KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinya
penulis dapat menyelesaikan refarat yang berjudul “Autisme”
Besar harapan penulis agar refarat ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca serta dapat memberikan suatu pengetahuan baru bagi mahasiswa untuk
meningkatkan keilmuannya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………….1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..….3
1.1.Latar Belakang…………………………………………….…...…3
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………...…..5
2.1.Definisi……………………………………………………………5
22.Epidemiologi ……………………………………………………...6
2.3.Etiologi……………………………………………….…...............7
2.4.Gambaran Klinis………………………………………………….12
2.5.Diagnosa………………………………………………………….19
2.6.Penanganan……………………………………………………….22
2.7.Pencegahan……………………………………………………….25
2.8.Prognosis…………………………………………………………28
BAB III PENUTUP………………………………………………………….29
3.1.Kesimpulan……………………………………………………....29
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….30
BAB I
VANDET JAYA ATMAJAYA (0131044) Page 2
KKS ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD.DR.R.M.DJOELHAM BINJAI
AUTISME
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai
dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. 4
Kata autisme saat ini sering kali diperbincangkan , dan angka kejadian
anak autisme masih terus meningkat diseluruh dunia. Saat ini sering timbul
kekuatiran para orang tua jika anak terlambat bicara atau bertingkah laku.Banyak
penyandang autisme terutama yang ringan masih tidak terdeteksi dan bahkan
sering mendapatkan diagnosa yang salah , atau bahkan terjadi overdiagnosis . hal
tersebut tentu saja sangat merugikan anak. 6
Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu diketahui bahwa gejala
autisme bersifat individual, berbeda satu dengan lainnya meskipun sama-sama
dianggap sebagai low functioning atau dianggap sebagai high functioning.
Membutuhkan kesabaran untuk menghadapinya dan konsistensi untuk dalam
penanganannya sehingga perlu disadari bahwa bahwa fenomena ini adalah suatu
perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada ketidakmampuan anak tetapi juga
perlu menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada pada diri anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Defenisi
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat
masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan social atau
komunikasi yang normal . Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain
dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif.1
2.2.Epidemiologi
Autisme dapat terjadi pada siapa saja, tanpa membedakan warna kulit,
status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang.
ada data yang akurat oleh karena belum ada pusat registrasi untuk autisme.
Namun diperkirakan angka di Indonesia pun mendekati angka di atas. 5
2.3.Etiologi
Hingga saat ini penyebab autisme belum diketahui secara pasti. Saat ini
para ahli terus mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya
sehingga mereka pun dapat menemukan obat yang tepat untuk mengatasi
fenomena ini. 1
Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori penyebab
autris yang telah berkembang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang membuat
resiko anak menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut tentunya
dapat dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi sejak dini
pada anak yang beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan
dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia
bayi.4
a. Periode Kehamilan
Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang
mempengaruhinya. Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem
susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada periode ini, sehingga segala
sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat berpengaruh.
Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan
dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme.
Beberapa keadaan ibu dan bayi dalam kandungan yang harus lebih
diwaspadai dapat berkembang jadi autism adalah infeksi selama persalinan
terutama infeksi virus. Peradarahan selama kehamilan harus diperhatikan
VANDET JAYA ATMAJAYA (0131044) Page 9
KKS ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD.DR.R.M.DJOELHAM BINJAI
AUTISME
2.4.Gambaran Klinis
Gejala autisme mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia 3 tahun ,
secara umum gejala paling jelas terlihat antara umur 2 – 5 tahun. Pada beberapa
kasus aneh gejala terlihat pada masa sekolah.6
Anak dengan autisme dapat tampak normal pada tahun pertama maupun
tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya
keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika
bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat
menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-
rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman,
rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau
jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat
ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang
lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu
yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain
yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa
hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-
respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima,
misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan
tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Adanya kelima lampu merah di atas tidak berarti bahwa anak tersebut
menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat
beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner
yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan
profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.1
Bila jawaban anda TIDAK pada 2 pertanyaan atau lebih, maka anda
sebaiknya berkonsultasi dengan profesional yang ahli dalam perkembangan anak
dan mendalami bidang autisme.5
2.5.Diagnosa
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi
bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara
behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka
beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan
untuk mendiagnosa autisme:1
Skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler
di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat
menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya
dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan,
kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
Adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan
pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan
komunikasi dan sosial mereka
Tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh
Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak,
yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.
2.6.Penanganan
Terapi yang tepat untuk anak autis sangat bersifat individual. Untuk itu
dibutuhkan seorang yang ahli dalam terapi autis untuk mengenali dan memberikan
apa yang dibutuhkan oleh sang anak agar dapat tumbuh berkembang secara baik.
Salah satu terapi yang digunakan adalah dengan meningkatkan kemampuan untuk
berbagi (sharing) sehingga dapat mendorong mereka untuk lebih berinteraksi
dengan lingkungannya.7
Bagaimanapun juga para ahli sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak
awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun keterlambatan yang secara
umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-
persolan perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi
Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan Applied
Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.1
Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua,
maka sangat penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat
meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan
autisme. Sangat disayangkan masih minim data ilmiah yang mampu mendukung
berbagai jenis terapi yang dapat dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta
menyebutkan bahwa sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme.
Sangat banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan
gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang ada
didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh terkontrol.
Sangat tidak mungkin mengontrol semua variabel yang ada sehingga data yang
dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak
akurat.1
Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus
disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya
dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara
multidisiplin ilmu. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan
pilihan-pilihan terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini. Tidak ada jaminan
apakah terapi yang dipilih oleh orang tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan
berjalan efektif. Namun demikian, tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan
secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau kemajuan yang nyata selama 3
bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan arahan yang diberikan
harus dilaksanakan oleh orang tua secara konsisten. Bila terlihat kemajuan yang
signifikan selama 3 bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan.
Tetap bersikap obyektif dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-
perubahan perilaku lainnya.1
2.7.Pencegahan
Tindakan pencegahan adalah yang paling utama dalam menghindari resiko
terjadinya gangguan atau gangguan pada organ tubuh kita. Berbeda dengan
kelainan autis, karena teori penyebab dan faktor resiko masih belum jelas maka
VANDET JAYA ATMAJAYA (0131044) Page 24
KKS ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD.DR.R.M.DJOELHAM BINJAI
AUTISME
strategi pencegahan mungkin tidak bisa dilakukan secara optimal. Dalam kondisi
seperti ini upaya pencegahan tampaknya hanya bertujuan agar gangguan perilaku
yang terjadi tidak semakin parah bukan untuk mencegah terjadinya autis. Upaya
pencegahan tersebut berdasarkan teori penyebab ataupun penelitian faktor resiko
autis.
Selanjutnya kita harus mengamati secara cermat tanda dan gejala autisme
sejak usia 0 bulan. Bila didapatkan gejala autisme pada usia dini, kalau
perlu dilakukan intervensi sejak dini dalam hal pencegahan dan
pengobatan.4
2.8.Prognosis
Bila gejala autisme dapat dideteksi sejak dini dan kemudian dilakukan
penanganan yang tepat dan intensif, kita dapat membantu anak autis untuk
berkembang secara optimal. Penderita autis sebagian dapat sembuh dengan
beberapa kondisi, yaitu: ditangani & terapi sejak dini; masih dalam spektrum
ringan; mengeluarkan racun atau logam berat dalam tubuh penderita (detoxinasi).
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
1. Anak autis tidak gila & tidak kerasukan setan jadi penanganan harus
dilakukan secara medis & teratur.
2. Perlu pemahaman & pengetahuan tentang autis & ditunjang oleh
kesabaran & rasa kasih sayang dalam keluarga penderita.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme
2. http://dewo.wordpress.com/2006/01/17/anak-autis/
3. http://obatpropolis.com/tag/ciri-ciri-autisme
4. http://puterakembara.org/archives10/00000056.shtml
5. http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/apa-itu-autisme
VANDET JAYA ATMAJAYA (0131044) Page 29
KKS ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD.DR.R.M.DJOELHAM BINJAI
AUTISME
6. http://www.infoibu.com/mod.php?
mod=publisher&op=viewarticle&artid=67
7. http://www.resep.web.id/kesehatan/gangguan-autis-pada-anak.htm