Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK

PENDIDIKAN INKLUSI
KARAKTERISTIK, ASESMEN & INTERVENSI
ABK TUNARUNGU, TUNANETRA, TUNADAKSA

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Pendidikan Inklusi
Dosen Pengampu : Muya Barida, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh :
Nur Afifah 2232099031
Pramardiyanti Fitriana 2100001048
Siti Munawaroh 2100001050
Reiza Aurelia Huzna 2100001070
Dhani Halim Wijaya 2100001071

Kelas : BK-B

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini
adalah " Karakteristik, Asesmen dan Intervensi ABK tunarungu, tunanetra, tunadaksa ". Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu
Ibu Muya Barida, S.Pd., M.Pd yang telah memberikan tugas kepada kami.

Kami jauh dari sempurna, dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan, maka kritik dan saran yang
membangun senantiasa saya harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi saya pada
khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada urnumnya.

Yogyakarta, 12 Oktober 2022

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
1.3. Tujuan .......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3
2.1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ...................................................................... 3
2.2. Definisi ABK Tunarungu............................................................................................. 3
2.3. Karakteristik Tunarungu .............................................................................................. 5
2.4. Intervensi dari ABK Tunarungu .................................................................................. 6
2.5. Definisi ABK Tunanetra .............................................................................................. 7
2.6. Karakteristik ABK Tunanetra ...................................................................................... 7
2.7. Intervensi ABK Tunanetra ........................................................................................... 8
2.8. Definisi ABK Tunadaksa ............................................................................................. 9
2.9. Karakteristik ABK Tunadaksa ..................................................................................... 9
2.10. Intervensi ABK Tunadaksa ...................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak
pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa)
didefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna (Hallahan dan Kauffman,
2003: 12).

Anak anak berkebutuhan khusus ini tidak memiliki ciri-ciri perkembangan psikis
ataupun fisik dengan rata-rata anak seusianya. Namun meskipun berbeda, ada juga anak-anak
berkebutuhan khusus menunjukan ketidakmampuan emosi, mental, atau fisiknya pada
lingkungan sosial. Terdapat beberapa jenis anak berkebutuhan khusus yang seringnya kita
temui yaitu tunarungu, tunanetra, tunadaksa, tunagrahita, tunalaras, autis, down syndrome,
dan retradasi mental (kemunduran mental).

Ketika belajar, anak berkebutuhan khusus kerap melakukan kesalahan sensory


memory karena memori mereka hanya pendek sekali jaraknya, mudah lupa, fakta tersimpan
tetapi tidak dalam 1 kerangka konteks yang terjadi. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus
sebenarnya bisa memberi respon terhadap sesuatu dalam pembelajaran, tetapi mereka sulit
menghadapi situasi baru. Dalam perihal interaksi sosial anak-anak berkebutuhan khusus
kurang kontak mata, represif, sulit berinteraksi baik dengan teman-teman maupun para guru,
tak bisa berempati, memahami maksud orang lain, interaksi, kesulitan menyampaikan
keinginan, takut dan cenderung menghindari orang lain dan sulit memahami isyarat verbal-
nonverbal.

Di Indonesia, perkembangan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dan


pendidikan khusus lainnya, mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam dua dasa
warsa terakhir. Dengan lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 tahun
1989 yang kemudian disempurnakan menjadi UU No.20/ 2003, pendidikan luar biasa tidak
saja diselenggarakan melalui sistem persekolahan khusus (SLB), namun juga dapat
diselenggarakan secara inklusif di sekolah reguler pada jenjang Pendidikan dasar dan
menengah (Solopos, Pendidikan, Selasa 27 Nopember 2012).

1
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari anak berkebutuhan khusus?


2. Apa definisi dari abk tunarungu?
3. Bagaimana karakteristik dari abk tunarungu?
4. Bagaimana intervensi dari abk tunarungu?
5. Apa definisi dari abk tunanetra?
6. Bagaimana karateristik dari abk tunanetra?
7. Bagaimana intervensi dari abk tunanetra?
8. Apa definisi dari tunadaksa?
9. Bagaimana karakteristik dari tunadaksa?

1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah ditemukan diatas, maka
tujuan makalah ini adalah untuk memahami dan mengetahui masalah yang dialami oleh ABK
Tunarungu, Tunanetra dan Tunadaksa.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat diartikan sebagai individu yang mempunyai
karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang normal oleh masyarakat
pada umumnya. Menurut Heward (2003) ABK didefinisikan sebagai anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan
pada ketidak mampuan emosi, mental, atau fisiknya. Berdasarkan definisi diatas ABK dapat
didefinisikan sebagai individu yang memiliki karakteristik intelektual, fisik, maupun
emosional diatas atau dibawah rata-rata individu pada umumnya.

Haring (1982) membuat kategori anak berkebutuhan khusus sebagai berikut :


1. Cacat penginderaan, misalnya kerusakan pendengaran, atau penglihatan
2. Penyimpangan mental, termasuk di dalamnya yang sangat berbakat ataupun yang
terbelakang mentalnya
3. Gangguan komunikasi, misalnya masalah-masalah bicara dan bahasa
4. Ketidakmampuan belajar, yaitu masalah-masalah belajar yang serius akan tetapi
tanpa adanya cacat fisik
5. Gangguan perilaku, termasuk di dalamnya masalah emosi
6. Cacat fisik dan kesulitan dalam kesehatan, seperti kerusakan mneurologis, kondisi-
kondisi oropedik, penyekit seperti leukimia dan anemia karena sel-sel yang sakit,
cacat bawaan, dan ketidakmampuan dalam perkembangan

2.2. Definisi ABK Tunarungu

Anak tunarungu yaitu anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya


sehingga tidak dapat mendengar bunyi secara sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar
sama sekali, tetapi dipercayai bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar
sama sekali. Dalam pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus, salah satu dari berbagai
kajian yang dibahas adalah mengenai anak tunarungu. Di masyarakat umum, anak yang
mempunyai hambatan pada pendengaran sering disebut dengan bisu dan tuli. Beda dengan
dunia pendidikan yang mengklasifikasikan mereka dalam pembahasan khusus yaitu

3
tunarungu. Istilah tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna mempunyai arti
kurang dan rungu berarti pendengaran.

Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 1996: 74)


mengemukakan bahwa: seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara
dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) atau
kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah anak yang indera pendengarannya mengalami
kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan
kurang dengar adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih
dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu
dengar (hearing aids).

Hal ini dapat dikaitkan dengan pendapat Murni Winarsih (2007: 37), “Tunarungu
adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kemampuan mendengar baik sebagian
atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran, sehingga dalam kesehariannya berdampak pada komunikasi”.

Menurut Boothroyd (dalam Murni Winarsih, 2007:23) klasifikasi ketunarunguan adalah


sebagai berikut.
a) Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan;
daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal.
b) Kelompok II: kehilangan 31-60, moderate hearing losses atau ketunarunguan atau
ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya
sebagian.
c) Kelompok III: kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses atau ketunarunguan berat;
daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada.
d) Kelompok IV: kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau ketunarunguan
sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakepan manusia tidak ada sama sekali.
e) Kelompok V: kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau ketunarunguan
total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

4
2.3. Karakteristik Tunarungu
Karakteristik anak tunarungu sebagai berikut :

1. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademis


Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak
tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajaran yang bersifat
verbal tetapi dalam mata pelajaran yang bersifat nonverbal kemampuan anak tunarungu sama
dengan teman seusianya.

2. Karakteristik dalam aspek sosial emosional


Anak tunarungu memiliki karakteristik dalam aspek sosialemosional antara lain
pergaulan yang hanya terbatas pada sesama tunarungu, sifat egosentris yang tinggi, perasaan
takut terhadap lingkungan sekitar, perhatian yang sukar dialihkan, memiliki sifat polos dan
cepat marah dan mudah tersinggung.

3. Karakteristik tunarungu dari segi fisik/ kesehatan


Karakteristik dalam aspek fisik dan kesehatan antara lain:
a) Pada umumnya anak tunarungu mengalami gangguan keseimbangan.
b) Gerakan mata anak tunarungu lebih cepat.
c) Gerakan tangannya sangat cepat/ lincah.
d) Pernapasannya pendek.
e) Dalam aspek kesehatan biasanya sama dengan anak normal namun anak tunarungu
perlu rutin memeriksa kesehatan telinganya secara rutin.

Menurut Sadja’ah (2013:48), karakteristik anak tunarungu dilihat dari implikasi


ketunarunguannya dapat dibedakan menjadi 6 aspek antara lain:
1) Aspek bahasa dan berbicara, dampak dari ketunarunguan sangat berpengaruh pada
perkembangan bahasa anak yang terhambat dan keterampilan berbicara terhambat
pula.
2) Aspek intelegensi, anak tunarungu memiliki kemampuan intelegensi potensial setara
dengan anak normal. Akan tetapi karena faktor ketunarunguannya tersebut,
pendengaran mereka terhambat dalam masukan bahasa. Dari aspek motorik
umumnya berkembang dengan baik. Namun ada beberapa anak yang kurang
memiliki keseimbangan gerak akibat gangguan pendengarannya.
3) Aspek sosial, dalam aspek ini kematangan sosial anak tunarungu mengalami
keterlambatan karena kurangnya berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini dapat

5
diatasi dengan menanamkan sedini mungkin nilai-nilai sosial pada anak, memberi
kesempatan anak mendapatkan pengalaman baru dari lingkungan, membiasakan
berkomunikasi dengan anak, dan memberi arahan yang cukup jelas bagi anak
tunarungu.
4) Aspek kepribadian, anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam mempersepsikan
rangsangan emosi seperti marah atau gembira sehingga anak tunarungu sering
memperlihatkan sikapcuriga, agresif, kurang empati, dsb.

Terdapat tiga batasan dalam mengelompokkan tunarungu berdasarkan seberapa jauh


seseorang dapat memanfaatkan sisa pendengaran dengan atau tanpa bantuan alat bantu
mendengar, yaitu sebagai berikut:
• Kurang dengar, namun masih bisa menggunakannya sebagai sarana/modalitas utama
untuk menyimak suara cakapan seseorang dan mengembangkan kemampuan bicara.
• Tuli (Deaf), yaitu mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan sebagai
sarana utama guna mengembangkan kemampuan bicara, namun masih dapat
difungsikan sebagai suplemen pada penglihatan dan perabaan.
• Tuli total (Totally Deaf), yaitu mereka yang sudah sama sekali tidak memiliki
pendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimak atau mempersepsi dan
mengembangkan bicara.

2.4. Intervensi dari ABK Tunarungu

Intervensi pada anak yang berkebutuhan khusus tunarungu banyak hal yang harus
dimengerti, yaitu pada gangguan pendengaran yang terjadi pada anak perlu dilakukan deteksi
seawal mungkin mengingat peranan pendengaran dalam proses perkembangan bicara
sangatlah penting. Intervensi dini untuk mengembangkan kemampuan bahasa pada anak
tunarungu berdasarkan kebutuhan anak tunarungu.

Pengembangan program intervensi dini terdiri dari kemampuan :


1) mengenal huruf
2) mengenal suku kata
3) merangkai kata
4) memahami kata
5) memahami frase yang diperluas.

6
2.5. Definisi ABK Tunanetra

Kata “tunanetra” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “tuna” yang
artinya rusak atau cacat dan kata “netra” yang artinya adalah mata atau alat penglihatan, jadi
kata tunanetra adalah rusak penglihatan. Sedangkan orang yang buta adalah orang yang rusak
penglihatannya secara total. Jadi, orang yang tunanetra belum tentu mengalami kebutaan
total tetapi orang yang buta sudah pasti tunanetra. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
tunanetra yaitu berkurangnya fungsi atau ketidakfungsian indra penglihatan seseorang untuk
melihat bayangan benda dalam aktivitas sehari-hari sehingga membutuhkan pendidikan
khusus guna mendukung aktivitas belajarnya.

Berdasarkan klasifikasi kebutaan secara internasional, kondisi ini dibagi menjadi


gangguan penglihatan jarak jauh dan gangguan penglihatan jarak dekat. Berikut adalah
penjelasan seputar klasifikasi tunanetra.

1. Gangguan penglihatan jarak jauh


• Kategori ringan: Tingkat ketajaman visual yang lebih buruk dari 6/12
• Kategori sedang: Tingkat ketajaman visual yang lebih buruk dari 6/18
• Kategori parah: Tingkat ketajaman visual yang lebih buruk dari 6/60
• Kategori kebutaan:Tingkat ketajaman visual yang lebih buruk dari 3/60 atau sering
dinyatakan 1/∞ (satu per tak terhingga).

Cara membaca angka tersebut adalah misalnya pada kategori ringan yaitu 6/12 artinya pada
orang dengan penglihatan normal dapat melihat sesuatu di jarak 12 meter, sedangkan
tunanetra dapat melihat di jarak 6 meter.

2. Gangguan penglihatan jarak dekat


Orang yang masuk kategori ini memiliki tingkat ketajaman visual dekat, yang lebih
buruk daripada N6 atau M.08, bahkan dengan memakai alat bantu sekalipun.

2.6. Karakteristik ABK Tunanetra

Ciri utama dari anak yang mengalami gangguan penglihatan/tunanetra yaitu adanya
penglihatan yang tidak normal seperti manusia pada umunnya. Bentuk-bentuk
ketidaknormalan gangguan tersebut, antara lain:

7
1. Penglihatan samar-samar untuk jarak dekat atau jauh. Hal ini banyak dijumpai pada
kasus myopia, hyperopia, atau astigmatismus. Semua ini masih dapat diatasi dengan
menggunakan kacamata maupun lensa kontak.
2. Medan penglihatan yang terbatas. Misalnya: hanya jelas melihat tepi/perifer atau
sentral. Dapat terjadi pada satu ataupun kedua bola mata.
3. Tidak mampu membedakan warna.
4. Adaptasi terhadap terang dan gelap terhambat. Hal ini banyak dijumpai pada proses
penuaan.
5. Sangat peka atau sensitif terhadap cahaya atau ruang terang atau photophobic.
Biasanya hal ini banyak dijumpai pada orang albino, mereka kurang nyaman berada
dalam ruangan yang terang.

2.7. Intervensi ABK Tunanetra

Intervensi bimbingan dan konseling yang ditunjukkan untuk mengoptimalkan


pencapaian tugas-tugas perkembangan anak itu seyogyanya diarahkan pada keseluruhan
sistem tersebut. Intervensi bimbingan konseling semacam ini dikenal dengan pendekatan
ekologi. Dalam perspektif yang lebih luas, modern bimbingan perkembangan menempatkan
anak sebagai target layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas pada peranannya sebagai
siswa dalam organisasi sekolah tapi dalam keluarga organisasi kehidupan nyata dan budaya.

Intervensi Pendidikan bagi Anak Tunanetra Program pendidikan yang umum


digunakan bagi siswa tunanetra dan low vision berkisar dari bentuk kelas biasa sampai pada
suatu institusi khusus.
1. Kelas biasa/regular, yaitu: guru kelas dibantu oleh guru khusus (shadow) untuk
menyiapkan materi dan pengajaran bagi siswa tunanetra
2. Program guru kunjung, yaitu: siswa tunanetra berada dalam kelas biasa, tetapi juga
mendapatkan latihan untuk pelajaran khusus seperti keterampilan mendengar atau
menggunakan optacon.
3. Program ruang sumber, yaitu: siswa tunanetra bersama teman sekelasnya menerima
suatu pelajaran, namun pada saat tertentu menerima program tertentu pula dalam
suatu ruangan khusus.

8
2.8. Definisi ABK Tunadaksa

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, istilah yang sering digunakan untuk
menyebut anak tunadaksa adalah anak yang memiliki cacat fisik, tubuh atau cacat orthopedi.
Dalam bahasa asing sering kali dijumpai istilah crippled, physically handicapped, physically
disabled, dan sebagainya. Keragaman istilah yang dikemukakan untuk menyebutkan
tunadaksa tergantung dari kesenangan atau alasan tertentu dari para ahli yang bersangkutan.
Meskipun istilah yang dikemukakan berbeda-beda, tapi secara material pada dasarnya
memiliki makna yang sama (Pendidikan, 2006).
Tunadakasa berasal dari kata “tuna” yang berarti rugi atau kurang, dan “daksa” yang
berarti tubuh. Dalam banyak literatur, cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari
pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and Health
Impairments” (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini disebabkan karena
seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak adalah pusat kontrol seluruh
tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi), maka dapat
mengakibatkan suatu kelainan pada fisik atau tubuh, juga pada emosi atau terhadap fungsi-
fungsi mental. Luka yang terjadi pada bagian otak, baik sebelum, saat, maupun sesudah
kelahiran, dapat menyebabkan retardasi dari mental.

2.9. Karakteristik ABK Tunadaksa

Banyak jenis dan variasi anak tunadaksa, sehingga untuk mengidentifikasi


karakteristiknya diperlukan pembahasan yang sangat luas. Berdasarkan berbagai sumber
ditemukan beberapa karakteristik umum bagi anak tunadaksa, antara lain sebagai berikut :
1. Karakteristik Kepribadian
Anak yang cacat sejak lahir tidak pernah memperoleh pengalaman, yang demikian
ini tidak menimbulkan frustrasi.Tidak ada hubungan antara pribadi yang tertutup dengan
lamanya kelainan fisik yang diderita. Adanya kelainan fisik juga tidak memengaruhi
kepribadian atau ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri.
2. Karakteristik Emosi-Sosial
Kegiatan-kegiatan jasmani yang tidak dapat dijangkau oleh anak tunadaksa dapat
berakibat timbulnya problem emosional dan perasaan serta dapat menimbulkan frustrasi yang
berat. Keadaan tersebut dapat berakibat fatal, yaitu anak dapat menyingkirkan diri dari
keramaian. Anak tunadaksa cenderung acuh bila dikumpulkan bersama anak-anak normal
dalam suatu permainan. Akibat kecacatannya anak dapat mengalami keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan lingkungannya.

9
3. Karakteristik Intelegensi
Tidak ada hubungan antara tingkat kecerdasan dan kecacatan, namun ada beberapa
kecenderungan adanya penurunan sedemikian rupa kecerdasan individu bila kecacatannya
meningkat. Dari beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa ternyata IQ anak tunadaksa rata-
rata normal.

4. Karakteristik Fisik
Selain memiliki kecacatan tubuh, ada kecenderungan mengalami gangguan-
gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, dan
gangguan bicara. Kemampuan motorik anak tunadaksa terbatas dan ini dapat dikembangkan
sampai pada batas-batas tertentu.

2.10. Intervensi ABK Tunadaksa


Intervensi Tunadaksa pada tolder menurut Ahmad (2008):
1. biarkan anak mengeksplorasi terhadap benda yang ada disekitannya
2. ajarkan anak untuk mengoptimalkan anggota gerak yang lain selain anggota tubuh
yang pergerakannya kurang
3. berikan anak alat bantu untuk bergerak (protesa)
4. mengajarkan anak untuk mengekspresikan jika membutuhkan bantuan untuk
memenuhi kebutuhan anak.

Intervensi tunadaksa pada persekolahan menurut sausan (2015) :


1. berikan anak papan titian untuk melatih keseimbangan,keberanian,dan
menumbuhkan percaya diri serta memudahkan anak untuk berpindah tempat
2. terapi bermain seperti terapi bermain mewarnai dan bermain puzzle dapat
meningkatkan motoric kasar dan meningkatkan ketrampilan
3. memotivasi anak untuk mau mengungkapkan dan mengekspresikan perasaan yang
dirasakan agar bisa memberikan solusi yang sesuai dengan kebutuhannya

Intervensi tunadaksa pada sekolah :


1. Program interkasi :
Melatih interaksi social dengan teman sebaya (menghapus pikiran dikucilkan, tidak
diterima. dan terasing dengan dirinnya) dengan melakukan terapi kelompok

10
2. Dukungan perilaku positif
a) meningkatkan kepercayaan diri anak dengan melatih dan menggali minat bakat dalam
kegiatan ekstrakulikuler disekolah
b) mendukung anak dalam kegiatan keagaaman sebagai bentuk motivasi diri
c) fasilitas dan bimbingan anak untuk mengeksplorasi hal yang diinginkan dan disukai

11
DAFTAR PUSTAKA

Rahmah, F. N. (2018). Problematika Anak Tunarungu Dan Cara Mengatasinya. Quality,


6(1), 1. https://doi.org/10.21043/quality.v6i1.5744

Ridwan, P. G. (2022). PENGEMBANGAN PROGRAM INTERVENSI DINI DALAM


MENINGKATKAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK TUNARUNGU oleh : VIII(01),
17–29.

Nahdiya Paramita Makka, I. K. A. (2020). Strategi Intervensi Dini Terhadap Perkembangan


Bahasa Anak Tunarungu. Jurnal Pendidikan Khusus, 1–8.

Khairun Nisa, Mambela, S., & Badiah, L. I. (2018). Karakteristik Dan Kebutuhan Anak
Berkebutuhan Khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 33–40.
https://doi.org/10.36456/abadimas.v2.i1.a1632

Widyorini, E., Harjanta, G., Roswita, M. Y., Sumijati, S., Eriyani, P., Primastuti, E.,
Hapsari, L. W., & Agustina, E. (2014). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. 1–100.

Yatmiko, F., Banowati, E., & Suhandini, P. (2015). Implementasi pendidikan karakter anak
berkebutuhan khusus. Implementasi Pendidikan Karakter Anak Berkebutuhan Khusus,
4(2), 77–84.

Abdullah, N. (2013). Mengenal Anak. Magistra, 25(86), 1–10.

Widyorini, E., Harjanta, G., Roswita, M. Y., Sumijati, S., Eriyani, P., Primastuti, E.,
Hapsari, L. W., & Agustina, E. (2014). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. 1–100.

12

Anda mungkin juga menyukai