Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

HEMOFILIA

Mata Kuliah : Keperawatan Anak

Dosen Pengajar:Desi Sundari Utami. S.kep., Ners., M. Kep

Disusun Oleh :

Regita Indah Kelana (10521101)

Putri Rahma Prasetyo (10521104)

Deriza Agustin (10521111)

POLITEKNIK KESEHATAN TNI AU CIEMBELEUIT

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

BANDUNG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang menjelaskan
tentang “ HEMOFILIA ”. Dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen yang saya hormati. Harapan
saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya
dapat lebih baik.

Dengannya menyusun sebuah makalah Semoga dapat memberikan manfaat yang positif untuk
kita sebagai penyusunya. Salah satunya kami dapat berlatih untuk menulis dan memahami suatu
topic masalah tersebut, dan yang akan menghasilkan sebuah solusi pemecahan, dan dapat
menambah ilmu khususnya untuk para penyusun makalah ini.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 12 September 2022

Penyusun

(Kelompok IX)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2 Tujuan .....................................................................................................................5
1.3 Manfaat....................................................................................................................5

BAB II KONSEP PENYAKIT


2.1 Definisi Gangguan/ Penyakit.................................................................................. 6
2.2 Etiologi / Penyebab..................................................................................................6
2.3 Manifestasi Klinis / Tanda Gejala...........................................................................6
2.4 Klasifikasi................................................................................................................7
2.5 Patofisiologi Pathway Hemofilia.............................................................................8
2.6 Komplikasi...............................................................................................................9
2.7 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................9
2.8 Penatalaksanaan Medis / Terapi..............................................................................10

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian...............................................................................................................12
3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................................12
3.3 Nursing Care Plan....................................................................................................13

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .............................................................................................................17
4.2 Saran........................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hemofilia adalah kelainan perdarahan herediter akibat defisiensi kongenital faktor pembekuan
darah. Faktor pembekuan yang paling sering terganggu adalah faktor VIII (FVIII) pada hemofilia
A dan faktor IX (FIX) pada hemofilia B. Faktor pembekuan ini merupakan kelainan perdarahan
resesif. Angka kejadian hemofilia A adalah 1 dari 10.000 kelahiran, sedangkan hemofilia B 1
dari 60.000 kelahiran. Jumlah penderita hemofilia di Indonesia sudah menembus 20.000 orang
Hemofilia (Prasetyawaty, et al, 2016)

Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau suku bangsa. Hemofilia paling banyak
diderita hanya pada pria, wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya adalah
seorang hemofilia dan ibunya adalah pembawa sifat (carrier) dan ini sangat jarang terjadi sebagai
penyakit yang diturunkan ( Schnabel, F 2019).

Hemofilia dapat terjadi dalam bentuk ringan, sedang, dan berat berkaitan dengan kadar faktor
plasma. Hemofilia ringan memiliki kadar faktor plasma antara 6-40%, sedang antara 1-5%, dan
berat kurang dari 1%. Secara umum, semakin sedikit kadar koagulasi dalam darah maka akan
semakin besar risiko terjadinya pendarahan di persendian, gejala umum penderita hemofilia ialah
di persendian. Pasien hemofilia berat dapat diobati dengan pemberian konsentrat faktor
pembekuan 2-3 kali per minggu untuk mencegah pendarahan atau hanya saat terjadi pendarahan,
jika tidak dilakukan pemberian Faktor VIII (Septarini & Windiastuti, 2010).

Pada pasien hemofilia di belanda pemberian terapi profilaksis sangat di rekomendasikan, dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita hemofilia dan mengurangi kerusakan pada sendi yang
mengakibatkan pasien hemofilia mengalami gangguan keterbatasan akibat masalah fisik.
Berbeda hal dengan di Polandia di sana angka pendarahan berulang dan pendarahan serius lebih
tinggi dibandingkan dengan negara Belanda dan Irlandia (Noone, Mahony, Vandijk &Prihodova.
2013).

Gangguan fungsi fisik terjadi karena perdarahan sendi yang berulang sehingga dapat
mengakibatkan nyeri, deformitas sendi, terbatasnya pergerakan sendi, dan kecacatan. Penderita
hemofilia juga cenderung mengurangi aktivitas fisik untuk menghindari terjadinya perdarahan.
Hal tersebut berdampak pada terbatasnya aktivitas penderita hemofilia.

Short Form-36 (SF-36) merupakan salah satu instrumen baku untuk menilai kualitas hidup
terutama untuk pasien yang penderita penyakit kronis. SF36 dapat memberikan gambaran lebih
lengkap dengan menggambarkan 8 aspek yaitu 1) pembatasan aktifitas fisik karena masalah
kesehatan yang ada, 2) pembatasan aktifitas sosial karena masalah fisik dan emosi, 3)
pembatasan aktifitas sehari-hari karena masalah fisik, 4) nyeri seluruh badan, 5) kesehatan
mental secara umum, 6) pembatasan aktifitas sehari-hari karena masalah emosi, 7) vitalitas
hidup, dan 8) pandangan kesehatan secara umum (Ware, J. 2005).

Setiap individu mengejar kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan sendiri merupakan keadaan
psikologis yang positif ditandai dengan tingginya derajat kepuasan hidup, emosi positif, dan
rendahnya derajat emosi negatif penting yang turut menentukan kualitas hidup individu. Kualitas
hidup secara umum dibedakan menjadi kualitas eksternal dan internal individu.

1.2 Tujuan

1. Tujuan umum

Mengetahui gambaran kualitas hidup penderita hemofilia di komunitas Himpunan Masyarakat


Hemofilia Indonesia Yogyakarta (HMHI Yogyakarta) terkait kesehatan penderita hemofilia
dewasa.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik penderita Hemofilia mengenai informasi pribadi (usia, jenis
kelamin, status perkawinan), status pendidikan.

1.3 Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Untuk menambah ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan medikal bedah yang
berhubungan dengan kualitas hidup penderita hemofilia di komunitas Himpunan Masyarakat
Hemofilia Indonesia (HMHI) Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi ilmu keperawatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan
penelitian di perpustakaan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

b. Bagi penderita hemofilia di komunitas Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia


Yogyakarta. Memotivasi penderita hemofilia untuk meningkatkan kualitas hidup secara mandiri
dengan cara rutin melalukan terapi on demend dan olah raga secara teratur untuk memperkuat
otot dan sendi

c. Bagi Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia Cabang Yogyakarta Komunitas diharapkan


mampu meningkatkan komunikasi antara penderita hemofilia, agar penderita hemofilia
melakukan kontrol rutin dan rehabilitasi medis. Sehingga bisa menurunkan angka terjadinya
pendarahan pada penderita dan meningkatkan fungsi fisik dan keterbatasan fisik pada penderita
sehingga penderita lebih percaya diri dalam beraktivitas seperti orang pada umumnya.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya. Memberikan gambaran pada peneliti lain berkaitan dengan topik
penelitian yang sama agar dapat di kembangkan lebih lanjut.
BAB II

KONSEP PENYAKIT

2.1 Definisi gangguan/penyakit

Hemofilia adalah kelainan pembekuan darah yang diturunkan ibu ke anak laki-laki. Faktor-faktor
pembekuan darah di dalam plasma darah dilambangkan dengan angka romawi, contoh: Faktor
VIII: Faktor Delapan dan Faktor IX: Faktor Sembilan.
Hemofilia A terjadi, jika seseorang kekurangan Faktor VIII (Faktor Delapan) dan Hemofilia B
terjadi, jika seseorang kekurangan Faktor IX (Faktor Sembilan). Berdasarkan kadar faktor
pembeku darah dalam tubuhnya, baik Hemofilia A, maupun Hemofilia B dapat digolongkan
menjadi tiga yaitu: ringan, sedang dan berat.
Hemofilia Ringan bila kadar Faktor pembekuan 5-40%, perdarahan akan berlangsung lebih lama
dari normal, biasanya terjadi akbat terluka atau tindakan pembedahan. Jarang terjadi perdarahan
sendi dan otot secara spontan.
Hemofilia Sedang bila kadar Faktor Pembekuan 1-5%, perdarahan akan berlangsung lebih lama
dari normal, setelah adanya luka atau pembedahan. Perdarahan tibul setelah trauma berat,
perdarahan sendi atau memar dapat terjadi dengan mudah, tanpa trauma berat.
Hemofilia Berat, bila kadar Faktor Pembekuan 1%, perdarahan sendi dan otot dapat terjadi tanpa
sebab (spontan)

2.2 Etiologi/penyebab

Hemofilia adalah penyakit genetik yang diwariskan dari orangtua. Menurut Centers for Disease
Control and Prevention (CDC), hemofilia disebabkan oleh mutasi atau perubahan di salah satu
gen yang terlibat dalam produksi faktor pembekuan darah.
Ada sekitar 13 jenis faktor pembekuan darah yang semuanya bekerja sama dengan trombosit
untuk membantu proses pembekuan darah. Jika faktor-faktor ini terus-terusan berkurang, hal
tersebut akan menyebabkan proses pembekuan darah terganggu.
Bayi yang terlahir dengan mutasi genetik tidak dapat memproduksi faktor pembekuan VIII dan
IX dalam jumlah yang cukup. Itu sebabnya, saat ada operasi atau luka terbuka, pasien akan
sangat sulit menghentikan perdarahan.

Namun, dalam kasus acquired hemophilia, ada beberapa penyebab lain yang membuat seseorang
mengalami gangguan pada produksi faktor pembekuan darah sekalipun tidak memiliki
keturunan. Beberapa di antaranya adalah:
 masalah pada sistem imun tubuh
 penyakit peradangan kronis, seperti rheumatoid arthritis, lupus, dan diabetes
 penyakit hati, seperti hepatitis atau sirosis
 kanker
2.3 Manifestasi klinik/tanda gejala
Gejala utama hemofilia adalah darah yang sukar membeku sehingga menyebabkan perdarahan
sulit berhenti atau berlangsung lebih lama. Selain itu, penderita hemofilia bisa mengalami
keluhan berupa:

 Perdarahan yang sulit berhenti, misalnya pada mimisan atau luka gores


 Perdarahan pada gusi
 Perdarahan yang sulit berhenti setelah operasi, misalnya setelah sunat (sirkumsisi)
 Darah pada urine dan tinja
 Mudah mengalami memar
 Perdarahan pada sendi yang ditandai dengan nyeri dan bengkak pada sendi siku dan lutut

Tingkat keparahan perdarahan yang dialami penderita hemofilia tergantung pada jumlah
faktor pembekuan dalam darah. Jika jumlah faktor pembekuan darah makin sedikit,
perdarahan akan makin sulit untuk berhenti.Pada hemofilia ringan, jumlah faktor pembekuan
dalam darah berkisar antara 5–50%.
Penderita hemofilia ini mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun. Namun, penderita bisa
mengalami perdarahan yang sulit berhenti jika luka yang dialami cukup parah atau baru
menjalani prosedur medis, seperti operasi dan cabut gigi.
Sedangkan pada hemofilia sedang, jumlah faktor pembekuan berkisar antara 1–5%. Pada
kondisi ini, perdarahan akibat luka kecil pun akan sulit berhenti. Penderitanya juga
cenderung lebih mudah mengalami memar.
Sementara pada hemofilia berat, jumlah faktor pembekuan kurang dari 1%. Kondisi ini membuat
penderitanya sering mengalami perdarahan spontan tanpa sebab yang jelas, seperti gusi berdarah,
mimisan, dan perdarahan atau pembengkakan di sendi atau otot.

2.4 Klasifikasi
Mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (F VIII atau F
XI) dalam Plasma. Pada hemofilia berat dapat terjadi perdarahan spontan atau akibat trauma
ringan (trauma yang tidak berarti). Pada hemofilia sedang perdarahan terjadi akibat trauma yang
cukup kuat sedangkan hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali pasien menjalani trauma
cukup berat seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur (sendi lutut, siku, dll).
1. Hemofilia A
Hemofilia A (hemofilia klasik, hemofilia faktor VIII) adalah defisiensi faktor pembekuan
herediter yang paling banyak ditemukan. Prevalensinya adalah sekitar 30-100 tiap sejuta
populasi. Pewarisannya berkaitan dengan jenis kelamin, tetapi hingga 33% pasien tidak
mempunyai riwayat dalam keluarga dan terjadi akibat mutasi spontan. Hemofilia A
(hemofilia klasik, hemofilia defisiensi faktor VIII) merupakan kelainan yang diturunkan
di mana terjadi perdarahan akibat defisiensi faktor koagulasi VIII. Pada kebanyakan
kasus, protein koagulan faktor VIII (VIII:C) secara kuantitas berkurang, tapi pada
sejumlah kecil kasus protein koagulan terdapat pada pemeriksaan imunoassay namun
fungsinya terganggu.
Gen faktor VIII terletak di dekat ujung lengan panjang kromosom X (regio Xq2.6).
2. Hemofilia B
Hemofilia B (penyakit Christmas, hemofilia faktor IX) merupakan penyakit gangguan
pembekuan darah yang diturunkan akibat berkurangnya faktor koagulasi IX. Faktor IX
dikode oleh gen yang terletak dekat gen untuk faktor VIII dekat ujung lengan panjang
kromosom X.
Kebanyakan kasus jumlah faktor IX berkurang secara kuantitatif, namun pada sepertiga
kasus terdapat fungsi yang abnormal dari faktor IX melalui pemeriksaan imunoassay.
Jumlah kasus hemofilia defisiensi faktor IX adalah sebanyak sepertujuh dari jumlah
kasus hemofilia defisiensi faktor VIII; namun dilihat secara klinis dan pola penurunannya
identik.
2.5 Patofisiologi
2.6 Komplikasi

Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B adalah :


1. Timbulnya inhibitor. Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat
faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.

2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang
disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang
menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara
normal, kerusakan merupakan akibat dari peperdarahan berulang ulang pada sendi yang sama
selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar
kerusakan.

3. Infeksi yang ditularkan oleh darah seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan
melalui konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.
Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia, yaitu penimbunan darah intra
artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi secara progresif. Hal
ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi. Hemartrosis yang tidak dikelola
dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis kronik akibat proses peradangan jaringan sinovial
yang tidak kunjung henti. Sendi yang sering mengalami komplikasi adalah sendi lutut,
pergelangan kaki dan siku.
Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika tidak dilakukan
terapi pencegahan dengan memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat
sesuai dengan macam tindakan medis itu sendiri (cabut gigi, sirkumsisi, apendektomi, operasi
intraabdomen/intratorakal). Sedangkan perdarahan akibat trauma sehari-hari yang tersering
berupa hemartrosis, perdarahan intramuskular dan hematom. Perdarahan intrakranial jarang
terjadi, namun jika terjadi berakibat fatal.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kecurigaan hemofilia adalah
pemeriksaan faktor pembekuan darah dan pemeriksaan profil pembekuan darah.
Pemeriksaan Kadar Faktor Pembekuan
Pemeriksaan penunjang utama untuk menentukan seorang pasien mengalami hemofilia atau tidak
dan jenis hemofilia yang diderita adalah pemeriksaan kadar faktor VIII dan IX di dalam darah.
Diagnosis hemofilia ditegakkan bila faktor pembekuan yang aktif kurang dari 40%.
Berikutnya, molecular genotyping perlu dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis dan
memprediksi tingkat keparahan penyakit.

Profil Pembekuan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah prothrombin time (PT), partial thromboplastin
time (PTT), dan bleeding time (BT). Pada pasien hemofilia, hasil pemeriksaan PTT umumnya
memanjang hingga 2-3 kali lipat nilai normal, sementara PT dan BT akan tetap normal.

Pemeriksaan Darah Rutin


Pemeriksaan darah rutin dapat dilakukan untuk mengetahui kadar trombosit. Hal ini bermanfaat
untuk mengidentifikasi apakah perdarahan yang terjadi berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit atau tidak. Pasien hemofilia memiliki jumlah trombosit yang normal.

2.8 Penatalaksanaan medis/terapi

Penatalaksanaan hemofilia adalah menggunakan terapi pengganti. Secara garis besar,


penatalaksanaan dapat dibagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan tujuannya, yaitu untuk
menghentikan perdarahan akut dan sebagai profilaksis.

Tata laksana Perdarahan Akut Pada Hemofilia


Tata laksana perdarahan akut terutama bertujuan untuk mengembalikan hemostasis normal
sehingga tidak terjadi koagulopati. Pada perdarahan akut, derajat perdarahan dan lokasi harus
segera dinilai. Selanjutnya, pasien diberikan terapi pengganti faktor pembekuan dengan high-
dose clotting factor concentrate (CFC) berupa faktor VIII atau IX.
Dosis konsentrat faktor VIII adalah 50 IU/kg. Dosis faktor IX adalah 100-120 IU/kg.
Beberapa pasien bisa membutuhkan tindakan operatif segera, misalnya jika terjadi perdarahan
intrakranial, gangguan jalan napas akibat perdarahan tenggorokan atau hematoma leher,
perdarahan masif abdomen atau toraks, serta perdarahan otot masif.

Tata Laksana Profilaksis Pada Hemofilia 


Terapi profilaksis pada hemofilia terbukti efektif mencegah kejadian hemartrosis, perdarahan
intrakranial, dan intramuskular, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Terapi
profilaksis dilakukan dengan pemberian konsentrat faktor pembekuan.

Terdapat 2 protokol pemberian yang dapat dilakukan, yaitu protokol Malmo dan Utrecht.

Protokol Malmo

Pada pasien hemofilia A, faktor VIII infus diberikan dengan dosis 25-40 IU/kg pada hari
berselang, minimal 3 kali seminggu.
Pada pasien hemofilia B, faktor IX diberikan dalam dosis 20-40 IU/kg 2 kali seminggu

Protokol Utrecht

Pada pasien hemofilia A, faktor VIII diberikan sebanyak 15-30 IU/kg 3 kali seminggu.
Sementara itu, untuk pasien hemofilia B, dosis sama 15-30 IU/kg dan diberikan 2 kali seminggu.
[1]

Desmopressin
Desmopressin merupakan analog vasopressin sintetis. Mekanisme kerjanya dengan
meningkatkan konsentrasi plasma faktor VIII hingga 3-5 kali lipat dengan menginduksi
pelepasan faktor von Willebrand (VWF) yang bersifat transien. Desmopressin diberikan pada
pasien dengan hemofilia A derajat ringan-sedang.

Dosis pemberiannya adalah 0,3 mcg/kg secara intravena, diberikan pada pasien rawat inap.
Keuntungannya adalah harganya lebih murah dan risiko penularan virus pada konsentrat faktor
pembekuan dapat dihindari.

Desmopressin dikontraindikasikan pada pasien dengan preeklamsia dan eklampsia. Selain itu,


desmopressin juga dikontraindikasikan pada anak berusia di bawah 2 tahun, karena
meningkatkan risiko kejang akibat edema otak serta pasien gagaj jantung karena efek
antidiuretiknya.

Terapi Nyeri pada Hemofilia


Manajemen nyeri pada pasien hemofilia diberikan berdasarkan etiologi. Pada nyeri yang
disebabkan oleh perdarahan otot atau sendi, dapat dilakukan terapi Rest, Immobilization
Compression, and Elevation (RICE).
Analgesik pilihan untuk pasien hemofilia adalah paracetamol. Bila nyeri tidak membaik, dapat
diberikan obat penghambat COX-2, seperti celecoxib dan meloxicam. Paracetamol juga dapat
dikombinasikan dengan opioid dosis kecil, seperti codeine dan tramadol.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Hematologis
- Hemoragi dan perdarahan lama
- Memar superficial
- Splenomegali
b. Genitorinaria
- Hematuria spontan
c. Musculoskeletal
- Tanda dan gejala perdarahan otot profunda (nyeri, tegang pada area yang terkena,
ROM terbatas), dan peningkatan suhu serta edema pada tempat perdarahan)
- Tanda dan gejala hemartrosis (nyeri, ROM terbatas, dan peningkatan suhu, serta
edema pada tempat perdarahan)
d. Mata, telinga, hidung, dan tenggorok
- Epistaksis
- Gusi berdarah

3.2 Diagnosa

1) Resiko cedera (hemoragi) yang berhubungan dengan penyakit.


2) Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan dan pembengkakan
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ROM akibat perdarahan dan
pembengkakkan
4) Resiko cidera yang berhubungan dengan rawat inap atau prosedur di rumah sakit (atau
keduanya)
5) Gangguan harga diri yang berhubungan dengan penyakit kronis dan rawat inap dirumah
sakit
6) Ketidakefektifan koping keluarga: gangguan yang berhubungan dengan rawat inap
berulang dirumah sakit serta penyakit kronis anak
7) Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan dirumah
8) Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan dan pembengkakan
9) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ROM akibat perdarahan dan
pembengkakkan

1. Intervensi
1) Resiko cedera (hemoragi) yang berhubungan dengan penyakit.
Criteria hasil: perdarahan pada anak berheni yang ditandai oleh tidak terlihat perdarahan,
lingkar area perdarahan tidak bertambah, rasa nyeri tidak meningkat, tanda-tanda vital
sesuai usia, kadar factor VII meningkat, dan penurunan waktu tromboplastin parsial
(Partial Tromboplastin Time, PTT).

TINDAKAN \ INTERVENSI RASIONAL


Beri tekanan langsung pada tempat perdarahan Tekanan langsung pada tempat perdarahan
(mis; abrasi atau laserasi) selama sekurang- dapat meningkatkan pembentukan bekuan.
kurangnya 15 menit.
Imobilisasi mengurangi aliran darah ke area
Pertahankan agar area terjadinya perdarahan perdarahan dan mencegah bekuan keluar.
tidak bergerak (imobilisasi)
Meninggikan area perdarahan mengurangi
Tinggikan area perdarahan di atas tinggi aliran darah ke tempat perdarahan dan
jantung, selama 12-24 jam. meningkatkan pembentukan bekuan.

Kompres area yang terkena dengan es. Es mempercepat vasokonstriksi.

Beri kriopresipitat atau konsentrat factor VIII Pemberian kriopresipitat atau konsentrat factor
(factor antihemofilik) sesuai yang VIII melengkapi pembentukan bekuan.
diprogramkan. Izinkan orang tua atau anak Meminta orang tua atau anak member obat
member obat tersebut jiak mereka tersebut, memungkinkan mereka
menginginkannya. Apabila merekak mempraktikkan teknik tersebut utnuk
membutuhkan pendidikan, ajarkan mereka cara penggunaan di rumah.
menginsersi slang intravena, persiapan lokasi
kulit, juga cara menfiksasi perangkat intravena, Tanda ini mengindikasikan komplikasi yang
mempersiapkan campuran larutan, dan miali potensial, termasuk hipovolemia sekunder
pasang infuse. akibat perdarahan dan beban sirkulasi yang
berlebihan, atau reaksi transfuse akibat
Pantau tanda vital anak, perhatikan setiap tanda pemberian kripresipitat atau konsentrat factor
bradikardia, takikardia, penurunan tekanan VIII.
darah, peningkatan frakuensi napas, atau
penignkatan suhu. Laporkan setiap tanda ini Setiap penambahan panjang keliling lingkaran
dengan segera kepada dokter. mengindikasikan perdarahan berlanjut
sehingga tempat perdarahan harus diimobilisasi
Ukur lingkaran area perdarahan, beri tanda dan kompres es perlu dilakukan. Menandai
pada kulit untuk memastikan pengukuran yang kulit dan menggunakan alat pengukuran yang
konsisten. Ukur kembali area tersebut setap 8 sama setiap kali pengukuran memastikan
jam, emnggunakan alat ukur yang sama. konsistensi.

Pantau factor VII anak dan kadar PTT Pemantauan nilai-nilai laboratorium ini,
sekurang-kurangnya satu kali sehari. Laporkan membantu menentukan status pembekuan anak
setiap kelainan kepada dokter. dan kebutuhan intervensi lebih lanjut.

Beri asam aminokaproat (amicar) sesuai Obat ini (tidak digunakan secara rutin)
program jika anak direncanakan untuk menghambat destruksi bekuan.
pembedahan.
Penderita hemophilia berisiko tinggi
Ikuti pedoman The centers for disease control mengalami sindrom imunodefisiensi didapat
and prevention untuk menagani darah atau akibat penggunaan obat inravena dan produk
cairan tubuh. darah.

Beri obat, misalnya, kortikosteroid dan asetat Kortikosteroid mengurangi peradangan; asetat
desmopresin (DDAVTP), sesuai program. desmopresin menstimulasi aktivitas factor VIII
pada hemophilia ringan.
2) Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan dan pembengkakan.
Criteria hasil : anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri yang ditandai oleh ekspresi
wajah rileks, ekspresi rasa nyaman, mampu tertidur, dan tidak ada kebutuhan obat
analgesic.

TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL


Kaji tingkat nyeri anak dengan Pengkajian ini member data yang sangat
menggunakan alat pengkajian nyeri. penting bertujuan untuk menentukan
keefektifan intervensi untuk mengendalikan
Beri obat analgesic (bukan salisilat atau rasa nyeri, dan untuk memantau status
produk mengandung aspirin), sesuai perdarahan anak karena nyeri yang
program. konsisten atau meningkat, dapat
m,engidentifikasikan perdarahan berlanjut.

Obat analgesic dapat meredakan rasa nyeri


(mode kerja obat bergantung pada obat
spesifik yang digunakan). Obat aspirin dan
salisilat lain dapat memperpanjang waktu
protromnin dan menghambat agregasi
trombosit.

3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ROM akibat perdarahan


dan pembengkakkan.
Criteria hasil : anak mampu mencapai ROM maksimum pada sendi yang terkena ditandai
dengan oleh kemampuan melakukan latihan yang diprogramkan.

TINDAKAN \ INTERVENSI RASIONAL


Anjurkan anak untuk melakukan latihan Latihan isometric dapat mempertahankan
isometric, sesuai program. kekuatan otot dengan cara menegangkan
otot-otot tanpa menggerakkan sendi.
Konsultasi dengan ahli terapi fisik tentang
kebutuhan alat-alat pendukung, misalnya Alat-alat penopang membantu
alat penopang dan tentang upaya mem[pertahankan posisi fungsional dari
mengembangkan program latihan ROM otot dan sendi, serta mencegah atau
aktif dan pasif. mengurangi tingkat deformitas fifik.
Latihan ROM pasif dan aktif meningkatkan
tonus dan kekuatan otot sekitar sendi, serta
Kaji kebutuhan anak untuk pengobatan membantu mencegah atrofi dan
nyeri, sebelum memulai setiap sesi latihan. ketidakmampuan otot.

Member obat analgesic sebelum latihan,


dapat meningkatkan rasa nyaman dan kerja
sama.

BAB IV

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan pendarahan congenital yang biasanya diturunkan sebagai sifat resesif terkalit – X
(beberapa kasus muncul sebagai mutasi gen spontan), hemifilia yang disebabkan oleh defisiensi
factor VIII tipe hemophilia ini bertanggung jawab terhadap sebesar 80% dari seluruh anak ynag
terjangkit, dan diklasifikasi sebagai ringan, sedang, atau berat.
Hemophilia ringan mengakibatkan perdarahan yang lama, mudah memar, dan
kecendrungan yang mengarah ke epistaksis (hidung berdarah) dan perdarahan gusi. Hemophilia
sedang mengakibatkan perdarahan yang lebih sering dan lama, serta kemungkinan hematrosis
(perdarahan kedalam sendi). Bentuk yang berat mengakibatkan perdarahan yang berlebih
(kadang-kadang spontan), hemoragi subkutan dan intramuscular, serta perdarahan ke rongga
sendi. Terapi meliputi pemberian kriopresipitat dan steroid juga terapi fisik. Komplikasi yang
pontensial meliputi deformitas sendi, hemoragi, dan kematian. Prognosis ini bergantung kepada
keparahan penyakit.

3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini bisa menambah wawasan pembaca terutama perawat dan
orang tua untuk lebih mengerti cara merawat anak dengan Hemofilia.

DAFTAR PUSTAKA
Shapiro, S., et al. (2022). Cardiovascular Disease in Hereditary Haemophilia: The Challenges of
Longevity. British Journal of Haematology, 00, pp. 1–10.
Kadhim, K., Al-Lami, F., & Baldawi, K. (2019). Epidemiological Profile of Hemophilia in
Baghdad-Iraq. Inquiry: The Journal of Health Care Organization, Provision, and Financing, 56,
pp. 0046958019845280.
Moreira, A. & Das, H. (2018). Acute Life-Threatening Hemorrhage in Neonates With Severe
Hemophilia A: A Report of 3 Cases. Journal of Investigative Medicine High Impact Case
Reports, 6, pp. 2324709618800349.
Centers for Disease Control and Prevention (2020). Hemophilia. What is Hemophilia?
National Organization for Rare Disorders (2022). Hemophilia A.
National Health Service UK (2020). Health A to Z. Haemophilia.
National Institutes of Health (2020). MedlinePlus. Hemophilia.
Cleveland Clinic (2020). Disease & Conditions. Hemophilia.
Mayo Clinic (2021). Diseases & Conditions. Hemophilia.
Drelich, D. Medscape (2022). Hemophilia A (Factor VIII Deficiency).
Kahn, A. Healthline (2022). Hemophilia.
Machalinski, A. WebMD (2020). Hypovolemic Shock.
Mehta, P. & Reddivari, A. StatPearls (2021). Hemophilia.
Moake, J. MSD Manual (2021). Hemophilia.
Pathak, N. WebMD (2020). Hemophilia.
Stöppler, M. MedicineNet (2020). Hemophilia A and B (Bleeding Disorders)

Anda mungkin juga menyukai