Disusun Oleh :
Semarang, Agustus
2019
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... ................................................................................. i
DAFTAR ISI.. ................................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN. ............................................................................. 1
A. Latar Belakang. .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah. ..................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan. ....................................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN................................................................................ 2
...................................................................................................................
A. Pengertian Evidence Based ........................................................................ 2
B. Evidence Based Dalam Pelayanan Kespro dan KB ................................... 3
C. Contoh-Contoh Praktik Pelayanan Kespro dan KB ................................... 4
D. Informed Choice dan Informed Consent Kespro dan KB .......................... 5
E. Kewenangan Bidan Kespro dan KB sesuai Permenkes 1464 th 2010 ....... 3
F. Pengertian Critical Thinking ...................................................................... 3
G. Penerapan Critical Thinking,Clinical Judgment, Problem Solving ........... 3
BAB III PENUTUP. ....................................................................................... 6
A. Kesimpulan. ................................................................................................ 6
B. Saran. ........................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA. .................................................................................... 7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
IDENTIFIKASI KASUS
A. Pengertian
Labiopalatoscisis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau
sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional
berkembang. Bibir bagian kanan dan kiri tidak tumbuh bersatu.
Terbelahnya belahan tersebut dapat bervariasi mengenai salah satu bagian
atau semua bagian dari dasar cuping hidung,bibir,alveolus, dan palatum
durum serta molle.
Suatu klasifikasi yang berguna membagi struktur yang terkena menjadi :
1. Palatum Primer : Meliputi Bibir,dasar hidung,elveolus,palatum
durum dibelahan foramen incisivum.
2. Palatum Sekunder : Meliputi palatum durum dan molle posterior
terhadap foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum
primer dan
palatum sekunder dan dapat unilateral dan bilateral.
B. PENYEBAB
1. Heredity
Keluarga yang memiliki satu anak atau orang tua yang memiliki
sumbing bibir dan langit-langit, risiko anak pada kehamilan berikutnya
meiliki sumbing bibir dan langit-langit adalah 4%. Apabila dua anak
sebelumnya memiliki sumbing bibir dan langit-langit, risikonya
meningkat menjadi 9%, dan jika satu orang tua dan satu anak terkena
dampak sebelumnya, risiko untuk anak-anak dari kehamilan berikutnya
adalah 17%. Untuk keluarga dengan anak yang memiliki sumbing
langit-langit, risiko sumbing langit-langit untuk kehamilan berikutnya
adalah 2%, 6% bila satu orang tua memiliki sumbing langit-langit, dan
15% jika satu orang tua dan satu anak sebelumnya memiliki sumbing
langit-langit (Hopper, 2014)
2. Lingkungan
a. Asap rokok
Bahaya merokok selama kehamilan telah lama diketahui, berbagai
jurnal telah mendukung efek teratogenik rokok terhadap fetus, salah
satunya kelainan sumbing bibir (Xuan, et al., 2016). Gunnerbeck,
dkk, meneliti hubungan kejadian sumbing bibir dengan terminasi
aktivitas merokok, dan menemuan adanya penurunan angka kejadian
sumbing bibir bila ibu hamil berhenti merokok pada antenatal care
pertama. Namun resiko pada perokok pasif belum ditelusuri lebih
lanjut (Gunnerbeck, et al., 2014).
b. Konsumsi Alkohol
Deroo (2016) menyatakan mengkonsumsi alkohol secara berulang
dan konstan selama trimester pertama memiliki hubungan dengan
kejadian oral facial cleft. Ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol
hingga mencapai binge level (konsentrasi alkohol darah mencapai
0,08 g/dL) atau meminum lima gelas atau lebih memiliki resiko lebih
tinggi terkena oral facial cleft (DeRoo, et al., 2016).
c. Obat-obatan
Telah banyak penelitian mengenai hubungan obat antikonvulsan
sebagai resiko sumbing bibir seperti diazepam, fenobarbital serta
fenitoin, yang dinyatakan paling berpotensi mengakibatkan kelainan
ini (Oginni & Adenekan, 2012). Penggunaan kortikosteroid oral
telah lama dinyatakan berhubungan kuat dengan kejadian sumbing
bibir, dan didukung oleh beberapa studi pada 10 tahun terakhir,
namun tidak ada penelitian yang menyatakan asosiasi signifikan
penggunaan kortikosteroid topikal non-sistemik pada trimester
pertama kehamilan (Murphy, et al., 2013).Pada penggunaan obat
anti-asma bronkodilator selama kehamilan, albuterol dikatakan
berpotensi mengakibatkan kelainan sumbing bibir (Munsie, et al.,
2011). Di sisi lain, Murphy dkk, tidak menyatakan ada hubungan
antara penggunaan bronkodilator dan kortikosteroid inhalasi dengan
malformasi kongenital, namun ibu hamil penderita asma memiliki
resiko lebih tinggi untuk mendapatkan keturunan dengan sumbing
bibir (Murphy, et al., 2013).
d. Vitamin
Defisiensi vitamin B-6 secara signifikan berhubungan terhadap
kejadian sumbing bibir di beberapa area di Filipina (Munger, et al.,
2015), pengukuran kadar erythrocyte aspartate aminotransferase
activity coefficient (EAST-AC) dan plasma pyridoxal- 5’-phosphate
(PLP) baik untuk menilai status vitamin B-6 dalam darah serta
hubungannya dengan sumbing bibir (Tamura, et al., 2015). Selain
itu, ditemukan adanya peningkatan resiko kejadian sumbing bibir di
California, Amerika Serikat, pada pasien dengan konsumsi rendah
riboflacin, niacin, vitamin B-12, dan kalsium (Wallenstein, et al.,
2015) Konsumsi asam folat harian 400 g tanpa vitamin lain selama
kehamilan dimulai sebelum periode menstruasi terakhir ibu
dinyatakan dapat mengurangi angka kejadian sumbing bibir, namun
studi lain menyatakan bahwa konsumsi folat tanpa multivitamin lain
tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kejadian sumbing
bibir.
e. Keseimbangan Diet
Sebuah studi kasus kontrol di Amerika meneliti hubungan sumbing
bibir dengan nutrisi maternal, dengan menyertakan analisis pola diet
ibu hamil selama kehamilan. Western diet (diet ala barat) dengan
menu tinggi karbohidrat (daging, pizza, kentang) dan rendah buah
dikatakan dapat meningkatkan risiko sumbing bibir hampir dua kali
lipat (Vujkovic, et al., 2007).
f. Stres
Sebuah studi menyatakan bahwa kondisi stres emosional selama
kehamilan adalah potensi kuat untuk terjadinya sumbing bibir
(Ingstrup, et al., 2013). Tidak hanya sumbing bibir, stres selama
kehamilan dapat menggangguan pembentukan organ lain, seperti
jantung dan pembuluh darah (Carmichael, et al., 2007).
D. PATOFISIOLOGI
Cacat bibir sumbing terjadi pada trimester pertama kehamilan karena
tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang mengganggu
pembelahan sel pada masa kehamilan bisa menyebabkan kelainan tersebut, misal
kekurangan zat besi, obat2 tertentu, radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing
sering ditemukan di desa terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa perawatan
kehamilan yang baik serta gizi yang buruk.
Bayi-bayi yang bibirnya sumbing akan mengalami gangguan fungsi berupa
kesulitan menghisap ASI, terutama jika kelainannya mencapai langit-langit
mulut. Jika demikian, ASI dari ibu harus dipompa dulu untuk kemudian diberikan
dengan sendok atau dengan botol berlubang besar pada bayi yang posisinya
tubuhnya ditegakkan. Posisi bayi yang tegak sangat membantu masuknya air susu
hingga ke kerongkongan. Jika tidak tegak, sangat mungkin air susu akan masuk
ke saluran napas mengingat refleks pembukaan katup epiglotis( katup
penghubung mulut dengan kerongkongan) mesti dirangsang dengan gerakkan
lidah, langit-langit, serta kelenjar liur
Bibir sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya infeksi di rongga
hidung, tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung telinga dan
tenggorokan) sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air susu atau air yang
masuk ke rongga hidung dari celah sumbingnya.
1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan
atau tulang selama fase embrio pada trimester I.
2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses
nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama
kehamilan 6-8 minggu.
3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato
yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato
pada masa kehamilan 7-12 minggu.
4. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8
minggu masa kehamilan.
E. KOMPLIKASI
F. PROGNOSA
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat
dimodifikasi/disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi
ini melakukan operasi saat usia masih dini dan hal ini sangat
memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik
pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis
yang telah diatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara
yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukan hasil
peningkatan yang baik pada masalah-masalah labioschisis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan
palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral. Kadang-kadang terlihat
suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan
mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
B. Saran