Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK
Asuhan Keperawatan Pada Anak Berkebutuhan Khusus Autisme
Mata kuliah : keperawatan anak
Dosen pengampu : Ns, Laitul Hafidah, S.Kep.M.Kes

Disusun Oleh :
ARTI LISETIO
33412001028
2A KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


POLITEKNIK NEGERI MADURA
2021-2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-
Nya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah tentang "Asuhan Keperawatan Pada Anak
Berkebutuhan Khusus Autisme". Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya. Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat, tata bahasa maupun dari makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat mengaharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Terimakasih atas
perhatianya dan semoga makalah ini dapat berguna bagi pembacanya

Sampang , 9 maret 2022

ARTI LISETIO

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH ............................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................ 1
C. TUJUAN MASALAH................................................................................................. 1
D. MANFAAT PENULISAN .......................................................................................... 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
A. DEFINISI .................................................................................................................... 3
B. EPIDEMIOLOGI ........................................................................................................ 4
C. ETIOLOGI .................................................................................................................. 4
D. PATOFISIOLOGI ....................................................................................................... 5
E. PATHWAY AUTISME .............................................................................................. 8
F. TANDA DAN GEJALA ................................................................................................. 9
G. MANIFESASI KLINIS ............................................................................................. 10
H. PENATALAKSANAAN .......................................................................................... 12
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG.................................................................................. 12
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ...................................................................... 15
Pengkajian ............................................................................................................................ 15
A. Diagnosa keperawatan............................................................................................... 19
B. Intervensi keperawatan .............................................................................................. 20
BAB III .................................................................................................................................... 25
PENUTUP................................................................................................................................ 25
A. KESIMPULAN ......................................................................................................... 25
B. SARAN ..................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam pendidikan luar biasa kita banyak mengenal macam-macam anak
berkebutuhan khusus. Salah satunya adalah anak Autism. Anak autisme juga merupakan
pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan, maupun secara
akademik. Permasalahan yng ada dilapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui
tentang anak autism tersebut. Oleh karena itu kita harus kaji lebih dalam tentang anak
autism. Dalam pengkajikan tersebut kita butuh banyak informasi mengenai siapa anak
autisme, penyebabnya dan lainya. Dengan adanya bantuan pendidikan secara umum,
dalam masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak-
tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka yang selama ini
terpendam karena mereka belum bisa mandiri.
Autism didapatkan pada sekitar 20 per 10.000 penduduk dan pria lebih sering dari
wanita perbandinga 4:1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukan gejala
yang lebh berat
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan anak autisme ?
2. Apa etiologi anak autisme ?
3. Bagaimana patofisiologi anak yang autisme ?
4. Apa saja tanda dan gejala anak autisme ?
5. Apa saja manifesasi klinis anak autisme ?
6. Apa saja penatalaksanaan pada anak autisme ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan berkebutuhan khusus “autisme” ?
C. TUJUAN MASALAH
1. Tujuan umum
Untuk memperoleh informasi tentang konsep medis dan konsep keperawatan anak
berkebutuhan khusus “Autisme”
2. Tujuan khusus
a. Memperoleh informasi tentang pengertian anak berkebutuhan khusus “autisme”.
b. Memperoleh pengetahuan tentang etiologi anak berkebutuhan khusus “autisme”.
c. Memperoleh pengetahuan bagaimana patofisiologi anak berkebutuhan khusus
“autisme”.

1
d. Dapat mengetahui apa saja tanda dan gejala anak berkebutuhan khusus
“autisme”.
e. Dapat mengetahui menifesasi klinis anak berkebutuhan khusus “autisme”.
f. Dapat mengetahui penatalaksanaan pada anak berkebutuhan khusus “autisme”.
g. Memperoleh infomasi tentang pengkajian, diagnosa dan intervensi keperawatan
pada anak berkebutuhan khusus “autisme”.

D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk menelitih dan menambah
pengetahuan tentang anak berkebutuhan khusus autisme. Disamping itu juga dalam
pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme (paham/aliran).
Autisme secara etiologi adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan dalam
dunianya sendiri. Beberapa pengertian autisme menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1. Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami
kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak mengalami
keterbatasan dari segi komuikasi, interaksi sosial, dan prilaku. “sumber dari pedoman
pelayanan pendidikan bagi anak austistik (American Psychiatic Association, 2000)
2. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat
masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau
komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari anak
yang lain. (Baron-Cohen, 1993)
3. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak yang mengalami
kesendirian, kecenderungan menyendiri (Leo Kanker Handojo, 2003)
4. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang interaksi soaial, komunikasi, prilaku,
emosi dan pola bermain, gangguan sensori dan perkembangan terlambat atau tidak
normal. Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia
3 tahun). “sumber dari pedoman penggolongan diagnotik gangguan jiwa (PPDGJ III)
5. Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan
realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (sacharin, R, M,
1996:305)
Gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur
sebelum 3 tahun, mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta prilakunya. Anak
autisme dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
1. Segi pendidikan : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, prilaku pada anak sesuai dengan kriteria DSM-IV
sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara khusu sejak
dini
2. Segi medis : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan otak yang
menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial, prilaku sesuai dengan
kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/terapi secara klinis.

3
3. Segi psikologi : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
yang berat bisa diketahui sebelum usia 3 tahun, aspek komunikasi sosial, perilaku,
bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan secara spikologis.
4. Segi sosial : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial, sehingga anak ini
memerlukan bimbigan keterampilan sosial agar dapat menyesuaikan dengan
lingkungan
Jadi anak autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsih otakyang
bersifat pervasive (inco) yaiyu meliputi gangguan kongnitif, bahasa, perilaku,
komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak autisme mempunyai dunianya
sendiri.
B. EPIDEMIOLOGI
Gangguan autistik diyakini terjadi dengan angka kira-kira 5 kasus per 10.000 anak
(0,05%). Prevalensi gangguan autisme adalah 4/10.000 anak-anak. Laporan mengenai
angka gangguan autistik berkisar antara 2-20 kasus per 10.000. Gangguan autistik 4-5
kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan laki-
laki dan perempuan pada gangguan autisme adalah 4,2 : 1 sedangkan literatur lain
menyatakan 3-4 kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding perempuan. Pada
anak perempuan yang terkena gangguan autisme akan menunjukkan gejala yang lebih
berat seperti adanya retardasi mental berat (Fombonne, 2009; Judarwanto, 2006; Katona
dkk, 2012; Sadock, 2010 dan Trottier dkk, 1999).
C. ETIOLOGI
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakati bahwa pada otak anak
autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelainan
tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar,
kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini
bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ (organogenesis) yaitu pada
usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia
kehamilan setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara diketemukan
beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis
otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga
ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil
bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses
4
atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit,
sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi
gangguan atau kekacauan impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan emosi
yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat
dalam makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan
kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak
penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat
pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat.
Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang
aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetika dapat
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel-sel saraf dan sel otak, namun diperkirakan
menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit
masih sulit ditemukan.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya gejala
autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi
dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir (post
partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya infeksi ringan
sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat menimbulkan
tumbuhnya jamur yang berlebihan dan menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky
get syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua
protein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua
protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin pada otak
anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam
pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam
lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena faktor ekonomi.
D. PATOFISIOLOGI
1. Faktor Genetik
Kerusakan jaras otak yang menjadi dasar patofisiologi ASD melibatkan faktor
genetik. Gen-gen yang terlibat dalam patofisiologi ASD adalah gen yang
bertanggung jawab proses plastisitas sinaps, protein scaffolding sinaps, reseptor, cell
adhesion molecule, remodeling kromatin, proses transkripsi, sintesis atau degradasi
5
protein, dan dinamika sitoskeleton aktin. Contoh dari gen-gen ini adalah gen
neuroligins, neurexins, SHANKs, CNTNAP2 dan FMR1.
2. Gangguan Neurogenesis
Penelitian neuropatologi menunjukkan bahwa pada ASD juga terjadi gangguan
neurogenesis berupa jumlah sinaps dan dendrit yang berlebihan karena
proses pruning yang lambat. Proses pruning adalah proses dimana neuron
merampingkan struktur neuronal dengan cara menghilangkan akson, dendrite, atau
sinaps yang tidak diperlukan untuk efisiensi struktur, penjalaran impuls, dan
penggunaan energi.
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama
mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain
lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga,
pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps
yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses
pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson,
dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia
yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian
otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan
sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal
pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-
derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-
related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk
mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan
jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
6
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal
pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth without guidance, di
mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar
hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel
Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem
saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau
sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas,
peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan
kematian sel Pur ye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme
disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang
terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang
mengandung logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa
kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori motorik, atensi, proses mengingat,
serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih
lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan
kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan berkurangnya
ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi
luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan
dalam proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan
oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon
tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak. antara lain alkohol,
keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada
masa kehamilan
7
E. PATHWAY AUTISME
Kondisi seseorang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri,
kondisi seseorang berbeda didalam dunianya sendiri

Genetik Keracunan logam Pemakaian antibiotik


berlebihan
Neurotropin dan neuropapitida
Infeksi jamur

Gangguan pada otak Kerusakan sel punkinye


Kebocoran usus dan tidak
dan hippocompus
sempurna pencernaan
Abnormalitas kasein dan gluten
pertumbuhan sel Gangguan
saraf keseimbangan serotonin
Protein pecah sampai
dan doppocampus
polipeptida
Neurokimia sel
abnormal
Gangguan pada Kesain dan gluten
otak kecil terserap kedalam aliran

Reaksi antesi lebih Efek morfin pada otak

Autisme

Tidak mampu berbicara Pertumbuhan fisik bicara ketus


atau mendengar terganggu

Suara keras
Menunjukan respon tidak sesuai Respon sosial lambat

Kontak mata terbatas Risiko mutasi diri


Tidak ada kontak mata

Tidak mampu menggunakan Tidak mampu melakukan


ekspresi wajah dan tubuh perawatan diri sesuai usia

Gangguan komunikasi Gangguan tumbuh


verbal kembang

8
F. TANDA DAN GEJALA
Tanda autisme berbeda pada setiap interval umumnya :
1. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk orang tua atau menjadi
tegang bila diangkat, cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat dalam
permainan sederhana ( ciluk baa atau kiss bye ), anak tidak berupaya berkata-kata.
Orangtua harus waspada apabila anak tidak tertarik pada boneka atau mainan lainya,
dan anak menolak keras untuk makan dan tidak mau mengunyah, apabilah anak
tertarik pada kedua tangannya sendiri.
2. Pada usia 2-3 tahun dengan gejala suka mencium atau menjilati benda-benda, disertai
kontak mata yang terbatas, mengangkap orang lain sebagai benda atau alat, menolak
untuk dipeluk menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas, serta relatif
cuek kepada kedua orang tuannya.
Gejala Klinis yang sering dijumpai pada anak autisme ( Sunartini, 2000):
1. Gangguan Fisik
a. Kegagalan lateralisasi karena kegagalan atau kelainan maturasi otak
sehingga terjadi dominasi serebral
b. Adanya kejadian dermatoglyphics yang abnormal
c. Insiden yang tinggi terhadap infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi telinga,
sendawa yang berlebihan, kejang demam dan konstipasi
2. Gangguan Perilaku
a. Gangguan dalam interaksi sosial:
anak tidak mampu berhubungan secara normal baik dengan orang
tua maupun orang lain. Anak tidak bereaksi bila dipanggil, tidak suka atau
menolak bila dipeluk atau disayang. Anak lebih senang menyendiri dan tidak
responsif terhadap senyuman ataupun sentuhan.
b. Gangguan komunikasi dan bahasa:
kemampuan komunikasi dan bahasa sangat lambat dan bahkan tidak ada sama
sekali. Mengeluarkan gumaman kata-kata yang tidak bermakna, suka membeo
dan mengulang-ulang. Mereka tidak menunjukkan atau memakai gerakan
tubuhnya, tetapi menarik tangan orang tuanya untuk dipergunakan mengambil
objek yang dimaksud.
c. Gangguan perilaku motoris:
terdapat gerakan yang stereotipik seperti bertepuk tangan, duduk sambil
mengayun-ayunkan badan kedepan-kebelakang. Koordinasi motoris terganggu,
kesulitan mengubah rutinitas, terjadi hiperaktifitas atau justru sangat pasif, agresif
dan kadang mengamuk tanpa sebab.

9
d. Gangguan emosi, perasaan dan afek:
Rasa takut yang tiba-tiba muncul terhadap objek yang tidak menakutkan.
Seringkali timbul perubahan perasaan secara tibatiba seperti tertawa tanpa sebab
atau mendadak menangis.
e. Gangguan persepsi sensoris:
seperti suka mencium atau menjilat benda, tidak merasa sakit bila terluka atau
terbentur dan sebagainya.

G. MANIFESASI KLINIS
Manifesasi Klinis dalam anak berkebutuhan khusus “Autisme” ada beberapa yaitu :

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal


Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama
sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan
arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan
hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat
dimengerti oleh orang lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam
konteks yang sesuai. Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu
tanpa tahu artinya. Bicara monoton seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak
menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau
menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang terdekat
dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknnya. Tidak berbagi
kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh.
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan sabun
menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan mengamati dengan
seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti
kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila
senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang karet,
baterai atau benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam
bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan
yang bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang
berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi, sulit

10
mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan
tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif
misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datangi, ia akan
membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu arah. Mengulang
suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga
sering menyakiti dirinya sendiri seperti memukul kepala di dinding. Dapat menjadi
sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong denagn tatap
mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian
pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal
sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif
tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
5. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa
sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak
mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.
Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
6. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran,
sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit,
menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras,
menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Merasakan tidak nyaman
bila diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering merosot
atau melepaskan diri dari pelukan.
7. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional. Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal. karena
terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan
dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit
melakukan tugas yang melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada yang
mempunyai kemampuan yang menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau
kemampuan memori.
11
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Umunya terapi yang diberikan ialah terhadap gejala, edukasi dan penerangan
kepada keluarga, serta penanganan perilaku dan edukasi bagi anak. Manajemen yang
efektif dapat mempengaruhi outcome. Intervensi farmakologi. yang saat ini
dievaluasi, mencakup obat fenfluramine, lithium, haloperidol dan naltrexone.
Terhadap gejala yang menyertai. Terapi anak dengan autisme membutuhkan
identifikasi diri. Intervensi edukasi yang intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi
individual, staf yang terlatih baik, peran serta orang tua dapat meningkat prognosis.
Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para anak autis untuk lebih
bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Bukan saja guru yang harus menerapkan
terapi perilaku pada saat belajar, namun setiap anggota keluarga di rumah harus
bersikap sama dan konsisten dalam menghadapi anak autis.
Terapi peilaku terdiri dari terapi wicara, terapi okupasi, dan menghilangkan
perilaku yang asosial. Dalam terapi farmakologi dinyatakan belum ada obat atau
terapi khusus yang menyembuhkan kelainan ini. Medikasi (terapi obat) berguna
terhadap gejala yang menyertai, misalnya haloperidol, risperidone dan obat anti
psikotik teradap perilaku agresif, ledakan-ledakan perilaku, instabilitas mood (suasana
hati). Obat antidepresi jenis SSRI dapat digunakan terhadap ansietas. kecemasan,
mengurangi stereotip dan perilaku perseveratif dan mengurangi ansietas dan fluktuasi
mood. Perilaku mencederai diri sendiri dan mengamuk kadang dapat diatasi dengan
obat naltrexone.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
a. Mengurangi masalah perilaku.
b. Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan
kemahiran berbicara. menagement perilaku mengubah perilaku dapat destruktif
dan agresif.
c. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa. Latihan
dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant conditioning yaitu
dukungan positif (hadiah) dan dukungan negatif (hukuman).
d. Anak bisa mandiri dan bersosialisasi. Mengembangkan ketrampilan sosial dan
ketrampilan praktis.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Tes autisme lewat laboratorium juga digunakan untuk menentukan apakah
masalah fisik yang menyebabkan gejala autisme pada anak Anda. Biasanya hal
ini dilakukan lewat tes DNA (genetik).
b. Pemeriksaan Genetik
Indikasi untuk dilakukan pemeriksaan genetik adalah:
a. Ada saudara kandung atau anggota keluarga lain yang menderita ASD

12
b. Ada riwayat anggota keluarga yang mempunyai perubahan genetik terkait
ASD dari pemeriksaan genetik sebelumnya
c. Terdapat banyak riwayat ASD dalam keluarga
2. Pemeriksaan Radiologi
Elektroensefalografi (EEG) dan Audiometri
a. Patofisiologi ASD diperkirakan melibatkan gangguan perkembangan berbagai
regio otak dan proses mielinasi. Hal ini menjadi alasan kenapa pemeriksaan EEG
boleh dilakukan pada anak dengan ASD.
b. Pemeriksaan EEG seringkali menunjukkan adanya hipo atau hiperaktivitas pada
area-area “sosial” otak yang mencakup superior temporal sulcus (STS), middle
and superior temporal gyri (area Wernicke), anterior cingulate cortex (ACC),
fusiform gyrus/ fusiform face area (FFA), amygdala, medial pre frontal cortex
(mPFC), dan inferior frontal gyrus (area Broca).
3. Terapi
Ada beberapa terapi yang dilakukan untuk anak berkebutuhan khusus “Autisme”
yaitu :
a. Terapi perilaku kognitif
Tujuan dari terapi ini untuk membantu orang agar mereka bisa lebih
memperhatikan dan paham bagaimana pikiran, perilaku, dan emosi ternyata
saling memengaruhi.
b. Discrete trial training (DTT)
Ada beberapa kemampuan yang bisa diperoleh dari DTT ini, seperti:
1. Keterampilan berbicara dan bahasa yang diperlukan ketika berbicara dengan
orang lain
2. Kemampuan menulis
3. Merawat diri sendiri, seperti berpakaian atau memakai alat makan
c. Early Intensive Behavioral Intervention (EIBI)
Terapi perilaku untuk anak autis yang satu ini lebih sering digunakan oleh anak
berusia di bawah lima tahun.
d. Pivotal Response Treatment (PRT)
PRT merupakan terapi perilaku untuk anak autis yang mengajarkan mereka
belajar berdasarkan tujuan dari perilaku yang telah mereka lakukan.

13
e. Verbal Behavior Intervention (VBI)
Dari namanya saja sudah verbal, berarti terapi perilaku untuk anak autis yang satu
ini lebih mengutamakan komunikasi dan bahasa. Dalam VBI diperkenalkan
metode bahasa yang dibagi menjadi beberapa jenis kata, yaitu:
1. Kata meminta, misalnya “kue” untuk meminta kue
2. Kata yang bisa menarik perhatian orang lain, seperti “kereta api” untuk
memperlihatkan kereta api.
3. Kata yang digunakan untuk menjawab pertanyaan, seperti alamat rumah atau
sekolah.
4. Kata-kata yang diulang atau memakai tanda seru. Misalnya, “kue?” atau
“kue!” memiliki arti yang berbeda.

14
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas klien
a. Tanggal / Jam MRS
Diisi dengan tanggal, bulan, tahun dan jam masuk rumah sakit
b. Ruang
Diisi dengan nama ruangan klien dirawat
c. No. Registrasi
Diisi dengan nomor pendaftaran klien yang sesuai dengan rekam medis pada
Rumah Sakit atau Puskesmas
d. Dx. Medis
Diisi dengan diagnosa medis yang ditegakkan oleh tim medis seperti Autisme
e. Tanggal / Jam Pengkajian
Diisi dengan menuliskan tanggal, bulan, tahun dan jam dilakukannya pengkajian
dengan asumsi bahwa pengkajian tidak selalu dilakukan bersamaan dengan waktu
klien masuk RS
f. Identitas Klien
Diisi dengan data nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, bahasa,
pendidikan, alamat dan data orang tua serta penanggung jawab klien.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau
menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan
dengan benda tertentu seperti kertas. gambar, kartu atau guling, terus dipegang
dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan
lainnya. Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu
pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend apa saja.
Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari
70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ
diatas 100.

15
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
1) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal
2) Cidera otak
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya
pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Polapersepsi dantata laksanakesehatan
Diisi dengan persepsi klien / keluarga terhadap konsep sehat sakit seperti apakah
ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan
olahraga, karena dapat mempengaruhi lamanya penyembuhan penyakit.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Diisi dengan kebiasaan pasien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum sakit
dan saat sakit
c. Pola eliminasi
Diisi dengan eliminasi alvi (BAB) dan eliminasi uri (BAK). Menggambarkan
keadaan eliminasi klien sebelum sakit sampai dengan saat sakit (saat ini) yang
meliputi: frekuensi, konsistensi, warna, bau, adanya darah, dll
d. Pola aktivitas dan kebersihan diri
Diisi dengan aktivitas rutin yang dilakukan klien sebelum sakit sampai saat sakit
mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali, termasuk penggunaan waktu
senggang. Mobilitas selama sakit dilihat dan aktivitas perawatan diri, seperti
makanminum, mandi, toileting, berpakaian, berhias dan penggunaan instrumen
e. Pola Istirahat dan Tidur
Diisi dengan kulitas dan kuantitas istirahat tidur klien sejak sebelum sakit sampai
saat sakit (saat ini), meliputi jumlah jam tidur siang dan malam, penggunaan alat
pengantar tidur, perasaan klien sewaktu bangun tidur dan kesulitan atau masalah
tidur: sulit tidur, sulit tidur lama, tidak bugar saat bangun, terbangun dini atau
tidak bisa melanjutkan tidur.

16
f. Polakognitif dan Persepsi Sensori
Diisi dengan kemampuan klien berkomunikasi (berbicara dan mengerti
pembicaraan) Status mental dan orientasi, kemampuan penginderaan yang
meliputi: indra penglihatan, penciuman, perabaan, dan pengecapan.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Gambaran diri Sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar,
Ideal diri Persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan
standar, aspirasi, tujuan, atau personal tertentu, Harga diri Penilaian pribadi
terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa jauh perilaku
memenuhi ideal diri, Peran diri Sikap dan perilaku, nilai serta tujuan yang
diharapkan dari seseorang berdasarkan posisi di masyarakat
h. Pola Hubungan Peran
Diisi dengan hubungan klien dengan anggota keluarga, msyarakat pada
umumnya, perawat, dan tim kesehatan yang lain, termasuk juga pola komunikasi
yang digunakan klien dalam berhubungan dengan orang lain.
i. Pola Fungsi Seksual – Seksualitas
Diisi sesuai dengan perkembangan psikoseksual seperti menarche, menstruasi,
apakah mengalami disminore tiap awal menstruasi.
j. Pola Mekanisme Koping
Diisi dengan pola ekspresi pasien seperti meringis hingga menangis saat sedang
merasa sakit
k. Pola Nilai dan Kepercayaan
Diisi dengan nilai-nilai dan keyakinan klien terhadap sesuatu seperti pada klien
beragama islam sebelum sakit klien sering untuk beribadah selama sakit klien
tidak beribadah.
4. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan
Diisi dengan keadaan umum klien seperti kesadaran, berat badan, tanda-tanda
vital, suhu tubuh, nadi, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah
b. Analisis kecukupan nutrisi
Diisi dengan data keseimbangan nutrisi yang diperoleh dari jumlah nutrisi yang
masuk terhadap kebutuhan nutrisi anak per hari.

17
c. Kepala
Diisi dengan hasil pemeriksaan rambut, muka, mata, hidung, mulut, gigi, telinga.
biasanya pada penderita tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan kepala dan
hanya menampakkan wajah meringis.
d. Leher
Diisi dengan hasil pemeriksaan apakah ada pembesaran kelenjar limfe,tiroid,
kaku kuduk, distensi vena juguralis dan memeriksa posisi trachea.
e. Dada
Diisi dengan hasil pemeriksaan paru-paru dan jantung dengan menggunakan
metode IPPA (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi) apakah ada kelainan pada
sistem pulmonal dan kardiovaskuler.
f. Abdomen
Diisi dengan hasil pemeriksaan abdomen dengan menggunakan metode IPPA
(Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi) apakah ada kelainan pada abdomen.
g. Ekstremitas
Hasil pemeriksaan range of motion, perabaan akral, adakah perubahan bentuk
tulang, CRT, dan penilaian edema apakah ada edema ekstremitas dan pitting
edema.
5. Status perkembangan anak
a. Anak kurang merespon orang lain
b. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh
c. Anak mengalami kesulitan dalam belajar
d. Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal
e. Keterbatan kongnitif
6. Pemeriksaan fisik
a. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh /sentuhan)
b. Terdapat ekolalia
c. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain
d. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut
e. Peka terhadap bau
7. Psikososil
a. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
18
d. Perilaku menstimulasi diri
e. Pola tidur tidak teratur
f. Permainan stereotip
g. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
h. Tantrum yang sering
i. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
j. Kemampuan bertutur kata menurun
k. Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
8. Neurologis
a. Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
b. Refleks mengisap buruk
c. Tidak mampu menangis ketika lapar
A. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan neuromuskuler d/d Tidak mampu
berbicara atau mendengar, Menunjukan respon tidak sesuai, Tidak ada kontak mata
Tidak mampu menggunakan ekspresi wajah dan tubuh
2. Gangguan tumbuh kembang b/d efek ketidakmampuan fisik, defisiensi stimulus d/d
Pertumbuhan fisik terganggu, Respon sosial lambat, Kontak mata terbatas, Tidak
mampu melakukan perawatan diri sesuai usia
3. Risiko mutilasi diri b/d gangguan kepribadian d/d suara keras, bicara ketus

19
B. Intervensi keperawatan
1. Diagnosa 1
Diagnosa : Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan neuromuskuler d/d Tidak
mampu berbicara atau mendengar, Menunjukan respon tidak sesuai,
Tidak ada kontak mata Tidak mampu menggunakan ekspresi wajah
dan tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan komunikasi
verbal meningkat
Kriteria hasil :
a. Ketidak mampuan berbicara atau mendengar menurun
b. Menunjukan respon tidak sesuai menurun
c. ketidak adaan kontak mata menurun
d. Tidak mampu menggunakan ekspresi wajah dan tubuh menurun
Intervensi :
a. Intervensi utama : Promosi komunikasi defisit bicara
Observasi
1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara
2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan
bicara (mis.memori, pendengaran, dan bahasa)
3. Identifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi
Terapeutik
1. Gangguan metode komunikasi alternatif (mis, menulis, mata berkedp, papan
komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan komputer)
2. Ulangi apa yang disampaikan pasien
3. Berikan dukungan psikologis
4. Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan bicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif antomis, dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan bicara
Kalaborassi
1. Rujuk keahli patologi bicara atau terapis

20
b. Intervensi utama : promosi defisit sosial
Observasi
1. Periksa kemampuan penglihatan
2. Monitor dampak penglihatan (mis. Risiko Cidera, depresi, kegelisahan,
kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari)
Terapeutik
1. Fasilitasi peningkatan stimulasi Indra lainya (mis. Aroma, rasa, tekstur
makanan)
2. Pastika kaca mata atau lensa kontak berfungsi dengan baik
3. Sediakan pencahayaan cukup
4. Berikan bacaan dengan huruf besar
5. Hindari penataan letak lingkungan tanpa pemberitahuan
Edukasi
1. Jelaskan lingkungan pada pasien
2. Ajarkan keluarga cara membantu pasien berkomunikasi
Kolaborasi
1. Rujuk pasien pada terapis, jika perlu
2. Diagnosa 2
Diagnosa :Gangguan tumbuh kembang b/d efek ketidak mampuan fisik,
defisiensi stimulus d/d Pertumbuhan fisik terganggu, Respon sosial
lambat, Kontak mata terbatas, Tidak mampu melakukan perawatan diri
sesuai usia
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status
pertumbuhan membaik
Kriteria hasil :
a. Pertumbuhan fisik terganggu menurun
b. Respon sosial lambat menurun
c. Kontak mata terbatas menurun
d. Tidak mampu melakukan perawatan diri sesuai usia menurun

21
Intervensi :
a. Intervensi utama :perawatan perkembangan
Observasi
1. Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
2. Identifikasi isyarat prilaku dan fisiologis yang di tunjukkan bayi (mis. Lapar,
tidak nyaman)
Terapeutik
1. Pertahankan sentuhan seminimal mungkin pada bayi prematur
2. Berikan sentuhan yang bersifat gentle dan tidak ragu-ragu
3. Minimalkan nyeri
4. Minimalkan kebisingan ruangan
5. Pertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan optimal
6. Motivasi anak berintraksi dengan anak lain
7. Sediakan aktivitas yang memotivasi anak berinteraksi dengan anak lainya
8. Dukung anak mengekspresikan diri melalui penghargaan positif atau umpan
balik atas usahanya
9. Pertahankan kenyamanan anak
10. bernyanyi bersama anak lagu yang disuka
Edukasi
1. Jelaskan orang tua/atau pengasuh tentang milestone perkembangan anak dan
prilaku
2. Anjurkan orang tua menyentu dan menggendong bayinya
3. Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya
4. Ajarkan anak keterampilan berinteraksi
5. ajarkan anak teknik asertif
Kalaborasi
1. Rujuk untuk konseling, jika perlu
b. Intervensi utama :promosi perkembangan anak
Observasi
1. Identifikasi kebutuhan khusus anak dan kemampuan adaptasi anak
Terapeutik
1. Fasilitasi hubungan anak dengan teman sebaya
2. Dukung anak berinteraksi dengan anak lain
3. Dukung anak mengekspresikan perasaannya secara positif
22
4. Dukung anak dalam bermimpi atau berfantasi sewajarnya
5. Dukung partisipasi anak di sekolahan, ekstrakulikuler dan aktivitas komunitas
6. Berikan mainan yang sesuai dengan usia anak
7. Bernyayi bersama anak lagu-lagu yang di sukai anak
8. Bacakan dongeng/cerita untuk anak
9. Sediakan kesempatan dan alat-alat untuk menggambar, melukis, dan
mewarnai
Edukasi
1. Jelaskan nama-nama benda obyek yang ada di lingkungan sekitar
2. Ajarkan memintak bantuan dari anak lain, jika perlu
3. Ajarkan teknik asersif pada anak dan remaja
Kolaborasi
1. Rujuk untuk konseling, jika perlu
3. Diagnosa 3
Diagnosa : Risiko mutilasi diri b/d gangguan kepribadian d/d suara keras, bicara
ketus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kontrol diri
meingkat
Kriteria hasil :
1. Suara keras menurun
2. Bicara ketus menurun
Intervensi :
a. Intervensi utama :edukasi manajemen stres
Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
1. sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
1. Ajarkan teknik relaksasi
2. Ajarkan latihan asertif
3. Ajarkan membuat jadwal olahraga tertentu

23
4. Anjurkan tetap menulis jurnal untuk meningkatkan optimisme dan
melepaskan beban
5. Anjurkan aktivitas untuk menyenangkan diri sendiri (mis. Hobi, bermain
musik, mengecat kuku)
6. Anjurkan bersosialisasi
7. Anjurkan tidur dengan baik setiap malam (7-9)
8. Anjurkan tertawa untuk melepas stres dengan membaca atau klip video lucu
9. Anjurkan menjalin komunikasi dengan keluarga dan profesi pemberi asuhan
10. Anjurkan menyusun jadwal terstruktur
b. Intervensi utama :kontrol prilaku positif
Observasi
1. Identifikasi kemampuan mental dan kognitif untuk membuat kontrak
2. Identifikasi cara dan sumber daya terbaik untuk mencapai tujuan
3. Identifikasi hambatan dalam menerapkan perilaku positif
4. Monitor pelaksanaan perilaku ketidaksesuaian dan kurang komitmen untuk
memenuhi kontrak
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan yang terbuka untuk membuat kontrak perilaku
2. Fasilitasi perbuatan kontrak tertulis
3. Diskusikan perilaku kesehatan yang ingin diubah
4. Diskusikan tujuan positif jangka pendek dan jangka panjang yang realistis dan
dapat dicapai
5. Diskusikan pengembangan rencana perilaku positif
6. Diskusikan cara mengamati perilaku (mis. Tabel kemajuan perilaku)
7. Diskusikan penghargaan yang diinginkan ketika tujuan tercapai, jika perlu
8. Diskusikan konsekuensi atau sanksi tidak memenuhi kontrak
9. Tetapkan batas waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tindakan yang
realistis
10. Fasilitasi meninjau ulang kontrak dan tujuan, jika perlu
11. Kontrak ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat, jika perlu
12. Libatkan keluarga dalam proses kontrak, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan menuliskan tujuan sendiri, jika perlu

24
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis
ditandai oleh gejala-gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi
sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik,
dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa
tujuan (stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman
sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum
diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan
kromosom, dianggap sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak,
perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan
terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya
perubahan perilaku pada penderita. Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak
mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak terhadap dunia
luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan dunianya sendiri. Dan cenderung
suka mengamati hal-hal kecil yang bagi orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis
menjadi sesuatu yang menarik.
Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan normal
seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar.

B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca ksususnya bagi mahasiswa
dapat memahami asuhan keperawatan autisme pada anak dan khususnya bagi orang tua
yang memiliki anak autisme.

25
DAFTAR PUSTAKA

Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Sacharin, RM. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Behrman. Kliegman. Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakarta: EGC.

Anonim. Http://www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anak Autisme.Html

Soetjiningsih. 1994. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana.

Yupi, Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak Jakarta: EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2000. Pengantar Ilmu Keperawatan 2. Edisi 1. Jakarta: Salemba
Medika

PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta.

Nugraheni,SA. (2012). Menguak Belantara Autisme. Bulettin Psikologi. 20(1-2): 9-17.

Http://www.journal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/download/11944/8798

26

Anda mungkin juga menyukai