Anda di halaman 1dari 17

ANAK LUAR BIASA DAN INTUITIF

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu: Eha Julaeha, M. Ag.

Disusun Oleh Kelompok 9:

Eva Nujulia Khofifah (2284130131)


Ghinadiyah Destiyarini (2284130133)

KELAS 3D

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, berkat ridho Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya


sehingga penyusunan makalah yang merupakan salah satu tugas mata kuliah
Psikologi Pendidikan ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad, SAW, keluarga beliau, para sahabat
& penerus perjuangan beliau.

Selama pelaksanaan penyusunan makalah Psikologi Pendidikan dengan


judul “Anak Luar Biasa Biasa dan Intuitif” ini, penyusun banyak memperoleh
bantuan moral dan semangat dari semua pihak. Oleh karena itu, penyusun
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Eha Julaeha, M. Ag. yang telah memberikan tugas makalah ini.
2. Rekan-rekan Program Studi Bimbingan Konseling Islam yang telah
memberikan bantuan, semangat dan rasa kebersamaan kepada
penyusun baik selama proses perkuliahan maupun di luar lingkungan
kampus.

Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapatkan pahala dari


Allah SWT. Penyusun sadar bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kelemahan dan kekurangan karena itu penulis meminta maaf yang sebesar-
besarnya. Penyusun berharap makalah ini nantinya dapat berguna bagi mereka
yang membutuhkan.

Cirebon, 10 November 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2

1.3 Tujuan..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................................

2.1 Anak Luar Biasa (Anak Berkebutuhan Khusus)..................................................3

2.1.1 Pengertian.....................................................................................................3

2.1.2 Klasifikasi....................................................................................................4

2.1.3 Faktor Penyebab...........................................................................................5

2.1.4 Sistem Pendidikan........................................................................................6

2.2 Intuitif.................................................................................................................10

2.2.1 Pengertian...................................................................................................10

2.2.2 Jenis-Jenis..................................................................................................10

2.2.3 Karakteristik...............................................................................................11

BAB III PENUTUP...............................................................................................................................

3.1 Kesimpulan........................................................................................................12

3.2 Saran...................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perkembangan manusia, seringkali kita dihadapkan pada keunikan dan
potensi yang luar biasa pada sebagian anak. Beberapa di antara mereka menunjukkan
kemampuan dan bakat yang melebihi rata-rata. Kehadiran anak-anak dengan potensi luar
biasa memunculkan pertanyaan tentang bagaimana kita dapat memahami, mendukung,
dan merespons kebutuhan mereka secara efektif.

Anak berkebutuhan khusus mengalami gangguan baik terhadap fisik, mental,


intelegensi, dan emosinya sehingga memerlukan bantuan khusus untuk memenuhi
kebutuhan mereka dalam kehidupan sehari-sehari. Keterbatasan yang dimiliki anak
berkebutuhan khusus, menjadi tugas dan kewajiban orang tuanya. Lingkungan yang tepat
untuk anak-anak serta pola asuh yang sesuai dengan kondisi mereka. Banyak orang tua
yang hanya berpikir agar anak-anaknya cukup mandiri dalam memenuhi kehidupan
sehari-harinya. Sehingga para orang tua kurang memperhatikan terhadap kebutuhan
pendidikan, serta potensi yang mungkin bisa dikembangkan dalam keterbatasan fisik
yang ada.

Istilah anak berkebutuhn khusus ini diterapkan karena dianggap baik


dibandingkan dengan sebutan anak cacat atau sebutan lainnya yang memberikan dampak
pengaruh buruk terhadap kejiwaan mereka. Anak berkebutuhan khusus juga diartikan
sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, mental, intelegensi, dan emosi sehingga
membutuhkan pembelajaran secara khusus. Anak berkebutuhan khusus seperti tidak
memiliki kebebasan untuk melakukan kegiatan yang mereka inginkan, seperti minat dan
kreativitas yang tidak diperlihatkan kepada umum seperti anak normal lainnya.
Keterbatasan yang mereka miliki akan ditambah dengan kondisi lingkungan yang tidak
mendukung terhadap perkembangan anak berkebutuhan khusus di lingkungan sosial.

Salah satu dimensi yang menarik untuk dipelajari adalah kepekaan intuitif yang
mungkin dimiliki oleh sejumlah anak luar biasa. Intuisi mereka dalam memahami situasi,
menangkap konsep-konsep kompleks, dan menghadapi tantangan kreatif mungkin
menjadi faktor yang membedakan mereka. Oleh karena itu, penting untuk menjelajahi

1
peran kepekaan intuitif dalam perkembangan anak dan dampaknya terhadap kehidupan
mereka. Melalui makalah ini, kita akan membahasa lebih dalam tentang anak-anak luar
biasa akan dijelaskan klasifikasi, faktor-faktor. Sedangkan Intuitif akan dijelaskan
mengenai karakteristik dan jenis jenisnya

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan anak luar biasa (anak berkebutuhan khusus)?
2. Bagaimana klasifikasi anak luar biasa (anak berkebutuhan khusus)?
3. Apa faktor penyebab yang menjadikan anak luar biasa (anak berkebutuhan khusus)?
4. Bagaimana sistem Pendidikan yang dipakai oleh anak luar biasa (anak berkebutuhan
khusus)?
5. Apa yang dimaksud dengan intuitif?
6. Apa saja jenis-jenis intuitif?
7. Bagaimana karakteristik intuitif?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas tujuan dan manfaat penulis makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan anak luar biasa (anak berkebutuhan
khusus).
2. Untuk mengetahui klasifikasi anak luar biasa (anak berkebutuhan khusus).
3. Untuk mengetahui faktor penyebab yang menjadikan anak luar biasa (anak
berkebutuhan khusus).
4. Untuk mengetahui sistem Pendidikan yang dipakai oleh anak luar biasa (anak
berkebutuhan khusus).
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan intuitif.
6. Untuk mengetahui jenis-jenis intuitif.
7. Untuk mengetahui karakteristik intuitif.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anak Luar Biasa (Anak Berkebutuhan Khusus)


2.1.1 Pengertian
Anak luar biasa diartikan sebagai anak yang memiliki kelainan fisik, emosi,
mental, sosial, atau gabungan dari kelainan tersebut yang sifatnya sedemikian rupa
sehingga memerlukan layanan pendidikan secara khusus. Dalam konteks Pendidikan
Khusus, anak luar biasa diartikan sebagai peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,
mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Menurut (Desiningrum, 2016) istilah lain bagi anak luar biasa adalah anak
berkebutuhan khusus dan anak cacat. Anak dengan kebutuhan khusus (special needs
children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau
mangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah
sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak
pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan
khusus, seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health
Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
Disability yaitu keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari
impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam
batas normal, biasanya digunakan dalam level individu. Impairment yaitu kehilangan
atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya,
biasanya digunakan pada level organ. Handicap yaitu ketidakberuntungan individu
yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat
pemenuhan peran yang normal pada individu.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik


Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah: “Anak yang
mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,baik fisik, mental-intelektual, sosial,
maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan
atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya”.
3
Pengertian lainnya bersinggungan dengan istilah tumbuh-kembang normal dan
abnormal, pada anak berkebutuhan khusus bersifat abnormal, yaitu terdapat
penundaan tumbuh kembang yang biasanya tampak di usia balita seperti baru bisa
berjalan di usia 3 tahun. Hal lain yang menjadi dasar anak tergolong berkebutuhan
khusus yaitu ciri-ciri tumbuh-kembang anak yang tidak muncul (absent) sesuai usia
perkembangannya seperti belum mampu mengucapkan satu katapun di usia 3 tahun,
atau terdapat penyimpangan tumbuh-kembang seperti perilaku echolalia atau membeo
pada anak autis.

Pemahaman anak berkebutuhan khusus terhadap konteks, ada yang bersifat


biologis, psikologis, sosio-kultural. Dasar biologis anak berkebutuhan khusus bisa
dikaitkan dengan kelainan genetik dan menjelaskan secara biologis penggolongan
anak berkebutuhan khusus, seperti brain injury yang bisa mengakibatkan kecacatan
tunaganda. Dalam konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih mudah
dikenali dari sikap dan perilaku, seperti gangguan pada kemampuan belajar pada anak
slow learner, gangguan kemampuan emosional dan berinteraksi pada anak autis,
gangguan kemampuan berbicara pada anak autis dan ADHD. Konsep sosio-kultural
mengenal anak berkebutuhan khusus sebagai anak dengan kemampuan dan perilaku
yang tidak pada umumnya, sehingga memerlukan penanganan khusus.

2.1.2 Klasifikasi
Menurut IDEA atau Individuals with Disabilities Education Act Amandements
yang dibuat pada tahun 1997 dan ditinjau kembali pada tahun 2004: secara umum,
klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus adalah (Desiningrum, 2016):
a. Anak dengan Gangguan Fisik:
1) Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi (blind/low
vision) sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti
orang awas.
2) Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara
verbal.
3) Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada
alat gerak (tulang, sendi dan otot).

4
b. Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku:
1) Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan
bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
2) Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara, yaitu anak yang
mengalami kelainan suara,artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara,yang
mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa,isi bahasa,atau fungsi
bahasa.
3) Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang
tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak
mampu mengendalikan gerakan dan memusatkan perhatian.
c. Anak dengan Gangguan Intelektual:
1) Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata
sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi
maupun sosial.
2) Anak Lamban belajar (slow learner), yaitu anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita
(biasanya memiliki IQ sekitar 70-90).
3) Anak berkesulitan belajar khusus, yaitu anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus, terutama dalam hal kemampuan
membaca,menulis dan berhitung atau matematika.
4) Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan
kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi kecerdasan
(intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task
commitment) diatas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk
mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
5) Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya
gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam
interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
6) Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus yang
tidak dimiliki manusia pada umumnya.

5
2.1.3 Faktor Penyebab
Menurut (Mirnawati, 2020) terdapat tiga faktor yang dapat diidentifikasi tentang
sebab musabab timbulnya kebutuhan khusus pada seorang anak yaitu: 1) faktor
internal pada diri anak, 2) faktor eksternal dari lingkungan dan, 3) kombinasi dari
faktor internal dan eksternal.
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah kondisi yang dimiliki oleh anak yang bersangkutan.
Sebagai contoh seorang anak memiliki kebutuhan khusus dalam belajar karena ia
tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, atau tidak mengalami kesulitan untuk
bergerak. Keadaan seperti itu berada pada diri anak yang bersangkutan secara
internal. Dengan kata lain hambatan yang dialami berada di dalam diri anak yang
bersangkutan.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah sesuatu yang berada di luar diri anak mengakibatkan
anak menjadi memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar, sehingga
mereka memiliki kebutuhan layanan khusus dalam pendidikan. Sebagai contoh
seorang anak yang mengalami kekerasan di rumah tangga dalam jangka panjang
mengakibatkan anak tersebut kehilangan konsentrasi, menarik diri dan
ketakutan. Akibatnyaanak tidak dapat belajar. Contoh lain, anak yang mengalai
trauma berat karena bencana alam atau konflik sosial/perang. Anak ini menjadi
sangat ketakutan kalau bertemu dengan orang yang belum dikenal, ketakutan
jika mendengar gemuruh air yang diasosiasikan dengan banjir besar yang pernah
dialaminya. Keadaan seperti ini menyebabkan anak tersebut mengalami
hambatan dalam belajar, dan memerlukan layanan khusus dalam pendidikan.
c. Kombinasi Faktor Eksternal dan Internal
Kombinasi antara faktor eksternal dan faktor internal dapat menyebabkan
terjadinya kebutuhan khusus pada sorang anak. Kebutuhan khusus yang
disebabkan oleh faktor eksternal dan internal sekaligus diperkirakan akan anak
akan memiliki kebutuhan khusus yang lebih kompleks. Sebagai contoh seorang
anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas dan
dimiliki secara internal berada pada lingkungan keluarga yang kedua orang
tuanya tidak menerima kehadiran anak, tercermin dari perlakuan yang diberikan
kepada anak yang bersangkutan. Anak seperti ini memiliki kebutuhan khusus
akibat dari kondisi dirinya dan akibat perlakuan orang tua yang tidak tepat.

6
2.1.4 Sistem Pendidikan
a. Sekolah Luar Biasa
Menurut (Siregar, 2019) salah satu jenis pendidikan adalah pendidikan khusus
dimana dalam pendidikan khusus salah satu lembaga pendidikannya bernama
sekolah luar biasa. Sekolah luar biasa adalah sebuah lembaga pendidikan formal
yang melayani pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sebagai lembaga
pendidikan SLB dibentuk oleh banyak unsur yang diarahkan untuk mencapai
tujuan pendidikan, yang proses intinya adalah pembelajaran bagi peserta didik.
Jadi SLB merupakan lembaga pendidikan khusus yang menyelenggarakan
program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Sekolah Luar Biasa (SLB)
terdiri dari:
1) Sekolah Luar Biasa bagian A, khusus untuk anak berkebutuhan khusus
gangguan penglihatan (tunanetra).
2) Sekolah Luar Biasa bagian B, khusus untuk anak berkebutuhan khusus
gangguan pendengaran (tunarungu).
3) Sekolah Luar Biasa bagian C, khusus untuk anak berkebutuhan khusus
gangguan kecerdasan (tunagrahita).
4) Sekolah Luar Biasa bagian D, khusus untuk anak berkebutuhan khusus
gangguan fisik dan motorik (tunadaksa).
5) Sekolah Luar Biasa bagian E, khusus untuk anak berkebutuhan khusus
gangguan perilaku (tunalaras).
6) Sekolah Luar Biasa bagian F, khusus untuk anak berkebutuhan khusus
yang memiliki gangguan lebih dari satu atau tunaganda.
b. Pendidikan Inklusi
Konsep yang mendasari pendidian inklusif sangat berbeda dengan konsep
yang mendasari Pendidikan khusus (special education). Inklusi atau pendidikan
inklusif bukanlah istilah lain dari pendidikan khusus. Konsep pendidikan inklusif
mempunyai banyak kesamaan dengan konsep yang mendasari Pendidikan untuk
semua (education for all) dan konsep tentang perbaikan sekolah (schools
improvement). Dalam seminar Agra tahun 1998 telah dirumuskan bahwa esensi
pendidikan inklusi hakekatnya, adalah:
1) Pendidikan yang lebih luas daripada pendidikan formal, mencakup
pendidikan di rumah, masyarakat, sistem nonformal dan informal.
2) Suatu pendidikan yang mengakui bahwa semua anak dapat belajar.

7
3) Memungkinkan struktur, sistem dan metodologi pendidikan memenuhi
kebutuhan semua anak.
4) Mengakui dan menghargai berbagai perbedaan pada diri anak, yaitu
perbedaan usia, gender, etnik, bahasa, ketunaan, status kesehatan, dan
kemampuan.
5) Merupakan proses yang dinamis yang senantiasa berkembang sesuai
dengan budaya dan konteksnya.
6) Merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempromosikan
masyarakat yang inklusif.

Definisi di atas menggambarkan sebuah model pendidikan inklusif yang


mendasarkan konsep-konsep tentang, yang terdiri dari anak, sistem pendidikan,
keragaman dan diskriminasi, proses memajukan inklusi, dan konsep tentang
sumber daya. Secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Konsep tentang Anak


a) Hak semua anak untuk memperoleh pendidikan di dalam
masyarakatnya sendiri
b) Semua anak dapat belajar dan anak dapat mengalami kesulitan dalam
belajar
c) Semua anak membutuhkan dukungan dalam belajar
d) Pembelajar berpusat pada anak menguntungkan semua anak
2) Konsep tentang Sistem Pendidikan dan Sekolah
a) Pendidikan lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah (formal
schooling)
b) Fleksibel, sistem pendidikan bersifat responsif
c) Lingkungan pendidikan ramah terhadap anak
d) Perbaikan mutu sekolah dan sekolah yang efektif
e) Pendekatan yang menyeluruh dan kolaborasi dengan mitra kerja
3) Konsep tentang Keberagaman dan Diskriminasi
a) Menghilangkan diskriminasi dan pengucilan (exclusion)
b) Memandang keragaman sebagai sumber daya, bukan sebagai masalah
c) Pendidikan inklusif menyiapkan siswa yang dapat menghargai
perbedaan- perbedaan

8
4) Konsep tentang Proses Memajukan Inklusi
a) Mengidentifikasi dan mengatasi hambatan dalam inklusi
b) Meningkatkan partisipasi nyata dari semua pihak
c) Kolaborasi dan kemitraan
d) Metodologi partisipatori, penelitian tindakan dan kolaboratif inkuairi
5) Konsep tentang Sumberdaya
a) Memanfaatkan sumber daya loakal yang tersedia (local resources)
b) Mendistribusikan sumber daya yang tersedia
c) Memandang manusia (anak, orang tua, guru, kelompok orang yang
termarginalkan) sebagai sumberdaya kunci
c. Home Schooling
Istilah Home Schooling berasal dari bahasa Inggris yang berarti sekolah
rumah, home–based education, home education, home schooling Unscho–ling,
deschooung a form alternative education, sekolah mandiri atau sekolah rumah.
Pengertian umum home schooling adalah model pendidikan sebuah keluarga, yaitu
sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan
anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Memilih
untuk bertanggung jawab berarti orangtua bertindak langsung menentukan proses
penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai
yang hendak dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi,
serta metode dan praktek belajar.
Home schooling adalah gerakan “back to basic” memasuki kembali esensi–
esensi pembelajaran yang tidak dipasung oleh tempat belajar, administratif dan
ritual–ritual (baju seragam), uang gedung, buku baru, ijazah, wisuda. Yang
semakin menggantikan esensi proses belajar, dengan moto belajar dimana saja,
kapan saja, bersama siapa saja. Dalam home schooling, kesempatan proses belajar
bersifat kontekstual dan penggunaan kehidupan sehari-hari sebagai sumber
belajar.
Home schooling memberikan peluang untuk kostumisasi pendidikan. Mulai
aspek penentuan tujuan, pemilihan materi ajar, metode-metode yang digunakan
dalam proses belajar. Home schooling juga memberikan kesempatan kepada orang
tua untuk menghargai keragaman jenis kecerdasan anak (multipleintelligences)
yang tak mungkin dikembangkan dalam pendidikan masal. Proses utama dan
pembelajaran home schooling adalah menumbuhkan dan menggerakkan spirit

9
belajar anak–anak sehingga anak–anak dapat menjadi pembelajar mandiri dengan
model sekolah, home schooling justru semakin mudah dilaksanakan pada saat
anak semakin mandiri.

2.2 Intuitif
2.2.1 Pengertian
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), intuitif adalah bersifat (secara)
intuisi, berdasarkan bisikan (gerak) hati. Selanjutnya arti kata intuisi sendiri adalah
daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau
dipelajari, bisikan hati, gerak hati. Pengertian dari arti kata tersebut dapat disimpulkan
bahwa intuitif adalah kata sifat untuk intuisi. Menurut Nasution, intuisi adalah
kemampuan mental untuk menemukan hipotesis pemecahan masalah tanpa melalui
langkah-langkah analisis.
Intuisi adalah istilah tentang kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui
penalaran rasional dan intelektualitas yang tinggi. Sepertinya pemahaman itu tiba-
tiba saja datang dari dunia lain dan diluar kesadaran. Menurut Poerwodarminto,
intuisi adalah daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa
dipikirkan secara mendalam atau dipelajari. Intuisi juga merupakan wawasan atau
pengetahuan yang menerangkan atau meramalkan peristiwa tanpa bergantung pada
suatu proses penalaran secara sadar tanpa atau dengan bukti-bukti (Abidin, 2011).

2.2.2 Jenis-Jenis
Intuisi menurut Fischbein dikategorikan menjadi tiga, yaitu afirmatori
(affirmatory intuition), intuisi antisipatori (anticipatory intuition), dan intuisi
konklusif.
a. Intuisi afirmatori, berupa pernyataan, representasi, interpretasi, solusi yang
secara individual dapat diterima secara langsung, self evident, global dan cukup
secara intrinsik. Intuisi afirmatori adalah representasi atau interpretasi berbagai
fakta yang diterima sebagai suatu ketertentuan dan dianggap benar atau terbukti
dengan sendirinya, serta konsisten dengan sendirinya. Intuisi afirmatori bersifat
menegaskan suatu representasi atau interpretasi. Intuisi afirmatori dapat
diklasifikasikan ke dalam intuisi afirmatori semantik (semantic affirmatory),
intuisi afirmatori relasional (relational affimatory), dan intuisi afirmatori
inferensial (inferential affimatory).

10
b. Intuisi antisipatori, merupakan aktivitas mental yang berlangsung ketika subjek
berusaha menyelesaikan masalah dan penyelesaiannya tidak secara langsung
dapat diperoleh. Intuisi antisipatori merepresentasikan pandangan global,
dugaan, dan klaim awal dalam sebuah pemecahan masalah mendahului bukti
formal atau bukti analitik.
c. Intuisi konklusif, merupakan upaya meringkas secara umum dengan ide dasar
pemecahan masalah yang sebelumnya telah ditekuni. Hal ini dapat terlihat ketika
sejumlah klaim atau prediksi yang dibuat, kemudian menyusunnya kembali
kedalam suatu bentuk peta atau karangka penyelesaianmasalah.
Sedangkan berdasarkan asal mulanya, intuisi terbagi dalam dua jenis. Pertama,
intuisi primer (primary intuition), merupkan intuisi yang terbentuk berdasarkan
pengalaman sehari-hari individu dalam situasi normal tanpa menjalani proses
instruksional yang sistematik. Kedua, intuisi sekunder (secondary intuition),
merupakan intuisi yang terbentuk melalui proses pembelajaran (umumnya di sekolah).

2.2.3 Karakteristik
Fischbein telah menyajikan karakteristik umum kognisi intuitif dalam matematika,
yang merupakan sesuatu yang mendasar dan yang sangat jelas dalam suatu kognisi.
Karakteristik intuisi tersebut adalah sebagai berikut (Abidin, Filsafat dan Pemecahan
Masalah Matematika, 2017):
a. Kognisi langsung atau self evident (direct, self evident cognitions)
Kognisi langsung atau self evident adalah kognisi yang diterima sebagai
feeling individu tanpa membutuhkan pengecekan dan pembuktian lebih lanjut.
Sebagai contoh: jarak terdekat antara dua titik adalah ruas garis lurus. Hal tersebut
adalah self evident, pernyataan yang kebenarannya diterima secara langsung.
b. Kepastian intrinsik (intrinsic certainly)
Kepastian intuisi biasanya dihubungkan dengan feeling tertentu dengan
kepastian intrinsik. Pernyataan tentang ruas garis lurus tersebut adalah subjektif,
terasa seperti sudah suatu ketentuan. Intrinsik bermakna bahwa tidak
membutuhkan pendukung eksternal yang diperlukan untuk memperoleh kepastian
langsung (baik secara formal atupun empiris).
c. Pemaksaan/tegas (coerciveness)
Intuisi menggunakan efek memaksa pada strategi penalaran individual. Hal ini
berarti bahwa individu cenderung menolak interpretasi alternatif yang akan

11
mengkondisikan intuisinya. Biasanya peserta didik dan bahkan orang dewasa
percaya bahwa perkalian akan menjadikan sesuatu lebih besar dan pembagian
akan menjadikannya lebih kecil. Konsepsi ini terjadi karena pada masa kanak-
kanan orang terbiasa dengan mengoperasikan bilangan asli. Dikemudian hari
setelah belajar bilangan rasional masih dirasa untuk memperoleh keyakinan yang
sama yang secara jelas sudah tidak sesuai lagi.
d. Ekstrapolativeness
Sifat penting kognisi intuitif adalah kemampuan untuk meramalkan di luar
pendukung empiris. Sebagai contoh: pernyataan “melalui satu titik diluar garis
hanya dapat digambar satu dan hanya satu garis sejajar dengan garis tersebut”
mengekspresikan kemampuan ekstrapolasi intuisi. Tidak ada bukti empiris dan
formal yang dapat mendukung pernyataan tersebut. Walaupun demikian, hal
tersebut dapat diterima secara intuitif, suatu kepastian, sebagai self evident.
Ekstrapolasi tersebut berasal dari kognisi intuitif itu sendiri. Kemampuan
ekstrapolatif merupakan wujud intuisi.
e. Keseluruhan (globality)
Intuisi adalah kognisi global yang berlawanan dengan kognisi secara logika,
berurutan dan analitis. Sebagai contoh: salah satu anak umur 4-5 tahun diberi dua
lembar kertas A dan B yang sama. Pada kertas A anak tersebut diminta
menggambar titik (P1) dan selanjutnya diminta untuk menggambar titik (P2) pada
kertas B yang letaknya sama persis dengan titik (P1) dilembar A. Anak tersebut
biasanya akan menggambar titik (P2) pada lembar B kurang lebih tempatnya
sama.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari tulisan
maupun bahasan yang kami sajikan, oleh karena itu mohon diberikan sarannya agar kami
bisa membuat makalah lebih baik lagi, dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita
semua, dan menjadi wawasan dalam memahami paragraf.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (2011). Intuisi Siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) dalam Pemecahan Masalah Matematika
Divergen. Jurnal Pendidikan dan pembelajaran Dasar, IV(1), 48-59. Retrieved from
https://doi.org/10.18860/jt.v0i0.1442

Abidin, Z. (2017). Filsafat dan Pemecahan Masalah Matematika. Malang: Intelegensia Media.

Desiningrum, D. R. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Psikosain.

Mirnawati. (2020). Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi. Yogyakarta: CV BUDI
UTAMA.

Siregar, A. D. (2019). Sekolah Luar Biasa Bagi Anak Luar Biasa. Universitas Negeri Padang, 1-5.

14

Anda mungkin juga menyukai