Anda di halaman 1dari 19

IDENTIFIKASI DAN ASSESSMEN ABK

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Dosen Pengampu : Dr. Lililk Sriyanti, M.Si.

Aulia Ul Malihah NIM (23040190146)

PROGRAM PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tugas mata kuliah Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus yang di ampu oleh Ibu Dr. Lilik Sriyanti, M.Si ini dengan sebaik-
baiknya.Semoga makalah yang berjudul Identifikasi dan Assesmen ABK ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca. Ucapan terimakasih penulis sampaikan untuk seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyelasaian makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kritik serta saran yang membangun saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata saya ucapkan,

Wassalamualaikum wr wrb.

Boyolali, 27 Oktober 2021

Penulis
ii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Rumusan masalah.................................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................6
A. Pengertian Asesmen dan Diagnosis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).......................6
B. Tujuan Identifikasi dan Asesmen anak berkebutuhan khusus (ABK)............................8
C. Hubungan Identifikasi dengan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus..........11
D. Hal Penting dalam Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK) . .11
E. Ruang Lingkup Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) .....................................13
F. Langkah-Langkah Penyusunan Instrumen Asesmen......................................................15
G. Metode dan Teknik Asesmen ABK ..................................................................................16
BAB III PENUTUP......................................................................................................................19
A. Kesimpulan..........................................................................................................................19
B. Saran.....................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa adalah anak yang menyimpang dari anak
normal dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular,
perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau lebih
dari hal-hal di atas, sehingga ia memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar
atau perlayanan terkait lainnya, yang ditujukkan untuk pengembangan potensi atau kapasitasnya
secara maksimal (Wikasanti, 2014: 8). Hal ini dinyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus
atau anak luar biasa adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang
penting dari fungsi kemanusiaannya. Anak berkebutuhan khusus dimaknai sebagai anak yang
menghadapi hambatan dan perkembangan temporer, permanen atau disabiliti (kecacatan) yang
tidak hanya disebabkan oleh kelainan kondisi sosial, emosional, atau kultural (Skjorten dalam
Rachmayana, 2013: 18). Dari berbagai pengertian sebelumnya, anak berkebutuhan khusus ialah
anak yang terlihat berbeda dari anak-anak yang lainnya dalam beberapa dimensi seperti mental,
fisik, sosial, emosional, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan sensoriknya sehingga
mereka membutuhkan perlakuan khusus dari orang-orang sekelilingnya. Identifikasi merupakan
kegiatan awal yang mendahului proses asesmen.

Identifikasi adalah kegiatan mengenal atau menandai sesuatu, yang dimaknai sebagai proses
penjaringan atau proses menemukan kasus yaitu menemukan anak yang mempunyai
kelainan/masalah, atau proses pendektesian dini terhadap anak berkebutuhan khusus.

Menurut Swassing ( 1985 ), identifikasi mempunyai dua konsep yaitu konsep penyaringan
( screening ) dan identifikasi aktual (actual identifikcation). Menurut Wardani(1995) dalam
Munawir Yusuf,M,Psi) , identifikasi merupakan langkah awal dan sangat penting untuk
menandai munculnya kelainan atau kesulitan pada anak bekebutuhan khusus. Istilah identifkasi
anak dengan kebutuhan khusus dimaksudkan sebagai usaha orang tua, guru, maupun tenaga
kependidikan lainnya untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami
kelainan/penyimpangan pertumbuhan/ perkembangan (phisik, intelektual, social,
emosional/tingkah laku) dibandingkan dengan anak normal seusianya.

Mengidentifikasi masalah berarti mengidentifikasi suatu kondisi atau hal yang dirasa kurang
baik. Masalah pada anak ini diperoleh dari keluhan-keluhan orang tua dan keluarganya,
keluhan guru, dan bisa didapat dari pengalaman-pengalaman lapangan, Seperti dikatakan oleh
Norman D.Sundberg (2002) dalam Tin Suharmini (2005).”Gathering informastion to be used for
treatment (parents teachers,and physician) provide data on the childs functioning”. Identifikasi

4
dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti
orang tuanya, pengasuhnya, gurunya, dan pihak-pihak lain. Sedangkan langkah berikutnya,
adalah asesmen. Bila diperlukan asesmen dapat dilakukan oleh tenaga profesional,seperti dokter,
psikolog, neurolog, orthopedagog, therapis, dan lain-lain.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian asesmen dan diagnosis anak berkebutuhan khusus (ABK)?

2. Apa tujuan identifikasi dan asesmen anak berkebutuhan khusus (ABK)?


3. Apa hubungan identifikasi dengan asesmen Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)?
4. Apa hal penting dalam identifikasi dan asesmen Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK)?

5. Apa Ruang Lingkup Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)?


6. Bagaimana langkah-langkah penyusunan instrumen Asesmen?
7. Bagaimana mengetahui metode dan teknik asesmen ABK?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Asesmen dan Diagnosis Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK)

2. Untuk mengetahui tujuan identifikasi dan asesmen anak berkebutuhan khusus (ABK)
3. Untuk mengetahui hubungan identifikasi dengan asesmen Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK)
4. Untuk mengetahui hal penting dalam identifikasi dan asesmen Anak Berkebutuhan
Khusus ( ABK)

5. Untuk mengetahui Ruang Lingkup Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


6. Untuk mengetahui langkah-langkah penyusunan instrumen Asesmen
7. Untuk mengetahui metode dan teknik asesmen Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asesmen dan Diagnosis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


Asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang anak yang akan
digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan anak
tersebut. Terdapat 2 jenis asesmen, yaitu asesmen formal dan asesmen informal. Asesmen yang
dilakukan sekolah yaitu ketika masuk, kenaikan kelas atau ketika ujian kelulusan. Asesmen ini
disebut dengan asesmen informal yaitu asesmen menggunakan alat asesmen yang belum baku
atau buatan guru. Sekolah tidak melakukan screening secara berkala namun melakukan
asesmen setiap tahun. Asesmen yang dilakukan yaitu dengan pakar atau psikologi untuk siswa
yang belum pernah diasesmen. Asesmen ini disebut dengan asesmen formal. Siswa yang sudah
pernah diasesmen tidak diasesmen kembali, namun siswa tersebut hanya diamati kemajuan dan
perkembangannya seperti apa.

Ruang lingkup asesmen dibagi menjadi 2, yaitu ruang lingkup berdasarkan aspek kehidupan
anak dan berdasarkan waktu. Asesmen yang berada dalam ruang lingkup berdasarkan aspek
kehidupan yaitu asesmen kognitif, asesmen perkembangan, dan asesmen perilaku adaptif.
Asesmen yang berada dalam ruang lingkup berdasarkan waktu yaitu ruang lingkup sebelum
anak mengikuti pelajaran dan saat anak belajar di kelas. Ruang lingkup sebelum anak mengikuti
pelajaran sama dengan asesmen aspek kehidupan anak karena terdiri dari kemampuan menolong
diri, psikomotor, sosial-emosional, bahasa, dan kognitif. Asesmen kognitif meliputi kemampuan
kognitif siswa dalam memahami sesuatu, pemecahan masalah, berpikir abstrak, dan sebagainya.

Asesmen yang diterapkan sekolah dalam bidang akademik yaitu melihat perkembangan
akademik siswa. Sekolah melihat bagaimana perkembangan siswa pada awal pembelajaran
hingga akhir pembelajaran. Perkembangan ini tidak hanya dalam satu hari namun dilakukan
selama satu semester. Ada berbagai carayang dilakukan sekolah dalam melihat perkembangan
akademik ini, yaitu tanya jawab dalam kelas, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan
ulangan akhir semester. Asesmen perkembangan terdiri dari aspek non-akademik siswa, seperti
perkembangan bahasa/komunikasi, sosial/emosional, serta melakukan asesmen perkembangan
ini yaitu melihat kemampuan siswa berkomunikasi dengan teman-temannya. Guru juga melihat
bagaimana cara mereka bersosialisasi dengan temannya. Jika ada hal yang menurut guru itu tidak
baik, siswa akan diberitahukan atau ditegur oleh guru dan membuat siswa menjadi mengerti
bahwa yang dilakukan itu salah.

Sekolah tidak hanya melakukan asesmen kognitif dan asesmen perkembangan, sekolah juga
melakukan asesmen perilaku adaptif. Asesmen perilaku adaptif meliputi sejauh mana
kemampuan akademik anak untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan, minum,

6
merawat kebersihan diri, berkarya, dan sebagainya. Sesuai dengan teori bahwa sekolah juga
melakukan pemantauan terhadap perilaku siswa. Kejadian yang sekolah alami yaitu ketika
memiliki siswa yang belum bisa membersihkan diri seperti membersihkan dubur setelah buang
air besar. Guru membantu siswa untuk membersihkannya dan mengajari siswa bagaimana cara
membersihkan sendiri. Terkadang temannya juga ada yang membantu siswa tersebut untuk
membersihkannya. Siswa dapat menjadi mandiri dan bisa merawat serta membersihkan dirinya
sendiri.
Diagnosis yaitu keputusan yang menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus untuk
melihat siswa apakalah siswa tersebut pantas untuk disebut sebagai penyandang disabilitas.
Proses diagnosis yang dilakukan sekolah ini bertujuan untuk melihat apakah siswa pantas
disandang sebagai disabilitas. Dalam perjalanannya dalam mendiagnosa anak yang
berkebutuhan khusus, terkadang guru mengandalkan Guru Pendamping Khusus (GPK) untuk
meminta pertimbangan terkait perilaku anak tersebut. Menurutnya, GPK sudah berpengalaman
dalam melihat anak yang memiliki kebutuhan khusus.

Menurut Salvia dan Ysseldyke seperti dikutip oleh Lerner (1988:54) dalam Dr.Mulyono
Abdurrahman (1995), dalam kaitannya dengan upaya penanggulangan kesulitan belajar,
asesmen dilakukan untuk lima keperluan, yaitu untuk penyaringan (screening),
pengalihtanganan (referral), klasifikasi (classification), perencanaan pembelajaran (
instructional planning), dan pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress).
Khususnya bagi penyandang kelainan penglihatan Asesmen mempunyai fungsi yang lebih luas,
ialah untuk pengobatan, pemberian bantuan dan juga untuk perencanaan pendidikan. Kegiatan
ini harus melibatkan tenaga profesional, seperti dokter atau tenaga medis, dan atau petugas
optic. Jika ditemukan adanya gejala klinis mengenai tanda-tanda adanya penyakit pada organ
mata, baik yang secara fungsional telah mengganggu yang ditemukan tersebut secara klinis tidak
merupakan suatu penyakit, mungkin memerlukan bantuan alat optic atau kaca mata yang sesuai.
Karena bisa terjadi setelah dilakukan tindakan medis maupun non medis dapat mengfungsikan
kembali penglihatannya dengan baik, tetapi tidak sedikit anak yang memang mengalami kelainan
penglihatan sehingga tidak memungkinkan lagi untuk menggunakan fungsi penglihatan secara
baik. Hasil dari asesmen dapat membantu membuat keputusan tentang pemecahan permasalahan
pada pembelajaran. ( Wallace, Larsen & Elksmin,1992),Yeseldyke and Marston ( 1988 ) dalam
Kauffam & Hallahan (2000).

Dijelaskan lebih jauh bahwa hasil asesmen akan menjadi bahan yang penting untuk
merencanakan pendidikan yang sesuai bagi mereka. Disinilah fungsi asesmen bagi anak
khususnya dibidang pendidikan. Tujuan utama dari suatu asesmen dalam pendidikan adalah
untuk memperoleh informasi yang relevan dalam pembuatan keputusan dalam rangka pemilihan
tujuan dan sasaran pembelajaran, strategi pembelajaran, dan program penempatan yang tepat.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa asesmen adalah:

1. Proses sistematis yang bersifat komprehensip,

7
2. Berupa informasi (data/fakta/evidence) untuk mengetahui gejala dan intensitasnya,
kendala-kendala yang dialami, serta kelemahan dan kekuatan anak,
3. Adanya pembanding informasi tersebut dengan suatu parameter/ukuran dengan
menggunakan instrumen,
4. Adanya pelaku “asesor” (melibatkan tim)yang mengumpulkan informasi,
5. Digunakan untuk menyusun suatu program pembelajaran yang dibutuhkan anak yang
bersifat realistis, sesuai dengan kenyataan secara objektif.

B. Tujuan Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


Pada dasarnya tujuan utama dilakukannya asesmen adalah untuk memperoleh informasi
yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan program pembelajaran
bagi anak yang bersangkutan. Moh .Amin (1995) mengemukakan bahwa tujuan dilakukannya
asesmen berkaitan erat dengan waktu mengadakannya. Kegiatan asesmen yang dilakukan setelah
ditemukan bahwa seseorang itu ABK atau setelah kegiatan deteksi, maka asesmen diperlukan
untuk:

a. Menyaring kemampuan ABK; hal ini dimaksudkan untuk mengetahui


kemampuan anak dalam setiap aspek. Misalnya: bagaimana kemampuan
bahasanya, kemampuan kognitifnya, kemampuan geraknya, atau kemampuan
penyesuaian dirinya..
b. Keperluan pengklasifikasian, penempatan, dan penemuan program pendidikan
ABK
c. Menentukan arah atau tujuan pendidikan serta kebutuhan ABK. Tujuan
pendidikan ABK pada dasarnya sama dengan tujuan pendidikan pada umumnya.
Mengingat kemampuan dan kebutuhan mereka berbeda-beda dan perbedaan
tersebut sedemikian rupa, sehingga perlu dirumuskan tujuan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tersebut.
d. Mengembangkan program pendidikan yang diindividualisasikan yang dikenal
dengan IEP (Individualized Educational Program). Dengan data yang diperoleh
sebagai hasil asesmen dapatlah diketahui kemampuan dan ketidakmampuan ABK.
Kemampuan dan ketidakmampuan menjadi dasar untuk mengembangkan
kemampuan berikutnya. Dengan demikian program yang dikembangkan akan
sesuai dengan kemampuan dankebutuhan setiap anak
e. Menentukan strategi, lingkungan belajar, dan evaluasi pengajaran.

McLoughlin & Lewis (1986) mengemukakan bahwa sekurang-kurangnya ada lima


keperluan mengapa kita melakukan asesmen, yaitu untuk: screening (penyaringan), referal
(pengalihtanganan), perencanaan pembelajaran, memonitor kemajuan siswa, dan evaluasi
program. Sedangkan menurut Robb, Benardoni, dan Johnson (1972) dalam Robert M. Smith, ada
beberapa tujuan mengapa seseorang melakukan asesmen, yaitu:

1. Menyaring dan mengidentifikasi anak

8
2. Membuat keputusan tentang penempatan anak
3. Merancang program individualisasi pendidikan
4. Memonitor kemajuan anak secara individual
5. Mengevaluasi keefektifan program

Selanjutnya Sunardi & Sunaryo (2006) mengemukakan bahwa secara umum asesmen bermaksud
untuk:

a. Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat, dan komprehensif tentang


kondisi anak saat ini.
b. Mengetahui profil anak secara utuh, terutama permasalahan dan hambatan belajar
yang dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan khususnya, serta daya
dukung lingkungan yang dibutuhkan anak
c. Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan-
kebutuhan khususnya dan memonitor kemajuannya

Adapun menurut Bomstein dan Kazdin (1985), asesmen bertujuan untuk:

a. Mengidentifikasi masalah dan menyeleksi target intervensi


b. Memilih dan mendesain program treatmen
c. Mengukur dampak treatmen yang diberikan secara terus menerus
d. Mengevaluasi hasil-hasil umum dan ketepatan dari terapi

Tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami
kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional, dan/atau sensoris neurologis)
dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-
anak normal), yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran
sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.Menurut Swassing (1985 ) dalam Moch Sholeh Y.A
Ichrom,Ph.D , tujuan prosedur identifikasi adalah :

a. Merumuskan definisi
b. Menentukan spesifikasi
c. Menentukan prosedur
d. Menempatkan anak

Sedangkan menurut Rice (1985),tujuan identifikasi adalah untuk:

a. Menjabarkan karakteristik
b. Merancang niminasi
c. Menentukan alat tes dan penjaringan data
d. Mereview kasus dan menentukan program.
e. Melakukan reevaluasi.

9
Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan
(secara kasar) apakah seorang anak tegolong anak berkebutuhann khusus atau bukan. Maka
biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul)
dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuh, guru dan pihak lain yang terkait dengannya.
Sedangkan langkah selanjutnya, yang sering disebut asesmen, dan bila diperlukan dapat
dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, therapis,
dan lain-lain. Identifkasi akan dilanjutkan dengan asesment, yang hasilnya akan dijadikan dasar
untuk penyusunan progam pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.

C.  Hubungan Identifikasi dengan Asesmen ABK


Identifikasi secara sederhana dapat diartikan sebagai kegiatan penjaringan sedangkan
asesmen dapat diartikan sebagai kegiatan penyaringan.Penjaringan mempunyai sifat yang masih
kasar, dan sederhana. Sementara penyaringan lebih bersifat halus, rinci dan kompleks.
Perbedaan lain yang dapat dilihat adalah, identifikasi tujuannya sekedar untuk mengenali gejala-
gejala tidak untuk diagnosis, sedangkan asesmen tujuannya untuk menegakkan diagnosis.
Hubungan antara identifikasi dan asesmen dapat dijelaskan apabila dikaitkan dengan keseluruhan
proses aktivitas pendidikan. Identifikasi anak berkebutuhan khusus diperlukan agar keberadaan
mereka dapat diketahui sedini mungkin. Selanjutnya, dapat diberikan program pelayanan yang
sesuai dengan kebutuhan mereka, baik penanganan medis, terapi, dan pelayanan pendidikan
untuk mengembangkan potensi mereka.

Untuk dapat mengidentifikasi ABK, guru di sekolah reguler memerllukan pengetahuan tentang
berbagai jenis dan tingkat kelainan anak, diantaranya adalah kelainan fisik, mental, intelektual,
sosial dan emosi. Selain jenis kelainan tersebut terdapat anak yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa atau sering disebut sebagai anak yang memiliki kecerdasan dan bakat luar
biasa. Masing- masing memiliki ciri dan tanda–tanda khusus atau karakteristik yang dapat
digunakan oleh guru untuk mengidentifikasi anak dengan kebutuhan pendidikan khusus.
Seorang guru menemukan siswa yang tidak bisa menulis pada kelas awal, setelah didekati
ternyata siswa tersebut tidak bisa menggerakkan tangannya untuk menulis.

Guru melakukan asesmen awal dengan melakukan tes untuk menulis dipapan tulis, ternyata
gerakan tanganpun sangat kaku, ia membawanya keruang khusus berdiskusi dengan guru
pembimbing khusus atau guru yang ditugaskan untuk melakukan asesmen. Setelah dilakukan
asesmen menulis ternyata siswa tersebut mengalami kekakuan pada jarijarinya, sehingga guru
membutuhkan konsultasi pada seseorang yang lebih profesional untuk mengidentifikasi apakah
siswa tersebut membutuhkan dengan kebutuhan pendidikan khusus.

D. Hal Penting dalam Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK)
1. Sasaran Identifikasi

10
Sasaran identifikasi ABK adalah seluruh anak usia pra-sekolah dan usia , sekolah dasar.
Sedangkan secara khusus (operasional), sasaran identifikasi anak dengan kebutuhan khusus
adalah:

a. Anak yang sudah bersekolah di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;


b. Anak yang akan masuk ke Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
c. Anak yang belum/tidak bersekolah karena orangtuanya merasa anaknya tergolong
ABK sedangkan lokasi SLB jauh dari tempat tinggalnya; sementara itu, semula SD
terdekat belum/tidak mau menerimanya;
d. Anak drop-out SD/Madrasah Ibtidaiyah karena factor akademik.

2. Petugas Identifikasi

Untuk mengidentifikasi seorang anak apakah tergolong anak dengan kebutuhanm khusus atau
bukan, dapat dilakukan oleh: Guru kelas; orang tua anak; dan/atau tenaga professional terkait.

3. Alat identifikasi

Secara sederhana ada beberapa aspek informasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam
pelaksanaan identifikasi. Berikut ini adalah contoh alat identifikasi sederhana untuk membantu
guru dan orang tua menemukenali anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus, antara
lain sebagai berikut.

a. Form 1 : Informasi riwayat perkembangan anak2.


b. Form 2 : informasi/ data orangtua anak/wali siswa
c. Form 3 : informasi profil kelainan anak (AI-ALB)

4. Informasi riwayat perkembangan anak.

Informasi riwayat perkembangan anak adalah informasi mengenai keadaan anak sejak di dalam
kandungan hingga tahun-tahun terakhir sebelum masuk SD/MI. Informasi ini penting sebab
dengan mengetahui latar belakang perkembangan anak, mungkin kita dapat menemukan sumber
penyebab problema belajar.

5. Data orang tua/wali siswa

Selain data mengenai anak, diperlukan juga data orang tua/wali siswa sekurang-kurangnya
mencakup informasi mengenai identitas orang tua/wali, hubungan orang tua-anak, data sosial
ekonomi orang tua, serta tanggungan dan tanggapan orang tua/ keluarga terhadap anak. Identitas
tersebut meliputi umur, agama, status, pendidikan, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, dan
tempat tinggal. Data mengenai tanggapan orang tua antara lain persepsi orang tua terhadap
anak, kesulitan yang dirasakan orang tua terhadap anak yang bersangkutan, harapan orang tua
dan bantuan yang diharapkan orang tua untuk anak yang bersangkutan.

6. Informasi mengenai profil kelainan anak (AI – ALB)


11
Informasi mengenai gangguan/kelainan anak sangat penting, sebab dari beberapa
penelitian terbukti bahwa anak-anak yang prestasi belajarnya rendah cenderung
memiliki gangguan/kelainan penyerta. Survei terhadap 696 siswa SD dari empat provinsi
di Indonesia yang rata-rata nilai rapornya kurang dari 6,0 (enam, nol), ditemukan bahwa
71,8% mengalami disgrafia, 66,8% disleksia, 62,2% diskalkulia, juga 33% mengalami
gangguan emosi dan perilaku, 31% gangguan komunikasi, 7,9% cacat / kelainan anggota
tubuh, 6,6% gangguan gizi dan kesehatan, 6% gangguan penglihatan, dan 2% gangguan
pendengaran (Balitbang, 1996) dalam Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus,Direktorat
PSPLB,2006
Tanda-tanda kelainan atau gangguan khusus pada siswa perlu diketahui guru. Karena
kelainan pada diri anak, secara langsung atau tidak langsung, dapat menjadi salah satu
faktor timbulnya problema belajar.

E. Ruang Lingkup Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


Pada dasarnya tujuan utama dilakukannya asesmen adalah untuk memperoleh informasi
yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan program pembelajaran
bagi anak yang bersangkutan. Moh.Amin (1995) mengemukakan bahwa tujuan dilakukannya
asesmen berkaitan erat dengan waktu mengadakannya. Kegiatan asesmen yang dilakukan
setelah ditemukan bahwa seseorang itu ABK atau setelah kegiatan deteksi, maka asesmen
diperlukan untuk:

a. Menyaring kemampuan ABK; hal ini dimaksudkan untuk mengetahui


kemampuan anak dalam setiap aspek. Misalnya: bagaimana kemampuan
bahasanya, kemampuan kognitifnya, kemampuan geraknya, atau kemampuan
penyesuaian dirinya..
b. Keperluan pengklasifikasian, penempatan, dan penemuan program pendidikan
ABK
c. Menentukan arah atau tujuan pendidikan serta kebutuhan ABK. Tujuan
pendidikan ABK pada dasarnya sama dengan tujuan pendidikan pada umumnya.
Mengingat kemampuan dan kebutuhan mereka berbeda-beda dan perbedaan
tersebut sedemikian rupa, sehingga perlu dirumuskan tujuan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tersebut.
d. Mengembangkan program pendidikan yang diindividualisasikan yang dikenal
dengan IEP (Individualized Educational Program). Dengan data yang diperoleh
sebagai hasil asesmen dapatlah diketahui kemampuan dan ketidakmampuan ABK.
Kemampuan dan ketidakmampuan menjadi dasar untuk mengembangkan
kemampuan berikutnya. Dengan demikian program yang dikembangkan akan
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap anak
e. Menentukan strategi, lingkungan belajar, dan evaluasi pengajaran. McLoughlin &
Lewis (1986) mengemukakan bahwa sekurang-kurangnya ada lima keperluan
mengapa kita melakukan asesmen, yaitu untuk: screening (penyaringan), referal

12
(pengalihtanganan), perencanaan pembelajaran, memonitor kemajuan siswa, dan
evaluasi program.

Sedangkan menurut Robb, Benardoni, dan Johnson (1972) dalam Robert M. Smith, ada beberapa
tujuan mengapa seseorang melakukan asesmen, yaitu:

a. Menyaring dan mengidentifikasi anak


b. Membuat keputusan tentang penempatan anak
c. Merancang program individualisasi pendidikan
d. Memonitor kemajuan anak secara individual
e. Mengevaluasi keefektifan program

Selanjutnya Sunardi & Sunaryo (2006) mengemukakan bahwa secara umum asesmen bermaksud
untuk:

1. Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat, dan komprehensif tentang kondisi anak
saat ini.
2. Mengetahui profil anak secara utuh, terutama permasalahan dan hambatan belajar yang
dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan khususnya, serta daya dukung
lingkungan yang dibutuhkan anak
3. Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan
khususnya dan memonitor kemajuannya

Adapun menurut Bomstein dan Kazdin (1985), asesmen bertujuan untuk:

a. Mengidentifikasi masalah dan menyeleksi target intervensi


b. Memilih dan mendesain program treatmen
c. Mengukur dampak treatmen yang diberikan secara terus menerus
d. Mengevaluasi hasil-hasil umum dan ketepatan dari terapi

F. Langkah-Langkah Penyusunan Instrumen Asesmen


Langkah-langkah penyusunan instrumen asesmen. Guna mendapatkan data yang akurat
dari siswa yang akan diases diperlukan instrumen yang memadai. Rochyadi & Alimin
(2005) mengemukakan bahwa ada beberapa langkah yang harus ditempuh guru dalam
penyusunan instrumen asesmen. Langkah penyusunan instrumen yang dimaksud adalah: 1)
menetapkan aspek dan ruang lingkup yang akan diases, 2) menetapkan ruang lingkup, yaitu
memilih komponen mana dari bidang yang akan diases, 3) Menyusun kisi-kisi instrumen
asesmen, dan 4) Mengembangkan butir soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
Berikut penjelasan masing-masing langkah:

1. Memahami aspek dan ruang lingkup yang akan diases.Merujuk kepada ruang
lingkup asesmen dalam pendidikan bagi ABK, guru seyogyanya memiliki
pemahaman yang komprehensif tentang bidang yang akan diaseskan. Asesmen

13
hanya akan bermakna, jika guru/asesor mengetahui organisasi materi, jenis
keterampilan yang akan dikembangkan, serta tahap-tahap perkembangan anak.
Untuk lebih memperjelas pembahasan mengenai ruang lingkup akan diambil
contoh salah satu ruang lingkup asesmen perkembangan, yaitu: ‘keterampilan
kognitif dasar’. Untuk memahami aspekaspek apa saja yang termasuk dalam
keterampilan kognitif dasar, maka guru harus mengetahui konsep atau pengertian
keterampilan kognitif dasar itu sendiri. Keterampilan kognitif dasar merupakan
suatu keterampilan prasyarat untuk mempelajari bidang akademik, khususnya
dalam aritmetika. Merujuk pada teori perkembangan kognitif dari Piaget (1965)
yang mengemukakan bahwa seorang siswa dikatakan siap untuk belajar
matematika khususnya aritmetika, apabila ia telah menguasai empat keterampilan
kognitif dasar, yang meliputi: klasifikasi, ordering dan/atau seriasi,
korespondensi, dan konservasi. Berdasarkan teori tersebut, guru/asesor dapat
mempelajari masing-masing dari keempat komponen keterampilan kognitif dasar
tersebut. Selanjutnya dari tiap-tiap komponen dikembangkan menjadi sub-sub
komponen. Dari setiap subkomponen tersebut dapat dijabarkan lagi ke dalam sub-
sub komponen yang lebih kecil yang memuat indikator-indikator yang akan
dijadikan landasan dalam pembuatan butir-butir soal dalam instrumen asesmen
tersebut. Untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang ruang lingkup
bidang yang akan diases, penyajian materi dalam bentuk matriks, bagan, tabel,
atau daftar dapat membantu pemahaman guru/asesor dalam rangka menyusun
instrumen asesmen yang dimaksud.
2. Menetapkan ruang lingkup, yaitu memilih komponen mana dari bidang yang akan
diases Langkah selanjutnya adalah memilih komponen/subkomponen mana dari
keseluruhan komponen bidang tersebut untuk ditetapkan sebagai
komponen/subkomponen yang akan diaseskan. Apakah guru memilih salah satu
komponen dari bidang keterampilan kognitif dasar tersebut, misalnya komponen
klasifikasi, atau memilih dua komponen, yaitu klasifikasi dan ordering, misalnya.
Setelah guru/asesor menetapkan atau memilih komponen mana yang akan diases,
langkah selanjutnya adalah menyusun kisi-kisi instrumen asesmen tentang
komponen yang dipilih/ditetapkan dari keseluruhan komponen bidang yang akan
diases.
3. Menyusun kisi-kisi instrumen asesmen Langkah berikutnya adalah menentukan
instrumen asesmen dari keterampilan/subketerampilan tertentu, guru/asesor
seyogyanya membuat kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi ini bertujuan untuk
mempermudah dalam membuat soal atau tugastugas yang harus dikerjakan oleh
siswa. Kegiatan paling penting dalam membuat kisi-kisi instrumen ini adalah
pemahaman secara komprehensif tentang keterampilan/subketerampilan yang
telah dipilih/ditetapkan untuk diaseskan, baik pengertiannya maupun ruang
lingkupnya. Tidak ada peraturan yang baku mengenai penyusunan kisi-kisi ini,
namun berdasarkan pengalaman penulis, untuk memudahkan dan memberikan
14
gambaran yang menyeluruh sebaiknya disusun dalam sebuah table atau daftar.
Tabel kisi-kisi ini yang berisi kolom-kolom: 1) keterampilan, 2) subketerampilan,
dan 3) indikator
4. Mengembangkan butir soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat Setelah
menyusun kisi-kisi instrumen, langkah selanjutnya adalah mengembangkan butir-
butir soal tentang keterampilan/subketerampilan dari kisi-kisi yang telah dibuat
sebelumnya. Sama halnya dengan penyusunan kisi-kisi, pengembangan butir soal
dapat dibuat dalam bentuk daftar atau tabel. Butir-butir soal dikembangkan
berdasarkan indikator-indikator yang telah dijabarkan dari
subkomponen/subketerampilan yang telah dipahami baik pengertiannya maupun
ruang lingkupnya.

G. Metode dan Teknik Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Metode dan Teknik Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus Seperti telah diuraikan di atas
bahwa metode atau cara yang dapat digunakan dalam melaksanakan asesmen antara lain:

a. Observasi, pengamatan yang dilakukan terhadap cara belajar siswa, tingkah laku
yang muncul pada saat siswa belajar, dan sebagainya
b. Tes atau evaluasi hasil belajar, diperoleh dengan cara memberikan tes pada setiap
bidang pengajaran.
c. Wawancara, dilakukan terhadap orang tua, atau keluarga, dan siswa.

Sedangkan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diharapkan melalui
metode di atas adalah:

a. Ceklis, yaitu memberikan tanda pada bagian-bagian yang telah ditentukan pada
pedoman sesuai dengan kemampuan anak. Skala nilai, yaitu bentuk penilaian yang
mengarah pada kemampuan atau prestasi belajar siswa. Adapun bentuk laporan hasil
pelaksanaan asesmen dapat berupa: grafik, yaitu untuk menggambarkan posisi setiap
siswa dalam tiap-tiap bidang pengajaran
b. Data kualitatif, yaitu deskripsi singkat tentang kemampuan siswa dalam belajar
untuksetiap bidang studi
c. Data kuantitatif, yaitu data berupa angka. Supaya tidak menyesatkan, data kuantitatif
ini hendaknya selalu diiringi dengan data kualitatif.

Ada beberapa persyaratan dalam menentukan metode asesmen, yaitu :

a. Autentik, perilaku nyata dalam setting nyata


b. Konvergen, sumber informasi yang beragam
c. Kolaborasi, dilakukan bersama, terutama sekali dengan pengasuh
d. Equity, mampu mengakomodasi kebutuhan khusus anak
e. Sensivitas, dapat memasukan materi yang cukup untuk perencanaan keputusan

15
f. Kongruen, ada kesamaan prosedur yang diterapkan, baik dalam pengembangan
maupun evaluasinya.

Terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan di dalam melakukan asesmen


sebagaimana Mary, A.Falvey, (1986) mengemukakan tentang kapan, dimana, dan
bagaimana asesmen itu dilakukan.Untuk menentukan program pembelajaran yang relevan
dan fungsional bagi anak, asesmen seyogyanya dilakukan secara terus menerus (kontinyu).
Dengan cara ini asesmen dapat memfasilitasi belajar anak dan keterampilan yang diperoleh
dari hasil belajar akan menjadi fungsional Melihat bagaimana perilaku anak, asesmen
hendaknya dilakukan dalam situasi alamiah (seperti di rumah, di dalam kelas, di kantin, di
asrama, dsb. di mana anak tinggal). Proses asesmen pada situasi alamiah ini penting untuk
melihat perilaku nyata anak dalam berbagai ragam situasi/lingkungan.Metode dan teknik
harus menjadi pertimbangan di dalam melakukan asesmen. Beberapa teknik dapat
digunakan dalam melakukan asesmen, di antaranya: observasi, wawancara, tes, dan
inventori. Namun demikian, observasi daan wawancara yang mendalam banyak membantu
menggali kemampuan, masalah, dan kebutuhan anak.

Observasi sangat berguna untuk melihat kemampuan dan keterampilan anak dalam
situasi/lingkungan yang alamiah. Perilaku itu muncul tanpa ada intervensi dan manipulasi
dari guru. Melalui lembar observasi guru hanya menandai atau menceklis setiap perilaku
yang muncul (mis .: tidak pernah, kadangkadang, sering, atau sering sekali), sehingga akan
tampak perilaku yang menjadi masalah pada anak tersebut. Data yang dikumpulkan dari
kegiatan observasi mungkin berkaitan erat dengan manusia, material, atau benda, dan
berbagai situasi yang berhubungan dengan anak. Berdasarkan hasil observasi, guru dapat
mengembangkan program pengembangan perilaku yang bersifat negatif ke arah perilaku
yang bersifat positif.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa adalah anak yang menyimpang dari anak
normal dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular,
perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau lebih
dari hal-hal di atas, sehingga ia memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar
atau perlayanan terkait lainnya, yang ditujukkan untuk pengembangan potensi atau kapasitasnya
secara maksimal (Wikasanti, 2014: 8). Pada dasarnya tujuan utama dilakukannya asesmen
adalah untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
merencanakan program pembelajaran bagi anak yang bersangkutan. Moh.Amin (1995)
mengemukakan bahwa tujuan dilakukannya asesmen berkaitan erat dengan waktu
mengadakannya. Kegiatan asesmen yang dilakukan setelah ditemukan bahwa seseorang itu
ABK atau setelah kegiatan deteksi.

Metode dan Teknik Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus Seperti telah diuraikan di atas bahwa
metode atau cara yang dapat digunakan dalam melaksanakan asesmen antara lain:

a. Observasi, pengamatan yang dilakukan terhadap cara belajar siswa, tingkah laku
yang muncul pada saat siswa belajar, dan sebagainya
b. Tes atau evaluasi hasil belajar, diperoleh dengan cara memberikan tes pada setiap
bidang pengajaran.
c. Wawancara, dilakukan terhadap orang tua, atau keluarga, dan siswa.

Observasi sangat berguna untuk melihat kemampuan dan keterampilan anak dalam
situasi/lingkungan yang alamiah. Perilaku itu muncul tanpa ada intervensi dan manipulasi dari
guru. Melalui lembar observasi guru hanya menandai atau menceklis setiap perilaku yang
muncul (mis.: tidak pernah, kadangkadang, sering, atau sering sekali), sehingga akan tampak
perilaku yang menjadi masalah pada anak tersebut.

B. Saran
Pertumbuhan anak sangat perlu untuk diawasi, terlebih lagi ketika ada hal-hal yang
menurut orang sekitar atau orang tua janggal. Karena bisa saja itu merupakan salah satu tanda-
tanda dari kebutuhan khusus. Maka dari iitu perlu sekali adanya assesmen untuk mengtahui
seberapa terganggu nya anak itu. Sehingga dapat ditangani dengan tepat agar tidak menjadi
semakin buruk kedepannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

18
Dewi, D. P. (2018). Asesmen sebagai upaya tindak lanjut kegiatan identifikasi terhadap anak
berkebutuhan khusus. Wahana, 70(1), 17-24.

Friend, M& Bursuck, W. D. (2015). Menuju Pendidikan Inklusi Panduan Praktis Untuk
Mengajar Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jamaris, M. (2013). Kesulitan Belajar Perspektif, Asesmen, dan Penanggulangannya. Jakarta:


Ghalia Indonesia.

Rachmayana, D. (2013). Diantara pendidikan luar biasa menuju anak masa depan yang inklusif.
Jakarta: PT Luxima Metro Media.

Wikasanti, E. (2014). Pengembangan life skills untuk anak berkebutuhan khusus. Yogyakarta:
Maxima.

19

Anda mungkin juga menyukai