Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN ANAK II

(Asuhan Keperawatan Pada Anak Autis Dan Dampaknya Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Dasar Manusia Dalam Kontex Keluarga)

Dosen Pembimbing:

Yendrizal jafri S.Kp M.Biomed

Disusun Oleh:

Ilma Wati

Siti Andriyani

Yunita Indah

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes PERINTIS-PADANG
2017/2018
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat & hidayahnya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan anak II yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Anak Autis Dan Dampaknya Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Manusia Dalam Konteks Keluarga”.

Terimakasih kepada tim yang berkontribusi dalam pembuatan makalah ini,


sehingga tersusun dengan baik beserta bapak Yendrizal Jafri S.Kp M.Biomed selaku
dosen mata ajar keperawatan anak II yang telah menyerahkan kepercayaan kepada
kami guna menyelesaikan makalah ini dan juga siap membimbing dan meluruskan
kekeliruan dalam pembuatan makalah.

Kami berharap makalah ini bisa berguna untuk meningkatkan pengetahuan


sekaligus wawasan terkait konsep dan asuhan keperawatan pada anak autistik. Kami
juga menyadari makalah ini banyak ditemukan kekurangan maka dari itu kami menanti
kritik dan saran untuk memperbaiki isi dan susunan makalah ini.

Bukittinggi, 12 februari 2018

Kelompok 6
Daftar Isi

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................................................................................ii

A. BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang..............................................................................................................................................1
2. Tujuan penulisan.........................................................................................................................................1
B. BAB II PEMBAHASAN
1. Laporan pendahuluan autisik
a. Pengertian......................................................................................................................................2
b. Etiologi.............................................................................................................................................2
c. Menifestasi
klinis.........................................................................................................................3
d. Pathofisiologi................................................................................................................................4
e. WOC...................................................................................................................................................
5
f. Penatalaksanaan..........................................................................................................................6
g. Dampak autistik dalam pemenuhan kebutuhan manusia dalam kontex
keluarga...........................................................................................................................................7
2. Asuhan keperawatan teoritis pada anak autis
a. Pengkajian......................................................................................................................................8
b. Diagnosa.......................................................................................................................................11
c. Intervensi.....................................................................................................................................11
3. Asuhan keperawatan pada anak autis
a. Kasus fiktif...................................................................................................................................13
b. Pengkajian...................................................................................................................................13
c. Rumusan diagnosa.................................................................................................................. 14
d. Intervensi.....................................................................................................................................14
e. Implementasi..............................................................................................................................1
5
f. Evaluasi.........................................................................................................................................15
C. BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan.................................................................................................................................18
b. Daftar
pustaka............................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gangguan autistik adalah gangguan perkembangan pervasif yang paling dikenal
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan, gejalanya biasa
muncul dan disadari oleh orang tua saat anak berusia 3 tahun. Kondisi ini ditandai
dengan pola perilaku yang menunjukkan gangguan pada rentang area perkembangan
tetapi paling umum mencakup hambatan komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan
autistik dibedakan dari gangguan perkembangan pervasif lain, skizofrenia pada masa
kanak-kanak, buta, tuli, mutisme selektif dan gangguan bahasa lain berdasarkan
karakteristik dan pola defisit perkembangan gangguan ini.
Secara substansial pada beberapa kasus, autisme cenderung memburuk ketika
anak mulai belajar bahasa dan mulai menggunakan bahasa untuk berkomunikasi
dengan orang lain. Jika perilakunya memburuk saat remaja, hal ini mungkin
menggambarkan efek perubahan hormonal atau kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
sosial kompleks yang terus meningkat. Sifat autistik pada anak berlangsung hingga usia
remaja, dan sebagian besar individu yang mengalami autisme tetap bergantung pada
orang lain sampai beberapa tingkat. Orang dewasa yang mengalami autisme dipandang
sebagai orang yang aneh, mereka mungkin didiagnosa mengalami gangguan obsesif-
komplesif, gangguan kepribadian skizoid, atau reterdasi mental.

B. Tujuan penulisan
a. Mahasiswa menguasai tentang konsep autistik pada anak
b. Mahasiwa memahami asuhan keperawatan teoritis yang akan diberikan pada
anak autistik.
c. Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada anak autis dan memberi
edukasi pada keluarga dalam menghadapi anak dengan autis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Autisme
1. Pengertian
Autisme diambil dari bahasa yunani “Autos” yang berarti diri sendiri dan “Isme”
yang berarti suatu aliran, sehingga disimpulkan autisme adalah suatu faham yang
tertarik hanya pada dunia nya sendiri.
Autisme adalah kelainan neuropsikistrik yang menyebabkan kurangnya
kemampuan berineraksi social & komunikasi, minat yang terbatas, perilaku tidak
wajar dan adanya gerakan stereotipik, dimana kelainan ini muncu sebelum anak
berusia 3 tahun (Teramiharja J.2007)
Autis adalah gangguan yang timbul akibat abnormalitas fungsi otak yang secara
biologis berdasar dan muncul akibat kombinasi kerentanan genetik dan pemicu di
lingkungan (Blackwell & Niederhauser,2003)
Gangguan autis dideskripsikan “mengalami ketidakmampuan untuk mengaitkan diri
mereka dalam cara biasa dengan orang lain dan situasi dari awal kehidupan
(kanner,1972)
Gangguan autistik merupakan ketunadayaan perkembangan ketiga tesering dan
terjadi empat kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan.

2. Etiologi
Penyebab pasti autisme masih sukar disimpulkan tetapi faktor pencetus gangguan
autisme adalah:
Faktor predisposisi
a. Faktor neurologis : gangguan neurologis pada susunan saraf pusat (otak)
biasanya gangguan ini terjadi 3 bulan pertama masa kehamilan akibat
cedera saat masa kehamilan, stress, nutrisi yang tidak adekuat sehingga
ertumbuhan sel dibeberapa tempat tidak sempurna (maulana,2007)
b. Masalah genetik : mutasi genetik dikarenakan kelainan gena tunggal
(misalnya: kesalahan metabolisme bawaan, gangguan neurokutan) kelainan
kromosom (misalnya: gangguan terkait-X, translokasi, X fragile) sindrom
poligenik familial.
c. Gangguan embrio awal : gangguan kromosom (misalnya : trisomi, mosaiks).
Infeksi (misalnya : sitomegalovirus, rubella, toksoplasmosis, virus
imunodefisiensi manusia). Teratogens (misalnya : alkohol dan radiasi).
Disfungsi plasenta. Malformasi sistem saraf central kongenital (idiopatik)
d. Gangguan otak janin : toksin (misalnya : alkohol, kokain, timah hitam,
fenilketoniuria pada ibu). Malnutrisi pada ibu.
e. Kesukaran perinatal : prematuritas ekstrim, jejas hipoksik-iskemik,
perdarahan intrakranium, gangguan metabolik (misalnya : hipoglikemia,
hiperbilirubinemia), infeksi (misalnya : herpes simplex, meningitis bakteria)
f. Gangguan otak pasca lahir : trauma (jejas kepala saat lahir), asfiksia
(misalnya : apnea lama,tercekik). Perdarahan intrakranium. Malnutrisi
g. Gengguan lingkungan : kemiskinan dan disorganisasi keluarga. Disfungsi
interaksi penyedia perawatan. Psikopatologi orangtua. Orang tua yang
menyalahgunakan obat-obatan.

3. Manifestasi klinis
Gejala neurologis dan medis terkait juga muncul jika gangguan autistik menyertai
kondisi lain, seperti ensefalitis, feniketonuria, sindrom X rapuh, skeleosis tuberosa,
kejang dan abnormalitas EEG sering ditemukan walaupun kejang tidak terjadi
(APA,2000;Walz,2000)
Gangguan autistik umumnya diidentifikasi dan didiagnosis pada 3 tahun pertama
kehidupan. Adapun tanda dan gejala gangguan autistik, menurut (Yeargin-allsoff et
al, 2003) :
a. Kelambatan dalam perkembangan bahasa
b. Ketidakmampuan anak untuk berhubungan dengan orang lain/interaksi
sosial. Anak tampak menyendiri (isolasi sosial)
c. Anak tidak berespon terhadap isyarat lingkungan (senyuman,marah dll)
serta tidak menyadari kontak mata
d. Anak menghindari kontak fisik yang dekat (seperti pelukan dan pangkuan)
e. Anak tidak menyukai perilaku soliter
f. Anak tidak dapat melakukan atau terlibat dalam permainan imajinatif dan
spontan
g. Anak menunjukkan perlekatan kuat dengan benda mati daripada manusia
h. Tingkat aktivitas yang over aktif hingga sangat pasif dan menunjukkan
respon yang berlebihan terhadap obyek atau seseorang
i. Anak menunjukkan gerakan tubuh atau perilaku repetitif atau stereotip
(seperti menggoyang-goyangkan tubuh, menjentikkan jari, menatap lekat
tangan, dan ketertarikan terhadap organ tertentu)
j. Defisit komunikasi verbal dan non-verbal dan ketidakmampuan memahami
komunikasi verbal & non-verbal.
k. Ekolalia, yaitu mengulangi kata-kata atau frasa berkali-kali “banyak omong”
l. Anak mengalami kesulitan mengintegraskan fungsi ognitif.
m. Memiliki intelegensi normal atau diatas normal. Tetapi hampir 79-80%
memiliki IQ yang rendah.
n. Pada beberapa kasus anak dapat melakukan perilaku mencederai diri
(seperti membenturkan kepala, mengigit bagian tubuh, dll
4. Pathofisiologi
Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia
kandungan 3-7 bulan. Pada trisemester ke 3 pembentukan sel saraf berhenti dan
dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak
berusia 2 tahun. Namun setelah anak lahir terjadi proses pengaturan pertumbuhan
otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps.
Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal
sebagai growth factors dan proses belajar anak. Semangkin banyak sinaps yang
terbentuk anak semangkin cerdas melalui stimulus dari lingkungan. Sedangkan
bagian otak yang tidak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson,
dendrit dan sinaps. Kelainan genetik, keracunan logam berat dan nutrisi yang tidak
adekuat mengakibatkan gangguan hal tersebut. Sehingga anak mengalami
abnormalis pertumbuhan sel dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan
neurotrophin-4, vasoactiv intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide yang
merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur pertambahan
sel saraf, migrasi, diferensial, pertumbuhan dan perkembangan jalinan sel saraf.
Braing growth factor sangat penting bagi pertumbuhan otak, peningkatan
neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada
daerah tertentu sehingga otak tumbuh dan mati secara tak beraturan dan
berkurangnya sel purkinye di otak kecil sehingga merangsang pertumbuhan akson
dan mielin mengakibatkan sel purkinye megalami kematian. Ganggguan pada sel
purkinye dapat terjadi secara primer dan skunder. Apabila disebabkan faktor
genetik maka disebut gangguan sel purkinye primer jika disebabkan faktor
kehamilan (misal: ibu meminum alkohol/obat-obatan) maka disebut sekunder.
Gangguan pada otak kecil mengakibatkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan
memproses persepsi, membedakan target, over selektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi di otak
besar bagian depan (lobus frontal) sehingga kurang sel neuro hipocampus dan
amigdala mengakibatkan anak tidak mau kontak sosial, menarik diri, menunjukkan
gerakan stereotipik dan hipersensitivitas serta gangguan kognitif.
5. WOC
Pathofisiologi autistik

Partus lama Genetik Keracunan Pemakaian


logam antibiotik
berlebihan
Neutropin
Gangguan
dan
nutrisi dan Infeksi jamur
neuropeptida
oksigenasi

Gangguan Kerusakan pada


Kebocoran
pada otak sel purkinye dan
usus dan
hippocampus
tidak
Abnormalitas sempurna
pertumbuhan pencernaan
Gangguan
sel syaraf kasein dan
keseimbangan
lutein
serotonin dan
dopamin
Peningkatan
Protein
neurokimia
terpecah
secara Gangguan
sampai
abnormal otak kecil.
polipeptida

Growth Reaksi
without Kasein dan
atensi lebih
guidance gluten
lambat
terserap
kedalam
darah
AUTIS
Gangguan Menimbulkan
komunikasi Gangguan PERUBAHAN Gangguan efek morfin
Gangguan
interaksi INTERAKSI persepsi pada otak
perilaku
Keterlambatan sosial SOSIAL sensori
dalam
berbahasa Acuh Hiperaktif PERUBAHAN
Tidak PERSEPSI
terhadap Prilaku respon
lingkungan stereotip SENSORI
GANGGUAN terhadap
dan orang isyarat
KOMUNIKASI
lain
VERBAL DAN
NON-VERBAL
Menghindari Agresif pada Sensitive
kontak fisik obyek/benda pada
dengan orang mati cahaya dan
6. Penatalaksanaan
lain suara

Penatalaksanaan autisme bukan untuk menyembuhkan atau gangguan tidak dapat


disembuhkan (not curable), namun dapat dilakukan terapi. Tujuan terapi pada anak
dengan gangguan autisme menurut kaplan dan sadock (2010) adalah mengurangi
masalah perilaku serta meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya,
terutama dalam keterampilan bahasa. Tujuan ini dapat tercapai dengan baik melalui
suatu program terapi yang komprehensif dan bersifat individual, dimana pendidikan
khusus dan terapi wicara merupakan komponen yang paling utama. Adapun
program terapi meliputi :
Pendekatan edukatif berupa pendidikan khusus dan latihan terstruktur, terapi
perilaku dengan menggunakan prosedur modifikasi prilaku yang spesifik,
psikoterapi secara individual baik dengan/tanpa obat, terapi dengan obat
khususnya bagi anak autis dengan gejala tempertatum, agresif, melukai diri sendiri,
hiperaktivitas, stereotip.
Menurut Danuatmaja (2003), penatalaksanaan terapi anak autisme ada 5 yaitu:
1. Terapi medikamentosa : terapi dengan obat-obatan yang bertujuan
memperbaiki komunikasi, respon terhadap lingkungan, dan menghilangkan
perilaku aneh serta diulang-ulang
2. Terapi biomedis : terapi ini bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh
melalui diet dan pemberian suplemen terapi ini didasarkan banyaknya
gangguan fungsi tubuh, gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh
rentan dan keracunan logam berat
3. Terapi wicara
4. Terapi perilaku : adalah terapi mengubah kebiasaan atau perilaku tidak
wajar menjadi perilaku yang iterima oleh masyarakat
5. Terapi okupasi : adalah terapi untuk melatih otot halus anak dan
kemampuan motorik kasar (misalnya: cara memegang sendok, memegang
pensil dll)
6. Terapi visual : melatih kemampuan visual dengan gambar atau video game
sehingga anak mengerti ekspresi dan bahasa melalalui audio-visual.
7. Dampak autistik terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam konteks
keluarga.

Keburuhan dasar manusia menurut maslow terdiri atas :


1. Fisiologi
Anak dengan gangguan autis tidak mampu memenuhi kebutuhan fisiologi
nya sendiri, anak autis sangat nafsu makan sehingga obesitas akan terjadi
ditambah lagi metabolisme tubuh yang kurang.
2. Keamanan
Anak sering merasa cemas tanpa sebab yang jelas, anak tidak menyukai jika
didekati seseorang atau dipeluk, anak merasa tidak nyaman dan terganggu
atas perlindungan yang diberikan.
3. Kasih sayang
Keluarga tidak bisa selalu memeluk anak sebagai bukti tanda kasih sayang,
anak lebih menyendiri dan asyik berinteraksi dengan benda mati sehingga
hubungan dengan teman sebaya atau saudara nya tidak terjalin dengan baik.
4. Harga diri
Pada usia remaja, Anak autis cenderung merasa berbeda dengan orang lain,
anak merasa tidak berdaya dan memiliki harga diri rendah, anak tidak
mampu mengekspresikan keinginan nya
5. Aktualisasi diri
Anak tidak mampu menyebutkan identitas pribadinya, respon lambat saat
seseorang memanggil namanya.

Keluarga harus membantu dalam pemenuhan keutuhan anak, dan mengajak anak
bermain sebagai salah satu terapi untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan motorik anak,
mengajak bicara sehingga kedekatan anak dan orang tua terjalin walau tidak dengan kontak
fisik.
Asuhan Keperawatan Autistik Pada Anak

A. Pengkajian
1. Identifikasi Data
Nama :
Jenis kelamin :
Usia :
Ras/budaya :
Agama :
Riwayat alergi :
Keluhan utama :
Nama orangtua :
Diagnosa medis :
2. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang : keluhan yang dirasakan pasien dan dilihat
keluarga
b. Riwayat penyakit dahulu : penyakit yang pernah menyerang anak dan
berdampak/berhubungan dengan gangguan autistik (misalnya: kejang,
trauma cranial dll.)
c. Riwayat penyakit keluarga : riwayat keluarga memiliki gangguan yang sama,
keluarga yang memiliki penyakit menular (TB, HIV) atau genetik (DM,
Hipertensi)
3. Pemeriksaan fisik
Pada umumnya anak autis tidak memiliki kelainan fisiologi yang berarti.
a. Kepala
Inspeksi : kesimerisan, lesi, kebersihan kulit kepala, warna, penyebaran
rambut,
Palpasi : nyeri tekan, tumor, ubun-ubun cekung(+/-),
b. Thorax
Inspeksi : kesimetrisan, lesi, bentuk dada, apex cordis terlihat,
Palpasi : apex cordis teraba, pergerakan dada simetris saat inspirasi dan
ekspirasi,
Perkusi : suara nyaring pada IC 1-4 thorax sinistra, dan IC 4-6 suara redup
Auskultasi : suara nafas (vesikuler, ronchi, krekels, dll). Adanya bunyi
jantung tambahan (+/-)
c. Abdomen
Inspeksi : kesimetrisan, lesi,
Palpasi : nyeri tekan, tumor,
Perkusi :
Auskultasi : suara bising usus
d. Punggung
Inspeksi : kesimetrisan, posisi tulang belakang, lesi
Palpasi : nyeri tekan, kesimetrisan getaran
Auskultasi : suara nafas (vesikuler, ronchi, wheezing dll)
e. Ekstremitas
Inspeksi : kelengkapan jari, anak melakukan gerakan stereotip(+/-), lesi,
edema, hygiene,
Palpasi : turgor kulit,
Perkusi : reflex patela (+/-),
4. Pengkajian status mental
a. Gambaran fisik umum
 Berpakaian atau berhias : anak dengan autis biasanya tidak
menggunakan pakaian atau berhias sesuai dengan usianya, pasien
berhias dan berpakaian dibawah umur sebenarnya. (anak usia 15
tahun menggunakan tas anak usia 5 tahun (anak TK) )
 Hygiene : anak autis tidak mempedulikan kebersihan dirinya dan
kebersihan lingkungan sekitarnya.
 Ekspresi wajah : Anak dengan autis tidak memahami isyarat seperti
marah, senyum, ketawa. Anak tidak merespon jika di beri isyarat
senyum dan anak lebih suka menyendiri/ menyibukkan diri sendiri
tanpa kontak mata saat dilakukan wawancara
b. Aktivitas motorik

Anak autistik menunjukkan beberapa aktivitas motorik/perilaku seperti :

 Tik atau gerakan stereotip : gerakan menggerak-gerakkan tangan,


mengedipkan mata, menjentikkan jari, menatap lekat tangan mereka
 Over aktif dan pasif : anak autistik memiliki mood yang tidak stabil
dan dapat berubah dalam waktu singkat, anak akan overaktif dan
kegembiraan yang berlebihan saat melihat obyek tertentu. Anak
autistik pasif terhadap orang lain, tidak ingin kontak mata dan dekat
dengan orang lain tetapi saat lekat dengan benda mati.
 Ekopraksia : adalah menirukan gerakan orang lain secara berulang-
ulang. Biasanya anak autistik sering melakukan hal ini
 Fleksibilitas lilin : adalah mempertahankan ekstremitas pada posisi
tertentu dalam periode waktu yang lama.
 Euforia : perasaan bahagia berlebihan yang tidak sesuai dengan
situasi
 Elasi : perasaan percaya diri dan optimis yang berlebihan.
c. Pola bicara
 Kelambatan dan kecepatan bicara : anak dengan autis mengucapkan
kata-kata yang sulit dimengerti
 Afasia : kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan untuk
mengekspresikan diri sendiri atau memahami komunikasi orang lain
 Clanging : pola bicara dengan irama.
 Neologisme : kata-kata yang dikarang pasien dan tidak mudah
dimengerti orang lain.
 Ekolalia : mengulang pembicaraan orang lain
d. Emosi
 Ambivalen : adalah keberadaan dua buah perasaan berbeda pada
waktu yang sama. Anak autis akan mudah marah atau menangis
ketika baru saja tertawa.
 Cemas : anak autis mengalami kegelisahan yang tidak menentu.
 Tumpul : ditandai dengan kehilangan ekspresi afektif yang alamiah.
 Mudah merasa ketakutan dan merasa bersalah berlebihan pada hal
yang biasa.
e. Proses berfikir
 Kehilangan asosiatif : adalah keadaan berfikir menmbingungkan dan
tidak logis
 Tangensial : pembicaraan yang selalu merubah topik, dan sulit
memahami yang diekspresikan.
f. Kontrol implus : anak dengan autis mengalami ketidakmampuan
mengontrol impuls yang ada pada dirinya seperti agresif, sifat pemarah,
perasaan seksual
g. Penilaian dan daya tilik diri : hal ini meliputi kemampuan menyelesaikan
masalah, kemampuan menyelesaikan keputusan, pengetahuan tentang
diri sendiri (kesadaran akan keterbatasan, kesadaran akan konsekuensi
tindakan)
5. Sistem tubuh
Pada dasarnya anak autis terlihat normal dengan anak lainnya, tetapi akan
terlihat berbeda saat kita berinteraksi langsung dengan anak, dan gangguan sistem
tubuh secara anatomi tidak banyak berbeda, namun secara fisiologi terdapat
beberapa perbedaan, seperti :
a. Sistem panca indra : anak autis mengalami kesalahpahaman pada nada
bicara orang lain, ketidakmampuan menafsirkan ekspresi orang lain, dan
terkadang tidak merasakan nyeri yang berarti
b. Sistem neurologis : anak tidak mampu memahami pelajaran dengan baik
c. Sitem cardiovaskuler : anak autis terkadang menampilkan hasil EKG orang
yang kejang walaupun anak tidak mengalami kejang
d. Sistem respirasi : hiperventilasi saat anak merasa terkejut yang berlebihan
terhadap hal yang biasa
e. Sistem integumen : anak hipersensitif pada cahaya, dan rangsangan nyeri
yang rendah
f. Sistem digestif : anak autis sering mengalami sembelit
g. Sistem eliminasi : anak autis tidak mampu mengontrol otot eliminasi
sehingga sering mengompol.
h. Sistem endokrin : kelainan hormon akan sering dialami anak autis
(misalnya : menarche pada anak perempuan yang terlalu lama/tidak sesuai
usianya)
i. Sistem reproduksi : tidak ada masalah yang berarti pada struktur anatomi
reproduksi pada anak autis.

B. Rumusan diagnosa
1. Hambatan komunikasi verbal
2. Resiko perilaku kekerasan
3. Isolasi sosial
4. Resiko perubahan peran orang tua

C. Intervensi

NO DIAGNOSA INTERVENSI
1. Hambatan komunikasi verbal 1. Bicara dengan anak dengan kalimat
singkat terdiri atas 1-3 kata
2. Ajarkan anak menatap lawan bicara
saat di ajak berbicara
3. Gunakan irama/musik dan gerakan
tubuh saat berbicara dengan anak
4. Ajarkan anak tentang konsep sebab-
akibat tentang ekspresi wajah
5. Ajarkan anak mengeja kata demi kata
6. Gunakan teknik konsensual dan
klarifikasi untuk menguraikan kode
pola
2. Resiko perilaku kekerasan 1. Sediakan lingkungan kondusif saat
perawatan di rumah sakit
2. Lakukan intervensi keperawatan
dalam waktu singkat dan sering
3. Temani anak saat melakukan
aktivitas/bermain
4. Jauhkan benda-benda yang beresiko
melukai anak
5. Gunakan restrain fisik selama
prosedur krtika dibutuhkan
6. Tanykan keinginan anak ketika anak
berprilaku deskruktif
3. Isolasi sosial 1. Jalin hubungan satu-satu untuk
meningkatan kepercayaan anak
2. Berikan benda-benda yang dikenal
anak
3. Sampaikan sikap yang hangat dan
jangan memaksa
4. Resiko perubahan peran orang tua 1. Anjurkan orang tua untuk
mengekspresikan perasaan dan
kekhawatiran mereka
2. Rujuk orang tua ke kelompok
pendukung autisme setempat dan
sekolah khusus
3. Anjurkan orang tua untuk mengikuti
konseling
4. Sekolahkan anak di sekolah
berkebutuhan khusus
5. Anjurkan orangtua untuk membawa
anak ke taman bermain
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISTIK

Ilustrasi kasus :

Ny.N dan Tn.A datang ke poli anak untuk memeriksakan putra pertamanya An.K
yang kini beranjak 5 tahun. Orang tua mengatakan diusia ini anak belum mampu
berbicara dengan jelas, awalnya orangtua menganggap ini masalah keterlambatan
pertumbuhan saja karena sebelumnya anak tampak normal, jika dipanggil ia akan
menoleh dan melihat siapa yang memanggilnya. Sehingga orang tua memasukkan An.K
ke playgroup, namun 6 bulan kemudian An.K tidak mengalamu perkembangan bahkan
semangkin menunjukkan perilaku yang aneh seperti : tidak mau bermain bersama
temannya, sering melakukan gerakan menepuk-nepuk tangan, tidak merespon terhadap
ajakan bermain dan tertawa bersama, bahkan anak pernah memukul-mukul kepalany
sendiri hingga membenturkan kepala ke meja.

Ny.N mengatakan pernah terjatuh dari tangga saat mengandung 4 bulan dan mengalami
stress akibat ekonomi yang belum stabil di usia pernikahan muda. Keluarga Ny.N dan
Tn.A tidak mendampatkan dukungan dari keluarga bahkan anak cenderung dijauhi.

A. Pengkajian
1. Identifikasi Data
Nama : An.K
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 5 tahun
Ras/budaya : batak
Agama : islam
Riwayat alergi : seafood
Keluhan utama : orang tua mengatakan anak tidak mampuan bicara dengan jelas
Dan menunjukkan perilaku yang aneh.
Nama orangtua : ibu (Ny.N) ayah (Tn.A)
Diagnosa medis : Gangguan Autistik
2. Pengkajian status mental
a. Gambaran fisik umum
 Berpakaian atau berhias : anak berpakaian atas pilihan orang tua,
anak masih dipakaikan baju oleh orang tua
 Hygiene : orang tua mengatakan anak tidak mempedulikan
kebersihan dirinya. Anak malas mandi dan jarang mencuci tangan
saat makan,
 Ekspresi wajah : orang tua mengatakan anak tidak mengerti saat ibu
nya mengajak bergurau, anak tidak mampu mengikuti permainan
“cilup-baa”.
b. Aktivitas motorik

Anak autistik menunjukkan beberapa aktivitas motorik/perilaku seperti :


 Tik atau gerakan stereotip : (positif) anak terlihat menggerak-
gerakkan tangan berlebihan
 Over aktif dan pasif : orang tua mengatakan anak agresif saat melihat
kolam berenang. Tetapi akan marah jika ada teman sebayanya ikut
bermain air bersama.
 Ekopraksia : orang tua mengatakan anak sering menirukan gerakan
ayahnya saat menerima telephone
 Fleksibilitas lilin : adalah mempertahankan ekstremitas pada posisi
tertentu dalam periode waktu yang lama.
 Euforia : orang tua mengatakan anak merasa sangat bahagia jika
mendapatkan koin/uang logam bahkan tidak mau melepaskan
c. Pola bicara
 Kelambatan dan kecepatan bicara : anak terlihat tidak mampu
berbicara dengan jelas.
 Afasia : anak terlihat bingung dan tidak mengerti saat diajak
berbicara dan ditanya namanya
 Clanging : anak tidak memiliki irama khas tertentu saat berbicara
 Neologisme : orang tua mengatakan anak menggunakan kata “an-
kan” jika mengatakan ingin makan.
 Ekolalia : anak terdengar sering menyebutkan kata “aba-aba” dengan
maksud yang tidak dimengerti orangtuanya.
d. Emosi
 Ambivalen : orang tua mengatakan jika anak mudah marah saat
bermain yang menyenangkan
 Cemas : orangtua mengataka An.K merasa cemas jika berada di
keramaian
 Orang tua mengatakan An.K pernah mengurung diri dan merasa
ketakutan bertemu ayah nya setelah memecahkan gelas
e. Proses berfikir
 Kehilangan asosiatif : anak merasa bingung diajak berbicara
 Tangensial : anak sulit mengatakan keinginannya
f. Kontrol implus : anak marah saat di sentuh tangannya
g. Penilaian dan daya tilik diri : anak tidak mampu menyebutkan nama nya
sendiri
B. Rumusan diagnosa

NO. DATA DIAGNOSA


1. DS : Hambatan komunikasi verbal
1. Anak terlihat sulit mengatakan kata
2. Anak tidak mampu mengungkapkan
keinginannya
3. Anak tidak mampu menyebutkan
namanya sendiri
DO :
1. Orang tua mengatakan anak hanya
menangis saat meminta sesuatu
2. Orang tua mengatakan anak mengerti
jika dipanggil namanya namun tidak
mampu menyebutkan namanya sendiri

2. DS : Resiko perilaku kekerasan


1. Anak terlihat melakukan gerakan
stereotip dengan memukul-mukul kepala
DO :
1. Orangtua mengatakan anak pernah
membenturkan kepalanya di meja
2. Orangtua mengatakan anak memukul
kepalanya sendiri jika marah
3. DS : Isolasi sosial
1. Anak terlihat tidak mau disentuh
tangannya
2. Anak acuh tak acuh saat diajak berbicara
DO :
1. Orang tua mengatakan anak mulai tidak
mau dipeluk saat usia 3 tahun
2. Anak tidak mau bergaul dengan teman
sebaya
3. Anak lebih suka menyendiri dan bermain
dengan benda mati (bermain dengan hp,
pena dll)
4. Anak marah jika dirumah ada tamu
(tidak suka keributan)

C. Intervensi keperawatan

NO. DIAGNOSA NOC NIC


1. Hambatan komunikasi 1. Anak mengerti 1. Bicara dengan anak
verbal makna kata dengan kalimat
2. Anak mampu singkat terdiri atas
mengungkapkan 1-3 kata
keinginnnya 2. Ajarkan anak
menatap lawan
bicara saat di ajak
berbicara
3. Gunakan
irama/musik dan
gerakan tubuh saat
berbicara dengan
anak
4. Ajarkan anak
tentang konsep
sebab-akibat
tentang ekspresi
wajah
5. Ajarkan anak
mengeja kata demi
kata
6. Gunakan teknik
konsensual dan
klarifikasi untuk
menguraikan kode
pola
2. Resiko perilaku 1. Anak tidak 1. Sediakan lingkungan
kekerasan melakukan kondusif saat
perilaku perawatan di rumah
mecederai diri sakit
lagi 2. Lakukan intervensi
keperawatan dalam
waktu singkat dan
sering
3. Temani anak saat
melakukan
aktivitas/bermain
4. Jauhkan benda-
benda yang beresiko
melukai anak
5. Gunakan restrain
fisik selama
prosedur krtika
dibutuhkan
6. Tanykan keinginan
anak ketika anak
berprilaku
deskruktif
3. Isolasi sosial 1. Anak mampu 1. Jalin hubungan satu-
bergaul dengan satu untuk
teman sebaya meningkatan
2. Anak menyukai kepercayaan anak
kontak fisik 2. Berikan benda-
benda yang dikenal
anak
3. Sampaikan sikap
yang hangat dan
jangan memaksa

D. Implementasi keperawatan

NO. DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


1. Hambatan komunikasi 1. Bicara dengan anak S :
verbal dengan kalimat singkat 1. anak terlihat
terdiri atas 1-3 kata mulai
2. Ajarkan anak menatap memahami
lawan bicara saat di arti “tidak”
ajak berbicara (jika
3. Gunakan irama/musik mendengar
dan gerakan tubuh saat kata tidak
berbicara dengan anak anak tidak
4. Ajarkan anak tentang menghentika
konsep sebab-akibat n kegiatan
tentang ekspresi wajah yang sedang
5. Ajarkan anak mengeja dilakukan)
kata demi kata O:
6. Gunakan teknik 1. orangtua
konsensual dan mengatakan
klarifikasi untuk anak sudah
menguraikan kode pola mampu
menyebutka
n kata
“tolong”
A:
Masalah terarasi
sebagian
P:
Intervensi
dilanjutkan

2. Resiko perilaku 1. Sediakan lingkungan S :


kekerasan kondusif saat 1. Anak terlihat
perawatan di rumah tidak
sakit melakukan
2. Lakukan intervensi gerakan
keperawatan dalam stereotip
waktu singkat dan dengan
sering memukul
3. Temani anak saat kepala
melakukan O:
aktivitas/bermain 1. Orangtua
4. Berikan boneka lembut mengatakan
pada anak untuk anak
dibawa-bawa memukul
5. Jauhkan benda-benda bonekanya
yang beresiko melukai jika marah
anak 2. Anak masih
6. Gunakan restrain fisik suka
selama prosedur krtika memukul-
dibutuhkan mukul meja
7. Tanykan keinginan tampa sebab
anak ketika anak A :
berprilaku deskruktif Masalah teratasi
sebagian
P:
Intervensi
dilanjutkan

3. Isolasi sosial 1. Jalin hubungan satu- S :


satu untuk 1. Anak terlihat
meningkatan mau
kepercayaan anak disentuh
2. Berikan benda-benda orangtuanya
yang dikenal anak 2. Anak tidak
3. Sampaikan sikap yang mau
hangat dan jangan disentuh
memaksa tangannya
4. Sekolahkan anak di oleh perawat
sekolah berkebutuhan O :
khusus 1. Orangtua
5. Anjurkan orangtua mengatakan
untuk membawa anak anak masih
ke taman bermain takut dengan
perawat
2. Orangtua
mengatakan
anak sulit
diajak
kesekolah
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Syndrom autis lebih identik kedalam ketidakmampuan dala berbicara dan menafsirkan
sebuah akata serta mengamati sebuah obyek. Hal ini dikarenakan gangguan fungsu otak.
Dan syndrom ini dapat di terapi dengan terapi wicara dan memasukkan anak ke dalam
sekolah berkebutuhan khusus sehingga anak tetap bisa melatih kemampuannya dan
berinteraksi dengan teman sebayanya tanpa merasa berbeda dan diasingkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol. 1 /editor , Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman,
Ann M. Arvin : editor bahasa indonesia, A.Samik Wahab-ed.15-jakarta : EGC, 1999
2. Keperawatan pediatrik, wong , EGC
3. Pathofisiologi : proses-proses penyakit, edisi 4, wilkinson, M.Judith, jakarta : EGC 1997
4. Buku saku diagnosis keperawatan NANDA NOC NIC

Anda mungkin juga menyukai