Disusun untuk memnuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi yang diampu
oleh: Reza Febri, M.Pd.
Disusun Oleh:
Kelompok 2
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Pertama-tama, puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat dan karunian-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak mampu untuk
menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Anak dengan Hambatan
Pendengaran” dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu kita curahkan
kepada suri tauladan kita yaitu Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan
keluaganya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, kami
senantiasa meminta kritik dan saran dari seluruh pihak agar kedepan bisa lebih
disempurnakan. Kemudian apabila terdapat beberapa kesalahan dalam pembuatan
makalah ini kami meminta maaf.
Terimakasih kepada semua pihak yang sudah membantu dalam pembuatan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk seluruh pembaca,
Terimakasih.
Waalaikumussalam wr.wb.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia tidak ada yang sama satu dengan lainnya. Setiap orang tidak
ingin dilahirkan di dunia ini dengan menyandang kelainan maupun
memiliki kecacatan. Kelahiran seorang anak berkebutuhan khusus tidak
mengenal berasal dari keluarga kaya, berpendidikan, miskin, dan yang taat
beragama atau tidak. Orangtua tidak mampu menolak kehadiran anak
berkebutuhan khusus.
4
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan di
salah satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik salah satunya
seperti tunarungu. Tunarungu merupakan kelainan pada indera pendengaran.
Haenudin (2013:56) mendefinisikan tunarungu adalah Seseorang yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian
atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau
seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat
pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak dalam
kehidupan secara kompleks.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari anak dengan hambatan pendengaran?
2. Apakah kebutuhan belajar yg diperlukan oleh anak dengan hambatan
pendengaran?
5
3. Bagaimana hambatan yg dialami anak dengan hambatan pendengaran ?
4. Bagaimana layanan pendidikan yg tepat untuk anak dengan hambatan yg
pendengaran?
5. Bagaimana Tempat/ system layanan pendidikan bagi anak dengan
hambatan pendengaran
6. Bagaimana strategi, media, dan evaluasi pembelajaran yg tepat bagi anak
dengan hambatan pendengaran
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian anak dengan hambatan pendengaran
2. Mengetahui kebutuhan belajar anak dengan hambatan pendengaran
3. Mengetahui hambatan anak dengan hambatan pendengaran
4. Mengetahui layanan pendidikan yang mendukung pembelajaran anak
dengan hambatan pendengaran
5. Mengetahui tempat/ system layanan pendidikan bagi anak dengan
hambatan pendengaran
6. Mengetahui strategi, media dan evaluasi pembelajaran yg digunakan bagi
anak dengan hambatan pendengaran
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
B. Hambatan Anak Tunarungu
Anak tunarungu memiliki hambatan dalam pendengaran akibatnya
individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka
biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi seseorang yang menyandang
tuna rungu dengan individu lain yaitu menggunakan bahasa isyarat, untuk
abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat
bahasa berbeda-beda di setiap negara.
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi,
rata-rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi
normal dan rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada
prestasi anak normal karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu
dalam mengerti pelajaran yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang
tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki perkembangan yang sama
cepatnya dengan anak normal.
Prestasi anak tunarungu yang rendah bukan disebabkan karena
intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu tidak dapat
memaksimalkan intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber
pada verbal seringkali rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber pada
penglihatan dan motorik akan berkembang dengan cepat. Prestasi belajar
anak tunarungu yang rendah karena minimnya informasi yang diterima
melalui indera pendengarannya berdampak juga pada kemampuan daya
abstraksi yang rendah. Anak tunarungu sulit menerima konsep baru yang
bersifat abstrak, sehingga anak tunarungu membutuhkan gambaran yang jelas
dan rinci agar dapat memahami konsep yang baru.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengakomodasi dari
hambatan yang dimiliki oleh anak tunarungu tersebut penggunaan media yang
dapat mengoptimalkan indera yang lain terkhusus penglihatan sangat
diperlukan sehingga permasalahan prestasi belajar yang rendah dapat
teratasi. Esera (2008) dan Schick, Williams, dan Kupermintz (2006)
menyoroti kebutuhan pendidikan anak tunarungu, bahwa kebutuhan
pendidikan dari kelompok siswa ini adalah belajar dari lingkungan,
8
komunikasi, menggunakan pendekatan visual, dan pembelajaran berbasis
konkret.
Peranan indra penglihatan, selain sebagai sarana memperoleh pengalaman
persepsi visual, juga sebagai ganti persepsi auditif anak tunarungu. Salah satu
media yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak tunarungu adalah
media yang berbasis visual. Pemberian materi melalui media pembelajaran
yang berbasis visual dapat merangsang anak tunarungu dalam menerima
informasi.
Adapun cara untuk menghadapi hambatan dalam memberikan layanan
pendidikan terhadao penderita tuna rungh adalah sebagai berikut:
a. Minimalkan kebisingan yang tidak perlu
b. Lengkapi presentasi auditori dengan informasi visual dan aktivitas konkrit
c. Berkomunikasilah dengan cara-cara sedemikian rupa sehingga membantu
siswa mendengar dan mampu membaca gerak bibir
d. Ajarkan pengejaan dengan jari ke siswa lainnya (Anidar, J., 2016)
9
ketunaannya.
d. Kebutuhan akan aktivitas, yaitu kebutuhan ikut terlibat dalam
kegiatan keluarga maupun dalam lingkungan yang lebih luas lagi.
Sebagaimana halnya pada anak normal lainnya, anak tunarungu
pun ingin melibatkan diri dalam permainan dengan teman
sebayanya.
e. Kebutuhan akan kebebasan, yakni ia membutuhkan kebebasan
untuk berbuat, berinisiatif, bebas untuk bertanggung jawab atas
perbuatannya sendiri. anak tunarungu tidak ingin selalu terikat oleh
orang lain. Kebebasan yang anak tunarungu butuhkan bukan
kebebasan mutlak, melainkan kebebasan dengan batas-batas
tertentu.
f. Kebutuhan akan kesehatan, yakni merupakan kebutuhan wajar anak
yang sedang tumbuh. Anak tunarungu memerlukan tubuh yang
sehat, kuat serta mampu menjaga diri dari berbagai gangguan
penyakit.
g. Kebutuhan untuk berekspresi, yaitu kebutuhan untuk
mengemukakan pendapat yang dapat dipahami oleh orang lain. anak
tunarungu memerlukan bimbingan komunikasi yang wajar untuk
dapat mengemukakan pikiran, perasaan, serta kehendaknya kepada
orang lain. Kebutuhan berekspresi ini bukan hanya yang
berhubungan dengan masalah komunikasi, melainkan juga bentuk-
bentuk ekspresi lain seperti menggambar, bermain peran,
melakukan kegiatan atau pekerjaan lain yang dapat mewakili
curahan isi hatinya.
10
pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah
memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan
yang baik, maka akan dapat dilakukan secara optimal (Purwanto, E., 2021)
Prinsip umum penyelenggaraan layanan pendidikan anak berkebutuhan
khusus
1. Keseluruhan anak
2. Kenyataan
3. Program yang dinamis
4. Kesempatan yang sama
5. Kerja sama (Purwanto, E., 2021).
Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tuna rungu adalah terletak pada
pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Hallahan dan Kauffman,
(1988) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan umum dalam mengajarkan
komunikasi anak tunarungu, yaitu:
i. Auditory training
ii. Speechreading
iii. Sing language and fingerspelling
a. Metode oral, yaitu cara melatih anak tunarungu dapat berkomunikasi secara
lisan (verbal) dengan lingkungan orang mendengar. Dalam hal ini perlu partisipasi
lingkungan anak tunarungu untuk berbahasa secara verbal. Dalam hal ini Van
Uden, menyarankan diterapkannya prinsip cybernetik, yaitu prinsip yang
menekankan perlunya suatu pengontrolan diri. Setiap organ gerak bicara yang
menimbulkan bunyi , dirasakan dan diamati sehingga hal itu akan memberikan
umpan balik terhadap gerakannya yang akan menimbulkan bunyi selanjutnya.
b. Membaca ujaran. Dalam dunia pendidikan membaca ujaran sering disebut juga
dengan membaca bibir (lip reading). Membaca ujaran yaitu suatu kegiatan yang
mencakup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu
dalam proses bicara. Membaca ujaran mencakup pengertian atau pemberian
11
makna pada apa yang diucapkan lawan bicara di mana ekspresi muka dan
pengetahuan bahasa turut berperan. Ada beberapa kelemahan dalam menerapkan
membaca ujaran, yaitu :
c. Metode manual. Metode manual yaitu cara mengajar atau melatih anak
tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari. Bahasa manual atau
bahasa isyarat mempunyai unsur gesti atau gerakan tangan yang ditangkap
melalui penglihatan atau suatu bahasa yang menggunakan modalitas gesti-visual.
Bahasa isyarat mempunyai beberapa komponen, yaitu :
d. Ejaan jari. Ejaan jari adalah penunjang bahasa isyarat dengan menggunakan
ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar dapat dikelompokan dalam tiga jenis, yaitu
12
(2) ejaaan jari dengan kedua tangan (twohanded),
(3) ejaan jari campuran dengan menggunakan satu tangan atau dua tangan.
13
E. Jenis Layanan Pendidikan
a. Layanan umum.
b. Layanan khusus
14
F. Tempat / Sistem Layanan Pendidikan
a. Tempat khusus/ sistem segregasi
Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah
dari system pendidikan anak normal.
1. Sekolah khusus
Sekolah khusus bagi anak tunarungu disebut Sekolah Luar Biasa
Bagian B ( SLB-B). Adapun jenjang pendidikannya meliputi
TKLB-B dengan lama pendidikan 1-3 tahun, SDLB-B setingkat
dengan SD 6 tahun, SLTPLB-B merupakan pendidikan semi
kejuruan dengan lama pendidikan 3 tahun, SMLB-B merupakan
pendidikan kejuruan setingkat SLTA dengan lama pendidikan3
tahun.
2. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung
berbagai jenis kelainan, seperti anak tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, dan tunadaksa dalam satu sekolah.
3. Kelas Jauh/ Kelas Kunjung
Kelas jauh adalah kelas yang dibentuk atau disediakan untuk
memberi pelayanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk
anak tunarungu yang bertempat tinggal jauh dari SLB/ SDLB.
15
belajar mengajar berjalan dengan efektif. Ciri khas layanan tersebut
adalah:
a. Apabila memberi penjelasan kepada siswa, hendaknya posisi guru
selalu berhadapan dengan siswa.
b. penempatan siswa di kelas.
c. Guru harus berbicara dengan tenang.
d. Penggunaan alat peraga
e. Hindari pemakaian metode ceramah secara berlebihan.
f. menggunakan bahasa yang dapat dipahami siswa tunarungu.
g. Guru harus sering memberikan tambahan kosakata pada anak
tunarungu
16
Strategi modifikasi perilaku merupakan suatu bentuk strategi
pembelajaran yang bertolak dari pendekatan behavioral (behavioral
approach).strategi ini bertujuan untuk mengubah perilaku siswa ke
arah yang lebih positif melalui conditioning (pengondisian) dan
membantunya agar lebih produktif sehingga menjadi individu yang
mandiri.
Media pembelajaran
Media pembelajaran dikelompokkan kedalam media visual, audio, dan
audio-visual. Media visual yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran
anak tunarungu antara lain berupa gambar, grafis ( grafik, bagan, diagram,
dan sebagainya); relita atau objek nyata dari suatu benda ( mata uang,
tumbuhan,dsb); model atau tiruan dari objek benda dan slides.
Evaluasi Pembelajaran
Tujuan dan fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian
siswa terhadap materi yang diajarkan serta untuk memberikan umpan balik
terhadap guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar serta
program perbaikan bagi siswa. Kegiata evaluasi bagi siswa tunarungu,
harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Berkesinambungan
b. Menyeluruh
c. Objektif
d. Pedagogis
Alat evaluasi yang digunakan secara garis besar dapat dibagi atas 2
macam, yaitu :
1) Alat evaluasi umum
Alat evaluasi umum merupakan alat tes yang digunakan dikelas
biasa untuk mata pelajaran umum bagi siswa tunarungu dan siswa
mendengar (yang mencakup alat penilaian tertulis, lisan, dan
perbuatan).
2) Alat evaluasi khusus
❖ Tes perbuatan, yang digunakan untuk mengevaluasi latihan
17
berbicara, mendengar serta membaca ujaran.
❖ Pengamatan, digunakan pada bidang komunikasi yang
berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, serta sikap
berkomunikasi.
Wawancara, yang dilakukan terhadap anak tunarungu, siswa mendengar, guru,
orang tua atau terhadap anggota masyarakat
18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada
pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau
bahkan tidak dapat mendengar sama sekali. Anak tuna rungu memiliki hambatan
pada pendengaran dan bicaranya. Untuk mengatasi hambatan belajar pada anak
tuna rungu yaitu dapat dilakukan dengan penggunaan media yang dapat
mengoptimalkan indera yang lain terkhusus penglihatan sangat diperlukan
sehingga permasalahan prestasi belajar yang rendah dapat teratasi
19
DAFTAR PUSTAKA
Imawati, Yuli dan hamidah, Nur Atien. (2018). Efektivitas media berbasis
augmented reality terhadap kemampuan anak tunarungu mengenal
kebudayaan Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Khusus. 14(1): 26-34Rezieka,
Gebrina Dara, dkk. (2021). Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
dan Klasifikasi ABK. Jurnal Pendidikan Anak Bunayya.8(2):40-53
Linda, Muliasari Ajeng. (2021). Analisis kebutuhan dan perilaku ABK tuna rungu dan
wicara dalam pembelajaran matematika dasar di SKh Kabupaten Pandeglang.
Jurnal penelitian pendidikan dan Pengajaran Matematika. 7(1):9-22
20