Anda di halaman 1dari 13

MASALAH-MASALAH ANAK TUNAGRAHITA

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anak dengan Hambatan Intelektual

Dosen Pengampu: Dedi Mulia, S.Pi., S.Pd., M.Pd.

Kelompok 5:
Ayu Indri Aprillia 2287210004

Putri Mayunda Nursabrina 2287210003

Danish Akbar Firdausy Asbari 2287210038

KELAS A

FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN PENDIDIKAN

PENDIDIKAN KHUSUS

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

BANTEN

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terlaksana dengan baik. Tidak lupa pula kami uapkan
terima kasih kepada Bapak Dedi Mulia, S.Pi., S.Pd., M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah
Pendidikan Anak Dengan Hambatan Intelektual. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas
kelompok pada mata kuliah Pendidikan Anak Dengan Hambatan Intelektual

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak
terutama yang tulus memberikan dukungan, doa, serta saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terlaksanakan

Manusia tak luput dari kekurangan dan kesalahan. Dengan dibuatnya makalah ini, kami
sangat berharap agar dapat menambah ilmu pengetahuan pembaca dan kami mengharapkan
masukan serta kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk makalah ini.

Tangerang, 11 September 2021

Kelompok 5
DAFTAR ISI
MASALAH-MASALAH ANAK TUNAGRAHITA ................................................................ 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 5
BAB II........................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
2.1 Tunagrahita ..................................................................................................................... 6
2.2 Hambatan Anak Tunagrahita dalam Kehidupan Sehari-hari .......................................... 7
2.3 Hambatan Anak Tunagrahita dalam Kegiatan Belajar ................................................... 7
2.4 Hambatan Anak Tunagrahita dalam Penyesuaian Diri ................................................... 8
2.5 Hambatan Anak Tunagrahita dalam Pekerjaan............................................................. 10
2.6 Hambatan Anak Tunagrahita dalam Pemanfaatan Waktu Luang ................................. 11
BAB III .................................................................................................................................... 12
PENUTUP................................................................................................................................ 12
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 12
3.2 Saran ............................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Setiap orang tua mengharapkan kehadiran seorang anak. Orang tua mengharapkan anak
yang sempurna tanpa memiliki kekurangan. Namun kenyataannya, tidak ada manusia yang
tidak memiliki kekurangan. Manusia diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dengan keunikan
masing-masing. Setiap orang tidak ingin dilahirkan di dunia ini dalam keadaan menyandang
kelainan maupun memiliki kecacatan. Kelahiran seorang anak berkebutuhan khusus (ABK)
tidak mengenal seseorang itu berasal dari keluarga yang kaya, keluarga berpendidikan,
keluarga miskin, keluarga yang taat beragama atau tidak.

Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang membutuhkan layanan pendidikan secara
khusus, karena memiliki kekurangan secara permanen atau temporer sebagai akibat dari
kelainan secara fisik, mental, atau gabungannya atau kondisi emosi. Apabila anak
berkebutuhan khusus mendapatkan layanan pendidikan secara tepat, potensi mereka akan dapat
berkembang secara optimal

Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan diterapkan dalam
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan
bahwa: “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental dan sosial.

Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang disediakan dalam tiga macam lembaga
pendidikan, yaitu sekolah luar biasa (SLB), sekolah dasar luar biasa (SDLB), dan pendidikan
terpadu. SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis
kelainan yang sama sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB
Tunadaksah, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda.

Anak yang dikategorikan memiliki kelainan dalam aspek fisik meliputi kelainan indera
penglihatan (Tunanetra), kelainan indera pendengaran (Tunarungu), kelainan kemampuan
berbicara (Tunawicara) dan kelainan fungsi anggota tubuh (Tunadaksa).

Anak yang memiliki kelainan dalam aspek mental meliputi anak yang memiliki
kemampuan mental lebih (supranatural) yang dikenal sebagai anak berbakat atau anak unggul,
dan anak yang memiliki kemampuan sangat rendah (subnormal) yang dikenal sebagai anak
tunagrahita. Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata
dan ditandai oleh keterbatasan intelegensia dan ketidakcakapan dalam komunikasi sosial. Anak
berkebutuhan khusus ini juga sering dikenal dengan istilah terbelakang mental karena
keterbatasan kecerdasannya. Akibatnya anak berkebutuhan khusus tunagrahita ini sulit untuk
mengikuti pendidikan di sekolah biasa.

Pada umumnya masyarakat kurang memperhatikan anak tunagrahita, bahkan tidak dapat
membedakannya dari orang gila. Orang tua biasanya tidak memiliki gambaran mengenai masa
depan anaknya yang tunagrahita. Hal ini terjadi karena orang tua tidak memahami masalah-
masalah yang dihadapi oleh anak tunagrahita. Dengan memahami masalah mereka, maka orang
tua akan lebih mudah untuk mengetahui layanan yang dibutuhkan oleh anaknya. Jika anak
tunagrahita mendapatkan perlakuan serta layanan yang baik, maka mereka akan menunjukkan
sikap yang baik pula kepada orang-orang disekitarnya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1) Apa saja hambatan anak tunagrahita dalam kehidupan sehari-hari?


2) Apa saja hambatan anak tunagrahita dalam kegiatan belajar?
3) Apa saja hambatan anak tunagrahita dalam penyesuaian diri?
4) Apa saja hambatan anak tunagrahita dalam pekerjaan?
5) Apa saja hambatan anak tunagrahita dalam pemanfaatan waktu luang?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui hal-hal berikut ini.

1) Hambatan anak tunagrahita dalam kehidupan sehari-hari?


2) Hambatan anak tunagrahita dalam kegiatan belajar?
3) Hambatan anak tunagrahita dalam penyesuaian diri?
4) Hambatan anak tunagrahita dalam pekerjaan?
5) Hambatan anak tunagrahita dalam pemanfaatan waktu luang?
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Tunagrahita

Banyak istilah yang digunakan untuk menunjukkan anak yang memiliki kecerdasan di
bawah rata-rata. Kemudian saat pendidikan luar biasa di Indonesia mulai berkembang, istilah
ini diperhalus menjadi tunagrahita. Tunagrahita berasal dari kata tuna dan nggrahita yang
berasal dari bahasa sansekerta. Tuna berarti rusak dan yang bermakna berpikir. Dea Ayu Utami
(2015) menjelaskan bahwa tunagrahita adalah salah satu sebutan bagi cacat mental pada
manusia atau disebut juga dengan berkebutuhan khusus. Dimana seseorang memiliki
keterbelakangan mental yang dialaminya sejak lahir.

Keterbelakangan mental yang dimaksud adalah orang tersebut memiliki tingkat IQ


yang berada di bawah rata-rata dan kesulitan dalam melakukan beberapa kegiatan seperti
makan, bersosialisasi di lingkungan maupun dalam menerima pelajaran. Kemis dan Rosnawati
(2013) menjelaskan “Tunagrahita adalah individu yang secara signifikan memiliki intelegensi
dibawah nilai intelegensi normal, dengan skor IQ sama atau lebih rendah dari 70. Intelegensi
yang di bawah rata-rata anak normal, jelas hal ini akan menghambat segala aktifitas
kehidupannya dalam bersosialisasi, komunikasi, dan yang lebih menonjol adalah
ketidakmampuan dalam menerima pelajaran yang bersifat akademik.”

Menurut WHO anak tunagrahita adalah anak yang memiliki dua komponen esensial, yaitu
fungsi intelektual secara nyata berada dibawah rata-rata karena ketidakmampuannya dalam
menyesuaikan dengan norma yang ada didalam masyarakat dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Edgare
Dole (Smith et all,2002 mengemukakan bahwa ciri-ciri anak tunagrahita ditandai dengan:

a) Tidak berkemampuan secara sosial dan tidak mampu mengelola dirinya higga dewasa
b) Mental di bawah normal
c) Memiliki keterlambatan kecerdasan sejak lahir
d) Cacat mental yang disebabkan dari keturunan
e) Tidak dapat disembuhkan

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tunagrahita adalah sebutan bagi
anak ataupun seseorang yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata kecerdasan manusia pada
umumnya, hal ini ditandai dengan nilai IQ yang berada di bawah 70 dan ia pun tidak bisa
mengelola diri dan kehidupannya dengan baik.

2.2 Hambatan Anak Tunagrahita dalam Kehidupan Sehari-hari

Anak tunagrahita seringkali mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas sehari-hari


seperti makan, menggosok gigi, memakai baju, memasang sepatu, dan sebagainya. Oleh karena
itu, jika ia sudah mampu bersekolah maka dianjurkan untuk mensekolahkannya ke Sekolah
Luar Biasa (SLB). Selain bersekolah di SLB, anak juga harus diberikan pelatihan di rumah
agar terbiasa dengan kegiatan sehari-hari. Berikut beberapa pelatihan yang bisa dilakukan di
rumah:

2.2.1. Mengenal Macam-Macam Peralatan Makan

Dalam pengenalan macam-macam peralatan rumah, anak bisa diajarkan untuk:

• Mengenali piring dan gelas


• Mengetahui perbedaan antara sendok dan garpu
• Mampu menbedakan peralatan makan dan minum.

2.2.2. Belajar Menggunakan Peralatan Makan dan Minum

Berikut adalah tata cara menggunakan peralatan makan.

• Sendok dipegang dengan tangan kanan.


• Sendok dipegang seperti memegang pensil.

Dan berikut adalah tata cara menggunakan peralatan minum.

• Memegang gelas dengan tangan kanan.


• Jika menggunakan cangkir, peganglah pada bagian tangkai cangkir

2.3 Hambatan Anak Tunagrahita dalam Kegiatan Belajar

Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, hal ini disebabkan karena
keterbatasan IQ yang mereka miliki. Menurut Mangunsong yang dikutip dari Pratiwi (2015)
yaitu menyatakan bahwa kebanyakan dari mereka yang menderita keterbelakangan mental
mengalami kesulitan dalam mengingat informasi, terutama informasi yang bersifat rumit. Anak
tunagrahita kesulitan dalam memusatkan perhatian atau memfokuskan konsentrasi sehingga
sulit untuk anak tunagrahita untuk berfikir kritis. Selain itu anak tunagrahita juga mengalami
disleksia, disgrafia, dan diskalkulia.

Menurut Mohamad Takdir Ilahi yang dikutip dari Indrawati (2016) secara umum
pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berada di Sekolah Luar Biasa (SLB).
Dan juga menurut Ehrenkrantz dalam Rahmawati, Allenikania, & Besral (2012) Anak dengan
disabilitas atau ketidakberdayaan membutuhkan pelayanan kesehatan dan ketersedian dana
yang tidak sedikit, sehingga dapat menjadi beban bagi keluarga, lingkungan dan negara.
Berhubungan dengan hal ini, pemerintah telah telah mengeluarkan surat edaran mengenai
memberikan tempat belajar bagi ABK dengan mendirikan sekolah berkebutuhan khusus
disetiap kabupaten pada tahun 2003 lalu. Usaha pemerintah membantu anak tunagrahita agar
mendapatkan pendidikan seperti anak normal lainnya adalah mendirikan Sekolah Luar Biasa
(SLB) untuk ABK. Tidak hanya Negeri namun sekolah ini juga diselenggarakan oleh
Yayasan/Swasta. Dalam pelaksanaan pembelajarannya juga sudah dikaji melalui ahli
pendidikan berkerjasama dengan ahli psikologi. Dalam hal ini termasuk pelajaran-pelajaran
dasar seperti bahasa indonesia, pendidikan kewarganegaraan (PKN), seni budaya, dan
matematika.

Dalam belajar Matematika, konsep awal yang dipelajari yaitu tentang bilangan dan
operasinya. Kesulitan yang sering dialami oleh anak tunagrahita dalam belajar terutama
pelajaran matematika adalah kesulitan berhitung (discalculia learning). Menurut Ariyani dalam
Saputri , Ningsih , & Widyawati (2017) anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam bidang
akademik seperti berhitung. Anak tunagrahita memiliki kemampuan intelektual umum secara
signifikan berada di bawah rata-rata. Sehingga sulit bagi anak tunagrahita untuk mengikuti
konsep belajar matematika yang bersifat abstrak.

2.4 Hambatan Anak Tunagrahita dalam Penyesuaian Diri

Kondisi ketunaan yang dialami anak tunagrahita ringan dapat bermanifestasi dalam
kesulitan Adaptive Behavior atau penyesuaian perilaku. Hal ini berarti anak tunagrahita ringan
tidak mampu mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran kemandirian dan tanggung
jawab sosial. Selain itu anak tunagrahita ringan akan menghadapi masalah keterampilan
akademik dan berpatisipasi dalam kelompok usia sebayanya. Anak tunagrahita ringan juga
sering menunjukkan perilaku-perilaku yang tidak diharapkan, sehingga sebagian orang
menganggap bahwa anak tunagrahita ringan memiliki perilaku menyimpang yang cenderung
melanggar norma yang berlaku dalam lingkungan di sekelilingnya. Dengan perilaku
menyimpang yang ditampakkan oleh sebagian anak tunagrahita ringan maka anak sulit untuk
diarahkan bersikap disiplin.

Kedisiplinan merupakan salah satu cara untuk membantu anak untuk mengembangkan
kontrol diri, membantu anak mengenali perilaku yang salah, mendorong, membimbing dan
membantu dalam memperoleh rasa kepuasan karena kesetiaan dan kepatuhan terhadap aturan
yang ada. Untuk menumbuhkan kedisiplinan dalam diri anak, dibutuhkan latihan
mengendalikan diri yaitu latihan mengontrol perasaan, keinginan, khayalan dan pikiran sendiri,
mengendalikan emosi ketika situasi memancing kemarahan anak serta bimbingan dari guru
atau orang tuanya. Disiplin diri yang dimiliki pada diri anak maka dapat membantu anak dalam
menjalankan tugas ataupun kegiatan secara teratur sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.
Salah satu media yang bisa digunakan untuk menumbuhkan kedisiplinan anak adalah dengan
membiasakan anak tunagrahita untuk membuat “catatan dinding”.

“Catatan dinding” anak ini merupakan kombinasi dari media buku harian dengan media
dinding yang akan merangkum semua kegiatan yang dilakukan anak seperti dalam buku harian
anak, hanya saja yang isinya lebih terinci sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh guru atau
orang tua. “Catatan dinding” ini berisi kegiatan atau perilaku yang dilakukan oleh anak selama
satu hari. Anak dapat mengisikan peristiwa yang sudah dilakukan pada “catatan dinding”,
kegiatan yang dapat dirangkum dalam media “catatan dinding” ini yaitu perbuatan baik yang
dilakukan anak, dan pelanggaran-pelanggaran yang sudah dilakukan oleh anak. Anak dapat
melihat kedisiplinan yang sudah dilakukan dan membandingkan dengan temannya, kemudian
diharapkan si anak akan termotivasi untuk meningkatkan semangat berkompetisi untuk
bersikap disiplin. Hal ini sesuai dengan pendapat Baihaqi (2005) yang menyatakan bahwa
dukungan teman sebaya banyak membantu atau memberikan keuntungan kepada anak-anak
yang memiliki problem sosial dan problem keluarga, serta memberikan pelatihan keterampilan
sosial.

Selain membantu anak dalam membiasakan bersikap disiplin, media “catatan dinding” ini
akan sangat mempermudah guru atau orang tua dalam membimbing anaknya. Guru ataupun
orang tua dapat mengarahkan perilaku anak, selain itu juga dapat memantau perkembangan
perilaku anak terutama perkembangan disiplin diri anak. Baik guru maupun orang tua dapat
memantau kedisiplinan yang dilakukan oleh siswa selama sehari dengan
menggunakan ”catatan dinding” tersebut. Sehingga akan mudah untuk mengarahkan dan
memperbaiki perilaku kedisiplinan yang belum dilakukan oleh siswa.

2.5 Hambatan Anak Tunagrahita dalam Pekerjaan

Anak tunagrahita ringan sebagaimana anak-anak pada umumnya, yaitu sebagai makhluk
individu dan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk individu mereka membutuhkan
pelayanan pendidikan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal serta
menuntut terpenuhinya kebutuhan dalam mempertahankan kehidupannya. Sebagaimana upaya
anak tunagrahita dalam memenuhi layanan pendidikan melalui Sekolah Luar Biasa (SLB),
anak tunagrahita juga berusaha agar dapat memenuhi kebutuhannya dalam mempertahankan
kehidupan, yaitu dengan mengikuti bimbingan keterampilan. Seorang individu harus memiliki
keterampilan tertentu yang dapat dipakai sebagai sumber penghasilan supaya mereka tidak
terlalu menggantungkan kehidupannya pada orang lain.

Bimbingan keterampilan merupakan suatu usaha pemberian bantuan kepada individu


untuk mengembangkan dirinya berupa keterampilan untuk mempersiapkan diri agar dapat
bekerja dikemudian hari. Bimbingan keterampilan ini bisa didapatkan di SLB, artinya seorang
anak tunagrahita tamatan SLB akan berbekal keterampilan yang sudah ia pelajari dan
kembangkan di sekolah seperti keterampilan pertukangan, keterampilan menjahit,
keterampilan menyulam/membordir, keterampilan memasak, dan keterampilan merajut.
Dengan ini diharapkan anak tunagrahita dapat mencari nafkah sendiri dan tidak
menggantungkan kehidupannya kepada orang lain lagi. Yang menjadi permasalahan dalam
melaksanakan pembelajaran keterampilan adalah sulitnya menemukan potensi secara pasti
yang dimiliki masing-masing anak tunagrahita, karena setiap anak tunagrahita memiliki
potensi keterampilan yang berbeda-beda.

Bimbingan keterampilan dapat melalui keterampilan vokasional. Menurut Parson (1909)


keterampilan vokasional dilaksanakan ke dalam 5 tahap, yaitu:

• Analisis, merupakan tahap yang terdiri dari pengumpulan data atau informasi dari anak.
• Sintesis, merupakan tahap merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang
sedemikian rupa, sehingga akan menunjukkan bakat anak, kemampuan serta
kelemahannya, dan kemampuan dalam menyesuaikan diri.
• Diagnosis, merupakan tahap untuk menemukan ketetapan dan pola yang mengarah
pada permasalahan, sebab-sebab, serta sifat-sifat konseli yang relevan, dan akan
berpengaruh pada proses penyesuaian diri.
• Konseling, merupakan hubungan membantu anak untuk menemukan sumber internal
dan sumber dan eksternalnya dalam upaya mencapai perkembangan dan
• Evaluasi atau treatment, merupakan tindak lanjut dari proses konseling.

Pembelajaran keterampilan bagi anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa harus


memperhatikan karakteristik anak antara lain miskin perbendaharaan bahasa, kurang kreatif,
kurang inisiatif, kurang mampu memusatkan perhatian, cepat lupa, memerlukan tempo belajar
yang lama, kurang mampu mengikuti petunjuk dan miskin pengalaman. Selain memperhatikan
karakteristik yang merupakan faktor internal, tersedianya fasilitas yang memadai dalam
bimbingan keterampilan juga menunjang keberhasilan anak.

Karena karakteristik anak berbeda-beda, maka pemberian bobot materi pembelajaran pun
berbeda-beda pula. Hal ini berpengaruh pada kemampuan yang dimiliki anak didik dalam
keterampilan. Oleh karenanya dalam kegiatan pemberian keterampilan, setiap anak didik perlu
dilayani secara perorangan (individu), sehingga mereka memperoleh perhatian sepenuhnya dan
setiap kesalahan segera dapat diketahui dan diperbaiki.

2.6 Hambatan Anak Tunagrahita dalam Pemanfaatan Waktu Luang

eksplorasi pemanfaatan waktu luang (ketika anak memiliki waktu luang anak dapat
memanfaatkannya kehal positif seperti melukis, membuat kerajinan tangan) dan
bermain/rekreasi.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
American Association on Mental Deficiency. (2007). 1–13.
http://eprints.uny.ac.id/8676/2/bab 1 - 07103244009.pdf
Ardha, R. Y., Khusus, D. P., Pendidikan, F. I., Indonesia, U. P., & Sosial, K. (2017).
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Dasar Inklusi. Jassi Anakku,
18(2), 46–50.
Emadwiandr. (2019). hubungan pengetahuan orang tua dengankebersihan rongga mulut pada
anak tunagrahita di SLB Negeri Ungaran. Hilos Tensados, 1, 1–476.
Klinik, D. I., & Care, F. (2021). Bagi Anak Penyandang Tunagrahita Program Studi
Bimbingan Konseling Islam.

Mayssara A. Abo Hassanin Supervised, A. (2014). 済無No Title No Title No Title. Paper
Knowledge . Toward a Media History of Documents, 35–59.
Pratiwi, Y. (2020). BIMBINGAN KARIER BAGI ANAK TUNAGRAHITA (Studi Pada SMALB
Kota Bengkulu). http://repository.iainbengkulu.ac.id/4862/
Studi, P., Dan, B., Zaini, A., A, S., Pd, M., & Pd, M. (2016). ARTIKEL Oleh : GIYANA
FUJIYANA ALJABAR SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
( STKIP ) PGRI SUMATERA BARAT PADANG by : Giyana Fujiyana Aljabar.

Anda mungkin juga menyukai