Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK

KOSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS AUTISME

Disusun Oleh

Nama : Gracia Yolanda Ndun (PO5303201220788)

Kelas : Tingkat 2 Reguler A

Dosen Pembimbing:

Ibu Agustina Ina, S.Kep.M.Kes

(...................)

PROGRAM STUDI D- III KEPERAWATAN KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kebutuhan
Khusus Autsme” dengan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak. Penulis berusaha
menyusun makalah ini dengan segala kemampuan. Namun penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi
penulisan, pemaparan materi maupun segi penyusunan. Oleh karena itu,
penulis sangat membutuhkan kritik dan saran, agar mampu memperbaiki
dan membangun makalah ini menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini
bisa memberi informasi yang bermutu dan membantu bagi para pembaca.
Akhir dari pengantar ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada
Bapak/Ibu Dosen yang telah memberikan tugas ini dan kepada semua pihak
yang membantu dalam upaya menyelesaikan makalah ini.

Kupang, 29 Februari
2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum.................................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................3
2.1 Konsep Autsme.................................................................................3
2.1.1 Pengertian Autsme..........................................................................3
2.1.2 Etiologi Autsme..............................................................................5
2.1.3 Manifestasi Klinis Autsme.............................................................7
2.1.4 Patofisiologi Autsme......................................................................11
2.1.5 Penatalaksanaan Autsme................................................................13
2.1.6 Skrining Autsme.............................................................................15
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kebutuhan
Khusus Autsme........................................................................................15
2.2.1 Pengkajian......................................................................................18
2.2.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................21
2.2.3 Intervensi Keperawatan..................................................................21
2.2.4 Implementasi..................................................................................27
2.2.5 Evaluasi..........................................................................................27
BAB 3 PENUTUP..................................................................................28
3.1 Kesimpulan........................................................................................28
3.2 Saran..................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................29

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam


Anak Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autisme. Autism
merupakan kelainan neurobiological yang berat, yang terjadi sejak awal
kehidupan anak. Kelainan ini sering didiagnosis pada umur 18 sampai 30
bulan (Soetjiningsih & Ranuh, 2015). Anak dikatakan autisme apabila
memiliki hambatan perkembangan dalam tiga aspek yaitu kemampuan
interaksi sosial dan emosional, kemampuan komunikasi, minat yang terbatas
disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (Syarifatun Nissa Jamal,
2019: hal. 1).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2017 menunjukkan
bahwa 1 dari 160 anak mengalami autisme di Dunia (WHO, 2017).
Prevalensi Autism Spectrum Disorder (ASD) di seluruh dunia terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dilaporkan prevalensi autisme
di seluruh dunia berjumlah 1- 3% (Bharathi et al, 2019). Data Pusat
Kesehatan Nasional tahun 2016 melaporkan bahwa 1 dari 36 anak
didiagnosis mengalami autisme di Indonesia (Lia Kartika Lia, dkk, 2023:
hal. 25).
Gangguan perilaku, gangguan interaksi sosial dan gangguan
komunikasi dapat menghambat perkembangan anak autis serta dapat
menghambat pemberian intervensi terhadap anak autis. Upaya yang
dilakukan oleh perawat dalam menangani anak autisme yaitu memberikan
intervensi yang tepat dan menerapkan asuhan keperawatan pada anak autis
(Lia Kartika Lia, dkk, 2023: hal. 26).
Permasalahan yang ada dilapangan terkadang setiap orang tidak
mengetahui tentang anak Autisme tersebut. Oleh kerena itu kita harus kaji
lebih dalam tentang anak Autisme. Dalam pengkajian tersebut kita butuh
banyak informasi mengenai siapa anak Autisme, penyebabnya dan lainnya.
Dalam masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan

1
anak-anak tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya
yang selama ini terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu,
makalah ini nantinya dapat membantu kita mengetahui anak Autisme
tersebut (Syarifatun Nissa Jamal, 2019: hal. 1).
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui konsep dari
autsm serta asuhan keperawatan pada anak dengan kebutuhan khusus autsm.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk konsep autsme:


a. Pengertian autsme;
b. Etiologi autsme;
c. Manifestasi klinis autsme;
d. Patofisiologi autsme;
e. Pencegahan autsme;
f. Penatalaksanaan autsme.
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada anak dengan
kebutuhan khusus autsme:
a. Pengkajian;
b. Diagnosa keperawatan;
c. Intervensi keperawatan;
d. Implementasi;
e. Evaluasi.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Autisme

2.1.1 Pengertian Autisme

Autisme spectrum disorder adalah gangguan perkembangan pervasive


yang muncul sebelum usia 3 tahun ditandai dengan gangguan interaksi
sosial, gangguan komunikasi verbal dan perilaku yang terbatas dan berulang
(Lia Kartika, dkk, 2023: hal. 26).

Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme
(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki
gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis
menurut para ahli (Syarifatun Nissa Jamal, 2019: hal. 4) yaitu sebagai
berikut:

1. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,


mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri (Leo kanker
handojo, 2003).
2. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak
mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan
perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak
Austistik” (American Psychiatic Association, 2000).
3. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial,
komunikasi, perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris
dan perkembangan terlambat atau tidak normal. Autisme mulai
tampak sejak lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia 3
tahun). “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan
Jiwa” (PPDGJ III).
Anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak
3
umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta
perilakunya. Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa segi (Syarifatun
Nissa Jamal, 2019: hal. 4-5) yaitu sebagai berikut:

1. Segi pendidikan
Anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan kriteria DSM-
IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan
secara khusus sejak dini.
2. Segi medis
Anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan otak
yang menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial,
perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini
memerlukan penanganan/terapi secara klinis.
3. Segi psikologi
Anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek komunikasi
sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan
secara psikologis.
4. Segi sosial
Anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial,
sehingga anak ini memerlukan bimbingan keterampilan sosial agar
dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Sehingga anak Autisme
merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang
bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak
autisme mempunyai dunianya sendiri.
Autisme adalah gangguan perkembangan saraf dengan gejala yang
timbul yang jelas sepanjang umur pasien. Autism Spectrum Disorde (ASD)
ditandai dengan gangguan interaksi social dan komunikasi yang terhambat
dan menyimpang, serta kumoulan aktivitas dan minat yang terbatas (Ni Luh
Cintya Anggreni dan Ni Komang Linda Rahmayanti, 2019: hal. 3).

4
Autisme adalah ketidak mampuan perkembangan yang biasanya
terlihat sebelum usia dua setengan tahun dan ditandai dengan gangguan
pada wicara, bahasa, mobilitas, persepsi dan hubungan interpersonal. Anak
yang autisme biasanya tidak memiliki kesadaran terhadap orang lain dan
gagal membangun hubungan interpersonal, bahkan dengan orang tuanya
mental (Ni Luh Cintya Anggreni dan Ni Komang Linda Rahmayanti, 2019:
hal. 3).
2.1.2 Etiologi Autisme

Menurut Soetjiningsih dan Ranuh (2015) penyebab autisme sangat


kompleks dan multifaktorial terutama dipengaruhi oleh faktor genetik.
Selain itu, penyebab lain adalah adanya gangguan pada fungsi susunan saraf
pusat yang diakibatkan karena kelainan struktur otak. Kombinasi makanan
yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun sehingga
mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah
dalam tingkah laku dan fisik (Lia Kartika, dkk, 2023: hal. 26).

Pada otak anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Banyak
teori yang diajukan oleh para pakar, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta
akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini bahwa ganguan tersebut
terjadi pada fase pembentukan organ (organogenesis) yaitu pada usia
kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia
kehamilan setelah 15 minggu. terhadap lingkungannya. Kelainan juga
ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII.
Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir,
belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel
Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan
keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau
kekacauan impuls di otak (Syarifatun Nissa Jamal, 2019: hal. 6).

Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang


disebut hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi kontrol terahadap
agresi dan emosi yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti
mercury yang banyak terdapat dalam makanan yang dikonsumsi ibu yang

5
sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung
timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi. Anak kurang dapat
mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat pasif.
Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat.
Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-
ulang yang aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus.
Faktor genetika dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel
saraf dan sel otak, namun diperkirakan menjadi penyebab utama dari
kelainan autisme (Syarifatun Nissa Jamal, 2019: hal. 7).

Penyebab autisme yang dikembangkan oleh beberapa ahli (Ni Luh


Cintya Anggreni dan Ni Komang Linda Rahmayanti, 2019: hal. 4) yaitu
sebagai berikut (Kaplan dan Sadock, 2014):
1. Faktor psikogenik
Ketika autisme pertama kali ditemukan tahun 1943 oleh Leo Kanner,
autisme diperkirakan disebabkan pola asuh yang salah. Kasus-kasus
perdana banyak ditemukan pada keluarga kelas menengah dan
berpendidikan yang orang tuanya bersikap dingin dan kaku pada
anak. Kanner beranggapan sikap keluarga tersebut kurang
memberikan stimulasi bagi perkembangannkomunikasi anak yang
akhirnya menghambat perkembangan kemampuan komuniksi dan
interaksi soaial anak.
2. Faktor biologis dan lingkungan
Penelitian tentang faktor organik menunjukkan adanya kelainan atau
keterlambatan dalam tahap perkembangan anak autism kemudian
digolongan sebagai gangguan dalam perkembangan yang mendasari
pengklasifikasian.
3. Faktor genetik
Antara 2-4% saudara kandung anak autistik juga mengalami
gangguan autistik. Laporan klien mengesankan bahwa pada keluarga
yang memiliki anggota autistic, anggota non autistiknya mempunyai
kejadian yang lebih tinggi.

6
4. Faktor imunologis
Ketidakcocokan imunologis dapat turut berperan dalam gangguan
autistic. Limfosit beberapa anak autistik bereaksi dengan antibody
maternal, suatu fakta yang meningkatkan kemungkinan jaringan
saraf embrionik atau ekstraenbrionik rusak selama gestasi.
5. Faktor perinatal
Perdarahan ibu setelah trimester pertama dan meconium di dalam
cairan amnion dilaporkan lebih sering di dalam riwayat anak dengan
gangguan autistik dibandingkan populasi umum.
2.1.3 Manifestasi Klinis

Gejala autisme yang terjadi pada bayi (Lia Kartika, dkk, 2023: hal 26-
27) yaitu sebagai berikut:

1. Selalu membelakangi atau menghindari kontak mata


2. Menolak untuk dipeluk atau disayang
3. Tidak menyambut ajakan ketika kedua tangan diangkat
4. Kurang dapat meniru pembicaraan atau gerakan badan
5. Gagal menunjukkan suatu objek kepada orang lain
6. Kurang responsif terhadap isyarat sosial seperti kontak mata atau
senyuman.
7. Kesulitan dalam interaksi sosial, gangguan komunikasi verbal atau
nonverbal, stereotip, atau perilaku berulang
8. Senang menyendiri
9. Tidak tertarik bermain dengan anak lain
10. Anak tampak acuh tak acuh terhadap pendekatan yang dilakukan
orang tuanya
11. Menghindari sentuhan fisik
12. Perkembangan bahasa sangat lambat
13. Kata-kata yang dikeluarkan tidak dapat dimengerti
14. Anak juga tidak dapat menyampaikan keinginannya dengan kata-
kata serta sulit menggunakan bahasa tubuh

7
Gejala autisme pada remaja (Lia Kartika, dkk, 2023: hal. 27) yaitu
sebagai berikut:

1. Memiliki permasalahan yang berkaitan dengan perilaku,


komunikasi, pendidikan, keterampilan hidup, kemandirian,
keterampilan sosial, dan pertemanan
2. Mengalami perubahan emosi. Frekuensi remaja autis ketika marah
atau tantrum menjadi lebih tinggi dan sering kali marah tanpa sebab.
Anak autis yang sudah memasuki masa remaja dan pubertas juga
akan mengalami perubahan fisik yang sama dengan anak remaja
lain.

Berikut gejala autsm (Ni Luh Cintya Anggreni dan Ni Komang Linda
Rahmayanti, 2019: hal. 10-12) yaitu sebagai berikut:

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal


a. Kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara
b. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti
yang lazim digunakan
c. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya
dapat berkomunikasi dalam waktu singkat
d. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang lain
e. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks
yang sesuai.
2. Gangguan dalam bidang interaksi social

a. Gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka


b. Tidak menoleh bila dipanggil, merasa tidak senang atau menolak
dipeluk.
c. Jika menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang terdekat
dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknnya
d. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain dan saat bermain
bila didekati malah menjauh.

8
3. Gangguan dalam bermain
a. Bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan sabun
menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil
dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama.
b. Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar,
kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi.
c. Jika senang satu mainan tidak mau mainan lainnya
d. Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai atau benda
lainnya, tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam
bermain, tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat
memulai permainan yang bersifat pura-pura, sering
memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar
atau angin yang bergerak.
4. Gangguan perilaku
a. Senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada
tempatnya.
b. Dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang
baru pertama kali ia datangi, ia akan membuka semua pintu,
berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu arah.
c. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya
seperti burung terbang).
d. Sering menyakiti dirinya sendiri seperti memukul kepala di
dinding.
e. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam),
duduk diam bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa
alasan yang masuk akal.
f. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas
ataupun orang.
g. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri.
h. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan
perilaku lainnya.

9
5. Gangguan perasaan dan emosi
a. Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata.
b. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila
tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa
menjadi agresif dan merusak.
c. Tidak dapat berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
6. Gangguan dalam persepsi sensori
a. Perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran,
sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai
berat.
b. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja.
Bila mendengar suara keras, menutup telinga.
c. Menangis setiap kali dicuci rambutnya
d. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu.
e. Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau
melepaskan diri dari pelukan.
Kriteria DSM-IV untuk Autisme Masa Anak-anak (SA Nugraheni,
2012: hal. 12-13) yaitu sebagai berikut:
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.
Minimal harus ada dua gejala sebagai berikut:
a. Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai
(kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-
gerik yang kurang tertuju.
b. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya
c. Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain
d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik
2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi, seperti ditujukan
oleh minimal satu dari gejala-gejala sebagai berikt:
a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang,
tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara
lain selain bicara.

10
b. Bisa bicara, bicaranya tidak dipergunakan untuk berkomunikasi
c. Sering mempergunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa
meniru
3. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku,
minat dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala sebagai
berikut:
a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat
khas dan berlebih-lebihan
b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang
tidak ada gunanya
c. Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang
d. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
2.1.4 Patofisiologi Autsme

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls
listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu
(korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak
berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps (Ni Luh
Cintya Anggreni dan Ni Komang Linda Rahmayanti, 2019: hal. 6).
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan
akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua
tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak
berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps.
Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang
dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak
sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang
digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan
sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian

11
sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps (Syarifatun Nissa Jamal, 2019:
hal. 8).
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak
adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses-proses
tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf
otak (Ni Luh Cintya Anggreni dan Ni Komang Linda Rahmayanti, 2019:
hal. 6). Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui
pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya
neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,
neurotrophin, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide)
yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi
pertumbuhan (Syarifatun Nissa Jamal, 2019: hal. 8).
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel
saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye
(sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak
kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang
pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan
mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya,
pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas,
peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin
menyebabkan kematian sel Purkinye. Gangguan pada sel Purkinye dapat
terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik,
gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal
masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang mengandung
logam berat. Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah
berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel
Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol
berlebihan atau obat seperti thalidomide (Syarifatun Nissa Jamal, 2019: hal.
9).

12
2.1.5 Penatalaksaan Autsme
Penatalaksanaan anak autisme memerlukan peran aktif orang tua dan
dukungandari lingkungan untuk memaksimalkan kualitas hidup,
kemandirian dan tanggung jawab anak. Beberapa intervensi dalam
penatalaksanaan anak autisme (Lia Kartika, dkk, 2023: hal. 27-30) antara
lain:

1. Terapi ABA (Applied Behavior Analysis)


Memberikan intervensi pendidikan dalam mengubah perilaku anak
secara sistematis dan perbaikan perilaku. Terapi ABA (Applied
Behavior Analysis) juga dapat meningkatkan keterampilan motorik
halus, motorik kasar, komunikasi dan kemampuan bersosialisasi
(Kalimantan et al., 2022). Terapi ABA menerapkan pada pelatihan
kontak mata, motorik kasar, mengikuti instruksi sederhana,
mengetahui anggota tubuh, melihat gambar, mencocokkan, serta
untuk melatih kemampuan anak mengenal warna, bentuk, huruf,
binatang, buah dan angka. Ada tiga tahap dalam metode ABA yaitu
sebagai berikut:
a. Matching dengan mencocokkan gambar dan warna;
b. Identifikasi seperti mengambil sesuatu sesuai dengan perintah;
c. Program label saat anak sudah ada verbalnya serta meningkatkan
kemampuan komunikasi non verbal pada anak autis.
2. Terapi wicara
Melancarkan oral motor agar dapat berbicara lebih baik. Ada dua
jenis terapi wicara yaitu sebagai berikut:
a. Terapi alat berbicara yaitu dengan memijat dan melatih alat
wicara dari pipi, dagu dan lidah.
3. Melakukan latihan artikulasi dengan bantuan benda-beda nyata
terapis mengajak anak autis menyebutkan benda tersebut secara
berulang-ulang (Ismet, 2019).

13
4. Terapi Okupasi
Meningkatkan regulasi diri dan melatih motorik halus anak. Terapi
okupasi yang diberikan berupa memegang pensil dengan cara yang
benar, memegang sendok dan menyuap makanan ke mulutnya, serta
memasang kancing baju (Ismet, 2019).
5. Terapi Bermain
Melatih interaksi sosial anak dengan lingkungan melalui permainan
yang berfungsi untuk merangsang perkembangan sensorik motorik,
perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan
kesadaran diri, perkembangan moral (Iskandar, 2019). Terapi
bermain asosiatif merupakan suatu aktivitas bermain yang sama
tetapi masih belum terorganisir, tidak ada pembagian tugas, mereka
bermain sesuai keinginannya sehingga anak autis dapat mengikuti
terapi dengan gembira tanpa ada aturan yang mengikat.
6. Terapi Pivotal Response Treatment (PRT)
Intervensi perilaku untuk meningkatkan keterampilan komunikasi
sosial pada anak autisme. Intervensi PRT berbasis permainan yang
bermanfaat dalam peningkatan kemampuan berbahasa, komunikasi
sosial anak, serta meningkatkan kelekatan sosial (Bradshaw et al.,
2017).
7. Focused Playtime Intervention (FPI)
Intervensi yang menitikberatkan pada pengurangan screen time dan
penurunan perilaku berulang pada anak. Intervensi ini dilakukan
dengan memberikan edukasi dan pelatihan kepada orang tua tentang
cara berinteraksi dengan anak melalui kegiatan dan permainan yang
interaktif dan menyenangkan sehingga anak dapat berinteraksi
secara intensif dengan orang di sekelilingnya terutama orang tuanya
dan bukan hanya dengan objek.
8. Preschool Autism Communication Trial (PACT)
Intervensi yang memberikan edukasi bagi orang tua pada orientasi
awal, serta melibatkan orang tua sebagai mediator dalam sesi
intervensi bersama anak. PACT menitikberatkan pada

14
pengembangan kemampuan komunikasi dan sosialisasi anak yang
dilakukan melalui sesi komunikasi one-to-one antara anak, orang tua
dan terapis. PACT menekankan bahwa anak dengan autisme akan
lebih dapat merespons dengan gaya komunikasi dan sosial orang
tuanya yang disesuaikan dengan kekurangan pada anak (Novianti et
al., 2022). Intervensi ini bertujuan untuk meningkatkan kepekaan
dan daya tanggap orang tua terhadap komunikasi anak dan
mengurangi respons orang tua yang tidak tepat terhadap anak dengan
autism.

Penatalaksanaan anak autisme secara medis, yaitu dengan terapi


psikofarmakologi. Namun, tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan
gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti
hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas
dan gangguan tidur (Syarifatun Nissa Jamal, 2019: hal. 13-14).

2.1.6 Skrining Autsme

Deteksi dini autis pada anak pra sekolah yang tujuannya adalah untuk
mendeteksi secara dini adanya autis pada anak umur 18 bulan sampai 36
bulan. Dilaksanakan atas indikasi atau bila ada keluhan dari ibu/pengasuh
atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, petugas PAUD,
pengelola TPA dan guru TK. Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau
lebih keadaan, seperti keterlambatan berbicara, gangguan komunikasi/
interaksi sosial dan perilaku yang berulang-ulang (Kementerian Kesehetan
RI, 2016: hal. 25)

Alat yang digunakan adalah M-CHAT (Modified-Checklist for Autism


in Toddlers), ada 23 pertanyaan yang dijawab oleh orang tua/pengasuh anak,
pertanyaan diajukan secara berurutan, satu persatu. Jelaskan kepada
orangtua untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab. Berikut cara
menggunakan M-CHAT (Kementerian Kesehetan RI, 2016: hal. 25):

15
1. Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu
perilaku yang tetulis pada M-CHAT kepada orang tua atau pengasuh
anak.
2. Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan tugas pada
Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT)
3. Catat jawaban orang tua/pengasuh anak dan kesimpulan hasil
pengamatan kemampuan anak, YA atau TIDAK. Teliti kembali
apakah semua pertanyaan telah dijawab.

Berikut algoritma pemeriksaan M-CHAT pada anak di atas 18 bulan


(Kementerian Kesehetan RI, 2016: hal. 72):

Instrumen pemeriksaan modified checklist for autsm in toodler (M-CHAT)

No. Pertanyaan Ya Tidak


1. Apakah anak anda senang diayun, melambung di lutut anda dan sebagainya? Ya Tidak
2. Apakah anak anda senang / tertarik dengan anak-anak lain? Ya Tidak
3. Apakah anak anda senang memanjat seperti tangga? Ya Tidak
4. Apakah anak anda senang bermain cilukba / petak umpet? Ya Tidak
5. Apakah anak anda sering bermain pura-pura, contohnya; berbicara ditelepon Ya Tidak
atau bermain dengan boneka atau bermain pura-pura yang lain?
6. Apakah anak anda sering menunjuk dengan jarinya untuk bermain sesuatu? Ya Tidak
7. Apakah anak anda sering menunjuk dengan jarinya untuk mengindikasikan ia Ya Tidak
tertarik sesuatu?
8. Dapatkah anak anda bermain pantas dengan mainan kecil (seperti mobil atau Ya Tidak
benda kecil) tanpa memasukkan ke dalam mulut, menguyah atau
menjatuhkannya?

16
9. Apakah anak anda sering membawa benda didepan orang tua untuk Ya Tidak
menunjukkan kepada anda sesuatu?
10. Apakah anak anda melihat mata anda lebih dari satu atau dua detik? Ya Tidak
11. Apakah anak anda sering terlihat sensitif yang berlebihan terhadap suara Ya Tidak
berisik? (seperti menutup telinga) (misal ketika anda membuat ekspresi wajah,
apakah anak anda meniru anda?
12. Apakah anak anda tersenyum sebagai respon terhadap wajah atau senyum Ya Tidak
anda?
13. Apakah anak anda meniru perilaku anda? Ya Tidak
14. Apakah anda berespon ketika namanya dipanggil? Ya Tidak
15. Jika anda menunjuk mainan yang ada di ruangan, apakah anak anda Ya Tidak
melihatnya?
16. Apakah anak anda berjalan? Ya Tidak
17. Apakah anak anda melihat benda yang anda lihat? Ya Tidak
18. Apakah anak anda membuat gerakan jari yang tidak biasanya dekat wajahnya? Ya Tidak
19. Apakah anak anda berusaha menarik perhatian anda terhadap aktivitasnya? Ya Tidak
20. Apakah anda sering khawatir apabila anak anda tuli? Ya Tidak
21. Apakah anak anda mengerti apa yang dikatakan orang lain? Ya Tidak
22. Apakah anak anda kadang-kadang memandang untuk hal yang tidak jelas atau Ya Tidak
mondar mandir tanpa tujuan?
23. Apakah anak anda melihat wajah anda untuk melihat reaksi anda ketik bertemu Ya Tidak
sesuatu yang tidak dikenal?

KETERANGAN:

1. Enam pertanyaan No. 2, 7, 9, 13, 14, dan 15 adalah pertanyaan


penting (crirical item) jika dijawab “tidak” berarti pasien
mempunyai risiko tinggi autism. Jawaban tidak pada dua atau lebih
critical item, atau tiga pernyaan lain yang dijawab tidak sesuai
(misalnya seharusnya dijawab ya, orang tua menjawab tidak) maka
anak tersebut mempunyai risiko autism.
2. Jika perilaku itu jarang dikerjakan (misal anda melihat satu atau 2
kali), mohon dijawab anak tersebut tidak melakukannya. Misal
jawaban No. 1-7 Tidak. No 8-23 Iya. Kita Curigai sebagai faktor
risiko autism.

17
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kebutuhan
Khusus Autsme

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian pada anak yang mengalami autism spectrum disorder yaitu:

1. Identitas
a. Identitas pasien (anak)
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk RS, nomor registrasi, serta
diagnosis medis.
b. Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat,
suku bangsa
2. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. kajian.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara.
Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya
dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau
menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada
kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu
atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila
senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Sebagai anak
yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada
tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend
apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga.

18
Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50
dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.

b. Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)


1) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
2) Cidera otak
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita
penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit
bawaan atau keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat
penyakit keturunan.
4. Status perkembangan anak
a. Anak kurang merespon orang lain.
b. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
c. Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
d. Anak sulit menggunakan ekspresi nonverbal.
e. Keterbatasan kognitif.
5. Neurologis
a. Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
b. Refleks mengisap buruk
c. Tidak mampu menangis ketika lapar
6. Pola Kesehatan
a. Pemeliharaan dan persepsi Kesehatan
Kaji pasien mengenai status kesehatan anak sejak lahir,
pemeriksaan kesehatan secara rutin, imunisasi, penyakit yang
menyebabkan anak absent dari sekolah, kebiasaan merokok
orang tua, praktek pencegahan kecelakaan (pakaian, menukar
popok), praktek keamanan orang tua (produk rumah tangga,
menyimpan obat-obatan.
b. Nutrisi
Kaji pasien dan ibu pasien mengenai kebiasaan pemberian
ASI/PASI, jumlah minum, kekuatan menghisap, jumlah makanan

19
dan kudapan, jenis dan jumlah (makanan dan minuman) adakah
tambahan vitamin, pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam
terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan, BB lahir dan BB
saat ini serta status nutrisi orang tua, apakah ada masalah atau
tidak
c. Tidur dan istirahat
Kaji pasien mengenai kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu
tidur, jam tidur dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan
tidur, tingkat kesegaran). Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung
mata, keadaan umum, mengantuk).
d. Psikososial
1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
4) Perilaku menstimulasi diri
5) Pola tidur tidak teratur
6) Permainan stereotip
7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
8) Tantrum yang sering
9) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan
10) Kemampuan bertutur kata menurun
11) Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
e. Pola hubungan
Kaji struktur keluarga, masalah/stressor keluarga, interaksi antara
anggota keluarga, respon anak/ bayi terhadap perpisahan,, pola
bermain anak apakah ketergantungan, dan penyusuaian ketika
berada
7. Pemeriksaan fisik
a. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
b. Terdapat ekolalia.
c. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.

20
d. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
e. Peka terhadap bau.
1) Keadaan Umum : Kesadaran, postur tubuh gemuk
2) Tanda-Tanda Vital : TD, N, RR, S Ukuran Anthropometri : TB,
BB mengalami peningkatan, LK, LiLa
3) Kulit Kaji kebersihan, turgor, lesi, kelainan
4) Kepala Kaji bentuk, lesi, kebersihan, edema
5) Mata Kaji konjungtiva, sclera, kelainan mata
6) Telinga Kaji fungsi pendengaran, kelainan, kebersihan
7) Hidung Kaji kebersihan, kelainan
8) Mulut Kaji kebersihan, bau, mukosa mulut, stomatitis
9) Leher Kaji apakah ada pembesaran kelenjar
10) Dada Kaji paru dan jantung dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi
11) Abdomen Kaji abdomen dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi
12) Genetalia Kaji kebersihan, kateter, kelainan
13) kstremitas Kaji adanya edema, infuse/transfuse, kontraktor,
kelinan
14) Neurologi Fungsi saraf

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan pada anak dengan Autism Spectrum Disorder


(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) antara lain:

1. Gangguan interaksi sosial b.d perilaku agresi


2. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskuler.
3. Gangguan tumbuh kembang b.d defisiensi stimulus.
4. Gangguan identitas diri b.d tidak terpenuhinya tugas perkembangan

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan pada anak autis menurut (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018) dan (TIM Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).

21
Diagnosis Tujuan Keperawatan dan Intervensi
Keperawatan kriteria Hasil (SLKI) Keperawatan (SIKI)
(SDKI)
Gangguan Setelah dilakukan intervensi Modifikasi perilaku
Interaksi Sosial keperawatan selama 1 x 24 keterampilan sosial
b.d Perilaku jam Observasi:
agresi Maka Interaksi sosial - Identifikasi
(D.0118) meningkat dengan kriteria penyebab
hasil: kurangnya
1. Perasaan mudah keterampilan
menerima atau sosial
mengkomunikasikan - Identifikasi fokus
perasaan meningkat pelatihan
2. Responsif pada keterampilan
orang lain sosial
meningkat Terapeutik:
3. Minat melakukan - Motivasi untuk
kontak emosi berlatih
meningkat keterampilan
4. Kontak mata sosial
meningkat - Beri umpan balik
5. Kooperatif bermain positif (misalnya
dengan sebaya pujian) terhadap
meningkat kemampuan
6. Gejala cemas sosialisasi
menurun - Libatkan
keluarga selama
latihan
keterampilan
sosial Edukasi
- elaskan tujuan

22
melatih
keterampilan
sosial
Edukasi:
- keluarga untuk
dukungan
keterampilan
sosial
- Latih
keterampilan
sosial secara
bertahap

(I.13484)
Gangguan Setelah dilakukan intervensi Promosi komunikasi:
komunikasi keperawatan selama 1 x 24 Defisit bicara
verbal b.d jam Observasi:
gangguan Maka Komunikasi verbal - Monitor
neuromuskuler meningkat dengan kriteria kecepatan,
(D.0119) hasil: tekanan,
1. Kemampuan kuantitas,
berbicara meningkat volume, dan
2. Kontak mata diksi bicara
meningkat - Identifikasi
3. Respons perilaku perilaku
membaik emosional dan
4. Pemahaman fisik sebagai
komunikasi bentuk
membaik komunikas
Terapeutik:
- Gunakan metode
komunikasi

23
alternatif (mis.
Menulis, papan
komunikasi
dengan gambar
dan huruf, isyarat
tangan dan
komputer)
- Lakukan terapi
wicara
Edukasia:
- Anjurkan
berbicara
perlahan
- Ajarkan pasien
dan keluarga
proses kognitif,
anatomis dan
fisiologis yang
berhubungan
dengan
kemampuan
berbicara
- Ajarkan terapi
wicara
Kolaborasi
- Rujuk ke ahli
patologi bicara
atau terapis

(I.13492)
Gangguan Setelah dilakukan intervensi Promosi perkembangan
tumbuh keperawatan selama 1 x 24 anak

24
kembang b.d jam Observasi:
defisiensi Maka Status perkembangan - Identifikasi
stimulus membaik, dengan kriteria kebutuhan
(D.01060 hasil: khusus anak dan
1. Perilaku sesuai usai kemampuan
meningkat adaptasi anak
2. Respons sosial Terapeutik:
meningkat - Dukung anak
3. Kontak mata mengekspresikan
meningkat perasaan secara
4. Kemarahan positif
menurun - Dukung anak
5. Afek membaik berinteraksi
dengan anak lain
Edukasi:
- Jelaskan nama-
nama benda
obyek yang ada
di lingkungan
sekitar - Ajarkan
terapi ABA
((Applied
Behavior
Analysis)
- Ajarkan terapi
bermain
Kolaborasi
- Rujuk untuk
konseling

(I.103400
Gangguan Setelah dilakukan intervensi Orientasi realita

25
identitas diri keperawatan selama 1 x 24 Observasi:
b.d tidak jam - Monitor
terpenuhinya Maka Identitas diri perubahan
tugas membaik, dengan kriteria orientasi
perkembangan hasil: - Monitor
(D.0084) 1. Perasaan fluktuatif perubahan
terhadap diri kognitif dan
menurun perilaku
2. Kebingungan Terapeutik:
dengan tujuan hidup - Perkenalkan
menurun nama saat
3. Persepsi terhadap memulaia
diri membaik interaksi
- hadirkan realita
(mis. beri
penjelasan
alternatif, hindari
perdebatan)
- sediakan
lingkungan dan
rutinitas secara
konsisten
- atur stimulasi
sensorik dan
lingkungan (mis.
kunjungan,
pemandangan,
suara,
pencahayaan, bau
dan sentuhan)
- gunakan simbol
dalam

26
mengorientasikan
lingkungan (mis.
Tanda, gambar,
warna)
- berikan waktu
istirahat dna tidur
yang cukup,
sesuai kebutuhan
Edukasi:
- anjurkan
perawatan dirii
secara mandiri
- ajarkan keluarga
dalam perawatan
orientasi realita

I.09297

2.2.4 Implementasi

Implementasi ini disusun menurut Patricia A. Potter implementasi


merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah
disusun atau ditemukan, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien
secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu
sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan
anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah


tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak, untuk
mengatasi suatu masalah yang diharapi klien.

BAB 3

27
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang


secara klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang
dalam kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang
dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas,
perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan
(stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap
pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini
penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat
memicu adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai faktor
yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak
yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya
perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya
perubahan perilaku pada penderita. Dalam kemampuan intelektual anak
autis tidak mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan
respon anak terhadap dunia luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik
dengan dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal – hal kecil
yang bagi orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu
yang menarik. Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa
hidup dengan normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk
bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

3.2 Saran

Saran dari makalah ini adalah diharapkan para pembaca dapat


memahami asuhan keperawatan pada anak berkebutuhan khusus autisme
dan bagi orang tua yang memiliki anak autisme, sehingga dapat memberikan
tindakan yang sesuai dengan kondisi anak berkebutuhan khusus autisme.

DAFTAR PUSTAKA

28
Kartika, Lia. dkk. 2023. Asuhan Keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus.
Jakarta: Penerbit Yayasan Kita Menulis.

Jamal, Syarifatun Nissa. 2019. Makalah Asuhan Keperawatan Pada Anak


Berkebutuhan Khusus Autsm. Makasar: Program Studi S1
Keperawatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim
Indonesia.

Damanik, Sri Melfa dan Erita Sitorus. 2019. Buku Materi Pembelajaran
Keperawatan Anak. Jakarta: Prodi D-III Keperawatan Fakultas Vokasi
Universitas Kristen Indonesia.

Anggreni, Ni Luh Cintya dan Ni Komang Linda Rahmayanti. 2019.


Makalah Keperawatan Anak “Konsep Asuhan Keperawatan Anak
Dengan Autisme”. Bali: Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Stikes
Wira Medikal.

Kementerian Kesehetan RI. 2016. “Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,


Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat
Pelayanan Kesehatan Dasar”: Kemenkes RI.

Nugraheni, SA. (2012). Menguak Belantara Autisme. Bulettin Psikologi.


20(1-2): 9-17.

Http://www.journal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/download/
11944/8798

29

Anda mungkin juga menyukai