oleh
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Kami ucapkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta
berkah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah ini
merupakan salah satu tugas mata kuliah Dasar Perkembangan Islam yang diberikan pada
semester III. Makalah ini disusun dari berbagai sumber yang berkaitan dengan Dasar
Perkembangan Islam. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Reni Susanti, S. Psi., M.Psi., Psikolog
selaku dosen pengampu mata kuliah Dasar Perkembangan Islam yang telah memberikan
bimbingan dan saran sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami juga berterimakasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari
segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang dada menerima
segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi untuk pembaca khususnya bagi mahasiswa jurusan Psikologi.
ii
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................1
1.1 LatarBelakang........................................................................................................................1
1.2 RumusanMasalah...................................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...........................................................................................................................2
2.1 Definisi Anak Berkebutuhan Khusus.....................................................................................2
2.2 Jenis-Jenis dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus....................................................2
2.3 Model Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus......................................................5
BAB III........................................................................................................................................11
PENUTUP...................................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................11
3.2 Saran....................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................12
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Pertumbuhan dan perkembangan anak adalah hal yang paling penting. Mengetahui
dan memahami tumbuh kembang anak tidak hanya melihat dari satu aspek saja, pemberian
nutrisi atau gizi pada anak, tetapi lebih dari itu tumbuh kembang anak juga harus dilihat dari
berbagai aspek, seperti faktor keturunan, kejiwaan, aturan dalam keluarga dan proses
pembelajaran termasuk didalamnya pendidikan keluarga dan agama. Anak berkebutuhan
khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
(Supriyatna. & Suwarni. 2017:1)
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena
adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Dalam konteks psikologis,
anak berkebutuhan khusus lebih mudah dikenali dari sikap dan perilaku, seperti gangguan
pada kemampuan belajar pada anak slow learner, gangguan kemampuan emosional dan
berinteraksi pada anak autis, gangguan kemampuan berbicara pada anak autis dan ADHD.
Konsep sosio-kultural mengenal anak berkebutuhan khusus sebagai anak dengan kemampuan
dan perilaku yang tidak pada umumnya, sehingga memerlukan penanganan khusus. (Rezieka.
Putro. & Fitri, M. (2021:2-3).
1.2 RumusanMasalah
Oleh karena itu, berdasarkan uraian latar belakang yang penulis berikan terdapat
rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus?
2. Apa saja jenis-jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus?
3. Bagaimana layanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari anak berkebutuhan khusus.
2. Mengetahui jenis-jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus.
3. Mengetahui bagaimana layanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti
disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi
masing-masing istilah adalah sebagai berikut: Disability yaitu keterbatasan atau kurangnya
kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan
aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
Impairment yaitu kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis,
atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ. Handicap yaitu
ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi
atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu (Desiningrum, 2017:2).
Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Anak berkebutuhan khusus memerlukan penanganan khusus karena adanya gangguan
perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Dari sudut kebutuhan Pendidikan, Hallahan
dan Kauffman (dalam shofiah, dkk, 2014:84) memberikan pengertian bahwa siswa
berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan pendidikan khusus dan pelayanan
terkait, jika mereka menyadari akan potensi penuh kemanusiaan mereka. Anak berkebutuhan
khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan
(barier to learning and development). Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan
yang sesuai dengan hambatan belajar dan hambatan perkembang yang dialami oleh masing-
masing anak (Widyorini, et al, 2014:8).
2.2 Jenis-Jenis dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
a. Tunanetra
Istilah anak tunanetra secara mendasar dapat diartikan sebagai anak-anak yang
mengalami gangguan pada fungsi penglihatan. Beberapa ahli seperti Djaja Rahardja
dan Sujarwanto serta Gargiulo (dalam Nisa, et al, 2018:34) mendefinisikan
ketunanetraan menjadi 3 kategori yaitu buta total, buta fungsional dan low vision.
Seorang anak dikatakan mengalami kebutaan apabila mereka hanya memiliki sedikit
persepsi tentang rangsangan cahaya yang diterima atau mungkin tidak mampu
mengidentifikasi apapun dengan kemampuan penglihatannya dengan kata lain disebut
dengan buta total. Anak-anak pada kategori ini memanfaatkan indera pendegaran dan
perabanya sebagai alat utama untuk mendapatkan informasi tentang keadaan disekitar.
Seorang anak dikatakan mengalami buta fungsional apabila mereka memiliki sisa
3
Nilai standarnya adalah 6, artinya bila anak mengalami minimal 6 gejala di atas, maka
anak termasuk tunanetra (Dermawan, 2013:890).
b. Tunarungu
Tunarungu dapat diartikan sebagai gangguan pendengaran, dimana anak yang
mengalami ketunarungguan adalah mengalami permasalahan pada hilangnya atau
berkurangnya kemampuan pendengaran. Andreas Dwijosumarto (dalam Soematri,
2018:36) menyatakan bahwa anak yang dapat dikatakan tunarungu jika mereka tidak
mampu atau kurang mampu mendengar. Menurutnya, tunarungu dapat dibedakan menjadi
dua kategori yaitu tuli dan kurang dengar. Tuli merupakan suatu kondisi dimana
seseorang benar-benar tidak dapat mendengar dikarekan hilangnya fungsi dengan pada
telinganya. Sedangkan kurang dengar merupakan kondisi dimana seseorang mengalami
kerusakan pada organ pendengarannya tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar
meskipun dengan atau tanpa bantu dengar (Nisa, et al, 2018:36).
Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
4
c. Tunadaksa
Dalam konteks pendidikan khusus di Indonesia, tunadaksa dapat diartikan sebagai
gangguan motorik. Pada konteks lain dapat kita temui penggunaan istilah lain dalam
menyebut anak tunadaksa misalnya anak dengan hambatan gerak. Utamanya, anak
tunadaksa adalah anak yang mengalami gangguan fungsi gerak yang disebabkan oleh
permasalahan pada organ gerak tubuh. Somantri (dalam Nisa, et al, 2018:37) menjelaskan
bahwa tunadaksa merupakan suatu keadaan rusak atau terganggu yang disebabkan karena
bentuk abnormal atau organ tulang, otot, dan sendi tidak dapat berfungsi dengan baik.
Berikut identifikasi anak yang mengalami kelainan anggota tubuh tubuh/gerak tubuh
(Dermawan, 2013:890) :
5
khusus untuk anak berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar
Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menangah Atas Luar
Biasa. Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem pendidikan yang paling tua.
Pada awal pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan karena adanya
kekhawatiran atau keraguan terhadap kemampuan anak berkebutuhan khusus
untuk belajar bersama dengan anak normal. Selain itu, adanya kelainan fungsi tertentu
pada anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan dengan
menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. Misalnya,
untuk anak tunanetra, mereka memerlukan layanan khusus berupa braille, orientasi
mobilitas. Anak tunarungu memerlukan komunikasi total, binapersepsi bunyi; anak
tunadaksa memerlukan layanan mobilisasi dan aksesibilitas, dan layanan terapi untuk
mendukung fungsi fisiknya. Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan
sistem segregasi, yaitu:
sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat
lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannyapun juga sama dengan bentuk
SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk anak tunanetra, SLB-B untuk anak tunarungu,
SLB-C untuk anak tunagrahita, SLB-D untuk anak tunadaksa, dan SLB-E untuk anak
tunalaras, serta SLB-AB untuk anak tunanetra dan tunarungu.
Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran
antara yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan
tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan
pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah,
karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.
wicara anak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Anak berkebutuhan
khusus memerlukan penanganan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan
kelainan yang dialami anak. Terdapat beberapa jenis anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu
tunanetra, tunarungu dan tunadaksa. Dari beberapa jenis anak berkebutuhan khusus, terdapat
beberapa hal yang dapat mengidentifikasi anak mengalami hambatan.
Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan
perkembangannya, baik itu disebabkan karena kurang atau terlalu berlebihnya potensi yan
dimiliki sang anak. Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan belajar masing-masing anak. Bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu bentuk layanan
pendidikan segregasi dan bentuk layanan Pendidikan terpadu atau terintegrasi. Yang mana
beberapa peneliti juga mengungkapkan bahwa pendidikan yang tepat untuk anak
berkebutuhan khusus dengan gangguan emosi dan perilaku.
3.2 Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami uraikan. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,Kami mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif untuk memperbaikinya makalah berikutnya. Semoga dengan
makalah ini bermanfaat dan menambah referensi pengetahuan kita.
12
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, O. (2013). Strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di slb. Psympathic:
Jurnal Ilmiah Psikologi, 6(2), 886-897.
Desiningrum, D. R. (2017). Psikologi anak berkebutuhan khusus.
Fauzan, H. N., Francisca, L., Asrini, V. I., Fitria, I., & Firdaus, A. A. (2021). Sejarah Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Menuju Inklusi. PENSA, 3(3), 496-505.
Nisa, K., Mambela, S., & Badiah, L. I. (2018). Karakteristik dan kebutuhan anak berkebutuhan
khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 33-40.
Rezieka, D. G., Putro, K. Z., &Fitri, M. (2021). Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus Dan
Klasifikasi Abk. Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 7(2), 40-53.
Supriyatna, T., &Suwarni, S. (2017). Perancangan Dan ImplementasiSistemInformasiPemantauan
Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus Pada Sekolah LuarBiasa Abdi Pratama. Jurnal
Teknologi Informasi, 3(2), 17.
Vivikshofiah.,dkk. 2014. Psikologi Pendidikan. Pekanbaru: Al-Mujtahadah Press.
Widiastuti, N. L. G. K. (2019). Model Layanan Pendidikan Bagi Anak BerkebutuhanKhusus Yang
MengalamiKecacatanFisik. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, 5(1), 46-54.
Widyorini, E., Roswita, M. Y., Sumijati, S. R. I., Eriany, P., Primastuti, E., & Judiati, E. A. (2014).
Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.