Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS ( RETARDASI MENTAL )

MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 14

TINGKAT : 2B

1. Kholifatul Khosanah PO.71.20.1.20.088

2. Anissa Rahmafita PO.71.20.1.20.089

3. Mersyanda Oktalia PO.71.20.1.20.090

Dosen Pengampu :

Rehana, S.Pd.,S.Kep.,M.Kes

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PRODI D-III KEPERAWATAN PALEMBANG

TAHUN AKADEMIK 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua yang telah memberikan

kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat

waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk

menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah

curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita

nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kelompok menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya

untuk Ibu Rehana, S.Pd.,S.Kep.,M.Kes selaku dosen Mata Kuliah Keperawatan

Anak yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada kami guna menyelesaikan

makalah ini dengan tepat waktu.

Kelompok tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata

sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.

Untuk itu, kelompok mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk

makalah ini, agar nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila

terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang

sebesarbesarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih

Palembang, 13 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 8
1.3 Manfaat ........................................................................................................ 8
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 9
2.1 KONSEP DASAR RETARDASI MENTAL ............................................. 9
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN .................................................. 37
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 51
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 51
3.2 Saran ........................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 53

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas merupakan bagian

dari anak Indonesia yang perlu mendapat perhatian dan perlindungan pemerintah,

masyarakat, dan keluarga. Upaya perlindungan bagi anak dengan disabilitas sama

halnya dengan anak lainnya, yaitu upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak agar

mereka dapat hidup, tumbuh, dan berkembang secara optimal, serta berpartisipasi

sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan dasar anak tersebut meliputi

asah, asih dan asuh yang dapat diperoleh melalui upaya di bidang kesehatan

maupun pendidikan dan sosial (Suryani dan Badi’ah).

Pengasuhan anak berkebutuhan khusus sesuai dengan masalah yang

dialami anak, sangat membutuhkan peran dari orang tua, keluarga, guru sekolah

dan perawat. Pengasuhan dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan

perkembangan pada anak berkebutuhan khusus. Masalah pada anak berkebutuhan

khusus yang sering terjadi antara lain tunarungu, tunagrahita (Retardasi mental),

tunanetra, tunadaksa, autisme (Praptono, 2017).

Anak dengan masalah retardasi mental mempunyai keterbatasan kognitif

maupun sosial. Retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang muncul pada

masa kanak- kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi

intelektual di bawah normal (IQ sekitar 2 standar deviasi yang dibawah normal,

dalam rentang 65 sampai 75 atau kurang) disertai keterbatasan- keterbatasan lain

pada sedikitnya dua area fungsi adaptif: berbicara dan bahasa, keterampilan

merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan sosial, penggunaan sumber-sumber

4
komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional,

bersantai dan bekerja (Betz dan Sowden, 2009).

Berdasarkan data yang didapatkan dalam Journal of Maternal Child Health

(2017) Hampir 83 juta penduduk dunia diperkirakan mengalami keterbelakangan

mental (World Health Organization, 2013). Sekitar seperempat dari kasus

disebabkan oleh kelainan genetik dan 5% dari kasus diwarisi dari orang tua.

Sekitar 95 juta orang mengalami disabilitas di tahun 2013 yang penyebabnya

tidak diketahui (Global Burden of Disease Study 2013 collaborators, 2015).

Berdasarkan data dari kemdikbud 2017, sebanyak 121.244 anak

merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK). Angka tersebut diantaranya ada

64.403 anak kelompok tunagrahita atau retardasi mental.

Dampak retardasi mental pada anak dapat dilihat dalam keterampilan

gerak dan fisik yang kurang sehat kesulitan dalam komunikasi kemampuan

menolong diri sendiri, bersosialisasi, berinteraksi dengan teman, gangguan

pertumbuhan dan perkembangan, perawatan diri kurangnya perasaan dirinya

terhadap situasi dan keadaan disekelilingnya untuk memenuhi kelemahan hal

kemampuan motorik halusnya (Yuemi dan Mundakir, 2015). Dampak retardasi

mental terhadap reaksi orang tua dalam penelitian Na’imah, dkk (2017) adalah

perasaaan shock, mengalami goncangan batin, terkejut dan kurang menerima

keadaan anaknya. Orang tua merasa khawatir tentang masa depan anak dan stigma

yang melekat pada anak. Berbagai masalah yang dialami orang tua yang memiliki

anak tunagrahita bisa menurunkan happiness dalam hidupnya. Keluarga yang

mempunyai anak dengan retardasi mental akan memberikan perlindungan yang

5
berlebihan pada anaknya sehingga anak mendapatkan kesempatan yang terbatas

untuk mendapatkan pengalaman yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Semakin bertambahnya umur anak retardasi mental maka para orangtua harus

mengadakan penyesuaian terutama dalam pemenuhan anak sehari- hari

(Mutaqqin, 2008).

Anak berkebutuhan khusus mempunyai hak, salah satunya seperti yang

dicantumkan dalam undang- undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang

disabilitas pasal 5 ayat 3 yang berbunyi “Anak penyandang disabilitas memiliki

hak: b. Mendapatkan perawatan dan pengasuhan keluarga atau keluarga pengganti

untuk tumbuh kembang secara optimal” . Berdasarkan pasal tersebut yang

dimaksud dengan “keluarga pengganti” adalah orang tua asuh, orang tua angkat,

wali, dan/ atau lembaga yang menjalankan peran dan tanggung jawab untuk

memberikan perawatan dan pengasuhan pada anak. Salah satunya terdapat peran

perawat dalam memberikan perawatan dan pengasuhan pada anak.

Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat multi dimensional

dan sangat individual. Semua anak yang mengalami retardasi mental juga

memerlukan perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi, dan

monitoring terhadap tumbuh kembangnya (Soetjiningsih, 2012).

Tujuan pengobatan adalah mengembangkan potensi anak semaksimal

mungkin Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang

meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk membantu anak

berfungsi senormal mungkin (Utaminingsih, 2015).

6
Perawat memberi intervensi berdasarkan rencana asuhan keperawatan

untuk mengimplementasikan tindakan keperawatan yang meningkatkan,

mempertahankan, mengembalikan kesejahteraan, mencegah penyakit, dan

memfasilitasi rehabilitasi (O’brien, dkk, 2014).

Pendekatan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi yang dapat

diberikan kepada anak dengan retardasi mental dalam penelitian Parendrawati,

dkk (2015) adalah dengan terapi bermain, terapi ini dilakukan dengan cara

memberikan pelajaran berhitung, sosiodrama ataupun bermain jual beli.

Berdasarkan penelitian Yuemi dan Mundakir (2015) intervensi

keperawatan yang dilakukan pada anak dengan retardasi mental yaitu terapi

okupasi: Diorama gambar. Salah satu intervensi keperawatan dalam penelitian

Wulandari (2016) pada keluarga yang memiliki anak dengan retardasi mental

adalah terapi psikoedukasi keluarga.

7
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja konsep dasar tentang Konsep dasar Retardasi Mental ?

2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien Retardasi Mental ?

1.3 Manfaat

1. Manfaat Aplikatif

- Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan

kontribusi laporan kasus bagi pengembangan praktik keperawatan.

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk

pengembangan ilmu dalam penelitian lebih lanjut dengan metode dan

tempat yang berbeda untuk asuhan keperawatan pada anak dengan

retardasi mental.

- Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam

meningkatkan penerapan asuhan keperawatan anak pada anak dengan

retardasi mental.

2. Manfaat Pengembangan Keilmuan

- Penulis dapat menambah wawasan dan pengalaman nyata dalam

memberikan asuhan keperawatan anak pada anak dengan retardasi

mental.

- Bagi Mahasiswa Jurusan Keperawatan diharapkan dapat dijadikan

sebagai bahan perbandingan oleh mahasiswa untuk penelitian

selanjutnya.

8
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR RETARDASI MENTAL

1. Definisi Retardasi Mental

Pengertian retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai

intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan indi3idu

untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas

kemampuan yang dianggap normal (Soetijiningsih, 1994)

Retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang muncul pada

masa kanak- kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi

intelektual di bawah normal (IQ sekitar 2 standar deviasi yang dibawah

normal, dalam rentang 65 sampai 75 atau kurang) disertai

keterbatasanketerbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif:

berbicara dan bahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan,

keterampilan sosial, penggunaan sumber- sumber komunitas, pengarahan

diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai dan bekerja

(Betz dan Sowden, 2009).

Retardasi mental adalah disabilitas yang menyebabkan

keterbatasan signifikan baik dalam fungsi intelektual maupun dalam

perilaku adaptif (keterampilan sosial dan praktis sehari-hari) sebelum usia

18 tahun (Bernstein dan Shelov, 2017).

Retardasi mental juga dikenal dengan beberapa istilah, yaitu:

disabilitas kognitif, disabilitas intelektual, disabilitas belajar (Betz dan

Sowden, 2009), gangguan mental, abuse (misal, moron, idiot, kretin,

9
mongol) (Hull dan Johnston, 2008), tunagrahita (Iswari dan Nurhastati,

2010), keterbelakangan mental (Utaminingsih, 2015), gangguan

intelektual (Bernstein dan Shelov, 2017).

Anak tidakmampu belajar dan beradaptasi karena intelegensinya

rendah, biasanya IQ dibawah 70. Retardasi mental memiliki kriteria

seBagai berikut :

1. Fungsi intelektual umum di bawah normal (umumnya dibawah 70)

2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif social

3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan, yaitu dibawah usia 18

tahun.

2. Penyebab Retardasi Mental

Kemungkinan meneumkan etiologi retardasi mental bergantung

pada beratnya retardasi mental. Hanya kira-kira 50% kasus retardasi

mental ringan yang etiologinya tidak diketahui. Kelainan kromoson adalah

penyebab yang paling sering teridentifikasi, dengan penyebab utama

adalah sindrom down dan sinar X fragil. Penyebab retardasi mental

lainadalah cidera perinatal, sindrom genetikal lain, cedera postnatal,

sindrom alkohol fetus, infeksi intrauterin, dan kelainan metabolisme

bawaan (Batshaw, 1993 dalam Schwartz, 2005).

Tingkat kecerdasan ditentukan oleh faktor keturunan dan

lingkungan. Pada sebagian besar kasus retardasi mental, penyebabnya

tidak diketahui, hanya saja 25% kasus yang memiliki penyebab spesifik.

Penyebab retardasi mental dibagi menjadi beberapa kelompok:

10
a. Trauma ( sebelum dan sesudah lahir )

1) Perdarahan intrakranial sebelum atau sesudah lahir

2) Cedera hipoksia (kekurangan oksigen), sebelum, selama atau

sesudah lahir

3) Cedera kepala yang berat

b. Infeksi ( bawaan dan sesudah lahir )

1) Rubella kongenitalis

2) Meningitis

3) Infeksi sitomegalovirus bawaan

4) Ensefalitis

5) Toksoplasmosis kongenitalis

6) Listeriosis

7) Infeksi HIV

c. Kelainan kromosom

1) Kesalahan pada jumlah kromosom (Sindrom Down)

2) Defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindrom

Angelman, sindrom Prader-Willi)

3) Translokasi kromosom dan sindrom cri du chat

d. Kelainan genetic dan kelainan metabolic yang diturunkan

1) Galaktosemia

2) Penyakit Tay-Sachs

3) Fenilketonuria

4) Sindroma Hunter

11
5) Sindroma Hurler

6) Sindroma Sanfilippo

7) Leukodistrofi metakromatik

8) Adrenoleukodistrofi

9) Sindroma Lesch-Nyhan

10) Sindroma Rett

11) Sklerosis tuberosa

e. Metabolik

1) Sindroma Reye

2) Dehidrasi hipernatremik

3) Hipotiroid Kongenital

4) Hipoglikemia (diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan

baik)

f. Keracunan

1) Pemakaian Alkohol, kokain, amfetamin dan obat lainnya pada

ibu hamil

2) Keracunan metilmerkuri

3) Keracunan timah hitam

g. Gizi

1) Kwashiokor

2) Marasmus

3) Malnutrisi

12
h. Lingkungan

1) Kemiskinan

2) Status ekonomi rendah

3) Sindroma deprivasi

(Utaminingsih, 2015)

3. Klasifikasi Retardasi Mental

Klasifikasi retardasi mental berdasarkan Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorder (DSM IV) , dalam a Journey to child

neurodevelopment: Application in daily practice :

a. Retardasi Mental Ringan

Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient (IQ) 50–55

sampai 70.

b. Retardasi Mental Sedang

Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient (IQ) 50–55

sampai 70.

c. Retardasi Mental Berat

Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient ( IQ) 20-25

sampai 35-40

d. Retardasi Mental Sangat Berat

Tingkat nilai kecerdasan atau Intelligence Quotient ( IQ) dibawah

20 atau 25

e. Retardasi mental dengan keparahan tidak ditentukan

13
Jika terdapat kecurigaan kuat adanya retardasi mental.

( Solek, 2010 )

Ditinjau dari segi neurologi, ada beberapa penggolongan retardasi

mental, antara lain :

a. Kelompok retardasi mental genetic

Adalah keterbelakangan mental akibat kelainan faktor keturunan

yang disebabkan oleh :

1) Perubahan jumlah kromosom pada hasil pertumbuhan yang

disebut aborsi

2) Perubahan urutan rantai protein membentuk gen yang disebut

mutasi

3) Kelainan bentuk pada protein yang membentuk gen disebut

deformitas

4) Adanya kekeliruan penempatan dalam urutan protein pembentuk

gen yang disebut translokasi

Contoh anak yang mengalami retardasi mental genetik seperti

berikut ini :

1) Sindrom down. Ciri-cirinya adalah mata sipit, mata lebar, lipatan

kelopak mata atas lebih dalam, lidah tebal dan menonjol keluar

mulut, jari tangan pendek, telapak tangan lebar dan tebal.

2) Sindrom Turner. Ciri khasnya : leher pendek, badan pendek, dahi

sempit, alat kelamin tidak berkembang normal.

3) Klinerfer Sindrom. Cirinya: Bentuk luarnya lelaki, tetapi alat

14
kelaminnya tidak sempurna, buah dada membesar

4) Anof Talmus. Cirinya: tidak mempunyai bola mata, celah mata

kecil (mikro cephalis)

5) Kriptof Talmus. Cirinya: bibir sumbing, tanpa celah mata, langit-

langit bercelah, dada gepeng, jari-jari kaki dan tangan melekat

satu sama lain

6) Tuberous Sklerosis. Cirinya: banyak terjadi pada laki- laki,

adanya tumor kelenjar minyak kulit (adeno masebasa), wajah

berwarna kuning.

7) Sindrom Stueger-Werbur Demitri. Cirinya: membesarnya bola

mata satu sisi, sehingga sukar ditutup, dahi banyak ditumbuhi

rambut juga disertai kelumpuhan separuh anggota tubuh yang

berlainan

b. Retardasi mental kerusakan otak ( Brain Damage )

Retardasi mental akibat kerusakan otak disebabkan oleh sisa

radang dari otak, perdarahan otak terutama waktu melahirkan, kurang

cukupnya pemeliharaan oksigen dan glukosa pada otak terutama pada

bayi yang lahir belum cukup umur, dan keracunan Contoh anak yang

mengalami retardasi mental kerusakan otak,

antara lain:

1) Anak Deteksio adalah anak prasekolah yang mengalami sukar

untuk berbicara atau seseorang yang mampu berpikir tetapi tidak

mampu menuliskannya atau menyampaikan dengan kata-kata.

2) Sindrom Etrman, anak ini mengalami kesulitan dalam membilang

15
dan menulis namun lancar untuk berbicara.

3) Sindrom Gertsman, anak ini mengalami kesulitan dalam

mengenal benda melalui perabaan dan tidak mampu menulis dan

berhitung juga mampu membedakan kiri dan kanan.

4) Sindrom Diskontrol, anak ini mengalami kesulitan dalam

memberi dan menerima terhadap ransangan dari luar, ia tidak tuli

dan tidak buta, tetapi lambat sekali dalam melakukan aktivitas

sehari-hari.

c. Retardasi mental fungsional

Retardasimental fungsional adalah anak- anak terbelakang mental

karena adanya gangguan hubungan pergaulan, gangguan dalam cara

mengasuh atau faktor budaya. Sebab-sebab yang menimbulkan

retardasi mental fungsional antara lain berikut ini:

1) Faktor hereditas

a) Bapak yang hiperaktif waktu masih kecil, menyebabkan anak

juga menjadi hiperaktif

b) Orang tua yang mudah tersinggung waktu masih kecil, maka

anak yang dilahirkan juga mudah tersinggung

c) Usia ibu waktu mengandung lebih dari 35 tahun dengan

tekanan mental

d) Ibu merokok

e) Benturan- benturan mental waktu anak masih berumur 0- 3

tahun, misalnya orang tua sering gaduh, broken home, dan

lain- lain.

16
2) Fungsi , pada anak kelompok ini, menunjukkan kelainan/ ciri- ciri

kerusakan otak minimal.

3) Faktor perilaku. Golongan perilaku tertentu sering menghambat

perkembangan mental anak- anak sehingga meraka mengalami

retardasi mental. Contoh:

a) Menyendiri

b) Agresif

c) Nakal

d) Hiperkinetik

e) Autisme

( Iswari dan Nurhasturi, 2010 )

Klasifikasi retardasi mental menurut American Association of

Mental Retardation adalah:

a. Intermiten : Dukungan diperlukan secara periodik, atau pada

jangka pendek selama fase transisi atau krisis, jika diperlukan,

dukungan tersebut diberikan dalam intensitas tinggi atau rendah.

b. Terbatas : Dukungan intensitas rendah dalam waktu tertentu

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu, seperti pelatihan

kerja atau transisi sekolah.

c. Ekstensif : Dukungan intensitas rendah yang kontinu dan teratur

diperlukan untuk mempertahankan fungsi yang adekuat di

lingkungan rumah atau kerja.

d. Pervasif : Dukungan intensitas tinggi yang kontinu diperlukan

17
untuk keamanan dan kesejahteraan.

4. Gejala Klinis

Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai

beberapa kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital kemudian

mengarah ke suatu sindrom penyakit tertentu.

Gejala klinis dan kelainan fisik yang disertai retardasi mental:

a. Kelainan pada mata :

1) Katarak

- Sindrom Cockayne

- Sindrom Lowe

- Galactosemia

- Sindrom Down

- Kretin

- Rubela prenatal

2) Bintik cherry- merah daerah macula

- Mukolipidosis

- Penyakit Niemann- pick

- Penyakit Tay-sachs

3) Korioretinitis

- Lues Kongenital

- Penyakit stimegalo virus

- Rubela prenatal

18
4) Kornea keruh

- Lues kongenital

- Sindrom hunter

- Sindrom hurler

- Sindrom Lowe

b. Kejang

1) Kejang umum tonik klonik

- Defisiensi glikogen sinthease

- Hiperlisinemia

- Hipoglikemia, terutama yang disertai glycogen

storage diseaseI, III, IV dan VI

- Phenyl ketonuria

- Sindrom malabsorpsi methionine

2) Kejang masa neonatal

- Arginosuccinic asiduria

- Hiperammonemia I dan II

- Laktik Asidosis

c. Kelainan Kulit

Bintik café-au-lait

- Ataksia-telengiektasia

- Sindrom bloom

- Neurofibromatosis

- Tuberous selerosis

19
d. Kelainan Rambut

1) Rambut rontok

- Familial laktik asidosis dengan necrotizing

ensefalopati

2) Rambut cepat memutih

- Atrofi progresif serebral hemisfer

- Ataksia telangiectasia

- Sindrom malabsorpsi methionine

3) Rambut halus

- Hipotiroid

- Malnutrisi

e. Kepala

1) Mikrosefali

2) Makrosefali

- Hidrosefalus

- Mucopolisakaridase

- Efusi subdural

f. Perawatan pendek

- Kretin

- Sindrom prader-wili

g. Distonia

- Sindrom Hallervorden -spaz

Gejala klinis retardasi mental berdasarkan tipe dan umur :

20
a. Retadrdasi mental ringan

1) Usia prasekolah 0- 5 tahun : Maturasi dan perkembangan

Cara berjalan, makan sendiri, dan berbicara lebih lambat

dibandingkan anak normal.

2) Usia sekolah 6- 21 tahun : Pelatihan dan pendidikan

Mampu mempelajari keterampilan, membaca serta

mempelajari aritmatika sampai ke tingkat kelas tiga-kelas

enam dengan pendidikan khusus, dapat dibimbing kearah

penyesuaian sosial sampai usia mental 8- 12 tahun normal.

b. Retardasi mental sedang

1) Usia prasekolah 0- 5 tahun : Maturasi dan perkembangan

Keterlambatan dapat dilihat pada perkembangan motorik,

yaitu cara berbicara dan berespon tehadap pelatihan dalam

berbagai aktivitas menolong diri.

2) Usia sekolah 6- 21 tahun : Pelatihan dan pendidikan

Mampu mempelajari komunikasi sederhaana, perilaku

kesehtan dan keamanan tingkat dasar serta keterampilan

manual sederhana, tidak mengalami perkembangan dalam

membaca atau aritmatika secara fungsional, usia mental

mencapai 3-7 tahun usia mental normal.

c. Retardasi mental berat

1) Usia prasekolah 0- 5 tahun : Maturasi dan perkembangan

Keterampilan komunikasi kurang atau tidak ada, mampu

21
berespon terhadap pelatihan mengenai perawatan dasar

diri sendiri, misalnya

makan sendiri

2) Usia sekolah 6- 21 tahun : Pelatihan dan pendidikan

Mempunyai sedikit pemahaman terhadap percakapan dan

sedikit merespon, mampu mengambil manfaat dari latihan

kebiasaan yang sistematik, usia mental mencapai usia

mental toddler normal.

d. Retardasi mental sangat berat

1) Usia prasekolah 0- 5 tahun : Maturasi dan perkembangan

Membutuhkan perawatan total.

2) Usia sekolah 6- 21 tahun : Pelatihan dan pendidikan

Keterlambatan pada semua area perkembangan,

menunjukkan respon emosional dasar, mampi berespon

terhadap latihan keterampilan dalam menggunakan

lengan, tangan, dan rahang, membutuhkan supervise ketat,

usia mental mecapai usia mental bayi muda normal.

( Wong, D, dkk, 2009)

Menurut Shapiro BK (2007), gejala klinis yang menyertai retardasi

mental berdasarkan umur antara lain:

1) Newborn : sindrom dismorfik, mikrosefali, disfungsi system

organ mayor

2) Early infancy ( 2- 4 bulan): gagal berinteraksi dengan lingkungan,

22
gangguan penglihatan atau pendengaran

3) Later infancy ( 6- 18 bulan): keterlambatan motorik kasar

4) Toddlers ( 2- 3 tahun): keterlambatan atau kesulitan bicara

5) Preschool ( 3- 5 tahun): keterlambatan atau kesulitan bicara,

masalah perilaku termasuk kemampuan bermain, keterlambatan

perkembangan moptorik halus, menggunting, mewarnai,

menggambar

6) School age ( > 5 tahun): kemampuan akademik kurang, masalah

perilaku (perhatian, kecemasan, nakal )

5. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa indikasi untuk penilaian laboratoarium pada anak dengan

retardasi mental :

a. Kromosomal kariotipe

1) Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas

2) Ananmnesis ibu tercemar zat-zat teratogen

3) Terdapat beberapa kelainan kongenital

4) Genitalia abnormal

b. Elektro Ensefalogram (EEG)

1) Gejala kejang yang dicurigai

2) Kesulitan mengerti Bahasa yang berat

c. Cranial Computed Tomography (CT) atau Magnetic Resonance

Imaging (MRI)

23
1) Pembesaran kepala yang progresif

2) Tuberous sclerosis

3) Dicurigai kelainan yang luas

4) Kejang lokal

5) Dicurigai adanya tumor intrakranial

d. Titer virus untuk infeksi kongenital

1) Kelainan pendengaran tipe sensorineural.

2) Neonatal hepatosplenomegali

3) Petechie pada periode neonatal

4) Chorioretinitis

5) Mikroptalmia

6) Kalsifikasi intracranial

7) Mikrosefali

e. Serum asam urat (uric acid serum)

1) Choreoatetosis

2) Gout

3) Sering mengamuk

f. Laktat dan piruvat darah

1) Asidosis metabolic

2) Kejang mioklonik

3) Kelemahan yang progresif

4) Ataksia

5) Degenerasi retina

24
6) Ophtalmoplegia

7) Episode seperti stroke yang berulang

g. Plasma asam lemak rantai sangat Panjang

1) Hepatomegali

2) Tuli

3) Kejang dini dan hipotonia

4) Degenerasi retina

5) Ophtalmoplegia

6) Kista pada ginjal

h. Serum seng (Zn)

1) Acrodermatitis

i. Logam berat dalam darah

1) Anamnesis adanya pika

2) Anemia

j. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin

1) Gerakan yang involunter

2) Sirosis

3) Cincin Kayser – Fleischer

k. Serum asam amino atau asam organic

1) Kejang yang tidak diketahui sebabnya pada bayi

2) Gagal tumbuh

3) Bau yang tidak biasa pada air seni atau kulit

4) Warna rambut yang tidak biasa

25
5) Mikrosefali

6) Asidosis yang tidak diketahui sebabny

l. Plasma ammonia

1) Muntah-muntah dengan asidosis metabolik

m. Analisa enzim lisozom pada leukosit atau biopsy kulit

1) Kehilangann fungsi motoric dan kognitif

2) Atrofi N. Optikus

3) Degenerasi retina

4) Seberal ataksia yang berulang

5) Mioklonus

6) Hepatosplenomegali

7) Kulit yang kasar dan lepas-lepas

8) Kejang

9) Pembesaran kepala yang dimulai setelah umur 1 tahun

n. Urin mukopolisakarida

1) Kiposis

2) Anggota gerak yang pendek

3) Badan yang pendek

4) Hepatosplenomegali

5) Kornea keruh

6) Gangguan pendengaran

7) Kekakuan pada sendi

o. Urin reducing substance

26
1) Katarak

2) Hepatomegali

3) Kejang

p. Urin ketoacid

1) Kejang

2) Rambut yang mudah putus

q. Urin asam vanilimandelik

1) Muntah-muntah

2) Isapan bayi pada saat menyusui yang lemah

3) Gejala disfungsi autonomic

(Behrman dan Kliegman, 2010)

6. Patofisiologi

Penyebab retardasi mental dapat digolongkan menjadi penyebab

pranatal, perinatal, dan pascanatal. Penyebab prenatal termasuk kelainan

kromosom (trisomi 21 [sindrom down], sindrom Fragile-X), gangguan

sindrom (distrofi otot Duchenne, neurofibromatosis [tipe-1] , dan

gangguan metabolisme bawaan (fenilketonuria). Penyebab perinatal dapat

berhubungan dengan masalah intrauterus seperti abrupsio plasenta,

diabetes maternal, dan kelahiran prematur serta masalah neonatal termasuk

meningitis dan perdarahan intrakranial. Penyebab pascanatal mencakup

kondisi- kondisi yang terjadi karena cedera kepala, infeksi, dan gangguan

degeneratif dan demielinisasi. Sindrom Fragile X, sindrom down, dan

27
sindrom alkohol janin terjadi pada sepertiga dari kasus retardasi mental.

Munculnya masalah-masalah terkait, seperti paralisis serebral, defisit

sensoris, gangguan psikiatrik, dan kejang berhubungan dengan retardasi

mental yang lebih berat. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini

pada masa kanak-kanak. Prognosis jangka panjang pada akhirnya

ditentukan oleh seberapa jauh individu tersebut dapat berfungsi secara

mandiri dalam komunitas (yaitu bekerja, hidup mandiri, keterampilan

sosial) (Betz dan Sowden, 2009).

28
7. WOC

29
8. Dampak Retardasi Mental pada Keluarga

Orang yang paling banyak menanggung beban akibat retardasi

mental adalah orang tua dan keluarga anak tersebut. Individu dengan

retardasi mental memiliki keterbatasan kemampuan dalam melakukan

aktivitas sehari-hari. Mereka membutuhkan waktu lama untuk bekerja dan

rentang waktu yang mereka gunakan untuk menyelesaikan tugas lebih

lama dari pada orang lain pada umumnya. Biasanya penderita retardasi

mental mempunyai keterbatasan intelegensi dan membutuhkan bantuan

orang lain guna beradaptasi dengan lingkungan dengan meningkatkan

perilaku yang kurang dan mengurangi perilaku yang berlebihan.

Ketidaksesuian harapan orang tua dengan potensi yang dimiliki anak

cenderung menimbulkan masalah di kemudian hari dalam proses

perkembangan anak. Orang tua mencemaskan masa depan anak sebagai

salah satu proyeksi kecemasan dirinya dituangkan pada anak. Akibatnya

kecemasan orang tua mempengaruhi kecenderungan untuk melindungi

anak secara berlebihan (Zahra, 2007).

Keluarga yang mempunyai anak dengan retardasi mental akan

memberikan perlindungan yang berlebihan pada anaknya sehingga anak

mendapatkan kesempatan yang terbatas untuk mendapatkan pengalaman

yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Semakin bertambahnya

umur anak retardasi mental maka para orang tua harus mengadakan

penyesuaian terutama dalam pemenuhan kebutuhan anak sehari-hari

(Mutaqqin, 2008).

30
9. Komplikasi

a. Paralisis serebral

b. Gangguan kejang

c. Masalah- masalah perilaku/psikiatrik

d. Defisit komunikasi

e. Konstipasi (akibat penurunan motilitas usus akibat obat- obatan

antikonvulsi, kurang mengosumsi makanan berserat dan cairan)

f. Kelainan kongenital yang berkaitan seperti malformasi esophagus,

obstruksi usus halus dan defek jantung

g. Disfungsi tiroid

h. Gangguan sensoris

i. Masalah- msalah ortopedik, seperti deformitas kaki, scoliosis

j. Kesulitan makan

(Betz dan Sowden, 2009).

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat multi

dimensional dan sangat individual. Semua anak yang mengalami retardasi

mental juga memerlukan perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang

rutin, imunisasi, dan monitoring terhadap tumbuh kembangnya

(Soetjiningsih, 2012)

a. Pengobatan

Tujuan pengobatan adalah mengembangkan potensi anak

31
semaksimal mungkin Sedini mungkin diberikan pendidikan dan

pelatihan khusus, yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan

sosial untuk membantu anak berfungsi senormal mungkin

(Utaminingsih, 2015).

Berikut ini adalah obat- obatan yang dapat digunakan:

1) Obat- obat psikotropika (misalnya: tioridazin, [Mellaril] ,

haloperidol [Haldol] untuk remaja dengan perilaku yang

membahayakan diri sendiri.

2) Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda

defisit perhatian/ hiperaktivitas( misalnya: metilfenidat

[Ritalin])

3) Antidepresan (misalnya: fluoksetin [Prozac])

4) Obat untuk perilaku agresif (misalnya: karbamazepin

[Tegretol])

b. Terapi bermain

Anak yang mengalami kerusakan kognitif mempunyai kebutuhan

yang sama terhadap rekreasi dan olahraga seperti anak lainnya.

Namun, karena perkembangan anak yang lebih lambat, orang tua

kurang menyadari kebutuhan untuk memenuhi aktivitas tersebut.

Dengan demikian, perawat mengarahkan orang tua untuk memilih

permainan dan aktivitas olahraga yang sesuai.

Jenis permainan didasarkan pada usia perkembangan anak,

walaupun kebutuhan terhadap permainan sensorimotorik dapat

32
diperpanjang sampai beberapa tahun. Orang tua harus menggunakan

setiap kesempatan untuk memperkenalkan anak kepada banyak suara,

pandangan, dan sensasi yang berbeda. Permainan yang sesuai meliputi

suara musik yang bergerak, mainan yang diisi, bermain air,

menghanyutkan mainan, kursi atau kuda yang dapat bergoyang,

bermain ayunan, bermain lonceng, dan bermain mobil-mobilan. Anak

harus dibawa bermain keluar, misalnya jalan-jalan ke toko makanan

atau pusat pembelanjaan; orang lain harus diberi semangat umtuk

berkunjung kerumah; dan anak seharusnya berhubungan langsung,

misalnya mendekap, memeluk, mengayun, berbicara kepada anak

dalam posisi menatap wajah (wajah-ke-wajah), dan menaikkan anak

diatas bahu orangtua.

Mainan dipilih berdasarkan manfaat rekreasi dan edukasionalnya.

Sebagai contoh, sebuah bola pantai besar yang dapat dikempeskan

merupakan mainan air yang baik;yang mendorong permainan

interaktif dan dapat digunakan untuk mempelajari keterampilan

motoric, misalnya keseimbangan, mengayun, menendan, dan

melempar. Boneka dengan pakaian yang dapat diganti dan jenis

kancing yang berbeda dapat membantu anak mempelajari

keterampilan berpakaian.

Mainan musical yang dapat meniru suara hewan atau merespon

dengan frase sosial merupakan cara yang sempurna untuk mendorong

bicara. Mainan harus dirancang secara sederhana sehingga anak dapat

belajar memainkan mainan tersebut tanpa bantuan. Bagi anak yang

33
mengalami gangguan kognitif dan fisik berat, tombol elektronik dapt

digunakan untuk memungkinkan anak mengoperasikan mainan

tersebut. Aktivitas yang sesuai untuk aktivitas fisik berdasarkan pada

ukuran tubuh, koordinasi, kesegaran jasmani dan maturitas, motivasi,

dan kesehatan anak (Wong, 2009).

10. Pencegahan

1. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan

kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan-sosio

ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran

(umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan

persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan

diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak

pada anak-anak).

2. Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dan

pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural,

kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat,

dapat dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang

kogenital, operasi tidak menolong).

3. Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita

atau latihan khusus sebaiknya disekolah luar biasa. Dapat

diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau

dektrukstif.

34
Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan

pragmatis dengan tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi

frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan Retardasi mental .Orang tua

sering menghendaki anak diberi obat, oleh karena itu dapat diberi

penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membuat

anak menjadi pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat

(metabolisme) sel-sel otak.

Latihan dan Pendidikan

Dahulu ketika pemahaman orang terhadap kondisi keterbelakangan

mental masih terbatas, anak atau individu yang mengalami kondisi ini

seringkali dijauhkan atau diasingkan dari pergaulan sosial. Mereka

seringkali dijauhkan atau diasingkan dari lingkungan sosial. Mereka

seringkali tidak mendapatkan perlakukan yang pantas karena dianggap gila

dan tidak memperoleh pendidikan yang layak karena keterbatasan

kemampuan intelektualnya. Namun, seiring dengan bertambahnya

pengetahuan dan pemahaman mengenai keterbelakangan mental, semakin

berkembang pula institusi atau pendidikan yang disesuaikan dengan

mereka. Salah satunya adalah SLB C yang dikhususkan untuk anak dengan

keterbelakangan mental (Gunarsa, 2004)

Pendidikan anak dengan Retardasi mental secara umum ialah:

Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.

Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.

35
Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah

kelak.Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :

1. Latihan rumah: pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri,

berpakaian sendiri,kebersihan badan.

2. Latihan sekolah: yang penting dalam hal ini ialah perkembangan

sosial.

3. Latihan teknis: diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan

kedudukan sosial.

4. Latihan moral: dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik

dan apa yang tidak baik. Agar ia mengerti maka tiap-tiap

pelanggaran disiplin perlu disertai dengan hukuman dan tiap

perbuatan yang baik perlu disertai hadiah.

36
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan anak dengan masalah tumbuh kembang

dapat menggunakan indikator berikut :

a. Ditemukan adanya ketidakmampuan atau kesulitan melakukan tugas

perkembangan sesuai dengan kelompok usia dalam tahap pencapaian

tumbuh kembang.

b. Adanya perubahan pertumbuhan fisik (berat/ tinggi badan) yang tidak

sesuai dengan standar pencapaian tumbuh kembang.

c. Adanya perubahan perkembangan saraf yang tidak sesuai dengan

tahapan perkembangan, seperti gangguan motorik, bahasa, dan

adaptasi sosial.

d. Adanya perubahan perkembangan perilaku, seperti hiperaktif,

gangguan belajar dan lain lain.

e. Adanya ketidakmauan atau ketidakmampuan melakukan perawatan

diri atau kontrol diri dalam beraktivitas sesuai dengan usianya.

Proses pengkajian bersifat komprehensif dalam lingkup yang berbasis

dimensi kebutuhan biofisik, psikososial, perilaku, dan pendidikan.

Pengkajian terdiri dari atas evaluasi komprehensif mengenai defisit dan

kekuatan yang berhubungan dengan keterampilan adaptif: komunikasi,

perawatan diri, interaksi sosial, penggunaan sumber- sumber di komunitas,

pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik

fungsional, pembentukan keterampilan bersantai dan rekreasional, dan

bekerja. Pengkajian mempertimbangkan pengaruh latar belakang kultural

37
dan bahasa, perhatian, dan kesukaan anak.

Pengkajian fisik meliputi pengukuran pertumbuhan (tinggi badan

dan berat badan yang diidentifikasi pada grafik pertumbuhan) dan evaluasi

infeksi saat ini, status masalah- msalah kongenital saat ini, fungsi tiroid,

perawatan gigi, ketajaman pendengaran dan penglihatan, masalahmasalah

nutrisi dan makan, dan masalah ortopedik. Pengkajian fisik juga meliputi

pemantauan kondisi sekunder yang berkaitan dengan diagnosis spesifik,

seperti memantau hipotiroidisme dan depresi pada orang yang mengalami

sindrom down.

Pengkajian Anak

a. Identitas

Nama : Identitas

Umur : Umur untuk mengetahui dasar perkembangan anak.

b. Jenis Kelamin

c. Anak Ke-

Jumlah anak yang banyak dalam keluarga dengan keadaan sosial ekonomi

cukup, akan mengakibatkan kurangnya perhatian dan kasih sayang yang

diterima. Belum ditambah lagi bila jarak kelahiran antara anak yang satu

dengan anak yang lain teralu dekat

d. Agama

Pengajaran agama harus sudah ditanamkan pada anak- anak sedini

mungkin, karena dengan memahami agama akan menuntun umatnya untuk

berbuat kebaikan dan kebajikan.


38
e. Penanggung Jawab

1) Nama orang tua sebagai penanggung jawab.

2) Pendidikan Ayah/Ibu

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh

kembang anak karena dengan pendidikan yang lebih baik, maka

orangtua dapat menerima informasi tentang kesehatan anaknya

3) Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga yang memadai, dapat menunjang tumbuh

kembang anak karena orangtua dapat menyediakan segala kebutuhan

anak.

4) Alamat

Adanya alamat tempat tinggal akan memudahkan jika sewaktu-waktu

dibutuhkan untuk berbagai kepentingan. Maka dari itu, orang tua

sebaiknya mulai mengenalkan alamat tempat tingal mereka kepada

anak

f. Riwayat Kesehatan Anak Masa Lalu

Riwayat kesehatan anak masa lalu, berhubungan erat dengan riwayat

kesehatan ibu pada masa sebelum terjadinya kehamilan maupun saat

hamil. Dikarenakan, gizi ibu hamil sebelum terjadinya kehamilan maupun

sedang hamil

g. Riwayat Parental (Riwayat Kesehatan Ibu)

Riwayat Kesehatan Ibu berhubungan erat dengan terpenuhi atau tidaknya

gizi ibu hamil sebelum terjadinya kehamilan maupun sedang hamil.

Menghambat pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, BBLR
39
mudah terkena infeksi, abortus, dan lain-lain.

h. Riwayat Kelahiran

Bayi baru lahir harus bisa melewati masalah transisi, dari suhu sistem yang

teratur yang sebagian besar tergantung pada organ-organ ibunya, ke suatu

sistem yang tergantung pada kemampuan genetik dan mekanisme

homeostatik bayi itu sendiri. Masa prenatal yaitu masa antara 28 minggu

dalam kandungan sampai 7 hari setelah dilahirkan, merupakan masa awal

dalam proses tumbuh kembang anak, khususnya tumbuh kembang otak.

Trauma kepala akibat persalinan akan berpengaruh besar dan dapat

meninggalkan cacat yang permanen.

i. Riwayat Kesehatan Keluarga

Dalam keluarga bila ada yang menderita sakit menular dapat menularkan

pada bayinya. Juga faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil

akhir proses tumbuh kembang

j. Riwayat Tumbuh Kembang

Dengan mengetahui ilmu tumbuh kembang, dapat mendeteksi berbagai hal

yang berhubungan dengan segala upaya untuk menjaga dan

mengoptimalkan tumbuh kembang anak baik fisik, mental, dan sosial, juga

menegakkan diagnosis dini setiap kelainan tumbuh kembang dan

kemungkinan penanganan yang efektif serta mencegah dan mencari

penyebabnya

k. Riwayat Imunisasi

Dengan pemberian imunisasi diharapkan anak terhindar dari

penyakitpenyakit tertentu yang bisa menyebabkan kecacatan dan

40
kematian. Dianjurkan anak sebelum umur 1 tahun sudah mendapat

imunisasi lengkap.

l. Pola Kebiasaan Sehari-Hari

1) Nutrisi / Gizi

Pemberian nutrisi pada anak harus cukup baik dari segi kuantitas

maupun kualitasnya seperti: protein, lemak, karbohidrat dan mineral

serta vitamin

2) Eliminasi BAB / BAK

Anak umur 1,5-2 tahun berhenti mengompol pada siang hari. Usia

2,5-3 tahun berhenti mengompol pada malam hari. Anak perempuan

lebih dulu berhenti mengompol , dicari penyebabnya. Toilet training

(latihan defekasi perlu dimulai, supaya evakuasi sisa makanan

dilakukan secara teratur, sehingga mempermudah kelancaran

pemberian makanan)

3) Istirahat dan Tidur

Anak yang sudah mulai besar akan berkurang waktu istirahatnya.

Karena kegiatan fisiknya mulai meningkat, seperti bermain. Namun,

kebutuhan tidur anak sebaiknya tetap dipenuhi antara 2 hingga 3 jam

tidur siang dan 7 hingga 8 jam pada saat malam hari

4) Olahraga dan rekreasi

Olahraga akan meningkatkan sirkulasi, aktivitas fisiologi dan mulai

perkembangan otot-otot

5) Personal Hyiegene

Personal Hygiene menyangkut cara anak membersihkan diri. Upaya


41
ini dapat dilakukan anak dengan mandi 2x sehari, keramas 3x

seminggu, potong kuku 1 kali seminggu, membersihkan mulut dan

gigi

6) Tanda-Tanda Vital

Tanda vital meliputi suhu, tekanan darah, nadi, dan respirasi

Pemeriksaan Fisik

1. Kepala: Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)

2. Rambut: Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus

dan cepat berubah

3. Mata: mikroftalmia, juling, nistagmus, dll

4. Hidung : punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping

melengkung ke atas, dll

5. Mulut: bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit

lebar/melengkung tinggi

6. Telinga: keduanya letak rendah; dll

7. Muka: panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia

8. Leher: pendek, tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna

9. Tangan: jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari

gemuk dan lebar

10. Dada & Abdomen : tdp beberapa putting, buncit, dll

11. Genitalia: mikropenis, testis tidak turun, dll

12. Kaki: jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang

42
kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk

Pemeriksaan Diagnostik

Penatalaksanaan pada anak retardasi mental meliputi:

- Radiologi

- Pemeriksaan EEG

- Pemeriksaan CT scan

- Thoraks AP/AP

- Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum

protein, IgG, IgM.

- Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis

- Program terapi : gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan

infeksi penyerta.

43
Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1 Ds :

Adanya perubahan Perubahan


Keluarga pasien mengatakan
fisiologis pada anak. proses
bahwa anaknya mengalami
berfikir.
keterlambatan dalam berfikir,

Ketidakmampuan untuk

berbicara secara normal.

Do :

Kapala anak terlihat lebih

besar atau lebih kecil

2 Ds :

Keluarga pasien mengatakan Terjadinya penurunan Kerusakan mobilitas

anaknya tidak mampu kekuatan/tahanan pada fisik.

berinteraksi dengan baik. anak.


Do :

tonus otot abnormal.

2. Diagnosa Keperawatan

• Perubahan proses berfikir berhubungan dengan adanya perubahan

fisiologis pada anak.

• Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan

44
kekuatan/tahanan.

• Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek

ketidakmampuan fisik

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan kriteria hasil Intervensi rasional

keperawatan

45
1 Perubahan Agar proses Mempertahankan Mandiri

proses berfikir berfiki atau melakukan -kembali


1. kaji rentang
orientasi mental
-Rentang
perhatian,
dan realisasi
kebingungan,
biasanya.dan cata
perhatian/kemampua

berhubungan kognitif dapat 2. kurangi n untuk berkonsentrasi mungkin

dengan adanya teratasi. -stimulus yang memendek secara tajam yang

perubahan merangsang, menyebabkan dan merupakan

fisiologis pada kritik yang potensi terjadinya asientas yang

anak. negative, mempengaruhi proses fikir

argumentasi, dan pasien.

konfrontasi. menurunkan resiko terjadinya

3. Hindari peningkatan emosianal pada

-meninggalkan anak.

pasien - sendirian asientas dapat

ketika mengalami mengakibatkan kehilangan

agitasi, gelisah, control dan meningkatkan

atau kepanikan.

berontak. Dukungan dapat memberikan

ketenangan yang menurunkan

asientas dan resiko terjadinya

trauma

46
2 Perubahan Keluarga 1.Keluarga 1. Berikan informasi 1. Agar keluarga

proses menerima membuat pada keluarga dapat

keluarga kondisi keputusan yang karena keluarga mengidentifikasi

berhubungan anaknya. realistis dapat mencurigai sasaran realistis

dengan berdasarkan adanyamasalah untuk perawatan

mempunyai kebutuhan dan dan mungkin anak di masa yang

anak yang kemampuan memerlukan akan datang.

menderita mereka. dukungan.

retaldasi

mental 2. Anggota 2. Berikan informasi

keluarga pada keluarga 2. Keluarga

menunjukan tentang kondisi anak mendapat informasi

penerimaan untuk dijadikan tentang kondisi

terhadap anak. bahan rujukan anaknya.

keluarga di

kemudian hari.

47
3. Gangguan Agar Mempertahankan 1. Bina hubungan 1. Diharapkan

tumbuh kemampuan dan membantu saling perkembangan anak:

kembang tumbuh perkembangan percaya usia anak pertengahan

berhubungan kembang anak tumbuh kembang 2. Instruksikan klien adekuat

dengan efek teratasi anak mengenal perilaku 2. Diharapkan

ketidakmamp dan perawatan

uan fisik perkembangan diri: aktivitas sehari-

dengan hari secara mandiri,

cara yang tepat

3. Bantu klien

memutuskan

bagaimana masalah

dipecahkan

4. Bantu klien

beradaptasi

dengan adanya

perubahan

peran

5. Jadwalkan

kunjungan

terkait dengan

perkembangan situasi

dan

strategi yang tepat

48
6. Jadwalkan

peninjauan

kembali untuk

mengevaluasi

keberhasilan

atau kebutuhan

penguatan

7. Libatkan keluarga

maupun

orang orang terdekat

klien

jika memungkinkan

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan

yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Tindakan

dilakukan sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup kegiatan

mandiri dan kolaborasi. Dengan rencana keperawatan yang dibuat

berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai

tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan

status kesehatan klien (Padila, 2012).

49
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap

evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data

subjektif dan data objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan

keperawatan sudah tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai.

Serta menentukan masalah apa yang perlu di kaji, direncanakan,

dilaksanakandan dinilai kembali.

Tujuan tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik

rencana keperawatan, menilai, meningkatkan mutu asuhan keperawatan

melalui perbandingan asuhan keperawatan yang diberikan serta hasilnya

dengan standar yang telah di tetapkan lebih dulu. Pada tahap evaluasi

yang perawat lakukan pada anak tersebut adalah melihat apakah masalah

yang telahdiatasi sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan.

Evaluasi merupakan proses kontinu yang terjadi saat anda

melakukan kontak dengan anak. Setelah melaksanakan intervensi,

kumpulkan data subjektif dan objektif dari klien, keluarga. Selain itu juga

meninjau ulang pengetahuan tentang status terbaru dari kondisi, terapi,

sumber daya, pemulihan, dan hasil yang diharapkan. Jika hasil telah

terpenuhi, berarti tujuan untuk klien juga telah terpenuhi. Bandingkan

perilaku dan respon klien sebelum dan setelah dilakukan asuhan

keperawatan (Perry dan Potter, 2009)

50
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang muncul pada

masa kanak- kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi

intelektual di bawah normal (IQ sekitar 2 standar deviasi yang dibawah

normal, dalam rentang 65 sampai 75 atau kurang) disertai

keterbatasanketerbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif:

berbicara dan bahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan,

keterampilan sosial, penggunaan sumber- sumber komunitas, pengarahan

diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai dan bekerja

(Betz dan Sowden, 2009).

Retardasi mental adalah disabilitas yang menyebabkan

keterbatasan signifikan baik dalam fungsi intelektual maupun dalam

perilaku adaptif (keterampilan sosial dan praktis sehari-hari) sebelum usia

18 tahun (Bernstein dan Shelov, 2017).

Retardasi mental juga dikenal dengan beberapa istilah, yaitu:

disabilitas kognitif, disabilitas intelektual, disabilitas belajar (Betz dan

Sowden, 2009), gangguan mental, abuse (misal, moron, idiot, kretin,

mongol) (Hull dan Johnston, 2008), tunagrahita (Iswari dan Nurhastati,

2010), keterbelakangan mental (Utaminingsih, 2015), gangguan

intelektual (Bernstein dan Shelov, 2017).

51
3.2 Saran

Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang Retardasi mental pada anak

agar mendapat informasi yang lebih akurat. Dan Diharapkan para pembaca

setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasi-kannya di dalam

kehidupan sehari-hari.

Makalah ini hanya sebagian kecil dalam memberi

pemahaman tentang Retardasi mental pada anak. Kita tentunya

sebagai mahasiswa harus mengetahui retardasi mental pada anak

yang berkebutuhan khusus

52
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R. E. & Kliegman. R. M. 2010. Nelson Esiensi Pediatri Edisi 4. Jakarta:

EGC

Bernstein, Daniel & Shelov, Steven. 2017. Ilmu Kesehatan Anak untuk

Mahasiswa Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: EGC

Betz, C. L. & Sowden, L. A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5.

Jakarta: EGC

Bulechek, Gloria M, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th

edition. United State Of America: Mosby Elsevier, Inc

Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat. 2017. Jumlah Anak Berkebutuhan

Khusus Sumatera Barat Tahun 2017. Padang: Dinas Pendidikan

Provinsi Sumatera Barat

Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:

Salemba Medika.

Hull, David & Johnston, D. I. 2008. Dasar- Dasar Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC

Iswari, Mega & Nurhastuti. 2010. Anatomi Fisiologi dan Neorologi Dasar (Dasar-

dasar Ilmu Faal dan Saraf untuk PLS). Padang: UNP Press

Liyana, Nina, Muhariati, Metty & Rusilanti. (2014). Jurnal Kesejahteraan

Keluarga dan Pendidikan. Perbandingan pola asuh belajar anak

tunagrahita mampu didik berdasarkan status ekonomi orang tua. 20

juni 2018.

http://scholar.google.com.pe/citations?user=GEdLYt4AAAAJ&hl=es

53
Moohead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edition.

United State Of America: Mosby Elsevier, Inc

Muliana. (2013). Hubungan dukungan keluarga terhadap kemandirian anak

retardasi mental sedang di SLB Negeri tingkat Pembina Provinsi

Sulawesi Selatan Makasar. 20 juni 2018

http://repositori.uinalauddin.ac.id/3172/1/mulianan.pdf&sa=U&ved

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan

Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika

Na’imah Tri, Nur’aeni & Septiningsih, Dyah Siti. (2017). Jurnal psikologi undip.

Orientasi happiness pada orang tua yang memiliki anak tunagrahita ringan.

22 Desember 2017 https://google.co.id/search/client=ucwebb-

bookmark&q=Jurnal+dampak+retardasi+mental+2017&oq=jurnal+dampa

k+retardasi+m ental+2017&aqs=mobile-gws-lite

Notoadmodjo, soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta

54

Anda mungkin juga menyukai