Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukan
pada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri".
Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun
kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak
sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka
menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata,
sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).

Autis merupakan gangguan perkembangan kompleks yang muncul tiga tahun


pertama kehidupan akibat gangguan neurologi yang mempengaruhi fungsi
otak The Autism Society Of America 2004 dalam (Hasdianah, 2013). Autisme
adalah gangguan perkembangan kompleks yang gejalanya harus sudah muncul
sebelum anak berusia 3 tahun (Yayasan Autisme Indonesia, 2015).

Tahun 2011 tercatat 35 juta orang penyandang autisme di dunia, rata-rata 6


dari 1000 orang di dunia penyandang autisme United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization (UNESCO, 2011). Maret 2013, Amerika
Serikat melaporkan, adanya peningkatan prevelensi menjadi 1:50 dalam kurun
waktu setahun terakhir (Center for Diseases Control and Prevention [CDC],
2014). Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan, Diah Setia
menyebutkan terdapat 112.000 anak di Indonesia yang menyandang autisme
dengan rentang usia 5-19 tahun. Maka jika diasumsikan dengan prevalensi
autisme 1,68 per 1000 anak dibawah 15 tahun. Jumlah anak yang berumur 5-
19 tahun di Indonesia mencapai 66.000.805 jiwa, maka terdapat lebih dari
112.000 anak penyandang autisme pada rentang usia 5-9 tahun (Hazliansyah,
2013). Data yang diperoleh pada tahun 2001-2010 terdapat peningkatan
jumlah penderita autis di DIY yang mencapai 3-4% tiap tahun (Jogja Autism
Care, n.d). berdasarkan hal diatas, maka penulis tertarik untuk membahas
konsep anak dengan autis.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa defenisi dari autis ?

2. Apa etiologi dari autis ?

3. Apa patofiosiologi dari autis?

4. Bagaimana pathway dari autis?

5. Apa manifestasi klinis dari autis ?

6. Apa saja pemeriksaan penunjang autis?

7. Apa saja penatalaksaan anak autis?

8. Apa saja pencegahan autis?

9. Apa saja komplikasi autis?

10. Bagaiamana asuhan keperawatan pada anak autis?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Memenuhi tugas mata kuliah anak tentang asuhan keperawatan anak autis

2. Tujuan Khusus

a. Memahami defenisi autis


b. Memahami etiologi penyakit autis
c. Memahami patofisiologi dari autis
d. Memahami pathway terjadinya autis
e. Memahami manifestasi klinis
f. Memahami pemeriksaan penunjang autis?
g. Memahami penatalaksaan anak autis?
h. Memahami pencegahan autis?
i. Memahami komplikasi autis?
j. Memahami asuhan keperawatan pada anak autis

1.4 Manfaat

Hasil dari makalah dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi


mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada anak autis. Hasil dari makalah
dapat digunakan bagi mahasiswa keperawatan, sebagai sumber informasi dan

2
bahan perbandingan untuk penulisan makalah tentang asuhan keperawatan
pada anak autis

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Autisme adalah gangguan perkembangan yang umumnya menimpa anak-


anak.Gangguan ini membuat anak tidak mampu berinteraksi sosial dan
seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. (Aizid, Rizem. 2011)

Autism merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang, berupa


sekumpulan gejala akibat adanya kelainan syaraf-syaraf tertentu yang
menyebabkan fungsi otak tidak bekerja secara normal sehingga
mempengaruhi tumbuh kembang pada beberapa aspek, yaitu antara lain;
komunikasi, kemampuan berinteraksi sosial, dan gerakan motorik baik kasar
maupun halus. Dan gejala-gejala autism terlihat dari adanya penyimpangan
dari ciri-ciri tumbuh kembang anak secara normal yang sebaya dengannya
(Sunu: 2012).

2.2 Etiologi

Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002)
diantaranya yaitu:
a. Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan
kromosom yang disebutkan syndrome fragile – x (ditemukan pada 5-20%
penyandang autis).
b. Faktor Cacat (kelainan pada bayi)
Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak,
yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan
ataupun setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital
Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.
c. Faktor Kelahiran dan Persalinan

4
Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam
timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan
persalinan. Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan
ketuban yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah
dengan adanya keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun
merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air bahkan makanan.

Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena


kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-
zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang
mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.

Ada beberapa faktor utama penyebab terjadinya perilaku anak autis yaitu:

a. Faktor-faktor yang terjadi selama kehamilan, seperti:

1) Selama masa kehamilan sering mengalami pendarahan, hal ini juga


menjadi salah satu pemicu anak autis dikarenakan adanya gangguan
pada placental complications yang mengakibatkan gangguan
transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi dan berpengaruh pada otak
janin

2) Kelahiran bayi yang prematur dan berat bayi yang rendah juga
merupakan resiko terjdinya perilaku autis pada anak disebabkan suka
mengonsumsi obat-obatan.

3) Faktor ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik dan gangguan


kekebalan tubuh.

4) Faktor akibat imunisasi pada masa balita yang tidak tepat

5) Sering mengalami infeksi saluran kencing, stress atau depresi

6) Faktor kurangnya gizi dan nutrisi, baik ketika masa kehamilan


maupun anak sudah balita (Widodo Judarwanto, 2006)

5
2.3 Patofisiologi

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls
listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu
(korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak
berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.

Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan
akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua
tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini
dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai
brain growth factors dan proses belajar anak.

Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan


akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.
Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson,
dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan
kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan genetis,
keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan
terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui


pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya
neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,
neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide)
yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan
jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.

Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan


pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi
kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan

6
mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu
menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan
berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera
dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye
diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem
saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal
atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel
Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan
neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.

Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder.
Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan
gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan. Degenerasi
sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika
dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti
thalidomide.

Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal


mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-
motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak
kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi
atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi
lingkungan.

Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian
depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan
berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar
yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian
samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori).

7
2.4 Pathways

8
2.5 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang ditemui pada penderita Autisme :


1. Penarikan diri
2. Kemampuan komunikasi verbal (berbicara) dan non verbal yang tidak
atau kurang berkembang. Mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-
lagu dan istilah yang didengarnya, serta kurangnya sosialisasi
mempersulit estimasi potensi intelektual kelainan pola bicara, gangguan
kemampuan mempertahankan percakapan, permainan sosial abnormal,
tidak adanya empati dan ketidakmampuan berteman. Dalam tes non
verbal yang memiliki kemampuan bicara cukup bagus namun masih
dipengaruhi, dapat memperagakan kapasitas intelektual yang memadai.
Anak austik mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan bakat
orang dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan waktu untuk
bermain sendiri.
3. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat
yang sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
4. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada
objek. Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa
dimana anak tercenggang dengan objek mekanik.
5. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk
memelihara lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak
menjadi terikat dan tidak bisa dipisahkan dari suatu objek, dan dapat
diramalkan.
6. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
7. Kontak mata minimal atau tidak ada.
8. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan
benda, dan menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran
dan sensitivitas terhadap rangsangan, sedangkan hilangnya respon
terhadap nyeri dan kurangnya respon terkejut terhadap suara keras yang
mendadak menunjukan menurunnya sensitivitas pada rangsangan lain.
9. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada
emosional.

9
10. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara
tepat) saat berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang
tidak berujung pangkal, bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk menonjol.
Anak umumnya mampu untuk berbicara pada sekitar umur yang biasa,
kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun.

Tanda dan gejala tersebut dapat terlihat sejak bayi dan harus diwaspadai:

USIA TANDA DAN GEJALA AWAL


0–6  Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
bulan  Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
 Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
 Tidak “babbling”
 Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
 Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
 Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
6 – 12  Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
bulan  Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
 Gerakan tangan dan kaki berlebihan
 Sulit bila digendong
 Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
 Tidak ditemukan senyum sosial
 Tidak ada kontak mata
 Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
1–2  Kaku bila digendong
tahun  Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-
da)
 Tidak mengeluarkan kata
 Tidak tertarik pada boneka
 Memperhatikan tangannya sendiri
 Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor
kasar/halus

10
 Mungkin tidak dapat menerima makanan cair

2–3  Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain


tahun  Melihat orang sebagai “benda”
 Kontak mata terbatas
 Tertarik pada benda tertentu
 Kaku bila digendong
4–5  Sering didapatkan ekolalia (membeo)
tahun  Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
 Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
 Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala) dan temper
tantrum

Ciri yang khas pada anak yang austis :


1. Keterlambatan komunikasi
Ciri anak autis salah satunya adalah lambat bicara, bicara dengan suara atau
kata-kata yang tidak jelas, tidak mengerti suatu pembicaraan, meniru
pembicaraan, wajah datar saat berbicara, dan untuk kasus yang parah bahkan
tidak bisa berbicara. Biasanya anak tidak komunikatif dan tidak bisa memulai
atau menjaga pembicaraan secara dua arah.
2. Gangguan interaksi sosial
Interaksi sosial yang terhambat misalnya adalah lebih cenderung menghindari
kontak mata saat sedang berhadapan dengan lawan bicara, lebih suka
menyendiri, menarik diri dan menarik tangan orang yang terdekatuntuk bisa
melakukan hal yang dia inginkan, tidak suka diajak bermain, dan tidak bisa
mencari teman dengan cepat.
3. Perubahan perilaku ( perilaku yang berulang-ulang)
Ciri anak autis lainnya adalah anak mengalami perubahan perilaku,
contohnya anak tertarik pada roda sehingga ia akan bermain dengan roda
selama berjam-jam, hal ini juga dilakukan secara berulang-ulang dan
dilakukan secara terus menerus. Selain itu, ia mempunyai cara yang aneh

11
dalam memainkan permainan, dan hal ini bisa dilakukan sampai menjadi
suatu kebiasaan.
4. Gangguan Emosi
Ditandai dengan kemampuan yang minim untuk bisa mengandalikan emosi.
Mereka juga biasanya cenderung tidak bisa berempati, tidak bisa merasakan
apa yang orang lain rasakan, sedih atau senang tanpa sebab yang jelas, sering
menangis dan juga tertawa sendiri, memukul dan bisa melakukan kekerasan
agar apa yang diinginkan bisa didapatkan.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi
bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara
behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka
beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat
digunakan untuk mendiagnosa autisme:

a. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa


kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang
didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga
15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan
gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan
komunikasi verbal

b. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar


pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi
anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal
tahun 1990-an.

c. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri


dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk
mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka

d. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screeningautisme


bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di

12
Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain,
imitasi motor dan konsentrasi.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua
disiplin ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak,
neurolog, dokter rehabilitasi medik) dan non medis (tenaga pendidik,
psikolog, ahli terapi bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan terapi pada
autis adalah untuk mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan
kemampuan belajar dan perkembangannya terutama dalam penguasaan
bahasa. Dengan deteksi sedini mungkin dan dilakukan manajemen
multidisiplin yang sesuai yang tepat waktu, diharapkan dapat tercapai
hasil yang optimal dari perkembangan anak dengan autisme.

Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non


medikamentosa dan medika mentosa.
1. Non medikamentosa
a. Terapi edukasi / Intervensi Pendidikan
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial, keterampilan
sehari-hari agar anak menjadi mandiri.
Terdapat berbagai metode pengajaran antara lain metode TEACHC
(Treatment and Education of Autistic and related
Communication Handicapped Children) metode ini merupakan
suatu program yang sangat terstruktur yang mengintegrasikan metode
klasikal yang individual, metode pengajaran yang sistematik terjadwal
dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.

b. Terapi perilaku (Applied Behaviour Analisis)


Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun
metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif
mungkin yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Metode
yang banyak dipakai adalah ABA (Applied Behaviour Analisis)
dimana keberhasilannya sangat tergantung dari usia saat terapi itu
dilakukan (terbaik sekitar usia 2–5 tahun).

c. Terapi wicara (Terapi Bahasa)

13
Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan,
mengingat tidak semua individu dengan autisme dapat
berkomunikasi secara verbal. Terapi ini harus diberikan sejak dini dan
dengan intensif dengan terapi-terapi yang lain.

d. Terapi okupasi/fisik
Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat
melakukan gerakan, memegang, menulis, melompat dengan
terkontrol dan teratur sesuai kebutuhan saat itu.

e. Sensori integrasi
Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada (gerakan,
sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran)untuk
menghasilkan respon yang bermakna. Melalui semua indera yang
ada otak menerima informasi mengenai kondisi fisik dan lingkungan
sekitarnya, sehingga diharapkan semua gangguan akan dapat teratasi.

f. AIT (Auditory Integration Training)


Pada intervensi autisme, awalnya ditentukan suara yang
mengganggu pendengaran dengan audimeter. Lalu diikuti dengan
seri terapi yang mendengarkan suara-suara yang direkam, tapi tidak
disertai dengan suara yang menyakitkan. Selanjutnya dilakukan
desentisasi terhadap suara-suara yang menyakitkan tersebut.

g. Intervensi keluarga
Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan
keluarga baik perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun
dorongan untuk dapat tercapainya perkembangan yang optimal
dari seorang anak, mandiri dan dapat bersosialisai dengan
lingkungannya. Untuk itu diperlukan keluarga yang dapat
berinteraksi satu sama lain (antar anggota keluarga) dan saling
mendukung. Oleh karena itu pengolahan keluarga dalam kaitannya
dengan manajemen terapi menjadi sangat penting, tanpa dukungan
keluarga rasanya sulit sekali kita dapat melaksanakan terapi apapun
pada individu dengan autisme.

2. Medikamentosa

14
Individu yang destruktif sering kali menimbulkan suasana yang
tegang bagi lingkungan pengasuh, saudara kandung dan guru atau
terapisnya. Kondisi ini seringkali memerlukan medikasi dengan
medikamentosa yang mempunyai potensi untuk mengatasi hal ini dan
sebaiknya diberikan bersama-sama dengan intervensi edukational,
perilaku dan sosial.

2.8 Pencegahan
a. Konsumsi makanan yang mengandung asam folat saat hamil
Asam folat yang dikonsumsi selama kehamilan terbukti dapat
membantu perkembangan otak dan mencegah terjadinya kecacatan.
b. Jauhi alkohol, rokok, dan obat-obatan tertentu
Ketiga hal ini harus dijauhi selama kehamilan karena bisa
mengakibatkan dampak buruk pada anak, seperti munculnya gangguan
mental atau autisme.
c. Konsumsi makanan organik
Makanan organik menjadi rekomendasi untuk menghindari autisme
pada anak, karena tingkat residu pestisida yang rendah di dalamnya.
d. Memberikan ASI Eksklusif pada bayi
Berdasarkan salah satu penelitian, bayi yang tidak diberikan ASI atau
hanya mengkonsumsi susu formula saja tanpa asam lemak atau DHA,
akan memiliki resiko tinggi pada gangguan spektrum autisme.
e. Jauhi kandungan merkuri dalam makanan atau kosmetik
Jika ibu hamil mengkonsumsi makanan atau menggunakan kosmetik
yang mengandung merkuri, maka resiko spektrum autisme pada
bayinya akan meningkat.
2.9 Komplikasi

Beberapa anak autis tumbuh dengan menjalani kehidupan normal atau


mendekati normal. Anak anak dengan kemunduran kemampuan bahasa di
awal kehidupan, biasanya sebelum usia 3 tahun,mempunyai resiko epilepsi
atau aktivitas kejang otak. Selama masa remaja, beberapa anak dengan
autisme dapat menjadi depresi atau mengalami masalah perilaku.

Beberapa komplikasi yang dapat muncul pada penderita autis antara lain:

a. Masalah sensorik

15
Pasien dengan autis dapat sangat sensitif terhadap input sensorik.
Sensasi biasa dapat menimbulkan ketidaknyamanan emosi. Kadang-
kadang, pasien autis tidak berespon terhadap beberapa sensasi yang
ekstrim, antara lain panas, dingin, atau nyeri.
b. Kejang
Kejang merupakan komponen yang sangat umum dari autisme.
Kejang sering dimulai pada anak-anak autis muda atau remaja.
c. Masalah kesehatan mental
Menurut National Autistic Society, orang dengan ASD rentan
terhadap depresi, kecemasan, perilaku impulsif, dan perubahan
suasana hati.
d. Tuberous sclerosis
Gangguan langka ini menyebabkan tumor jinak tumbuh di organ,
termasuk otak. Hubungan antara sclerosis tuberous dan autisme tidak
jelas. Namun, tingkat autisme jauh lebih tinggi di antara anak-anak
dengan tuberous sclerosis dibandingkan mereka yang tanpa kondisi
tersebut.

16
2.1 Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang
lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari
kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata,
menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang
menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk hubungan
pribadi yang terbuka, jarang memainkan permainan khayalan,
memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung
kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, secara fisik
terlalu.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin
terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi
perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko
terjadinya autisme. Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan
resiko terjadinya autisme adalah pemotongan tali pusat terlalu cepat,
Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi
selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat
lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita
autisme.
3. Pemeriksaan Fisik

a. Tidak ada kontak mata pada anak.


b. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
c. Terdapat Ekolalia.
d. Tidak ada ekspresi non verbal.
e. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.

17
f. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
g. Peka terhadap bau.

4. Pemeriksaan Diagnostik
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat
menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila
tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi
adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah
berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:

a. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme


masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun
1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan
skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan
orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan,
kemampuan mendengar dan komunikasi verbal

b. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar


pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk
mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon
Baron Cohen di awal tahun 1990-an.

c. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang


terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4
tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial
mereka

d. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes


screeningautisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh
Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan
anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi

18
B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan koping individu b.d tidak adekuat keterampilan


pemecahan masalah.
2. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal b.d rangsangan sensori
tidak adekuat.
3. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d tumbuh kembang
anak.
4. Harga diri rendah situasional b.d respon negatif teman sebaya, kesulitan
dalam berkomunikasi.
5. Kecemasan/Ansietas pada orang tua b.d perkembangan anak.

19
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Ketidakefektifan koping individu NOC : NIC :
Defenisi : ketidakmampuan untuk membentuk  Decision making Dicision making
penilaian valid tentang stressor,  Role inhasment  Menginformasikan pasien
ketidakadekuatan pilihan respon yang  Sosial support alternatif atau solusi lain
dilakukan dan atau ketidakmampuan untuk Kriteria hasil : penanganan
menggunakan sumber daya yang tersedia.  Mengidentifikasi pola koping yang efektif  Memfasilitasi pasien untuk
Batasan karakteristik :  Mengungkapkan secara verbal tentang membuat keputusan
 Perubahan dalam pola komunikasi yang koping yang efektif  Bantu pasien
biasa  Mengatakan penurunan stress mengidentifikasi
 Penurunan penggunaan dukungan sosial  Klien mengatakan telah menerima tentang keuntungan, kerugian dari
 Perilaku destruktif terhadap orang lain keadaannya keadaan

 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri  Mampu mengidentifikasi strategi tentang Role inhancement

 Letih, angka penyakit yang tinggi koping  Bantu pasien untuk


identifikasi bermacam-
 Ketidakmampuan memerhatikan informasi
macam nilai kehidupan
 Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
 Bantu pasien identifikasi
dasar
strategi positif untuk

20
 Ketidakmampuan memenuhi harapan peran mengatur pola nilai yang
 Pemecahan masalah yang tidak adekuat dimiliki

 Kurangnya perilaku yang berfokus pada Coping Enhancement

pencapaian tujuan  Anjurkan pasien untuk

 Kuranagnya resolusi masalah mengidentifikasi gambaran

 Konsentrasi buruk perubahan peran yang


realistis
 Mengungkapkan ketidakmampuan meminta
 Gunakan pendekatan tenang
bantuan
dan meyakinkan
 Mengungkapkan ketidakmampuan untuk
 Hindari pengambilan
mengatasi masalah
keputusan pada saat pasien
 Pengambilan resiko, gangguan tidur,
berada dalam stress berat
penyalahgunaan zat
 Berikan informasi actual
 Menggunakan koping yang mengganggu
yang terkait dengan
perilaku adaptif
diagnosis, terapi dan
Faktor yang berhubungan :
prognosis
 Gangguan dalam pola penilaian ancaman,
Anticipatory Guidance
melepas tekanan
 Gangguan dalam pola melepaskan

21
tekanan/ketegangan
 Perbedaan gender dalam strategi koping
 Derajat ancaman yang tinggi
 Ketidakmampuan untuk mengubah energi
yang adaptif
 Sumber yang tersedia tidak adekuat
 Dukungan sosial yang tidak adekuat yang
diciptakan oleh karakteristik hubungan
 Tingkat percaya diri yang tidak adekuat
dalam kemampuan mengatasi masalah
 Tingkat persepsi kontrol yang tidak adekuat
 Ketidakadekuatan kesempatan untuk bersiap
terhadap stressor
2. Hambatan komunikasi verbal NOC : NIC :
Definisi : penurunan, kelambatan, atau  Anxiety self control Communication
ketiadaan kemampuan untuk menerima,  Coping Enhancement : Speech
memproses, mengirim, dan/atau menggunakan  Sensory function : hearing & vision Defisit
sistem simbol.  Fear self control  Gunakan penerjemah, jika
Batasan karakteristik : Kriteria hasil : diperlukan

22
 Tidak ada kontak mata  Komunikasi : penerimaan, intreprestasi dan  Beri satu kalimat simple
 Tidak dapat bicara ekspresi pesan lisan, tulisan dan non verbal setiap bertemu, jika

 Kesulitan mengekspresikan pikiran secara meningkat diperlukan

verbal (mis: afasia, disfsia, apraksia,  Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara):  Konsultasikan dengan

disleksia) ekspresi pesan verbal dan atau non verbal dokter kebutuhan terapi

 Kesulitan menyusun kalimat yang bermakna wicara

 Kesulitan menyusun kata-kata (mis: afonia,  Komunikasi reseptif (kesulitan  Dorong pasien untuk

dislalia, disartria) mendengar): penerimaan komunikasi dan berkomunikasi secara


intreprestasi pesan verbal dan atau non perlahan dan untuk
 Kesulitan memahami pola komunikasi yang
verbal mengulangi permintaan
biasa
 Gerakkan Terkoordinasi : mampu  Dengarkan dengan penuh
 Kesulitan dalam kehadiran tertentu
mengkoordinasi gerakan dalam perhatian
 Kesulitan menggunakan ekspresi wajah
menggunakan isyarat  Berdiri di depan pasien
 Disorientasi orang
 Pengolahan informasi : klien mampu untuk ketika berbicara
 Disorientasi ruang
memperoleh, mengatur, dan menggunakan  Gunakan kartu baca, kertas,
 Disorientasi waktu
informasi pensil, bahasa tubuh,
 Tidak bicara
 Mampu mengontrol respon ketakutan dan gambar, daftar kosakata
 Dispnea kecemasan terhadap ketidakmampuan bahasa asing, komputer dan
 Ketidakmampuan bicara dalam bahasa berbicara lain-lain untuk

23
pemberi asuhan  Mampu memanajemen kemampuan fisik memfasilitasi komunikasi
 Ketidakmampuan menggunakan ekspresi yang dimiliki dua arah yang optimal
tubuh  Mampu mengkomunikasikan kebutuhan  Ajarkan bicara dari
 Ketidakmampuan menggunakan ekspresi dengan lingkungan sosial esophagus jika diperlukan
wajah  Beri anjuran kepada pasien
 Ketidaktepatan verbalisasi dan keluarga tentang

 Defisit visual parsial penggunaan alat bantu

 Sulit bicara bicara (mis: prostesi,


trakeoesofagus dan laring
 Gagap
buatan)
 Defisit penglihatan total
 Berikan pujian positif jika
 Bicara dengan kesulitan
diperlukan
 Menolak bicara
 Anjurkan pada pertemuan
Faktor yang berhubungan :
kelompok
 Ketiadaan orang terdekat
 Anjurkan kunjungan
 Perubahan konsep diri
keluarga secara teratur
 Perubahan sistem saraf pusat untuk memberi stimulus
 Defek anatomis (mis: celah palatum, komunikasi
perubahan meuromuskular pada sistem  Anjurkan ekspresi diri

24
penglihatan, pendengaran, dan aparatus dengan cara lain dalam
fonatori) menyampaikan informasi
 Tumor otak (bahasa isyarat)
 Harga diri rendah kronik Communication

 Perubahan harga diri Enhancement : Hearing

 Perbedaan budaya Deficit


Communication
 Penurunan sirkulasi ke otak
Enhancement : Visual Deficit
 Perbedaan yang berhubungan dengan usia
Anxiety Reduction
perkembangan
Active Listening
 Gangguan emosi
 Kendala lingkungan
 Kurang informasi
 Hambatan fisik (mis: trakeostomi, intubasi)
 Kondisi psikologi (mis: psikosis, kurang
stimulus)
 Harga diri rendah situasional
 Stress
 Efek samping obat (mis: agens

25
farmaseutikal)
 Pelemahan sistem muskuloskeletal

3. Keterlambatan pertumbuhan dan NOC : NIC :


perkembangan  Growth and Development, Delayed Peningkatan perkembangan
Definisi : penyimpangan/kelainan dari aturan  Nutrition Imbalance Less Than Body anak dan remaja :
kelompok usia. Requirements  Kaji faktor penyebab
Batasan katakteristik : Kriteria hasil : gangguan perkembangan
 Gangguan pertumbuhan fisik  Anak berfungsi optimal sesuai anak
 Penurunan waktu respon tingkatannya  Identifikasi dan gunakan

 Terlambat dalam melakukan keterampilan  Keluarga dan anak mampu menggunakan sumber pendidikan untuk

umum kelompok usia koping terhadap tantangan karena adanya memfasilitasi

 Kesulitan dalam melakukan keterampilan ketidakmampuan perkembangan anak yang

umum kelompok usia  Keluarga mampu mendapatkan sumber- optimal

 Afek datar sumber saran komunitas  Berikan perawatan yang


 Status nutrisi seimbang konsisten
 Ketidakmampuan melakukan aktivitas
 Berat badan  Tingkatkan komunikasi
perawatan diri yang sesuai dengan usia
verbal dan stimulasi taktil
 Ketidakmampuan aktivitas pengendalian
 Berikan instruksi berulang
dan perawatan diri yang sesuai dengan

26
usianya dan sederhana
 Lesu/tidak bersemangat  Berikan reinfocement
Faktor yang berhubungan : positif atas hasil yang
 Efek ketubadayaan fisik dicapai anak

 Defisiensi lingkungan  Dorong anak melakukan

 Pengasuhan yang tidak adekuat perawatan sendiri


 Manajemen perilaku anak
 Responsivitas yang tidak konsisten
yang sulit
 Pengabaian
 Dorong anak melakukan
 Pengasuh ganda
sosialisasi dengan
 Ketergantungan yang terprogram
kelompok
 Perpisahan dari orang yang dianggap
 Ciptakan lingkungan yang
penting
aman
 Defisiensi stimulasi
Nutritional Management :
 Kaji keadekuatan asupan
nutrisi (mis: kalori, zat gizi)
 Tentukan makanan yang
disukai anak
 Pantau kecenderungan

27
kenaikan dan penurunan
berat badan
Nutrition Theraphy :
 Menyelesaikan penilaian
gisi, sesuai
 Memantau makanan/cairan
tertelan dan menghitung
asupan kalori harian, sesuai
 Memantau kesesuaian
perintah diet untuk
memenuhi kebutuhan gizi
sehari-hari, sesuai
 Kolaborasi dengan ahli gizi,
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi
persyaratan gizi yang sesuai
 Pilih suplemen gizi, sesuai
 Dorong pasien untuk

28
memilih makanan semisoft,
jika kurangnya air liur
menghalangi menelan
 Mendorong asupan
makanan tinggi kalsium,
sesuai
 Mendorong asupan
makanan dan cairan tinggi
kalium, yang sesuai
 Memberikan pasien dengan
tinggi protein, tinggi kalori,
makanan dan minuman
bergizi jari yang dapat
mudah dikonsumsi, sesuai
 Administer menyusui
enteral, sesuai

4. Harga diri rendah situasional NOC : NIC :

29
Definisi : perkembangan persepsi negatif  Body Image, disiturbed Self Esteem Enhancement
tentang situasi saat ini.  Coping, ineffective  Tunjukan rasa percaya diri
Batasan karakteristik :  Personal identity, disturbed terhadap kemampuan pasien
 Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu  Health behavior, risk untuk mengatasi situasi
menghadapi peristiwa  Self esteem situasional, low  Dorong pasien
 Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu Kriteria hasil : mengidentifikasi kekuatan
menghadapi situasi  Adaptasi terhadap ketunandayaan fisik : dirinya
 Perilaku bimbang respon adaptif klien terhadap tantangan  Ajarkan keterampilan

 Perilaku tidak asertif fungsional penting akibat ketunandayaan perilaku yang positif

 Secara verbal melaporkan tantangan fisik melalui bermain peran,

situasional saat ini terhadap harga diri  Resolusi berduka : penyesuaian dengan model peran, diskusi
kehilangan aktual atau kehilangan yang  Dukung peningkatan
 Ekspresi ketidakberdayaan
akan terjadi tanggung jawab diri, jika
 Ekspresi ketidakbergunaan
 Penyesuaian psikososial : perubahan diperlukan
 Verbalisasi meniadakan diri
hidup : respon psikososial adaptif individu  Buat statement positif
Faktor yang berhubungan :
terhadap perubahan bermakna dalam hidup terhadap pasien
 Perilaku tidak selaras dengan nilai
 Menunjukkan penilaian pribadi tentang  Monitor frekuensi
 Perubahan perkembangan
harga diri komunikasi verbal pasien
 Gangguan citra tubuh
 Mengungkapkan penerimaan diri yang negatif

30
 Kegagalan  Komunikasi terbuka  Dukung pasien untuk
 Gangguan fungsional  Mengatakan optimisme tentang masa mendukung tantangan bar

 Kurang penghargaan depan  Kaji alasan-alasan untuk

 Kehilangan  Menggunakan strategi koping efektif mengkritik atau


menyalahkan diri sendiri
 PenolakanPerubahan peran sosial
 Kolaborasi dengan sumber-
sumber lain (petugas dinas
sosial, perawat spesialis
klinis, dan layanan
keagamaan)
Body Image Enhancement
Counseling
 Menggunakan proses
pertolongan interaktif yang
berfokus pada kebutuhan,
masalah atau perasaan
pasien dan orang terdekat
untuk meningkatkan atau
mendukung koping,

31
pemecahan masalah
Coping Enhancement
5. Kecemasan/Ansietas NOC : Kontrol Ansietas NIC :Pengurangan Ansietas
Definisi : Perasaan tidak nyaman atau Tujuan : Kecemasan orang tua tidak Aktivitas :
kekhawatiran yang samar disertai respons berkelanjutan.  Anjurkan orang tua untuk
autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau Indicator : selalu memotivasi anaknya.
tidak diketahui oleh individu), perasaan takut  Merencanakan strategi koping untuk situasi-  Anjurkan orang tua untuk
yang disebabkan oleh antisipasi terhadap situasi yang membuat stress memberikan anaknya
bahaya. Hal ini merupakan isyarat  Mempertahankan penampilan peran bimbingan belajar intensif.
kewaspadaan yang memperingatkan individu  Melaporkan tidak ada gangguan persepsi  Anjurkan orang tua agar selalu
akan adanya bahaya dan memampukan sensori memantau prilaku anak.
individu untuk bertindak menghadapi ancaman.  Manifestasi prilaku akibat kecemasan tidak  Kolaborasi dengan ahli gizi
Batasan Karakteristik :
ada untuk keseimbanga gizi anak.
Perilaku :
 Melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan  Anjurkan orang tua untuk
 Penurunan produktivitas
secara fisik membawa anaknya ke dokter
 Gerakan yang irelevan
bila perlu.
 Gelisah
 Beri penjelasan tentang
 Melihat sepintas
kondisi anak kepada orang
 Insomnia tua.
 Kontak mata yang buruk

32
 Mengekspresikan kekhawatiran karena
perubahan dalam peristiwa hidup
 Agitasi
 Mengintai
 Tampak dewasa
Afektif :
 Gelisah
 Kesedihan yang mendalam
 Distress
 Ketakutan
 Perasaan tidak adekuat
 Berfokus pada diri sendiri
 Peningkatan kewaspadaan
 Iritabilitas
 Gugup
 Senang berlebihan
 Rasa nyeri yang meningkatkan
ketidakberdayaan

33
 Peningkatan rasa ketidakberdayaan yang
persisten
 Bingung
 Menyesal
 Ragu/tidak percaya diri
 Khawatir
Fisiologis :
 Wajah tegang
 Tremor tangan
 Peningkatan keringat
 Peningkatan ketegangan
 Gemetar
 Tremor
 Suara bergetar
Simpatik :
 Anoreksia
 Eksitasi kardiovaskular
 Diare

34
 Mulut kering
 Wajah merah
 Jantung berdebar-debar
 Peningkatan tekanan darah
 Peningkatan denyut nadi
 Peningkatan refleks
 Peningkatan frekuensi pernapasan
 Pupil melebar
 Kesulitan bernapas
 Vasokonstriksi superfisial
 Kedutan pada otot
 Lemah
Parasimpatik :
 Nyeri abdomen
 Penurunan tekanan darah
 Penurunan denyut nadi
 Diare
 Vertigo

35
 Letih
 Mual
 Gangguan tidur
 Kesemutan pada ekstremitas
 Sering berkemih
 Dorongan segera berkemih
Kognitif :
 Menyadari gejala fisiologis
 Bloking pikiran
 Konfusi
 Penurunan lapanh persepsi
 Kesulitan berkontrasepsi
 Penurunan kemampuan untuk belajar
 Penurunan kemampuan untuk memecahkan
masalah
 Ketakutan terhadap konsekuensi yang tidak
spesifik
 Lupa

36
 Gangguan perhatian
 Khawatir
 Melamun
 Cenderung menyalahkan orang lain

37
D. Implementasi Keperawatan

Setelah rencana disusun, selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang nyata


untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar
semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah
ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat langsung
melaksanakan atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain yang
dipercaya.

E. Evaluasi Keperawatan

Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan yang


dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahui
sejauh mana masalah klien teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan
umpan balik atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dalam
proses keperawatan.

38
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Autisme adalah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan


berinteraksi social serta mengalami gangguan sensoris, pola bermain dan
emosi. Penyebabnya karena antar jaringan otak tidak sinkron. Ada yang
maju pesat, sedangkan yang lainnya biasa-biasa saja. Penyebab autisme
sangat kompleks, tak lepas dari factor genetika dan lingkungan social.
Terapi penyembuhan yang diterapkan dilakukan dengan berbagai
varian tehnik, diantaranya tehnik belajar dan bermain yang dapat dilakukan
secara vebal maupun non verbal, dengan melibatkan orang tua dan ada juga
yang tidak. Inti dari sejumlah terapi tersebut dimaksudkan untuk
mengeliminir berbagai symptom yang diperlihatkan oleh seorang anak
autisme yang tentunya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkatan
sindrom yang disandang anak.

3.2 Saran

Kami selaku penulis senantiasa berharap penulisan makalah ini bisa


bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkan.
Penulis menyadari bahwa makala ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini.

39
DAFTAR PUSTAKA

Aizid, Rizem, 2011, Sehat dan Cerdas dengan Terapi Musik, Laksana,
Jogyakarta.

Aziz Alimul.2008. Pengantar Ilmu Keperawatan 2. Edisi pertama. Jakarta :


Salemba Medika

Hasdianah. 2013. Autis Pada Anak. Yogyakarta: Nuha Medika

Hidayat, A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Ed.2. Jakarta : Salemba


Medika

Judarwanto. 2006. Autism In Children.

Kurniasih, dkk. 2002. Menangani Anak Autis. Majalah Nakita. Gramedia

Sunu, Chrisoper. 2012. Panduan Memecahkan Masalah Autism Unlocking


Autism. Yogyakarta. Lintang Terbit

40

Anda mungkin juga menyukai