Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

AUTISMME

Dosen : Shulhan Arief H. S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun Oleh :

Andhy Reno Prakoso (A1R19004)

Evina Meylia (A1R19015)

Ilham Khoirul Huda (A1R19017)

Niatasya Septa Ericha Putri (A1R19023)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

“HUTAMA ABDI HUSADA”

TULUNGAGUNG

2020/2021

Askep Anak
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN AUTISME

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPERAWATAN

MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

Telah disetujui dan disahkan pada :

Hari                 :

Tanggal           :

Mengetahui,

Mahasiswa Dosen Pembimbing

(……………………………) (Shulhan arief, S.Kep, Ners, M.Kep)

KATA PENGANTAR
Askep Anak
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun laporan pendahuluan dan asuhan
keperawatan ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam laporan pendahuluan dan asuhan
keperawatan ini kami membahas mengenai Autisme.

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini dibuat dengan berbagai observasi dan
beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini.Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan pendahuluan dan asuhan
keperawatan ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada laporan pendahuluan
dan asuhan keperawatan ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta
kritik yang dapat membangunkami. Kritik dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan selanjutnya.

Akhir kata semoga laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini dapat memberikan
manfaat bagi kita sekalian.

Tulungagung, 7 April 2021

Penulis

Askep Anak
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.………………………………………………………………………….

A. Latar Belakang……………………………………………………………………………... .
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………… .
C. Tujuan ……………………………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………...

A. Pengertian autisme…………………………………………………………………………...
B. Etiologi………………………………………………………………………………………
C. Tanda dan gejala……………………………………………………………………………..
D. Patofisiologi………………………………………………………………………………….
E. Pemeriksaan diagnostic……………………………………………………………………...
F. Penatalaksanaan medis………………………………………………………………………
G. Pengkajian keperawatan……………………………………………………………………..
H. Diagnose keperawatan……………………………………………………………………….
I. Intervensi…………………………………………………………………………………….
J. Evaluasi……………………………………………………………………………………...

ASUHAN KEPERAWATAN……………………………………………………………………...

BAB I
PENDAHULUAN
Askep Anak
A. Latar Belakang
Autisme merupakan salah satu ganguan perkembangan pervasif pada anak-anak yang ditandai
ganguan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Huzaemah, 2010).
Tahun 2013 Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Indonesia, Melly Budhiman
memperkirakan jumlah anak autis bekisar 112.000 dengan rentang umur lima sampai sembilan belas
tahun. Perkiraan jumlah anak autisme ini didapatkan dari perhitungan prevalensi autis sebesar 1,68 per
1000 anak di bawah umur 15 tahun (Priherdityo, Endro, 2016). Tahun 2015 menurut dr. Widodo
Judarwanto, pediatrician clinical and editor in chief dari klinik autis Jakarta memperkirakan jumlah
penderita autis di Indonesia menjadi kurang lebih 134.000 anak penyandang spektrum autisme.
Perkiraan jumlah penderita autisme di Indonesia dalam dua tahun ini menunjukkan jumlah anak autis
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, sehingga menyita perhatian banyak pihak.
Anak autisme mempunyai masalah dengan pencernaan, seperti kekurangan enzim pencernaan
dan/atau kebocoran lapisan saluran pencernaan. Kekurangan enzim pencernaan sulfotransferase
menyebabkan gangguan pada metabolisme makanan dan zat kimia yang mengandung fenol atau
pewarna dan amin seperti pada apel, jeruk, coklat, asam sitrat, coklat dengan sempurna. Terganggunya
fungsi enzim tersebut juga bisa menyebabkan kebocoran dinding usus sehingga protein tidak sempurna
terabsorbsi seperti gluten dan kasein (Shattock P, 2001).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian autisme?
2. Bagaimana etiologi autisme?
3. Bagaimana tanda dan gejala autisme?
4. Bagaimana patofisiologi autisme?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostic autisme?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis autisme?
7. Apa pengkajian keperawatan autisme?
8. Apa diagnose keperawatan autisme?
9. Apa intervensi autisme?
10. Apa evaluasi autisme?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian autisme
2. Untuk mengetahui etiologi autisme
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala autisme
4. Untuk mengetahui patofisiologi autisme
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic autisme
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis autisme
7. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan autisme
8. Untuk mengetahui diagnose keperawatan autisme
9. Untuk mengetahui intervensi autisme
10. Untuk mengetahui evaluasi autisme

BAB II

Askep Anak
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yang kompleks, biasanya muncul pada anak-
anak terutama usia 1 – 3 tahun akibat adanya kelainan biologis dan neurologis pada otak termasuk
ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik dan gangguan kekebalan tubuh. Ditandai dengan adanya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
Pada umumnya penderita autisme mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan
mereka. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial baik pandangan mata,
sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya

Autisme adalah gangguan perkembangan otak yang memengaruhi kemampuan penderita dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Di samping itu, autisme juga menyebabkan
gangguan perilaku dan membatasi minat penderitanya.

Autisme sekarang disebut sebagai gangguan spektrum autisme atau autism spectrum disorder
(ASD). Hal ini karena gejala dan tingkat keparahannya bervariasi pada tiap penderita. Gangguan yang
termasuk dalam ASD adalah sindrom Asperger, gangguan perkembangan pervasif (PPD-NOS),
gangguan autistik, dan childhood disintegrative disorder.

B. Etiologi

Hingga kini belum ditemukan suatu etiologi spesifik terhadap autism spectrum disorder (ASD),
disebut juga sebagai gangguan spektrum autisme. Namun, studi menemukan adanya hubungan faktor
genetik dan neurobiologis berupa 15 gen yang berkaitan dengan ASD.

Peran faktor genetik sebagai penyebab ASD didukung oleh adanya bukti bahwa ASD bersifat
herediter pada 80% kasus meskipun tidak dapat dipastikan secara tegas apakah pola turunannya bersifat
autosomal dominan atau resesif. Pada sekitar 10-15% kasus, ASD berkaitan dengan sejumlah sindrom
yang melibatkan satu gen seperti sindrom Phelan-McDermid, sindrom Rett, sindrom X rapuh, dan
sklerosis tuberosa.

Pada mayoritas kasus ASD, perubahan genetik biasanya bersifat poligenik dan melibatkan
polimorfisme nukleotida tunggal (single nucleotide polymorphism/SNP). Selain itu, pola perubahan
genetik yang mungkin didapati pada kasus ASD meliputi mutasi fungsional monogenik, varian jumlah
salinan (misalnya, mikrodelesi atau mikroduplikasi) yang melibatkan lebih dari satu gen. [30] Titik-
titik pada kromosom yang terlibat dalam kejadian ASD antara lain delesi SHANK3, 1q21, 3q29,
7q11.23, 15q12, 15q13, 16p11, 17q12, dan Xq. [31]

Faktor Risiko

Sejumlah faktor risiko prenatal, perinatal, dan neonatal dianggap berkaitan dengan autism spectrum
disorder dan perlu dikaji saat mengevaluasi pasien yang dicurigai dengan ASD. Faktor risiko tersebut
antara lain :

 Riwayat prematuritas
 Kejadian hipoksia perinatal
 Infeksi maternal prenatal maupun perinatal (toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, dan infeksi
lainnya / TORCH)
 Hipertensi dalam kehamilan
 Defisiensi vitamin D maternal
 Paparan logam berat (misalnya merkuri dan timbal)

Askep Anak
 Paparan valproat pada masa kehamilan
 Obesitas maternal
 Memiliki riwayat berat lahir sangat rendah (<1500 gram)
 Riwayat penggunaan antidepresan golongan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor)
seperti fluoxetine sebelum maupun selama kehamilan telah diteliti pada beberapa studi namun
hubungan kausalitas dengan ASD masih belum dapat dipastikan.

C. Tanda dan Gejala

Gejala dan tingkat keparahan autisme dapat berbeda pada tiap penderitanya. Pada penderita autisme
dengan gejala yang ringan, aktivitas sehari-hari masih dapat dilakukan dengan normal. Tetapi bila
gejala tergolong parah, penderita akan sangat membutuhkan bantuan dalam menjalani kehidupan
sehari-hari.

Gejala yang muncul adalah terkait dengan cara penderita berkomunikasi dan berinteraksi. Sekitar
80-90% penderita, mulai menampakkan gejala pada usia 2 tahun. Pada kasus yang jarang, gejala
autisme nampak pada usia di bawah 1 tahun atau baru muncul setelah penderita beranjak dewasa.

Berikut adalah beberapa gejala yang biasanya muncul pada penderita autisme:

 Gejala Terkait Komunikasi dan Interaksi Sosial


Sekitar 25-30% anak dengan autisme kehilangan kemampuan berbicara, meski mereka mampu
berbicara saat kecil. Sedangkan 40% anak penderita autisme tidak berbicara sama sekali. Gejala
lain terkait komunikasi dan interaksi sosial adalah:
 Tidak merespons saat namanya dipanggil, meskipun kemampuan pendengarannya normal.
 Tidak pernah mengungkapkan emosi, dan tidak peka terhadap perasaan orang lain.
 Tidak bisa memulai atau meneruskan percakapan, bahkan hanya untuk meminta sesuatu.
 Sering mengulang kata (echolalia), tapi tidak memahami penggunaannya secara tepat.
 Sering menghindari kontak mata dan kurang menunjukkan ekspresi
 Nada bicara yang tidak biasa, misalnya datar seperti robot.
 Lebih senang menyendiri, seperti ada di dunianya sendiri.
 Cenderung tidak memahami pertanyaan atau petunjuk sederhana.
 Enggan berbagi, berbicara, atau bermain dengan orang lain.
 Menghindari dan menolak kontak fisik dengan orang lain.

Gejala Pada Pola Perilaku

 Sensitif terhadap cahaya, sentuhan, atau suara, tapi tidak merespons terhadap rasa sakit.
 Rutin menjalani aktivitas tertentu, dan marah jika ada perubahan.
 Memiliki kelainan pada sikap tubuh atau pola gerakan, misalnya selalu berjalan dengan
berjinjit.
 Melakukan gerakan repetitif, misalnya mengibaskan tangan atau mengayunkan tubuh ke depan
dan belakang.
 Hanya memilih makanan tertentu, misalnya makanan dengan tekstur tertentu.

Selain berbagai gejala di atas, penderita autisme juga sering mengalami gejala yang terkait dengan
kondisi lain, misalnya ADHD, epilepsi, sindrom Tourette, gangguan obsesif kompulsif (OCD),
dyspraxia, gangguan kecemasan, gangguan bipolar, dan depresi.

D. Patofisiologi

Askep Anak
Patofisiologi autism spectrum disorder (ASD), di Indonesia dikenal sebagai gangguan spektrum
autistik, sangat dipengaruhi oleh faktor genetik yang terlibat dalam berbagai proses mulai dari
neurogenesis hingga maturasi sinaps dan perkembangan dendritik.

Pengaruh Faktor Genetik

Mekanisme pengaruh faktor genetik terhadap kejadian autism spectrum disorder masih belum diketahui
dengan pasti walaupun kedua hal tersebut telah lama dipelajari dan diketahui saling berkaitan. Anak-
anak dengan saudara kandung yang mengalami autisme memiliki risiko autisme yang lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi umum. Kendati ASD memiliki spektrum fenotip penyakit yang luas,
pasien ASD dengan karakteristik genetik yang homogen biasanya memiliki fenotip yang lebih mirip.
Selain itu, terdapat sejumlah mutasi genetik baru yang menyebabkan kelainan alel pada individu
dengan ASD atau orang tuanya yang mempengaruhi neuroanatomi dan karakteristik perilaku.

Mutasi gen tersebut diduga mempengaruhi fungsi sinaps melalui berbagai cara. Hal ini mencakup
gangguan pada penggabungan asam amino menjadi protein dan perubahan struktur protein
transmembran yang penting bagi sinaptogenesis serta kelainan genetik pada transduksi sinyal yang
terlibat dalam pembentukan sinaps.

Faktor genetik turut diduga berperan pada kecenderungan ASD untuk lebih sering terjadi pada anak
laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini mungkin berkaitan dengan sejumlah mekanisme epigenetik
seperti pengaruh gen Y, inaktivasi gen X, serta keberadaan gen alel dari orang tua asal. Interaksi antara
perbedaan jenis kelamin terhadap faktor hormonal dan faktor lingkungan seperti pola makan, stres, dan
infeksi berpotensi menginisiasi perjalanan penyakit ASD sejak usia dini.

Gangguan Neurogenesis dan Migrasi Neuron pada Gangguan Spektrum Autisme

Telah banyak bukti yang mendukung adanya peran gangguan neurogenesis dan migrasi neuron pada
autism spectrum disorder. Pada pasien ASD, ukuran serebrum mungkin saja normal saat lahir namun
seiring perjalanan waktu terjadi pertumbuhan abnormal neuron yang dilanjutkan dengan periode
penurunan pertumbuhan dibandingkan individu normal. Peningkatan jumlah neuron terutama di
korteks prefrontal mengisyaratkan bahwa neurogenesis berlebihan mungkin berperan terhadap
peningkatan ukuran serebrum dan makrosefali pada ASD. Hipertensi dalam kehamilan juga dapat
meningkatkan resiko terjadinya ASD pada anak. Kurangnya suplai oksigen ke fetus semasa kehamilan
dapat mengakibatkan gangguan pada perkembangan neuron.

Korteks prefrontal bukan satu-satunya regio di otak yang terpengaruh akibat gangguan neurogenesis
pada ASD. Displasia serebrum dapat menjangkiti berbagai area di otak yang mengisyaratkan adanya
disregulasi neurogenesis dan maturasi atau migrasi neuronal. Secara khusus, disregulasi neurogenesis
ini biasanya melibatkan peningkatan populasi neuron proyeksi kortikal tanpa disertai gangguan
bermakna pada sel glia.Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian lain yang menemukan bahwa pada
substansia alba di serebrum individu dengan ASD tidak terdapat peningkatan bermakna walaupun telah
terjadi makrosefali.

Kaitan klinis antara makrosefali pada ASD dengan fenotip penyakit ASD masih belum diketahui
dengan pasti. Beberapa penelitian menemukan bahwa makrosefali dapat berkaitan dengan peningkatan
fungsi kognitif pada individu dengan ASD dibandingkan kelompok kontrol. Namun, pengaruh
peningkatan lingkar kepala pada pasien dengan ASD terhadap kemampuan khusus pada populasi ini
masih belum dapat dipastikan dengan tegas.

Beragam penelitian juga menemukan bahwa defek migrasi neuron juga terjadi pada pasien dengan
ASD. Defek tersebut meliputi perubahan densitas neuron, ukuran soma, kolom sel yang ireguler, serta
gangguan lokalisasi neuron. Pada level molekuler, gangguan migrasi neuron ini diketahui berkaitan
dengan sejumlah gen yang mengatur produksi reelin (glikoprotein regulator pada migrasi neuron),
mutasi pada gen Auts2, dan CNTNAP2.

Askep Anak
Perubahan Pola Pertumbuhan Neurit dan Taju Dendritik pada Gangguan Spektrum Autisme

Perubahan pola pertumbuhan neurit dan taju dendritik dalam perjalanan penyakit autism spectrum
disorder telah banyak dipelajari. Peran neuron sebagai suatu sel yang menjalankan fungsi spesifik tak
dapat dilepaskan dari integritas fungsi soma yang mengandung nukleus, prosesus aksonal yang
menyalurkan informasi, dan kompleks punjung dendritik yang menerima informasi dari akson dari
neuron di sekitarnya. Gangguan konektivitas neuron merupakan salah satu defek utama yang
ditemukan pada pasien dengan ASD dan dapat dipengaruhi oleh perubahan pada perkembangan
dendritik, morfologi taju dendritik, dan fungsi sinaps.

Gangguan perkembangan dendritik, khususnya arborisasi dendrit yang berlebihan dan berkurangnya
pemendekan dendrit, diduga berperan pada kejadian makrosefali. Pada perjalanan penyakit ASD tahap
neurogenesis, peningkatan neuron intrauterin mungkin berkaitan dengan peningkatan potensi
makrosefali. Namun, pada mayoritas pasien dengan ASD, volume otak saat usia bayi umumnya masih
normal yang menandakan bahwa terdapat mekanisme lain yang berperan terhadap kejadian
makrosefali. Pertumbuhan volume otak pasca kelahiran, sebagaimana terjadi pada ASD, diduga lebih
disebabkan oleh pertumbuhan dendritik aberans seiring dengan peningkatan arborisasi dendritik dan
penambahan hubungan sinaptik yang baru di otak. Hal ini dapat berlangsung hingga seseorang berusia
5 tahun.

Di sisi lain, perubahan pada taju dendritik juga diketahui berpengaruh terhadap kejadian ASD. Pada
individu dengan ASD, analisis postmortem menunjukkan adanya peningkatan densitas taju dendritik
dibandingkan individu normal. Berbagai gen seperti MECP2, FMR1, PTEN, dan CYFIP1 sangat
penting perannya dalam pertumbuhan dendritik dan formasi taju dendritik serta maturasi sinaps
sehingga dianggap sebagai gen-gen yang berisiko tinggi terhadap autisme apabila mengalami mutasi.

E. Pemeriksaan Diagnostik

Sampai saat ini, diagnosis penderita autism spectrum disorder (ASD), atau disebut sebagai
gangguan spektrum autism, masih mengandalkan evaluasi klinis. Belum ada pemeriksaan laboratorium
yang menunjang diagnosis ASD.

 Anamnesis

Pada prinsipnya, anamnesis sangat mengandalkan informasi dari orang tua penderita ASD, terutama
mencakup kemampuan bicara atau bahasa, interaksi sosial, dan kemampuan bermain. Namun
demikian, informasi mengenai adanya penyakit penyerta (termasuk kelainan genetik), riwayat tumbuh
kembang, riwayat saat kehamilan hingga persalinan, serta riwayat keluhan serupa dalam keluarga juga
perlu digali untuk mencari faktor risiko yang berhubungan dengan ASD.

 Aloanamnesis pada Anak Berusia 18-24 Bulan

Anak dengan ASD biasanya mulai bergejala ketika berusia 18-24 bulan, yakni usia ketika anak
dihadapkan pada situasi sosial yang menguji keterbatasan mereka dalam menunjukkan pola komunikasi
sosial yang wajar. Bentuk kekhawatiran orang tua pada tahap usia ini amat bervariasi dan bergantung
pada usia anak ketika mereka menyadari adanya ketidakwajaran. Anak-anak biasanya dibawa ke dokter
umum atau spesialis anak dengan masalah keterlambatan atau regresi perkembangan dan bicara,
maupun perilaku dan pola permainan yang tak sesuai dengan usianya.

 Aloanamnesis pada Anak Berusia di Atas 24 Bulan

Askep Anak
Pada usia lebih lanjut, anak-anak biasanya memiliki masalah akademik, kecanggungan sosial dan
gangguan perilaku yang cukup serius serta mengganggu hubungan dalam keluarga. Anak-anak yang
baru dicurigai mengalami ASD pada usia lebih dewasa biasanya telah menunjukkan indikator gejala
sejak usia 2 tahun namun cenderung dianggap sebagai bagian dari pola perkembangan normal. Hal ini
mungkin berhubungan dengan anggapan orang tua atau pengasuh anak bahwa kemandirian yang tinggi,
kemampuan memahami gerak mekanik, dan ketajaman pengamatan pada usia dini tersebut merupakan
indikator pertumbuhan normal tanpa terlalu memperhatikan apakah pencapaian motorik tersebut turut
diimbangi dengan pola perilaku dan kemampuan sosial yang sesuai usianya. Oleh sebab itu, pada anak
yang berusia lebih dari 2 tahun, pertanyaan anamnesis perlu diarahkan secara retrospektif terhadap
pencapaian perkembangan motorik, bahasa, kemampuan sosial dan perilaku ketika ia berusia 18-24
bulan.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada anak dengan lain pemeriksaan antropometri dan evaluasi tumbuh
kembang. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi pada kemampuan bicara atau bahasa, interaksi sosial, dan
kemampuan bermain.

 Penilaian Domain Interaksi Sosial

Gangguan interaksi sosial merupakan salah satu tanda ASD yang muncul paling dini namun sering
terlewatkan. Karakteristik gangguan komunikasi sosial yang sangat berkaitan dengan ASD antara lain
ketidakmampuan anak dalam menunjukkan minat, membagi perhatian, dan mengikuti pandangan mata
lawan bicaranya. Ketika namanya dipanggil, anak sangat mungkin tidak berespons dan sering
disalahartikan sebagai suatu bentuk gangguan pendengaran. Ekspresi wajah yang terbatas, khususnya
tersenyum dan gestur tertentu yang jarang ditunjukkan seperti mengangguk, menggeleng, melambaikan
tangan, tepuk tangan, juga patut dicurigai sebagai bentuk keterbatasan interaksi sosial pada ASD.
Anak-anak dengan ASD biasanya jarang menunjukkan ketertarikan terhadap lingkungan di sekitarnya
maupun berbagi kebahagiaan dengan orang tuanya, misalnya tidak pernah menunjuk mainan yang ia
sukai atau tidak pernah menunjuk hal baru yang menarik di dekatnya).

 Identifikasi Bentuk Gangguan Berbahasa

Gangguan berbahasa yang berkaitan dengan ASD cukup luas dan perlu dibedakan dari bentuk
gangguan bahasa spesifik. Anak dengan ASD biasanya tidak mampu menunjukkan kompensasi
keterbatasan berbahasa seperti menggunakan gerak tubuh atau mimik untuk menyampaikan
keinginannya. Bentuk bahasa verbal yang diungkapkan anak dengan ASD biasanya berupa jargon yang
tak berarti, neologisme, ekolalia, prosody, dan keterbatasan dalam memulai percakapan. Segala
keterbatasan tersebut menyebabkan anak dengan ASD tidak mampu berinteraksi dua arah dengan
leluasa.

 Observasi Perilaku Repetitif dan Persisten

Aktivitas yang dilakukan individu dengan ASD biasanya bersifat repetitif dan terbatas. Perilaku
motorik yang repetitif tersebut dapat bermanifestasi sebagai ayunan tangan yang tak bertujuan, jentikan
jari, benturan kepala kepada suatu benda padat, dan gerakan memutar tubuh. Perilaku repetitif juga
dapat ditunjukkan sebagai minat yang terbatas pada mainan jenis tertentu dan menyusun mainan dalam
pola tertentu secara berulang-ulang. Hal ini juga dapat disertai ekolalia susulan, yakni duplikasi bahasa
verbal dari lingkungan sekitar (misalnya, orang dewasa lain maupun suara dari radio atau televisi) yang
kemudian diucapkan terus-menerus tak lama setelah sumber suara asli muncul. Selain itu, individu
dengan ASD biasanya sangat persisten dengan pola lingkungan atau aktivitas yang sama dan apabila
Askep Anak
hal tersebut diubah akan menimbulkan rasa tidak nyaman atau bahkan distres serius yang
bermanifestasi sebagai temper tantrum.

 Pemeriksaan Pada ASD dengan Pola Regresi

Pada 20-30% kasus ASD, pasien dapat berada dalam fase regresi atau stasis. Hal ini ditandai oleh
penurunan kemampuan perkembangan yang sebelumnya telah dicapai dan biasanya mempengaruhi
kemampuan berbahasa pada usia 18-24 bulan. Kemampuan motorik biasanya tidak terpengaruh namun
orang tua dapat melaporkan adanya perubahan pola makan dan tidur, munculnya perilaku repetitif, dan
penurunan kemampuan interaksi sosial. Adanya pola regresi kemampuan sosial pada anak berusia di
bawah 3 tahun sangat berkaitan dengan diagnosis ASD walaupun penyebabnya belum diketahui.
Apabila regresi autistik terjadi pada anak berusia di atas 3 tahun atau disertai regresi fungsi motorik,
evaluasi lanjutan perlu dilakukan untuk menguji apakah terdapat kemungkinan suatu penyakit
neurodegeneratif seperti sindrom Rett atau Landau Kleffner yang juga berkaitan dengan ASD.

 Skrining Autism Spectrum Disorder

Skrining terhadap autism spectrum disorder dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen skrining
seperti Modified-Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT) yang diadaptasi ke dalam bahasa
Indonesia. M-CHAT merupakan instrumen skrining yang valid dalam mengenali tanda dan gejala
autisme pada anak berusia 18-24 bulan.

M-CHAT merupakan instrumen skrining dua tahap untuk menilai risiko ASD. Hasil skrining positif
atau kekhawatiran orang tua tentang kemungkinan adanya ASD pada anak mengisyaratkan bahwa
pasien mungkin memerlukan rujukan untuk evaluasi formal lanjutan

Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan pada saat mengevaluasi pasien yang dicurigai dengan
autism spectrum disorder terdiri atas berbagai penyakit perkembangan saraf dan gangguan mental-
perilaku. Diagnosis banding penyakit perkembangan saraf dapat berupa gangguan bahasa spesifik,
keterbatasan intelektual dan keterlambatan perkembangan umum. Sementara itu, diagnosis banding
yang tergolong dalam gangguan mental-perilaku memiliki karakteristik keterbatasan interaksi sosial
dan kekakuan perilaku yang mirip dengan ASD seperti yang dapat ditemukan pada gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, gangguan menentang oposisional, gangguan perilaku, dan
gangguan kelekatan.

F. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua disiplin ilmu yang terkait:
tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter rehabilitasi medik) dan non medis (tenaga
pendidik, psikolog, ahli terapi bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan terapi pada autis adalah
untuk mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya
terutama dalam penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini mungkin dan dilakukan manajemen
multidisiplin yang sesuai yang tepat waktu, diharapkan dapat tercapai hasil yang optimal dari
perkembangan anak dengan autisme.

Askep Anak
Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non medikamentosa dan medika
mentosa.
1. Non medikamentosa
a. Terapi edukasi
b. Terapi perilaku
c. Terapi wicara
d. Terapi okupasi/fisik
e. Sensori integrasi
f. AIT (Auditory Integration Training
g. Intervensi keluarga

2. Medikamentosa
a. Neuroleptik
 Neuroleptik tipikal potensi rendah-Thioridazin-dapat menurunkan agresifitas dan
agitasi.
 Neuroleptik tipikal potensi tinggi-Haloperidol-dapat menurunkan agresifitas,
hiperaktifitas, iritabilitas dan stereotipik.
 Neuroleptik atipikal-Risperidon-akan tampak perbaikan dalam hubungan sosial, atensi
dan absesif.
b. Agonis reseptor alfa adrenergik
 Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas, impulsifitas dan hiperaktifitas. 
Beta adrenergik blocker
 Propanolol dipakai dalam mengatasi agresifitas terutama yang disertai dengan agitasi
dan anxietas.
c. Neuroleptik (Risperidon) dan SSRI dapat dipakai untuk mengatasi perilaku stereotipik
seperti melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin dan ritual obsesif
dengan anxietas tinggi.
d. Methylphenidat (Ritalin, Concerta) dapat meningkatkan atensi dan mengurangi
destruksibilitas.
e. Dyphenhidramine (Benadryl) dan neuroleptik (Tioridazin) dapat mengatasi keluhan
insomania.
f. Semua gangguan metabolisme yang ada diperbaiki dengan obat- obatan maupun pengaturan
diet.

G. Pengkajian Keperawatan
I. IDENTITAS
II. RIWAYAT KESEHATAN KLIEN
III. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI
IV. DATA PSIKOSOSIAL
V. KONSEP DIRI
VI. DATA SPIRITUAL
VII. PEMERIKSAAN FISIK

H. Diagnose Keperawatan
1. Gangguan Komunikasi Verbal b.d Keterlambatan Dalam Berbahasa d.d Tidak Mampu
Menggunakan Ekspresi Tubuh
2. Gangguan Interaksi Sosial b.d Perubahan Neurologis (partus lama) d.d Kurang Responsif
Pada Orang Lain

I. Intervensi
Askep Anak
1. Gangguan Komunikasi Verbal b.d Keterlambatan Dalam Berbahasa d.d Tidak Mampu
Menggunakan Ekspresi Tubuh.
Kriteria hasil :
 Kemampuan bicara meningkat
 Kemampuan mendengar meningkat
 Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat
 Kontak mata meningkat

Intervensi

Observasi

 Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dasn diksi bicara


 Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara
 Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang menganggu bicara
 Identifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi

Terapeutik

 Gunakan metode Komunikasi alternative (mis: menulis, berkedip, papan Komunikasi


dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan computer)
 Sesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien, dengarkan
dengan seksama, tunjukkan satu gagasan atau pemikiran sekaligus, bicaralah dengan
perlahan sambil menghindari teriakan, gunakan Komunikasi tertulis, atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami ucapan pasien.
 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
 Ulangi apa yang disampaikan pasien
 Berikan dukungan psikologis
 Gunakan juru bicara, jika perlu

Edukasi

 Anjurkan berbicara perlahan


 Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara
 Kolaborasi
 Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

2. Gangguan Interaksi Sosial b.d Perubahan Neurologis (partus lama) d.d Kurang Responsif Pada
Orang Lain
Kriteria hasil :
 Perasaan nyaman dengan situasi social meningkat
 Perasaan mudah menerima meningkat
 Responsif pada orang lain meningkat
 Perasaan tertarik pada orang lain meningkat

Intervensi

Observasi

 Identifikasi penyebab kurangnya keterampilan social

Askep Anak
 Identifikasi focus pelatihan keterampilan social

Terapeutik

 Motivasi untuk berlatih keterampilan social


 Beri umpan balik positif
 Libatkan keluarga selama latihan ketrampilan social

Edukasi

 Jelaskan tujuan melatih ketrampilan social


 Jelaskan respons dan konsekuensi ketrampilan social
 Anjurkan mengungkapkan perasaan akibat masalah yang dialami
 Anjurkan mengevaluasi pencapaian setiap interaksi
 Edukasi keluarga untuk dukungan ketrampilan social
 Latih keterampilan social secara bertahap

J. Evaluasi

Dari diagnosa keperawatan yang ditegakkan sesuai dengan apa yang di temukan dalam melakukan
studi kasus dan melakukan asuhan keperawatan kurang lebih sudah mencapai perkembangan yang
lebih baik dan optimal, maka dari itu dalam melakukan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang
maksimal memerlukan adanya keja sama antara perawat, dokter, dan tim kesehatn lainnya.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


“HUTAMA ABDI HUSADA”
Ijin Pendirian Mendiknas RI Nomor :
113/D/O/2009
Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husodo Telp./Fax: 0355-

Askep Anak
322738
Tulungagung 66224
Alamat E-mail : stikeshahta@yaoo.co.id

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


DENGAN AUTISME

Ruangan : WK III-B

No. Reg : 11234544

Pengkajian diambil tanggal : 01-04-2021 jam 14.00

I. Identitas Klien
Nama / Jenis kelamin : An. A

Alamat : Tulungagung

Umur anak : 3 Tahun

Nama ayah : Tn. B

Pendidikan ayah : SMA

Pekerjaan ayah : Wiraswasta

Pekerjaan ibu : IRT

Agama : Islam

Suku bangsa : Indonesia

Diagnosa medis : Autisme

Tanggal masuk RS : 31-03-2021

II. Riwayat Keperawatan


1. Riwayat penyakit
1.1. Keluhan utama : Sulit bicara dan kurang merespon orang lain

1.2. Lama keluhan : 2 bulan

1.3. Akibat timbulnya keluhan : Bicara berulang-ulang dan takut dengan orang

1.4. Faktor yang memperberat : Bersosialisasi

2. Riwayat penyakit sekarang :


Ayah px datang ke RSUD dr.Iskak Tulungagung pada hari Rabu 31 Maret 2021 pukul 07.00
WIB dengan keluhan anak sulit bicara atau bicara berulang-ulang, kurang merespon orang

Askep Anak
lain, sulit menggunakan ekspresi non verbal, perilaku menstimulasi diri, pola tidur yang
tidak teratur dan tantrum yang sering. Keluhan tersebut dialami ± sudah 2 bulan.

3. Riwayat keperawatan dahulu :


3.1. Pre natal : Tidak ada masalah saat kehamilan

3.2. Natal : Partus lama

3.3. Post natal : Saat lahir mengalami gangguan oksigenasi

3.4. Luka / operasi : Luka saat persalinan normal (robekan perineum)


3.5. Allergi : Tidak ada

3.6. Pola kebiasaan : Suka mencium/menjilati benda-benda


3.7. Tumbuh kembang :
- Tengkurap usia : 4 bulan

- Duduk usia : 7 bulan

- Berdiri usia : 12 bulan

- Mengoceh usia : 10 bulan

- Bicara usia : 24 bulan

3.8. Riwayat Imunisasi :


BCG : 1x (usia 3bln) HB : 3x (mulai usia 0 bln)

DPT : 4x (2bln, 3bln, 4bln, 8bln) Meningitis :-

Polio : 4x (lahir, 2bln, 4bln, 6bln) Lain – lain :-

Campak : 2x (9bln, 24bln)

4. Riwayat kesehatan keluarga : Tidak ada riwayat penyakit dari keluarga

5. Riwayat Psikososial : Tidak ada tanda/gejala

6. Riwayat seksual :-

7. Riwayat keluarga :

7.1. Komposisi keluarga terhadap :

Keluarga Inti : Terdapat ayah, ibu, anak (px)

7.2. Lingkungan rumah dan Komunitas : Dapat bersosialisasi dengan baik

8. Kultur dan kepercayaan : Terdapat tradisi telonan dan pitonan

9. Fungsi dan hubungan keluarga : Hubungan keluarga baik, px adalah anak pertama

10. Pola perilaku yang mempengaruhi kesehatan: Tidak menyukai perubahan

11. Persepsi keluarga terhadap anak : Keluarga belum mengetahui penyakit anaknya

Askep Anak
III. Pemeriksaan Fisik
Anak dan neonatus

1. Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis (4-5-6)

BB : 13 kg

TB : 80 cm

LL :-

2. Tanda – tanda vital :

- Tensi :- Nadi : 90x/mnt Suhu : 36,50 C

- Pernafasan: 18x/mnt

3. Kepala dan wajah

- Rambut kepala : Bersih, berwarna hitam, tidak berbau

- Bentuk kepala : Simetris, bulat

- Ukuran – ukuran kepala : Simetris

- UUB : Agak cekung

- UUK : Normal, tidak ada benjolan

4. Mata : Sklera : Tidak icterus, penglihatan normal

Konjungtiva : Tidak anemis

5. Telinga : Normal, lengkap dan simetris

6. Hidung : Normal, bersih, tidak ada pernapasan cuping hidung

7. Mulut : Tidak pucat, lidah bersih

8. Tenggorokan : Normal,tidak ada pembesaran tonsil

9. Leher : Normal, tidak ada pembesaran vemna jugularis, tiroid

10. Dada : Normal chest

11. Paru – paru : Perkusi sonor, auskultasi tidak ada suara tambahan

12. Jantung : Tidak ada BJ III/mur-mur

13. Abdoment : Normal, Bising usus 5-30 x/mnt

14. Ginjal : Normal, tidak ada nyeri tekan

15. Genetalia : Normal, tidak ada luka ataupun odem

16. Axstremits : Jumlah jari-jari lengkap

17. Rektum : Tidak ada hemoroid

18. Neurologi : Normal, GCS 4-5-6

19. Endokrin : Normal, tidak ada kelainan


Askep Anak
IV. Pola Kesehatan Fungsional
1. Nutrisi / Makan / Minum :

Dirumah px makan 3 x/hari, minum 5-6 gelas/hari

Di RS px makan 3 x/hari dengan porsi RS, minum 5-6 gelas/hari

2. Eliminasi :

Dirumah px BAK 2-3 x/hari, BAB 1x setiap pagi

Di RS px BAK 4-5 x/hari, belum BAB selama di RS

3. Istirahat dan tidur :

Dirumah px tidur dengan tenang

Di RS px mudah terbangun karena gaduh

4. Aktivitas dan latihan :

Dirumah px bermain

Di RS px bedrest

V. Pemeriksaan Penunjang :

( Hasil Laboratorium dan Hasil Pemeriksaan Lain )

VI. Persepsi Keluarga Terhadap Penyakit Anaknya :

Keluarga tidak mengetahui penyakit yang dialami anaknya

VII. Penatalaksanaan Dan Terapi :

 BHSP (Bina Hubungan Saling Percaya)


 Implementasi (Observasi keadaan/tanda-tanda vital)
VIII. Pengkajian Tumbuh Kembang :

* Sebelum sakit : -

* Selama sakit : -

Askep Anak
Mahasiswa

(…………………………)

NIM.

ANALISA DATA

Nama pasien : An. A

Umur : 3 Tahun

No. Register : 11234544

Askep Anak
NO KELOMPOK DATA PENYEBAB MASALAH KEPERAWATAN
Partus lama

Ds : ayah px mengatakan G3 nutrisi dan oksigenasi


anak sulit berbicara/ bicara
berulang-ulang Abnormalitas
pertumbuhan sel saraf
Do :
- Tidak ada kontak mata Peningkatan neurokimia
secara abnormal
- Sulit mempertahankan
komunikasi Pertumbuhan tanpa
1. Gangguan Komunikasi Verbal
bimbingan
- Tidak mampu
menggunakan ekspresi Autis
wajah atau tubuh

- Sulit menyusun kalimat G3 komunikasi

- Sulit mengungkapkan Keterlambatan dalam


kata-kata berbahasa

Gangguan Komunikasi
Verbal
Ds : ayah px mengatakan Partus lama
anak kurang merespon orang
lain dan takut dengan orang- G3 nutrisi dan oksigenasi
orang
Abnormalitas
Do : pertumbuhan sel saraf
- Kurang responsive
terhadap orang lain Peningkatan neurokimia
secara abnormal
2. - Tidak minat melakukan Gangguan Interaksi Sosial
kontak fisik Pertumbuhan tanpa
bimbingan
- Kontak mata kurang

- Tidak kooperatif dalam Autis


bermain
Gangguan Interaksi
- Ekspresi wajah tidak Sosial
responsif

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama pasien : An. A

Umur : 3 Tahun

No. Register : 11234544


Askep Anak
TANGGAL
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
MUNCUL
Gangguan Komunikasi Verbal b.d Keterlambatan Dalam Berbahasa d.d
1. 01-04-2021
Tidak Mampu Menggunakan Ekspresi Tubuh
Gangguan Interaksi Sosial b.d Perubahan Neurologis (partus lama) d.d
2. 01-04-2021
Kurang Responsif Pada Orang Lain

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama pasien : An. A

Umur : 3 Tahun

No. Register : 11234544


Askep Anak
DIAGNOSA
NO LUARAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI)
KEPERAWATAN
1. Gangguan Komunikasi - Kemampuan bicara Observasi
Verbal b.d Keterlambatan meningkat  Monitor kecepatan,
Dalam Berbahasa d.d Tidak tekanan, kuantitas, volume
Mampu Menggunakan - Kemampuan dasn diksi bicara
Ekspresi Tubuh mendengar meningkat  Monitor proses kognitif,
anatomis, dan fisiologis yang
- Kesesuaian ekspresi
berkaitan dengan bicara
wajah/tubuh
 Monitor frustrasi, marah,
meningkat
depresi atau hal lain yang
- Kontak mata menganggu bicara
meningkat  Identifikasi prilaku
emosional dan fisik sebagai
bentuk komunikasi
Terapeutik
 Gunakan metode
Komunikasi alternative (mis:
menulis, berkedip, papan
Komunikasi dengan gambar
dan huruf, isyarat tangan, dan
computer)
 Sesuaikan gaya
Komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri di
depan pasien, dengarkan
dengan seksama, tunjukkan
satu gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan
perlahan sambil menghindari
teriakan, gunakan Komunikasi
tertulis, atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
 Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan bantuan
 Ulangi apa yang
disampaikan pasien
 Berikan dukungan
psikologis
 Gunakan juru bicara, jika
perlu
Edukasi
 Anjurkan berbicara
perlahan
 Ajarkan pasien dan
keluarga proses kognitif,
anatomis dan fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan berbicara
Kolaborasi
Askep Anak
 Rujuk ke ahli patologi
bicara atau terapis

Observasi
 Identifikasi penyebab
kurangnya keterampilan
social

 Identifikasi focus pelatihan


keterampilan social

Terapeutik
 Motivasi untuk berlatih
keterampilan social

- Perasaan nyaman  Beri umpan balik positif


dengan situasi social  Libatkan keluarga selama
meningkat latihan ketrampilan sosial
Gangguan Interaksi Sosial - Perasaan mudah Edukasi
b.d Perubahan Neurologis menerima meningkat  Jelaskan tujuan melatih
2.
(partus lama) d.d Kurang ketrampilan social
- Responsif pada orang
Responsif Pada Orang Lain
lain meningkat  Jelaskan respons dan
konsekuensi ketrampilan
- Perasaan tertarik pada
social
orang lain meningkat
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan akibat masalah yang
dialami

 Anjurkan mengevaluasi
pencapaian setiap interaksi

 Edukasi keluarga untuk


dukungan ketrampilan social

 Latih keterampilan social


secara bertahap

Askep Anak
TINDAKAN KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : An. A Umur : 3 Tahun No. Register : 11234544 Kasus : Autisme

TANGGAL/ TANDA TANGGAL/ TANDA


NO NO. DX IMPLEMENTASI EVALUASI
JAM TANGAN JAM TANGAN
1. I 01-04-2021 Observasi Perawat 01-04-2021 S : ayah px mengatakan anak sulit berbicara/ Perawat
14.15 B 21.00 bicara berulang-ulang B
 Memonitor kecepatan, tekanan,
kuantitas, volume dan diksi bicara (px sulit O:
bicara)
 Memonitor frustrasi, marah, depresi - Tidak ada kontak mata
atau hal lain yang menganggu bicara - Sulit mempertahankan komunikasi
(emosi pada px masih belum stabil) - Tidak mampu menggunakan ekspresi
14.20
 Mengidentifikasi prilaku emosional dan wajah atau tubuh
fisik sebagai bentuk komunikasi (px sering - Sulit menyusun kalimat
emosi jika tidak sesuai dengan harapannya) - Sulit mengungkapkan kata-kata
Terapeutik A : Masalah belum teratasi

 Menggunakan metode Komunikasi P : Intervensi dilanjutkan


alternative (menggunakan metode gambar
jika mengajak bicara px)
 Menyesuaikan gaya Komunikasi dengan
kebutuhan (berdiri di depan px
mendengarkan dengan seksama lalu
berbicara secara perlahan dan meminta
bantuan keluarga untuk memahami ucapan

Askep Anak
px)
14.25  Memberikan dukungan psikologis
Edukasi

 Menganjurkan berbicara perlahan


14.30  Mengajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan
berbicara
Kolaborasi

 Merujuk ke ahli patologi bicara atau


terapis
2. II Observasi S : ayah px mengatakan anak kurang merespon
01-04-2021 Perawat 01-04-2021 Perawat
orang lain dan takut dengan orang-orang
 Mengidentifikasi penyebab kurangnya B B
21.00
keterampilan social (px takut/kurang O:
responsive dengan orang lain)
Terapeutik - Kurang responsive terhadap orang lain
- Tidak minat melakukan kontak fisik
 Memotivasi untuk berlatih keterampilan - Kontak mata kurang
social - Tidak kooperatif dalam bermain
 Memberi umpan balik positif - Ekspresi wajah tidak responsive
 Melibatkan keluarga saat latihan A : Masalah belum teratasi
ketrampilan sosial
Edukasi P : Intervensi dilanjutkan

 Menjelaskan tujuan melatih ketrampilan


social (agar px lebih bisa responsive
terhadap orang lain)
 Menganjurkan keluarga mengevaluasi

Askep Anak
pencapaian setiap interaksi
 Mengedukasi keluarga untuk dukungan
ketrampilan social
 Melatih keterampilan social secara
bertahap

Askep Anak

Anda mungkin juga menyukai