Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TUNARUNGU ( GANGGUAN PENDENGARAN )

Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan


Khusus

Dosen Pengampu : Ayunda Sayyidatul Ifadah, M.Pd.

Di susun oleh: kelompok 2

Lisdayanti
( A2022024 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi wabarokatuh


Alhamdulilahi Robbil’alaamiin, kami panjatkan puji syukur kepada Allah
SWT. Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan karunianya kepada kita
semua, sehingga dengan berkat dan karunianya kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa pula kami
kirimkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang yang
dihiasi oleh iman, islam dan ihsan.
Dan tak lupa pula saya ucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada ibu Ayunda Sayyidatul Ifadah, M.Pd selaku dosen pembimbing mata
kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus yang telah memberi saya tugas
untuk membuat makalah ini. Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
saya dan kita semua. Makalah ini berisikan tentang “Tunarungu”.
Saya menyadari sepenuhnya banyak kekurangan dan keterbatasan,
meskipun telah di sertai dengan usaha yang maksimal sesuai dengan kemampuan
yang telah saya miliki. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun
sangat di harapkan untuk perbaikan makalah yang akan datang. Dengan ini saya
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Aamiin ya Robbal’alaamiin.
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh

Gresik, 15 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan .................................................................................................2

BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. Pengertian Tunarungu .........................................................................................3

B. Jenis – jenis tunarungu ........................................................................................4

C. Karakteristik anak yang mengalami Tunarungu ..............................................6

D. Bentuk layanan dan pendidikan untuk anak yang mengalami gangguan


pendengaran .........................................................................................................7

BAB III.................................................................................................................... 9
PENUTUP ............................................................................................................... 9
A. Kesimpulan...........................................................................................................9

B. Saran......................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan fungsi
pendengaran, baik sebagian maupun seluruhnya yang berdampak kompleks dalam
kehidupannya. Anak tunarungu secara fisik terlihat seperti anak normal, tetapi bila
diajak berkomunikasi barulah terlihat bahwa anak mengalami gangguan
pendengaran. Anak tunarungu tidak berarti anak itu tunawicara, akan tetapi pada
umumnya anak tunarungu mengalami ketunaan sekunder yaitu tunawicara.
Penyebabnya adalah anak sangat sedikit memiliki kosakata dalam sistem otak dan
anak tidak terbiasa berbicara.
Anak tunarungu memiliki tingkat intelegensi bervariasi dari yang rendah
hingga jenius. Anak tunarungu yang memiliki intelegensi normal pada umumnya
tingkat prestasinya di sekolah rendah. Hal ini disebabkan oleh perolehan informasi
dan pemahaman bahasa lebih sedikit bila dibanding dengan anak mampu dengar.
Anak tunarungu mendapatkan informasi dari indera yang yang masih
berfungsi, seperti indera penglihatan, perabaan, pengecapan dan penciuman. Anak
tunarungu mendapat pendidikan khusus di lembaga informal dan formal.
Pendidikan informal yang menangani anak tunarungu yaitu LSM, organisasi
penyandang cacat, posyandu dan klinik-klinik anak berkebutuhan khusus.
Lembaga pendidikan formal yang menangani anak tunarungu adalah home
schooling, sekolah inklusi, dan Sekolah Luar Biasa (SLB). Penyelenggaraan
pendidikan khusus tersebut termuat dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 32 ayat 1 yang menyatakan bahwa pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

1
Pendidikan khusus yang dimaksud yaitu pemberian layanan pendidikan
sesuai kebutuhan anak tunarungu. Pendidikan khusus dilaksanakan secara
tersistem. Salah satu wujud pendidikan khusus adalah pelaksanaan pembelajaran
di kelas. Pelaksanaan pembelajaran bagi anak tunarungu harus dimulai dari hal-
hal yang dialami anak dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip pembelajaran bagi
anak tunarungu dimulai dari hal-hal yang mudah kemudian berangsur ke tingkat
yang lebih sulit. Pembelajaran bagi anak tunarungu dapat dilakukan dengan cara
memberikan pengalaman-pengalaman nyata dan secara berulang-ulang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari tunarungu?
2. Apa jenis-jenis tunarungu?
3. Bagaimana karakteristik anak yang mengalami gangguan pendengaran?
4. Bagaimanakah bentuk layanan pendidikan untuk anak yang mengalami
tunarungu?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi tunarungu
2. Untuk mengetahui jenis-jenis tunarungu
3. Untuk mengetahui karakteristik anak yang mengalami tunarungu
4. Untuk mengetahui bentuk layanan pendidikan untuk anak yang mengalami
tunarungu

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tunarungu
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran
yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan,
terutama melalui pendengarannya. Batasan pengertian anak tunarungu telah
banyak dikemukakan oleh para ahli yang semuanya itu padadasarnya mengandung
pengertian yang sama. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi anak
tunarungu.
Andreas Dwidjosumarto (1990:1) mengemukakan bahwa seseorangyang
tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan
dibedakan menjadi dua kategori yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of
hearing). Tuli adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan
dalam taraf berat sehingga pendengaran tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang
dengar adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan tetapi
masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa
menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).
Selain itu, Mufti Salim (1984: 8) menyimpulkan bahwa anak tunarungu
adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar
yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh
alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan
bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai
kehidupan lahir batin yang layak.
Memperlihatkan batasan-batasan di atas, dapatlah ditarik kesimpulan
bahwa tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian(hard
of hearing) maupun seluruhnya (deal) yang menyebabkan pendengarannya tidak
memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari. Tunarungu adalah
seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar
baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya

3
sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat
pendengaranya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap
kehidupannya secara kompleks.

B. Jenis – jenis tunarungu


Easterbrooks (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama
ketunarunguan menurut lokasi ganguannya:
1. Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan
pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya
gelombang bunyi ke bagian dalam telinga.
2. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat
kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf auditer yang
mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak.
3. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf
pusat proses auditer yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan
memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang
spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat
pemerosesan auditer ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila
diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan
memahami apa yang didengarnya.

Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu dapat diklasifikasikan dari


0dB-91 dB ke atas. Setiap tingkatan kehilangan pendengaran mempunyai pada
kemampuan mendengar suara atau bunyi yang berbeda-beda, sehingga
mempengaruhi kemampauan komunikasi anak tunarungu. Terutama, pada
kemampuan anak berbicara dengan artikulasi yang tepat dan jelas. Semakin tinggi
kehilangan pendengarannya, maka semakin lemah kemampuan artikulasinya.
Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi, Ashman
dan Elkins (1994) mengklasifikasikan ketunarunguan ke dalam empat kategori,
yaitu:

4
1. Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi di mana
orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB(desibel).
Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami
sedikit kesulitan dalam percakapan.
2. Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu kondisi
dimana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB.
Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan
wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana
gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).
3. Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi di mana
orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB. Mereka
sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah
pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak
mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
4. Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment), yaitu
kondisidi mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95
Db atau lebih keras. Mendengar percakapan normal tidak mungkin
baginya,sehingga dia sangat tergantung pada komunikasi visual. Sejauh
tertentu,ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu dengan
kekuatan yang sangat tinggi (superpower).

Sedangkan menurut Bambang Putranto (2015 : 227), tunarungu dapat


dibedakan berdasarkan beberapa tingkat kerusakan dan tempat terjadinya
kerusakan. Apabila dilihat dari tingkat kerusakan maka tunarungu dapat
dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu sangat ringan (27-40 desibel),ringan (41-
55 desibel), sedang (56-70 desibel), berat (71-90 desibel), serta ekstrem/tuli (91
desibel atau lebih tinggi).
Adapun jika ditinjau berdasarkan tempat terjadinya maka tunarungu dapat
dibedakan menjadi dua. Pertama, kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah
sehingga menghambat bunyi/suara yang hendak masuk ke telinga. Gangguan

5
tersebut disebut juga tuli konduktif. Kedua, kerusakan pada telinga bagian dalam
sehingga mengganggu hubungan ke saraf otak. Hal itu disebut juga tuli sensoris.

C. Karakteristik anak yang mengalami Tunarungu


Heri Purwanto (1998 : 58-59) menyatakan karakteristik anak
tunarunguwicara pada umumnya memiliki kelambatan dalam perkembangan
bahasa wicara bila dibandingkan dengan perkembangan bicara anak-anak normal,
bahkan anak tunarungu total (tuli) cenderung tidak dapat berbicara (bisu).
Anak tunarungu mempunyai karakteristik yang spesifik bahwa anak
tunarungu mempunyai hambatan dalam perkembangan bahasa (mendapatkan
bahasa). Bahasa sebagai alat komunikasi dengan orang lain. Sedangkan, Anak
tunarungu mempunyai permasalahan dalam wicaranya untuk berkomunikasi
dengan orang lain, karena wicara sebagai alat yang sangat penting dalam
komunikasi. Dalam berbicarapun harus menggunakan artikulasi yang jelas agar
pesan mudah diterima oleh orang lain, maka dari itu anak harus dilatih secara
berulang-ulang sehingga anak terampil mengucapkan kata-kata dengan arti kulasi
yang tepatdan jelas.
Menurut Sardjono, ciri-ciri anak yang mengalami gangguan tunarungu
dapat dikenali melalui beberapa tanda berikut ini.
1. Kemampuan verbal (verbal IQ), anak tunarungu lebih rendah dibanding pada
anak dengan pendengaran normal.
2. Performance IQ anak tunarungu sama dengan anak mendengar.
3. Daya ingat jangka pendek anak tunarungu lebih rendah dibanding anak
mendengar, terutama pada informasi yang bersifat berurutan.
4. Pada informasi serempak, anak tunarungu dan anak dengan pendengaran
normal tidak terdapat perbedaan yang berarti.
5. Hampir tidak terdapat perbedaan dalam hal daya ingat jangka panjang,
sekalipun prestasi akhir anak tunarungu biasanya lebih rendah.

6
D. Bentuk layanan dan pendidikan untuk anak yang mengalami gangguan
pendengaran
Gangguan pendengaran dapat menyulitkan proses belajar anak. Anak yang
tuli secara lahir atau menderita tuli saat masih anak-anak biasanya lemah dalam
kemampuan berbicara dan bahasanya. Banyak anak yang memiliki masalah
pendengaran mendapatkan pengajaran tambahan diluar kelas regular. Pendekatan
pendidikan untuk membantu anak yang punya masalah pendengaran terdiri dari
dua kategori :
1. Pendekatan oral, pendekatan ini menggunakan metode membaca gerak
bibir, speech reading (menggunakan alat visual untuk mengajar membaca),
dan sejenisnya.
2. Pendekatan manual adalah sistem gerakan tangan yang melambangkan
kata. Bahasa isyarat adalah system gerakan tangan yang melambangkan
kata. Pengejaan jari adalah “mengeja” setiap kata dengan menandai setiap
huruf dari satu kata.
Pendekatan oral dan manual dipakai bersama untuk mengajar murid yang
mengalami gangguan pendengaran (Hallahann & Kauffman, 2000). Beberapa
kemajuan medis dan tekhnologi, seperti yang disebutkan di sini, juga telah
meningkatkan kemampuan belajar anak yang menderita masalah pendengaran
(Boyles & Contadino, 1997) :

1. Pemasangan cochlear (dengan prosedur pembedahan). Ini adalah cara


kontroversial karena banyak komunitas orang tuli menentangnya, sebab
menganggapnya intrusive dan melukai kultur orang tuli. Yang lainnya
beranggapan bahwa pemasangan cochlear ini bisa meningkatkan kualitas
hidup banyak anak yang menderita problem pendengaran (Hallahann
&Kauffman, 2003).
2. Menempatkan semacam alat di telinga (prosedur pembedahan untuk
disfungsi telinga tingkat menengah). Ini bukan prosedur permanen.
3. System hearing aids dan amplifikasi.

7
4. Perangkat telekomunikasi, teletypewriter- telephone, dan RadioMail
(menggunkan internet).

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian
(hard of hearing) maupun seluruhnya (deal) yang menyebabkan pendengarannya
tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari.
Easterbrooks(1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama
ketunarunguan menurut lokasi ganguannya yakni Conductive loss, Sensorineural
loss, Central auditory processing disorder. Kehilangan pendengaran pada anak
tunarungu dapat diklasifikasikan dari 0dB-91 dB ke atas.
Anak tunarungu mempunyai karakteristik yang spesifik bahwa anak
tunarungu mempunyai hambatan dalam perkembangan bahasa (mendapatkan
bahasa).
Banyak anak yang memiliki masalah pendengaran mendapatkan
pengajaran tambahan diluar kelas regular. Pendekatan pendidikan untuk
membantu anak yang punya masalah pendengaran terdiri dari dua kategori yakni
pendekatan oral dan manual.

B. Saran
Demikianlah makalah dari saya, masih terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini untuk kedepannya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Putranto, Bambang, S.Pd. 2015. Tips Menangani Murid yang


Membutuhkan Perhatian Khusus. Jakarta : Diva Press

Santrock, John W. 2015. PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Jakarta : PT. Kencana.

Somantri, Dr. T. Sutjihati, M.Si., psi. 2012. PSIKOLOGI ANAK LUAR


BIASA.Bandung : PT. Refika Aditama.

Thompson,Jenny. 2010.Memahami Anak Berkebutuhan Khusus.Jakarta :Erlangga

10

Anda mungkin juga menyukai