Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

PANDANGAN MAHASISWA UPI MENGENAI ANAK BERKEBUTUHAN


KHUSUS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Pendidikan Inklusif

Diampu Oleh :

Een Ratnengsih, M.Pd.

Disusun Oleh :

Kelompok 04 – Kelas 3B

Hani Novianti Zahra 2102851


Leia Hazar 2108121
Putri Sahila Amalia 2102303
Rahma Juwita Sari 2100362

Program Studi Pendidikan Masyarakat


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Adapun
tema dari laporan ini adalah “Pandangan Mahasiswa UPI Mengenai Anak
Berkebutuhan Khusus”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada Ibu Een Ratnengsih, M.Pd. selaku dosen Mata Kuliah Pendidikan Inklusif
yang telah memberikan tugas akhir terhadap kami. Kami juga ingin mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan
ini.

Laporan kami jauh dari sempurna. Tetapi dengan ini dapat menjadi langkah
yang baik dari studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan pengetahuan
dan kemampuan kami, maka segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi
kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Bandung, 12 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4 Metode Penulisan ..................................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................... 4
1.1 Pengertian Pendidikan Inklusif ................................................................ 4
1.2 Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusif ............................................. 6
1.3 Tujuan Pendidikan Inklusif ...................................................................... 7
1.4 Identifikasi dan Assesmen Anak Berkebutuhan Khusus .......................... 9
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 12
3.1 Bagaimana Pandangan Mahasiswa UPI Ketika Bertemu Atau
Menghadapi Anak Berkebutuhan Khusus? ....................................................... 12
3.2 Seberapa Penting Aksesibilitas Bagi Seorang Anak Berkebutuhan
Khusus? ............................................................................................................. 13
3.3 Bagaimana Cara Melakukan Penanganan Yang Tepat Terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus? ...................................................................................... 13
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 15
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 15
4.2 Saran ....................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17
LAMPIRAN ......................................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan inklusif merupakan layanan yang memberikan kesempatan kepada


semua anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah umum bersama anak
lainnya, Dapa dkk (2007:145). Sehingga pemerintah mengeluarkan pelayanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan dikeluarkannya
permendiknas (peraturan menteri pendidikan nasional) no 70 tahun 2009 pelayanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tidak hanya dikhususkan pada sekolah
luar biasa (SLB) saja, tetapi sudah dimasukkan kedalam jalur pendidikan reguler
atau yang sering disebut dengan sekolah inklusif. Berdasarkan hal ini, maka
kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk mengenyam bangku sekolah
telah terbuka lebar.

Menurut Undang-Undang 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga


negara berhak mendapatkan pendidikan”. Sudah jelas dari undang-undang tersebut
bahwasannya semua warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang
berkualitas tanpa memandang dari segi manapun. Karena itu pemerintah memiliki
kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu terhadap semua
warganya tanpa terkecuali terhadap anak yang memiliki kelainan khusus (ABK).

Sehingga dari Undang-Undang 1945 yang menyatakan bahwasannya setiap


warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan menurut Undang-Undang
sisdiknas yang berpendapat peserta didik secara aktif mengembangkan potensi pada
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. Melalui Undang-Undang dan sisdiknas
tersebut setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali anak
berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan dibawah rata-rata anak normal
lainnya dan perlu mengembangkan potensi yang ia miliki.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan salah satu warga negara yang
mempunyai hak dalam memperoleh pendidikan. Menurut Aphroditta (2013: 43)
ABK adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada

1
umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau
fisik. Kekurangan-kekurang yang dimiliki anak berkebutuhan khusus bukan
menjadi penghalang bagi mereka untuk mendapatkan pendidikan di sekolah formal.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) berhak untuk mendapatkan pelayanan di sekolah
guna mengembangkan minat dan potensi yang ada pada diri mereka.

Dengan adanya pendidikan inklusif diharapkan agar anak berkebutuhan


khusus belajar bersama dengan anak normal lainnya guna mengoptimalkan potensi
yang dimilikinya. Dengan adanya pendidikan inklusi merupakan usaha
mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai perbedaan dan tidak
diskriminasi terhadap semua peserta didik. Selain itu juga dengan adanya
pendidikan inklusi yang akan mencampurkan anak-anak berkebutuhan khusus
dengan anak normal diharapkan anak berkebutuhan khusus (ABK) bisa
bersosialisasi dengan baik. Begitu pula dengan anak normal, dengan adanya anak
berkebtuhan khusus (ABK) diharapkan bisa menumbuhkan sikap saling
menghormati satu sama lain dan akan membawa kesiapan bagi peserta didik dalam
kehidpan bermasyarakat nantinya.

1.2 Rumusan Masalah

Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
sebagai batasan dalam BAB Pembahasan. Beberapa masalah tersebut antara lain:

1. Bagaimana Pandangan Mahasiswa UPI Ketika Bertemu Atau Menghadapi


Anak Berkebutuhan Khusus?
2. Seberapa Penting Aksesibilitas Bagi Seorang Anak Berkebutuhan Khusus?
3. Bagaimana Cara Melakukan Penanganan Yang Tepat Terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan laporan ini
adalah:

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Pandangan Mahasiswa UPI Ketika Bertemu


Atau Menghadapi Anak Berkebutuhan Khusus?

2
2. Untuk Mengetahui Seberapa Penting Aksesibilitas Bagi Seorang Anak
Berkebutuhan Khusus?
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Cara Melakukan Penanganan Yang Tepat
Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus?

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah dengan


menggunakan jenis data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh
seseorang yang melakukan penulisan atau penelitian dari sumber-sumber yang telah
ada, dan juga mengumpulkan data melalui kuesioner yang telah di sebar. Selain itu
juga di mana sumber data yang digunakan berasal dari literatur yang relevan serta
beberapa sumber, meliputi data jurnal, e-book, artikel, dan lain sebagainya sesuai
dengan materi isi pembahasan. Alat dan teknik penumpulan data Proses
pengumpulan data harus selalu mengacu pada permasalahan dan tujuan yang telah
ditetapkan, Pengumpulan data dilakukan melalui berbagai website online dan jurnal
pendukung dan terpercaya yang dikeluarkan oleh masing-masing instansi terkait
dan juga dengan mengumpulkan beberapa sumber dari kuesioner dari mahasiswa
Universitas Pendidikan Indonesia. Penyusunan Laporan ini disusun dengan
mengacu pada sistematika yang telah ditetapkan dan dilakukan beberapa perbaikan
(revisi) dalam sistematika penulisan dan disertai dengan data-data yang diperoleh
dari berbagai sumber terkait sehingga laporan ini dapat tersaji secara runtut dan
mudah dipahami.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

1.1 Pengertian Pendidikan Inklusif

Istilah pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi merupakan kata atau istilah
yang dikumandangkan oleh UNESCO berasal dari kata Education for All yang
artinya pendidikan yang ramah untuk semua, dengan pendekatan pendidikan yang
berusaha menjangkau semua orang tanpa terkecuali. Mereka semua memiliki hak
dan kesempatan yang sama untuk memperoleh manfaat yang maksimal dari
pendidikan. Hak dan kesempatan itu tidak dibedakan oleh keragaman karakteristik
individu secara fisik, mental, sosial, emosional, dan bahkan status sosial ekonomi.
Pada titik ini tampak bahwa konsep pendidikan inklusif sejalan dengan filosofi
pendidikan nasional Indonesia yang tidak membatasi akses peserta didik
kependidikan hanya karena perbedaan kondisi awal dan latarbelakangnya.
Inklusifpun bukan hanya bagi mereka yang berkelainan atau luar biasa melainkan
berlaku untuk semua anak.

Dengan demikian yang dimaksud pendidikan inklusif adalah sitem layanan


pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-
sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon Shevin
dalam O’Neil 1994). Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah
yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan
program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan
dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan
oleh para guru, agar anak-anak berhasil (Stainback, 1980). Berdasarkan batasan
tersebut pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang
mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak
sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat
penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan atau kases
yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi.

4
Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan
penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana prasarana pendidikan, maupun sistem
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik. Untuk itu
proses identifikasi dan asesmen yang akurat perlu dilakukan oleh tenaga yang
terlatih dan atau profesional di bidangnya untuk dapat menyusun program
pendidikan yang sesuai dan objektif.

Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang


menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada
umumnya untuk belajar. Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007;82),
pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa
memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi
lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat. Anak-anak
jalanan dan pekerja anak berasal dari populasi terpencil atau berpindah-pindah.
Anak yang berasal dari populasi etnis minoritas, linguistik, atau budaya dan
anakanak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termajinalisasi.
Pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang
mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah regular ( SD, SMP, SMU, dan
SMK) yang tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun
berkesulitan belajar lainnya. (Lay Kekeh Marthan, 2007:145)

Menurut Staub dan Peck (Tarmansyah, 2007;83), pendidikan inklusi adalah


penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas. Hal
ini menunjukan kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak-
anak berkelainan, apapun jenis kelainanya. Dari beberapa pendapat, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan untuk
peserta didik yang berkebutuhan khusus tanpa memandang kondisi fisik,
intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya untuk bersama-sama
mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah regular ( SD, SMP, SMU, maupun
SMK).

5
1.2 Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusif

Sejarah perkembangan inklusif di dunia pada mulanya diprakarsai dan


diawali dari negara-negara Scandinavia (Denmark, Norwegia, Swedia). Di Amerika
Serikat pada tahun 1960-an oleh Presiden Kennedy mengirimkan pakar-pakar
Pendidikan Luar biasa ke Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming dan Least
restrictive environment, yang ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat.
Selanjutnya di Inggris dalam Ed.Act. 1991 mulai memperkenalkan adanya konsep
pendidikan inklusif dengan ditandai adanya pergeseran model pendidikan untuk
anak kebutuhan khusus dari segregatif ke intergratif. Tuntutan penyelenggaraan
pendidikan inklusif di dunia semakin nyata terutama sejak diadakannya konvensi
dunia tentang hak anak pada tahun 1989 dan konferensi dunia tentang pendidikan
tahun 1991 di Bangkok yang menghasilkan deklarasi ‘Education for All.’ Implikasi
dari statement ini mengikat bagi semua anggota konferensi agar semua anak tanpa
kecuali (termasuk anak berkebutuhan khusus ) mendapatkan layanan pendidikan
secara memadai.

Sebagai tindak lanjut deklarasi Bangkok, pada tahun 1994 diselenggarakan


konvensi pendidikan di Salamanca Spanyol yang mencetuskan perlunya pendidikan
inklusif yang selanjutnya dikenal dengan “the Salamanca statement on inclusive
education.” Sejalan dengan kecenderungan tuntutan perkembangan dunia tentang
pendidikan inklusif, Indonesia pada tahun 2004 menyelenggarakan konvensi
nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia
menuju pendidikan inklusif. Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan
hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan simposium internasional di
Bukittinggi dengan menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain
menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif sebagai
salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan
dan pemeliharaan yang berkualitas dan layak. Berdasarkan perkembangan sejarah
pendidikan inklusif dunia tersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia sejak awal
tahun 2000 mengembangkan program pendidikan inklusif. Program ini merupakan
kelanjutan program pendidikan terpadu yang sesungguhnya pernah diluncurkan di
Indonesia pada tahun 1980-an, tetapi kemudian kurang berkembang, dan baru mulai

6
tahun 2000 dimunculkan kembali dengan mengikuti kecenderungan dunia,
menggunakan konsep pendidikan inklusif.

1.3 Tujuan Pendidikan Inklusif

Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia dan keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara ( UU No 20 tahun 2003, Pasal
1 ayat 1). Oleh sebab itu inti dari pendidikan inklusi adalah hak azasi manusia atas
pendidikan. Suatu konsekuensi logis dari hak ini adalah semua anak mempunyai
hak untuk menerima pendidikan yang tidak mendiskriminasikan dengan kecacatan,
etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain-lain. Tujuan praktis yang
ingin dicapai dalam pendidikan inklusi meliputi tujuan langsung oleh anak, oleh
guru, oleh orang tua dan oleh masyarakat

Menurut Peraturan Menteri Nasional tahun 2009 pasal 2 ayat (1) dan (2) tujuan
pendidikan inklusif adalah untuk:

1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik


yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya;
2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

Adapun tujuan inklusif bagi guru, pihak sekolah dan anak berkebutuhan
khusunyan sendiri, yaitu:

1) Tujuan Pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu anak


merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya dan dianggap sama.
Anak akan mendapatkan berbagai sumber untuk belajar dan bertumbuh.

7
Meningkatkan rasa percaya diri anak. Memperolah kesempatan belajar dan
berkomunikasi dengan teman sebaya.
2) Tujuan pendidikan inklusif bagi guru, yaitu membantu guru menghargai
perbedaan pada siswa, serta mengakui bahwa siswa berkebutuhan khusus
juga memiliki kelebihan dan kemampuan. Menciptakan kepedulian akan
pentingnya pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus. Memberikan
tantangan dalam menciptakan metode pembelajaran baru dan
mengembangkan kerja sama dalam memecahkan masalah.
3) Tujuan inklusif bagi pihak sekolah, yaitu memperoleh pengalaman untuk
mengatur berbagai perbedaan dalam satu kelas. Mengembangkan apresiasi
bahwa setiap siswa mempunyai keunikan dan kelebihan yang berbeda-beda.
Meningkatkan rasa empati dan kepekaan terhadap keterbatasan siswa.
Meningkatkan kemampuan untuk membantu dan mengajar semua siswa di
kelas.

Maka dari itu, pendidikan inklusif tidak hanya ditujukan untuk siswa
berkebutuhan khusus saja. Setiap warga sekolah mendapatkan tujuan dan
fungsinya masing-masing dalam sistem pendidikan ini.

Pendidikan inklusif di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan.

1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak termasuk


anak berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan yang layak sesuai
dengan kebutuhannya.
2) Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar
3) Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan
menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah.
4) Menciptakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 31 ayat
1 yang berbunyi ‘setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat
2 yang berbunyi setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya. UU no 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu. ‘UU No 23/2002 tentang perlindungan Anak, khususnya pasal 51

8
yang berbunyi anak yang menyandang cacat fisik dan atau mental diberikan
kesempatan yang sama dan aksessibilitas untuk memperoleh pendidikan
biasa dan pendidikan luar biasa.

1.4 Identifikasi dan Assesmen Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus (ABK) diartikan sebagai individu-individu yang


mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang
normal oleh masyarakat pada umumnya. Secara lebih khusus anak berkebutuhan
khusus menunjukkan karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang lebih
rendah atau lebih tinggi dari anak normal sebayanya atau berada di luar standar
normal yang berlaku di masyarakat. Sehingga mengalami kesulitan dalam meraih
sukses baik dari segi sosial, personal, maupun aktivitas pendidikan (Bachri,2010).
Kekhususan yang mereka miliki menjadikan ABK memerlukan pendidikan dan
layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi dalam diri mereka secara sempurna
(Hallan dan Kauffman 1986, dalam Hadis, 2006).

Heward (2003) mendefinisikan ABK sebagai anak dengan karakteristik


khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada
ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Definisi tentang anak berkebutuhan
khusus juga diberikan oleh Suran dan Rizzo (dalam Semiawan dan
Mangunson,2010) ABK adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam
beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara
fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terlambat dalam mencapai tujuan-tujuan atau
kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang tuli, buta,
gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional, juga anak-
anak berbakat dengan inteligensi tinggi termasuk kedalam kategori anak
berkebutuhan khusus karena memerlukan penanganan dari tenaga profesional
terlatih.

Identifikasi secara sederhana dapat diartikan sebagai kegiatan penjaringan


sedangkan asesmen dapat diartikan sebagai kegiatan penyaringan. Penjaringan
mempunyai sifat yang masih kasar, dan sederhana. Sementara penyaringan lebih

9
bersifat halus, rinci dan kompleks. Perbedaan lain yang dapat dilihat adalah,
identifikasi tujuannya sekedar untuk mengenali gejala-gejala tidak untuk diagnosis,
sedangkan asesmen tujuannya untuk menegakkan diagnosis. Hubungan antara
identifikasi dan asesmen dapat dijelaskan apabila dikaitkan dengan keseluruhan
proses aktivitas pendidikan.

Identifikasi anak berkebutuhan khusus diperlukan agar keberadaan mereka


dapat diketahui sedini mungkin. Selanjutnya, dapat diberikan program pelayanan
yang sesuai dengan kebutuhan mereka, baik penanganan medis, terapi, dan
pelayanan pendidikan untuk mengembangkan potensi mereka. Misalnya: Seorang
guru menemukan siswa yang tidak bisa menulis pada kelas awal, setelah didekati
ternyata siswa tersebut tidak bisa menggerakkan tangannya untuk menulis. Guru
melakukan asesmen awal dengan melakukan tes untuk menulis dipapan tulis,
ternyata gerakan tanganpun sangat kaku, ia membawanya ke ruang khusus
berdiskusi dengan guru pembimbing khusus atau guru yang ditugaskan untuk
melakukan asesmen. Setelah dilakukan asesmen menulis ternyata siswa tersebut
mengalami kekakuan pada jari-jarinya, sehingga guru membutuhkan konsultasi
pada seseorang yang lebih profesional untuk mengidentifikasi apakah siswa
tersebut membutuhkan dengan kebutuhan pendidikan khusus.

Tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak


mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional, dan/atau
sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan
anak-anak lain seusianya (anak-anak normal), yang hasilnya akan dijadikan dasar
untuk penyusunan program pembelajaran sesuai dengan keadaan dan
kebutuhannya.

Dalam rangka pendidikan inklusi, kegiatan identifikasi ABK dilakukan untuk


lima keperluan, yaitu: (1) penjaringan (screening), (2) pengalihtanganan (referal),
(3) klasifikasi, (4) perencanaan pembelajaran, dan (5) pemantauan kemajuan
belajar. Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih
ditekankan pada menemukan (secara kasar) apakah seorang anak tergolong anak
berkebutuhan khusus atau bukan. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh
orang-orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang

10
tuanya, pengasuh, guru dan pihak lain yang terkait dengannya. Sedangkan langkah
selanjutnya, yang sering disebut asesmen, dan bila diperlukan dapat dilakukan oleh
tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, therapis, dan
lain-lain. Identifikasi akan dilanjutkan dengan asesment, yang hasilnya akan
dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran sesuai dengan
kemampuan dan ketidakmampuannya.

11
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Bagaimana Pandangan Mahasiswa UPI Ketika Bertemu Atau


Menghadapi Anak Berkebutuhan Khusus?

Setiap orang tua pastinya mengharapkan kehadiran seorang anak. Anak yang
diharapkan oleh orang tua tentunya anak yang sempurna, sehat tanpa memiliki
kekurangan. Pada dasarnya, tidak ada seorangpun yang ingin memiliki kekurangan.
Setiap manusia tidak ada yang sama antara manusia satu dengan manusia lainnya,
kita harus tetap mensyukuri apapun yang diberikan karena kita diciptakan oleh Sang
Maha Pencipta.

Setiap orang jika disuruh memilih pastinya tidak ada yang ingin dilahirkan
dengan menyandang kelainan atau memiliki kecatatan. Orang tua mana yang
menghendaki ketika melahirkan seorang anak yang menyandang kecatatan atau
sampai disandang anak berkebutuhan khusus.

Dilihat dari hasil responden hampir setengah dari mereka menjawab pernah
bertemu atau bahkan mempunyai teman atau kerabat yang tergolong anak
berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus tentunya memiliki hak untuk
tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga, masyarakat normal. Ia
memiliki hak yang sama dengan manusia normal lain seperti mendapatkan hak
untuk sekolah, hak mendapatkan kasih sayang, dan masih banyak lagi.

Setelah dikaji, hasil responden juga mengatakan bahwa ketika mereka bertemu
atau menghadapi anak yang berkebutuhan khusus mereka merasa kasian, dan ada
yang merasa iba karena anak berkebutuhan khusus tidak bisa hidup seperti orang-
orang disekitarnya (orang normal). Mereka juga mengatur strategi mengenai apa
yang harus mereka lakukan untuk menghadapi anak berkebutuhan khusus.
Sebagian besar dari mereka juga sudah mengetahui bagaimana cara menghadapi
anak yang berkebutuhan khusus yaitu dengan cara sabar, dirangkul, serta
menumbuhkan rasa peduli terhadap sesama tanpa membeda-bedakannya dan
tentunya terus bersyukur.

12
Kita sebagai manusia normal harus lebih bersyukur karena diluar sana banyak
orang-orang yang hidupnya tidak seberuntung kita. Kita masih diberi tubuh yang
sehat, akal yang bisa dipakai untuk berfikir, serta perasaan yang bisa merasakan
kesedihan, kesenangan, ketakutan dan itu semua masih bisa kita kontrol sendiri.
Walaupun diluar sana banyak orang-orang berkebutuhan khusus, kita sebagai
sesama manusia tidak boleh membeda-bedakan karena kita semua sama makhluk
ciptaan-Nya dan sama dihadapan-Nya.

3.2 Seberapa Penting Aksesibilitas Bagi Seorang Anak Berkebutuhan


Khusus?

Dari hasil responden disimpulkan hampir semua orang pernah mendengar atau
bahkan mengetahui apa itu aksesibilitas. Berarti hal ini kata aksebilitas sudah tidak
asing lagi ditelinga mereka. Hal itu sejalan dengan anak berkebutuhan khusus
(ABK) perlu penanganan dan perhatian khusus sebagai upaya menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup serta tumbuh kembang secara
optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan tanpa membeda-bedakan.

Dapat dilihat dari hasil responden juga banyak yang berpendapat bahwa hampir
setiap orang setuju bahwa aksebilitas bagi siswa/mahasiswa berkebutuhan khusus
ini sangat penting. Karena aksebilitas sendiri dapat memudahkan anak
berkebutuhan khusus dalam mewujudkan semua kebutuhannya yang mampu
membantu anak mencapai potensi maksimalnya. Anak berkebutuhan khusus
tentunya memerlukan pelayanan pendidikan yang bersifat khusus untuk membantu
mengurangi keterbatasannya dalam hidup di masyarakat serta meningkatkan
potensi yang dimiliki secara optimal.

3.3 Bagaimana Cara Melakukan Penanganan Yang Tepat Terhadap Anak


Berkebutuhan Khusus?

Ternyata dilihat dari hasil responden, hanya sedikit yang mengetahui dan
hampir sebagian dari mereka tidak mengetahui bagaimana cara untuk menangani
jika ada anak berkebutuhan khusus. Hal itu mungkin dikarenakan mereka tidak

13
mempelajari atau tidak mendapatkan pelajaran mengenai Pendidikan Inklusi.
Mereka kurang memahami apa yang harus dilakukan atau bahkan bisa kebingungan
dalam menangani anak berkebutuhan khusus tanpa didampingi ahlinya. Berarti
dalam pembahasan ini, mengenal atau bahkan mempelajari materi mengenai
Pendidikan Inklusi ini sangat penting bagi setiap orang.

Tetapi disamping itu, ada beberapa yang mengetahui bagaimana melakukan


penanganan kepada anak berkebutuhan khusus. Mereka berpendapat bahwa anak
berkebutuhan khusus ini tidak boleh diasingkan, harus ditemani, diajak
berinteraksi, dan berbaur layaknya manusia normal lainnya. Selain itu, diperlukan
kesabaran yang tinggi untuk menghadapi anak berkebutuhan khusus. Dukungan
yang positif juga dapat membuat anak merasa dihargai dan didukung dalam proses
perkembangannya. Dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus juga harus
memiliki empati yang tinggi dikarenakan kita harus bisa memberikan perhatian
lebih, rasa peduli yang tinggi, serta bisa menjadi pendengar yang baik dalam
memahami perasaan anak berkebutuhan khusus. Hal tersebut setidaknya dapat
sedikit membantu bagaimana kita menghadapi anak berkebutuhan khusus.

Tedapat pendapat lain juga mengatakan bahwa kita sebagai calon pengajar
sangat diperlukannya penguasaan metode pendidikan inklusif sehingga dapat
melayani ABK dengan tepat. Jika untuk masyarakat, diperlukannya media
penunjang yang berisi materi pendidikan inklusif sehingga masyarakat umum
mempunyai pengetahuan mengenai berbagai hal yang dapat mendukung proses
pelaksanaan dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus.

14
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dapat disimpukan bahwa Istilah pendidikan inklusif atau pendidikan


inklusi merupakan kata atau istilah yang dikumandangkan oleh UNESCO berasal
dari kata Education for All yang artinya pendidikan yang ramah untuk semua,
dengan pendekatan pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang tanpa
terkecuali. Dan tujuan dari pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus,
yaitu anak merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya dan dianggap
sama. Tujuan pendidikan inklusif bagi guru, yaitu membantu guru menghargai
perbedaan pada siswa, serta mengakui bahwa siswa berkebutuhan khusus juga
memiliki kelebihan dan kemampuan. Tujuan inklusif bagi pihak sekolah, yaitu
memperoleh pengalaman untuk mengatur berbagai perbedaan dalam satu kelas.

Dan setelah di kaji pandangan mahasiswa upi Ketika bertemu mahasiswa


abk adalah ketika mereka bertemu atau menghadapi anak yang berkebutuhan
khusus mereka merasa kasian, dan ada yang merasa iba karena anak berkebutuhan
khusus tidak bisa hidup seperti orang-orang disekitarnya (orang normal). Dan
menurut mahasiswa upi tentang aksesibiltasbahwa hampir setiap orang setuju
bahwa aksebilitas bagi siswa/mahasiswa berkebutuhan khusus ini sangat penting.
Karena aksebilitas sendiri dapat memudahkan anak berkebutuhan khusus dalam
mewujudkan semua kebutuhannya yang mampu membantu anak mencapai potensi
maksimalnya.

4.2 Saran

Hasil analisis menunjukkan bahwa masih terdapat banyak mahasiswa di


universitas pendidikan Indonesia yang kurang mengetahui tentang pendidikan
inklusif. dengan adanya analisis ini diharapkan pembaca dapat menambah wawasan
sekaligus pengetahuan pendidikan inklusif peserta didik yang ada di universitas
pendidikan indonesia. Kami juga berharap pembaca dapat memahami dan mengerti

15
mengenai pendidikan inklusif. Namun, kami juga menyadari masih memiliki
banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Maka dari itu, kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke
depannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, I. (2019). Penerapan identifikasi, asesmen dan pembelajaran bagi Anak


berkebutuhan khusus di sekolah dasar Penyelenggara pendidikan inklusi.
EduStream: Jurnal Pendidikan Dasar, 3(2), 72-80.

Herawati, N. I. (2016). Pendidikan Inklusif. EduHumaniora| Jurnal Pendidikan


Dasar Kampus Cibiru, 2(1).

Handayani, T., & Rahadian, A. S. (2013). Peraturan perundangan dan implementasi


pendidikan inklusif. Masyarakat Indonesia, 39(1), 149701.

Ilahi, M. T., & Rose, K. R. (2013). Pendidikan inklusif: konsep dan aplikasi.

17
LAMPIRAN

18

Anda mungkin juga menyukai