Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ANAK DENGAN HAMBATAN PENDENGARAN

Disusun untuk memnuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi yang diampu
oleh: Reza Febri, M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 2

Hilmiatul Hilda 2224190070


Mulya Utari 2224190064

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Pertama-tama, puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat dan karunian-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak mampu untuk
menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Anak dengan Hambatan
Pendengaran” dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu kita curahkan
kepada suri tauladan kita yaitu Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan
keluaganya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, kami
senantiasa meminta kritik dan saran dari seluruh pihak agar kedepan bisa lebih
disempurnakan. Kemudian apabila terdapat beberapa kesalahan dalam pembuatan
makalah ini kami meminta maaf.
Terimakasih kepada semua pihak yang sudah membantu dalam pembuatan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk seluruh pembaca,
Terimakasih.
Waalaikumussalam wr.wb.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. ................................................................................................. 2


DAFTAR ISI................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang. .................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah. ............................................................................................. 5
C. Tujuan. ............................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak dengan Hambatan Pendengaran. ............................................ 7
B. Hambatan Anak Tunarungu . ............................................................................. 8
C. Kebutuhan Anak Tunarungu.. ............................................................................ 9
D. Layanan Pendidikan Anak Tunarungu. .............................................................. 10
E. Jenis Layanan Pendidikan. ................................................................................. 14
F. Tempat / Sistem Layanan Pendidikan. ............................................................... 15
G. Ciri Khas Layanan Pendidikan. ......................................................................... 15
H. Strategi, Media, dan Evaluasi Pembelajaran. ..................................................... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan. ....................................................................................................... 17
Daftar Pustaka

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia tidak ada yang sama satu dengan lainnya. Setiap orang tidak
ingin dilahirkan di dunia ini dengan menyandang kelainan maupun
memiliki kecacatan. Kelahiran seorang anak berkebutuhan khusus tidak
mengenal berasal dari keluarga kaya, berpendidikan, miskin, dan yang taat
beragama atau tidak. Orangtua tidak mampu menolak kehadiran anak
berkebutuhan khusus.

Sebagai manusia, anak berkebutuhan khusus memiliki hak untuk


tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan
bangsa. Ia memiliki hak untuk sekolah sama seperti saudara lainnya yang
tidak memiliki kelainan atau normal. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
adalah individu yang kehilangan atau mengalami penurunan fungsi indera
yang berdampak terhadap masalah belajar atau masalah tingkah laku, dan
yang mempunyai keistimewaan intelektual sehingga membutuhkan layanan
pendidikan khusus untuk mengembangkan potensi yang masih dan/atau sudah
dimiliki.

Berdasarkan Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional no 20 tahun


2003 tentang pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus pasal 32 Ayat
(1) “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa”.

4
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan di
salah satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik salah satunya
seperti tunarungu. Tunarungu merupakan kelainan pada indera pendengaran.
Haenudin (2013:56) mendefinisikan tunarungu adalah Seseorang yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian
atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau
seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat
pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak dalam
kehidupan secara kompleks.

Anak tunarungu pada umumnya memiliki karakteristik secara fisik seperti


anak normal. Kemampuan intelegensi anak tunarungu sama seperti anak
normal, namun karena keterbatasan informasi yang diterima melalui indera
pendengaran menyebabkan perkembangan intelegensinya terlambat. Untuk
memahami sesuatu yang terjadi disekitarnya, anak tunarungu bergantung pada
indera penglihatannya. Sehingga anak tunarungu sering disebut sebagai
“pemata” karena mereka kurang bisa memvisualisasikan konsep yang
diberikan secara verbal dan pengamatan mereka tertumpu pada indera
penglihatan (Wardani,dkk,2011:5.20). Hambatan – hambatan yang dialami
anak tunarungu tersebut menyebabkan prestasi belajar rendah.

Prestasi belajar anak tunarungu yang rendah karena minimnya informasi


yang diterima melalui indera pendengarannya berdampak juga pada
kemampuan daya abstraksi yang rendah. Anak tunarungu sulit menerima
konsep baru yang bersifat abstrak, sehingga anak tunarungu membutuhkan
gambaran yang jelas dan rinci agar dapat memahami konsep yang baru. Untuk
itu pada makalah ini akan membahas mengenai anak dengan hambatan
pendengaran, dan bagaimana cara untuk menanganinya sehingga mereka juga
dapat bisa menerima pembelajaran dengan baik.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari anak dengan hambatan pendengaran?
2. Apakah kebutuhan belajar yg diperlukan oleh anak dengan hambatan
pendengaran?

5
3. Bagaimana hambatan yg dialami anak dengan hambatan pendengaran ?
4. Bagaimana layanan pendidikan yg tepat untuk anak dengan hambatan yg
pendengaran?
5. Bagaimana Tempat/ system layanan pendidikan bagi anak dengan
hambatan pendengaran
6. Bagaimana strategi, media, dan evaluasi pembelajaran yg tepat bagi anak
dengan hambatan pendengaran

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian anak dengan hambatan pendengaran
2. Mengetahui kebutuhan belajar anak dengan hambatan pendengaran
3. Mengetahui hambatan anak dengan hambatan pendengaran
4. Mengetahui layanan pendidikan yang mendukung pembelajaran anak
dengan hambatan pendengaran
5. Mengetahui tempat/ system layanan pendidikan bagi anak dengan
hambatan pendengaran
6. Mengetahui strategi, media dan evaluasi pembelajaran yg digunakan bagi
anak dengan hambatan pendengaran

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak dengan Hambatan Pendengaran


Anak dengan hambatan pendengaran (Tunarungu) adalah seseorang yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik
sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya sebagian
atau seluruh alat pendengaran, sehingga anak tersebut tidak dapat
menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari (Winarsih
(2007:23). Hambatan tersebut mengakibatkan mereka memiliki
perbendaharaan kosakata yang rendah, sulit memahami sesuatu yang bersifat
abstrak dan terganggu bicaranya (Wasita, 2013:22).
Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada
pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna
atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa tidak
ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali. Walaupun
sangat sedikit, masih ada sisa-sisa pendengaran yang masih bisa dioptimalkan
pada anak tunarungu tersebut. Berkenaan dengan tunarungu, terutama tentang
pengertian tunarungu terdapat beberapa pengertian sesuai dengan pandangan
masing-masing. Menurut Andreas Dwidjosumarto mengemukakan bahwa
seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan
tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf)
atau kurang dengar (hard of hearing) (Laila, 2013: 10).
Tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan
mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan
kurang dengar. Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar
sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik
memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana batas pendengaran
yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa
melalui pendengaran.

7
B. Hambatan Anak Tunarungu
Anak tunarungu memiliki hambatan dalam pendengaran akibatnya
individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka
biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi seseorang yang menyandang
tuna rungu dengan individu lain yaitu menggunakan bahasa isyarat, untuk
abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat
bahasa berbeda-beda di setiap negara.
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi,
rata-rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi
normal dan rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada
prestasi anak normal karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu
dalam mengerti pelajaran yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang
tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki perkembangan yang sama
cepatnya dengan anak normal.
Prestasi anak tunarungu yang rendah bukan disebabkan karena
intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu tidak dapat
memaksimalkan intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber
pada verbal seringkali rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber pada
penglihatan dan motorik akan berkembang dengan cepat. Prestasi belajar
anak tunarungu yang rendah karena minimnya informasi yang diterima
melalui indera pendengarannya berdampak juga pada kemampuan daya
abstraksi yang rendah. Anak tunarungu sulit menerima konsep baru yang
bersifat abstrak, sehingga anak tunarungu membutuhkan gambaran yang jelas
dan rinci agar dapat memahami konsep yang baru.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengakomodasi dari
hambatan yang dimiliki oleh anak tunarungu tersebut penggunaan media yang
dapat mengoptimalkan indera yang lain terkhusus penglihatan sangat
diperlukan sehingga permasalahan prestasi belajar yang rendah dapat
teratasi. Esera (2008) dan Schick, Williams, dan Kupermintz (2006)
menyoroti kebutuhan pendidikan anak tunarungu, bahwa kebutuhan
pendidikan dari kelompok siswa ini adalah belajar dari lingkungan,

8
komunikasi, menggunakan pendekatan visual, dan pembelajaran berbasis
konkret.
Peranan indra penglihatan, selain sebagai sarana memperoleh pengalaman
persepsi visual, juga sebagai ganti persepsi auditif anak tunarungu. Salah satu
media yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak tunarungu adalah
media yang berbasis visual. Pemberian materi melalui media pembelajaran
yang berbasis visual dapat merangsang anak tunarungu dalam menerima
informasi.
Adapun cara untuk menghadapi hambatan dalam memberikan layanan
pendidikan terhadao penderita tuna rungh adalah sebagai berikut:
a. Minimalkan kebisingan yang tidak perlu
b. Lengkapi presentasi auditori dengan informasi visual dan aktivitas konkrit
c. Berkomunikasilah dengan cara-cara sedemikian rupa sehingga membantu
siswa mendengar dan mampu membaca gerak bibir
d. Ajarkan pengejaan dengan jari ke siswa lainnya (Anidar, J., 2016)

C. Kebutuhan Anak Tunarungu


Salah Anak tunarungu seperti halnya anak normal pada umumnya,
mempunyai kebutuhan-kebutuhan utama yang dikemukakan oleh Salim sebagai
berikut:
a. Kebutuhan akan keteraturan yang bersifat biologis seperti kebutuhan
makan,minum, tidur, bermain, dan sebagainya.
b. Kebutuhan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam keluarga.
Anak tunarungu membutuhkan perlakuan yang wajar, ikut serta
dalam suka dan duka dan kesibukan seperti halnya anggota keluarga
yang lain.
c. Kebutuhan akan keberhasilan dalam suatu kegiatan baik secara
individual maupun secara kolektif. Anak tunarungu menghendaki
segala usaha mencapai hasil yang memuaskan baik untuk dirinya
sendiri maupun untuk orang lain, meskipun anak tunarungu
harusmengalami berbagai hambatan dan kesukaran sebagai akibat

9
ketunaannya.
d. Kebutuhan akan aktivitas, yaitu kebutuhan ikut terlibat dalam
kegiatan keluarga maupun dalam lingkungan yang lebih luas lagi.
Sebagaimana halnya pada anak normal lainnya, anak tunarungu
pun ingin melibatkan diri dalam permainan dengan teman
sebayanya.
e. Kebutuhan akan kebebasan, yakni ia membutuhkan kebebasan
untuk berbuat, berinisiatif, bebas untuk bertanggung jawab atas
perbuatannya sendiri. anak tunarungu tidak ingin selalu terikat oleh
orang lain. Kebebasan yang anak tunarungu butuhkan bukan
kebebasan mutlak, melainkan kebebasan dengan batas-batas
tertentu.
f. Kebutuhan akan kesehatan, yakni merupakan kebutuhan wajar anak
yang sedang tumbuh. Anak tunarungu memerlukan tubuh yang
sehat, kuat serta mampu menjaga diri dari berbagai gangguan
penyakit.
g. Kebutuhan untuk berekspresi, yaitu kebutuhan untuk
mengemukakan pendapat yang dapat dipahami oleh orang lain. anak
tunarungu memerlukan bimbingan komunikasi yang wajar untuk
dapat mengemukakan pikiran, perasaan, serta kehendaknya kepada
orang lain. Kebutuhan berekspresi ini bukan hanya yang
berhubungan dengan masalah komunikasi, melainkan juga bentuk-
bentuk ekspresi lain seperti menggambar, bermain peran,
melakukan kegiatan atau pekerjaan lain yang dapat mewakili
curahan isi hatinya.

D. Layanan Pendidikan Anak Tunarungu


Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki
keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan
mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut
adanya penyesuaian dalam pemberian layanan pendidikan yang dibutuhkan.
Keragaman yang terjadi, memang terkadang menyulitkan guru dalam upaya

10
pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah
memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan
yang baik, maka akan dapat dilakukan secara optimal (Purwanto, E., 2021)
Prinsip umum penyelenggaraan layanan pendidikan anak berkebutuhan
khusus
1. Keseluruhan anak
2. Kenyataan
3. Program yang dinamis
4. Kesempatan yang sama
5. Kerja sama (Purwanto, E., 2021).

Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tuna rungu adalah terletak pada
pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Hallahan dan Kauffman,
(1988) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan umum dalam mengajarkan
komunikasi anak tunarungu, yaitu:

i. Auditory training
ii. Speechreading
iii. Sing language and fingerspelling

Ada beberapa cara dalam mengembangkan kemampuan komunikasi anak


tunarungu, yaitu:

a. Metode oral, yaitu cara melatih anak tunarungu dapat berkomunikasi secara
lisan (verbal) dengan lingkungan orang mendengar. Dalam hal ini perlu partisipasi
lingkungan anak tunarungu untuk berbahasa secara verbal. Dalam hal ini Van
Uden, menyarankan diterapkannya prinsip cybernetik, yaitu prinsip yang
menekankan perlunya suatu pengontrolan diri. Setiap organ gerak bicara yang
menimbulkan bunyi , dirasakan dan diamati sehingga hal itu akan memberikan
umpan balik terhadap gerakannya yang akan menimbulkan bunyi selanjutnya.

b. Membaca ujaran. Dalam dunia pendidikan membaca ujaran sering disebut juga
dengan membaca bibir (lip reading). Membaca ujaran yaitu suatu kegiatan yang
mencakup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu
dalam proses bicara. Membaca ujaran mencakup pengertian atau pemberian

11
makna pada apa yang diucapkan lawan bicara di mana ekspresi muka dan
pengetahuan bahasa turut berperan. Ada beberapa kelemahan dalam menerapkan
membaca ujaran, yaitu :

1. tidak semua bunyi bahasa dapat terlihat pada bibir,


2. ada persamaan antara berbagai bentuk bunyi bahasa, misalnya bahasa
bilabial (p,b,m), dental (t,d,n) akan terlihat mempunyai bentuk yang sama
pada bibir,
3. lawan bicara harus berhadapan dan tidak terlalu jauh, (4) pengucapan
harus pelan dan lugas.

c. Metode manual. Metode manual yaitu cara mengajar atau melatih anak
tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari. Bahasa manual atau
bahasa isyarat mempunyai unsur gesti atau gerakan tangan yang ditangkap
melalui penglihatan atau suatu bahasa yang menggunakan modalitas gesti-visual.
Bahasa isyarat mempunyai beberapa komponen, yaitu :

(1) ungkapan badaniah;


(2) bahasa isyarat lokal;
(3) bahasa isyarat formal.

Ungkapan badaniah meliputi keseluruhan ekspresi badan seperti sikap badan


tentang ekspresi muka (mimik), pantomimik, dan gesti yang dilakukan orang
secara wajar dan alamiah Ungkapan badaniah tidak dapat digolongkan sebagai
suatu bahasa dalam arti sesungguhnya, walaupun lambang atau isyaratnya dapat
berfungsi sebagai media komunikasi. Bahasaisyarat lokal yaitu suatu ungkapan
manual dalam bentuk isyarat konvensional berfungsi sebagai pengganti kata.
Bahasa isyarat lokal berkembang di antara para tunarungu melalui konvensi
(kesepakatan). Bahasa isyarat formal adalah bahasa nasional dalam isyarat yang
biasanya menggunakan kosa kata isyarat dan dengan struktur bahasa yang sama
persis dengan bahasa lisan. Di Indonesia dikenal sebagai Isyando.

d. Ejaan jari. Ejaan jari adalah penunjang bahasa isyarat dengan menggunakan
ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar dapat dikelompokan dalam tiga jenis, yaitu

(1) ejaan jari dengan satu tangan (onehanded),

12
(2) ejaaan jari dengan kedua tangan (twohanded),
(3) ejaan jari campuran dengan menggunakan satu tangan atau dua tangan.

e. Komunikasi total. Komunikasi total merupakan upaya perbaikan dalam


mengajarkan komunikasi bagi anak tunarungu. Istilah komunikasi total
pertama hali dicetuskan oleh Holcomb (1968) dan dikembangkan lebih lanjut
oleh Denton (1970) dalam Permanarian Somad dan Tatti Hernawati (1996).
Komunikasi total merupakan cara berkomunikasi dengan menggunakan salah
satu modus atau semua cara komunikasi yaitu penggunaan sistem isyarat, ejaan
jari, bicara, baca ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik, menggambar dan
menulis serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai kebutuhan dan kemampuan
seseorang (Purwanto, E., 2021).

13
E. Jenis Layanan Pendidikan

Ditinjau dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu


meliputi :

a. Layanan umum.

Layanan umum merupakan layanan pendidikan yang biasa diberikan


kepada anak mendengar/ normal, yang meliputi layanan akademik,
latihan, dan bimbingan. Layanan akademik bagi anak tuna rungu pada
dasarnya sama dengan layanan akademik bagi anak mendengar, yaitu
mencakup mata-mata pelajaran yang biasa diberikan di SD biasa, tetapi
terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan ciri khas
layanan bagi anak tunarungu akan dijelaskan pada uraian selanjutnya.
Demikian juga dalam latihan dan bimbingan. Layanan bimbingan
terutama diperlukan dalam mengatasi dampak kelainan terhadap aspek
psikologisnya, serta pengembangan sosialisasi siswa.

b. Layanan khusus

- Layanan bina bicara, merupakan upaya untuk meningkatkan


kemampuan anak tunarungu dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
dalam rangkaian kata-kata, agar dapat dimengerti atau
diinterpretasikan oleh orang yang mengajak/ diajak bicara. Latihan
bina bicara disebut juga dengan latihan artikulasi.

- Layanan bina persepsi bunyi dan irama, merupakan layanan untuk


melatih kepekaan terhadap bunyi dan irama melalui sisa-sisa
pendengaran atau merasakan vibrasi (getaran bunyi) bagi siswa yang
hanya memiliki sedikit sekali sisa pendengaran. Dalam layanan ini,
siswa dilatih untuk membedakan antara bunyi yang panjang dan yang
pendek, bunyi yang keras dan lembut, kata dengan kalimat, kalimat
panjang dan pendek, membedakan bunyi dua macam alat (alat music,
seperti tambur dan gong) serta membedakan bunyi dengan berbagai
irama 2/4, 3/4, 4/4.

14
F. Tempat / Sistem Layanan Pendidikan
a. Tempat khusus/ sistem segregasi
Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah
dari system pendidikan anak normal.
1. Sekolah khusus
Sekolah khusus bagi anak tunarungu disebut Sekolah Luar Biasa
Bagian B ( SLB-B). Adapun jenjang pendidikannya meliputi
TKLB-B dengan lama pendidikan 1-3 tahun, SDLB-B setingkat
dengan SD 6 tahun, SLTPLB-B merupakan pendidikan semi
kejuruan dengan lama pendidikan 3 tahun, SMLB-B merupakan
pendidikan kejuruan setingkat SLTA dengan lama pendidikan3
tahun.
2. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung
berbagai jenis kelainan, seperti anak tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, dan tunadaksa dalam satu sekolah.
3. Kelas Jauh/ Kelas Kunjung
Kelas jauh adalah kelas yang dibentuk atau disediakan untuk
memberi pelayanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk
anak tunarungu yang bertempat tinggal jauh dari SLB/ SDLB.

b. Di Sekolah Umum /Sistem Integrasi


1. Bentuk kelas biasa, dalam bentuk kelas ini anak tunarungu
mengikuti semua kegiatan belajar mengajar dikelas biasa seperti
anak normal lainnya dengan menggunakan kurikulum biasa.
2. Bentuk kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus
Disini anak tunarungu mengikuti kegiatan belajar di kelas biasa
dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti layanan
khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak biasa diikuti oleh
anak tunarungu bersama anak mendengar.
G. Ciri Khas Layanan Pendidikan
Ada beberapa ciri khas layanan yang perlu diperhatikan, agar kegiatan

15
belajar mengajar berjalan dengan efektif. Ciri khas layanan tersebut
adalah:
a. Apabila memberi penjelasan kepada siswa, hendaknya posisi guru
selalu berhadapan dengan siswa.
b. penempatan siswa di kelas.
c. Guru harus berbicara dengan tenang.
d. Penggunaan alat peraga
e. Hindari pemakaian metode ceramah secara berlebihan.
f. menggunakan bahasa yang dapat dipahami siswa tunarungu.
g. Guru harus sering memberikan tambahan kosakata pada anak
tunarungu

H. Strategi, Media dan Evaluasi Pembelajaran


Strategi pembelajaran
1) Strategi individualisasi
Strategi individualisasi merupakan strategi pembelajaran dengan
mempergunakan suatu program yang disesuaikan dengan
perbedaan individu baik karakteristik, kebutuhan maupun
kemampuan secara perseorangan.
2) Strategi kooperatif
Strategi kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
menekankan unsur gotong royong atau saling membantu satu sama
lain dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Johnson, D.W.
& Johnson (1984:10) dalam strategi pembelajaran kooperatif
terdapat empat elemendasar yaitu :
- Saling ketergantungan positif
- Interaksi tatap muka antarsiswa sehingga mereka dapat
berdialog dengan sesama lain.
- Akuntabilitas individual.
- Keterampilan menjalin hubungan interpersonal.
3) Strategi modifikasi perilaku

16
Strategi modifikasi perilaku merupakan suatu bentuk strategi
pembelajaran yang bertolak dari pendekatan behavioral (behavioral
approach).strategi ini bertujuan untuk mengubah perilaku siswa ke
arah yang lebih positif melalui conditioning (pengondisian) dan
membantunya agar lebih produktif sehingga menjadi individu yang
mandiri.

Media pembelajaran
Media pembelajaran dikelompokkan kedalam media visual, audio, dan
audio-visual. Media visual yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran
anak tunarungu antara lain berupa gambar, grafis ( grafik, bagan, diagram,
dan sebagainya); relita atau objek nyata dari suatu benda ( mata uang,
tumbuhan,dsb); model atau tiruan dari objek benda dan slides.
Evaluasi Pembelajaran
Tujuan dan fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian
siswa terhadap materi yang diajarkan serta untuk memberikan umpan balik
terhadap guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar serta
program perbaikan bagi siswa. Kegiata evaluasi bagi siswa tunarungu,
harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Berkesinambungan
b. Menyeluruh
c. Objektif
d. Pedagogis
Alat evaluasi yang digunakan secara garis besar dapat dibagi atas 2
macam, yaitu :
1) Alat evaluasi umum
Alat evaluasi umum merupakan alat tes yang digunakan dikelas
biasa untuk mata pelajaran umum bagi siswa tunarungu dan siswa
mendengar (yang mencakup alat penilaian tertulis, lisan, dan
perbuatan).
2) Alat evaluasi khusus
❖ Tes perbuatan, yang digunakan untuk mengevaluasi latihan

17
berbicara, mendengar serta membaca ujaran.
❖ Pengamatan, digunakan pada bidang komunikasi yang
berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, serta sikap
berkomunikasi.
Wawancara, yang dilakukan terhadap anak tunarungu, siswa mendengar, guru,
orang tua atau terhadap anggota masyarakat

18
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada
pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau
bahkan tidak dapat mendengar sama sekali. Anak tuna rungu memiliki hambatan
pada pendengaran dan bicaranya. Untuk mengatasi hambatan belajar pada anak
tuna rungu yaitu dapat dilakukan dengan penggunaan media yang dapat
mengoptimalkan indera yang lain terkhusus penglihatan sangat diperlukan
sehingga permasalahan prestasi belajar yang rendah dapat teratasi

19
DAFTAR PUSTAKA

Anidar, J. (2016). Layanan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus.


https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/attaujih/article/download/944/74
5. Diakses pada 4 September 2021 pukul 23.31 WIB.

Aula, M.N. (2013). Anak berkebutuhan Khusus Tuna Rungu.


http://aulakia.blogspot.com/2013/07/anaka-berkebutuhan-khusus-tuna-
rungu.html?m=1. Diakses pada 6 September 2021 pukul 13.29 WIB

Handayani, Sri Endang, dkk. (2017). Penningkatan Pemahaman Dongeng Anak


Tunarungu Melalui Simulation Based Learning. Indonesian Journal of
Disability Studies. 4(1): 9-15

Imawati, Yuli dan hamidah, Nur Atien. (2018). Efektivitas media berbasis
augmented reality terhadap kemampuan anak tunarungu mengenal
kebudayaan Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Khusus. 14(1): 26-34Rezieka,
Gebrina Dara, dkk. (2021). Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
dan Klasifikasi ABK. Jurnal Pendidikan Anak Bunayya.8(2):40-53

Linda, Muliasari Ajeng. (2021). Analisis kebutuhan dan perilaku ABK tuna rungu dan
wicara dalam pembelajaran matematika dasar di SKh Kabupaten Pandeglang.
Jurnal penelitian pendidikan dan Pengajaran Matematika. 7(1):9-22

Noviaturrahman, Fifi. (2018). Problematika Anak Tunarungu dan Cara


Mengatasinya. Jurnal Quality. 6(1):1-15

Purwanto, E. (2021). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.


http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/PRODI._ILMU_KOMPUTER/196603
252001121MUNIR/Multimedia/Multimedia_Bahan_Ajar_PJJ/Pendidikan_
Anak_Berkebutuhan_Khusus/Pendidikan%2BAnak%2BKebutuhan%2BKh
usus%2BUNIT%2B5.pdf. Diakses pada 4 September 2021 pukul 23.27
WIB.

20

Anda mungkin juga menyukai