Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PENGANTAR TES PSIKOLOGI

ASESMEN BAYI, PRA SEKOLAH DAN PENYANDANG DISABILITAS

Dosen :

Mauna M.Psi
Anggi Mayangsari, M.Psi., Psikolog

Disusun oleh :

Azminida Salsabilla - 1801621153


Clarisa Zahran - 1801621205
Dear Olivier Ananda - 1801621204
Fikri Kusnandi - 1801621228
Tasya Afifah Wulandari - 1801621175
Yusrina Izzati Zharfa - 1801621135

Kelompok 3 - Kelas E, Selasa 11.00-13.50

PRODI PSIKOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah karena berkat rahmat dan karunianya
sehingga Tes Psikologi makalah dengan materi “Asesmen Bayi dan Anak Prasekolah” ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari
mata kuliah Pengantar Tes Psikologi semester tiga pada Program Studi Psikologi.

Kemudian kami sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Pengantar Tes
Psikologi, yaitu Bu Mauna, M.Psi dan Mba Anggi Mayangsari, M.Psi., Psikolog yang telah
membimbing kami sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa juga kami
ucapkan terimakasih kepada teman-teman kelompok tiga yang telah bekerja sama dan
memberikan usaha maksimalnya dalam penyelesaian makalah ini.

Kami sebagai penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki.
Oleh sebab itu, kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah
ini menjadi lebih baik lagi.

Jakarta, 7 November 2022

Kelompok 3

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………...1

BAB I Pendahuluan………………………………………………………………………….3

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………….3


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………4
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………………………..4

BAB II Pembahasan………………………………………………………………………….5

2.1 Asesmen Bayi dan Anak Prasekolah………………………………………………………5


2.1.1 Asesmen Kemampuan Bayi……………………………………………………..5
2.1.2 Asesmen Inteligensi Anak Prasekolah…………………………………………..8

2.2 Manfaat dan Tujuan Asesmen……………………………………………………………13


2.2.2 Manfaat Asesmen………………………………………………………………12
2.2.3 Tujuan Asesmen…………………………………………………………..……13

2.3. Mengetes Orang yang Mengalami Disabilitas………………………………………… .13

2.3.1 Asal Mula Tes Bagi Populasi Khusus………………………………………….13

2.3.2 Mengetes Orang Yang Mengalami Hambatan Penglihatan …………………...16

2.3.3 Mengetes Tunarunggu Atau Penderita Gangguan Pendengaran…………….…17

2.3.4 Asesmen Perilaku Adaptif Dalam Disabilitas Intelektual……………………...18

BAB III Penutup…………………………………………………………………………….23

3.1. Kesimpulan………………………………………………………………………………23

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...25

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asesmen merupakan penilaian atau kegiatan mengumpulkan, menganalisis,


dan menginterpretasikan data atau informasi mengenai sifat atau perilaku seseorang,
karakteristik suatu program, dan kemudian memberikan penilaian terhadap
penentuan tersebut. Asesmen adalah bagian program pendidikan anak, baik anak
yang berkembang secara normal juga yang mempunyai kebutuhan khusus.

Asesmen bayi dibentuk untuk mengetahui kemajuan perkembangan bayi dan


menjadi teknik informasi. asesmen bayi adalah suatu proses aktivitas yang
bertujuan untuk mengumpulkan data atau bukti-bukti mengenai perkembangan dan
hasil belajar yang berkaitan menggunakan perkembangan anak bayi.

Asesmen prasekolah dilakukan sebagai suatu usaha untuk mengetahui


apakah seorang anak mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, intelektual,
sosial, emosional/tingkah laku) dalam pertumbuhan dan perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.

Pada hakikatnya asesmen perlu dilakukan sebagai langkah untuk


mengoreksi, memperkecil, dan memperbaiki keterlambatan aspek perkembangan
anak. Semakin cepat deteksi yang dilakukan, maka semakin cepat intervensi yang
bisa direncanakan. Informasi yang dihasilkan berdasarkan pengamatan bisa
digunakan menjadi bahan untuk memilih ketercapaian setiap anak dalam melewati
tugas-tugas perkembangannya.

Kategori penting dari tes kemampuan individual adalah berusaha mengukur


inteligensi pada bayi. Tes ini dapat menambah informasi dari observasi, pengujian
genetic, dan prosedur medis lainnya dalam melihat adanya retendensi mental atau
perkembangan yang tertunda. Skala yang dapat digunakan untuk mengukur asesmen
bayi adalah Brazelton Neonatal Assessment Scale (BNAS), Bayley Scale of Infant
Development edisi II (BSID-II), dan Cattell Infant Intelligence Scale (CIIS).Tes bagi
bayi cenderung bersifat multidimensional dan menempatkan bobot signifikan pada
perkembangan sensorik dan motorik.

Sejumlah instrumen pengukuran yang telah distandarisasikan, seperti


Stanford-Binet Edisi Kelima,Wechsler Preschool and Primary Scale of
Intelligence-IV (WPPSI-IV), dan Differential Ability Scales-II lazimnya digunakan
dalam asesmen anak-anak prasekolah mulai usia 2 ½ tahun. Tes-tes ini
menitikberatkan pada keterampilan-keterampilan kognitif seperti pemahaman verbal
dan pemikiran spasial. Dengan demikian, skala pengukuran bayi dan tes anak
prasekolah mengukur komponen kemampuan intelektual yang berbeda.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asesmen bayi dan anak prasekolah?
2. Apa saja manfaat dan tujuan asesmen bayi dan anak prasekolah?
3. Apa saja skala pengukuran yang digunakan dalam asesmen bayi?
4. Apa saja alat ukur yang digunakan dalam asesmen anak prasekolah?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui pengertian asesmen bayi dan anak prasekolah
2. Mengetahui manfaat dan tujuan asesmen bayi dan anak prasekolah
3. Mengetahui dan memahami skala pengukuran yang digunakan dalam asesmen
bayi
4. Mengetahui dan memahami alat ukur yang digunakan dalam asesmen anak
prasekolah

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Asesmen Bayi dan Anak Prasekolah

Dalam kamus KBBI, menjelaskan asesmen yaitu penilaian atau kegiatan


mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasi data atau informasi tentang peserta
didik dan lingkungannya untuk memperoleh gambaran tentang kondisi individu dan
lingkungannya sebagai bahan untuk memahami individu dan pengembangan program
layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kebutuhan. Goodwin dan Goodwin
(1982, dalam Wortham) mendefinisikan asesmen atau pengukuran sebagai suatu proses
untuk menentukan (melalui observasi dan tes) sifat atau perilaku seseorang, karakteristik
suatu program, dan selanjutnya memberikan penilaian terhadap penentuan tersebut.
Asesmen adalah bagian program pendidikan anak, baik anak yang berkembang secara
normal juga yang mempunyai kebutuhan khusus.

Asesmen dibentuk untuk mengetahui kemajuan perkembangan anak dan menjadi


teknik informasi. Hal ini dikarenakan informasi sebagai aspek penting pada kegiatan
anak yang juga melibatkan orang tua supaya mereka menjadi lebih bertanggung-jawab
terhadap perkembangan anaknya. Sehingga asesmen adalah suatu proses aktivitas yang
bertujuan untuk mengumpulkan data atau bukti-bukti mengenai perkembangan dan hasil
belajar yang berkaitan menggunakan perkembangan anak . Dalam suatu forum asesmen
adalah kalimat yang didefinisikan menjadi sebuah proses yang ditempuh buat menerima
berita yang dipakai pada rangka membuat keputusan- keputusan tentang para siswa,
kurikulum, program-program dan kebijakan pendidikan Metode dan instrument
pendidikan lainnya oleh suatu badan, forum, organisasi dan institusi resmi yang
menyelenggarakan suatu aktivitas tertentu.

Dengan dilakukannya proses asesmen maka bisa diperoleh ciri tingkat


perkembangan atau performasi yang dimiliki anak dengan mendokumentasi keterampilan
dan perkembangan anak. Hal ini juga berguna pada merencanakan program untuk
membantu anak mengatasi masalah perkembangan dan belajar. Asesmen mengukur level
perkembangan anak dan menaruh pertanda tahap perkembangan anak selanjutnya.

2.1.1 Asesmen Kemampuan Bayi

Perkembangan masa bayi terbagi menjadi 2 tahap yaitu Neonatal (0 atau


baru lahir sd ± 2 minggu) dan Bayi (setelah 2 minggu sd 2 tahun). Penyesuaian
bayi neonatal adalah menyesuaikan diri terhadap perubahan suhu, bernapas,
menghisap dan menelan serta pembuangan, sedangkan pada masa perkembangan
bayi menyesuaikan diri terhadap perkembangan fisik, gerak reflex dan bicara.

5
Tugas perkembangan masa bayi yaitu belajar belajar makan makanan padat, belajar
berjalan, belajar bicara, dan belajar menguasai alat pembuangan kotoran.

Periode bayi dan prasekolah mencakup sejak kelahiran hingga sekitar usia 6
tahun. Terdapat banyak perubahan selama periode ini. Bayi mengembangkan
refleks refleks dasar, menguasai titian-titian perkembangan (menggenggam,
merangkak, duduk, berdiri,dan seterusnya),mempelajari bahasa, dan membentuk
kemampuan berpikir simbolik. Bagi sebagian besar anak,pola dan laju
perkembangan ini muncul dalam batasan yang normal.

Meskipun demikian, orang tua dan para profesional yang terlatih dalam
asesmen bayi dan anak prasekolah terkadang menjumpai anak-anak yang
perkembangannya tampaknya lambat, terhambat, atau bahkan jelas-jelas
mengalami retardasi. Terdapat juga anak-anak yang perkembangannya melebihi
anak-anak seusianya; anak-anak yang mencapai titiantitian perkembangan lebih
cepat beberapa bulan atau beberapa tahun melampaui jadwal normatifnya.

Tes bagi bayi cenderung bersifat multidimensional dan menempatkan bobot


signifikan pada perkembangan sensorik dan motorik. Sejumlah instrumen
pengukuran yang telah distandarisasikan, seperti Stanford-Binet Edisi Kelima,
Kaufman Assessment Battery for Children-2, dan Differential Ability Scales-II
lazimnya digunakan dalam asesmen anak-anak prasekolah mulai usia 2 ½ tahun.
Tes-tes ini menitikberatkan pada keterampilan-keterampilan kognitif seperti
pemahaman verbal dan pemikiran spasial. Dengan demikian, skala pengukuran
bayi dan tes anak prasekolah mengukur komponen kemampuan intelektual yang
berbeda.

● Neonatal Behavioral Assessment Scale (NBAS) (Azminida Salsabilla)


Neonatal Behavioral Assessment Scale (NBAS) bersifat unik karena
landasan teoritisnya, yang menekankan perlunya mendokumentasikan kontribusi
bayi terhadap sistem orang tua-bayi. T. Berry Brazelton (Brazelton & Nugent,
1995), seorang dokter anak, menciptakan instrumen ini untuk mengidentifikasi dan
memahami bayi-bayi yang "menyimpang" dan mengeksplorasi dampak resiprokal
bayi terhadap orang tuanya.
“sasaran saya dalam menciptakan NBAS adalah asesmen sejauh mana bayi
turut berperan dalam masalah yang muncul saat orang tua menjumpai bayi yang
menyimpang (deviant). Jika kita dapat memahami alasan dan penyebab perilaku
bayi tersebut, mungkin kita dalam gilirannya nanti bisa membimbing orang tua
untuk mampu memahami perannya dengan lebih baik. Tentunya hal ini akan
menimbulkan hasil yang lebih optimal” (Brazelton & Nugent, 1995).
NBAS cocok diterapkan bagi bayi hingga usia 2 bulan, namun lazimnya
diadministrasikan pada minggu pertama pasca kelahiran.
Fungsinya:
- Mengidentifikasi dan memahami penyimpangan pada bayi.

6
- Mengeksplorasi dampak hubungan antara orang tua dan bayi.
- Memberikan bimbingan orang tua agar mampu memahami perannya lebih baik
lagi.
NBAS digunakan untuk bayi usia minggu pertama pasca kelahiran hingga usia 2
bulan, yang dalam prakteknya terdapat 28 soal sebagai indikator untuk menilai
perilaku pada bayi seperti:
- Respon terhadap cahaya saat intensitasnya dikurangi
- Orientasi terhadap stimulus visual yang tidak bergerak
- Kemudahan anak saat diemong (cuddle)
- Kemudahan anak saat dihibur
Kemudian terdapat 18 soal lanjutan dalam menilai kondisi neurobiologis untuk
mengeksplorasi kemampuan gerak dan refleks, seperti:
- Refleks menghisap
- Refleks mencium
- Refleks gerakan kaki
- Refleks genggaman
Dalam ranah klinis NBAS digunakan untuk memberikan pemahaman serta
umpan balik bagi orang tua dalam mengasuh anak. Meningkatkan kepekaan orang
tua terhadap keunikan bayi mereka dan mendorong hubungan positif bagi orang tua
dalam mengasuh bayi. Dan khusus bagi ibu, memberikan pengetahuan dan
antisipasi saat bayi merespon stimuli negative dari lingkungan sekitar. Hawthorne
(2009) mendeskripsikan aplikasi klinis instrumen tersebut sangat berguna untuk
mempromosikan strategi pengasuhan dan hasilnya sukses, meskipun Britt dan
Myers (1994) memberikan respon yang kurang optimis karena adanya hasil yang
inkonsisten dalam ranah interaksi orang tua - bayi, perkembangan bayi serta sikap
kepuasan orang tua.

● Bayley-III (Clarisa Zahran)


Awal mulanya, tes Bayley dipublikasikan pada tahun 1969 oleh Bayley beserta
kolega di Barkeley Growth Study. Tes Bayley ini telah memasuki edisi ketiga dan
diberi nama Bayley Scales of Infant and Todler Development-III, versi terbaru tes ini
mencakup perluasan dan revisi dari edisi-edisi sebelumnya. Tes ini diperuntukkan
bagi anak-anak usia 1 bulan hingga - 42 bulan (3 ½ tahun) dengan tujuan
mengevaluasi hambatan perkembangan pada bayi dan balita serta kemampuan
kognitif dan motorik. Terdapat 5 ranah asesmen dalam edisi ketiga ini, yaitu:
❖ Cognitive Scale (Skala Kognitif): 91 soal yang meliputi kepekaan sensorik,
keterampilan perseptual, atensi, permanensi objek, eksplorasi dan manipulasi,
pemecahan puzzle, pencocokan warna, dan menghitung. Skala ini tidak
memuat subtes-subtes yang terpisah.
❖ Language Scale (Skala Bahasa): 48 soal yang meliputi komunikasi reseptif
dan ekspresif. Soal-soal ini mencakup pengenalan suara, ekspresi nonverbal,
mengikuti petunjuk-petunjuk sederhana, mengidentifikasi gambar-gambar
yang menunjukkan suatu gerakan (action), menamai objek, dan menjawab
pertanyaan. Skala ini memberikan skoring terpisah bagi Expressive

7
Communication (Komunikasi Ekspresif) dan Receptive Communication
(Komunikasi Reseptif) serta memiliki skor komposit (skor skala secara
keseluruhan).
❖ Motor Scale (Skala Motorik): 138 soal yang berkaitan dengan keterampilan
motorik kasar dan keterampilan motorik halus. Soal-soal ini meliputi
manipulasi objek, keterampilan fungsional tangan, kontrol postur, pergerakan
dinamik, dan perencanaan motorik. Skala ini memberikan skoring terpisah
bagi Gross Motor (Motorik Kasar) dan Fine Motor (Motorik Halus), serta
memiliki skor komposit.
❖ Social-Emotional Scale (Skala Sosial-Emosional): 35 soal yang meliputi
penggunaan emosi secara interaktif dan bermakna, kemampuan
mengungkapkan perasaan, dan koneksi antara ide dan emosi. Skala ini tidak
memuat subtes-subtes yang terpisah.
❖ Adaptive Behavior Scale (Skala Perilaku Adaptif): Para pengasuh bayi
mengisi item-item pada skala 4 poin, yakni 0 (is not able1-tidak mampu), 1
(never when needed-tidak pernah
Hasilnya, instrumen tes ini menghasilkan profil skor yang berguna untuk
diagnosis bayi dengan tujuan perbandingan individual. Dengan hasil akhir tersebut,
menampakkan alur pada area-area tertentu pada bayi yang memerlukan intervensi dan
penanganan.

2.1.2 Asesmen Inteligensi Anak Prasekolah

Vigotsky menyatakan faktor kemampuan seseorang untuk menggunakan alat


kebudayaan dengan bantuan individu yang lebih ahli, sehingga dikatakan inteligensi
kemampuan berfikir seseorang dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi yang
dalam pemecahan masalah tersebut melibatkan pikiran untuk mengambil suatu tindakan
dalam melakukan pemecahan yang dihadapi. Pendapat-pendapat baru membuktikan
bahwa inteligensi anak-anak yang mempunyai pikiran lemah juga dapat didik dengan
cara yang lebih tepat. Kenyataan juga membuktikan bahwa daya pikir anak-anak yang
telah mendapat didikan dari sekolah, menunjukkan sifat-sifat yang lebih baik daripada
anak yang tidak bersekolah.
Asesmen prasekolah dilakukan sebagai suatu usaha seorang guru untuk
mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik,
intelektual, sosial, emosional/tingkah laku) dalam pertumbuhan dan perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal) atau sebagai proses
pendeteksian dini terhadap anak berkebutuhan khusus.

● Differential ability scales-II (DAS-II) (Tasya Afifah Wulandari)

Differential ability scales-II (DAS-II) dipublikasikan pada tahun 1990 oleh


psikolog Inggris Colin D. Elliot. Tes ini dirancang untuk mengukur kemampuan
tertentu dengan reliabilitas memadai. Tes ini juga merupakan tes individual yang
dirancang untuk menghasilkan indeks kecerdasan yang luas. Diperbarui pada 2007

8
sebagai DAS-II, sekarang terdiri dari 20 subtes kognitif terbagi menjadi tiga
berdasarkan umur:

1. Early Years Battery (tingkat bawah) bagi usia 2-6 hingga 3-5
2. Early Years Battery (tingkat atas) bagi usia 3-6 hingga 6-11 tahun
3. School-Age Battery bagi usia 7-10 tahun hingga 7-11 tahun.

DAS-II meliputi 10 subtes inti dan 10 subtes diagnostik. Subtes-subtes inti


merupakan instrumen pengukuran primer terhadap kemampuan kognitif, sedangkan
subtes diagnostik menghadirkan informasi mengenai kesiapan bersekolah dan
pemrosesan informasi. Bagi anak-anak prasekolah berusia 3 ½ tahun ke atas,
pemberian tes secara menyeluruh akan mencakup pemberian 6 subtes inti dan 7 subtes
diagnostik. Pada subtes inti banyak pengukuran primer yang mengukur kemampuan
kognitif, yang sarat dengan faktor g dan digunakan untuk menyimpulkan tiga skor
klister inti (kemampuan verbal, penalaran non-verbal, dan kemampuan spasial) dan
skor komposit menyeluruh yang dikenal sebagai General Conceptual Ability
(GDA)/Kemampuan Konseptual Umum.

Sedangkan dalam subtes diagnostik, mengukur pemahaman tentang konsep


bilangan, pemrosesan memori jangka pendek, kecepatan pemrosesan, serta
pemrosesan fonologis. Hasil dari subtes diagnostik menginformasikan mengenai
kesiapan bersekolah dan pemrosesan informasi serta masalah dalam belajar. Subtes
diagnostik berkontribusi pada tiga skor klaster diagnostik (School Readiness, Working
memory, dan Processing Speed). Subtes-subtes ini menghasilkan informasi yang
berguna dalam asesmen masalah belajar dan kesiapan bersekolah, sehingga menjadi
pelengkap subtes-subtes inti.

Subtes DAS-II pada Early-Years Battery, Tingkat Atas

SUBTES KEMAMPUAN YANG KOMBINASI


DIUKUR TERHADAP
KOMPOSIT

Subtes inti

Pemahaman Verbal Bahasa reseptif, pemahaman GCA, kemampuan


instruksi lisan verbal

Menamai Kosa Kata Bahasa ekspresif, pengetahuan GCA, kemampuan


nama benda dan objek verbal

Kesamaan Gambar Penalaran non-verbal, GCA, kemampuan


mencocokan gambar sesuai tema penalaran nonverbal

9
Matriks Penalaran abstrak, mendeduksi GCA, kemampuan
pola yang hilang dalam matriks penalaran nonverbal

Konstruksi Pola Nonverbal, visualisasi dengan GCA, kemampuan


balok dan bujursangkar berwarna spasial

Menggandakan Menggandakan desain, koordinasi GCA, kemampuan


(copying) motorik halus, pencocokan spasial
visual-spasial

Subtes Diagnostik

Konsep Bilangin Dini Pengetahuan numerik Kesiapan bersekolah

Mencocokkan bentuk Mengenali hubungan spasial dan Kesiapan bersekolah


yang menyerupai huruf secara visual membedakan bentuk

Pemrosesan Fonologis Memproses suku kata, suara, Kesiapan bersekolah


fonem dan berlatih rima

Mengingat Urutan Visualisasi, dan mengingat urutan Kerja Memori


Sekuensial dari bagian tertentu

Mengingat Angka dari Ingatan auditorik jangka pendek Kerja Memori


Besar ke Kecil mengenai urutan, manipulasi
mental

Kecepatan pemrosesan Pemindaian visual dan pembuatan Kecepatan


informasi dan Menamai keputusan sederhana pemrosesan
Objek dengan cepat

Menamai Objek dengan Memberi nama warna dan gambar Kecepatan


cepat secepat mungkin pemrosesan

● Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence-III (WPPSI-III)


(Yusrina Izzati Zharfa)

WPPSI-III terdiri dari 14 subtes yang terdiri dari:

1. Inti (Core) digunakan untuk memperhitungkan IQ verbal, perfomance dan full


scale
2. Supplemental (Tambahan) digunakan apabila terdapat subtes yang tidak tepat
atau dinilai terlalu mudah. Dengan menampilkan informasi tambahan tentang
kemampuan kognitif.
3. Opsional (Pilihan) menyediakan informasi tambahan terhadap kinerja kognitif
namun bukan sebagai pengganti.

10
WPPSI-III ini dibagi dalam dua rentang usia yaitu:

1. Usia 2-6 tahun sampai 3-11 tahun. Mencakup 4 subtes dan 1 subtes supplemental
(tambahan). Rangkaian subtes ini terdiri dari pengukuran IQ verbal dan
pengukuran IQ performance, seperti menyusun balok dan menata objek serta
ditambah subtes menamai gambar sebagai tambahan untuk pengukuran IQ verbal.
2. Usia 4 tahun hingga 7,3 tahun. Yang pengukurannya lebih rumit dan kompleks,
yang terdiri dari 7 subtes inti, 5 subtes supplemental dan 2 subtes opsional.

RANAH TIPE SUBTES NAMA SUBTES

Informasi
Lisan (verbal) Inti (Core) Kosakata
Penalaran
Supplemental (Tambahan) Pemahaman
Kesamaan

Kinerja (Performance) Inti (Core) Menyusun balok

Supplemental (Tambahan)
Menyelesaian gambar

Menata objek

Kecepatan pemrosesan Inti (Core) Pencarian simbol

Supplemental (Tambahan)

Kosakata
Komposit bahasa umum Opsional (Pilihan)
reseptif
Menamai
Gambar

● Stanford-Binet Intelligence Scales for Early Childhood (Fikri Kusnandi)

Dikenal sebagai Early SB5 (Stanford Binet edisi 5) dan awalnya


dikembangkan untuk anak usia 2 hingga 7,3 tahun. Dalam menyusun Early SB5

11
(Stanford Binet edisi 5) digunakan gabungan subtes dari Early SB5 dan Tes
Observation Checklist (TOC). TOC sendiri bersifat kualitatif dan terstruktur yang
menginformasikan ragam perilaku anak termasuk ketidakpatuhannya terhadap
intruksi yang pada akhirnya mempengaruhi hasil skor tes.

Dalam menjalankan tes, perilaku anak dinilai berdasarkan daftar TOC yang kemudian
dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1. Karakteristik, berbagai perilaku umum yang sering dijumpai dalam berbagai
situasi.
2. Khusus, perilaku-perilaku tertentu yang hanya muncul pada sesi-sesi tes.

Contoh perilaku kategori karakteristik yang dinilai adalah:


1. Kemampuan motorik = motorik halus dan kasar
2. Level aktivitas = banyak aktivitas dan kurangnya aktivitas
3. Atensi dan distraksi = mampu tidaknya berkonsentrasi

Contoh perilaku kategori khusus yang dinilai adalah:


1. Motivasi = menilai ketertarikan dan kebosanan
2. Mood = menilai kondisi perasaan, seperti menangis, tantrum dan perasaan
negatif
3. Kinerja = menilai tingkat keseriusan kinerja anak dalam tes.

Pada usia anak pra-sekolah, tingkatan skor kinerja dan kemampuan anak
berada jauh dibawah kemampuan yang sesungguhnya dikarenakan berbagai masalah
perilaku seperti:
1. Ketidakpatuhan pada instruksi
2. Distraksi
3. Frustasi karena mood negatif

Perilaku ketidakpatuhan tersebut normal terjadi karena berbagai hal, seperti


bosan, tidak tahu jawaban, takut, stress ataupun fokus teralihkan oleh hal lain. Hal itu
berdampak kerugian dan kemungkinan hasil skor kemampuan kognitif yang didapat
rendah dibawah dari kemampuan sebenarnya.

2.2 Manfaat dan Tujuan Asesmen

2.2.1 Manfaat Asesmen (Dear Olivier Ananda)

National Early Childhood Assessment Resource Group menjelaskan manfaat


asesmen yang harus digunakan secara tepat pada anak usia dini, yaitu sebagai berikut.

1. Mendukung belajar anak.


2. Mengidentifikasi anak apakah berkembang secara normal atau memiliki kebutuhan
khusus.

12
3. Mengevaluasi program dan memonitor kebutuhan anak.
4. Sebagai wujud tanggung jawab
Kemudian, asesmen juga bermanfaat untuk menentukan sukses tidaknya program yang
diberikan.

2.2.2 Tujuan Asesmen (Dear Olivier Ananda)

Terdapat beberapa tujuan dari asesmen yaitu:

- Penyaringan/penyeleksian (Screening). Penyeleksian yang dimaksud yaitu untuk


menyeleksi anak yang sesuai dengan program yang dikembangkan.

- Menggambarkan jenis - jenis keterampilan yang terarah(Determining Eligibility).


Asesmen sendiri digunakan sebagai cara untuk mengetahui dan menentukan apakah
seorang individu termasuk kategori orang yang memerlukan layanan khusus.

- Penyusunan/pengembangan program pembelajaran yang tepat (Programing Planning).


Asesmen untuk keperluan penyusunan/pengembangan program pembelajaran yang
tepat.

- Membuat keputusan tentang penempatan (Mapping). Mendapatkan gambaran posisi


perkembangan anak dalam satu kelompok yang akan menjadi acuan guru dalam
membuat program yang berbeda (diferensiasi program) sesuai dengan kebutuhan anak.

- Memantau perkembangan anak (Monitoring). Untuk mengetahui tingkat kemajuan


siswa selama dan setelah mengikuti program pendidikan tertentu.

2.3. Mengetes Orang yang Mengalami Disabilitas

Topik ini membahas instrumen yang dirancang untuk kasus-kasus khusus,


evaluasi terhadap orang-orang yang mengalami disabilitas sensorik, motorik, bahasa,
atau intelektual, sehingga mensyaratkan adanya tes-tes khusus yang mampu mewujudkan
asesmen yang valid.

2.3.1 ASAL MULA TES BAGI POPULASI KHUSUS

Pada awal tahun 1950-an, muncul pembaharuan komitmen terhadap


kebutuhan dan hak-hak para penderita cacat fisik dan cacat mental di Amerika Serikat
(Maloney & Ward, 1979; Patton, Payna, & Beirne-Smith, 1986). Sikap masyarakat
telah berubah dari pengucilan dan penyingkiran menjadi lebih suportif. Semakin
terpenuhinya pelayanan dari fasilitas-fasilitas pelayanan komunitas kecil, alih-alih
institusi besar yang kurang empatik (seperti rumah sakit jiwa atau asylum pada
abad-abad terdahulu).

Awal 1970-an lahir undang-undang federal. Tahun 1973, Public Law 93-112
disahkan yang berisi larangan diskriminasi berdasarkan kecacatan. Dua tahun
kemudian, Education for All Handicapped Children Act (Public Law 94-142)

13
disahkan, menetapkan bahwa anak-anak cacat usia sekolah harus mendapatkan
pendidikan dan asesmen yang layak.

❖ TES NIRBAHASA

Tes nirbahasa (tes bebas bahasa) melibatkan sedikit (atau tidak sama sekali)
tindakan menulis atau berbicara dari pihak penguji sekaligus partisipan. Tes ini sangat
cocok digunakan untuk melakukan asesmen terhadap orang yang tidak menguasai
bahasa pembuat tes, orang dengan hambatan bicara atau keterampilan bahasa yang
terbatas. Tes ini juga dapat digunakan pada orang yang norma.

a. Leiter International Performance Scale-Revised


(Dear Olivier Ananda)

Merupakan revisi terbaru dari sebuah tes nonverbal klasik dan popular.
Tes ini mengungkap inteligensi, dan juga asesmen dalam masalah atensi.
Dapat digunakan pada anak-anak autis, penderita cedera otak traumatis,
gangguan berbicara, gangguan pendengaran, atau anak dari lingkungan yang
terbelakang.

Pengetesan dilaksanakan oleh anak atau remaja dengan mencocokkan


kertas kecil yang berlaminasi ke pola yang cocok, di sebuah papan dengan
kuda-kuda yang dapat ditegakkan. Leiter- R memuat 20 subtes yang
dikelompokkan ke dalam dua ranah: Visualization, Reasoning dan Memory,
Attention.

Leiter-R menghasilkan skor IQ komposit dengan mean umum sebesar


100 dan standar deviasi sebesar 15. Tes ini disusun berdasarkan sampel lebih
dari 2.000 anak-anak dan remaja, dari usia 2 hingga 21 tahun, menggunakan
sensus statistik tahun 1993. Pada tes Leiter-R ini tidak ditemukan adanya bias,
didukung fakta bahwa tes ini seratus persen nonverbal.

b. Goodenough-Harris Drawing Test (Azminida Salsabilla)

Orang pertama yang menggunakan Teknik menggambar figure


manusia sebagai suatu tes inteligensi terstandarisasi adalah Florence
Goodenough (1926), yang dikenal dengan nama tes Draw A Man , lalu direvisi
oleh Harris (1963) dan dinamai Goodenough-Harris Drawing Test.
Menggambar figur manusia digunakan secara luas sebagai sarana pengukuran
penyesuaian emosional.

Goodenough-Harris Drawing Test adalah sebuah tes inteligensi


nonverbal yang durasinya singkat, dapat digunakan secara perorangan maupun
dalam kelompok. Tes ini sebenarnya tidak memenuhi kriteria tes nirbahasa
karena penguji harus memberikan sejumlah instruksi dalam bahasa Inggris,
namun instruksinya singkat dan sederhana.

14
Tujuan Goodenough-Harris Drawing Test adalah mengukur
kematangan intelektual. Panduan skoring memberikan penekanan pada
ketepatan observasi dan perkembangan pemikiran konseptual. Sang anak
mendapatkan poin bila ia menyertakan bagian-bagian tubuh dan detail-
detailnya. Tujuh puluh tiga item soal yang dapat diskor selanjutnya
ditransformasi ke dalam sebuah skor terskala dengan mean umum sebesar 100
dan standar deviasi sebesar 15. Naglieri (1988) mengkritik dan
mengembangkan sistem skoring kuantitatif dan melakukan reka ulang
terhadap norma prosedur tes menggambar figure manusia. Sistem skoring
tersebut bernama The Draw A Person: A Quantitative Scoring System (DAP).

c. Hiskey-Nebraska Test of Learning Aptitude (Clarisa Zahran)

Hiskey-Nebraska Test of Learning Aptitude (H-NTLA) merupakan


skala kinerja nirbahasa yang digunakan untuk anak berusia 3 hingga 17 tahun.
Tes ini dilaksanakan seluruhnya melalui pantomime dan tidak memerlukan
respon verbal dari peserta. H-NTLA terdiri dari 12 subtes:

· Bead Patterns
· Block Patterns
· Memory for Color
· Completion of Drawings
· Picture Identification
· Memory for Digits
· Picture Association
· Puzzle Blocks
· Paper Folding
· Picture Analogies
· Visual Attention
· Spatial Reasoning

Skor mentah dari subtes-subtes tersebut dikonversi ke Deviation


Learning Quotient (LQ) dengan mean sebesar 100 dan deviasi standar sebesar
15. H-NTLA bermanfaat bila diterapkan terhadap anak-anak tuli, yang
mengalami hambatan bicara atau pendengaran, yang mengalami retardasi
mental, atau anak-anak dwibahasa (bilingual).

d. Test of Nonverbal Intelligence-3 (Fikri Kusnandi)

Test of Nonverbal Intelligence-3 (TONI-3) merupakan sebuah


instrument pengukuran kemampuan kognitif yang dirancang bebas bahasa,
bagi populasi cacat atau minoritas (Brown, Sherbenou, & Johnsen, 1998). Para
perancang tes merekomendasikan tes ini untuk keperluan asesmen terhadap
orang-orang yang menderita aphasia, tidak mampu berbahasa inggris,
mengalami gangguan pendengaran, dan yang mengalami trauma neurologis

15
yang berat. Instruksi diberikan secara pantomime, dan partisipan menjawab
dengan menunjuk ke satu dari enam pilihan jawaban. Soal-soal TONI-3 dapat
digolongkan menjadi sejumlah kategori, seperti berikut ini:

● Simple Matching
● Analogies
● Classification
● Intersection

Tes ini merupakan instrument pengukuran ineligensi umum yang


relative bebas-budaya. Karakteristik unggul dari TONI-3 adalah waktu
pengerjaannya yang tidak dibatasi oleh time limit.

● TES NIRBACAAN DAN TES NIRMOTORIK

Tes-tes nirbacaan ( nonreading tests ) dirancang bagi partisipan buta


huruf yang memahami bahasa inggris sehingga mampu memahami instruksi
verbal. Tes nirbahasa cocok diterapkan bagi anak-anak belia, buta huruf, dan
yang mengalami hambatan kemampuan verbal atau hambatan kemampuan
mengekspresikan bahasa.

a. Peabody Picture Vocabulary Test-IV (Tasya Afifah Wulandari)

Peabody Picture Vocabulary Test-IV (PPVT-4) cocok digunakan untuk


memperoleh pengukuran cepat terhadap kosa kata lisan yang dimiliki para
penderita tuli (tunarungu) atau gangguan yang berkaitan dengan bahasa dan
kemampuan bicara (seperti penderita stroke dan cerebral palsy). Penguji
mengucapkan satu kata dan peserta tes berupaya memilih satu dari empat
gambar yang sesuai atau yang paling menggambarkan kata yang diucapkan
penguji. PPVT-4 merupakan revisi terbaru, sehingga belum ada banyak
penelitian independen terhadap tes tersebut.

2.3.2 MENGETES ORANG YANG MENGALAMI HAMBATAN


PENGLIHATAN (Yusrina Izzati Zharfa)

Legally Blind merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menentukan


hak kaum tunanetra memperoleh tunjangan pemerintah. Istilah legally blind
diterapkan bagi orang yang memiliki ketajaman visual sentral senilai 20/200, atau
kurang. Istilah ini juga diterapkan pada orang yang mengalami penurunan medan
visual hanya sebesar 20 derajat atau kurang. Selain memerlukan pengaturan khusus
dalam pengetesan , orang dengan hambatan penglihatan memerlukan istrumen yang
unik agar asesmen yang dilakukan valid.

Sejumlah tes yang dianggap bermutu tinggi bagi orang yang mengalami
gangguan penglihatan yaitu Perkins-Binet (adaptasi dari Stanford-Binet); Haptic
Intelligence Scale for the Adult Blind (HISAB), sebuah modifikasi dari subtes

16
Wechsler Performance, dan Blind Learning Aptitude Test (BLAT), sebuah
instrument berbasis Braille untuk mengukur formasi konsep dan penalaran abstrak.

Tes Perkins-Binet mempertahankan Sebagian besar soal verbal dari


Stanford-Binet, namun juga mengadaptasi soal-soal lainnya yang pengujiannya
melibatkan sentuhan fisik (taktual). Tes ini memiliki reliabilitas split-half yang baik
dan menunjukkan korelasi tinggi dengan skala-skala verbal WISC-R.

Para pengembang tes juga berhasil memodifikasi skala Wechsler


Performance. Haptic Intelligence Scale for the Adult Blind (HISAB) mencakup
enam subtes; Digit Symbol, Block Design, Object Assembly, Picture Completion
merupakan subtes skala Performance pada tes WAIS (Shuragger, 1961). Dua subtes
lainnya yaitu Bead Arithmetic (menggunakan sempoan dalam penyelesaian soal
aritmatika) dan Pattern Board (meniru pola pada sebuah papan yang berlubang dan
memiliki pasak). Reliabilitas HISAB sangat tinggi.

Instrumen lainnya yaitu Blind Learning Aptitude Test (BLAT), yang


merupakan tes taktil bagi anak berusia 6-16 tahun yang mengalami kebutaan
(Newland, 1971). Item-item BLAT bentuknya seperti pahatan ( bas-relief ). Sebagian
besar item diadaptasi dari Raven’s Progressive Matrices dan Cattell Culture Fair
Intelligence Test. BLAT merupakan suatu instrument yang menjanjikan untuk
menguji inteligensi anak-anak yang mengalami disabilitas visual.

Satu lagi instrummen yang menjanjikan bagi anak-anak yang mengalami


hambatan visual yaitu Intelligence Test for Visually Impaired Children (ITVC).
Mencakup sejumlah subtes haptic yang menggantikan subtes tradisional seperti
Block Design. Tes ini dirancang bagi anak berusia 6- 15 tahun. Tes ini juga memiliki
norma-norma yang terpisah bagi anak yang memiliki penglihatan terbatas dengan
anak-anak yang buta total. Lima subtes verbal diadaptasi dari instrument yang sudah
ada, dan tujug subtes nonverbal baru, yang bergantung pada persepsi taktil.
Pelaksanaan tes memerlukan waktu tiga jam. Pemakaiannya masih terbatas sebab
ukuran yang besar dan alat yang berat sehingga tidak dapat dibawa-bawa atau
dipindahkan ke ruangan lain dengan mudah.

2.3.3 MENGETES TUNARUNGU ATAU PENDERITA GANGGUAN


PENDENGARAN (Clarisa Zahran)

Lebih dari 1 juta warga Amerika mengalami kesulitan pendengaran atau


ketulian yang serius sehingga harus bergantung pada American Sign Language (ASL)
yang merupakan bahasa isyarat yang memadukan gerak jari dan bibir (Brauer,
Braden, Pollard, & Hardybraz, 1998). Karena keterbatasan kemampuan para
tunarungu dalam berbahasa inggris serta keterbatasan psikolog dalam berbahasa
isyarat maka menimbulkan tantangan lintas-budaya yang cukup sulit dalam hal
validitas dan keakuratan asesmen terhadap para tuna rungu.Tantangannya lebih dari
sekadar memilih tes yang dikembangkan dari sampel para tunarungu melainkan

17
bahasa isyarat yang digunakan =memiliki beragam karakteristik dalam kontinum
multidimensional,yang mencakup beragam gaya,variasi leksikal,struktus condong
atau sebaliknya,berbeda dari urutan kata-kata dalam bahasa inggris= (Braner dkk.,
1998, hal.299).Akibatnya tidak semua tunarungu cocok untuk diterapkan tes yang
dikembangkan oleh ASL.Untuk mendapatkan validitas dan keakuratan asesmen
terhadap tunarungu maka dibutuhkan psikolog yang mendalami dan mempunyai
pengalaman serta pelatihan dalam dunia tunarungu (deaf culture).

Jika seorang psikolog tidak memiliki kemampuan seputar dunia tunarungu


maka psikolog harus menyerahkan lebih lanjut asesmen tunarungu ke lembaga atau
orang yang kompeten di dunia tunarungu.Begitupula penggunaan penerjemah dalam
pengetesan tunarungu.Jika penerjemah tidak kompeten,salah,tidak berhati-hati
mempunyai resiko atau kemungkinan yang besar akan mengubah isi dan materi tes
sehingga hasil tes tidak valid.Maka dari itu jalan tengahnya adalah menggunakan
penguji tes yang fasih berbahasa isyarat agar segala bentuk terjemahan masih dalam
prosedur-prosedur yang distandarisasikan.Untuk tujuan asesmen intelektual bagi
kaum tuna rungu atau gangguan pendengaran lainnya dapat menggunakan
subtes-subtes Wechsler serta jenis tes lainnya yang sering digunakan adalah Raven’s
Progressive Matrices (Raven, Court, & Raven,1992) dan Hiskey – Nebraska Test of
Learning Aptitude.

2.3.4 ASESMEN PERILAKU ADAPTIF DALAM DISABILITAS


INTELEKTUAL (Yusrina Izzati Zharfa)

Setelah 130 tahun,suatu lembaga yang berwenang untuk mendukung hak-hak


penyandang disabilitas mental mengganti nama lembaga yang awalnya American
Association on Mental Retardation (AAMR) kemudian berganti nama menjadi
American Association on Intellectual and Developmental Disabilities
(AAIDD).Dengan adanya pergantian nama lembaga tersebut maka istilah retardasi
mental (mental retardation) yang sudah ada sejak lampau diganti menjadi disabilitas
intelektual (intellectual disability) yang mana terminologi ini dinilai lebih akurat
daripada istilah sebelumnya. AAMR juga menerbitkan buku pada tahun 2011 yang
mana didalamnya menghapus semua kata <retardasi mental= dengan alasan
menghadirkan alasan prognosis yang lebih optimis bagi para penyandang disabilitas
intelektual.

Organisasi AAIDD mendefinisikan disabilitas intelektual sebagai berikut,


Disabilitas intelektual dicirikan oleh hambatan signifikan dalam kinerja intelektual
sekaligus dalam perilaku adaptif, sebagaimana terekspresikan dalam
keterampilan-keterampilan konseptual,sosial,dan praktis.Disabilitas ini muncul
sebelum usia 18 tahun (Schalock, dkk., 2007, hal. 118).

AAIDD menetapkan kriteria kinerja intelektual dibawah normal dengan patokan


skor IQ 70 atau 75 (atau lebih rendah). Namun dengan itu ditekankan pentingnya
evaluasi yang dilakukan oleh praktisi-praktisi profesional dalam kasus individual. Skor

18
IQ yang rendah tidak cukup untuk digunakan sebagai dasar atau patokan diagnosis
disabilitas intelektual hal ini dikarenakan disabilitas intelektual harus mencakup kriteria
kedua yaitu adanay hambatan dalam perilaku adaptif yang terekspresikan dalam
ketrampilan konseptual,sosial dan praktis yang sudah muncul antara periode
perkembangan hingga usia 18 tahun.

Untuk mengukur tingkat keparahan dengan kontinum terminologi,sebelumnya


retardasi mental menetapkan 4 jenjang yaitu,ringan,sedang,berat dan sangat berat
(mild,moderate,severe,profound).Terminologi tersebut tergantikan seiring istilah
retardasi mental dihapuskan.AAIDD mengeluarkan hierarki <Intensitas Dukungan yang
Dibutuhkan= (Intensities of Needed Supports). Empat jenjang tersebut
diantaranya,berkala,terbatas,ekstensif, dan permanen (intermittent, limited, extensive,
pervasive). Keempat jenjang tersebut berfokus pada kebutuhan rehabilitatif para
klien.AAIDD menetapkan 3 ranah kinerja adaptif,hal ini dikarenakan untuk mengukur
keterbatasan keterampilan adaptif merupakan hal yang sulit dibanding menentukan IQ.

Ketiga ranah adaptif tersebut diantaranya :

● Conceptual Skills (Keterampilan Konseptual) seperti bahasa,tingkat melek


huruf,konsep jumlah,waktu dan uang serta self-direction.
● Social Skills (Kemampuan Sosial) atau kemampuan interpersonal seperti tanggung
jawab sosial,pemecahan masalah,harga diri,dan kemampuan mengikuti peraturan.
● Practice Skills (Kemampuan Praktis) seperti keterampilan yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari (kebutuhan pribadi).

AAIDD mengajukan gagasan terkait hambatan dalam 3 ranah tersebut bahwa


keteerampilan adaptif yang telah disusun dengan norma yang kuat pada akhirnya
diagnosis akhir adalah semata- mata pertimbangan klinis.Instrumen terstandardisasi
pertama yang digunakan untuk asesmen perilaku adaptif adalah Vineland Social
Maturity Scale (Doll, 1935).Skala Vineland yang asli bila dibandingkan dengan
standar modern maka cenderung simplistik kasar yang terdiri dari 117 soal dan dalam
format pilihan ganda.Berdasarkan jawaban peserta, penguji akan mengkalkulasi usia
sosial yang ekuivalen dan bermanfaat bagi diagnosis retardasi mental.Setelah melalui
berbagai macam revisi,revisi terbaru dari Skala Vineland adalah Vineland Adaptive
Behavior Scales,Second Edition (Sparrow, Cicchetti, & Balia,2005).Sejak
penerbitannya,lebih dari 100 skala perilaku adaptif diterbitkan (Matson, 2007;
Reschly, Myers, & Hartel, 2002). Secara umum,dapat dibedakan menjadi 2 jenis
instrumen yang dirancang dengan tujuan yang masing-masing berbeda. Kelompok
pertama terdiri dari skala yang disusun berdasarkan norma (norm-referenced scales)
dengan tujuan membantu diagnosis dan klasifikasi.Kelompok kedua terdiri dari skala
yang disusun berdasarkan kriteria (criterion-referenced scales) dengan tujuan
membantu pelatihan dan rehabilitasi.

19
a. Scales of Independent Behavior-Revised (Dear Olivier Ananda)

Scales of Independent Behavior-Revised (SIB-R; Bruininks, Woodcock,


Weatherman, & Hill, 1996) adalah instrumen pengukuran perilaku adaptif yang sangat
bermanfaat dalam asesmen disabilitas intelektual.Instrumen ini berisi 259 soal
perilaku adaptif dan diorganisasikan menjadi 14 subskala yang bersifat
multidimensional dan cenderung ambisius. Ciri dari SIB-R yang bermanfaat yaitu
pemberi tes hanya perlu melakukan pelatihan dan pengalaman minimu akan tetapi
diperlukan kompetensi yang tinggi untuk menentukan dan memutuskan penempatan
bagi klien. Skala dapat dikerjakan dengan bantuan orangtua,saudara,guru atau orang
yang kenal dengan keseharian pelaku tes dan setiap rangkaian soal memiliki rentang
skor dari 0 sampai 3.14.

Subskala disusun menjadi 4 klaster diantaranya, Keterampilan Motorik (Motor


Skills), Keterampilan Sosial dan Komunikasi (Social and Communication Skills),
Keterampilan Hidup Mandiri (Personal Living Skills) dan Keterampilan Hidup dalam
Komunitas (Community Living Skills). Skor keseluruhan (Broad Independence Scale)
yang merupakan gabungan dari skor subtes dan skor klaster kemudian dikonversikan
ke beragam skor normatif. Skala normatif mencakup skor usia,jenjang persentil,skor
standar,skor stanine, dan kurva normal yang ekuivalen.Sebuah bagian yang terpisah
dan unik, SIB-R juga berfungsi sebagai asesmen perilaku maladaptif dengan cara
mengukur jenjang keparahan dan frekuensi dari perilaku tersebut, Problem Behavior
Scale diantaranya yaitu, Hurtful to Self (Menyakiti Diri Sendiri), Hurtful to Others
(Melukai Orang Lain), Destructive to Property (Merusak Properti), Distruptive
Behavior (Perilaku Distruptif), Unusual or Repetitive Habits (Kebiasaan yang tidak
biasa dan berulang), Socially Offense Behavior (Perilaku yang melanggar
norma-norma sosial), Withdrawal or Inattentive Behavior (menarik diri atau acuh tak
acuh) dan Non-Cooperative Behavior (Perilaku Non-kooperatif).

Standarisasi SIB-R dirancang dengan baik. Nilai reliabilitas dan validitas


SIB-R semakin dikukuhkan dengan memasangkan SIB-R dengan norma-norma
Woodcock-Johnson Psycho- Educational Battery-Revised. SIB-R memiliki reliabilitas
yang cukup bagus namun agak bervariasi dari satu subskala ke subskala yang lain dan
dari satu kelompok usia ke kelompok usia yang lain.SIB-R memiliki data validitas
yang menjanjikan dimana sebagai contoh skor mean dari beragam sampel penderita
disabilitas dan sampel normal menunjukkan hubungan konfirmatorik: skor terendah
didapati pada orang-orang yang mengalami gangguan belajar dan penyesuaian diri
yang paling parah.Dalam sampel penderita disabilitas, skor SIB-R berkorelasi sangat
kuat dengan skor intelegensi (sekitar 0,80-an) sedangkan sampel normal,hubungan
tersebut

b. Independent Living Behavior Checklist (ILBC) (Tasya Afifah Wulandari)

Independent Living Behavior Checklist atau disingkat ILBC merupakan daftar


panjang yang berisi 343 keterampilan hidup mandiri yang dikelompokkan dan

20
disajikan dalam 6 kategori yaitu,mobilitas,perawatan diri,kebersihan dan keamanan
rumah,makanan,sosial dan komunikasi,dan akademik aktif (Walls, Zane, & Thvedt,
1979).ILBC merupakan instrumen tes yang sama sekali tidak normatif tujuannya
yaitu memudahkan pelatihan bagi peserta tes individual dalam menerapkan
keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup mandiri.ILBC tidak memberikan rentang
usia yang khusus tetapi instrumen ini sesuai bagi orang yang berusia 16 tahun hingga
dewasa dan ILBC juga berfokus pada hal-hal yang bisa dilakukan oleh para peserta
tes dan bukan untuk membandingkan peserta tes dengan orang lain.ILBC menerapkan
suatu perilaku,kondisi dan standar yang khusus bagi setiap keterampilan.Seperti
contoh,sebuah item berjudul Rubber Scraper (Pengerik Karet) memuat 3 hal yaitu:

● Condition (Kondisi) dimana klien mendapatkan sebuah panci,mangkuk berisi


bahan-bahan serta sebuah alat pengerik karet.
● Behavior (Perilaku) dimana klien menuangkan bahan-bahan kedalam panci
dan mengerik sisi mangkuk.
● Standar dimana perilaku terjadi dalam rentang waktu 2 menit,tidak ada bahan
yang tumpah dan semua bahan dituang ke panci (Walls dkk., 1979, hal.93).

Ketiga komponen tersebut (kondisi,perilaku dan standar) didefinisikan dengan


akurasi yang tinggi sehingga memudahkan pengamat untuk mencapai kesepakatan
perihal penguasaan keterampilan klien.Soal-soal ILBC diatur dengan cermat,dari yang
mudah ke yang susah,mencakup keterampilan yang penting dan relevan bagi
kemampuan mandiri dan 100 persen sesuai dengan sebuah daftar kriteria kemampuan
hidup mandiri (Schwab, 1979) sehingga bila digunakan secara terus menerus dapat
memberikan tolak ukur keterampilan yang dikuasai klien dan menyediakan panduan
untuk rehabilitasi lebih lanjut.

c. Inventory for Client and Agency Planning (ICAP) (Azminida Salsabilla)

Inventory for Client and Agency Planning (Hill, 2005) adalah salah satu tes
yang paling banyak digunakan secara luas.Tes ini cocok untuk anak-anak dan orang
dewasa yang mengalami retardasi mental,orang-orang yang mengalami kecacatan saat
sudah dewasa dan orang-orang lanjut usia yang membutuhkan perlakuan
khusus.Fokus instrumen ini adalah untuk menentukan kebutuhan layanan khusus para
kaum difabel.Tes ini berbentuk booklet 16 halaman yang mengevaluasi perilaku
adaptif,maladaptif dan kebutuhan atau dukungan khusus.Dalam tes ini,perilaku
adaptif diberi rentang dari skala 0 sampai 3.Asesmen perilaku adaptif dilakukan
dengan prosedur yang lebih rumit,menggunakan kuesioner terbuka dan wawancara
lanjutan.Tekn ik ini meningkatkan reabilitas subskala perilaku adaptif menjadi r =
0,80.Yang mana berarti baik daripada subskala instrumen lainnya dengan reabilitas
lebih rendah.

Maka menurut pandangan psikometri,ICAP telah mencapai standar paling


tinggi.Dalam ICA terdapat salah satu aspek yang memberikan manfaat dan menarik
yaitu ICA memberikan opsi Service Score yang berada pada rentang 0 sampai

21
100.Skor menunjukan intensitas pengawasan,pelatihan dan supervisi yang dibutuhkan
klien,semakin rendah maka semakin tinggi kebutuhannya dan sebaliknya jika semakin
tinggi maka semakin rendah kebutuhannya.Data hasil tes ICAP sering disertakan
dalam database oleh pembuat tes hal ini dikarenakan Service Score dalam tes ICAP
juga dirancang untuk memprediksi biaya dan pengeluaran yang dibutuhkan dalam
pemberian pelayanan khusus.Di Amerika Serikat,ICAP dihubungkan kepada
departemen- departemen pelayanan sosial untuk menentukan kelayakan dan kriteria
pelayanan khusus.Hal ini adalah consequential testing yang mana nasib kaum difabel
berhubungan dengan ICAP yang terhubung dengan departemen-departemen
pelayanan kaum difabel.

Contoh – contoh Lain Pengukuran Perilaku Adaptif (Fikri Kusnandi)

Pengukuran perilaku adaptif sangatlah bervariasi yang mana penggunaan


setiap instrumen sangat berbeda dan tidak bisa saling ditukar satu dengan lainnya
sehingga peserta tes harus mempeljari keunggulan dan kelemahan setiap tes dengan
cermat.Vineland Adaptive Behavior Scales-II (VABS-II; Sparrow,Cicchetti & Balla,
2005) adalah instrumen hasil revisi dan restandardisasi dari Vineland Social Maturity
Scale yang penggunaannya sangat luas saat ini untuk mengukur perilaku adaptif
dengan validitas konkruen yang bagus,termasuk korelasi dalam rentang 0,50 hingga
0,80 dengan skala Wechsler dan Stanford-Binet.Meski demikian sjeumlah item
wawancara memerlukan pengetahuan yang mungkin tidak dimiliki
informan.Silverstein (1986) menemukan kekeliruan dalam data normatif yaitu adanya
ketidak konsistenan loncatan standard score dari kelompok usia satu dengan yang
lainnya.Meski demikian,Vineland masih banyak digunakan dan sangat populer.

AIDD mengembangkan sejumlah skala yang berguna bagi asesmen untuk


orang-orang yang mengalami hambatan kognitif.Salah satu dari prosuknya yaitu
AAMR Adaptive Behavior Scale Second Edition (Nihira, Leland, & Lambert,
1993).Versi tes ini dimodifikasi untuk kebutuhan residensial dan omunitas dengan
orag-orang yang berentang usia dari 18 sampai 80 tahun.Selain ranah asesmen
perilaku adaptif,intrumen unik lainnya dalam asesmen ini yaitu adanya perhatian yang
cermat dalam perilaku maladaptif,yang dievaluasi menjadi 8 ranah yaitu,perilaku
kasar (violent) dan antisosial,memberontak (rebellious behavior),eksentrik dan
melukai diri sendiri (self-abusive behavior),perilaku tidak dapat dipercaya
(untrustworthy behavior),penarikan diri (withdrawal),stereotipe dan
hiperaktif,pemaparan bagian-bagian tubuh yang tidak tepat (inappropriate body
exposure) dan perilaku yang terganggu (disturbed behavior).Skala telah divalidasi
secara ekstensif dan mampu membedakan jenjang perilaku adaptif pada klien.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asesmen merupakan penilaian atau kegiatan mengumpulkan, menganalisis, dan


menginterpretasikan data atau informasi mengenai sifat atau perilaku seseorang, karakteristik
suatu program, dan kemudian memberikan penilaian terhadap penentuan tersebut dan juga
merupakan bagian dari program pendidikan anak yang berkembang secara normal juga yang
mempunyai kebutuhan khusus.

Dalam tahap masa perkembangan bayi, asesmen digunakan untuk mengukur


kemampuan bayi seperti Neonatal Behavioral Assessment Scale (NBAS) dan Bayley Scales
of Infant and Toddler Development-III (Bayley-III). Sedangkan pada masa perkembangan
anak usia dini asesmen yang digunakan berupa asesmen inteligensi seperti Stanford Binet
Fifth-Edition (SB5) dan Differential Ability Scales-II (DAS-II).

Pada dasarnya asesmen digunakan untuk memperoleh manfaat-manfaat seperti


mendukung kemampuan anak, mengidentifikasi perlu adanya kebutuhan khusus untuk
mendukung perkembangan sang anak, dan memantau perkembangan dari sang anak.

Peran orangtua sangat diperlukan dalam masa perkembangan sang anak, orang tua
perlu mengawasi bagaimana sang anak dalam berkembang dan bertumbuh. Pemahaman
mengenai asesmen terkait juga dibutuhkan bagi sang pendamping anak untuk memfasilitasi
segala kebutuhan dan memahami bagaimana anak berkembang, sebab hal tersebut merupakan
tanggung jawab orangtua.

Terdapat juga instrumen yang dirancang untuk kasus-kasus khusus, seperti


evaluasi terhadap orang-orang yang mengalami disabilitas sensorik, motorik, bahasa, atau
intelektual, berawal di tahun 1950-an, muncul pembaharuan komitmen terhadap kebutuhan
dan hak-hak para penderita cacat fisik dan cacat mental di Amerika Serikat. Sikap
masyarakat telah berubah dari pengucilan dan penyingkiran menjadi lebih suportif dan
terbuka. Semakin terpenuhinya pelayanan dari fasilitas-fasilitas pelayanan komunitas kecil,
alih-alih institusi besar seperti rumah sakit jiwa atau asylum pada abad-abadterdahulu.

Selain itu, seiring dengan berjalannya waktu terdapat beberapa pembaruan


seperti tes nirbacaan, tes nirbahasa dan tes nirmotorik. Yang menyesuaikan dengan
orang yang tidak menguasai bahasa pembuat tes, orang dengan hambatan bicara atau
keterampilan bahasa yang terbatas, tes nirbacaan juga dirancang bagi partisipan buta
huruf yang memahami bahasa inggris dan mampu memahami instruksi verbal. Tes nirbahasa
ini cocok diterapkan bagi anak-anak belia, buta huruf, dan yang mengalami hambatan
kemampuan verbal atau bahkan hambatan kemampuan mengekspresikan bahasa. Semua Tes
asesmen bagi populasi khusus ini pada dasarnya disesuaikan dengan target ataupun

23
partisipan dan dirancang sedemikian rupa agar semua partisipan tetap mendapatkan hak dan
kesetaraan dalam setiap tes asesmen.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anne A., Susana U. (1997). PSYCHOLOGICAL TESTING, 7th Editions. Robertus


Hariono S.(2007) PT. Indeks. Jakarta, Indonesia.
Fridani, Lara. (2014) Evaluasi Perkembangan AUD. In: Perencanaan Asesmen
Perkembangan pada Anak Usia Dini. Universitas Terbuka, Jakarta, pp. 1-32.
ISBN 9789790113817 http://repository.ut.ac.id/4728/1/PAUD4503-M1.pdf
Hapidin, dkk. (2014). Asesmen Anak Usia Dini (Multi Pendekatan dan Metode).
Repositotry Universitas Negeri Jakarta
http://sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/Asesmen_Evaluasi_PAUD_(Hapi
din-PAUD).pdf

Khairiah, D. (2018). Perkembangan Fisik, Intelegensi, Emosi dan Bahasa AUD. Al


Athfal : Jurnal Kajian Perkembangan Anak Dan Manajemen Pendidikan Usia
Dini, 1(1), 1-17.
https://www.ejournal.stainupwr.ac.id/index.php/Al_Athfal/article/view/55
Robert J. Gregory. (1992). PSYCHOLOGICAL TESTING: HISTORY, PRINCIPLES,
AND APPLICATIONS. Amitya K., Mikael S. (2013). Penerbit Erlangga.
Jakarta. Indonesia
Robert M. Kaplan, Dennis P. Saccuzzo. (2009), Psychological Testing: Principles,
Applications, and Issues, 7th Edition. Eko Prasetyo W. (2012). Salemba
Hunamika. Jakarta, Indonesia
Rosita, dkk. PERKEMBANGAN MASA BAYI. Universitas Negeri Yogyakarta
http://staffnew.uny.ac.id/upload/198503112008121002/pendidikan/004.+Perk
mb+Bayi+PowerPoint+-+Bu+Rosita+Tim.pdf
Talango R. Siti, Pratiwi W. (2018). ASESMEN PERKEMBANGAN ANAK (STUDI
KASUS ASESMEN PERKEMBANGAN ANAK USIA 2 TAHUN). Institut
Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo. Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam. Vol 6 (2)
https://core.ac.uk/download/pdf/228816552.pdf
TIM GTK DIKDAS. (2021). Modul Belajar Mandiri, Direktur Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan
https://cdn-gbelajar.simpkb.id/s3/p3k/TKPAUD/Modul%20Bahan%20Belajar
_P3K-TK_2021.pdf

25

Anda mungkin juga menyukai