Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS,

BAYI,BALITA DAN ANAK PRASEKOLAH


“LABIOPALTOSCISIS”
Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah: Makalah Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi,Balita Dan Anak Prasekolah
Dosen Pengampu : Suparmi,S.Pd.S.SiT,S.Tr.Keb.,M.Kes

Disusun Oleh :

Jihan Nadya Quranti (P1337424417015)

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


2019/2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Labiopaltoscisis”.Makalah ini telah saya
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran
dan kritik dari pemaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.Akhir kata, saya
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk teman-teman sekalian dan
masyarakat maupun inspirasi untuk pembaca.

Semarang, Agustus
2019

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... ................................................................................. i
DAFTAR ISI.. ................................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN. ............................................................................. 1
A. Latar Belakang. .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah. ..................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan. ....................................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN................................................................................ 2
...................................................................................................................
A. Pengertian Evidence Based ........................................................................ 2
B. Evidence Based Dalam Pelayanan Kespro dan KB ................................... 3
C. Contoh-Contoh Praktik Pelayanan Kespro dan KB ................................... 4
D. Informed Choice dan Informed Consent Kespro dan KB .......................... 5
E. Kewenangan Bidan Kespro dan KB sesuai Permenkes 1464 th 2010 ....... 3
F. Pengertian Critical Thinking ...................................................................... 3
G. Penerapan Critical Thinking,Clinical Judgment, Problem Solving ........... 3
BAB III PENUTUP. ....................................................................................... 6
A. Kesimpulan. ................................................................................................ 6
B. Saran. ........................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA. .................................................................................... 7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuhan kebidanan adalah perawatan yang diberikan oleh bidan. Jadi


asuhan kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita adalah perawatan yang
diberikan oleh bidan pada bayi baru lahir, bayi, dan balita. Neonatus,
bayi, dan balita dengan kelainan bawaan adalah suatu penyimpangan
yang dapat menyebabkan gangguan pada neonatus, bayi, dan balita
apabila tidak diberikan asuhan yang tepat dan benar. Ada beberapa
kelainan bawaan diantaranya adalah labioskizis, labiopalatoskizis, atresia
esofagus, atersia rekti dan ani, obstruksi biliaris, omfalokel, hernia
diafragmatika, atresia duodeni, meningokel, ensefalokel, hidrosefalus,
fimosis, dan hipospadia. Salah satu kelainan bawaan yang akan di
jelaskan lebih jauh disini adalah labioskizis dan labiopalatoskizis. Labio /
Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk
pada struktur wajah Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan
oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu
selama perkembangan embriotikPalatoskisis adalah fissura garis tengah
pada polatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena
perkembangan embriotik.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Labiopaltoscisis ?
2. Apakah penyebab Labiopaltoscisis ?
3. Apakah tanda dan gejala Labiopaltoscisis ?
4. Bagaimanakah patofisiologi Labiopaltoscisis ?
5. Apakah komplikasi dari Labiopaltoscisis ?
6. Bagaimanakah prognosa dari Labiopaltoscisis ?
7. Bagaimanakah cara pencegahan Labiopaltoscisis ?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan pada penyakit Labiopaltoscisis ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Labiopaltoscisis
2. Untuk mengetahui penyebab Labiopaltoscisis
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala Labiopaltoscisis
4. Untuk mengetahui patofisiologi Labiopaltoscisis
5. Untuk mengetahui komplikasi dari Labiopaltoscisis
6. Untuk mengetahui prognosa dari Labiopaltoscisis
7. Untuk mengetahui cara pencegahan Labiopaltoscisis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada penyakit Labiopaltoscisis
BAB II

IDENTIFIKASI KASUS

A. Pengertian
Labiopalatoscisis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau
sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional
berkembang. Bibir bagian kanan dan kiri tidak tumbuh bersatu.
Terbelahnya belahan tersebut dapat bervariasi mengenai salah satu bagian
atau semua bagian dari dasar cuping hidung,bibir,alveolus, dan palatum
durum serta molle.
Suatu klasifikasi yang berguna membagi struktur yang terkena menjadi :
1. Palatum Primer : Meliputi Bibir,dasar hidung,elveolus,palatum
durum dibelahan foramen incisivum.
2. Palatum Sekunder : Meliputi palatum durum dan molle posterior
terhadap foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum
primer dan
palatum sekunder dan dapat unilateral dan bilateral.

4. Kadang – kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus


ini utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot
palatum.

B. PENYEBAB
1. Heredity
Keluarga yang memiliki satu anak atau orang tua yang memiliki
sumbing bibir dan langit-langit, risiko anak pada kehamilan berikutnya
meiliki sumbing bibir dan langit-langit adalah 4%. Apabila dua anak
sebelumnya memiliki sumbing bibir dan langit-langit, risikonya
meningkat menjadi 9%, dan jika satu orang tua dan satu anak terkena
dampak sebelumnya, risiko untuk anak-anak dari kehamilan berikutnya
adalah 17%. Untuk keluarga dengan anak yang memiliki sumbing
langit-langit, risiko sumbing langit-langit untuk kehamilan berikutnya
adalah 2%, 6% bila satu orang tua memiliki sumbing langit-langit, dan
15% jika satu orang tua dan satu anak sebelumnya memiliki sumbing
langit-langit (Hopper, 2014)

2. Lingkungan
a. Asap rokok
Bahaya merokok selama kehamilan telah lama diketahui, berbagai
jurnal telah mendukung efek teratogenik rokok terhadap fetus, salah
satunya kelainan sumbing bibir (Xuan, et al., 2016). Gunnerbeck,
dkk, meneliti hubungan kejadian sumbing bibir dengan terminasi
aktivitas merokok, dan menemuan adanya penurunan angka kejadian
sumbing bibir bila ibu hamil berhenti merokok pada antenatal care
pertama. Namun resiko pada perokok pasif belum ditelusuri lebih
lanjut (Gunnerbeck, et al., 2014).
b. Konsumsi Alkohol
Deroo (2016) menyatakan mengkonsumsi alkohol secara berulang
dan konstan selama trimester pertama memiliki hubungan dengan
kejadian oral facial cleft. Ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol
hingga mencapai binge level (konsentrasi alkohol darah mencapai
0,08 g/dL) atau meminum lima gelas atau lebih memiliki resiko lebih
tinggi terkena oral facial cleft (DeRoo, et al., 2016).
c. Obat-obatan
Telah banyak penelitian mengenai hubungan obat antikonvulsan
sebagai resiko sumbing bibir seperti diazepam, fenobarbital serta
fenitoin, yang dinyatakan paling berpotensi mengakibatkan kelainan
ini (Oginni & Adenekan, 2012). Penggunaan kortikosteroid oral
telah lama dinyatakan berhubungan kuat dengan kejadian sumbing
bibir, dan didukung oleh beberapa studi pada 10 tahun terakhir,
namun tidak ada penelitian yang menyatakan asosiasi signifikan
penggunaan kortikosteroid topikal non-sistemik pada trimester
pertama kehamilan (Murphy, et al., 2013).Pada penggunaan obat
anti-asma bronkodilator selama kehamilan, albuterol dikatakan
berpotensi mengakibatkan kelainan sumbing bibir (Munsie, et al.,
2011). Di sisi lain, Murphy dkk, tidak menyatakan ada hubungan
antara penggunaan bronkodilator dan kortikosteroid inhalasi dengan
malformasi kongenital, namun ibu hamil penderita asma memiliki
resiko lebih tinggi untuk mendapatkan keturunan dengan sumbing
bibir (Murphy, et al., 2013).
d. Vitamin
Defisiensi vitamin B-6 secara signifikan berhubungan terhadap
kejadian sumbing bibir di beberapa area di Filipina (Munger, et al.,
2015), pengukuran kadar erythrocyte aspartate aminotransferase
activity coefficient (EAST-AC) dan plasma pyridoxal- 5’-phosphate
(PLP) baik untuk menilai status vitamin B-6 dalam darah serta
hubungannya dengan sumbing bibir (Tamura, et al., 2015). Selain
itu, ditemukan adanya peningkatan resiko kejadian sumbing bibir di
California, Amerika Serikat, pada pasien dengan konsumsi rendah
riboflacin, niacin, vitamin B-12, dan kalsium (Wallenstein, et al.,
2015) Konsumsi asam folat harian 400 g tanpa vitamin lain selama
kehamilan dimulai sebelum periode menstruasi terakhir ibu
dinyatakan dapat mengurangi angka kejadian sumbing bibir, namun
studi lain menyatakan bahwa konsumsi folat tanpa multivitamin lain
tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kejadian sumbing
bibir.
e. Keseimbangan Diet
Sebuah studi kasus kontrol di Amerika meneliti hubungan sumbing
bibir dengan nutrisi maternal, dengan menyertakan analisis pola diet
ibu hamil selama kehamilan. Western diet (diet ala barat) dengan
menu tinggi karbohidrat (daging, pizza, kentang) dan rendah buah
dikatakan dapat meningkatkan risiko sumbing bibir hampir dua kali
lipat (Vujkovic, et al., 2007).
f. Stres
Sebuah studi menyatakan bahwa kondisi stres emosional selama
kehamilan adalah potensi kuat untuk terjadinya sumbing bibir
(Ingstrup, et al., 2013). Tidak hanya sumbing bibir, stres selama
kehamilan dapat menggangguan pembentukan organ lain, seperti
jantung dan pembuluh darah (Carmichael, et al., 2007).

C. TANDA DAN GEJALA


Umumnya, bibir sumbing dan langit-langit sumbing bisa langsung terlihat
pada saat bayi lahir, ditandai dengan:
1. Adanya celah di bibir bagian atas atau di langit-langit mulut yang
bisa berdampak pada salah satu atau kedua sisi wajah.
2. Adanya celah di bibir yang bisa terlihat seperti sobekan kecil atau
sobekan memanjang dari bibir ke gusi atas dan langit-langit mulut
hingga ke bawah hidung.
3. Adanya celah pada langit-langit mulut yang tidak mempengaruhi
tampilan wajah.
4. Anak dengan langit-langit sumbing cenderung lebih sering
mengalami infeksi telinga berulang dan akumulasi cairan pada
telinga. Hal ini dikarenakan otot pada langit-langit terhubung dengan
telinga bagian tengah. Bila otot tersebut tidak berfungsi dengan
benar, cairan akan terkumpul pada telinga dan dapat mengakibatkan
pendengaran menurun. Penting untuk melakukan pemeriksaan ke
dokter untuk memantau pendengaran anak secara berkala.
5. Ada juga jenis sumbing yang jarang terjadi, yaitu sumbing
submukosa. Sumbing ini hanya terdapat pada bagian langit-langit
mulut yang lunak dan ditutupi lapisan mulut. Jenis sumbing ini tidak
terlihat saat lahir dan tidak bisa terdiagnosa hingga tanda-tandanya
muncul, seperti:
a. Kesulitan menerima asupan makanan.
b. Kesulitan menelan makanan (makanan dan minuman
yang dikonsumsi bisa keluar dari hidung).
c. Infeksi telinga kronis
d. Suara sengau.

D. PATOFISIOLOGI
Cacat bibir sumbing terjadi pada trimester pertama kehamilan karena
tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang mengganggu
pembelahan sel pada masa kehamilan bisa menyebabkan kelainan tersebut, misal
kekurangan zat besi, obat2 tertentu, radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing
sering ditemukan di desa terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa perawatan
kehamilan yang baik serta gizi yang buruk.
Bayi-bayi yang bibirnya sumbing akan mengalami gangguan fungsi berupa
kesulitan menghisap ASI, terutama jika kelainannya mencapai langit-langit
mulut. Jika demikian, ASI dari ibu harus dipompa dulu untuk kemudian diberikan
dengan sendok atau dengan botol berlubang besar pada bayi yang posisinya
tubuhnya ditegakkan. Posisi bayi yang tegak sangat membantu masuknya air susu
hingga ke kerongkongan. Jika tidak tegak, sangat mungkin air susu akan masuk
ke saluran napas mengingat refleks pembukaan katup epiglotis( katup
penghubung mulut dengan kerongkongan) mesti dirangsang dengan gerakkan
lidah, langit-langit, serta kelenjar liur
Bibir sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya infeksi di rongga
hidung, tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung telinga dan
tenggorokan) sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air susu atau air yang
masuk ke rongga hidung dari celah sumbingnya.
1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan
atau tulang selama fase embrio pada trimester I.
2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses
nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama
kehamilan 6-8 minggu.
3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato
yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato
pada masa kehamilan 7-12 minggu.
4. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8
minggu masa kehamilan.
E. KOMPLIKASI

1. Kesulitan makan ; Merupakan masalah pertama yang terjadi


pada bayi penderita labioschisis. Adanya labioskisis memberikan
kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu
atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labiosksisis
mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan
tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek
menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal,
dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat
menyusu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan
celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada
bayi dengan labioplatoskisis biasanya membutuhkan penggunaan
dot khusus untuk mengatasi masalah pemberian makan/ asupan
makanan.

2. Gangguan dental ; Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin


mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan
kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada area
dari celah bibir yang terbentuk. Gigi tidak akan tumbuh secara
normal, dan umumnya diperlukan perawatan khusus untuk
mengatasi hal ini.

3. Gangguan bicara ; Pada bayi dengan labio-palatoschisis


biasanya juga memiliki abnormalitas pada perkembangan otot-
otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak
dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka
didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi
(hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah dilakukan
reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk
menutup ruang atau rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat
kembali sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki
kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan
kurang dapat bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari
hidung. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara
atau kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch".
4. Infeksi telinga ; Anak dengan labio-palatoskisis lebih mudah
untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya
abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol
pembukaan dan penutupan tuba eustachius..
5. Aspirasi
6. Distress pernafasan
7. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
8. Gangguan psikologis ; Bibir sumbing menyebabkan timbulnya
rasa kurang percaya diri pada penderita dan keluarga yang
bisa menyebabkan stress dan terbatasnya hubungan sosial
dengan orang lain.

F. PROGNOSA
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat
dimodifikasi/disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi
ini melakukan operasi saat usia masih dini dan hal ini sangat
memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik
pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis
yang telah diatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara
yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukan hasil
peningkatan yang baik pada masalah-masalah labioschisis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau


pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas
bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu.Belahnya dapat sangat
bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping
hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi
berguna membagi struktur-struktur yang terkena menjadi :
1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum
dibelahan foramen incisivum
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap
foramen.

Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan
palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral. Kadang-kadang terlihat
suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan
mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

B. Saran

Untuk Labioskizis dan Labiopalatoskizis sangat penting diperlukan pendekatan


kepada orang tua agar mereka mengetahui masalah tindakan yang diperlukan
untuk perawatan anaknya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai