Anda di halaman 1dari 9

4.

Menjelaskan respon Orang tua terhadap Bayi Baru Lahir

a. Bounding Attachment
1) Pengertian
Bonding Attachment adalah interaksi orang tua dan bayi secara nyata, baik fisik, emosi, maupun sensori
pada beberapa menit dan jam pertama segera sesudah bayi lahir ( Klause dan Kennel dalam Riordan
,2009). Bonding adalah dimulainya interaksi emosi sensorik fisik antara orang tua dan bayi segera sesudah
lahir, sedangkan attachment adalah ikatan yang terjalin di antara individu yang meliputi pencurahan
perhatian, yaitu hubungan emosi dan fisik yang akrab. Jadi dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa bonding
attachment adalah suatu ikatan yang terjadi antara orang tua dan bayi baru lahir, yang meliputi pemberian
kasih sayang dan pencurahan perhatian yang saling tarik-menarik. Beberapa pemikiran dasar dari
keterkaitan ini, antara lain keterkaitan atau ikatan batin ini tidak dimulai saat kelahiran, tetapi ibu telah
memelihara bayinya selama kehamilan, baik ibu maupun ayah sangat mengharapkan untuk kehadiran
seorang bayi. Hal ini dapat menimbulkan perasaan positif, negatif, atau netral. Sejalan dengan
perkembangan pada beberapa bulan pertama kehidupan, bayi dan ibunya saling mengadakan hubungan
dan ikatan batin. Jika seorang ibu konsisten dalam responnya terhadap kebutuhan bayi dan mampu
menafsirkan dengan tepat isyarat seorang bayi, perkembangan bayi akan terpacu dan terbentuk ikatan
batin yang kokoh. Keberhasilan dalam hubungan dan ikatan batin antara bayi dan ibunya dapat
mempengaruhi hubungan sepanjang masa (Bahiyatun, 2009).
2) Faktor
Bonding attachment Bonding attachment dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (Rini dan Kumala,
2016) :
 Faktor Internal
a) Bagaimana bayi diasuh oleh orangtua Apabila sang ayah atau individu lain pada waktu kecil
dididik orangtua dengan cara keras atau sering diberikan hukuman jika ada kesalahan sedikit,
sehingga kemungkinan kedekatan antara ayah dan bayi akan sulit terbentuk dan cara ini akan
diterapkan untuk mendidik anaknya dikemudian hari.
b) Kebudayaan yang diinternalisasikan dalam diri Banyak masyarakat yang masih percaya
bahwa ibu dan bayinya yang baru lahir tidaklah bersih dan diisolasi dari ayahnya selama periode
yang ditetapkan, tentu saja hal ini menyulitkan terbentuknya ikatan batin dengan sang ayah.
c) Nilai-nilai kehidupan Kepercayaan dan nilai-nilai dalam kehidupan mempengaruhi perilaku dan
dan respon seseorang, dalam agama islam bayi yang baru lahir sesegera mungkin di adzankan
oleh sang ayah. Keadaan ini memberikan kesempatan ayah untuk mencoba menggendong bayi
pertama kalinya dan bayi mendengarkan suara sang ayah. d) Hubungan antar sesama
Hubungan antar sesama akan menciptakan suatu pengalaman seperti bila sang ayah melihat
atau mendengar cerita dari temannya bagaimana temannya bersikap terhadap anak pertamanya,
bila sang ayah mempunyai hubungan dalam lingkungannya harmonis, mudah bersosialisasi, hal
ini akan menciptakan respon yang positif terhadap bayinya. e) Riwayat kehamilan sebelumnya
Apabila pada kehamilan terdahulu ibu mengalami komplikasi dalam kehamilan seperti abortus,
plasenta previa, akan membuat ayah atau ibu maupun keluarga sangat menjaga dan melindungi
bayi dengan sebaiknya.

 Faktor eksternal
a) Keinginan menjadi orang tua yang telah diimpikan Pasangan suami istri yang sangat
menginginkan anak tentu saja akan merespon kelahiran bayi dengan bangga dan bahagia.
Perhatian yang diterima selama kehamilan, persalinan dan post partum, perhatian dari suami dan
keluarga akan menciptakan perasaan bahagia dan bangga akan perannya sebagai seorang ibu.
b) Sikap dan perilaku pengunjung Pengunjung memberikan pujian dan ucapan selamat serta
memperlihatkan perasaan bangga terhadap bayi, hal ini akan menumbuhkan perasaan bahagia
akan kehadiran bayi.

3) Elemen-elemen bonding attachment


a) Sentuhan
b) Kontak Mata
c) Suara
d) Aroma
e) Entraement
Bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraan orang dewasa. Bayi
menggerak-gerakkan tangan, mengangkat kepala, menendang-nendangkan kakinya
mengikuti nada suara orang tuanya. Irama ini memberikan umpan balik positif kepada
orang tua dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang positif.
f) Bioritme
Anak yang belum lahir atau baru lahir dapat dikatakan senada dengan ritme alamiah
ibunya. Untuk itu, salah satu tugas bayi baru lahir adalah membentuk ritme personal
(bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini dengan member kasih sayang yang
konsisten dan dengan memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan perilaku yang
responsive. Hal ini dapat meningkatkan interaksi sosial dan kesempatan bayi untuk
belajar.
g) Kontak Dini

b. Respon ayah dan keluarga


Siklus tidur dan bangun serta keadaan bayi pada saat tertentu penting untuk diketahui oleh orang tua,
karena dapat membantu orang tua memilih waktu untuk berinteraksi dan memeriksa bayi. keadaan bayi
terjaga adalah waktu terbaik untuk berhubungan secara visual, memberi makan, dan memeriksa bayi.
Waktu bayi menangis merupakan saat yang paling mengganggu orang tua yang ingin memahami arti tangis
tersebut. Apakah tangis tersebut merupakan ungkapan kebutuhan untuk diberi makan, dipegang, diberi
rangsangan, ingin menyusu, atau ingin tidur (Warner & Kelly, 2009). Keadaan tidur aktif (ringan) bayi baru
lahir memperlihatkan berbagai kedalaman dan kecepatan pernapasan. Gerakan motorik sering terlihat dan
bayi dapat bereaksi seperti terkejut pada waktu tidur dan orang tua merasa khawatir. Oleh karena itu para
orang tua perlu diberi tahu bahwa keadaan ini normal. Selama fase tidur dalam, terjadi sedikit gerakan
motorik dan pernapasan berlangsung dalam dan teratur serta bayi tampak terlelap. Bayi dalam kondisi ini
tidak mudah dibangunkan untuk makan atau perawatan lain (Bahiyatun, 2009).

c. Sibling Rivaly
Sibling rivalry bisa diartikan sebagai kompetisi antar saudara kandung, baik antar saudara kandung yang
berjenis kelamin sama ataupun berbeda. Kompetisi ini diwarnai oleh rasa iri, cemburu, dan persaingan.
Bersaing untuk mendapatkan sesuatu, seperti perhatian ibu, mainan baru, dan lain-lain. Bersaing bisa pula
untuk membuktikan sesuatu, seperti menjadi yang paling berprestasi, paling disayang orangtua, paling
banyak teman, dan lain-lain.Persaingan antar saudara kandung dapat terlihat sejak ibu mengandung anak
kedua. Beberapa anak pertama akan menunjukkan sikap senang dengan calon adik baru namun beberapa
mulai menunjukkan sikap makin rewel, menolak berpisah dengan ibu, dan lain-lain
Seiring berkembangnya fisik, kognisi, dan mental anak, persaingan antar saudara kandung dapat
menurun karena anak sudah lebih dapat berpikir tentang kondisi yang terjadi di sekitarnya. Akan tetapi,
persaingan bisa pula berlanjut sampai dewasa. Bentuk persaingan antar saudara kandung saat masih
anak-anak, remaja, dan dewasa dapat berbeda terkait kebutuhan yang juga berbeda dalam setiap tahap
perkembangan. Ketika masih anak-anak, yang diperebutkan adalah mainan atau waktu bermain dengan
orangtua. Mereka protektif sekali dengan mainan pribadi sehingga kesal jika mainan tersebut diambil
saudara kandung lain. Hal lain yang biasa terjadi adalah salah satu cemburu dengan mainan yang dimiliki
lainnya lalu akhirnya berebut mainan.
Beranjak remaja, mereka mulai mencari jati diri dan independensi. Ada penyesuaian akan
perubahan fisik, sosial, dan emosi. Persaingan antar saudara kandung muncul dalam bentuk bentrokan
peran dan tanggung jawab. Salah satu menganggap tugas dan perannya tidak sebanding dengan yang
lainnya, orangtua dianggap berlebihan atau tidak adil dalam membagi tugas. Misalnya: kakak perempuan
memberontak karena selalu ia yang ditugaskan mencuci piring sementara adik laki-lakinya boleh langsung
menonton TV sehabis makan, adik perempuan cemburu pada kakak laki-lakinya yang mendapat kebebasan
lebih banyak dari orangtua tentang jam malam.
Menjelang dewasa, individu dihadapkan pada berbagai tantangan dan perubahan lainnya. Memilih
jurusan di perguruan tinggi, merencanakan pekerjaan, mulai mandiri secara finansial, dan sebagainya.
Persaingan bisa berbentuk usaha untuk ‘lebih’ dari saudara kandungnya, saling memperlihatkan apa yang
telah dicapai masing-masing, menunjukkan keunikan diri, bahwa ia berbeda dari saudara kandungnya.

Sebenarnya wajar jika muncul persaingan antar saudara kandung. Perlu mendapat perhatian lebih lanjut
jika terdapat ketegangan dan konflik terus-menerus diantara saudara kandung yang sulit diatasi.
Persaingan antar saudara kandung yang kurang diatasi dengan baik dapat berdampak pada diri anak
sendiri, pada interaksi dengan orangtua, pada interaksi dengan saudara kandung, dan pada interaksi
dengan lingkungan di luar keluarga
Dampak negatif persaingan antar saudara kandung bisa diminimalisir. Orangtua tentu saja memegang
peranan penting akan hal ini. Beberapa hal yang dapat diperhatikan orangtua:
1) Menghargai keunikan setiap anak. Salah satu perilaku yang cukup sering dilakukan orangtua
adalah membanding-bandingkan, tidak selalu pakai kata “lebih dari” atau “kurang dari”, misalnya:
“kakak kamu itu gak pernah ngerepotin mama”, “contoh dong adik kamu, juara terus di kelas”.
2) Memberi perhatian dan kasih sayang yang proporsional untuk setiap anak. Bersikap adil pada setiap
anak akan sulit sekali dilakukan, jika mengartikan adil sebagai memperlakukan setiap anak dengan
sama.
3) Mengakui dan menerima perasaan setiap anak, termasuk perasaan kesal atau marah.
4) Menangani konflik antar saudara kandung dengan bijak. Saat anak-anak bertengkar, orangtua
sebaiknya tidak segera ‘lompat’ mengatasi masalah. Cara mengatasi konflik yang diterapkan orangtua
dapat menjadi nilai-nilai yang dipegang anak saat mereka dewasa nanti, mereka bisa belajar
mendengar perspektif orang lain, bernegosiasi, dan mengontrol diri.

Persaingan antar saudara kandung mungkin tidak dapat dihindari tetapi bisa diatasi dengan cara yang
sehat. Hubungan dengan saudara kandung adalah salah satu hubungan yang paling lama dimiliki selain
hubungan dengan orangtua. Memiliki hubungan yang mendalam dan bermakna dengan saudara kandung
akan menjadi salah satu dukungan utama saat setiap orang mengalami kesulitan, tantangan, dan
perubahan hidup.
5. GANGGUAN ADAPTASI PSIKOLOGIS IBU MASA NIFAS

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorder (American Psychiatric Association, 2000) tentang
petunjuk resmi untuk pengkajian dan diagnosis penyakit psikiater, bahwa gangguan yang dikenali selama
postpartum adalah

a. Postpartum Blues

Postpartum blues adalah perubahan mood pada ibu postpartum yang terjadi setiap waktu setelah ibu melahirkan
tetapi seringkali terjadi pada hari ketiga atau keempat postpartum dan memuncak antara hari kelima dan ke-14
postpartum yang ditandai dengan tangisan singkat, perasaan kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah, letih,
pelupa dan tidak dapat tidur (Bobak,2005).Ibu postpartum yang mengalami postpartum blues mempunyai gejala
antara lain rasa marah, murung, cemas, kurang konsentrasi, mudah menangis (tearfulness), sedih (sadness), nafsu
makan menurun (appetite), sulit tidur.Keadaan ini akan terjadi beberapa hari saja setelah melahirkan dan biasanya
akan berangsur-angsur menghilang dalam beberapa hari dan masih dianggap sebagai suatu kondisi yang normal
terkait dengan adaptasi psikologis postpartum. Apabila memiliki faktor predisposisi dan pemicu lainnya maka dapat
berlanjut menjadi depresi postpartum.

b. Depresi Postpartum

Gejala yang ditimbulkan antara lain kehilangan harapan (hopelessness),kesedihan, mudah menangis, tersinggung,
mudah marah, menyalahkan diri sendiri,kehilangan energi, nafsu makan menurun (appetite), berat badan
menurun,insomnia, selalu dalam keadaan cemas, sulit berkonsentrasi, sakit kepala yang hebat, kehilangan minat
untuk melakukan hubungan seksual dan ada ide untuk bunuh diri.

c. Postpartum Psikosis

Mengalami depresi berat seperti gangguan yang dialami penderita depresi postpartum ditambah adanya gejala
proses pikir (delusion, hallucinations and incoherence of association) yang dapat mengancam dan membahayakan
keselamatan jiwa ibu dan bayinya sehingga sangat memerlukan pertolongan dari tenaga professional yaitu psikiater
dan pemberian obat.
a. PTSD

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) termasuk dalam gangguan kecemasan (Anxiety Disorder).
Gangguan stres pasca trauma merupakan gangguan emosional yang menyebabkan distres, yang bersifat
menetap, yang terjadi setelah mengalami peristiwa traumatik yang membuat individu tidak berdaya atau
ketakutan. Trauma melahirkan terjadi sebagai akibat dari trauma (atau yang dianggap sebagai trauma)
selama proses persalinan. Teror kilas balik, mimpi buruk, kenangan mengganggu, dan halusinasi yang
berulang dan kembali dari waktu ke waktu. Ia biasanya akan merasa tertekan, cemas, atau mengalami
serangan panik saat teringat hal-hal yang mengingatkan mereka tentang acara tersebut.

b. Kesedihan dan Duka cita


Kesedihan postpartum merupakan suatu gejala depressi ringan yang dialami oleh ibu setelah melahirkan.
Gejala ini biasa terjadi pada minggu pertama postpartum atau kapan saja pada tahun pertama postpartum
dan akan hilang pada beberapa hari. Faktor yang mempengaruhi timbulnya kesedihan ini antara lain
adanya perubahan hormon secara mendadak pasca persalinan,kelelahan pada peroses persalinan,merasa
tidak yakin menjadi seorang ibu,rendahnya rasa percaya diri. ( Westheimer,2002)
Respon psikologis yang terjadi karena kehilangan disebut dengan duka cita atau berduka.Ibu post partum
cenderung mengalami kehilangan sehingga berpotensi untuk berduka seperti kehilangan waktu untuk
beristirahat,kehilangan waktu untuk berkumpul dengan teman dan suami ( Varne, 2004 )
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Childbirth-related_posttraumatic_stress_disorder

Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia.2018.Kebidanan : Teori Dan Asuhan Vol.2.Jakarta: EGC

repository.unimus.ac.id/1881/4/BAB%20II.pdf

https://childdevelopmentinfo.com/ages-stages/school-age-children-development-parenting-tips/sibling_rivalry/

Hurlock, E.(1989).Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai