PENDIDIKAN INKLUSI
KARAKTERISTIK, ASESMEN & INTERVENSI
ABK TUNARUNGU, TUNANETRA, TUNADAKSA
Disusun Oleh :
Nur Afifah 2232099031
Pramardiyanti Fitriana 2100001048
Siti Munawaroh 2100001050
Reiza Aurelia Huzna 2100001070
Dhani Halim Wijaya 2100001071
Kelas : BK-B
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini
adalah " Karakteristik, Asesmen dan Intervensi ABK tunarungu, tunanetra, tunadaksa ". Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu
Ibu Muya Barida, S.Pd., M.Pd yang telah memberikan tugas kepada kami.
Kami jauh dari sempurna, dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan, maka kritik dan saran yang
membangun senantiasa saya harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi saya pada
khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada urnumnya.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak
pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa)
didefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna (Hallahan dan Kauffman,
2003: 12).
Anak anak berkebutuhan khusus ini tidak memiliki ciri-ciri perkembangan psikis
ataupun fisik dengan rata-rata anak seusianya. Namun meskipun berbeda, ada juga anak-anak
berkebutuhan khusus menunjukan ketidakmampuan emosi, mental, atau fisiknya pada
lingkungan sosial. Terdapat beberapa jenis anak berkebutuhan khusus yang seringnya kita
temui yaitu tunarungu, tunanetra, tunadaksa, tunagrahita, tunalaras, autis, down syndrome,
dan retradasi mental (kemunduran mental).
1
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah ditemukan diatas, maka
tujuan makalah ini adalah untuk memahami dan mengetahui masalah yang dialami oleh ABK
Tunarungu, Tunanetra dan Tunadaksa.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat diartikan sebagai individu yang mempunyai
karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang normal oleh masyarakat
pada umumnya. Menurut Heward (2003) ABK didefinisikan sebagai anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan
pada ketidak mampuan emosi, mental, atau fisiknya. Berdasarkan definisi diatas ABK dapat
didefinisikan sebagai individu yang memiliki karakteristik intelektual, fisik, maupun
emosional diatas atau dibawah rata-rata individu pada umumnya.
3
tunarungu. Istilah tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna mempunyai arti
kurang dan rungu berarti pendengaran.
Hal ini dapat dikaitkan dengan pendapat Murni Winarsih (2007: 37), “Tunarungu
adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kemampuan mendengar baik sebagian
atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran, sehingga dalam kesehariannya berdampak pada komunikasi”.
4
2.3. Karakteristik Tunarungu
Karakteristik anak tunarungu sebagai berikut :
5
diatasi dengan menanamkan sedini mungkin nilai-nilai sosial pada anak, memberi
kesempatan anak mendapatkan pengalaman baru dari lingkungan, membiasakan
berkomunikasi dengan anak, dan memberi arahan yang cukup jelas bagi anak
tunarungu.
4) Aspek kepribadian, anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam mempersepsikan
rangsangan emosi seperti marah atau gembira sehingga anak tunarungu sering
memperlihatkan sikapcuriga, agresif, kurang empati, dsb.
Intervensi pada anak yang berkebutuhan khusus tunarungu banyak hal yang harus
dimengerti, yaitu pada gangguan pendengaran yang terjadi pada anak perlu dilakukan deteksi
seawal mungkin mengingat peranan pendengaran dalam proses perkembangan bicara
sangatlah penting. Intervensi dini untuk mengembangkan kemampuan bahasa pada anak
tunarungu berdasarkan kebutuhan anak tunarungu.
6
2.5. Definisi ABK Tunanetra
Kata “tunanetra” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “tuna” yang
artinya rusak atau cacat dan kata “netra” yang artinya adalah mata atau alat penglihatan, jadi
kata tunanetra adalah rusak penglihatan. Sedangkan orang yang buta adalah orang yang rusak
penglihatannya secara total. Jadi, orang yang tunanetra belum tentu mengalami kebutaan
total tetapi orang yang buta sudah pasti tunanetra. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
tunanetra yaitu berkurangnya fungsi atau ketidakfungsian indra penglihatan seseorang untuk
melihat bayangan benda dalam aktivitas sehari-hari sehingga membutuhkan pendidikan
khusus guna mendukung aktivitas belajarnya.
Cara membaca angka tersebut adalah misalnya pada kategori ringan yaitu 6/12 artinya pada
orang dengan penglihatan normal dapat melihat sesuatu di jarak 12 meter, sedangkan
tunanetra dapat melihat di jarak 6 meter.
Ciri utama dari anak yang mengalami gangguan penglihatan/tunanetra yaitu adanya
penglihatan yang tidak normal seperti manusia pada umunnya. Bentuk-bentuk
ketidaknormalan gangguan tersebut, antara lain:
7
1. Penglihatan samar-samar untuk jarak dekat atau jauh. Hal ini banyak dijumpai pada
kasus myopia, hyperopia, atau astigmatismus. Semua ini masih dapat diatasi dengan
menggunakan kacamata maupun lensa kontak.
2. Medan penglihatan yang terbatas. Misalnya: hanya jelas melihat tepi/perifer atau
sentral. Dapat terjadi pada satu ataupun kedua bola mata.
3. Tidak mampu membedakan warna.
4. Adaptasi terhadap terang dan gelap terhambat. Hal ini banyak dijumpai pada proses
penuaan.
5. Sangat peka atau sensitif terhadap cahaya atau ruang terang atau photophobic.
Biasanya hal ini banyak dijumpai pada orang albino, mereka kurang nyaman berada
dalam ruangan yang terang.
8
2.8. Definisi ABK Tunadaksa
Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, istilah yang sering digunakan untuk
menyebut anak tunadaksa adalah anak yang memiliki cacat fisik, tubuh atau cacat orthopedi.
Dalam bahasa asing sering kali dijumpai istilah crippled, physically handicapped, physically
disabled, dan sebagainya. Keragaman istilah yang dikemukakan untuk menyebutkan
tunadaksa tergantung dari kesenangan atau alasan tertentu dari para ahli yang bersangkutan.
Meskipun istilah yang dikemukakan berbeda-beda, tapi secara material pada dasarnya
memiliki makna yang sama (Pendidikan, 2006).
Tunadakasa berasal dari kata “tuna” yang berarti rugi atau kurang, dan “daksa” yang
berarti tubuh. Dalam banyak literatur, cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari
pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and Health
Impairments” (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini disebabkan karena
seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak adalah pusat kontrol seluruh
tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi), maka dapat
mengakibatkan suatu kelainan pada fisik atau tubuh, juga pada emosi atau terhadap fungsi-
fungsi mental. Luka yang terjadi pada bagian otak, baik sebelum, saat, maupun sesudah
kelahiran, dapat menyebabkan retardasi dari mental.
9
3. Karakteristik Intelegensi
Tidak ada hubungan antara tingkat kecerdasan dan kecacatan, namun ada beberapa
kecenderungan adanya penurunan sedemikian rupa kecerdasan individu bila kecacatannya
meningkat. Dari beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa ternyata IQ anak tunadaksa rata-
rata normal.
4. Karakteristik Fisik
Selain memiliki kecacatan tubuh, ada kecenderungan mengalami gangguan-
gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, dan
gangguan bicara. Kemampuan motorik anak tunadaksa terbatas dan ini dapat dikembangkan
sampai pada batas-batas tertentu.
10
2. Dukungan perilaku positif
a) meningkatkan kepercayaan diri anak dengan melatih dan menggali minat bakat dalam
kegiatan ekstrakulikuler disekolah
b) mendukung anak dalam kegiatan keagaaman sebagai bentuk motivasi diri
c) fasilitas dan bimbingan anak untuk mengeksplorasi hal yang diinginkan dan disukai
11
DAFTAR PUSTAKA
Khairun Nisa, Mambela, S., & Badiah, L. I. (2018). Karakteristik Dan Kebutuhan Anak
Berkebutuhan Khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 33–40.
https://doi.org/10.36456/abadimas.v2.i1.a1632
Widyorini, E., Harjanta, G., Roswita, M. Y., Sumijati, S., Eriyani, P., Primastuti, E.,
Hapsari, L. W., & Agustina, E. (2014). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. 1–100.
Yatmiko, F., Banowati, E., & Suhandini, P. (2015). Implementasi pendidikan karakter anak
berkebutuhan khusus. Implementasi Pendidikan Karakter Anak Berkebutuhan Khusus,
4(2), 77–84.
Widyorini, E., Harjanta, G., Roswita, M. Y., Sumijati, S., Eriyani, P., Primastuti, E.,
Hapsari, L. W., & Agustina, E. (2014). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. 1–100.
12