Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK III

PATOFISIOLOGI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


ANAK DENGAN AUTISME
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak III

DosenPengampu : Hermalinda, Ns.Sp.Kep.An

Disusunoleh :
INDAH RAMADHANI
1811311035

ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019/2020

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah
tentang “Patofisiologi dan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Autisme”.
Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat, tata bahasa maupun isi dari makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat
mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang, 02 September 2020

Penulis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................3
1.1.Latar Belakang..............................................................................................................................3
1.2.Rumusan Masalah.........................................................................................................................4
1.3.Tujuan...........................................................................................................................................4
1. Tujuan Umum.................................................................................................................................4
2. Tujuan Khusus................................................................................................................................4
1.4. Manfaat Penulisan.......................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................................6
2.1. Konsep Dasar...............................................................................................................................6
2.1.1. Defenisi.....................................................................................................................................6
2.1.2. Etiologi.....................................................................................................................................8
2.1.3. Patofisiologi..............................................................................................................................9
2.1.4. Pemeriksaan Diagnostik.........................................................................................................12
2.1.5. Penatalaksanaan Medis...........................................................................................................12
2.1.6. Komplikasi..............................................................................................................................14
1. Gangguan Sensorik.......................................................................................................................14
2. Gangguan Mental.........................................................................................................................14
3. Mengalami Kejang.......................................................................................................................14
4. Tuberous Sclerosis........................................................................................................................14
5. Komplikasi Lainnya.....................................................................................................................15
2.1.7. Prognosis................................................................................................................................15
2.2. Asuhan Keperawatan.................................................................................................................15
2.2.1. Pengkajian..............................................................................................................................15
2.2.2. Diagnosa Keperawatan...........................................................................................................17
2.2.3. Intervensi Keperawatan..........................................................................................................17
BAB IIIANALISIS JURNAL..........................................................................................................19
BAB IV PENUTUP..........................................................................................................................21
4.1. Kesimpulan...............................................................................................................................21
4.2. Saran..........................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................23
LAMPIRAN.....................................................................................................................................23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Setiap tahun di seluruh dunia, kasus autisme mengalami peningkatan.
Dalam penelitian yang dirangkum Synopsis of Psychiatry awal 1990-an,
kasus autisme masih berkisar pada perbandingan 1 : 2.000. Angka ini
meningkat di tahun 2000 dalam catatan Sutism Research Institute di Amerika
Serikat sebanyak 1 dari 150 anak punya kecenderungan menderita autis. Di

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


3
Inggris, datanya lebih mengkhawatirkan. Di sana berdasarkan data
International Congress on Autism tahun 2006 tercatat 1 dari 130 anak punya
kecenderungan autis.
Autisme didapatkan pada sekitar 20 per 10.000 penduduk, dan pria
lebih sering dari wanita dengan perbandingan 4:1, namun anak perempuan
yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Beberapa penyakit
sistemik, infeksi dan neurologis menunjukkan gejala-gejala seperti-austik
atau memberi kecenderungan penderita pada perkembangan gejala austik.
Juga ditemukan peningkatan yang berhubungan dengan kejang.

1.2.Rumusan Masalah
Dari data pada latar belakang masalah pada Anak Berkebutuhan
Khusus Autisme, maka rumusan masalah Anak Berkebutuhan Khusus
Autisme adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan anak Autisme ?
2. Apa yang menyebabkan anak Autisme ?
3. Bagaimana patofisiologi anak yang Autisme ?
4. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada anak Autisme ?
5. Apa saja penatalaksanaan pada anak autis?
6. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien anak dengan Berkebutuhan
Khusus “Autisme”?

1.3.Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi tentang Konsep Medis dan Konsep
Keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
2. Tujuan Khusus
Konsep Medis Autisme :
a. Memperoleh informasi tentang pengertian Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
b. Memperolah pengetahuan tentang Etiologi Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


4
c. Memperoleh pengetahuan bagaimana patofisiologi Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
d. Dapat mengetahui manifestasi klinis Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
e. Memperoleh pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
f. Dapat mengetahui penatalaksanaan pada Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
Konsep keperawanan Autisme :
a. Memperoleh informasi tentang pengkajian pada Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
b. Memperoleh informasi tentang diagnosa keperawatan pada Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
c. Memperoleh informasi tentang intervensi keperawanan pada
Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.

1.4. Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk melatih
dan menambah pengetahuan tentang Anak Berkebutuhan Khusus Autisme.
Dan diharapkan agar menjadi acuan mahasiswa/mahasiswi dalam membuat
asuhan keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus Autisme. Disamping itu
juga sebagai syarat dari tugas mata kuliah Keperawatan Anak ITI.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar

2.1.1. Defenisi
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme
(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


6
gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis
menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,
mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo,
2003)
b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan
anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan
perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak
Austistik”. (American Psychiatic Association, 2000)
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial,
komunikasi, perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan
perkembangan terlambat atau tidak normal. Autisme mulai tampak sejak
lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia 3 tahun). “Sumber dari
Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir
ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan
anak tersebut terisolasi dari anak yang lain. (Baron-Cohen, 1993).
Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak
umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta
perilakunya. Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
a. Segi pendidikan : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan
kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan
pendidikan secara khusus sejak dini.
b. Segi medis: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan
otak yang menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial,
perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan
penanganan/terapi secara klinis.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


7
c. Segi psikologi: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek
komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya
penanganan secara psikologis.
d. Segi sosial: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi
sosial, sehingga anak ini memerlukan bimbingan keterampilan sosial agar
dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan
fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak
autisme mempunyai dunianya sendiri.

2.1.2. Etiologi
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa
pada otak anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa
sebabnya sampai timbul kelainan tersebut memang belum dapat
dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar, kekurangan
nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan.
Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ
otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak
negara diketemukan beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme
mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan
anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak
kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil
bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar
berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel
Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


8
keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau
kekacauan impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang
disebut hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control
terahadap agresi dan emosi yang disebabkan oleh keracunan logam berat
seperti mercury yang banyak terdapat dalam makanan yang dikonsumsi ibu
yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang
tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis
terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu
agresif atau sangat pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap
fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah kesulitan penyimpanan
informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang aneh dan hiperaktif
juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetika dapat
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak, namun
diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun
bukti-bukti yang konkrit masih sulit ditemukan.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam
timbulnya gejala autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus
lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat
memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir (post partum) juga
dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya : infeksi ringan
sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat
menimbulkan tumbuhnya jamur yang berlebihan dan menyebabkan
terjadinya kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak sempurnanya
pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya terpecah
sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut
terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin pada otak
anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang
diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi
karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena
faktor ekonomi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


9
2.1.3. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls
listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu
(korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak
berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan
akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua
tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini
dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai
brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan
akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.
Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson,
dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan
kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak
adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses
tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui
pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya
neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,
neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide)
yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan
jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


10
kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan
mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel
saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel
saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil
pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan
akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga
terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan
akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan
brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian
sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau
sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye
merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena
ibu mengkomsumsi makanan yang mengandung logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang,
kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye.
Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan
atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal
mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-
motorik, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak
kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi
atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi
lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian
depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman
menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan
otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan
amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses
memori).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


11
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng,
yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak
antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri,
infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan.

2.1.4. Pemeriksaan Diagnostik


Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat
menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes
secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya
autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang
dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
         Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme
masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang
didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15;
anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan
gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan
komunikasi verbal
         The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar
pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi
anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal
tahun 1990-an.
         The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang
terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun
untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
         The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening
autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di
Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain,
imitasi motor dan konsentrasi.

2.1.5. Penatalaksanaan Medis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


12
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah
serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau
penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis
mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Kadar norepinefrin,
dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan
saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis.
Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan
gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti
hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas
dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin
dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru,
yaitu antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor
serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2). Risperidone bisa digunakan
sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk
mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri
sendiri. Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas
pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan
bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons
sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi,
iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari,
penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan
pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu
Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi
sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku yang
mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-
integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan
integrasi pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap
suara, intervensi keluarga, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa
memperburuk kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


13
meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan
alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta
pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus.
Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani
hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang
mandiri dan berprestasi

2.1.6. Komplikasi
Ada beberapa gangguan berbahaya lain yang beresiko dialami oleh anak
penderita autis, di antaranya adalah gangguan sensorik, gangguan mental,
kejang, Tuberous sclerosis, serta beberapa komplikasi lainnya.
1. Gangguan Sensorik
Gangguan sensorik (SPD) merupakan kondisi dimana anak mengalami
kesulitan untuk menanggapi rangsangan sensorik yang ia terima dari
lingkungan.Dalam banyak kasus, hal tersebut mengakibatkan anak sangat
sensitif terhadap suara yang berisik, cahaya yang terlalu terang, makanan
dengan tekstur berbeda, sehingga membuatnya terganggu atau bahkan marah.
Sebagian kasus lainnya, gangguan sensorik justru membuat anak sama sekali
tidak merespon rangsangan yang ia terima dari lingkungan, seperti tidak
merespon sensasi panas, dingin, atau bahkan rasa sakit.

2. Gangguan Mental
Selain memiliki gangguan sensorik, penderita autisme juga beresiko
mengalami gangguan mental seperti rasa cemas yang berlebih, khawatir,
stres, perilaku impulsif, dan gangguan suasana hati.Kecacatan pada
kromosom X menjadi faktor yang mengakibatkan penderita autisme
mengalami gangguan mental. Hal ini lebih banyak terjadi pada penderita
autis laki-laki dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda.

3. Mengalami Kejang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


14
Pada banyak kasus, anak penderita autisme juga kerap ditemukan mengalami
kejang. Gejala tersebut biasanya muncul di usia kanak-kanak atau saat
mereka remaja.

4. Tuberous Sclerosis
Tuberous sclerosis merupakan suatu penyakit langka dimana tumor jinak
(non kanker) berkembang di banyak anggota tubuh seperti paru-paru, mata,
ginjal, jantung, kulit, bahkan otak.Faktor gangguan pada kromosom atau
mutasi DNA yang dialami oleh penderita autisme sering kali menjadi pemicu
timbulnya penyakit ini.

5. Komplikasi Lainnya
Penderita autisme juga beresiko mengalami beberapa komplikasi lain, di
antaranya seperti pola tidur atau pola makan yang tidak biasa, masalah
pencernaan, karakter yang agresif, dan sebagainya.

2.1.7. Prognosis

Anak terutama yang mengalami bicara, dapat tumbuh pada kehidupan


marjinal, dapat berdiri sendiri, sekalipun terisolasi, hidup dalam masyarakat,
namun pada beberapa anak penempatan lama pada institusi mrp hasil akhir.
Prognosis yang lebih baik adalah tingakt intelegensi lebih tinggi, kemampuan
berbicara fungsional, kurangnya gejala dan perilaku aneh. Gejala akan
berubah dengan pertumbuhan menjadi tua. kejang-kejang dan kecelakaan diri
sendiri semakin terlihat pada perkembangan usia.

2.2. Asuhan Keperawatan

2.2.1. Pengkajian
a. Identitas klien

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


15
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi
dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat bermain
bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana
saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.
Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu
pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend
apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ
dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun
sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
 Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
 Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
 Cidera otak
 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
 Anak kurang merespon orang lain.
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
 Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
 Terdapat ekolalia.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


16
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
 Peka terhadap bau.
e. Psikososial
 Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
 Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
 Perilaku menstimulasi diri
 Pola tidur tidak teratur
 Permainan stereotip
 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
 Tantrum yang sering
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
 Kemampuan bertutur kata menurun
 Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
 Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
 Refleks mengisap buruk
 Tidak mampu menangis ketika lapar

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


1. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan harga diri
2. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
responsivitas yang tidak konsisten

2.2.3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa NOC NIC


Hambatan komunikasi Setelah dilakukan 1. Dorong anak untuk
verbal berhubungan asuhan keperawatan berkomunikasi secara
dengan perubahan harga 1x24 jam diharapkan perlahan dan untuk
diri anak mampu mengulangi permintaan
mengonunikasikan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


17
kebutuhannnya 2. Anjurkan keluarga secara
dengan kriteria teratur untuk memberikan
hasil : stimulus komunikasi pada
1. Mampu anak
mengontrol
3. Berikan umpan balik
respon ketakutan
yang positif dan perilaku
dan kecemasan
yang sesuai.
terhadap
ketidakmampuan 4. Bantu anak menggunakan

berbicara kartu baca, kertas, pensil,

2. Mampu bahasa tubuh, dll untuk

manajemen memfasilitasi komunikasi

kemampuan fisik dua arah yang optimal

yang dimiliki 5. Kolaborasi dengan tim


3. Mampu kesehatan lain untuk
mengkomunikasi kebutuhan terapi wicara
kan kebutuhan
dengan
lingkungan social

Keterlambatan Setelah dilakukan 1. Identifikasi dan


pertumbuhan dan tindakan gunakan sumber
perkembangan keperawatan pendidikan untuk
berhubungan dengan selama 1x24 jam memfasilitasi
responsivitas yang tidak diharapan anak perkembangan anak
konsisten dapat tumbuh yang optimal
dan berkembang
2. Tingkatkan
dengan baik
komunikasi verbal
dengan criteria
dan stimulasi taktil
hasil :
pada anak
1. Anak
berfungsi 3. Dorong anak untuk

optimal melakukan sosialisasi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


18
sesuai dengan kelompok
tingkatannya
4. Menciptakan suasana
2. Keluarga dan
dan ligkungan yang
anak mampu
aman dan nyaman
menggunaka
n koping 5. Mendorong asupan

terhadap makanan dan cairan

tantangan tinggi kalium pada


anak.

BAB III
ANALISIS JURNAL
No Penulis/ Judul Tempat Usia,sampel,d Metode Tujuan Hasil
Tahun penelitian an jenis penelitian penelitian
kelamin
1. Aisti Strategi Pusat peneliti Penelitian Tujuan Berdasarkan
Rahayu Pengajaran Layanan melakukan ini dari wawancara yang
Kharisma Interaksi Autis, penelitian menggunaka penelitian
dilakukan diperoleh
Siwi, Nisa Sosial Sragen. pada 2 orang n metode ini untuk
Rachmah Kepada tua (ayah ibu) kualitatif memahami hasil bahwa informan
Nur Anak Autis dari anak dengan strategi pertama awal mulanya
Anganti/20 autis, serta malakukan orang tua anak informan belum
17 salah satu studi kasus dalam bisa berbicara sama
terapis dari pada 5 orang mengajark sekali, padahal usianya
anak autis informan an sudah lima tahun. Dia
sebagai yaitu 2 orang interaksi
sudah dibawa terapi ke
informan tua dari anak sosial pada
pendukung. autis, serta anak kota lain, namun karena
Penelitian salah satu penyandan antrian banyak dan
dilakukan di terapis dari g autis. kurang efektif maka
Pusat Layanan anak autis
terapi tersebut jarang
Autis, Sragen. yang berada
Data di Pusat dilakukan. Anak
mengenai Layanan informan hiperaktif,
informan. Autis, oleh karenanya susah
Sragen. dalam mengajarkan
interaks sosial
kepadanya. Namun,
lama-kelamaan anak
tersebut dapat
berbicara dan
berinteraksi dengan
orang lain. Orang tua
selalu mengajarkan
anaknya setelah apa
yang diajarkan di

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


19
tempat terapi.
Informan kedua
Awal mulanya,
anaknya hiperaktif
sehingga jika diberi
tahu akan sesuatu pasti
tidak fokus. Anak
tersebut hanya fokus
jika ada mainan yang
dia suka. Namun
setelah mengikuti terapi
di PLA, anak tersebut
sudah mau berbicara
dan berinteraksi dengan
orang lain, walaupun
harus difokuskan pada
hal yang dituju.
Informan
ketiga awalnya anak
informan sudah dapat
berbicara dan sudah
dapat berjalan. Namun,
lama- kelamaan
perkembangannya
mulai menurun karena
lama menunggu saat
mengikuti terapi di luar
kota. Setelah itu,
infoman memindahkan
tempat terapis anaknya
yaitu di PLA. Setelah
di PLA, sudah mulai
bisa berbicara kembali
walaupun baru sepatah
kata. Selain itu, untuk
berinteraksi dengan
orang lain, anak
tersebut belum mau
dikarenakan dahulu
pernah dinakali oleh
teman sebayanya.
Informan
keempat awal mulanya
anak informan hanya
bisa menunjuk saat
meminta barang, serta
belum dapat berbicara
sama sekali. Namun
setelah mengikuti terapi
di PLA, kurang lebih 7

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


20
bulan, lama-kelamaan
anak tersebut dapat
berkomunikasi dengan
baik walaupun baru
sepatah kata. Selain itu,
untuk berinteraksi
dengan lingkungan dan
dengan orang lain, anak
tersebut dapat
berinteraksi dengan
baik misalnya saat
melihat kambing, sudah
dapat mengatakan
bahwa itu kambing.
Dalam hal tersebut,
informan selalu
mengajarkan apa yang
diajarkan saat terapi,
jadi dapat
berkesinambungan
antara di rumah dan di
tempat terapi.

Link Jurnal : https://www.google.com/url?


sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwin1tm3w9XrAh
XHc30KHZh_DIMQFjABegQIBRAB&url=http%3A%2F%2Fjournals.ums.ac.id%2Findex.php
%2Findigenous%2Farticle%2Fdownload%2F5703%2F3791&usg=AOvVaw2ta7-
JJKwsFR3h2T_RTi6T

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


21
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Autisme suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang
secara klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang
dalam kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang
dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas,
perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan
(stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap
pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini
penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu
adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai faktor yang
berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan
pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan
perilaku pada penderita. Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak
mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak
terhadap dunia luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan
dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal – hal kecil yang bagi
orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik.
Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup
dengan normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

4.2. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya
bagi mahasiswa-mahasiswi keperawatan dapat memahami asuhan
keperawatan pada anak berkebutuhan khusus autisme dan bagi orang tua yang
memiliki anak autisme.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


22
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME
23
18
ISSN :2541450X (online) Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol. 2 No. 2 2017 4

DAFTAR PUSTAKA

Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta, 1995, Kesehatan Anak
Pedoman Bagi orang Tua, Arcan, Jakarta

Behrman, Kliegman, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakarta: EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan 2. Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika

Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi
1. DPP PPNI. Jakarta.

LAMPIRAN

STRATEGI PENGAJARAN INTERAKSI SOSIAL KEPADA ANAK AUTIS

Aisti Rahayu Kharisma Siwi1 Nisa Rachmah Nur Anganti2


1,2
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
1
aistikharismasiwi@gmail.com

Abstract. The purpose of this study is to understand the strategy of parents in teaching social
interaction in children with autism. This research used qualitative method by conducting case study
on 5 informants are 2 parents of autistic children, and one therapist from autistic children who are in
Service Center Autis, Sragen. Based on the results of research, analysis, and discussion there are
several strategies parents in teaching social interaction that imitate what is said by the informant,
paste writing on the desk, invite children to play outdoors, introduce children to parents’ friends when
a visit at home, trying to entrust the child to her grandmother if the informant goes out, imitating what
she sees like throwing garbage in her place, inviting children to play in the yard, taking her children's
walks in the wild, for example in the fields or in the garden, informants with children, trained to stay
focused on what the informants were instructing, to repeat what the informants taught, and to train
the discipline in their daily activities. The strategy is done so that children want to interact with
others.

Keywords: autism, social interaction, parenting strategies

Abstrak. Tujuan dari penelitian ini untuk memahami strategi orang tua dalam mengajarkan interaksi
sosial ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME
184
18
ISSN :2541450X (online) Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol. 2 No. 2 2017 5

pada anak penyandang autis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan malakukan studi
kasus pada 5 orang informan yaitu 2 orang tua dari anak autis, serta salah satu terapis dari anak
autis yang berada di Pusat Layanan Autis, Sragen. Berdasarkan hasil penelitian, analisis, serta
pembahasan terdapat beberapa strategi orang tua dalam mengajarkan interaksi sosial yaitu
menirukan apa yang diucapkan oleh informan, menempelkan tulisan di atas meja belajar, mengajak
anak untuk bermain di luar rumah, mengenalkan anak kepada teman orang tua jika bertamu di
rumah, mencoba untuk menitipkan anak pada neneknya jika informan ke luar rumah, menirukan apa
yang dia lihat misalnya membuang sampah di tempatnya, mengajak anak untuk bermain di halaman
rumah, mengajak jalan-jalan anaknya di alam bebas misalnya di sawah ataupun di kebun, tanya
jawab antara informan dengan anak, melatih untuk tetap fokus pada apa yang diperintahkan oleh
informan, mengulang-ulang apa yang diajarkan oleh informan, serta melatih disiplin dalam
melakukan kegiatan sehari-hari. Strategi tersebut dilakukan supaya anak mau berinteraksi dengan
orang lain.

Kata Kunci: autis, interaksi sosial, strategi pendampingan orang tua

PENDAHULUAN istri, tetapi juga sebagai penerus generasi yang


Kehadiran anak merupakan saat yang sangat diharapkan keluarga.
ditunggu-tunggu dan sangat menggembirakan Menurut Hidayah (2013) anak yang
bagi pasangan suami istri. Kehadirannya bukan terlahir sempurna merupakan harapan semua
saja mempererat tali cinta pasangan suami orang tua, mereka mendambakan memiliki
anak yang sehat, baik secara jasmani maupun
rohani, tetapi harapan itu

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


185
tidak selalu dapat terwujud. Kenyataannya perkiraan oleh lembaga penelitian
bahwa anak yang dimiliki berbeda dengan menunjukkan 1-2% per 500 hingga 1% per
anak-anak lain pada umumnya merupakan 100 anak-anak. The Center for Desease
salah satu hal yang harus diterima apa adanya. Control (CDC) telah melaporkan 2-6 per 1000
Walaupun anak tersebut tidak sama dengan anak-anak. Selama tahun 2000-2001 terdapat
anak-anak lain, orang tua wajib untuk lebih dari 15.000 anak-anak berusia 3-5 tahun
menjaganya sampai dewasa, sehingga dan lebih dari 78.000 anak-anak berusia 6-21
diperlukan peran penting bagi orang tua yang tahun di Amerika Serikat adalah autistik
memiliki anak yang berbeda dengan anak-anak sebagaimana didefinisikan dalam Individual
lain, misalnya dengan sering melakukan with Disabilities Education Act (IDEA).
komunikasi antar anggota keluarga, maupun Dalam penelitian Karningtyas,
masyarakat. Anak autistik ditinjau dari masa Wiendijarti, dan Prabowo (2009) cara yang
kemunculannya atau kejadiannya dapat terjadi tepat untuk anak autistik dalam menyesuaikan
sejak lahir yang disebut dengan autistik klasik diri dengan lingkungan sosial yaitu
dan sesudah lahir dimana anak hingga umur 1- menggunakan teori interaksionisme simbolik,
2 tahun menunjukkan perkembangannya yang yaitu dengan bahasa non verbal atau simbol-
normal. Tetapi pada masa selanjutnya simbol. Simbol-simbol yang menyatukan
menunjukkan perkembangan yang menurun interaksi antara anak-anak autis dengan
atau mundur. Hal ini disebut dengan autistik lingkungan sekitarnya dalam kaitannya dengan
regresi (Yuwono, 2009). penelitian ini adalah penggunaan bahasa
Menurut Puspitaningrum (2004) isyarat yang mencakup isyarat tangan dan
autistik klasik adalah adalah autisme yang gesture tubuh.
disebabkan kerusakan syaraf sejak lahir. Saat melakukan hubungan sosial
Kerusakan syaraf disebabkan oleh virus rubella dengan lingkungan sekitar anak autis tidak
(dalam kandungan) atau terkena logam berat mungkin sendirian. Pasti mereka akan
(merkuri dan timbal). Sedangkan autistik didampingi oleh orang terdekat, misalnya ayah,
regresif adalah autisme yang muncul saat anak ibu, kakak, adik, dsb. Muzaqi (2005)
berusia antara 12-24 bulan. Perkembangan menjelaskan bahwa pendampingan merupakan
anak sebelumnya relatif normal, namun setelah salah satu pola asuh yang bermakna
usia 2 tahun kemampuan anak menjadi pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam
merosot. kelompok yang lebih berkonotasi pada
Yuwono (2012) mengemukakan menguasai,
bahwa beberapa tahun yang lalu, terjadi mengendalikan, dan mengontrol. Pola asuh
perdebatan mengenai angka statistik yang sendiri merupakan pola pengasuhan yang
menunjukkan peningkatan jumlah anak yang berlaku dalam keluarga, interaksi antara orang
didiagnosis sebagai anak dengan gangguan tua dan anak selama mengadakan kegiatan
autistik. Sekitar 30 tahun yang lalu, angka pengasuhan (Tarmudji, 2002).
kejadian anak dengan gangguan autistik antara Adanya pendampingan atau seing
1-4 per 10.000 anak-anak. Setelah tahun 1990 disebut sebagai pola asuh akan mempermudah
jumlah anak-anak dengan gangguan autistik anak autis dalam melakukan interaksi sosial
meledak semakin besar. Dalam hal ini memang dengan lingkungan sekitarnya. Kesulitan yang
kesulitan untuk menemukan data statistik dialami orangtua untuk mengajarkan interaksi
secara akurat, tetapi angka kepada orang lain yaitu anak
tersebut belum bisa fokus terhadap lingkungan, METODE PENELITIAN
jika diajak berbicara masih melihat benda-
benda di sekitar lingkungan dan tidak melihat Penelitian kualitatif ini, peneliti
orang yang diajak berbicara. Selain itu, karena menggunakan studi kasus. Informan dalam
anak tersebut dianjurkan diet makanan penelitian ini diambil secara purposive
berbahan tepung, maka ibunya menghindari sampling, dengan kriteria yaitu orang tua yang
untuk memberikan makanan berbahan tepung, memiliki anak autis dan melakukan terapi di
namun karena anak tersebut mempunyai adik, PLA (Pusat Layanan Autis) Sragen. Disana
maka kadang kecolongan dalam melakukan terdapat 10 anak autis yang melakukan terapi,
pengawasan untuk tidak memberikan makanan peneliti melakukan penelitian pada 2 orang tua
berbahan tepung. (ayah ibu) dari anak autis, serta salah satu
Berdasarkan uraian tersebut maka terapis dari anak autis sebagai informan
penelitian ini dilakukan untuk menjawab pendukung. Penelitian dilakukan di Pusat
pertanyaan “Bagaimana strategi orang tua Layanan Autis, Sragen. Data mengenai
dalam mengajarkan interaksi sosial pada anak informan dapat dilihat di tabel.1 yaitu sebagai
penyandang autis?” berikut:

Tabel 1
Data informan

Informan Inisial Jenis Usia Status


ke kelamin
1 RWS Laki-laki 32 Informan utama / orangtua subyek
2 R Perempuan 29 Informan utama / orangtua subyek
3 S Laki-laki 56 Informan utama / orangtua subyek
4 SM Perempuan 29 Informan utama / orangtua subyek
5 WNH Laki-laki Informan pendukung / terapis anak autis

Pengambilan data dilakukan dengan interaksisosial kepada anak autis dan strategi
wawancara kepada kelima informan. orang tua dalam mendampingi anak autis saat
Wawancara dilakukan dengan menggunakan melakukan interaksi sosial panduan wawancara
guide wawancara yang disusun untuk dapat dilihat di tabel.
mengungkap bagaimana peran orang tua dalam 2. Wawancara dilaksanakan di ruang
mengajarkan konsultasi Pusat Layanan Autis, Sragen.

. Tabel 2
Panduan Wawancara
No Pertanyaan Sub Pertanyaan
1 Bahasa dan Komunikasi Apakah bapak tahu bahwa anak bapak lain dengan
anak-anak yang lain?
Bagaimana cara bapak untuk mengajarkan bahasa dan
komunikasi kepada anak tersebut?
Apa kesulitan yang bapak alami saat mengajarkan
berbahasa dan berkomunikasi kepada anak tersebut?
Dimana bapak mulai mengajarkan berbahasa dan
berkomunikasi kepada anak tersebut?
2 Hubungan dengan Orang Selain berkomunikasi dengan orang lain, bagaimana hubungan
Lain anak bapak dengan orang lain?
Dengan siapa anak bapak melakukan interaksi hubungan
dengan orang lain?
Dimana anak bapak melakukan hubungan interaksi dengan
orang lain?
Bagaimana cara bapak untuk mengajarkan anak tersebut
supaya tidak kesulitan dalam melakukan hubungan interaksi
dengan orang lain?
3 Hubungan dengan Selain dengan orang lain, apakah anak bapak melakukan
Lingkungan hubungan baik dengan lingkungan sekitar?
Sejak kapan anak bapak melakukan hubungan dengan
lingkungan sekitar?
Dimana biasanya anak bapak melakukannya? Bagaimana cara
pengajaran yang baik untuk melakukan hubungan dengan
lingkungan?
Mengapa bapak melakukan cara tersebut?
Bagaimana tanggapan anak bapak setelah diajarkan akan hal
tersebut?
4 Respon terhadap Dengan siapa anak bapak biasanya berbicara dengan orang
Rangsang Indera lain?
Dimana biasanya anak bapak berbicara dengan orang lain?
Apakah anak bapak selalu tanggap jika diajak berbicara
dengan orang lain?
Bagaimana cara bapak dalam mengajarkan agar anak tersebut
tanggap jika diajak berbicara dengan orang lain?
Apakah ada perubahan pada anak bapak setelah dilakukan
cara-cara seperti itu?
5 Kesenjangan Perilaku Dengan siapa biasanya anak bapak bermain di
lingkungan sekitar rumah?
Kapan biasanya anak bapak bermain di lingkungan sekitar
rumah?
Mengapa bapak melakukan hal tersebut dalam
menyikapi perbedaan?
Apakah ada perubahan pada anak setelah bapak melakukan hal
tersebut?

HASIL DAN PEMBAHASAN terapi tersebut jarang dilakukan. Anak


Berdasarkan wawancara yang informan hiperaktif, oleh karenanya susah
dilakukan diperoleh hasil bahwa informan dalam mengajarkan interaks sosial kepadanya.
pertama awal mulanya anak informan belum Namun, lama-kelamaan anak tersebut dapat
bisa berbicara sama sekali, padahal usianya berbicara dan berinteraksi dengan orang lain.
sudah lima tahun. Dia sudah dibawa terapi ke Orang tua selalu mengajarkan anaknya setelah
kota lain, namun karena antrian banyak dan apa yang diajarkan di tempat terapi. Informan
kurang efektif maka kedua
Awal mulanya, anaknya hiperaktif sehingga menirukan apa yang diucapkan olehnya,
jika diberi tahu akan sesuatu pasti tidak fokus. mengajarkan untuk membuang sampah setelah
Anak tersebut hanya fokus jika ada mainan selesai terapi, serta bermain kelompok dengan
yang dia suka. Namun setelah mengikuti terapi anak lain pada satu minggu sekali. Hal tersebut
di PLA, anak tersebut sudah mau berbicara dan efektif dilakukan oleh terapis, namun untuk hal
berinteraksi dengan orang lain, walaupun harus bermain kelompok, lama-kelamaan yang
difokuskan pada hal yang dituju. mengikuti tidak banyak dikarenakan rumah
Informan ketiga awalnya anak pasien yang terlalu jauh.
informan sudah dapat berbicara dan sudah Orang tua pastinya menghendaki
dapat berjalan. Namun, lama- kelamaan bahwa anaknya tidak berbeda dengan anak
perkembangannya mulai menurun karena lama yang lainnya, namun ternyata berbeda dengan
menunggu saat mengikuti terapi di luar kota. anak lainnya. Orang tua dalam penelitian ini
Setelah itu, infoman memindahkan tempat menghendaki bahwa anaknya dapat sembuh
terapis anaknya yaitu di PLA. Setelah di PLA, total, namun harus rutin dalam melakukan
sudah mulai bisa berbicara kembali walaupun terapi.
baru sepatah kata. Selain itu, untuk berinteraksi Strategi yang dilakukan oleh orang tua
dengan orang lain, anak tersebut belum mau hampir sama, yaitu mendampingi anak saat
dikarenakan dahulu pernah dinakali oleh teman terapi, memfokuskan anak akan hal- hal
sebayanya. tertentu, serta melakukan apa yang disarankan
Informan keempat awal mulanya anak oleh terapis. Selain itu mereka juga akan selalu
informan hanya bisa menunjuk saat meminta mengawasi mereka dari kejauhan, misalnya
barang, serta belum dapat berbicara sama saat bermain dengan teman sebayanya. Orang
sekali. Namun setelah mengikuti terapi di tua merasa khawatir jika anaknya suatu saat
PLA, kurang lebih 7 bulan, lama-kelamaan akan berbuat apa yang tidak diinginkan
anak tersebut dapat berkomunikasi dengan baik olehnya, maka dari itu sesekali orang tua
walaupun baru sepatah kata. Selain itu, untuk menasehati anaknya dengan pelan-pelan, satu
berinteraksi dengan lingkungan dan dengan atau dua kata. Salah satu yang diinginkan oleh
orang lain, anak tersebut dapat berinteraksi orang tua kepada anaknya yaitu dapat
dengan baik misalnya saat melihat kambing, berinteraksi sosial dengan baik. Interaksi sosial
sudah dapat mengatakan bahwa itu kambing. sendiri dapat memudahkan anak dalam
Dalam hal tersebut, informan selalu memahami lingkungan sekitar.
mengajarkan apa yang diajarkan saat terapi, Menurut Walgito (2003) interaksi
jadi dapat berkesinambungan antara di rumah sosial ialah hubungan antara individu satu
dan di tempat terapi. dengan individu yang lain, individu satu dapat
Informan pendukung, terapis mempengaruhi individu yang lain atau
mengajarkan strategi interaksi sosial kepada sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan
anak autis dengan metode yang sama namun yang saling timbal balik. Penulis memaparkan
cara yang berbeda sesuai dengan tingkat bahwa terdapat beberapa tipe strategi interaksi
keparahan anak tersebut. Biasanya, terapis sosial yang dilakukan oleh beberapa informan.
mengajarkan cara menirukan, melihat, serta Berdasarkan hasil penelitian, ada
bermain bersama teman-teman yang lain. Cara beberapa strategi interaksi sosial yang
yang dilakukan oleh terapis misalnya dilakukan oleh beberapa informan. Yaitu
Informan 1 (R.W.S.) pada aspek bahasa
dan komunikasi, informan mengajarkan untuk kegiatan sehari-hari. Hal tersebut dilakukan
menirukan apa yang diucapkan oleh informan. oleh informan karena informan menginginkan
Pada aspek hubungan dengan orang lain, bahwa anak tersebut dapat fokus jika diajak
informan menggunakan strategi mengenalkan berbicara dengan orang lain, selain itu
ataupun mengajak bermain dengan teman di informan berharap bahwa anaknya tidak
sekitar rumah saat anak tersebut bermain berbeda lagi dengan anak yang lainnya.
dengan teman-temannya. Pada aspek hubungan Informan ketiga pada aspek bahasa dan
dengan lingkungan, informan komunikasi, informan menggunakan strategi
menggunakan strategi menirukan apa yang menirukan apa yang diucapkan oleh informan
dilakukan oleh informan, misalnya dengan serta menempelkan huruf pada dinding yang
membuang sampah pada tempatnya. Pada sering dilihat oleh anaknya. Pada aspek
aspek respon terhadap rangsang indera, hubungan dengan orang lain, informan
informan menggunakan strategi menirukan apa menggunakan strategi mengenalkan anaknya
yang diucapkan oleh informan. Pada aspek dengan teman informan saat berkunjung ke
kesenjangan perilaku, informan menggunakan rumah. Pada aspek hubungan dengan
strategi melatih anaknya untuk tetap fokus lingkungan, informan menggunakan strategi
serta disiplin dalam berbagai hal misalnya mengajak anaknya untuk bermain di halam
dalam belajar. Hal tersebut dilakukan oelh rumah, walaupun anak tersebut belum mau
informan karena informan menginginkan untuk bermain dengan teman-temannya,
bahwa anak tersebut dapat fokus jika diajak setidaknya dia sudah mau melihat dari dalam
berbicara dengan orang lain, selain itu rumah. Pada aspek respon terhadap rangsang
informan berharap bahwa anaknya tidak indera, informan mengajarkan untuk bertanya
berbeda lagi dengan anak yang lainnya. kepada anaknya yang kemudian anak tersebut
Informan kedua pada aspek bahasa dan menjawab pertanyaan informan. Pada aspek
komunikasi, informan menggunakan strategi kesenjangan perilaku, informan menggunakan
mengajarkan serta menempelkan tulisan pada strategi mengulang-ulang apa yang dia ajarkan.
meja belajar anaknya. Pada aspek hubungan Hal tersebut dilakukan oleh informan karena
dengan orang lain, informan menggunakan informan menghendaki bahwa besok anak
strategi mengenalkan anak dengan lingkungan tersebut dapat mandiri serta sembuh, tidak
bermain di sekitar rumah dengan cara bergantung pada orang lain jika ia sudah
mengajarkan berbicara dengan orang lain. Pada dewasa nanti.
aspek hubungan dengan Informan keempat strategi yang
lingkungan, informan digunakan pada aspek bahasa dan komunikasi
menggunakan strategi menirukan apa yang yaitu dengan menempelkan huruf pada meja
dilakukan olehnya misalkan membuang belajarnya anak serta mengajarkan untuk
sampah pada tempatnya. Pada aspek respon berbicara kepada anak tersebut. Pada aspek
terhadap rangsang indera, informan hubungan dengan orang lain, informan
menggunakan strategi menirukan apa yang menggunakan strategi mencoba untuk
diucapkan oleh informan. Pada aspek menitipkan anak tersebut kepada neneknya jika
kesenjangan perilaku, informan menggunakan informan keluar, supaya anak tersebut mau
strategi melatih anak tersebut agar tetap fokus dengan orang lain. Pada aspek hubungan
seta disiplin dalam belajar maupun dengan lingkungan, informan menggunakan
strategi mengajak jalan-jalan anaknya di alam beliau ajar bisa sembuh walaupun tidak
bebas seperti di sawah dan jalan. Pada aspek sembuh total.
respon terhadap rangsang indera, informan Informan pendukung berharap apa
menggunakan strategi bertanya kepada yang diajarkan di PLA dapat juga diajarkan di
anaknya dan anak tersebut rumah, sehingga pada pertemuan berikutnya
kemudian menjawab pertanyaan informan. beliau hanya sedikit mengulas pelajaran yang
Pada aspek kesenjangan perilaku, kemarin serta dapat berkesinambungan antara
informan menggunakan strategi mengulang- pengajaran terapis di PLA dan pengajaran oleh
ulang apa yang diajarkan oleh informan orang tuanya di rumah. Saat semua strategi
misalnya berbicara. Hal diatas dipaparkan oleh dilakukan oleh informan, ternyata anak mereka
informan karena menurut infroman efektif, mengalami perubahan. Perubahan yang dialami
karena dilakukan setiap hari dan anak tersebut berbeda-beda. Pada informan
lama-kelamaan terdapat satu dan dua, anaknya sudah dapat berbicara
berubahan pada anaknya. Informan juga dan menanggapi perkataan orang lain, selain
menginginkan bahwa anaknya sembuh dan itu saat berinteraksi dengan orang yang belum
dapat melebihi anak-anak yang lain dalam hal dia kenal, anak tersebut sudah mau berbicara.
tertentu, misalkan di pendidikan. Pada informan ketiga, anaknya sudah bisa
Pada informan pendukung, di aspek berbicara namun baru dengan keluarganya, jika
bahasa dan komunikasi, menggunakan strategi ada teman yang bermain di rumahnya, anak
mengenalkan huruf dan angka pada buku yang tersebut belum mau untuk melakukan interaksi
disediakan oleh PLA dan mengajarkan sosial. Pada informan keempat, anaknya sudah
membaca huruf tersebut. Pada aspek hubungan mau berkomunikasi namun baru sepatah atau
dengan orang lain, informan menggunakan dua patah kata, sedangkan jika bertemu dengan
strategi bermain kelompok dengan anak autis orang yang belum dia kenal, anak tersebut
lainnya yang diadakan setiap satu minggu belum mau untuk berbicara dengannya.
sekali di PLA. Pada aspek hubungan dengan Salah satu bentuk dalam melakukan
lingkungan, menggunakan strategi menirukan interaksi yang baik yaitu membangun atensi
apa yang dilakukan olehnya misalkan bersama. Atensi bersama adalah kemampuan
membuang sampah setelah selesai melakukan untuk berhubungan dengan orang lain secara
terapi. Pada aspek respon terhadap rangsang verbal maupun tidak, di sekitar pengalaman,
indera, menggunakan strategi tanya jawab objek atau kejadian yang dimiliki bersama.
antar informan dan anak autis, namun Orang tua dapat membangun atensi bersama
pertanyaan yang diajukan sesuai keparahan dan memampukan anak berinteraksi dengan
autis yang dialami anak tersebut. Pada aspek baik misalnya dengan cara membuat kelompok
kesenjangan perilaku, menggunakan strategi teman sebaya yang mendukung dalam
mengulang-ulang apa yang diajarkan olehnya berinteraksi (Sastry & Aguirre, 2014).
supaya anak tersebut tidak memiliki
kesenjangan perilaku dengan teman-teman
yang lainnya. Hal tersebut dilakukan oleh
terapis karena beliau menginginkan bahwa
anak yang
SIMPULAN pada menggunakan strategi melatih untuk tetap
Berdasarkan hasil penelitian, analisis fokus pada apa yang diperintahkan oleh
terdapat beberapa strategi pendampingan orang informan mengulang-ulang apa yang diajarkan
tua dalam mengajarkan interaksi sosial kepada oleh informan, serta mengulang- ulang apa
anak autis yaitu strategi yang dilakukan oleh yang diajarkan oleh informan serta melatih
orang tua pada aspek bahasa dan komunikasi disiplin dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
yaitu menggunakan strategi menirukan apa Strategi tersebut dilakukan oleh orang tua
yang diucapkan oleh informan serta supaya anak mereka mau berinteraksi dengan
menempelkan tulisan di atas meja belajar. orang lain.
Strategi yang dilakukan oleh orang tua Berdasarkan penelitian maka saran
pada aspek hubungan dengan orang lain yang dapat diberikan oleh peneliti yaitu
menggunakan strategi mengajak anak untuk orangtua dapat menggunakan strategi yang
bermain di luar rumah, mengenalkan anak dapat dilakukan dan mudah dipahami oleh
kepada teman orang tua jika bertamu di rumah, anaknya misalkan dengan menempel huruf
serta menggunakan strategi mencoba untuk atau gambar di dinding kamar tidurnya, supaya
menitipkan anak pada neneknya jika informan saat anak bangun tidur dapat langsung melihat
ke luar rumah. dan tahu akan nama huruf dan gambar.
Strategi yang dilakukan oleh orang tua Mengajarkan untuk melakukan interaksi di luar
pada aspek hubungan dengan lingkungan yaitu rumah, misalnya dengan teman sebaya atau
menggunakan strategi menirukan apa yang dia tetangga sekitar agar anak tersebut tidak takut
lihat misalnya membuang sampah di akan dunia luar. Mengajarkan disiplin pada
tempatnya, mengajak anak untuk bermain di anak misalkan dibuat jadwal dari jam dia
halaman rumah, serta mengajak jalan-jalan bangun sampai tidur kembali supaya anak
anaknya di alam bebas misalnya di sawah tersebut dapat terbiasa. Selain orang tua, di
ataupun di kebun. Pusat Layanan Autis sebaiknya, pada dinding
Strategi yang dilakukan oleh orang tua atau meja untuk terapi anak dibuatkan
pada aspek respon terhadap rangsang indera tempelan yang berupa tulisan atau gambar
yaitu, pada menggunkan strategi tanya jawab supaya anak lebih cepat tanggap dalam
antara informan dengan anak. Strategi yang berbicara. Mengaktifkan kembali terapi
dilakukan oleh orang tua pada aspek kelompok yang selama ini belum dilakukan
kesenjangan sosial yaitu, secara rutin setiap satu minggu sekali.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayah, N. (2013). Kebermaknaan hidup orang tua yang memiliki anak autis (Skripsi, UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta). Diunduh dari http://digilib.uin-suka.ac.id/12434.

Karningtyas, M. A., Wiendijarti, I., Prabowo, A. (2009). Pola komunikasi interpersonal anak autis di
sekolah autisme fajar nugraha yogyakarta. Jurnal Ilmu Komunikasi, 7(120), 120-129.
23
ISSN :2541450X (online) Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol. 2 No. 2 2017

Muzaqi, M. (2005). Pengaruh pendampingan tutor terhadap motivasi belajar warga


belajar PKBM taman belajar kecamatan Kenjeran Surabaya (Tesis,
Universitas Airlangga, Surabaya). Diunduh dari
http://www.damandiri.or.id/file/muzaquiunair

Puspitaningrum, D. (2004). Peran keluarga pada penanganan individu autistic


spectrum disorder. Diunduh dari http://puterakembara.org/
rm/peran_ortu.htm

Sastry, A. & Aguirre, B. (2014). Parenting anak dengan autisme: Solusi, strategi,
dan saran praktis untuk membantu keluarga anda. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Tarmudji, T. (2002). Hubungan pola asuh orang tua dengan agresivitas remaja.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 8(37), 504-519.

Walgito, B. (2003). Psikologi sosial suatu pengantar. Yogyakarta: Andi.

Yuwono, J. (2012). Memahami anak autis: Kajian teoritis dan empirik. Bandung:
Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai