Anda di halaman 1dari 40

INTERVENSI KEPERAWATAN PADA BAYI DAN ANAK DENGAN PENYAKIT

KRONIS PALATOCHISIS

Disusun oleh:
KELOMPOK 8

MISRATUL AULA 21010083

MURA YANA 21010079

LIZA ULUL KHAIRA 21010076

Dosen Pembimbing: Ns.Novita Sari, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MEDIKA NURUL ISLAM
SIGLI 2023
KATAPENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan intervensi keperawatan pada bayi dan
anak dengan penyakit kronis tepat pada waktunya. Adapun maksud dari penulisan makalah
ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak sakit kronis dan terminal.

Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing
Ns.Novita Sari, M.Kep yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang
bermanfaat dalam proses penyusunan makalah ini. Rasa terima kasih juga hendak kami
ucapkan kepada orang tua dan teman-teman mahasiswa yang telah memberikan
kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini bisa
selesai pada tepat waktu.

Disusunnya makalah ini bertujuan untuk memberi pengetahuan mengenai.


intervensi keperawatan pada bayi dan anak dengan penyakit kronis Meskipun telah
menyelesaikan makalah ini sebaik mungkin, kelompok menyadari bahwa makalah ini
masih ada kekurangan. Oleh karena itu, kelompok mengharapkan kritik dan saranya dalam
penyusunan makalah ini.Akhir kata, kelompok berharap semoga makalah ini berguna bagi
para pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Sigli, Oktober 2023

Kelompok 8
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................................
A. LATAR BELAKANG..................................................................................
B. PERUMUSAN MASALAH.........................................................................
C. TUJUAN .......................................................................................................
BAB II : TINJAUAN TEORITIS.....................................................................................
A. DEFENISI PALATOCHISIS .....................................................................
B. ETIOLOGI PALATOCHISIS
C. KLASIFIKASI PALATOCHISIS
D. PATOFISOLOGI PALATOCHISIS
E. PATHWAY PALATOCHISIS ...................................................................
F. FAKTOR RESIKO PALATOCHISIS
G. KOMPLIKASI PALATOCHISIS
H. EPIDEMIOLOGI PALATOCHISIS
I. MANIFSTASI KLINIS PALATOCHISIS
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
K. PENATALAKSANAAN PALATOCHISIS
L. PEMBERIAN MAKANAN PADA ANAK PALATOCHISIS
BAB III: ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................................
BAB IV: PENUTUP..........................................................................................................
A. Kesimpulan.....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

palatoschisis , yang biasa disebut dengan sumbing bibir dan lelangit adalah kelainan
wajah yang paling umum terjadi pada semua populasi dan etnik di seluruh dunia. Distribusi
jenis sumbing yang terjadi yaitu: sumbing bibir dan lelangit (46%), sumbing lelangit (33%),
sumbing bibir (21%). Sumbing satu sisi sembilan kali lebih banyak dari pada sumbing pada
dua sisi. Celah bibir dan celah langitan secara umum lebih sering terjadi pada laki-laki yaitu
sebesar 65% daripada wanita melalui 1/700 kelahiran.
Insiden bibir sumbing dan lelangit di Indonesia adalah 7500 pertahun dengan
prevalensi nasional bibir sumbing di Indonesia adalah 0,2%. Angka kejadian kasus kelainan
ini di Indonesia bertambah rata-rata 7.500 orang per tahun. Pertumbuhan dan perkembangan
bibir secara normal terjadi pada minggu ke 5 hingga minggu ke 10 kehamilan. Celah dapat
terjadi akibat tidak terjadinya penggabungan mesoderm dengan prosesus nasalis media
akibat kegagalan mesoderm untuk penetrasi ke dalam groove dan tidak terjadi penetrasi
oleh masenkim dengan epitel diantara prosesus nasalis medial dan lateral sehingga tidak
akan terbentuk fusi, menyebabkan epitel akan terpisah dan terbentuk celah. Kunci
keberhasilan penanganan bibir sumbing dan lelangit dengan tata laksana secara
multidisiplin. Dengan talaksana yang baik ,diharapkan anak dapat tumbuh kembang
optimal.
Penyebab secara pasti kelainan sumbing bibir dan langit-langit sampai saat ini belum
pasti. Akan tetapi beberapa hasil studi menunjukkan penyebab terpenting terjadinya
kelainan sumbing bibir dan langit-langit bersifat kompleks dan multifaktorial yang
melibatkan faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara genetik dengan lingkungan
(Ahmed, et al.,2016; Khan, et al., 2020). Bukti patogenesis genetik telah tersedia selama
bertahun-tahun. Literatur ilmiah menunjukkan bahwa pewarisan Non Syndrome Cleft Lip/
Palate sebesar 70%. Data ini didukung oleh bukti dari studi kembar dan analisis diferensial
lebih lanjut yang menegaskan peran genetika dalam patogenesis sumbing bibir dan langit-
langit. Risiko terjadinya sumbing bibir dan langit-langit adalah jika terdapat riwayat
keluarga positif menderita kelainan ini maka orang tua yang terkena memiliki peluang 3-5%
untuk melahirkan anak yang terkena, dan jika terdapat anak yang mengalami kecacatan
maka orang tua memiliki peluang 40% untuk melahirkan anak yang lain mengalami
kecacatan8. Beberapa studi epidemiologi melaporkan bahwa kejadian sumbing bibir dan
langit langit berhubungan dengan ibu penderita yang terpapar rokok, mengkonsumsi
alkohol (tingkat partisipasi), menggunakan obat antiepilepsi dan kortikosteroid, mengalami
malnutrisi asam folat serta mengalami infeksi selama kehamilan. Semua kondisi ini
mempengaruhi lingkungan intrauterin ibu selama kehamilan. Studi lain melaporkan bahwa
pemenuhan kecukupan nutrisi ibu selama hamil berhubungan erat dengan status sosial
ekonomi keluarga. Hasil penelitian membuktikan bahwa faktor gizi berhubungan erat
dengan tingkat sosial ekonomi. Semakin rendah status sosial ekonomi keluarga maka
semakin tinggi risiko cacat sumbing. Faktor lingkungan lain seperti paparan bahan kimia
pestisida diduga mempengaruhi terjadinya sumbing bibir dan langit-langit. Di Lowa
prevalensi ibu yang terpapar pestisida adalah 35.4% kasus sumbing bibir dan langit-langit,
32.1% kasus sumbinglangit-langit, 32.3% kelompok kontrol sebagai pekerja yang potensial
terpapar pestisida selama periode paparan kritis kehamilan. Pestisida diduga menyebabkan
perubahan kualitas faktor genetik dari maternal dan paternal penderita.
Dari latar belakang diatas penulis akan membahas lebih jelas intervensi keperawatan
pada bayi dan anak dengan penyakit kronis palatochisis
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa defenisi dari palatochisis?
2. Bagaimana etiologi penyakit palatochisis?
3. Apa saja klasifikasi dari palatochisis?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinyan penyakit palatochisis?
5. Apa saja factor resiko penyakit palatochisis?
6. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit palatochisis?
7. Apa saja manifestasi klinis penyakit palatochisis?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik palatochisis?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari palatochisis?
10. Bagaimana pemberian makanan pada anak dengan penyakit palatochisis?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan palatochisis?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana defenisi dari penyakit palatochisis
2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit palatochisis
3. Mengetahui apa saja klasifikasi dari penyakit palatochisis
4. Mengetahui bagaimana patofisiologi penyakit palatochisis
5. Untuk mengetahui factor resiko yang menyebabkan penyakit palatochisis
6. Mengetahui kompliksi yang akan timbul dari palatochisis
7. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit palatochisis
8. Mengetahui pemeriksaan diagnostic yang diberikn pada pasien palatochisis
9. Mengetahui penatalaksanaan keperawatan yang akan dilakukan terhaap pasien
palatochisis
10. Mengetahui pemenuhan makanan untuk pasien palatochisis
11. Bisa memberikan asuhan keperawatan pada pasien palatochisis
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFENISI PALATOCHISIS
Sumbing bibir dan langit-langit adalah gangguan bawaan yang disebabkan
oleh gangguan pada perkembangan tonjolan embrio wajah selama pertumbuhan
dalam rahim. Kelainan ini dapat memengaruhi bibir, alveolar ridge (gusi rahang), dan
langit-langit. Secara embriologis, kelainan ini terjadi pada trimester pertama
kehamilan. Dari hasil studi literatur yang telah dilakukan didapatkan bibir sumbing
merupakan kelainan bawaan di mana terdapat cacat atau celah pada bibir dan langit-
langit (paitum) akibat terganggunya fusi selama masa pertumbuhan intra uterine
(kandungan). Gangguan fusi biasanya terjadi pada trimester pertama kehamilan yang
bisa disebabkan oleh faktor gizi terutama kekurangan asam folat, maupun karena
konsumsi beberapa macam obat dalam jangka panjang atau faktor hereditec (Putri,
2016). Aziz (2005:167) menjelaskan bahwa bibir sumbing adalah kelainan kongenital
yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Sedangkan menurut Wong
(2001:911) bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya prosesus
nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embrionik.
Bibir sumbing adalah kondisi dimana terdapat celah abnormal pada bibir atau
langit-langit akibat pembentukan organ yang tidak optimal pada masa kehamilan
(Koamesah, 2021). Ada teori yang menjelaskan bahwa bibir sumbing merupakan hasil
dari kegagalan penyatuan antara bakal dari hidung bagian medial dan hidung bagian
lateral. Namun teori penetrasi mesodermal menjelaskan bahwa pada awalnya ada dua
lapisan epitelial pada bagian wajah hingga terjadi migrasi dari mesodermal di antara
dua lapisan epitelial sehingga terjadi proses pembentukan wajah. Kegagalan migrasi
dari mesodermal akan menghasilkan celah atau bibir sumbing. Mekanisme genetik
yang berhubungan dengan bibir sumbing telah diketahui berhubungan dengan
proliferasi sel, diferensiasi sel, apoptosis sel, dan terutama migrasi dari neural crest.
Apabila ada gangguan secara genetik, maka akan menghambat perkembangan sel
neural crest, atau mengurangi jumlah sel neural crest, sehingga menyebabkan kontak
antara prominence wajah tidak dapat terjadi (Chandra, 2014).
Berdasarkan pengertian di atas maka penyusun dapat menyimpulkan bahwa
palatoschizis adalah suatu kelainan congenital berupa celah pada bibir atas, gusi,
rahang dan langit-langit yang terjadi akibat gagalnya perkembangan emberio. Jenis
Bibir Sumbing :

 Unilateral Incomplete, Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan
tidak memanjang hingga ke hidung.
 Unilateral complete, Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibirdan
memanjang hingga ke hidung.
 Bilateral complete, Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir danmemanjang
hingga ke hidung.

Gambar 1. Bayi dengan bibir sumbing

B. ETIOLOGI PALATOCHISIS
Umumnya kelainan kongenital ini penyebabnya tidak diketahui dengan jelas.
Selain itu dikenal dengan beberapa syndrom atau malformasi yang disertai adanya
sumbing bibir, sumbing palatum atau keduanya yang disebut kelompoksyndrom clefts
dan kelompok sumbing yang berdiri sendiri non syndromik clefts.
Bibir sumbing disebabkan oleh kegagalan fusi prosesus maksilaris
danfrontonasalis selama minggu ke enam usia gestasi. Pada kasus bilateral,
premaksila mengalami anteversi. Masalah ini selalu berkaitan dengan
deformitasnasal. Sumbing palatum dapat berdiri sendiri bersama dengan sumbing
bibir. Inidisebabkan oleh kegagalan fusi prosesus palatinum dan septum nasi.
Sumbing juga menyebabkan regurgitas nasal makanan dan kemudian suara sumbing
palatum karena kebocoran nasal.
Beberapa syndromik clefts adalah sumbing yang terjadi pada
kelainankromosom (trysomit 13, 18, atau 21) mutasi genetik atau kejadian sumbing
yang berhubungan dengan akibat toksisitas selama kehamilan (kecanduan
alkohol),terapi fenitoin, infeksi rubella, sumbing yang ditemukan pada syndrom
pierrerobin, penyebab non sindromik clefts dafat bersifat multifaktorial seperti
masalah genetik dan pengaruh lingkungan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing yaitu :
a. Faktor Genetika
Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat
ditentukan dengan pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua.
Diseluruh dunia ditemukan hampir 25 – 30 % penderita labio palatoscizhis
terjadi karena factor herediter. Faktor dominan dan resesif dalam gen
merupakan manifestasi genetikyang menyebabkan terjadinya labio
palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum
merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa
bagian kontak.
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan paalatochisis
yaitu:
1) Zat kimia (rokok dan alkohol)
Pada ibu hamil yang masihmengkonsumsi rokok dan alkohol dapat
berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat toksik yang terkandung
pada rokok dan alcohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama
masa embrional.
2) Gangguan metabolik (DM)
Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakitdiabetes sangat rentan
terjadi kelainan kongenital, karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
fetomaternal. Kadar gula dalam darah yang tinggi dapat berpengaruh pada
tumbuh kembang organ selama masaembrional.
3) Penyinaran radioaktif
Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidakdianjurkan terapi
penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapitersebut dapat mengganggu
proses tumbuh kembang organ selama masaembrional.
c. Secara garis besar penyebab sumbing bibir dan palatum adalah sebagai
berikut:
a) Kegagalan fase embrio penyebabnya belum diketahui
b) Faktor herediter
c) Dapat dikaitkan dengan abnormal kromosom (sindrom patau/ trisomi
13),mutasi gen, dan teratogen (agen atau faktor yang menimbulkan
cacat pada masa embrio)
d) Obat-obatan, seperti phenytoin, asam valproat, thalidomine, dan dioxin
pestisida.
e) Nutrisi saat kehamilan, contohnya pada keadaan kekurangan
ataudefisiensi asam folat, mengkonsumsi alkohol dan rokok selama
hamil.
C. KLASIFIKASI PALATOCHISIS
a. Kelas I: Takik unilateral pada tepi merah dan meluas sampai bibir.
b. Kelas 2: Bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak
mengenai dasar hidung
c. Kelas 3: Sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke
dasar hidung
d. Kelas 4: Setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tidak
sempurna atau sumbing yang sempurna
D. PATOFISOLOGI PALATOCHISIS
 Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dana tau tulang
selama fase embrio pada trimester pertama
 Sumbing adalah tebelahnya/bibir dana tau hidung karena kegagalan proses
nasal medial dan maksilaris untuk menyatu selama masa kehamilan 6-8
minggu
 Plato skisis adalah adanya celah pada garis tengah yng disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan plato pada masa kehamilan 7-12 minggu
 Penggambungan komplit garis tengah atas bibir antara 7 dan 8 minggu masa
kehamilan.

Proses terjadinya labio palatoshcizis yaitu ketika kehamilan trimester Idimana terjadinya
gangguan oleh karena beberapa penyakit seperti virus. Padatrimester I terjadi proses
perkembangan pembentukan berbagai organ tubuh dan pada saat itu terjadi
kegagalan dalam penyatuan atau pembentukan jaringan lunakatau tulang selama
fase embrio.Apabila terjadinya kegagalan dalam penyatuan proses nasal medical dan
maxilaris maka dapat mengalami labio shcizis (sumbing bibir) dan proses penyatuan
tersebut akan terjadi pada usia 6-8 minggu. Kemudian apabila terjadi kegagalan
penyatuan pada susunan palato selama masa kehamilan 7-12 minggu,maka dapat
mengakibatkan sumbing pada palato (palato shcizis

Tahap penting dalam pembentukan bibir, palatum, hidung dan rahang,


terjadi pada 9 minggu pertama kehidupan embrio. Mulai sekitar minggu keenam
umur kehamilan, prosesus maksilaris tubuh kearah anterior dan medial, dan
menyatu dengan pembentukan prosesus fronto nasal pada dua titik tepat dibawah
lubang hidung dan membentuk bibir atas. Sementara itu palatum dibentuk oleh
proses prosesus palatal dari prosesus maksilaris yang tumbuh kearah medial untuk
bergabung dengan septum nasalis pada garis tengah, kira-kira pada umur kehamilan
9 minggu.

Kegagalan pada proses yang kompleks ini dapat terjadi dimanapun pada
tahap pembentukannya, yang akan menghasilkan celah kecil sampai kelainan hiper
dari bentuk wajah. Ada kemungkinan yang terkena bibir saja atau dapat meluas
sampai kelubang hidung. atau mengenai maksila dan gigi. Kelainan atau abnormal ini
karena adanya pengaturan morfogenesis palatum yang sangat sensitive terhadap
gangguan genetik dan lingkungan. Khalayak umum mempresepsikan bahwa bibir
yang meluas hingga ke daerah nasal sering disebut dengan bibir sumbing. Selain
penyebabnya genetik terdapat faktor lain yang mempengaruhi yaitu non genetik.
Faktor non genetik terdiri dari defisiensi nutrisi, zat kimia, virus rubella, merokok,
alkohol, infeksi penyakit menular dan trauma yang mana faktor tersebut
mempengaruhi pada ibu hamil yang mengandung nantinya bayi yang lahir akan
memiliki risiko terkena bibir sumbing.

Pada kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung.
Pada bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat
menelan bayi bisa tersedak dan juga dapat menimbulkan hambatan komunikasi.
Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat
menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yang masuk menjadi
kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga
mudah terkena infeksi saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas
antara hidung dan mulut. Terbuka dan meluasnya daerah mulut meningkatkan
terjadinya infeksi bakteri pada gigi dan memiliki jalur ke saluran telinga
menimbulkan infeksi menyebar hingga telinga seperti otitis media. Masalah lain yang
dapat timbul pada anak dengan bibir sumbing yaitu gangguan citra tubuh
dikarenakan fisik yang berbeda dengan teman lainnya.

E. PATHWAY
F. FAKTOR RESIKO PALATOCHISIS
a. Riwayat Keluarga
Orangtua yang memiliki riwayat masalah sumbing, menghadapi risiko
yang lebih tinggi untuk memiliki bayi dengan kondisi tersebut.
b. Jenis Kelamin
Laki-laki lebih mungkin mengalami dua jenis sumbing (bibir atau
langit-langit mulut), atau salah satunya. Sedangkan sumbing pada langit-langit
mulut lebih umum terjadi pada perempuan.
c. Paparan terhadap zat-zat tertentu selama kehamilan
Jika seorang wanita hamil suka merokok, minum alkohol, atau
meminum obat- obatan tertentu maka peluang mereka untuk memiliki bayi
dengan kondisi sumbing lebih besar
d. Memiliki diabetes Ada beberapa bukti bahwa wanita yang didiagnosis dengan
diabetes sebelum mereka hamil memiliki peningkatan risiko untuk memiliki
bayi dengan dengan kondisi sumbing.
e. Obesitas selama hamil
Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa bayi yang lahir dari ibu
obesitas. memiliki peningkatan risiko memiliki sumbing pada bibir atau langit-
langit mulutnya. (Marita. Tessa, 2016)

G. KOMPLIKASI PALATOCHISIS
a. terjadinya oititis media
b. Aspirasi
c. Distress pernafasan
d. Risiko infeksi saluran nafas
e. Pertumbungan dan perkembangan terlambat
f. Kesulitan makan, dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan
celah palatum. Memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan
yang benar dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing.
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioskizis dan
palatoskizis. Adanya labioskizis dan labiopalatoskizis memberikan kesulitan pada
bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Keadaan tambahan
yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflekmenelan pada bayi dengan
labioskizis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak
udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak urus mungkin
dapat membantu proses menyusu bayi. Bayi yang hanya menderita labioskizis
biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya
membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat
keluar dengan tenaga hisapan kecil) inidibuat untuk bayi dengan labiopalatoskizis
dan bayi dengan masalah pemberian makan/ atau asupan makanan tertentu.
g. Infeksi telinga dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segeradiatasi
maka akan kehilangan pendengaran. Anak dengan labiopalatoskizis lebih mudah
untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan
dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius
h. Kesulitan berbicara misalnya suara sengau. Otot-otot untuk berbicara mengalami
penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara
bahkan dapat menghambatnya. Pada bayi dengan labiopalatoskizis biasanya juga
memiliki abnormalitas pada perkembanganotot-otot yang mengurus palatum
mole. Saat palatu mmole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat
bicara, maka didapatkan suara dengankualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal
qualityof speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan
otototot tersebut diatas untuk menutup ruang atau rongga nasal pada saat bicara
mungkin tidak dapatkembali sepenuhnya normal.
i. Masalah gigi, pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak
tumbuh, sehingg perlu perawatan dan penanganan khusus. Anak yang lahir
dengan labioskizis dan labiopalatoskizis mungkin mempunyai masalah tertentu
yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi darigigi geligi
pada area dari celah bibir yang terbentuk.

H. EPIDEMIOLOGI PALATOCHISIS
Dari keseluruhan prevalensi bibir sumbing, sebanyak 46% merupakan bibir
sumbing dengan sumbing langit-langit, 33% sumbing langit-langit, dan 21% bibir
sumbing saja. Bibir sumbing pada satu sisi terjadi sembilan kali lebih banyak
dibandingkan dengan bibir sumbing pada kedua sisi. Kejadian bibir sumbing pada sisi
kiri lebih sering terjadi jika dibandingkan dengan kejadian bibir sumbing pada sisi
kanan.Prevalensi bibir sumbing pada laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan
dengan pada perempuan.Secara global, bibir sumbing dapat terjadi pada 1 diantara
700 kelahiran hidup dengan insiden antara 0,8 sampai 2,7 per 1000 kelahiran hidup.
Angka insidensi bibir sumbing bervariasi berdasarkan lokasi geografis, etnik, dan
gender. Insidensi berdasarkan etnik paling tinggi adalah etnik Asia dan insidensi
paling rendah adalah etnik Afrika.Sebanyak 65% kelainan yang terjadi pada kepala
dan leher merupakan kelainan bibir sumbing dan langit-langit sumbing. Secara
nasional angka prevalensi bibir sumbing di Indonesia 1314adalah sebesar 2,4%.
Apabila dipisahkan berdasarkan Provinsi, prevalensi bibir sumbing tertinggi berada di
Provinsi DKI Jakarta sebesar 13,9%.
Angka ini sangat jauh berada di atas angka nasional yaitu sebesar 2,4%.
Provinsi yang lain seperti Sumatera Selatan, Kepulauan Riau Nusa Tenggara Barat,
Nanggroe Aceh Darussalam berturut-turut memiliki prevalensi sebesar 10,6%; 9,9%;
dan 8,6%. Provinsi yang memiliki prevalensi terendah yaitu sebesar 0,4% berada di
Provinsi Jambi, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat.Insidensi terjadinya bibir
sumbing dapat meningkat karena adanya penurunan angka kematian perinatal,
penurunan angka kematian saat operasi, meningkatnya angka fertilitas, terdapat
pernikahan antara keluarga dekat, dan meningkatnya keberhasilan tindakan operasi.
I. MANIFSTASI KLINIS PALATOCHISIS
1. Deformitas pada bibir
2. Kesukaran dalam menghisap / makan
3. Kelainan susunan archumdentis
4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pemafasan
5. Gangguan komunikasi verbal
6. Regurgitasi makan
Pada bibir sumbing (CL):
1. Distorsi pada hidung
2. Tampak sebagian atau keduanya
3. Adanya celah pada bibir

Pada celah langit-langit (CP):

1. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau
foramen tajam
2. Adanya rongga pada hidung
3. Distorsi hidung
4. Teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
5. Kesukaran dalam menghisap atau makan

J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Foto rontgen
b. Pemeriksaan fisik
c. MRI untuk evaluasi abnormal

K. PENATALAKSANAAN PALATOCHISIS
Penatalaksanaan tergantung pada kecacatan. Prioritas pertama antara lain
padatekhnik pemberian nutrisi yang adekuat untuk mencegah komplikasi, fasilitas
pertumbuhan dan perkembangan.
Penanganan bedah plastik yang bertujuan menutupi kelainan, mencegah
kelainan,meningkatkan tumbuh kembang anak. Labio plasty dilakukan apabila sudah
tercapai”rules of overten ” yaitu : umur diatas 10 minggu, BB diatas 10 ponds (± 5
kg), tidak adainfeksi mulut, saluran pernafasan unutk mendapatkan bibir dan hidung
yang baik, koreksi hidung dilakukan pada operasi yang pertama. Palato plasty
dilakukan pada umur 12-18 bulan, pada usia 15 tahun dilakukan terapi dengan
koreksi-koreksi bedah plastik. Pada usia 7-8 tahun dilakukan ”bone skingraft”, dan
koreksi dengan flap pharing. Bila terlalu awal sulit karena rongga mulut kecil.
Terlambat, proses bicara terganggu, tidak lanjutnya adalah pengaturan diet. Diet
minum susu sesuai dengan kebutuhan klien.
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan
beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik
bedah,orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi
kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang
ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap. biasanya
penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah
berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang
memuaskan dan bebas dari infeksi induk,saluran nafas atau sistemis. Perbedaan
asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5tahun. Pada kebanyakan kasus,
pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk dan derajat cerat
yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi
masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-
langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda
hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian
belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat
menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan
penutup nasoporing.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perawatan Pra-Operasi:
1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi :
a) Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka
b) Diskusikan tentang pembedahan
c) Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang
positifterhadap bayi.
d) Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
2) Berikan informasi pada orangtua tentang prognosis & pengobatan bayi :
a) Tahap-tahap intervensi bedah
b) Teknik pemberian makan
3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate :
a) Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot
yangcocok. Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan
menghisap.
b) Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke
dindingmulut.
c) Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.
d) Sendawakan bayi dengan sering selama pemberian makan
e) Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.
f) Akhiri pemberian susu dengan air.
4) Tingkatkan dan pertahankan keefektifan jalan nafas :
a) Pantau status pernafasan
b) Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan
c) Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi.
b. Perawatan Pasca-Operasi
1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate :
a) Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes
atausendok.
b) Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.
c) Lanjutkan dengan diet lunak
d) Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak :
a) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
b) Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)
c) Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.Hindari
memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk
mencegah terjadinya aspirasi.
d) Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.
e) Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.
f) Perhatikan pendarahan, odema, drainage.
g) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak
steril, missal alat tensi.
L. PEMBERIAN MAKANAN PADA ANAK PALATOCHISIS

Bayi yang lahir dengan sumbing mempunyai kebutuhan nutrisi yang sama dengan bayi
lain yang lahir tanpa sumbing selama tidak ada masalah sistemik lain yang terlibat.
Morris pada tahun 1982 menyatakan bahwa bayi dengan bibir sumbing dan/langit-
langit mempunyai tujuan pemberian makan yang sama dengan bayi yang lahir
dengan celah bibir dan/langit-langit. bayi normal lainnya. Mempertahankan nutrisi
adalah prioritas pertama, dan menemukan teknik pemberian makan senormal
mungkin adalah prioritas kedua. Ketertarikan ibu terhadap pemberian ASI tidak
boleh diabaikan begitu saja. Faktanya, menyusui merupakan teknik yang unggul
pada kondisi sumbing tertentu. Yang terakhir, kepentingan terbaik bayi adalah
menemukan teknik pemberian makan yang juga memaksimalkan stimulasi; dan
kemungkinan besar gerakan-gerakan ini memfasilitasi perkembangan motorik
mulut

Perubahan mekanisme menghisap pada bayi sumbingBayi dengan bibir


sumbing, langit-langit mulut sumbing atau keduanya sebagai satu-satunya masalah
kesehatan, menelan dengan normal, namun menghisap secara tidak normal,
karena perlekatan otot yang tidak normal dan komunikasi yang tidak normal
antara hidung dan rongga mulut [14.02, 13/10/2023] Zinatul Hayati: esulitan ini
dapat diatasi dalam jangka pendek dengan memberi makan bayi melalui selang
naso-lambung atau selang oro-lambung. Botol yang menggunakan beragam dot,
termasuk puting lunak yang diperbesar dengan bukaan melintang yang melebar,
juga dapat digunakan untuk membantu proses menyusui.[7 ] Penutup bibir kurang
penting dibandingkan penutup mulut posterior, seperti yang dimiliki bayi dengan
bibir sumbing. lebih sedikit masalah dibandingkan penderita celah langit-langit,
seperti yang ditemukan melalui pengukuran menggunakan transduser tekanan
pada dot botol susu. Bayi dengan celah langit-langit dengan atau tanpa bibir
sumbing memiliki tekanan intra oral nol, sedangkan bayi dengan hanya bibir
sumbing berhasil menghasilkan tekanan intra oral negatif.

pemberian makanan pada bibir sumbing umumnya cukup, kecuali jika


kebocoran udara dari celah menghalangi timbulnya tekanan negatif. Jika ada
gangguan, menyumbat ruang sumbing akan menyelesaikan masalah. Menyusui
adalah ideal karena payudara menyesuaikan dengan cacatnya. Puting buatan
dengan dasar lunak yang besar juga efektif ketika menyusui tidak diinginkan. Pada
celah langit-langit yang terisolasi, menyusui dapat dicoba ketika celahnya sempit
dan posterior, namun kurang efektif dengan celah yang lebih lengkap dari langit-
langit tulang. Ketika celahnya masih kecil, bayi dapat mengembangkan tekanan
negatif yang cukup untuk menstabilkan puting susu dan secara mekanis
menggerakkan payudara di antara langit-langit anterior yang utuh dan lidah.

Petunjuk penting dan solusi yang mungkin Bayi mungkin tidak memberikan
bukti jelas bahwa ia mengalami kesulitan menyusu secara efisien dan merasa
frustrasi. Beberapa gejala yang sering dicatat meliputi:

 Situasi 1 : Ketidaknyamanan/menangis saat menyusu yang seringkali mencerminkan


asupan udara yang berlebihan.
Solusi : Sering bersendawa: Gunakan puting ortodontik, dengan potongan melintang
yang memenuhi lebih banyak area celah.
 Situasi 2 : Tidur setelah meminum hanya satu / dua ons.
Solusi : Gunakan botol yang dapat diperas dan bantu bayi Anda mencoba menghisap
dengan botol yang lembut.
 Situasi 3 : Mengisap cepat secara terus-menerus yang tidak menghasilkan susu atau
susu formula secara efektif.
Solusi : Gunakan botol yang dapat diperas dan peras secara berirama, sesuaikan
dengan ritme isap & telan bayi Anda.
 Situasi 4 : Keluarnya susu/susu formula secara berlebihan dari hidung sehingga
menyusahkan bayi Anda dan/atau membuatnya sulit bernapas dan makan pada saat
yang bersamaan.
Solusi : Periksa aliran ASI dari puting. ASI harus menetes perlahan melalui potongan
melintang puting susu dan tidak mengalir deras, serta membuat bayi duduk tegak.
 Situasi 5 : Menggelengkan kepala, memalingkan kepala dari puting, atau
meludahkan puting.

Solusi : Periksa aliran dari puting – ASI mungkin keluar terlalu cepat.

 Situasi 6 : Pemberian makan yang rutin memakan waktu lebih dari empat puluh
menit
Solusi : Gunakan puting yang dipotong silang, botol yang dapat diremas, atau susui
dengan spuit untuk sementara sampai bayi menjadi lebih kuat
 Situasi 7 : Kurangnya penambahan berat badan selama periode 7-10 hari dan
penurunan berat badan tambahan setelah minggu pertama kehidupan.
Solusi : Catat ons selama 24 jam; dan, kurangi cairan apa pun yang keluar dari
mulut/hidung Konsultasikan dengan dokter anak tentang kalori yang dibutuhkan
dalam jangka waktu 24 jam dan diskusikan kemungkinan peningkatan kalori per ons
sementara untuk memfasilitasi penambahan berat badan.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PALATOCHISIS

A. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PALATOCHISIS


a. Anamnase
1. Identitas klien : meliputi nama, alamat, umur
2. Keluhan utama: Pasien kesulitan menyusu dan makan, sehingga berat
badan pasien menurun
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Dahulu : Mengkaji riwayat kehamilan ibu,
apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I.
bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang
pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat
hamil.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang Mengkaji berat / panjang bayi saat
lahir, pola pertumbuhan, pertambahan / penurunan berat badan,
riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga : Riwayat kehamilan, riwayat
keturunan labiopalatoskisis dari keluarga, penyakit sifilis dari
orang tua laki-laki.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala Dan Leher
a) Bentuk kepala; makrosefal
b) Tulang tengkorak Tulang tengkorak: Anencefali, Encefaloke
c) Fontanel anterior menutup : 18 bula
d) Fontanel posterior: menutup 2-6 bulan
e) Distribusi rambut dan wama
f) Ukuran lingkar kepala 33-34 atau 49 dan diukur dari bagian
frontal kebagian occipital.
g) wajah simetris
h) Mata Simetris kanan kiri i. Alis tumbuh umur 2-3 bulan
i) Kelopak mata: Tidak terdapat Oedema
j) Ptosis: celah kelopak mata menyempit karena kelopak mata atas
turun.
k) Enof kelopak mata menyempit karena kelopak mata atas dan
bawah tertarik kebelakang
l) Exoptalmus: pelebaran celah kelopak mata, karena kelopak mata
atas dan bawah tertarik kebelakang.
m) Ada rekasi miosis.
n) Pupil isokor kiri atau kanan p. Pergerakan bola mata normal
o) Refleks kornea
p) glaberal Refleks positif
q) doll eye reflex

2. Hidung
Inspeksi: kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi
karakteristik sumbing, kesukaran dalam menghisap atau makan.
a) Inspeksi pada labia skisis: tampak sebagian atau keduanya, adanya
celah pada bibir.
b) Inspeksi pada palato skisis: tampak ada celah pada kedua tekak
(uvula), palate lunak dan keras, adanya rongga pada hidung,
distorsia hidung.
c) Palpasi dengan menggunakan jari: teraba celah atau terbukanya
langit- langit saat diperiksa dengan jari.

3. Mulut
a) Terdapat celah pada bibir, palatum atau keduanya.
b) Periksa gigi dan gusi apakah ada perdarahan atau
pembengkakan
c) Gags reflex positif
d) Perhatikan ovula apakah simetris kiri dan kanan
e) Rooting reflex positif
f) Sucking Refleks lemah

4. Telinga
a) Simetris kiri dan kanan
b) Daun telinga dilipat, dan lama baru kembali keposisi semula
menunjukkan
c) Canalis auditorious ditarik kebawah kemudian kebelakang
untuk melihat apakah ada serumen atau cairan
d) Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telingan yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi
kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang
telinga.
e) Starter refleks mata akan berkedip.

5. Leher
a) Lipatan leher 2-3 kali lipat lebih pendek dari orang dewasa.
b) tampak adanya vena jugularis.
c) Raba tiroid apakah ada pembesaran atau tidak.
d) Tonick neck refleks: positif
e) Neck rigting reflex

6. Dada
a) Bentuk dada apakah simetris kiri dan kanan
b) Bentuk dada barrel anterior-posterior
c) Suara vesikuler: pada seluruh bagian lateral paru, intensitas
rendah 3:1
d) Perkusi pada daerah paru suara yang ditimbulkan adalah
sonor
e) Apeks jantung pada mid klavikula kiri intercostals
f) Batas jantung pada sternal kanan ICS 2 (bunyi katup aorta),
sternal kiri ICS 2 (bunyi katup pulmonal), sternal kiri ICS 3-4
(bunyi katuptricuspid), sternal kiri mid klavikula ICS 5 (bunyi
katup mitral).
g) Perkusi pada daerah jantung adalah pekak.

7. Abdomen
a) Terdengar suara peristaltic usus.
b) Palpasi pada daerah hati, teraba 1-2 cm dibawah costa,
panjangnya pada garis media clavikula 6 - 12 cm.
c) Palpasi pada daerah limpa pada kuadran kiri atas d. Perkusi
pada daerah hati suara yang ditimbulkan adakah pekak
d) Perkusi pada daerah lambung suara yang ditimbulkan adalah
timpani.
e) Refleks kremaster: gores pada abdomen mulai dari sisi lateral
kemedial terlihat kontraksi.

8. Ekstremitas
a) Tidak ada kelainan pada jumlah jari
b) Ujung jari halus
c) Kuku klubbing finger < 180
d) Grasping reflex positif
e) Palmar refleks positif

9. Pelvis
a) Lipatan paha simetris kiri kanan
b) Ortholani test: lutut ditekuk sama tinggi/tidak
c) Barlow test: kedua lutut ditekuk dan regangkan kesamping
akan terdengar bunyi klik
d) Tredelenburg test: berdiri angkat satu kaki, lihat posisi pelvis
apakah simetris kiri dan kanan.
e) Thomas test: lutut kanan ditekuk dan dirapatkan kedada,sakit
dan lutut kiri akan terangkat.

c. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidakmampuan makan (Domain 2. Nutrisi, Kelas 1.
Makan, Kode 00002
2. Resiko infeksi berhubungan dengan (Domain 11.
Keamanan/Perlindungan. Kelas 1. Infeksi, Kode 00004)
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
perkembangan ( Domain 5. Persepsi / Kognisi. Kelas 5.
Komunikasi, Kode 00051)
4. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan
kegagalan untuk tumbuh (Domain 13. Pertumbuhan/
Perkembangan. Kelas 2. Pertumbuhan, Kode 00112)
5. Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh
(Domain 6. Persepsi Diri, Kelas. 2. Harga diri, Kode 00120)

d. Intervensi

N DIAGNOSA NOC NIC

O KEPERAWATAN

1 Ketidakseimbangan 1. Status nutrisi : asupan nutrisi Pemberian makan dengan


nutrisi kurang dari 2. Pemberian makan melalui botol (1052)
kebutuhan tubuh cangkir : bayi 1. Kaji status bayi
Tujuan : sebelum memberikan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan susu
diharapkan klien dapat terpenuhi 2. Pegang bayi selama
kebutuhan nutrisinya menyusui dengan botol
kriteria hasil : 3. Posisikan bayi pada
1. Asupan gizi klien terpenuhi posisi semifowler pada
2. Asupan makanan klien terpenuhi saat bayi menyusu
3. Rasio berat badan normal 4. Tempatkan dot diujung
4. Klien dapat menempatkan lidah
lidahnya pada cangkir 5. Kontrol intake cairan
5. Klien dapat menjilat atau 6. Topang dagu untuk
menghisap Asi maupun susu mengurangi bocornya
formula susu dan memperbaiki
6. Klien mendapatkan nutrisi penutupan bibir
setiap hari 7. Monitor reflek
7. Berat badan klien meningkat menghisap selama
menyusui
8. Monitor berat badan
bayi sesuai kebutuhan
2 Resiko infeksi 1. Kontrol resiko Kontrol resiko
2. integriras kulit dan membran 1. Bersihkan lingkungan
mukosa dengam baik setelah
Tujuan: digunakan setiap pasien
Setelah dilakukan tindakan 2. Ganti peralatan per
keperawatan, diharapkan klien tidak pasien
beresiko terkena infeksi 3. Anjurkan pengunjung
Kriteria hasil: untuk mencuci tangan
1. Perawat dan keluarga mampu pada saat memasuki
mengenali faktor resiko klien dan meninggalkan
2. Klien dapat mejalankan strategi ruangan pasien
kontrol resiko yang sudah 4. Berikan imunisasi yang
ditetapkan sesuai
3. Klien dapat memodifikasi gaya 5. Ajarkan keluarga
hidup untuk mengurangi resiko mengenai tanda dan
4. Menggunakan sistem dukungan gejala infeksi dan:
personal untuk mengurangi kapan harus
resiko melaporkannya kepada
5. Tidak ada lesi pada membran penyedia perawatan
mukosa kesehatan
6. Ajarkan kepada
keluarga bagaimana
menghindari infeksi

Perlindungan infeksi 6550


1. Monitor adanya
kerentanan terhadap
infeksi
2. Batasi jumlah
pengunjung
3. Berikan perawatan
kulit yang tepat
4. Singkirkan bunga-
bunga segar dan
tanaman dari area
pasien
5. Bersihkan ruang
pribadi
6. Pastikan keamanan air

3. Hambatan komunikasi 1. Komunikasi : mengespresikan Mendengar aktif 4920


verbal berhubungan 2. Adaptasi terhadap disabilitas 1. Tunjukkan ketertarikan
dengan gangguan fisik kepada klien
perkembangan Tujuan: 2. Gunakan perilaku non
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, verbal untuk
diharapkan klien tidak mengalami memfasilitasi
gangguan komunikasi verbal komunikasi
Kriteria hasil 3. Berespon segera
1. Klien mengerti dengan bahasa sehingga menunjukkan
lisan: vokal pemahaman terhadap
2. Klien memahami kejelasan pesan yang diterima
berbicara orang tua dan perawat dari klien
3. Klien memhami foto dan 4. Gunakan interaksi
gambar berkala untuk
4. Klien dapat mengidentifikasi mengeksplorasi arti
cara untuk meningkatkan rasa dari perilaku klien
kendali diri
5. Klien mendapatkan bantuan dariMenghadirkan diri 5340
tenaga kesehatan professional 1. Tetap menghadirkan
6. Klien menggunakan sistem diri secara fisik tanpa
dukungan personal mengharapkan respon
interaksi
2. Beri jarak bagi pasien
dan keluarga sesuai
dengan kebutuhan
3. Temani pasien dan
berikan jaminan rasa
aman
4. Resiko keterlambatan 1. Memproses informasi Peningkatan prkembangan
perkembangan Tujuan : anak 8274
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, 1. Identifikasi kebutuhan
kegagalan untuk diharapkan perkembangan berbicara unik setiap anak dan
tumbuh klien normal tingkat kemampuan
kriteria hasil : adaptasi yang
1. Klien dapat memahami cerita diperlukan
2. Klien dapat mengidentifikasi 2. Yakinkan bahasa tubuh
benda- benda sesuai dengan bahasa
verbal
3. Sediakan aktivitas yang
mendukung interaksi
anak
4. Ajarkan anak untuk
mengenali dan
memanimulasi bentuk
5. Ajarkan anak untuk
menuliskan huruf,
sesuai dengan
kebutuhan
6. Ceritakan atau bacakan
cerita bagi anak
7. Berikan kesempatan
dan mendukung
aktivitas motorik
8. Yakinkan bahwa tes
medis dan atau
perawatan dilakukan
pada waktu yang tepat
dan sesuai dengan
aktivitas anak

Peningkatan pengasuh batasan


1. Ajarkan orangtua
menanggapi isyarat
perilaku yang
ditunjukkan oleh bayi
2. Bantu orang tua dalam
mengembangkan,
memelihara dan
menggunakan sistem
dukungan sosial
3. Dengarkan masalah
dan kekhawatiran
orangtua tanpa
menghakimi orang tua
tersebut
4. Berikan umpan balik
positif dan keberhasilan
terstruktur terkait
dengan ketrampilan
orangtua untuk
meningkatkan harga
diri orang tua
5. Harga diri rendah 1. Citra tubuh Peningkatan citra tubuh
situsional 2. Harga diri 5220
berhubungan dengan Tujuan: 1. Tentukan harapan citra
gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan diri pasien didasarkan
keperawatan, diharapkan klien harga pada tahap
diri klien meningkat perkembanga
2. Tentukan jika terhadap
Kriteria Hasil: perasaan tidak suka
1. Klien dapat menentukan sikap terhadap karakteristik
terhadap penggunaan strategi fisik khusus yang
untuk meningkatkan penampilan menciptakan disfungsi
2. Klien memiliki kepuasan paralisis sosial
terhadap fungsi tubuh 3. Instruksikan anak-anak
3. Klien dapat menyesuaikan mengenai fungsi dari
perubahan terhadap tampilan berbagai bagian tubuh,
fisik dengan cara yang tepat
4. Klien dapat menyesuaikan 4. Tentukan persepsi
terhadap perubahan fungsi pasien dan keluarga
tubuh terkait perubahan citra
5. Klien dapat menerima terhadap diri
keterbatasan diri 5. Bantu pasien untuk
6. Penampilan dan kebersihan mengidentifikasi
klien bersih tindakan yang akan
7. Kepercayaan diri klien meningkatkan
meningkat penampilan

Peningkatan harga diri 5400


1. Bantu pasien untuk
menemukan
penerimaan diri
2. Bantu pasien untuk
mengatasi ejekan atau
bullying
3. Ungkapkan
kepercayaan diri pasien
dalam mengatasi situasi
4. Instruksikan orangtua
untuk menetapkan
harapan yang jelas dan
untuk mendefinisikan
batasan yang ada pada
anak

e. Evaluasi
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi.
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien tidak mengalami resiko
infeksi.
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien tidak mengalami
hambatan:komunikasi verbal.
4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perkembangan klien normal.
5. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, harga diri klien meningkat.

B. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PALATOCHISIS


Ny. A datang ke rumah sakit dengan anaknya bernama An. B yang berumur 2 bulan
dengan keluhan terdapat belahan pada bibir yang menyebabkan bayi susah untuk
menelan dan menyusu. Bayi lahir pada tanggal 24 agustus 2023, BB 3000 gr, PB 48 cm.
Sewaktu hamil Ny. A jarang periksa ke bidan karena mengganggap bayinya dlam
keadaan sehat dan aktif di dalam kandungan, dan selama mengandung tidak meminum
asam folat, dan vitamin lainnya. Tidak ada keluarga yang pernah mengalami celah pada
bibirnya (Palatochisis).
1. PENGKAJIAN
Anamnase
a) Identitas pasien
 Nama : An. B
 tempat tanggal lahir : sigli, 24 agustus 2023
 umur : 2 bulan
 Berat badan : 3000gr
 Panjang Badan : 48cm
 Berat lahir : 3000gr
 PB lahir : 48 cm
b) Keluahan utama
Ibu pasien mengatakan pada bibir anak terdapat celah, anak susah nyusu
dan menelan
c) Riwayat Penyakit Sekarang
sejak dilahirkan 2 bulan lalu di bidan, anak terdapat celah pada bibir dan
langit-langit, anak susah untuk menyusu.
d) Riwayat Kesehatan Lalu (Riwayat kehamilan)
Ibu pasien mengatakan, sewaktu hamil jarang periksa ke bidan karena
menganggap bayinya dalam keadaan sehat dan aktif didalam kandungan, selama
mengandung tidak meminum asaam folat, dan vitamin lainnya.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu pasien mengatakan di keluarga tidak ada yang mengalami kelaianan
pada celah bibir
f) Riwayat Nutrisi
Ibu pasien mengatakan saat hamil, tidak meminum susu, makan seperti
biasanya. Saat anak lahir, anak kesulitan untuk menyusu, kadang tersedak.
g) Riwayat Psikososial
Ibu pasien mengatakan saat mengetahui anaknya ada kelainan merasa
cemas, namun saat bidan memberi tahu tentang kelainan anaknya dan kelainan
bisa dioperasi, sudah cukup tenang.

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan CLP Hidung
a) Hidung
1) Inspeksi : terdapat celah dihidung
2) Inspeksi pada labia skisis: tampak sebagian adanya celah pada bibir.
3) Palpasi dengan menggunakan jari : teraba celah langit-langit saat diperiksa
dengan jari
b) Mulut
1) Terdapat celah pada bibir, palatum
2) Gusi terdapat celah pada bagian kanan atas
3) Gags reflex potisif
4) Ovula tidak simetris
5) Rooting reflex potisif
6) Sucking reflex lemah
b. Pemeriksaan fisik per sistem
1) BI (Breath) : Tidak ada kelainan
2) B2 (Blood) : Tidak ada kelaian
3) B3 (Brain) : Anak tampak menangis, rewel
4) B4 (Bladder) : Tidak ada masalah
5) B5 (Bowel) : Saat menyusu, anak tampak kesulitan untuk menghisap asi dan
sering tersedak
6) B6 (Bone) : Tidak ada masalah,

3. ANALISA DATA

N DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS: Factor predisposisi Ketidakefektifan


a. Ibu pasien mengatakan : (kurang asam folat, pemberian ASI b.d
sejak lahir anak terdapat vitamin) refleks hisap bayi
celah pada bibir buruk
b. Anak susah menyusu Kegagalan
DO: perkembangan tulang
a. An.B terdapat celah dan jaringan lunak
dihidung pada trimester I
b. Inspeksi pada labia skisis :
tampak sebagaian adanya Kegagalan penyatuan
celah pada bibir proses nasalmedialdan
c. Palpasi dengan maxilaris
menggunakan jari : teraba
celah langit-langit saat Celah pada bibir
diperiksa dengan jari
d. Saat menyusu,anak tanpak Kesukaran mengisap
kesulitan
e. Sucking releks negative
f. Srooting reflex positif

2 DS: Faktor predisposisi Resiko aspirasi


ibu pasien mengatakan : sejak (kurang asam folat,
lahir anak terdapat celah vitamin)
pada bibir,anak susah
menelan Kegagalan
DO: perkembangan tulang
a. Terdapat celah pada dan jaringan lunak
hidung pada trimesterl
b. Inspeksi pada labia
skisis : tampak Kegagalan penyatuan
sebagaian adanya celah prosesus nasal medial
pada bibir dan maxilaris
c. Palpasi dengan
menggunakan jari : Celah pada bibir
teraba celah langit-
langit saat diperiksa Ketidakmampuan
dengan jari mengkoordinasi
d. Saat menyusu anak menghisap, bernapas
tanpak kesulitan anak dan menelan
terlihat kesusahan saat
akan menelan dan Gangguan menelan
bernafas
Resiko Aspirasi

Diagnosa Keperawatan :

1. Ketidakefektifan pemberian asi b.d refleks hisap bayi buruk.


2. Risiko aspirasi b.d gangguan menelan
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Ketidakefe Setelah dilakukan  Kaji kemampuan bayi
ktifan tindakan keperawatan, untuk latch on dan.
pember pemberian ASI pada bayi menghisap secar
ian ASI efektif dengan kriteria efektif
b.d hasil :  Pantau keterampilan
rekfleks  Keberlangsungan ibu dalam
hisap pemberian ASI untuk menempelkan bayi ke
bayi menyediakan bagi bayi puting
buruk nutrisi  Fasilitasi proses
 Diskontinuitas bantuan interaktif
progresif pemberian membantu
ASI mempertahankan
 Pengetahuan keberhasilan proses
pemberian ASI : pemberian ASI
tingkat pemahaman  Sediakan informasi
yang ditunjukkan tentang laktasi dan
mengenai laktasi dan teknik memompa ASI.
pemberian akan bayi cara mengumpulkan
melalui pemberian ASI dan menyimpan ASI
 Sediakan informasi
tentang keuntungan
dan kerugian
pemberian ASI
2 Resiko Setelah dilakukan  Jelaskan pada ibu
aspirasi tindakan keperawatan, tekhnik menyusui yang
brehub bayi/anak terhindar dari benar.
ungan aspirasi, dengan kriteria  Tempatkan anak pada
dengan hasil : posisi semi fowler saat
ganggu  Bayi menujukkan pemberiaan makan
an peningkatan  Sendawakan bayi
menela  Kemampuan setelah setiap
n. menelan, pemberian
bertoleransi  Pantau status
terhadap asupan pernafasan selama
oral tanpa aspirasi. pembrian makan dan
tanda-tanda aspirasi
selama pemberian
makan.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah

mulut. palato skisis (sumbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu

selama perkembangan embrio. Kelainan ini belum dapat diketahui secara pasti

penyebabnya, kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan nongenetik seperti

defisiensi nutrisi, konsumsi obat-obatan, rokok, dan alkohol saat masa kehamilan.

Labipalatoskisis ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi asam folat, vitamin A dan

vitamin B6 saat hamil. Penatalaksanaan pada kondisi ini dapat dilakukan dengan proses

pembedahan dan diikuti dengan memberikan speech therapy. Diagnosa keperawatan pada

klien dengan labiopalatoskisis adalah ketidakefektifan pemberian ASI, ketidak

seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko aspirasi, hambatan komunikasi

verbal, dan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Sedangkan untuk diagnosa keperawatan

setelah operasi yaitu nyeri, dan risiko infeksi.

B. SARAN

Dari kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Untuk pencapaian hasilkeperawatan yang diharapkan, diperlukan

hubungan yang baik dan keterlibatan klien dan keluarga.

2. Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan hendaknya mempunyai

pengetahuan, keterampilan yang cukup dan dapat bekerjasama dengan tim

kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan

palatochisis
3. Kembangkan dan tingkatkan pemahaman perawat terhadap konsep manusia

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan (2019) Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata


Laksana Bibir Sumbing dan Lelangit. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Armi, A. (2018). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGANPENCEGAHAN TERJADINYA LABIOPALATOSCHISIS PADA
BAYIYANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA
CIKARANGTAHUN 2017. Jurnal Ilmiah Keperawatan, 7(1).

Asmara, R., Kusumaningrum, W. R., & Sitangga, M. (2018). Realisasi bahasa


Indonesiapenderita bibir sumbing sebuah studi kasus. LITERA, 17(3).

Aziz , Hidayat Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :


Salemba.

Chandra, D., LW, H. Y., & Agustin, D. (2016). Hubungan Antara Protein
EGFR(Epidermal Growth Factor Receptor) dan ERK-1 (ExtracellularSignal-
Regulated Protein Kinase-1) pada Kejadian Bibir Sumbing RasProtomalayid di
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Majalah Kesehatan FKUB,1(2), 69-73.Inovasi
Riset Biologi dalam Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Lokal
1406Prosiding SEMNAS BIO 2021Universitas Negeri PadangISSN : 2809-8447

Davita, T. R., Narmada, S., & Soedjana, H. (2017). Permasalahan Orang Tua
PesertaBakti Sosial Operasi Bibir dan Langit-Langit Sumbing di Gunungkidul,
DIYogyakarta. Cermin Dunia Kedokteran, 44(9), 607-609.

Dewi, P. S. (2019). Management of Cleft Lip and Palate (Literature


Review).Interdental: Jurnal Kedokteran Gigi, 15(1), 25-29.
I Ketut Sudiarsa, P. (2009). KOREKSI BIBIR SUMBING BILATERAL
KOMPLITDAN TIDAK KOMPLIT DENGAN METODE BARSKY DI
BAWAHANESTESI UMUM. Majalah Kedokteran Gigi, 16(2009).

Koamesah, G. T., Ongkowidjojo, O., & Alvianto, D. (2021). Dinamika Stres


PengasuhanPada Orangtua dengan Anak Bibir Sumbing. Psychopreneur Journal,
5(2),90-107.

Loho, J. N. (2013). Prevalensi labioschisis di rsup. Prof. Dr. RD Kandou


manadoperiode januari 2011–oktober 2012. eBiomedik, 1(1).

Meiyana, H., & Pakpahan, S. (2017). Upaya Non Governmental Organization


SmileTrain Dalam Mengatasi Masalah Kesehatan (Bibir Sumbing) Di
IndonesiaTahun 2014–2015 (Doctoral dissertation, Riau University).

Muslich, M. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara.Putri, Y.


P. (2016). Model Terapi Perilaku Penderita Maloklusi Bibir Sumbing.
JurnalArbitrer, 3(2), 166-172.

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Laporan Nasional Tahun 2007. Jakarta:


BadanPenelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 2008.
p.15Sudjatmiko, G. 2009. Masa Depan Cerah Bagi Anakku. Jakarta: CV Sagung

Seto.Supandi, A. (2014). ANGKA KEJADIAN SUMBING BIBIR DI RSUP Prof.


Dr. RDKANDOU MANADO PERIODE 2011-2013. e-CliniC, 2(2).
http://health.liputan6.com/read/2673981/ini-5-faktor-risiko-sumbing-pada-bayi
Diakses pada 23 April 2017. 17:30 WIB Penulis: Tassa Marita Fitradayanti 09 Des
2016,

Anda mungkin juga menyukai