapat dalam
vaksin imunisasi atau pada makanan yang dikomsumsi yang
sedang ibu hamil, misalnya ikan dengankandungan logam berat
yang tinggi sehingga para peneliti membuktikan bahwadidalam
tubuh anak atisme terkandung timah hitam dan mercury dalam
kadar yangrelative tinggi.
3.) Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang
diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak diserap oleh tubuh, ini
terjadi karena adanya jamur dalamlambung dan juga nutrisi tidak
terpenuhi karena factor ekonomi.
4.) Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan
perkembangan tubuhnya sendiri. imun adalah kekebalan tubuh
4
terhadap virus/bakteri penyakit, sedangkan autoimun adalah
kekebalan yang dikembangkan oleh tubuh penderita itu sendiri
yang justru kebal terhadap zat-zat penting dalam tubuh dan
menghancurkannya.
c. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang jadi pemicu autisme adalah:
1.) Jenis kelamin. Anak laki-laki memiliki risiko hingga 4 kali lebih
tinggi mengalami autisme dibandingkan dengan anak perempuan.
2.) Faktor keturunan. Orang tua yang mengidap autisme berisiko
memiliki anak dengan kelainan yang sama.
3.) Penularan selama dalam kandungan. Contohnya, efek samping
terhadap minuman beralkohol atau obat-obatan (terutama obat
epilepsi untuk ibu hamil) selama dalam kandungan.
4.) Pengaruh gangguan lainnya, seperti sindrom Down, distrofi otot,
neurofibromatosis, sindrom Tourette, lumpuh otak (cerebral
palsy) serta sindrom Rett.
5.) Kelahiran prematur, khususnya bayi yang lahir pada masa
kehamilan 26 minggu atau kurang.
5
a.) Bayi tampak terlalu tenang
b.) Terlalu sensitive
c.) Sulit di gendong
d.) Tidak ditemukan senyum social
e.) Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
3.) Usia 1-2 tahun
a.) Kaku bila di gendong
b.) Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba,da...da)
c.) Tidak mengeluarkan kata
d.) Tidak tertarik pada boneka
e.) Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motorik kasar dan
halus
4.) Usia 2-3 tahun
a.) Tidak bias bicara
b.) Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan orang lain (teman
sebaya)
c.) Hiperaktif
d.) Kontak mata kurang
5.) Usia 3-5 tahun:
a.) Sering didapatkan ekolalia (membeo)
b.) Mengeluarkan suara yang aneh(nada tinggi ataupun datar)
c.) Marah bila rutinitas yang seharus berubah.
d.) Menyakiti diri sendiri (membentur kepala)
Gejala autisme digolongkan dalam dua kategori yaitu:
1.) Kategori Pertama: Katergori ini merujuk pada penyandang autisme
dengan gangguan dalam melakukan interaksi sosial dan
berkomunikasi. Gejala ini dapat meliputi masalah kepekaan
terhadap lingkungan sosial dan gangguan penggunaan bahasa
verbal maupun nonverbal.
2.) Kategori Kedua: Penyandang austime dengan gangguan yang
meliputi pola pikir, minat, dan perilaku berulang yang kaku.
Contoh gerakan berulang, misalnya mengetuk-ngetuk atau
6
meremas tangan, serta merasa kesal saat rutinitas tersebut
terganggu.
e. Diagnosis Autisme
Tidak ada tes khusus yang bisa mendiagnosis autisme. Sebagai
gantinya, dokter biasanya akan mendiagnosis berdasarkan laporan
perilaku dan pengamatan.
g. Penatalaksanaan Autisme
1.) Terapi wicara
Membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga
membantuanak berbicara yang lebih baik.
2.) Terapi okupasi
Untuk melatih motorik halus anak
3.) Terapi perilaku
Anak autis sringkali merasa frustasi. Teman-temannya
sringkalitidak memahami mereka. mereka merasa sulit
mengekspresikan kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif
terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Maka tak heran mereka sering
mengamuk. Seorang terapis perilakuterlatih untuk mencari
latarbelakang dari perilaku negative tersebut dan mencarisolusinya
dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin
anaktersebut untuk memperbaiki perilakunya.
7
4.) Terapi Perilaku dan Komunikasi
Terapi ini dilakukan dengan memberikan sejumlah pengajaran pada
pengidap, termasuk kemampuan dasar sehari-hari, baik verbal
maupun nonverbal.
5.) Terapi Keluarga
Terapi ini ditujukan untuk orang tua dan keluarga pengidap autisme.
Tujuannya adalah agar keluarga bisa belajar bagaimana cara
berinteraksi dengan pengidap dan juga mengajarkan pengidap
berbicara dan berperilaku normal.
8
ibu yang berusia diatas 35 tahun. Down Syndrome adalah suatu kondisi
keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan
adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini
terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling
memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Wikipedia indonesia).
9
dengan penyakit down syndrome memiliki 47 kromosom karena
kromosom nomor 21 berjumlah 3 buah. Kelebihan 1 kromosom (nomor
21) atau dalam bahasa medisnya disebut trisomi-21 ini terjadi akibat
kegagalan sepasang kromosom 21 untuk saling memisahkan diri saat
terjadi pembelahan sel.
Pada meiosis, beberapa pasang kromosom membelah diri dan berpisah
ke tempat yang berbeda, peristiwa ini disebut disjungsi. Namun,
kadang-kadang salah satu pasang tidak membelah, dan seluruhnya pergi
ke satu daerah. Ini berarti bahwa dalam sel-sel yang dihasilkan,
seseorang akan memiliki 24 kromosom dan yang lain akan memiliki 22
kromosom. Peristiwa kecelakaan ini disebut dengan nondisjunction dan
dapat terjadi pada meiosis I atau II (lebih sering terjadi pada meiosis I.
Pada sindrom down, 95% dari semua kasus disebabkan oleh peristiwa
ini, satu sel mempunyai dua kromosom 21, bukan satu sehingga sel
telur yang dibuahi akan memiliki tiga kromosom 21. Trisomi-21
menyebabkan fisik penderita down syndrome tampak berbeda dengan
orang-orang umumnya. Selain ciri khas pada wajah, mereka juga
mempunyai tangan yang lebih kecil, jari-jari pendek dan kelingking
bengkok.
10
Sindrom Down ini dapat diturunkan dari orang tua kepada
anaknya. Gejala yang ditimbulkan dari translokasi ini hampir sama
dengan gejala yang ditimbulkan oleh trisomi 21.
3.) Mosaik adalah bentuk kelainan yang paling jarang terjadi, di mana
hanya beberapa sel saja yang memiliki kelebihan kromosom 21
(trisomi 21). Bayi yang lahir dengan Sindrom Down mosaik akan
memiliki gambaran klinis dan masalah kesehatan yang lebih ringan
dibandingkan bayi yang lahir dengan Sindrom Down trisomi 21
klasik dan translokasi. Trisomi 21 mosaik hanya mengenai sekitar
2-4% dari penderita Sindrom Down
11
tua akan membawa materi kromosom dengan urutan yang tidak
lazim sehingga diperlukan konseling genetic
3.) Mosaik (46, XX atau 47, XX+21) merupakan bentuk yang jarang
di mana hanya terjadi sekitar 1-2% saja. Pada bentuk ini, terdapat
sel yang mengandung kromosom ekstra dan ada yang tidak.
Semakin sedikit sel yang terpengaruh, semakin kecil derajat
gangguan yang ditimbulkan
4.) Duplikasi bagian dari kromosom 21 (46, XX, dup(21q))
merupakan bentuk yang sangat jarang. Duplikasi ini akan
menyebabkan bertambahnya gen pada kromosom 21
12
Radiasi merupakan salah satu penyebab dari nondisjunctinal pada
Sindrom Down. Sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan
Sindrom Down pernah mengalami radiasi di daerah perut sebelum
terjadinya konsepsi. Kecelakaan reaktor atom Chernobyl pada tahun
1986 dikatakan merupakan penyebab beberapa kejadian Sindrom
Down di Berlin.
4.) Faktor Lingkungan
Faktor risiko yang paling umum dan seringnya menyebabkan bayi
lahir dengan Sindrom Down adalah paparan bahan kimia, dan zat
yang diterima dari lingkungan sehari-hari selama masa kehamilan.
Rokok merupakan zat yang dapat memengaruhi pembentukan
kromosom bayi sejak dalam kandungan. Ibu yang merokok
memiliki rantai kromosom yang lebih pendek dari pada normalnya.
Selain meningkatkan risiko mengandung bayi Sindrom Down,
merokok saat hamil juga dapat menyebabkan bayi lahir dengan
kelainan jantung dan otak.
5.) Kekurangan Asam Folat
Kekurangan asam folat Beberapa ahli berpendapat bahwa Sindrom
ini dapat dipicu oleh kerja metabolisme tubuh yang kurang optimal
untuk memecah asam folat. Penurunan metabolisme asam folat bisa
berpengaruh terhadap pengaturan epigenetik untuk membentuk
kromosom
6.) Autoimun
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang nerkaitan dengan
tiroid. Penelitian Fialkaw 1966, secara konsisten mendapatkan
perbedaan autoantibodi tiroid padaibu yang melahirkan anak
dengan Sindrom Down dengan ibu kontrol yang umurnya sama.
7.) Penuaan sel telur.
Peningkatan usia ibu berpengaruh terhadap kualitas sel telur. Pada
saat wanita memasuki usia tua, kondisi sel telur tersebut terkadang
menjadi kurang baik, sehingga pada saat dibuahi oleh spermatozoa,
sel benih ini mengalami pembelahan yang salah. Proses selanjutnya
13
disebabkan oleh keterlambatan pembuahan akibat penurunan
frekuensi bersenggama pada pasangan tua. Faktor selanjutnya
disebabkan oleh penuaan sel spermatozoa laki-laki dan gangguan
pematangan sel sperma itu sendiri di dalam epididimis yang akan
berefek pada gangguan motilitas sel sperma itu sendiri juga dapat
berperan dalam efek ekstra kromosom 21 yang berasal dari ayah.
8.) Usia ibu.
Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko melahirkan
bayi dengan Sindrom Down dibandingkan dengan ibu usia muda
(kurang dari 35 tahun). Angka kejadian Sindrom Down dengan usia
ibu 35 tahun, sebesar 1 dalam 400 kelahiran. Sedangkan ibu dengan
umur kurang dari 30 tahun, sebesar kurang dari 1 dalam 1000
kelahiran. Perubahan endokrin seperti peningkatan sekresi
androgen, penurunan kadar hidroepiandrosteron, penurunan
konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor
hormon, peningkatan hormon LH (Luteinizing Hormone) dan FSH
(Follicular Stimulating Hormone) secara mendadak pada saat
sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya nondisjunction
9.) Usia ayah
Penelitian sitogenetik mendapatkan bahwa 20 – 30% kasus
penambahan kromosom 21 bersumber dari ayah, tetapi korelasi
tidak setinggi dengan faktor dari ibu.
Selain nondisjunction, penyebab lain dari Sindrom Down adalah
anaphase lag, yaitu kegagalan dari kromosom atau kromatid untuk
bergabung ke salah satu nukleus anak yang terbentuk pada pembelahan
sel, sebagai akibat dari terlambatnya perpindahan atau pergerakan
selama anafase. Kromosom yang tidak masuk ke nukleus sel anak akan
menghilang. Ini dapat terjadi pada saat meiosis ataupun mitosis
14
h. Manifestasi Klinis Sindrom Down
Anak Sindrom Down dapat dikenali dari karakteristik fisiknya.
Beberapa karakteristik fisik khusus, meliputi:
1.) memiliki wajah yang khas, yaitu anak yang satu sangat mirip
dengan yang lainnya.
2.) Kemampuan berfikir dapat digolongkan idiot embicil.
3.) Bibir tebal dan lidah besar, kasar bercelah-celah (Scrotal tongue).
4.) Bentuk kepala yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan orang
normal (microchephaly) dengan area datar di bagian tengkuk.
5.) Ubun-ubun berukuran lebih besar dan menutup lebih lambat (rata-
rata usia 2 tahun).
6.) Bentuk mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan
(epicanthal folds).
7.) Bentuk mulut yang kecil dengan lidah besar (macroglossia)
sehingga tampak menonjol keluar.
8.) Saluran telinga bisa lebih kecil sehingga mudah buntu dan dapat
menyebabkan gangguan pendengaran jika tidak diterapi.
9.) Garis telapak tangan yang melintang lurus/horizontal (simian
crease)
10.) Penurunan tonus otot (hypotonia)
11.) Jembatan hidung datar (depressed nasal bridge), cuping hidung dan
jalan napas lebih kecil sehingga anak Sindrom Down mudah
mengalami hidung buntu.
12.) Tubuh pendek. Kebanyakan orang dengan Sindrom Down tidak
mencapai tinggi dewasa rata-rata.
13.) Telapak tangan tampak tidak normal, yaitu terdapat satu garis
besar melintang (simian crease).
14.) Kelainan jantung bawaan sering ditemukan.
15.) Dagu kecil (micrognatia)
16.) Gigi geligi kecil (microdontia), muncul lebih lambat dalam urutan
yang tidak sebagaimana mestinya.
17.) spot putih di iris mata (Brushfield spots)
15
i. Komplikasi Sindrom Down
Anak yang mengalami sindrom down dapat mengalami komplikasi,
antara lain:
1.) Anak Sindrom Down lebih mudah terkena infeksi dibandingkan
anak normal. Adanya kelainan sistem pertahanan tubuh (imunitas)
berkaitan dengan Sindrom Down dihubungkan dengan proses
metabolik atau kekurangan nutrisi yang akan menjadi faktor
predisposisi pencetus infeksi. Faktor lain yang berpengaruh di
antaranya kelainan struktur anatomi (misalnya saluran telinga
sempit) dan kembalinya isi perut ke mulut dapat berperan dalam
peningkatan kejadian infeksi saluran napas atas. Oleh sebab itu,
anak dengan Sindrom Down tetap memerlukan imunisasi tepat
waktu sesuai jadwal seperti anak pada umumnya untuk memperkuat
sistem kekebalan di dalam tubuh
2.) Masalah jantung, seperti penyakit jantung bawaan sering ditemukan
3.) Gangguan hormon tiroid adalah gangguan hormon yang paling
sering dijumpai pada Sindrom Down sehingga kejadian penyakit
tiroid meningkat pada penderita anak sindrom down. Anak dengan
Sindrom Down memiliki angka kejadian tinggi untuk mengalami
kelainan perkembangan seksual dan keterlambatan pubertas di
kedua jenis kelamin. Pada perempuan, dilaporkan kelainan meliputi
kekurangan gonad yang ditandai dengan terlambatnya menstruasi
pertama. Sedangkan ada laki-laki meliputi genitalia ambigu,
kriptorkismus (testis yang tidak turun), micropenis (ukuran penis
kecil), testis kecil dan sperma hidup yang rendah serta pertumbuhan
rambut ketiak dan janggut yang sedikit
4.) Masalah kelainan darah, seperti leukimia (penyakit dimana sel
darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan). Leukemia yang
lebih sering dijumpai pada anak dengan sindrom down berusia
kurang dari 3 tahun adalah tipe nonlimfositik (leukemia mielositik
akut/LMA).
16
5.) Anak dengan Sindrom Down akan mengalami beberapa gejala
saluran cerna dari waktu ke waktu seperti muntah, diare, sulit buang
air besar (konstipasi), nyeri perut, dan ketidaknyamanan yang dapat
hilang dengan intervensi minimal atau bahkan tanpa terapi. Adanya
penyempitan saluran cerna dan gangguan pembentukan sebagian
saluran cerna dapat menyebabkan sumbatan di usus. Salah satu
kelainan saluran cerna yang sering dijumpai pada anak Sindrom
Down dibanding anak sehat adalah penyakit Hirschsprung.
6.) Pasien Sindrom Down memiliki risiko lebih besar untuk menderita
penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
7.) Obstruksi saluran napas adalah masalah yang berat pada anak dan
dewasa dengan SD. Gejala yang muncul meliputi bunyi napas
mendengkur, posisi tidur yang kurang lazim (duduk atau
membungkuk sampai kepala menyentuh lutut), kelelahan di siang
hari, atau adanya perubahan perilaku.
8.) gangguan penghlihatan karena adanya bintik putih pada iris yang
dinamakan brushfield spots
17
c.) Pemeriksaan USG pada minggu gestasional ke 14 sampai 24.
Peningkatan translusensi leher janin mengindikasikan
peningkatan risiko dari Sindrom Down
2.) Diagnosis Postnatal
a.) Diagnosis dengan pemeriksaan kariotipe genetik dengan cara
komosom dari sel-sel tubuh (biasanya dari sel darah putih)
dihitung jumlahnya apakah normal atau tidak, dan struktur
kromosom dilihat apakah ada delesi atau duplikasi.
b.) Pemeriksaan fisik penderita. Seringkali tanda awal yang dapat
dijumpai pada neonatus dengan sindrom down adalah hipotoni.
Gambaran khas lainnya adalah brakisefal, fisura palpebra yang
oblik, jarak antara jari kaki ke-1 dan ke-2 yang agak jauh,
jaringan kulit yang longgar di belakang leher, hiperfleksibilitas,
low set ears, protrusi lidah, depressed nasal bridge, lipatan
epikantus, bercak Brushfield (titik-titik kecil pada pupil yang
letaknya tidak beraturan dan berwarna kontras), jari ke-5 yang
pendek dan melengkung, simian crease, dan didapatkan tanda-
tanda penyakit jantung bawaan
c.) Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
dengan pengambilan darah pasien diambil dari darah
vena/kapiler berheparin. Kemudian dilihat di bawah mikroskop
untuk dinilai apakah ada kelainan kromosom atau tidak
18
Terapi bahasa dapat membantu anak dengan sindrom Down
meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan menggunakan bahasa
secara lebih efektif. Terapi bahasa bicara dapat membantu anak
sindrom down mengembangkan keterampilan awal yang diperlukan
untuk berkomunikasi, seperti meniru suara.
3.) Terapi Kerja
Ternyata, anak dengan gejala sindrom Down juga memiliki
keterampilan dan bisa mandiri. Nah, terapi kerja ini akan
membantunya menemukan cara untuk menyesuaikan tugas dan
kondisi sehari-hari, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Jenis terapi ini mengajarkan keterampilan perawatan diri, seperti
makan, berpakaian, menulis, dan menggunakan komputer.
4.) Terapi Okupasi
Terapi ini mungkin menawarkan alat khusus yang dapat membantu
memperbaiki fungsi sehari-hari, seperti pensil yang lebih mudah
digenggam. Terapi okupasi dapat membantu remaja mengidentifikasi
pekerjaan karir, atau keterampilan yang sesuai dengan minat dan
kekuatan mereka.
19
3.) Melakukan konseling genetic sebelum merencanakan kehamilan.
Dengan melakukan konseling ini dapat mengetahui apakah memiliki
riwayat melahirkan anak dengan Sindrom Down atau tidak
4.) Hindari Paparan Zat Kimia
Rokok dan alkohol dan zat kimia lainnya dapat memengaruhi kualitas
sperma pria dan sel telur pada wanita. Selain itu, paparan alkohol atau
rokok selama kehamilan dapat memberikan dampak buruk secara
langsung pada janin dalam kandungan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Asuhan Keperawatan Pada Anak Autisme
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis
medis.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat
berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak
dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan
dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling,
terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu
mainan tidak mau mainan lainnya. sebagai anak yang senang
kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend apa saja.
Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ
dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%.
Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
20
(1) Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan ( riwayat
kesehatan dahulu)
(a) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
(b) Cidera otak
(2) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita
penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit
bawaan atau keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat
penyakit keturunan.
3. Pemeriksaan fisik
a. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
b. Terdapat ekolalia.
c. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek
lain.
d. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda
tersebut.
e. Peka terhadap bau.
4. Psikososial
a. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
d. Perilaku menstimulasi diri
21
e. Pola tidur tidak teratur
f. Permainan stereotip
g. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
h. Tantrum yang sering
i. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan
j. Kemampuan bertutur kata menurun
k. Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
5. Neurologis
a. Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
b. Refleks mengisap buruk
c. Tidak mampu menangis ketika lapar
b. Diagnosa Keperawatatan
1. Hambatan komunikasi verbal
2. Resiko gangguan perkembangan
3. Perubahan proses keluarga
c. Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Gangguan Setelah dilakukan Promosi Komunikasi : Defisit Bicara
Komunikasi tindakan
Observasi :
Verbal keperawatan selama
2x24 jam dengan 1. Monitor kecepatan, tekanan,
22
bicara atau hal lain yang mengganggu
meningkat bicara
2. Kemampuan 4. Identifikasi perilaku emosional
mendengar dan fisik sebagai bentuk
meningkat komunikasi
3. Kesesuaian Terapeutik :
ekspresi
1. Gunakan metode
wajah/tubuh
komunikasi alternatif
meningkat
(mis, menulis, mata
berkedip, papan
komunikasi dengan
gambar dan huruf,
isyarat tangan dan
computer)
2. Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
3. Gunakan juru
bicara,jika perlu
Edukasi :
23
Gangguan keperawatan selama 2x24 Observasi :
Perkembangan jam dengan luaran Status
1. Identifikasi kebutuhan
Perkembangan dapat
khusus anak dan
mengurangi gejala dan
kemampuan adaptasi
menormalkan indikator
anak
sebagai berikut :
Terapeutik :
1. Keterampilan/perila
1. Dukung anak
ku sesuai usia
berinteraksi dengan
meningkat
anak lain
2. Kemampuan
2. Dukung anak
melakukan
mengekspresikan
perawatan diri
perasaannya secara
meningkat
positif
3. Respon social
3. Sediakan kesempatan
meningkat
dan alat-alat untuk
4. Kontak mata
menggambar,melukis,da
meningkat
n mewarnai
4. Sediakan mainan berupa
puzzle dan maze
Edukasi :
1. Jelaskan nama-nama
benda obyek yang ada
di lingkungan sekitar
2. Ajarkan pengasuh
milestones
perkembangan dan
perilaku yang dibentuk
3. Ajarkan kooperatif,
bukan kompetisi
diantara anak
Kolaborasi :
24
4. Rujuk untuk
konseling,jika perlu
25
nalar setiap anggota
keluarga
Edukasi :
1. Informasikan
keadaan pasien
secara berkala
kepada keluarga
2. Anjurkan anggota
keluarga
mempertahankan
keharmonisan
keluarga
Kolaborasi :
26
f) Palatum berlengkung tinggi
g) Leher pendek tebal
h) Muskulatur hipotonik (abdomen buncit, hernia umbilikus)
i) pertumbuhan dan perkembangan seksual
j) Pertumbuhan tinggi badan dan berat badan menurun;
umumnya obesitas
k) Perkembangan seksual terlambat, tidak lengkap atau keduanya
l) Infertil pada pria; dapat fertile
m) Bantu dengan tes diagnostik mis., analisa kromosom.
27
Kriteria hasil : sumber pendidikan untuk
1.) Anak berfungsi menfasilitasi
optimal sesuai usia. perkembangan anak yang
2.) Keluarga dan anak optimal.
mampu 3.) Berikan perawatan yang
menggunakan konsisten.
koping terhadap 4.) Tingkatkan komunikasi
tantangan karena verbal dan stimulasi taktil.
adanya 5.) Berikan instruksi berulang
ketidakmampuan dan sederhana.
3.) Keluarga mampu 6.) Berikan reinforcement
mendapatkan yang positif atas hasil
sumber – sumber yang dicapai anak.
sarana komunitas. 7.) Dorong anak melakukan
perawatam sendiri.
28
4.) Tidak ada tanda – tinggi serat untuk
tanda malnutrisi. mencegah konstipasi.
5.) Menunjukkan 7.) Berikan makanan yang
peningkatan fungsi terpilih.
pengecapan dari 8.) Monitor jumlah nutrisi
menelan. dan kandungan kalori.
6.) Tidak terjadi 9.) Kaji kemampuan klien
penurunan yang untuk mendapatkan
berarti. nutrisi yang dibutuhkan.
29
perawat/tim 6.) Hindari jaminan yang
kesehatan lainnya. kosong.
7.) Diskusikan pilihan terapi
atau penangan.
8.) Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapat second opinion
dengan cara yang tepat
atau di indikasikan.
30
baik untuk deteksi gangguan gerak kasar, gerak halus, berbahasa dan
personal sosial. Selain itu secara tidak langsung dapat mendeteksi
gangguan penglihatan, koordinasi matatangan, pendengaran,
pemahaman, komunikasi verbal - non verbal, pemecahan masalah dan
kemandirian, namun kurang peka untuk gangguan emosional
Checklist for Autism in Toddlers (CHAT)
salah satu alat skrining untuk deteksi dini gangguan spektrum autistik
(austistic spectrum disorder) anak umur 18 bulan sampai 3 tahun.
Pemeriksaan lanjutan yang komprehensif sebaiknya melibatkan berbagai
profesi dan disiplin keilmuan untuk memastikan jenis, derajat dan
penyebab gangguan, serta merencanakan tindak lanjut yang
komprehensif dan terintegrasi agar anak dapat tumbuh kembang optimal.
Tahap 1
Menilai perkembangan anak secara rutin dan skrining khusus untuk autisme
dengan
menggunakan alat skrining CHAT; serta melakukan identifikasi mereka yang
mempunyai risiko autisme.
Skrining gangguan perkembangan secara rutin terhadap semua anak. Skrining
awal dapat berupa suatu kuestioner yang harus diisi orang tua. Umumnya
skrining ini merupakan suatu skrining menyeluruh, bukan hanya untuk
autisme. Skrining khusus untuk autisme harus dilakukan pada semua anak
yang pada penilaian perkembangan diketahui mengalami gangguan
perkembangan, dengan menggunakan alat yang sudah divalidasi, antara lain
CHAT. Alat skrining ini belum tentu sesuai dengan kultur dan bahasa yang
ada di Indonesia, tetapi paling sedikit ada instrumen yang dapat membantu
dalam menentukan diagnosis. CHAT dapat dipakai untuk menjaring anak
sampai usia batita, dibagi dalam 2 bagian yaitu bagian pertama berupa
pertanyaan kepada orang tua, dan bagian kedua merupakan pengamatan.
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada setiap anak yang mengalami
keterlambatan perkembangan atau autisme, termasuk pemeriksaan audiologi,
31
laboratorium dan tes untuk timbal atau logam-logam berat lainnya kalau
diperlukan.
Tes untuk logam berat juga dilakukan bila terdapat gejala pica. Pemeriksaan
penunjang ini diperlukan untuk penatalaksanaan dan intervensi yang akan
diberikan nanti.
Tahap 2
Diagnosis dan evaluasi autisme, meliputi pemeriksaan yang lebih mendalam
terhadap mereka yang sudah diidentifikasi sebagai autisme dan dilakukan
diagnosis banding dengan gangguan perkembangan lainnya.
Diagnosis dan evaluasi yang mendalam sangat penting untuk menentukan
strategi intervensi berdasarkan kekuatan dan kelemahan penampilan anak.
Pemeriksaan yang lebih mendalam dan canggih seperti tes genetika, tes
terhadap penyakit-penyakit metabolik, EEG, neuroimaging, analisa rambut,
tes alergi, pemeriksaan imunologi, mikro nutrien, permea-bilitas usus, dan
sebagainya dianjurkan kalau memang diperlukan/ada indikasi, ada fasilitas,
dan hasil pemeriksaan dapat menunjang penatalaksanaan anak dengan
autisme. Diagnosis autisme ditegakkan berdasarkan DSM IV (Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder
32
a) Bila ada jawaban “YA” beri konseling pada orang tua dengan
buku pedoman pola asuh anak yang mendukung perkembangan.
Lakukan evaluasi 3 bulan → tetap → rujuk. b) Bila jawaban “YA” 2
> → rujuk
Contoh KMME
NO Pertanyaan YA TIDAK
1. Apakah anak anda
seringkali terlihat marah
tanpa sebab yang jelas?
(Seperti banyak menangis,
mudah tersinggung atau
bereaksi berlebihan
terhadap hal-hal yang
sudah biasa dihadapinya)
2. Apakah anak anda
tampak menghindar
dari teman-teman atau
anggota keluarganya?
33
mencuri, seringkali
melakukan
perbuatan yang
berbahaya bagi
dirinya atau menyiksa
binatang atau anak-anak
lainnya serta tampak tidak
peduli dengan nasehat-
nasehat yang sudah
diberikan kepadanya)
4. Apakah anak anda
memperlihatkan adanya
perasaan ketakutan atau
kecemasan yang
berlebihan yang tidak
dapat dijelaskan asalnya
atau tidak sebanding
dengan anak lain
seusianya?
5. Apakah anak anda
mengalami keterbatasan
oleh karena adanya
konsentrasi yang buruk
atau mudah teralih
perhatiannya sehingga
mengalami penurunan
dalam aktivitas sehari-hari
atau prestasi belajarnya?
6. Apakah anak anda
menunjukkan perilaku
kebingungan sehingga
mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi dan
34
membuat keputusan?
7. Apakah anak anda
menunjukkan adanya
perubahan pola tidur?
(Seperti sulit tidur
sepanjang waktu, terjaga
sepanjang hari, sering
terbangun di waktu tidur
malam oleh karena mimpi
buruk atau mengigau)
8. Apakah anak anda
mengalami perubahan pola
makan? (Seperti
kehilangan nafsu makan,
makan berlebihan atau
tidak mau makan sama
sekali)
9. Apakah anak anda
seringkali mengeluh sakit
kepala, sakit perut atau
keluhan-keluhan fisik
lainnya?
10. Apakah anak anda
seringkali mengeluh putus
asa atau berkeinginan
untuk mengakhiri
hidupnya?
11. Apakah anak anda
menunjukkan adanya
kemunduran perilaku atau
kemampuan yang sudah
dimilikinya?
12. Apakah anak anda
melakukan perbuatan yang
35
berulang- ulang tanpa
alasan yang jelas
36
secara fisik maupun psikologis. Secara fisik misalnya karena
pembesaran lidah dengan kemampuan otot lemah sehingga
memicu sleep apnea dan membuat anak berhenti bernafas sesaat.
Kondisi ini membuat merawat anak down syndrome lebih
membutuhkan kesabaran dan tenaga ekstra. Agar anak dengan down
syndrome bisa tidur nyenyak dengan cara antara lain:
1.) Ketahui Penyebab Gangguan Tidurnya
Jika penyebabnya adalah masalah fisik seperti infeksi telinga atau
lainnya, segeralah periksakan ke dokter untuk mendapatkan
penanganan.
2.) Tangani Penyebab Gangguan Tidurnya
Setelah tahu penyebab gangguan tidur pada anak, diskusikan
dengan dokter langkah yang perlu diambil untuk mengatasinya.
3.) Buat Pola Tidur Rutin
Buatlah pola tidur secara rutin untuk anak dan lakukanlah secara
konsisten. Membiasakan anak tidur tepat waktu setiap hari
membantu anak mengatasi masalah gangguan tidurnya.
4.) Mengatur Aktivitas
Seperti halnya anak lain, anak dengan down syndrome juga akan
mudah tertidur bila lelah. Buatlah aktivitas rutin yang cukup
melelahkan, seperti mendongeng, memakai baju tidur, atau
menyikat gigi. Lakukan secara konsisten agar anak juga
mengenalnya sebagai kegiatan menjelang tidur.
5.) Ciptakan Lingkungan Tidur yang Nyaman
Buatlah lingkungan tidur yang nyaman bagi anak. Jika anak terlalu
sering terbangun, mungkin ruangan tidurnya terlalu dingin, terlalu
banyak cahaya, atau ada suara yang mengganggu lainnya.
37
Pada umumnya anak-anak mendapatkan makanan padat di usia 6
bulan. Namun, anak dengan sindrom Down biasanya terlambat
diberikan MPASI. Salah satunya karena kondisi rongga mulut, tonus
otot, dan terlambatnya pertumbuhan gigi. Akibat keterlambatan ini
mereka rentan anemia. Untuk mengatasinya dokter akan memberikan
suplemen zat besi.
Pada anak dengan sindrom Down yang mengalami penyakit jantung
bawaan, sering mengalami infeksi, atau masalah lain seperti leukemia,
mereka membutuhkan pasokan kalori yang lebih tinggi. Hal ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya kurang gizi. Sementara itu,
untuk anak dengan sindrom Down yang cenderung mengalami
kelebihan berat badan akibat kekurangan hormon tiroid, mereka
membutuhkan asupan kalori yang benar-benar sesuai (tidak
berlebihan), juga pemberian hormon tiroid agar fungsi tubuhnya bisa
berlangsung sedikit lebih normal.
38
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi kesimpulannya anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-
intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan
dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan
dengan anak-anak lain yang seusia dengannya. Kita sebagai perawat harus
memahami keadaan anak tersebut dan juga harus dapat memberikan
asuhan keperawatan dan prosedur tindakan yang tepat pada anak
berkebutuhan khusus tersebut
B. Saran
Tenaga kesehatan, salah satunya kita sebagai perawat diharapkan dapat
memahami konsep asuhan keperawatan dan prosedur tindakan yang harus
dilakukan pada anak austime, down syndrome, retardasi mental, child
abuse. Oleh karena itu penting sekali mempelajari hal tersebut agar dapat
mampu memberikan asuhan keperawatan kepada anak berkebutuhan
khusus dengan baik dan sesuai dengan kewenangan profesi.
Kepada pembaca, jika menggunakan makalah ini sebagai acuan dalam
pembuatan makalah atau karya tulis yang berkaitan dengan makalah ini
diharapkan kekurangan yang ada pada makalah ini dapat ditingkatkan
dengan lebih baik.
39
DAFTAR PUSTAKA
Diagnosa Keperawatan : buku saku. edisi 6 . Jakarata : EGC Doenges, Marilynn
E. 1999.
Buku saku diagnosis keperawatan dengan NIC dan NOC. Edisi 7 .Jakarta : EGC
https://www.scribd.com/doc/97175113/ASKEP-AUTIS
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J (2008), Ilmu Keperawatan Anak Edisi III. Jakarta : EGC
Ramelan W. Tuna grahita bawaan: latar belakang genetik dan deteksi dini pada
orangtua. Disampaikan pada seminar sehari jangan sampai anakku tuna grahita,
Jakarta, 21 November, 1992.
Whaley & Wong. Nursing Care of Infants and Children, 4th edition.1996
Patimahziansyar. Askep Anak Child
40