Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

AUTISM, TUNA GANDA, DAN ANAK BERBAKAT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi


(Dosen Pengampu: Dr. Akhmad Soleh, S.Ag., M.S.I.)

Disusun oleh:
1. Muhammad Wahyudi Azzukhruf (22104010003)
2. Nailan Nuha Masni (22104010005)
3. Fitria Naila Ulfa (22104010048)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2022

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. Atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “Autism, Tuna Ganda, dan Anak Berbakat”
dapat kami selesaikan dengan baik. Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan
bagi pembaca tentang Islam dan evolusi. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan
yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun melalui
beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada dosen
mata kuliah Pendidikan Inklusi, bapak Dr. Akhmad Soleh, S.Ag., M.S.I. dan juga kepada
teman-teman seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi
dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang
sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami
memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Kami
menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya makalah yang
lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Yogyakarta, 15 Mei 2023

(Tim Penulis)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
BAB I: PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................................................ 2
BAB II: PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 3
A. Autisme ...................................................................................................................................... 3
1. Definisi Autisme ..................................................................................................................... 3
2. Karakteristik dan Prevalensi Autisme ..................................................................................... 3
3. Faktor penyebab Autisme dan penanganannya ....................................................................... 4
4. Identifikasi Autisme ................................................................................................................ 6
5. Strategi Pembelajaran ............................................................................................................. 7
B. Tuna Ganda (Severe Disabilities) ............................................................................................. 8
1. Definisi Tuna Ganda ............................................................................................................... 8
2. Karakteristik dan Prevelensi ................................................................................................... 9
3. Penyebab dan Pencegahan Tuna Ganda................................................................................ 11
4. Identifikasi dan Assessment Tuna Ganda ............................................................................. 13
5. Pendekatan dalam Pembelajaran ........................................................................................... 13
C. Anak Berbakat (Gifted and Talented) .................................................................................. 15
1. Definisi Anak Berbakat......................................................................................................... 15
2. Karakteristik dan Prevalensi Anak Berbakat ....................................................................... 16
3. Penyebab Anak Berbakat ...................................................................................................... 17
4. Identifikasi Anak Berbakat ................................................................................................... 18
5. Pendekatan dalam Pembelajaran pada Anak Berbakat ......................................................... 19
BAB III: PENUTUP ........................................................................................................................... 21
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 21
B. Saran ........................................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus (ABK) diartikan sebagai individu-individu yang mempunyai


karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang normal oleh masyarakat pada
umumnya. Secara lebih khusus anak berkebutuhan khusus menunjukkan karakteristik fisik,
intelektual, dan emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi dari anak normal sebayanya atau
berada di luar standar normal yang berlaku di masyarakat. Sehingga mengalami kesulitan
dalam meraih sukses baik dari segi sosial, personal, maupun aktivitas pendidikan. Kekhususan
yang mereka miliki menjadikan ABK memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengoptimalkan potensi dalam diri mereka secara sempurna. (Mirnawati, 2019)

Beberapa jenis ABK adalah tuna rungu, tuna wicara, tuna netra, tuna daksa, tuna ganda,
autisme, dan anak berbakat. Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas tentang autisme,
tuna ganda, dan anak berbakat serta tentang strategi pembelajaran untuk mereka.

Dalam makalah ini, akan dibahas tentang definisi, karakteristik, penyebab, dan identifikasi
autisme, tuna ganda, dan anak-anak berbakat, serta strategi pembelajaran yang dapat membantu
mereka dalam proses pendidikan. Tujuan dari makalah ini adalah untuk meningkatkan
pemahaman kita tentang kebutuhan dan tantangan khusus yang dihadapi oleh kelompok-
kelompok ini, serta memberikan wawasan tentang pendekatan pembelajaran yang efektif untuk
mempromosikan pertumbuhan dan perkembangan mereka

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa itu autisme dan bagaimana strategi pembelajaran bagi anak autisme?
2. Apa itu tuna ganda dan bagaimana strategi pembelajaran bagi anak tuna ganda?
3. Apa itu anak berbakat dan bagaimana strategi pembelajaran bagi anak berbakat?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang autisme dan bagaimana strategi pembelajaran bagi anak
autisme.
2. Untuk mengetahui tentang tuna ganda dan bagaimana strategi pembelajaran bagi anak
tuna ganda.
3. Untuk mengetahui tentang anak berbakat dan bagaimana strategi pembelajaran bagi
anak berbakat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Autisme

1. Definisi Autisme

Autism = autisme yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial, prilaku pada
anak. Autist = autis : Anak yang mengalami gangguan autisme. Autistic child = anak autistik
: Keadaan anak yang mengalami gangguan autism.

Menurut Bleuler penggunaan kata autistik untuk mendeskripsikan pikiran yang


istimewa atau aneh yang berpusat pada diri sendiri. Anak dengan gangguan autistic terkait
yang mempengaruhi perkembangan sosial anak dan kemampuan untuk berkomunikasi dan
itu termasuk manifestasi perilaku yang tidak biasa seperti gangguan motorik yang berulang.
(Kirk, Gallagher, Coleman, Anastasiow, 2009)

Autisme, saat ini disebut sebagai gangguan spektrum autisme atau Autism Spectrum
Disorder (ASD). Terminologi “spectrum” digunakan karena gejala ASD bervariasi dari
yang ringan sampai berat. ASD merupakan gangguan perkembangan otak
(neurodevelopment) yang ditandai ditandai dengan adanya gangguan dan kesulitan
penderita untuk berinteraksi sosial, berkomunikasi baik verbal maupun non-verbal, serta
adanya gangguan perilaku, minat dan aktifitas yang terbatas, berulang, dan stereotipik.

2. Karakteristik dan Prevalensi Autisme

Karakteristik anak dengan gangguan spektrum autistik menurut Kirk, Gallagher,


Coleman, Anastasiow, (2009: 259-260), sebagai berikut:

a. Theory of Mind

Indikator kelainan perkembangan mendasar pada anak autis kurangnya


kemampuan untuk memahami pemikiran dan perasaan orang lain.

b. Hypersensitivity to Sensory Stimuli

Salah satu ciri yang dimiliki oleh banyak penyandang autism adalah hipersensitivitas
terhadap kebisingan di lingkungan.

c. Motor Skills (Skill Keterampilan)

3
Spektrum autisme juga mengalami kesulitan dengan berbagai motori keterampilan
seperti keterampilan motorik kasar.

1) ASD (Autistuc Syndrom Disorder) Level 1 (Requiring Support/membutuhkan


dukungan); kesulitan memulai interaksi sosial, masalah perencanaan dan
organisasi dapat menghambat kemandirian
2) ASD Level 2 (Requiring Substantial Support/ membutuhkan dukungan
substansi); Interaksi sosial dibatasi untuk mempersempit minat khusus, sering
dibatasi, perilaku berulang.
3) ASD Level 3 (Requiring Very Substantial Support/membutuhkan dukungan
yang sangat besar); keterbatasan dalam keterampilan komunikasi sosial verbal
dan non verbal, kesulitan besar merubah tindakan atau fokus. (Autis.id, 2018).

Kecenderungan angka kejadian ASD semakin meningkat secara global, termasuk di


Indonesia. Data Center for Desease Control and Prevention (CDC) menyebutkan bahwa
prevalensi kejadian penderita autism meningkat dari 1 per 150 populasi pada tahun 2000
menjadi sebesar 1 per 59 pada tahun 2014. ASD lebih banyak menyerang anak laki-laki,
dengan prevalensi 1:37, sedangkan pada anak perempuan 1: 151. Merujuk pada data
prevalensi tersebut, Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sebesar 237,5 juta dengan
laju pertumbuhan penduduk 1,14% diperkirakan memiliki angka penderita ASD sebanyak
4 juta orang. Diperkirakan penyandang ASD di Indonesia yaitu 2,4 juta orang.

3. Faktor penyebab Autisme dan penanganannya

Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal timbulnya
gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang di mungkinkan dapat
menjadi penyebab timbulnya autisme.

a. Teori Psikososial: Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap
sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak.
Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak
hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.
b. Faktor genetik, Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi
dibanding populasi keluarga normal. Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu:
Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan
pernapasan, anemia. Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak

4
selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi,
perdarahan, atau infeksi.
c. Struktur dan Biokimiawi: Kelainan pada cerebellum dengan sel-sel Purkinje yang
jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin
yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau
opioid dalam darah. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal
dekat tambang batu bara, dan lain sebagainya.
d. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan: Menurut data yang ada 60 %
anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan
timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan
penglihatan.

Sebagai penanganan, anak autistik dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan anak antara lain:

a. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik.
b. Terapi Okupasi: untuk melatih motorik halus anak.
c. Terapi Bermain: untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.
d. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy): untuk menenangkan anak
melalui pemberian obatobatan oleh dokter yang berwenang.
e. Terapi melalui makan (diet therapy): untuk mencegah/mengurangi tingkat
gangguan autisme.
f. Sensory Integration therapy: untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indra anak
autis (pendengaran, penglihatan, perabaan).
g. Auditory Integration Therapy: untuk melatih kepekaan pendengaran anak lebih
sempurna
h. Biomedical treatment/therapy: untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh agar
terlepas dari faktorfaktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek
casomorphine dan gliadorphine, allergen, dan lain sebagainya)
i. Hydro Therapy: membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan
pada diri anak melalui aktifitas di air.
j. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak mata
dan konsentras (Dedi Mulyadi, 2019).

5
4. Identifikasi Autisme

Menurut Kirk, Gallagher, Coleman, Anastasiow, (2009:255-256) cara identifikasi


autisme adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi awal anak-anak ini dimungkinkan melalui beberapa tugas yang


diberikan oleh dokter anak.
b. Anak autis sulit bermain pura-pura, suka meniru perilaku orang dewasa, dan
kegagalan untuk merespon dengan baik.
c. Perangkat skrining yang membantu anak-anak yang sangat kecil.

Melakukan Diagnosis Autis menurut Koes Irianto (2018:269) dapat dilakukan dengan
cara di antaranya sebagai berikut: Mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, tingkah
laku dan perkembangannya. Pemeriksaan klinis. Memeriksakan anak pada ahli neurologis,
ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi bahasa, dan ahli profesional lainya.

DSM V (Diagnostic and Statistic Manual). Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2),
Dan (3), dengan minimal harus ada 2 gejala dari (1), dan satu gejala masing-masing dari
(2) dan (3). Pemaparannya adalah sebagai berikut:

(1) Gangguan kuantitatif dalam interaksi sosial, minimal harus ada 2 manifestasi

a) Perilaku non-verbal; kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup,
sikap tubuh dalam dalam interaksi sosial.

b) Kegagalan dalam berhubungan dengan anak sebaya sesuai perkembangannya

c) Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain

d) Kurangnya hubungan sosial dan emosional.

(2) Gangguan kuantitatif dalam bidang komunikasi, minimal 1 gejala di bawah ini:

a) Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (tak ada usaha
mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara.

b) Bila bisa bicara tidak dipakai untuk komunikasi

c) Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang

d) Cara bermain kurang bervariasi, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru

6
(3) Suatu pola yang dipertahankan, Diulang-ulang dalam perilaku, minat dan
kegiatan, sedikitnya harus ada 1 gejala di bawah ini:

a) Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan
berlebihan.

b) Terpaku pada satu kegiatan ritual atau rutin yang tidak ada gunanya.

c) Terdapat gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan berulang-ulang.

d) Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda.

5. Strategi Pembelajaran

Terdapat beberapa metode pembelajaran yang bisa diterapkan kepada anak autis, di
antaranya:

a. Kelas transisi: Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi dan
memerlukan layanan khusus, termasuk anak autistik yang telah diterapi secara
terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler,
sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas
transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan
kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak
b. Program Pendidikan Inklusi: Dilaksanakan oleh sekolah reguler yg sudah siap
memberikan layanan bagi anak autistik.
d. Program Pendidikan Terpadu: Dilaksanakan di sekolah reguler. Dalam kasus/waktu
tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial atau layanan
lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian waktu
atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak (Dedi Mulyadi, 2019).
e. Sekolah Khusus Autis: Diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yg tidak
memungkinkan dpt mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini
sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dgn adanya distraksi sekeliling mereka.
Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat,
dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.
f. Program Sekolah di Rumah: Diperuntukkan bagi anak autistik yg tdk mampu
mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak
autistik yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik
dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan

7
di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama
sekolah, orangtua.
g. Panti (Griya) Rehabilitas Autis: Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah,
gangguannya sangat parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi
autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:
pengenalan diri, sensori motor dan persepsi, motorik kasar dan halus, kemampuan
berbahasa dan komunikasi, bina diri, kemampuan social dan ketrampilan kerja
terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya. (Nurhasanah, 2021)

Di samping beberapa metode pembelajaran di atas, terdapat beberapa pendekatan


pembelajaran anak autis menurut Kirk, Gallagher, Coleman, Anastasiow (2009, 256- 257)

a. Discrete Tial Training (DTT) / Applied Behaviora Analysis (ABA) : Training ini
didasarkan pada Teori Lovaas yang mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam
pembelajarannya digunakan stimulus respon atau yang dikenal dengan operand
conditioning. Dalam prakteknya guru memberikan stimulus pada anak agar anak
memberi respon. Apabila perilaku anak itu baik, guru memberikan reinforcement
(penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk dihilangkan melalui time out/
hukuman/kata “tidak”
b. TEACCH ( Treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped
Children) : dikembangkan dan ditujukan pada untuk anak-anak autistik dengan
terstrukturdan bersifat rutin dalam kehidupanya. Program ini menekankan anak-
anak agar dapat bekerja secara bertujuan dalam komunitasnya.
c. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers
and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak
langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak autistik
belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.

B. Tuna Ganda (Severe Disabilities)

1. Definisi Tuna Ganda

Tunaganda atau penderita cacat lebih dari satu kecacatan (cacat fisik dan mental)
merupakan mereka yang menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaan, misalnya
penyandang tunanetra dengan tunarungu sekaligus, penyandang tuna daksa disertai dengan
tunagrahita atau bahkan sekaligus. Istilah lain yang digunakan untuk menyebut anak tuna

8
ganda: anak tuna majemuk, anak cacat ganda, anak cacat majemuk, multiple handicaps,
multiple disabilities

2. Karakteristik dan Prevelensi

Ciri khas anak Tunaganda antara lain:

a. Memiliki ketunaan lebih dari satu jenis. Misal: tuna netra dan tunagrahita, tuna netra
dan tunarungu-wicara, tunanetra dan tuna daksa dan tunagrahita dll.
b. Ketidak mampuan anak akan semakin parah atau semakin bahaya bila tidak cepat
mendapatkan bantuan. Hal ini disebabkan kegandaannya yang tidak cepat
mendapatkan bantuan.
c. Sulit untuk mengadakan evaluasi karena keragaman kegandannya.
d. Membutuhkan instruksi atau pemberitahuan yang sangat terperinci
e. Tidak menyamaratakan pendidikan tuna ganda yang satu dengan yang lain walau
mempunyai kegandaan yang sama.
f. Karakteristik anak-anak tunaganda atau perilaku anak tunaganda dapat
dikelompokkan atau dipetakan menjadi empat yaitu attention, sensory,
escape dan tangible.
g. Perilaku attention yang muncul pada anak tunanetra plus seperti suka melepas baju,
selalu mencubit siku teman atau orang yang ada di dekatnya. Untuk anak tunalaras
plus perilaku attention seperti berteriak sambil membanting benda, gemas dan
menggigit teman, mogok dan duduk di lantai.

Perilaku escape terjadi pada anak tuna ganda saat anak ingin melarikan diri karena tidak
mau mengerjakan aktivitas yang diminta oleh gurunya. Perilaku ini akan berhenti bila guru
menghentikan permintaannya pada anak untuk melakukan aktivitas yang tidak disenangi
anak. Perilaku escape yang muncul pada anak tuna-netra plus adalah mengganggu teman,
merusak benda dengan marah-marah, suka pukul kepala teman, teriak, menangis, melukai
diri, sedang perilaku muncul pada anak tunadaksa plus seperti membenturkan lutut ke
kepala, membenturkan kepala ke lantai, Pada anak tunalaras tampak dengan memukul-
mukul kepala, memukul-mukul dagu, memukul-mukul meja.

Perilaku sensory akan terjadi saat anak dibiarkan sendiri tanpa aktivitas maka anak akan
mulai menggunakan sensorinya untuk meraba, mencium, menjilat apa saja yang ada
disekitarnya. Perilaku ini akan berhenti bila ada orang di dekatkan dan anak diberi aktivitas
yang menyenangkan. Perilaku sensory yang muncul pada tunanetra plus seperti menggigit

9
jari, suka pegang alat kelamin, suka menggerakkan ibu jari dan telunjuk. Pada anak
tunarungu plus muncul seperti sering pegang pantat dan menciumi rambut, sering menutup
telinga, suka berjabatan tangan dan mengelus rambut orang, suka melihat wajah orang dari
dekat, bersuara “cethak-cethok” (bermain dengan lidah dan mulut) sambil menggerakkan
tangan, bersuara atau bermain dengan gigi sehingga yang mendengarkan merasa geli sambil
mengamati jari-jarinya, goyang-goyang kaki.

Perilaku tangible muncul pada saat benda yang disenangi anak diambil oleh guru atau
teman. Perilaku tangible akan berhenti bila benda yang disenangi kembali pada anak.
Perilaku ini tampak seperti berteriak-teriak, memukul-mukul kepala atau membanting diri
atau menangis. (Nanda, 2019)

Anak-anak yang tergolong tunaganda seringkali memiliki kombinasi-kombinasi


ketidakmampuan yang tampak nyata maupun yang tidak begitu nyata dan keduanya
memerlukan penambahan-penambahan atau penyesuaian-penyesuaian khusus dalam
pendidikan mereka. Melalui program pengajaran yang sesuaakan memungkinkan mereka
dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna, bermakna, dan memuaskan pribadinya.

Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi. Hampir semua anak
yang tergolong tunaganda memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam
mengekspresikan atau mengerti orang lain. Banyak di antara mereka yang tidak dapat bicara
atau apabila ada komunikasi mereka tidak dapat memberikan respon. Ini menyebabkan
pelayanan pendidikan atau interaksi sosial menjadi sulit sekali. Anak-anak semacam ini
tidak dapat melakukan tugas walaupun tugas yang paling sederhana sekalipun.

Perkembangan motorik dan fisik yang terbelakang. Sebagian besar anak tunaganda
mempunyai keterbatasan dalam mobilitas fisik. Banyak yang tidak dapat berjalan, bahkan
untuk duduk dengan sendiri. Mereka berpenampilan lamban dalam meraih benda-benda
atau dalam mempertahankan kepalanya agar tetap tegak dan seringkali mereka hanya
berbaring di atas tempat tidur.

Mereka seringkali mempunyai perilaku yang aneh dan tidak bertujuan, misalnya
menggosok-gosokkan jarinya ke wajah, melukai diri (misalnya membenturkan kepala,
mencabuti rambut dan sebagainya) dan karena seringnya, kejadian ini sangat mengganggu
pengajaran atau interaksi sosialnya.

10
Kurang dalam ketrampilan menolong diri sendiri. Sering kali mereka tidak mampu
mengurus kebutuhan dasar mereka sendiri seperti makan, berpakaian, mengontrol dalam hal
buang air kecil dan kebersihan diri sendiri. Ini memerlukan latihan-latihan khusus dalam
mempelajari keterampilan-keterampilan dasar ini.

Jarang berperilaku dan berinteraksi yang sifatnya konstruktif. Secara umum, anak-anak
yang sehat dan anak-anak yang tergolong cacat senang akan bermain dengan anak-anak
yang lain, berinteraksi dengan orang dewasa, dan ada usaha mencari informasi mengenai
dunia sekitarnya. Namun demikian, anak-anak yang tergolong tunaganda tampaknya sangat
jauh dari dunia kenyataan dan tidak memperlihatkan emosi-emosi manusia yang normal.
Sangat sukar untuk menimbulkan perhatian pada anak-anak yang tergolong tunaganda atau
untuk menimbulkan respon-respon yang dapat diobservasi.

Di balik keterbatasan-keterbatasan di atas, sebenarnya anak-anak tunaganda juga


mempunyai ciri-ciri positif yang cukup banyak, seperti kondisi yang ramah dan hangat,
keras hati, ketetapan hati, rasa humor, dan suka bergaul.

3. Penyebab dan Pencegahan Tuna Ganda

Tunaganda atau cacat berat dapat disebabkan oleh kondisi yang sangat bervariasi dan
yang paling banyak adalah oleh sebab biologis yang dapat terjadi sebelum, selama atau
sesudah kelahiran. Berikut ini beberapa faktor yang dimaksud:

a. Faktor Pre-natal (sebelum kelahiran)

Pada sebagian besar kasus adalah karena kerusakan pada otak. Anak yang
tergolong tunaganda lahir dengan ketidaknormalan kromosom terjadi seperti pada
down syndrome atau lahir dengan kelainan genetik atau metabolik yang dapat
menyebabkan masalah-masalah berat dalam perkembangan fisik atau intelektual anak,
komplikasi-komplikasi pada masa anak dalam kandungan termasuk kelahiran
permatur, ketidakcocokan Rh dan infeksi yang diderita oleh ibu. Seorang ibu yang
bergizi rendah pada saat mengandung atau terlalu banyak obat-obatan atau alkohol
dapat pula menyebabkan anak menderita cacat berat. Pada umumnya, anak-anak yang
tergolong tunaganda sering dapat diidentifikasikan pada saat atau tidak lama setelah
kelahiran.

b. Faktor Natal (selama kelahiran)

11
Misalnya, kelahiran prematur, kekurangan oksigen pada saat kelahiran, luka pada
otak saat kelahiran. Disamping itu, proses kelahiran itu sendiri juga mengandung
bahaya-bahaya tertentu dan terdapat komplikasi-komplikasi.

c. Faktor Post-Natal (sesudah kelahiran)

Misalnya, dalam perkembangan hidup sang anakmengalami cacat karena pada


kepalanya mengalami kecelakaan kendaraan, jatuh, pukulan atau siksaan, pemberian
nutrisi yang salah, anak yang tidak dirawat dengan baik, keracunan atau karena
penyakit tertentu yang dapat berpengaruh terhadap otak (seperti meningitas dan
encephalitis).

Selain penyebabnya, hal yang harus diketahui adalah pencegahan atau penanganannya
Berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan:

a. Berkonsultasi dengan tenaga kesehatan, tenaga pendidik, tenaga sosial dan


instruktur keterampilan.
b. Menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan anak, misalnya
ruangan untuk bergerak secara bebas, alat bantu (kursi roda, tongkat dan lain-lain).
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan potensi yang dimiliki
anak.
d. Memberikan rangsangan/stimulasi secara konsisten, agar anak dapat berkembang
secara optimal, sesuai dengan kemampuannya.
e. Melatih kemandirian anak seseuai dengan kemampuannya.
f. Mengembangkan kekuatan dan memperbaiki kelemahan anak.
g. Mengendalikan dan mengarahkan perilaku anak.
h. Memberikan penguatan positif (motivasi, pujian, penghargaan) dan negatif (tidak
memberikan hak istimewa).
i. Memberikan kegiatan-kegiatan yang nyata atau fungsional untuk kehidupan sehari
hari.

Program dilakukan secara terstruktur dan konsisten. Aktivitas pembelajaran dibagi


menjadi beberapa tahapan dan dilakukan secara berulang-ulang. Pemberian program harus
melalui tahapan yang dipecah/diurai, misalnya untuk mengajar cara menyikat gigi dimulai
dari mengambil sikat gigi, mengambil pasta gigi, membuka tutup pasta gigi, menekan tube
pasta gigi di penutup pasta gigi, menyikat gigi bagian depan, menyikat gigi bagian kiri,

12
menyikat gigi bagian kanan, menyikat bagian dalam atas depan, dan seterusnya. (Winarsih,
dkk., 2013)

4. Identifikasi dan Assessment Tuna Ganda

Identifikasi anak berkebutuhan khusus merupakan suatu usaha seseorang (orang tua,
guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak
mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional/tingkah laku)
dalam pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
(anak-anak normal).

Asesmen dilakukan untuk lima keperluan, yaitu untuk (1) penyaringan (screening), (2)
pengalihtanganan (referral), (3) klasifikasi (classification), (4) perencanaan pembelajaran
(instructional planning), dan (5) pemantauan kemajuan belajar anak (monitoring pupil
progress). Hasil dari assessmen dapat membantu kita memutuskan tentang pemecahan
permasalahan pada pembelajaran siswa dan jika permasalahan itu diidentifikasi maka kita
akan dapat melakukannya.

Sasaran identifikasi adalah Anak yang sudah bersekolah di Sekolah Dasar/Madrasah


Ibtidaiyah; Anak yang akan masuk ke Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah; Anak yang
belum/tidak bersekolah karena orangtuanya merasa anaknya tergolong anak dengan
kebutuhan khusus sedangkan lokasi SLB jauh dari tempat tinggalnya; sementara itu, semula
SD terdekat belum/tidak mau menerimanya; Anak yang drop-out Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah karena factor akademik.

Petugas Identifikasi adalah Guru kelas; Orang tua anak; dan/atau Tenaga professional
terkait alat identifikasi terdiri tiga format yang berkaitan dengan Form 1: Informasi riwayat
perkembangan anak, Form 2: informasi/ data orangtua anak/wali siswa dan Form 3:
informasi profil kelainan anak. (Yuwono, 2015)

5. Pendekatan dalam Pembelajaran

Merujuk dari hasil penelitian dalam sebuah jurnal didapati informasi bahwa proses
bimbingan anak tunaganda di SD umum tidak begitu berbeda dengan sekolah pada
umumnya hanya saja terdapat beberapa perbedaan perlakuan dan kegiatan khususnya bagi
anak tunaganda. Terutama dalam hal teknik bimbingan, peneliti mendapati bahwa untuk
pendampingan anak tunaganda berupa terapi bermain (play therapy) secara bertahap pada
anak tunaganda meliputi senam, sepak bola, membuat kolase dan mozaik serta menggambar

13
berwarna. Adapun terapi bermain adalah sebuah teknik dalam bimbingan dan konseling
yang berupa aktivitas membuat pesertanya gembira dan merasakan kenikmatan karena
terhibur dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Teknik play therapy bermanfaat untuk anak
karena memberikan rasa aman sehingga anak dapat mengekspresikan dan mengeksplorasi
baik pikiran, perasaan, maupun perilakunya.

Kemampuan motorik anak tunaganda dapat berkembang terbukti dari caranya


melakukan penyelesaian pada lembar kerja penelitian. Kemudian dari sisi sosial, melalui
kegiatan bermain bersama baik itu senam, sepakbola, dan mengitari lapangan berdasarkan
keterangan wali kelas dan guru pendamping khusus, penyandang belakangan secara
konsisten mengalami peningkatan untuk berbaur dengan teman sekelasnya.

Bimbingan dengan menggunakan teknik play therapy diberikan secara individual dan
khusus agar lebih fokus pada intervensinya dalam mengantisipasi atau pun menuntaskan
hambatan yang dialami oleh siswa tunaganda khususnya dalam perkembangan gerak
(motorik) dan sosialnya. Siswa tunaganda yang mengalami ketunadaksaan akan kesulitan
untuk memfungsikan anggota tubuhnya karena adanya penyakit, pertumbuhan yang salah
bentuk, luka sehingga terhambat dalam melakukan gerakan-gerakan tubuhnya secara
normal. Anak tunaganda dengan cacat fisik tak bisa belajar sembarangan meniru melakukan
gerakan motorik tanpa adanya arahan dari ahli-ahli fisioterapi. Selain itu, anak tunaganda
seringkali mengalami keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan fisik yang
diakibatkan oleh faktor lingkungan, seperti adanya orang tua yang memberikan
perlindungan secara berlebihan sehingga anak tunaganda tidak diberikan kesempatan untuk
berlatih bergerak dengan menggunakan tubuhnya untuk mengenali lingkungan sekitarnya.

Selanjutnya, keterampilan sosial perlu dimiliki oleh setiap individu termasuk anak
tunaganda untuk memenuhi kebutuhan dalam bersosialisasi sehingga dapat mengendalikan
diri secara efektif. Bermain merupakan salah satu bentuk adaptasi manusia yang sangat
berguna untuk peningkatan secara signifikan terhadap keterampilan sosial anak.
(Nurismawan, 2022)

14
C. Anak Berbakat (Gifted and Talented)

1. Definisi Anak Berbakat

Batasan anak berbakat secara umum adalah “mereka yang karena memiliki
kemampuan-kemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang tinggi”. Istilah
yang sering digunakan bagi anak-anak yang memiliki kemampuan-kemampuan yang
unggul atau anak yang tingkat kecerdasannya di atas rata-rata anak normal, di antaranya
adalah; cerdas, cemerlang, superior, supernormal, berbakat, genius, gifted, gifted and
talented, dan super.

Martison memberikan batasan anak berbakat sebagai berikut; “Anak berbakat ialah
mereka yang diidentifikasi oleh orang-orang profesional memiliki kemampuan yang sangat
menonjol, sehingga memberikan prestasi yang tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program
pendidikan yang berdiferensiasi dan atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah yang
biasa, agar dapat mewujudkan sumbangannya terhadap diri sendiri maupun terhadap
masyarakat”. (Supriyanto, 2012). Coleman mengemukakan secara konvensional anak
berbakat adalah “mereka yang tingkat intellegensinya jauh di atas rata-rata anggota
kelompoknya, yaitu dengan IQ 120 ke atas”. Sedangkan Renzulli melalui teorinya yang
disebut “Three Dimensional Model” atau “Three-ring Conception” tentang keberbakatan.
Keberbakatan mencakup tiga dimensi yang saling berkaitan,yaitu (a) kecakapan di atas rata-
rata, (b) kreativitas, dan (c) komitmen pada tugas. (Ishartiwi, 2013).

Anak gifted disebut dengan istilah anak cerdas istimewa berbakat istimewa yang
memiliki Intelligence Quotient (IQ) ataupun tingkatan kecerdasan yang lebih dari wajar IQ-
nya berkisar 120-140. Selain itu, ia juga memiliki bakat khusus atau luar biasa, terutama
musik, drama, keterampilan dan keahlian dalam memimpin masyarakat (Khumaidi,
Wibowo, & Asriyah, 2019).

Pada dasarnya, skor tinggi pada tes kecerdasan yang dimaksudkan adalah anak-anak
berkembang secara intelektual lebih cepat daripada teman sebayanya. Apa yang unik
bukanlah apa yang mereka lakukan seperti ketika, secara perkembangan, mereka
melakukannya. Seorang anak bermain catur bukanlah fenomena, tetapi seorang anak
bermain catur serius pada usia 5 tahun. Banyak anak menulis puisi, tetapi tidak pada usia 6
tahun, ketika kebanyakan sudah adil belajar membaca. Perkembangan pesat awal adalah
salah satu indikator jelas tinggi kemampuan intelektual, dan itulah yang diukur oleh tes
kecerdasan.

15
Adapun talented atau berbakat istimewa, tidak mengacu pada batasan inteligensi di atas
120. Akan tetapi, talented mempunyai salah satu atau beberapa bidang prestasi yang
menonjol, yang melebihi rata-rata. Dan prestasi tersebut, tidak selalu dalam bidang
akademis. Bisa jadi seorang anak yang mengalami gangguan inteligensi yang luas, misalnya
anak autis dengan IQ di bawah rata-rata anak normal (kurang dari 80), mempunyai talenta
atau bakat yang luar biasa. Akan tetapi, anak ini tidak dikatakan sebagai anak gifted, karena
gifted memakai ukuran intelegensi sedangkan talented mamakai ukuran performa. (Maula,
2021)

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anak berbakat itu


disamping memiliki kemampuan intelektual tinggi, juga menunjukkan penonjolan
kecakapan khusus yang bidangnya berbeda-beda antara anak yang satu dengan anak lainnya.
Anak ini disebut juga “gifted and talented”.

2. Karakteristik dan Prevalensi Anak Berbakat

Anak-anak berbakat memiliki karakteristik belajar yang berbeda dengan anak-anak


normal. Mereka cenderung memiliki kelebihan menonjol dalam kosa kata dan
menggunakannya secara luwes, memiliki informasi yang kaya, cepat dalam menguasai
bahan pelajaran, cepat dalam memahami hubungan antar fakta, mudah memahami dalil-
dalil dan formula-formula, tajam kemampuan analisisnya, membaca banyak bahan bacaan
(gemar membaca), peka terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, kritis dan memiliki
rasa ingin tahu yang sangat besar.

Anak berbakat memiliki karakteristik-karakteristik dasar, beberapa diantaranya


diungkapkan dari hasil penelitian anak berbakat di Amerika oleh Merle R. Sumption yang
berjudul “Three Hundred Gifted Children”. Karakteristik-karakteristik anak berbakat
terebut antara lain dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Memiliki rasa kepribadian yang dikembangkan, demikian pula rasa pertanggung


jawaban pada kelompok kepemimpinan,
b. Menyukai dan lebih banyak meluangkan kesempatan untuk menambah ilmu
pengetahuan dan membaca buku/majalah fiktif, inovatif dan kreatif,
c. Meluangkan kesempatan mengembangkan sikap pribadi dan ekspresi diri,
d. Memiliki cara berpikir yang sangat kritis,
e. Memiliki perkembangan intelek dan kecakapan yang baik sehingga tugas dan kerja
berat tidak terlalu mengganggu.

16
Pemilikan ciri-ciri keberbakatan (kemampuan berpikir tingkat tinggi, kritis, kreativitas,
motivasi) jelas akan berimplikasi kuat pada munculnya kebutuhan tersendiri yang berbeda
dengan anak normal dalam berbagai aspek perkembangan atau bidang kehidupan, baik
dalam kesehatan mental, pengembangan diri, perkembangan kognitif, prestasi akademik,
karir masa depan, dan sebagainya.

Di Indonesia, secara kuantitatif anak berbakat akademik (ABA) sangatlah besar. Jika
diasumsikan berdasarkan pendekatan statistika, jumlah anak berbakat sebanyak 3-5% dari
populasi. Namun, di antara. mereka pada kenyataannya cenderung belum berprestasi
optimal, terlebih-lebih di era krisis multi dimensional dewasa ini.

Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, terdapat 52.989.800 anak usia
sekolah. Diperkirakan ada sekitar 1,1% anak usia sekolah memiliki kualifikasi berbakat,
artinya ada sekitar 1.059.796 anak berbakat akademik di Indonesia. Dari jumlah itu baru
0,9% yang medapat pendidikan layak. Indonesia memiliki sekitar 1,3 juta anak usia sekolah
yang kerap disebut anak berbakat akademik. Namun dari jumlah itu, baru 9.500 (0,7%) anak
yang sudah mendapat layanan khusus dalam bentuk program akselerasi/percepatan
(Kominfo Newsroom, data tahun 2009).

3. Penyebab Anak Berbakat

Anak gifted dan talented merupakan anugerah dari Tuhan, tetapi para ahli meneliti
tentang faktor-faktor penyebab anak gifted dan talented, yaitu sebagai berikut:

a. Faktor genetik: Pendapat para ahli sebagian bahwa menyatakan intelegensi dan
kemampuan berkualitas diturunkan, Penelitian dalam genetika perilaku
menyatakan bahwa setiap jenis dalam perkembangan perilaku dipengaruhi
signifikan gen/keturunan.

b. Faktor biologis: faktor biologis yang tidak bersifat genetik dan sangat berpengaruh
pada intelegensi adalah faktor gizi dan neurologik. Sebuah studi terhadap orang-
orang yang memiliki IQ tinggi menunjukkan keunggulan fisik seperti : tinggi,
berat, daya tarik dan kesehatan, dibandingkan dengan mereka intelegensinya
rendah.

c. Faktor lingkungan: Stimulasi, kesempatan, harapan, tuntutan, dan imbalan akan


berpengaruh pada proses belajar seorang anak. Penelitian tentang individu-

17
individu berbakat yang sukses menunjukkan masa kecil mereka di dalam keluarga
memiliki keadaan yang mendukung. (Idris, 2017)

4. Identifikasi Anak Berbakat

Alat yang dapat dipergunakan dalam melakukan identifikasi anak berbakat diantaranya
adalah:

a. Kemampuan intelektual umum; menurut Galton: “Pengukuran kemampuan


intelektual umum diperoleh melalui pengukuran kekuatan otot, kecakapan gerak,
sensitivitas terhadap rasa sakit, kecermatan dalam pendengaran dan penglihatan,
perbedaan dalam ingatan dan lain-lain yang semua disebut tes mental”. (Semiawan,
1994)

b. Tes inteligensi umum; Salah satu perkembangan yang amat penting dalam
pengembangan pengukuran intelegensi adalah timbulnya skala Wechsler dalam
mengukur inteligensi orang dewasa dengan menggunakan norma tes bagi
perhitungan IQ yang menyimpang.

c. Tes kelompok kontra tes individual; Tes kelompok lebih banyak digunakan dalam
sistem pendidikan, pelayanan pegawai, industri dan militer. Tes kelompok
dirancang untuk sekelompok tertentu, biasanya tes kelompok menyediakan lembar
jawaban dan “kunci-kunci” tes. Bentuk tes kelompok berbeda dari tes individual
dalam menyusun item dan kebanyakan menggunakan item pilihan ganda.

d. Pengukuran hasil belajar; Tes ini mengukur hasil belajar setelah mengikuti proses
pendidikan. Tes hasil belajar ini berbeda dengan tes bakat, tes inteligensi, tes hasil
belajar pada umumnya merupakan evaluasi terminal untuk menentukan kedudukan
individu setelah menyelesaikan suatu latihan atau pendidikan tertentu.
Penekanannya terutama pada apa yang dapat dilakukan individu saat itu setelah
mendapatkan pendidikan tertentu.

e. Tes hasil belajar individual; Pada umumnya tes hasil belajar adalah tes kelompok
yang bermaksud membandingkan kemajuan belajar antar individu sebaya, namun
di sini hanya hasil belajar individual saja. Di Indonesia sering menggunakan
pengukuran acuan norma (PAN) dan pengukuran acuan kriteria (PAK).

18
5. Pendekatan dalam Pembelajaran pada Anak Berbakat

Pendidikan bagi anak berkemampuan unggul bisa dilakukan dengan berbagai bentuk
pendekatan. Kebanyakan anak berkemampuan unggul mempergunakan beberapa bentuk
pendekatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Bentukbentuk pendekatan tersebut
dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Hobi: Berbagai aktifitas seperti: membaca, olahraga, permainan komputer, catur,


musik, menari, bahasa asing, seni, yang memberikan tantangan intelektual ekstra
di luar jam pelajaran.

b. Pengayaan: Pengayaan dapat berupa modifikasi tugas yang diberikan oleh guru
kelas, atau mungkin juga tugas yang termasuk dalam program formal atau
kompetisi akademis. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai tambahan, bukan berdiri
sendiri sebagai bagian dari tugas-tugas sekolah.

c. Pemadatan: Materi di sekolah dipadatkan dengan materi diulang secara berloncat-


loncat. Hal tersebut dapat mengurangi kebosanan dan memanfaatkan waktu luang
untuk mengerjakan materi-materi yang menantang. Pengetesan ekstra diperlukan
untuk menentukan tingkat kemampuan siswa pada saat itu dan membuat jelas apa
yang sudah dikuasai dan tidak memerlukan lagi latihan secara berulang-ulang.

d. Kecepatan diri: Metode ini mempergunakan praktik kelompok secara fleksibel


yang dapat memungkinkan anak untuk meningkatkan kecepatan dirinya. Metode
ini sangat bermanfaat bagi anak-anak dan tidak secara khusus ditujukan pada
identifikasi mereka yang termasuk unggul, tetapi metode ini dapat memberikan
kesempatan kepada anak-anak untuk belajar pada kecepatan tinggi. Pembelajaran
biasanya dilakukan berdasarkan kecepatan diri siswa.

e. Percepatan: Siswa loncat pada tingkatan yang lebih tinggi dengan mempelajari
materi yang lebih sesuai dengan kemampuan dan kesiapan siswa. Hal tersebut
merupakan bentuk loncat tingkat atau menyelesaikan kurikulum normal dengan
cepat daripada 291 periode waktu normal. Percepatan sebagian merupakan
pendekatan fleksibel yang dapat meningkatkan siswa dalam bidang tertentu, seperti
matematika atau bahasa, tanpa mengganti materi lain, seperti sejarah dan olahraga.

f. Menarik paruh waktu keluar: Siswa mempergunakan sebagian waktunya di dalam


kelas “unggul”, dan waktu sisanya mereka pergunakan untuk belajar bersama-sama

19
dengan para siswa yang kemampuannya bervariasi. Program seperti ini sangat
merentang, mulai dari program akademik setengah hari yang dirancang secara hati-
hati sampai waktu satu jam setiap minggunya yang dipergunakan untuk melakukan
tantangan pendidikan.

g. Sekolah paruh waktu: Meliputi berbagai mata pelajaran yang dilakukan pada waktu
tertentu. Di Amerika misalnya, terkenal dengan sekolah musim panas. Orang tua
harus membayar secara khusus untuk mengikuti kegiatan seperti itu.

h. Kelas atau sekolah terpisah penuh waktu: Anak-anak yang unggul dididik di kelas
atau sekolah secara terpisah. Kelas seperti itu kadang-kadang disebut kelas
kumpulan anak-ank unggul. Sekolah terpisah atau independen merupakan sekolah
dengan misi utamanya adalah memberikan layanan yang secara akademik sesuai
dengan kebutuhan anak unggul. Sekolah seperti itu relatif sedikit dan sering
kesulitan bagi keluarga untuk mencarinya. Beberapa kelas bagi mereka
menawarkan studi khusus, di mana para siswa mengarahkan kelas mereka dan
mereka memutuskan sendiri proyek, tes, dan tugas-tugas lainnya.

i. Program keberbakatan dan kecerdasan: Merupakan program akademik yang


disediakan untuk anak-anak unggul. Program dapat ditemukan dalam berbagai
bentuk di sekolah di dunia, di Indonesia sering disebut pendidikan anak bakat
istimewa dan cerdas istimewa (BI-CI). Kelas mungkin dalam bentuk yang lebih
menantang, pendalaman atau peningkatan materi, atau dalam bentuk seminar yang
terjadwal secara menetap yang mengakomodasi berbagai materi ekstra kurikuler.

j. Sekolah rumah: Istilah umum sekitar banyaknya pilihan pendidikan bagi anak-
anak gifted: sekolah paruh waktu; sekolah di rumah; kelas, kelompok, mentor dan
tutor; serta tidak sekolah. (Maula, 2021)

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Autisme adalah gangguan perkembangan neurologis yang mempengaruhi kemampuan


sosial, komunikasi, dan perilaku anak. Karakteristiknya meliputi kesulitan dalam
berinteraksi sosial, masalah dalam komunikasi, dan minat yang terbatas serta perilaku
berulang. Penyebabnya diduga merupakan interaksi kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan. Autism biasanya dapat diidentifikasi pada usia dini melalui observasi
perilaku dan penilaian profesional. Strategi pembelajaran yang efektif meliputi terapi
perilaku terapan (ABA), pendidikan khusus dan inklusi, terapi bicara dan bahasa, terapi
okupasi, serta dukungan keluarga yang penting.

2. Tuna ganda merujuk pada kondisi di mana seorang anak mengalami dua atau lebih
disabilitas secara bersamaan. Karakteristiknya bervariasi tergantung pada kombinasi
disabilitas yang ada, termasuk tantangan dalam perkembangan motorik, kognitif,
komunikasi, dan interaksi sosial. Penyebabnya dapat berasal dari faktor genetik,
kelainan kromosom, infeksi atau cedera selama kehamilan. Identifikasi melibatkan
evaluasi medis yang komprehensif dan strategi pembelajaran meliputi pendekatan
interdisipliner, alat bantu komunikasi, terapi fisik, program inklusif, dan pendekatan
individual yang disesuaikan dengan kebutuhan anak.

3. Anak berbakat (gifted/talented) merujuk pada individu yang menunjukkan potensi atau
bakat yang luar biasa dalam bidang tertentu seperti seni, musik, matematika, atau
bahasa. Karakteristik anak berbakat meliputi kemampuan kognitif yang tinggi,
kreativitas yang luas, kepekaan emosional yang mendalam, dan motivasi internal yang
kuat. Penyebab bakat tidak sepenuhnya dipahami, tetapi faktor genetik dan lingkungan
berperan. Identifikasi anak berbakat melibatkan tes kognitif, penilaian akademik, dan
pengamatan perilaku. Strategi pembelajaran untuk anak berbakat mencakup pemberian
materi yang menantang, penekanan pada pengembangan minat khusus, program
akselerasi, pengayaan kurikulum, dan dukungan yang sesuai untuk kebutuhan
emosional dan sosial mereka.

B. Saran

Setelah membaca makalah dari kami harapannya pembaca dapat mengetahui secara
garis besar tentang autisme, tuna ganda, dan anak berbakat serta tentang strategi

21
pembelajaran bagi mereka. Membaca dari makalah kami saja tentu tidak cukup untuk
memahami materi-materinya secara komprehensif, maka dari itu penulis harap agar
pembaca bisa membaca atau mempelajari referensi-referensi lain untuk memperkaya
pengetahuan dan membenarkan kesalahan yang terdapat pada makalah kami.

Pada akhirnya kami harap agar karya kami dapat bermanfaat bagi pembaca, dan supaya
pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun agar karya kami dapat lebih
baik lagi kedepannya, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah
kami, maka dari itu kami membuka dengan lebar pintu kritik dan saran dari pembaca
sekalian.

22
DAFTAR PUSTAKA

Idris, M. H. (2017). Anak Berbakat (Keberbakatan. Jurnal Pendidikan PAUD, Vol. 2, No.
1
Irianto, K. (2018). Epidemiologi Penyakit Menular & Tidak Menular Panduan Klinis.
Bandung: Alfabeta.
Ishartiwi. (2013). Jurnal Pendidikan Khusus. Implementasi Pendidikan Inklusif Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus dalam Sistem Persekolahan Nasional. Vol.6 No. 1 Mei.
Khumaidi, M. W., Wibowo, M. A., & Asriyah, M. (2019). Mendidik Anak Supernormal
Dalam Perspektif Pendidikan Islam. An Naba, Vol. 2, No. 1.
Kirk, Gallagher, Coleman, Anastasiow (2009). Introduction to exceptional child. USA:
Sage Publication Inc.
Maula, L.M. (2021). Strategi Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Banten:
Media Madani.
Mirnawati. (2019). Anak Berkebutuhan Khusus "Hambatan majemuk". DIY: Deepublish
(grup penerbitan CV Budi Utomo).
Nurhasanah, A.I (2021) Strategi Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Banten:
Media Madani.
Nurismawan, AS., F. E. (2022). Model Bimbingan untuk Meningkatkan Aspek Sosial
dan Motorik Anak Tunaganda di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 7306-7307.
Pengertian, Jenis dan Hak Penyandang Disabilitas. (2019, Mei Rabu). Diambil kembali
dari Sistem Perlindungan Anak Berkebutuhan Khusus: https://spa-
pabk.kemenpppa.go.id/index.php/perlindungan-khusus/anak-penyandang-
disabilitas/723-penyandang-
disabilitas#:~:text=Tunaganda%20(disabilitas%20ganda),tuna%20grahita%20atau%
20bahkan%20sekaligus.
Psikologi Anak Luar Biasa. (2019, Desember esaunggul.ac.id). Diambil kembali dari
Bahan Ajar, esaunggul: https://bahan--ajar-esaunggul-ac-id.webpkgcache.com/doc/-
/s/bahan-ajar.esaunggul.ac.id/psi317/wp-
content/uploads/sites/1513/2019/12/Psikologi-Anak-Luar-Biasa-Pertemuan-11.pptx
Semiawan, C. (1994). Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan.
Sumption, M.R. (1941) Three Hundred Gifted Children: A Follow-Up Study of the Results
of Special Education of Superior Children. New York: World Book.
Supriyanto, E. (2012). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Cerdas Istimewa.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

23
Winarsih, S., dkk. (2013). Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi
Pendamping (orang tua, keluarga dan masyarakat). Jakarta: Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
Yuwono, I. (2015). Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus Setting
Pendidikan Inklusif. Banjarmasin: Pustaka Banua.

24

Anda mungkin juga menyukai