Disusun Oleh :
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Evidence Based Dalam Kesehatan Reproduksi”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pemaca agar kami dapat
memperbaiki makalah kami ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk teman-teman
sekalian dan masyarakat maupun inspirasi untuk pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
A. Kesimpulan. .................................................................................................6
B. Saran. ............................................................................................................6
A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan
sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan system dan fungsi, serta
proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecatatan.
Implikasi defenisi kesehatan reproduksi berarti bahwa setiap orang mampu memiliki
kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu menurunkan
serta memenuhi keinginanya tanpa ada hambatan apapun, kapan, dan berapa sering
untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).
Masa remaja adaah masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa,
yang dimulai pada saat terjadi kematangan seksual, yaitu antara usia 11 sampai 12 tahun
sampai 20 tahun. Pada masa remaja, individu mengalami perubahan baik fisik, psikis,
maupun sosial. Remaja memiliki karakteristik berupa rasa ingin tahu yang besar, gemar
terhadap tantangan dan selalu ingin mencoba hal hal yang baru, cenderung
berkelompok, masih mencari jati diri, mudah terpengaruh dengan lingkungan
sekitarnya, serta cenderung melakukan tindakan tanpa pemikiran yang matang sehingga
permasalahan-permasalahan yang dialami remaja juga khas (Hurlock, 1995:10 dalam
Imron, 20012 : 21. Permasalahan yang muncul adalah kekerasan seksual terutama pada
masa pacaran (KDP) Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), aborsi, Infeksi Menular
Seksual (IMS), sampai terjangkitnya HIV/AIDS. Permasalah tersebut merupakan
serangkaian dampak dari minimnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari evidence based?
2. Bagaimana evidence based dalam pelayanan kespro dan KB?
3. Apa sajakah contoh-contoh praktik pelayanan kespro dan KB?
4. Bagaimana informed choice dan informed consent dalam asuhan kespro dan KB?
5. Bagaimana kewenangan bidan dalam asuhan kespro dan KB sesuai Permenkes 1464
tahun 2010?
6. Apa pengertian dari critical thinking?
7. Bagaimana penerapan dari critical thinking, clinical judgment,problem solving
dalam asuhan kespro dan KB?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari evidence based
2. Untuk mengetahui evidence based dalam pelayanan kespro dan KB
3. Untuk mengetahui contoh-contoh praktik pelayanan kespro dan KB
4. Untuk mengetahui informed choice dan informed consent dalam asuhan kespro dan
KB
5. Untuk mengetahui kewenangan bidan dalam asuhan kespro dan KB sesuai
Permenkes 1464 tahun 2010
6. Untuk mengetahui pengertian dari critical thinking
7. Untuk mengetahui penerapan dari critical thinking, clinical judgment,problem
solving dalam asuhan kespro dan KB
BAB II
PEMBAHASAN
Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang akan membantu tenaga
kesehatan agar mampu up to date atau cara agar mampu memperoleh informasi terbaru
yang dapat menjadi bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan efisien
sehingga dapat memberikan perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011). Sedangkan
menurut (Bostwick, 2013) evidence based practice adalah starategi untuk memperolah
pengetahuan dan skill untuk bisa meningkatkan tingkah laku yang positif sehingga bisa
menerapakan EBP didalam praktik.
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.6
juta jiwa, 63.4 juta diantaranya adalah remaja yang terdiri dari pria sebanyak 32.164.436 jiwa
(5.70%) dan perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (49.30%) yaitu sekitar 27% dari total
populasi (UNFPA, 2009)Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat system,
fungsi dan proses reproduksi pada remaja yang termasuk kesehatan baik mental, sosial dan
kultural (Faujizi, 2008). Menurut hasil konferensi International Conference On Population
Development (ICPD) dan Millenium Development Goals (MDG’s) diharapkan di akhir tahun
2015 nanti, minimal 90% dari seluruh jumlah remaja sudah harus mendapatkan informasi
tentang kesehatan reproduksi dan seksual (Respati, 2012).
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat (2015) menunjukkan terdapat
kejadian Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pada anak SMP didaerah binaan Puskesmas
Padalarang. Berdasarkan data dari Puskesmas Padalarang jumlah remaja yang paling banyak
terdapat pada Desa Kertajaya Berdasarkan wawancara dengan 10 remaja di Desa Kertajaya, 6
orang mengatakan kesehatan reproduksi sangat penting karena berhubungan dengan
masadepannya namun mereka hanya mendapatkan informasi dari internet dan kadang
mengandung unsur pornografi. 4 orang lainnya mengatakan tidak penting karena itu sesuatu
yang tabu dan tidak pantas dipelajari remaja. 3 dari 20 orang mengatakan bahwa kesehatan
reproduksi itu berhubungan dengan menstruasi dan sex bebas. 5 orang lainnya mengatakan
bahwa kesehatan reproduksi berhubungan dengan kebersihan alat reprodusi, sedangkan
sisanya mengatakan tidak tahu
Kajian Literatur
Menurut WHO (2009) Remaja merupakan Individu yang berkembang dari saat pertama kali
ia menunjukkan tandatanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual,
mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa,
dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang
relatif lebih mandiri. Perubahan yang terjadi pada remaja dibagi menjadi tiga dimensi yaitu
biologis, kognitif, dan social
a. Dimensi Biologis Ketika anak memasuki masa pubertas, pada perempuan ditandai dengan
menstruasi pertama dan pada laki-laki dengan mimpi basah pertama. Masa pubertas
menandakan bahwa seorang anak telah memiliki kemampuan untk bereproduksi. Tanda-
tanda pada perempuan adalah payudara mulai berkembang, panggul mulai membesar,
timbul jerawat, dan tumbuh rambut dibagiankemaluan. Anak laki-laki mulai
memperlihatkan perubahan dalam suara, timbulnya kumis, jakun, alat kelamin menjadi
lebih besar, otototot membesar, timbul jerawat dan perubahan fisik lainnya. Bentuk fisik
mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada
dunia remaja.
b. Dimensi Kognitif Menurut Pigeat (2007) remaja adalahperiode terakhir dan tertinggi
dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operation). Remaja tela
mempunyai pola fikir sendiri dalam menyelesaikan masalahmasalah yang kompleks dan
abstrak. Kemampuan berfikir remaja berkembang sehingga mampu mencari alternative
pemecahan masalah dan akibatnya. Kapasistas berfikir secara logis dan abstrak
berkembang dan mampu berfikir multidimensi. Para remaja tidak hanya menerima
informasi namun beserta mencernanya sesuai dengan pengalaman dan rencana untuk
masadepannya.
c. Dimensi Moral Masa remaja adalah periode mulai banyak bertanya mengenai lingkungan
sekitar sebagai pembentukan nilai diri mereka. Remaja mulai menilai masalahnya sendiri
mulai dari politik, kemanusiaan, perang, sosial dan sebagainya. Remaja mulai berfikir
bebas, kompleks dan tidak absolut ketika diberikan tanpa bantahan. Remaja mulai berfikir
logis dan kritis.
Pendekatan berikut ini adalah contoh pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui gambaran
pengetahuan remaja di Desa Kertajaya mengenai kesehatan reproduksi. Penelitian ini
berlangsung di desa Kertajaya Kabupaten Bandung Barat yang merupakan wilayah kerja dari
Puskesmas Padalarang. Hal tersebut diambil berdasarkan data Pusksmas yang menunjukan
jumlah remaja paling banyak terdapat didaerah tersebut. Penelitian dilakukan dari tanggal 20
oktober sampai dengan 15 november 2016. Populasinya sebanyak 3071 orang dengan sampel
96. Teknik sampel menggunakan purposive sampling. Kriteria inklusinya adalah usia remaja,
belum menikah, sehat fisik dan mental, dan sudah mempu membaca dan menulis.
Alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah kuesioner penilaiannya adalah sebagai
berikut:
Responden dalam penelitian ini dibedakan berdasakan jenis kelamin, umur, dan pendidikan.
Perempuan berjumlah 55 orang (57%) dan pria berjumlah 41 orang (43%). Berdasarkan data
tersebut telihat bahwa remaja perempuan lebih banyak dari remaja laki-laki Tabel 1
Klasifikasi Responden Berdasarkan Usia
Dari tabel tersebut terlihat bahwa sebagian besar responden berusia 12 tahun yaitu 53 orang
(55.2%) sedangkan sangat sedikit responden berusia usia 18 dan 19 tahun yang masing-
masing berjumlah 2 orang (2.08%).
Setelah dilakukannya tabulasi terlihat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi pada
Gambar 1
Berdasakan Gambar 1 menunjukkan bahwa hampir seluruh responden yaitu 78 orang (81%)
memiliki pengetahuan sedang, sangat sedikit responden yaitu11 orang (11.46%) memiliki
pengetahuan kurang, dan 7 orang (7.3%) memiliki pengetahuan baik. Dari hasil tersebut
menunjukan bahwa masih banyak responden belum memiliki pengetahuan yang baik
mengenai kesehatan reproduksi.
Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa perempuan memiliki pengetahuan baik yang lebih
banyak dibandingkan laki-laki yaitu 5 orang (5.2%). Hal ini karena tanda pubertas pada
perempuan yaitu menstruasi terjadi terus menerus sehingga rasa ingin tahu remaja perempuan
tentang kesehatan reproduksi lebh tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian (Wijaya, Agustini, dan Tisna, 2014).
C. Contoh-Contoh Praktik Pelayanan Kespro dan KB
D. Informed Choice Dan Informed Consent Dalam Asuhan Kespro dan KB
1. Informed Choice
Pengertian informed choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan
penjelasan tentang alternative asuhan yang akan dialaminya. Menurut Kode Etik Bidan
Internasional tahun 1993 bidan harus menghormati hak informed choice ibu dan
meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggung jawabnya
terhadap hasil dari pilihannya. Definisi informasi dalam konteks ini, adalah meliputi
informasi yang lengkap sudah diberikan dan dipahami ibu, tentang pemahaman resiko,
manfaat, keuntungan dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya.
Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa
asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang
sesungguhnya dan merupakan aspek otonomi pribadi menentukan ‘pilihannya sendiri’
Choice berarti alternative lain, ada lebih dari satu pilihan dank lien mengerti
perbedaannya sehingga dia dapat menentukan mana yang disukai atau sesuai dengan
kebutuhannya. Jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh pasien salah satunya
yaitu metode kontrasepsi.
2. Informed Consent
Informed consent adalah suatu dokumen resmi yang ditanda tangani oleh calon
akseptor kontrasepsi mantap (wanita/pria) yang menyatakan bahwa calon akseptor
kontap telah mengerti perihal sifat kontap dan telah memutuskan pilihannya secara
sukarela.
a. Bila calon akseptor buta huruf, ia dapat memberikan cap jempolnya, disertai
seorang saksi yang juga harus menandatangani dokumen tersebut, yang
menyatakan bahwa calon akseptor kontap telah diberi penjelasan secara lisan
perihal sifat kontap. Disamping itu, suami atau isteri dari calon akseptor kontap
wanita atau kontap pria juga ikut menandatangani dokumen informed consent,
dan yang terakhir adalah dokter yang menerangkan perihal sifat kontap, juga ikut
membubuhkan tanda tangannya diatas dokumen tersebut.
b. Dokumen informed consent dari PKMI (Perkumpulan Kontrasepsi Mantap
Indonesia), untuk yang tidak buta huruf, memerlukan lima tanda tangan yaitu
dari isteri dan suami calon akseptor kontap, saksi, dokter dan petugas konseling
sedangkan untuk yang buta huruf diperlukan cap jempol dari calon akseptor dan
pasangannya serta tanda tangan dari saksi, dokter dan petugas konseling.
c. Umumnya penandatanganan dokumen informed consent dilakukan setelah
konseling yang diberikan kepada calon akseptor kontap dan pasangannya
mengenai metode kontap.
d. Dokumen informed consent diwajibkan, baik untuk tindakan kontap yang
efektif, maupun pada kasus-kasus khusus, misalnya seorang wanita hamil
dengan paritas tinggi yang memerlukan tindakan section cesarea dan pasangan
suami isteri telah diberikan konseling pre-operatif serta memutuskan memilih
metode kontap secara sukarela.
e. Dokumen informed consent sangat penting dalam bidang Keluarga
Berencana/Kntrasepsi karena sifat non-terapeutik dari pelayanan bidan ini.
Dengan perkataan lain, pelayanan Keluarga Berencana/Kontrasepsi dilakukan
pada orang yang sehat, dimana tidak ditemukan adanya indikasi untuk
memberikan terapi (kecuali pada kasus-kasus tertentu yang khusus).
f. Kepentingan dari dokumen informed consent dalam Keluarga berencana dan
Kontrasepsi mempunyai tiga dasar:
1) Pragmatis
Seseorang yang telah mengerti dengan jelas metode kontrasepsi yang
dipilihnya, akan memakainya dengan lebih patuh, aman dan efektif.
2) Ethis
Seseorang berhak mendapat informasi yang sejelas-jelasnya mengenai
metode kontrasepsi yang dipilihnya.
3) Legal
Petugas medis wajib memberikan informasi yang lengkap untuk menolong
seorang calon akseptor mengambil keputusan daalm menentukan pilihan
kontrasepsinya.
g. Dokumen informed consent untuk kontap wanita/pria harus meliputi informasi-
informasi sebagai berikut:
1) Keuntungan dari metode kontap.
2) Risiko dari metode kontap (mayor dan minor).
3) Alternatif lain untuk metode kontap.
4) Meminta keterangan/penjelasan dari metode kontap merupakan hak dan
tanggung jawab calon akseptor.
5) Keputusan untuk tidak memilih/memakai metode kontap merupakan hak
calon akseptor.
6) Penjelasan mengenai metode kontap wajib diberikan kepada calon akseptor.
7) Dokumentasi yang berisikan keterangan bahwa ke-6 hal tersebut di atas
telah dilakukan, umumnya dengan memakai dokumen informed consent.
h. Kepentingan keputusan sukarela tanpa paksaan oleh pihak manapun dalam
memilih metode kontap oleh calon akseptor, merupakan hal sangat penting
dalam bidang Keluarga Berencana dan Kontrasepsi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Diharapkan bidan mengikuti perkembangan yang ada sehingga bidan dapat
memberikan asuhan sesuai dengan perkembangan yang ada dan bidan dapat melakukan
asuhan sayang ibu saat persalinan
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/21314/6.%20BAB%20II.pdf?sequ
ence=5&isAllowed=y
Jayanti,Ira.2019.Evidence Based Dalam Praktik Kebidanan.Yogyakarta:CV.Budi Utama