HEMOFILIA
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................ii
KATA PENGANTAR….......................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang…..................................................................................................................1
Tujuan… 2
Manfaat… 2
Implikasi Keperawatan.........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Stomatitis................................................................................4
Etiologi 6
Patofisiologi 7
Manifestasi Klinis.................................................................................................................8
Pemeriksaan Penunjang…....................................................................................................9
Penatalaksanaan 10
Komplikasi 12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN HEMOFILIA
Pengkajian…....................................................................................................16
Diagnosa..........................................................................................................25
Intervensi….....................................................................................................26
Rasional….......................................................................................................29
Evaluasi…........................................................................................................31
BAB IV ASKEP KASUS
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI PEN UTUP
Kesimpulan… 33
Saran… 33
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
1. Dapat mengetahui apa itu hemofilia.
2. Dapat mengetahui apa saja penyebab terjadinya penyakit hemofilia.
3. Dapat mengetahui apa saja tanda dan gejala penyakit hemofilia.
4. Dapat mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan
penyakit hemofilia.
5. Dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit hemofilia.
Manfaat
1. Manfaat Bagi Pembaca
Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit hemofilia.
2. Manfaat Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan dan keterampilan mahasiswa calon perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien hemofilia pada anak.
3. Manfaat Bagi Perawat
Dapat digunakan sebagai bahan observasi untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan dan menambah keterampilan dalam melakukan asuhan
keperawatan terhadap pasien hemofilia.
4. Manfaat Bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan dalam
perpustakaan.
Implikasi Keperawatan
Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan sebelum turun ke
lapangan dapat memahami konsep dasar dari sistem hematologi. Gangguan
yang dapat terjadi pada sistem hematologi juga perlu dipahami oleh petugas
kesehatan, misalnya salah satunya yaitu penyakit hemofilia. Seorang
perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara optimal pada
pasien khususnya pada pasien anak. Asuhan keperawatan yang diberikan
pada pasien meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, intervensi dan
evaluasi. Jika asuhan keperawatan dilakukan dengan baik dan tepat maka
dapat membantu kesembuhan pasien.
Perawat ketika bertemu dengan pasien yang mengalami tanda dan
gejala yang mengindikasikan adanya gangguan pada sistem hematologi baik
itu disebabkan gangguan sel darah merah, sel darah putih, sel plasma, dan
gangguan koagulasi baik itu faktor herediter maupun non herediter.
Gangguan koagulasi faktor herediter, misalnya glomerulonefritis, perawat
dapat melakukan pengkajian kemudian menganalisanya dan mengambil
masalah keperawatan yang terjadi pada pasien sehingga dapat menarik
diagnosa keperawatan. Setelah diagnosa dirumuskan, perawat dapat
membuat rencana asuhan keperawatan yang mempunyai tujuan dan kriteria
hasil. Diharapkan dengan adanya pelaksanaan dari rencana asuhan
keperawatan tersebut, masalah pasien dapat teratasi sebagian maupun
teratasi sepenuhnya. Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan diaplikasikan,
perawat lalu membuat evaluasi yang berguna untuk mengetahui efektivitas
tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dari evaluasi,
perawat dapat mengkaji kembali data-data kesehatan pasien yang dapat
meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural. Ketika
perawat melakukan asuhan keperawatan secara holistik maka masalah
kesehatan yang dialami pasien dapat tertangani dengan baik sehingga pasien
dapat kembali pada kondisinya yang optimal.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani yaitu haima yang artinya darah dan
phielein yang artinya mencintai atau suka. Menurut Alwi, 2003 dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia mengatakan bahwa hemofilia adalah penyakit yang
darah penderitanya cenderung tidak mau membeku sehingga akan terus-
menerus mengalir apabila penderita terluka (kelainan ini biasanya bersifat
turun-temurun).
Hemofilia dapat diartikan sebagai gangguan produksi faktor pembekuan
darah yang bersifat herediter. Hemofilia adalah kecenderungan untuk
mengalami pembekuan darah yang abnormal (diathesis hemoragis) yang
bersifat herediter akibat defisiensi faktor VIII koagulasi (antihemophilic
globulin) dan faktor IX dalam plasma (Dorland, 2011). Hemofilia merupakan
penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan oleh kromosom X
bersifat resesif, sehingga penderita hemofilia lebih banyak terjadi pada pria
sedangkan untuk wanita umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carier),
tetapi seorang wanita dapat menderita hemofila jika mendapat kromosom X
dari ayah yang menderita hemofilia dan ibu pembawa carrier dan bersifat
letal. Biasanya darah orang normal bila keluar dari luka akan membeku dalam
waktu 5-7 menit, namun pada orang hemofilia, darah akan membeku antara
50 menit sampai 2 jam, sehingga menyebabkan orang meninggal dunia
karena kehilangan banyak darah (Mansjoer, 2000). Menurut (Price & Wilson,
2005) hemofilia dikelompokkan menjadi hemophilia A dan B antara lain
sebagai berikut :
1. Hemofilia tipe A
Hemofilia tipe ini disebut juga dengan hemofilia klasik karena
pada hemofilia tipe ini penderita memiliki banyak kekurangan faktor
pembekuan pada darah. Hemofilia tipe A ditemukan adanya defisiensi
faktor antihemofilia VIII yang menyebabkan masalah pada proses
pembekuan
darah. Hemofilia jenis ini merupakan jenis hemofilia yang terjadi karena
faktor keturunan, dan genetik. Kasus hemofilia tipe A ini lebih banyak
terjadi pada pasien laki-laki dibandingkan dengan wanita. Wanita biasanya
lebih banyak bersifat carrier. Seorang wanita yang mengalami hemofilia
disebabkan orang tua dari ayah yang mengidap hemophilia dan atau ibu
yang bersifat carrier hemophilia.
2. Hemofilia tipe B
Hemofilia tipe B dikenal sebagai Christmas disease, karena
hemofilia tipe ini ditemukan oleh Steven Christmas yang berasal dari
Kanada. Hemofilia tipe B dikenal juga sebagai hemofilia defisisensi faktor
IX sehingga masalah pembekuan darah dapat terganggu.
Berdasarkan kadar faktor pembekuan darah di dalam tubuh,
hemofilia diklasifikasikan menjadi tiga bagian antara lain :
1. Berat < 1% dari jumlah normal faktor pembekuan darah
2. Sedang 1 % - 5 % dari jumlah normal faktor pembekuan darah
3. Ringan > 5% dari jumlah normal faktor pembekuan darah.
2.2 Etiologi
Hemofilia disebabkan karena seorang anak kekurangan factor pembekuan
VIII untuk hemophilia tipe A dan factor IX untuk hemophilia tipe B. Selain
penyebab utama tersebut, secara umum penyebab hemophilia antara lain
sebagai berikut :
1. Faktor Keturunan atau Genetik
Hemofilia merupakan penyakit genetik yang berarti bahwa ketika
orang tua memiliki pembawa hemophilia, maka anak akan berisiko tinggi
mengidap hemophilia.
2.3 Patofisiologi
Proses pembekuan darah terdapat dua jalur yang dilalui, yaitu jalur
ekstrinsik yang merupakan proses menstimulasi koagulasi dimulai dengan
pelepasan faktor III (faktor jaringan/tromboplastin) ke sirkulasi dari sel
endothelial vascular yang cedera dan jalur intrinsik dimulai dari aktivasi
faktor koagulasi (faktor XII/Hageman) dalam darah. Kedua jalur akan
bergabung dan bekerja sama untuk mengaktifkan faktor X yang disebut jalur
akhir.
Faktor ekstrinsik yang sering terjadi yaitu adanya cidera pembuluh darah.
Cidera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue factor dan mengubah
permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah
dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan
distabilkan oleh faktor XIII.
Tetapi pada hemofilia, terjadi ketidaksempurnaan pembekuan darah di
jalur intrinsiknya. Disini trombosit mengalami gangguan yaitu menghasilkan
faktor VIII, yaitu Anti Hemofiliac Factor (AHF). AHF terdiri dua komponen
aktif, komponen besar dan komponen kecil. Komponen kecil pada AHF yang
penting untuk jalur pembekuan intrinsik, membantu dalam poses aktivasi
faktor X manjadi faktor X teraktivasi. Faktor X teraktivasi inilah yang akan
membentuk aktivator protrombin dengan bantuan faktor V dan fosfolipid
jaringan yang nantinya aktivator protrombin dengan bantuan ion kalsium
yang akan membantu proses pengubahan protrombin menjadi trombin.
Trombin inilah yang bekerja sebagai katalis kunci yang mengatur perubahan
fibrinogen
menjadi fibrin dan menyebabkan koagulasi. Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti.
Jadi, jika terjadi defisiensi faktor VIII, maka tidak akan terbentuk benang-
benang fibrin karena tidak akan terbentuknya faktor X teraktivasi yang
membentuk aktivator protrombin. Karena aktivator protrombin tidak
terbentuk, sehingga trombin juga tidak terbentuk. Inilah yang akan
mengakibatkan tidak terbentuknya benang-benang fibrin sehingga
pembekuan darah sulit terjadi.
2.4 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis secara umum yang sering terjadi adalah hematom pada
jaringan lunak, hemartosis dan kontraktur sendi, hematuria, dan perdarahan
serebral dengan terjadinya perdarahan dapat menyebabkan takikardi,
takipnea, dan hipotensi. Hemofilia terjadi karena diakibatkan faktor VIII tidak
melewati plasenta, maka kecenderungan perdarahan dapat terjadi dalam
periode neonatal. Adapun manifestasi klinis yang terjadi dalam
pengelompokkan masa neonatal yaitu :
1. Masa Bayi (untuk diagnosis)
a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
b. Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4
bulan)
c. Hematoma besar setelah infeksi
d. Perdarahan dari mukosa oral.
e. Perdarahan Jaringan Lunak
2. Episode Perdarahan (selama rentang hidup)
a. Gejala awal yang terjadi adalah nyeri
b. Setelah nyeri terjadi akan menjadi bengkak, hangat dan penurunan
mobilitas
3. Sekuela Jangka Panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresi
saraf dan fibrosis otot.
Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi
dan perdarahan terjadi setelah mengalami trauma berat atau operasi.
Hemofilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma
ringan. Sedangkan untuk hemofila berat perdarahan spontan sering terjadi
dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam. Perdarahan ini
dapat mulai terjadi sejak janin atau proses persalinan. Umumnya penderita
hemofilia berat mulai terjadi pada usia dibawah satu tahun. Perdarahan
dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut,
pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah.
Perdarahan yang terjadi di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran
cerna yang masif dapat mengancam jiwa.
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan yang diberikan untuk mengganti factor VIII atau faktot
IX yang tidak ada pada hemofilia A diberikan infus kriopresipitas yang
mengandung 8 sampai 100 unit faktor VIII setiap kantongnya. Karena
waktu paruh faktor VIII adalah 12 jam sampai pendarahan berhenti dan
keadaan menjadi stabil. Pada defisiensi faktor IX memiliki waktu paruh
24 jam, maka diberikan terapi pengganti dengan menggunakan plasma
atau konsentrat factor IX yang diberikan setiap hari sampai perdarahan
berhenti. Penghambat antibody yang ditunjukkan untuk melawan faktor
pembekuan tertentu timbul pada 5% sampai 10% penderita defisiensi
faktor VIII dan lebih jarang pada faktor IX infase selanjutnya dari faktor
tersebut membentuk anti bodi lebih banyak. Agen-agen imunosupresif,
plasma resesif untuk membuang inhibitor dan kompleks protombin yang
memotong faktor VIII dan faktor IX yang terdapat dalam plasma beku
segar. Produk sintetik yang baru yaitu: DDAVP (1-deamino 8-Dargirin
vasopressin) sudah tersedia untuk menangani penderita hemofilia sedang.
Pemberiannya secara intravena (IV), dapat merangsang aktivitas faktor
VIII sebanyak tiga kali sampai enam kali lipat. Karena DDAVP
merupakan produk sintetik maka
resiko transmisi virus yang merugikan dapat terhindari.
Hematosis bisa dikontrol jika klien diberi AHF pada awal
perdarahan. Immobilisasi sendi dan udara dingin (seperti kantong es yang
mengelilingi sendi) bisa memberi pertolongan. Jika terjadi nyeri maka
sangat penting untuk mengakspirasi darah dan sendi. Ketika perdarahan
berhenti dan kemerahan mulai menghilang klien harus aktif dalam
melakukan gerakan tanpa berat badan untuk mencegah komplikasi seperti
deformitas dan atrofi otot.
Prognosis untuk seorang yang menderita hemofilia semakin
bertambah baik ketika ditemukannya AHF. 50% dari penderita hemofilia
meninggal sebelum mencapai umur 5 tahun. Pada saat ini kejadian
kematian jarang terjadi setelah trauma minor. Infusi di rumah
menggunakan AHF meyakinkan pengobatan bahwa manifestasi pertama
dari perdarahan dan komplikasi diatasi. Program training dengan panduan
yang ketat. Ketika panduan ini diikuti dengan baik seseorang yang
menderita hemofili akan sangat jarang berkunjung ke ruang imergensi.
Analgesik dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri sendi dan
kemerahan pada hemofilia ringan pengguna hemopresin intra vena
mungkin tidak diperlukan untuk AHF. sistem pembekuan darah yang
sifatnya hanya sementara, sehingga tidak perlu dilakukan transfusi.
Biasanya pengobatan meliputi transfuse untuk menggantikan kekurangan
faktor pembekuan. Faktor-faktor ini ditemukan di dalam plasma dan dalam
jumlah yang lebih besar ditemukan dalam plasma konsentrat.
Beberapa penderita membentuk antibodi terhadap faktor VIII dan
faktor IX yang ditransfusikan, sehingga transfusi menjadi tidak efektif.Jika
di dalam darah contoh terdapat antibodi, maka dosis plasma konsentratnya
dinaikkan atau diberikan factor pembekuan yang berbeda atau diberikan
obat-obatan untuk mengurangi kadar antibodi.Kandungan :
Kriopresipitas: fresh frozen plasma,
8-100 unit antihemophilic globulin
Faktor VIII : 2332 asam amino
AHF : fresh frozen plasma
4. Penatalaksanaan Keperawatan
11. Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya
penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT],
serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase alkali,
bilirubin). (Betz & Sowden, 2002).
Komplikasi dan Prognosis
1. Komplikasi
1. Komplikasi
3.1Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Demografi
Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan,
alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi).
Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya
memiliki 1 kromosom X. Sedangkan wanita, umumnya menjadi
pembawa sifat saja (carrier).
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan bervariasi meliputi keluhan
darah sulit berhenti apabila terjadi luka.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien sering mengalami nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan
pada jaringan lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral,
ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien sering mengalami infeksi pada daerah luka, dan mungkin
terjadi hipotensi akibat perdarahan yang terus menerus dan apabila
sering terjadi perdarahan yang terus-menerus pada daerah sendi akan
mengakibatkan kerusakan sendi, dan sendi yang paling rusak adalah
sendi engsel, seperti patella, pergelangan kaki, siku.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah riwayat penyakit hemofilia atau penyakit herediter seperti
kekurangan faktor VIII protein dan faktor pembekuan IX yang:
Kurang dari 1% tergolong berat
Kurang dari 1%-5% tergolong sedang
Kurang dari 5%-10% tergolong ringan
Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter lainnya
yang ada kaitannya dengan penyakit yang diderita klien saat ini.
f. Pengkajian Psikososial
Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang dapat
menimbulkan anxietas dan ketegangan pada klien.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Pasien yang menderita hemofilia akan mengalami penurunan berat
badan apabila terjadi perdarahan di GI tracknya karena tidak
dapatnya terbentuknya thrombin sehingga anak akan mengalami
anoreksi yang berdampak pada proses perumbuhan dan
perkembangan dalam kehidupan sehari-hari.
h. Pengkajian 11 Pola Gordon
1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Bagaimana pendapat pasien tentang penyakit yang diderita.
Apakah orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena
hemofilia, namun keluarga pasien tidak mengetahui bagaimana
cara mengatasinya atau sebaliknya orang tua pasien langsung
meminta bantuan kepada petugas pelayanan kesehatan terdekat.
2. Pola Nutrisi/Metabolisme
Bagaimana diet yang dilakukan oleh pasien. Apa saja yang
dikonsumsi pasien setiap harinya. Apabila terjadi kebocoran
kapiler, hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang
negative dapat mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh pasien
(dehidrasi). Klien dengan hemophilia biasanya mengalami
penurunan BB karena terdapat gangguan metabolism di dalam
tubuh. Anak biasanya menjadi tidak nafsu makan.
3. Pola Eliminasi
Bagaimana pengeluaran urine dan feses pasien setiap harinya.
Klien dengan hemofili yang mengalami perdarahan di kapiler
ginjal akan mengalami hematuria yang berakibat mengganggu
pola eliminasi urin. Begitu pula, jika terjadi perdarahan di
gastrointestinal track yang mengakibatkan melena.
4. Pola Aktivitas
Pada klien dengan hemophilia, dapat dilihat apakah klien bisa
beraktivitas dengan bebas atau tidak. Biasanya pada klien
hemophilia akan mengalami hematom pada sendi-sendi yang
menyebabkan nyeri otot serta adanya hematom yang membuat
klien susah untuk bergerak atau mobiliasasi maupun
beraktivitas.
5. Pola Istirahat Tidur
Apakah tidur pasien setiap harinya cukup. Apakah nyeri akibat
hematoma atau pendarahan dalam dapat mengganggu pola
tidurnya.
6. Pola Kognitif-Persepsi
Apakah pasien mengalami gangguan dengan fungsi indra. pasien
merasa lebih tenang apabila berada ditengah keluarga terutama
ibu yang peduli pada kondisi pasien, dan pasien sedih apabila
ditinggal keluarga.
7. Pola Peran Hubungan
Bagaimana pola dan peran pasien dalam keluarga dan
masyarakat disekitarnya. Apakah hubungan peran klien
terganggu karena anak harus menjalani perawatan dirumah sakit.
Selain itu, apakah anak dapat memenuhi tugas pertumbuhan dan
perkembangannya selama bermain atau berinteraksi dengan
orang lain. Karena klien dengan hemophilia harus menghindari
risiko cidera.
8. Pola Seksualitas/Reproduksi
Bagaimana respon seksualitas pasien. Apakah kelurga
memberikan perhatian yang lebih kepada anak ketika sakit.
9. Pola Koping Toleransi Stress
Apakah pasien menkonsumsi obat untuk menghilangkan nyeri
dan stres. Bagaimana keadaan emosi pasien sehari-hari.
10. Pola Keyakinan Nilai
Apa dan bagaimana keyakinan pasien. Apakah pasien dan
keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien. Selama
sakit, apakah klien dapat melakukan ibadah dan berdo’a kepada
Tuhan atau tidak.
11. Pola Konsep diri
Klien akan merasa cemas dan takut karena mencoba untuk
menghidari risiko injuri yang ada di sekitarnya. Apabila klien
terkena trauma seperti benda tumpul akan mengakibatkan
perdarahan yang sukar menutup. Adanya eritema, ekimosis, dan
hematoma juga akan mengganggu konsep diri klien terhadap
penyakitnya.
2. Pemeriksaan Fisik Fokus
a. Keadaan umum : lemah, composmentis
b. TTV :
Tekanan Darah : dalam batas normal tekanan darah dapat
berubah dari hipertensi ringan sampai berat.
Bahkan hipotensi jika mengalami
perdarahan yang parah.
Suhu : fase awal suhu tubuh meningkat, lebih dari
37o C (normal 36o C- 37o C) karena
mengalami penurunan trombosit dalam
darah.
Nadi : frekuensi denyut nadi mengalami
peningkatan (takikardi)
RR : sesak nafas, dispneu, RR meningkat di atas
normal (normal 20-50 x/mnt)
c. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1) Kepala dan leher
Pada pasien dengan penyakit ini keadaan kepala dan leher
biasanya tidak mengalami gangguan. Bentuk semetris,
tidak ada luka atau lecet. Pertumbuhan rambut merata
dan bentuk rambut lurus, Pasien dapat menggerakkan
kepalanya kekiri dan kekanan. Tidak ada pembengkakan
kelenjar tiroid dan limpfe usus normal dan keadaan
kepala bersih.
2) Wajah
Area wajah normal, tidak ada pembengkakan pada area
seluruh wajah. Dilihat apakah ada lesi akibat benda
tumbuh.
3) Mata
Mata tidak mengalami gangguan. Bentuk simetris, bola
mata dapat di gerakkan kesegala arah, konjungtiva
anemis, sclera ikterius, ketajaman penglihatan baik, mata
tampak cekung dan tidak terdapat peradangan.
4) Telinga
Bentuk simetris, pasien dapat mendengar dengan baik.
Tidak terdapat kotoran dalam telinga, tidak ada
peradangan dan tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Bentuk simetris, kebersihan hidung baik dan tak adanya
kotoran dalam hidung, tidak ada kelainan pada hidung.
6) Mulut
Bentuk bibir simetris, dilihat apakah ada atau tidak ada
perdarahan dan peradangan. Mokusa bibir tampak kering.
7) Dada
Inspeksi : simetris, jika awitan sudah lama dan berat
klien terkadang merasa sesak nafas, dispneu
terdapat tarikan otot bantu pernafasan
Palpasi : denyutan jantung teraba cepat, badan terasa
panas, nyeri tekan (-)
Perkusi : Jantung : dullness
Paru : sonor
Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi
tidak terdengar bunyi wheezing
terdengar bunyi “bruit”
8) Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : terdapat nyeri tekan karena hepatomegali
Perkusi : timpani
Auskultasi : ada bising usus
9) Kulit
Turgor kulit pasien biasanya buruk. Ketika ditekan atau
dicubit kulit untuk kembali ke bentuk semua lebih lama.
Adanya eritma, hematoma, pengelupasan kulit.
10) Ekstremitas
Terdapat udem di ekstremitas khususnya ekstremitas
bawah, akral dingin, lesi, hematom
11) Genitalia
Genetalia pasien tidak mengalami gangguan, genetalia
biasanya bersih jika tidak ada gangguan pada system
gastrointestinal dan ginjal, dan tidak terlihat lesi.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a.) Uji skrining untuk koagulasi darah.
1. Jumlah trombosit (normalnya 150.000-450.000 per mm3 darah).
2. PTT (Prothrombin Time – masa protrombin plasma), normalnya 11-
13 detik
3. APTT (Activated Partial Thromboplastin Time/masa tromboplastin
parsial teraktivasi) dapat meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik
4. Fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
5. Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik).
b.) Biopsi hati untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
c.) Uji fungsi faal hati
Untuk mendeteksi adanya penyakit hati, misalnya Serum
Glutamic- Piruvic Trasaminase (SPGT), Serum Glutamic-
Oxaloacetic Transaminase (SGOT), fosfatase alkali, dan bilirubin
2. Analisa Data
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
1. DS : pasien mengeluh sesak Pola napas tidak efektif Ketidakefektifan
napas pola nafas
DO : Dypsnea
a. Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi Hipoksia
b. Penurunan pertukaran
udara per menit Aliran darah dan oksigen
c. Menggunakan otot ke paru menurun
pernafasan tambahan
d. Orthopnea Hb menurun
e. Pernafasan pursed-lip
f. Tahap ekspirasi sehinga kehilangan banyak
berlangsung sangat lama volume darah
g. Penurunan kapasitas vital
h. Respirasi: < 11 – 24 x /mnt Perdarahan
Faktor predisposisi
2. Ds: Penurunan curah jantung Penurunan Curah
Pasien mengatakan keletihan, Jantung
dan detak jantung terasa cepat CO menurun
DO: Pengisian ventrikel kiri
a. Aritmia menurun
b. Perubahan pola EKG
c. Palitasi Iskemia miokard
d. Murmur
e. Edema Sirkulasi darah ke jantung
f. Distensi Vena jugularis menurun
g. Kenaikan berat badan
h. Peningkatan/penurunan
CVP Agregasi trombosit
menurun
Pendarahan (sukar
membeku)
Faktor predisposisi
3. DS : pasien mengeluhkan Ganggguan perfusi Gangguan Perfusi
pusing dan nyeri jaringan jaringan
Pasien mengatakan
bahwa nafasnya sesak Curah jantung menurun
DO :
a. AGD abnormal Pengisian ventrikel kiri
b. Aritmia menurun
c. Bronkospasme
d. Kapilare refill > 2 dtk Iskemia miokard
e. Akral dingin
f. Mukosa kering Sirkulasi darah ke jantung
g. Retraksi dada menurun
h. Penggunaan otot-otot
tambahan Perdarahan (sukar
membeku)
Faktor predisposisi
4. DS : pasien mengeluh nyeri Nyeri tekan Nyeri (akut)
pada area luka atau yang
mengalami pendarahan selama Hamatoma
< 6 bulan setiap terjadi
perdarahan Perdarahan persendian
DO :
a. Posisi untuk menahan nyeri Faktor predisposisi
b. Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
c. Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
d. Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
5. DS: Kekurangan volume cairan Kekurangan
Pasien mengatakan lemas dan volume cairan
haus dehidrasi
DO:
a. Perubahan status mental sehinga kehilangan banyak
b. Penurunan turgor kulit dan volume darah
lidah
c. Penurunan pengisian vena Perdarahan
d. Hematocrit meningkat
e. Suhu tubuh meningkat Faktor predisposisi
f. Hipotensi
g. Takikardi
h. Penurunan volume darah
i. Penurunan BB
j. Kelemahan
6. DS : Gangguan nutrisi kurang Gangguan nutrisi
a. Pasien mengatakan bahwa dari kebutuhan tubuh kurang dari
dirinya merasa mual dan kebutuhan tubuh
muntah saat makan Sari makanan tidak dapat
b. Pasien juga mengatakan diserap
bahwa merasa tidak
nyaman pada bagian Absorbsi usus menurun
abdomennya
c. Pasien mengatakan nafsu Perdarahan GI
makannya menurun
DO : Faktor predisposisi
a. Diare
b. Rontok rambut yang
berlebih
c. Kurang nafsu makan
d. Bising usus berlebih
e. Konjungtiva pucat
f. Tampak kurus
g. Mengalami penurunan
berat badan yang
signifikan
h. Denyut nadi lemah
7. DS : Ganguan eliminasi urin Gangguan Eliminasi
Pasien mengatakan ketika urine
kencing berwarna merah dan Uremia
sakit
DO : Sekresi protein tergangggu
Hematuria
Jumlah haluaran urin menurun Gagal ginjal
Berat jenis urin abnormal
Urin berwarna merah Hematuria
Urin berbau
Perdarahan kapiler di ginjal
8. DS : Resiko cidera Resiko Cidera
Pasien mengatakan
kelemahan. Letargi
Pasien mengatakan tidak kuat
untuk bangun dari tempat tidur Defisit fungsi neurologis
DO :
Tampak lemah Nekrosis jaringan otak
Kesadaran somnolen
Defisit faktor pembeku
Perdarahan intra kranial
Rasional
No. Diagnosa Implementasi
1. Ketidakefektifan pola nafas 1. Mengkaji frekuensi kedalam pernafasan dan
berhubungan dengan dispneu, ekspansi dada
hiperventilasi 2. Mengauskultasi bunyi nafas dan catat adanya
bunyi nafas seperti crekles, mengi
3. Memposisikan semifowler dan bantu untuk
mengubah posisi
4. Membantu pasien untuk berlatih nafas dalam
5. Melakukan kolaborasi pemberian oksigen
2. Penurunan curah jantung 1. Mengkaji tanda-tanda penurunan curah jantung
berhubungan dengan preload, 2. Mencatat bunyi jantung
iskmia miokard 3. Mempalpasi nadi perifer
4. Memantau adanya output urine, catat output dan
kepekatan/ konsentrasi urine
5. Mengistirahatkan klien dengan tirah baring
6. Berkolaborasi untuk pemberian diet jantung
7. Berkolaborasi pemberian obat-obat diuretic,
vasodilator, dan captropil
3. Gangguan perfusi jaringan 1. Memantau nyeri dada
berhubungan dengan penurunan 2. Memantau frekuensi jantung dan irama jantung
curah jantung, aliran darah ke 3. Memantau hasil pemeriksaan koagulasi
seluruh tubuh tidak adekuat 4. Menjelaskan alasan kepada pasien dan keluarga
untuk makan sedikit tapi sering
5. Mengkonsultasikan dengan dokter untuk terapi
medikamentosa
4. Nyeri (akut) berhubungan dengan 1. Minta pasien untuk menentukan skala nyeri 0 – 10
hematoma, perdarahan pada 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
persendian 3. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal)
4. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
5. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri
5. Kekurangan volume cairan 1. Memantau perdarahan
berhubungan dengan kehilangan 2. Mengatur posisi pasien (trendelernburg bila
banyak volume darah akibat hipotensi)
perdarahan; dehidrasi 3. Memberikan cairan sesuai kebutuhan
4. Mempertahankan asupan dan haluaran
5. Mengatur ketersediaan transfuse, bila perlu
6. Gangguan nutrisi kurang dari 1. Mendiskusikan dan jelaskan tentang pembatasan
kebutuhan tubuh berhubungan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air
dengan anoreksia terlalu panas atau dingin)
2. Menciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari
bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan
dalam keadaan hangat.
3. Memberikan jam istirahat (tidur) serta kurangi
kegiatan yang berlebihan
4. Memonitor intake dan out put dalam 24 jam
5. Berkolaborasi dengan tim kesehtaan lain terapi
gizi : Diet TKTP rendah serat, susu obat-obatan
atau vitamin A.
7. Gangguan Eliminasi urine 1. Mengidentifikasi dan pantau eliminasi urin
berhubungan dengan uremia (frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna)
2. Memberi informasi tentang perkemihan normal
3. Mengajarkan klien untuk segera berespon
terhadap keinginan untuk berkemih.
4. Mengajarkan klien untuk minum 200 ml saat
makan, diantara waktu makan dan diawal petang
5. Membantu klien dan keluarga dalam menyusun
rencana untuk meningkatkan fungsi perkemihan.
8. Resiko Cidera berhubungan 1. Menyediakan lingkungan yang aman untuk pasien
dengan letargi, nekrosis jaringan 2. Mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien,
otak sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif
pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
(misalnya memindahkan perabotan)
4. Memasang side rail tempat tidur
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
bersih
6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
dijangkau pasien
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan yang cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
11. Memindah barang-barang yang dapat
membahayakan
12. memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.
9. Ansietas berhubungan dengan 1. Menggunakan pendekatan yang menenangkan
perubahan status kesehatan, 2. Menyatakan dengan jelas harapan terhadap
koping individu tidak efektif perilaku pasien
3. Menjelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur
4. Menemani pasien untuk memberikan keamanan
dan mengurangi takut
5. Memberikan informasi faktual mengenai
diagnosis, tindakan prognosis
6. Melibatkan keluarga untuk mendampingi klien
7. Menginstruksikan pada pasien untuk
menggunakan tehnik relaksasi
8. Mendengarkan dengan penuh perhatian
9. Mengidentifikasi tingkat kecemasan
10. Membantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
11. Mendorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
12. Mengelola pemberian obat anti cemas.
Evaluasi
No. Diagnosa Evaluasi
1 Ketidakefektifan pola nafas S: klien masih mengeluhkan sesak nafas
berhubungan dengan dispneu, O: RR = 28x/ mnt
hiperventilasi N = 110x/ mnt
A: Masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
2 Penurunan curah jantung S: Klien mengatakan masih pusing dan mudah lelah
berhubungan dengan preload, iskmia O: pasien tampak pucat, TD 140/90 mmHg, N
miokard 98x/menit
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
3 Gangguan perfusi jaringan S: Klien mengatakan sudah tidak lagi merasa pusing
berhubungan dengan penurunan curah dan lemah.
jantung, aliran darah ke seluruh tubuh O: pasien tampak pucat, TD 120/80 mmHg, N
tidak adekuat 98x/menit, CRT < 2 detik, akral normal, mukosa bibir
lembab
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
4 Nyeri (akut) berhubungan dengan S: Klien mengatakan nyeri masih terasa
hematoma, perdarahan pada O: Skala nyeri : 7
persendian pasien memegangi bagian yang nyeri
A: Masalah belum teratasi
P: tindakan di lanjutkan
5. Kekurangan volume cairan S : klien mengatakan sudah tidak terasa lemah, dan
berhubungan dengan kehilangan kehausan
banyak volume darah akibat O : Hb dan Hct dalam rentang normal, (Hb : P = 12-16
perdarahan; dehidrasi gm/dl dan L=14-18 gm/dl, neonatus 17-22 gm/dl),
(Hct
: P = 37-43vol%, L= 40-48vol%) TD normal (120/80
mmHg). Mukosa tampak lembab, turgor kulit elastis
dan lembab
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
6 Gangguan nutrisi kurang dari S: klien mengatakan masih merasa mual dan ingin
kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah saat makan
anoreksia O: klien hanya makan 3 sendok makan dariporsi
makanan, mengalami penurunan BB 0,5kg tiap hari
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
7 Gangguan Eliminasi urine S : klien mengatakan tidak merasa sulit untuk kencing,
berhubungan dengan uremia saat kencing berwarna kuning.
O : haluaran urin ± 500 ml, tidak berbau, warna kuning
jernih, berat jenis urin normal ( 1,030)
A : Masalah terastasi
P : Intervensi dihentikan
8 Resiko Cidera berhubungan dengan S: klien mengatakan merasa lemah
letargi, nekrosis jaringan otak O: klien tampak lemah, edema ekstremitas masih ada,
penurunan kekuatan ekstremitas bawah
A: masalah belum teratasi
P: tindakan dilanjutkan
9 Ansietas berhubungan dengan S: klien mengatakan cemas karena perdarahan yang
perubahan status kesehatan, koping dialaminya
individu tidak efektif O: wajah tampak cemas dan terus menangis
A: masalah belum teratasi
P: tindakan dilanjutkan
3.5 PATHWAY
BAB V
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Analisa kasus
Seorang anak berusia 12 tahun, MRS dengan keluhan nyeri, riwayat penyakit sekarang, Ibu
klien mengatakan klien nyeri pada kaki kanan bagian lutut sejak 1 hari yang lalu. Nyeri
dirasakan hilang timbul seperti tertusuk-tusuk, nyeri bertambah bila dibuat berjalan dan
berkurang bila dibuat istirahat. Kesadaran: compos mentis, GCS: 4-5-6, TD : 110/60
mmHg, nadi: 96 x/mnt, RR: 20 x/mnt, suhu : 37 0C/ axila,
4.1 PENGKAJIAN
1) Biodata klien
Nama: An. “R”,
Umur: 12 th
Jenis kelamin: Laki-laki
Agama: Islam,
Suku/ bangsa: Jawa/ Indonesia
Alamat: Desa Ganggang – Balopanggang - Gresik
Tanggal MRS: 18 Agustus 2006 pukul 12.30 WIB
Ruang: Anak
No. reg: 10630470
Dx medis: Hemofilia A Pro Sirkumsisi
Riwayat Kesehatan
3) Keluhan utama
Nyeri.
4) Riwayat penyakit sekarang
Ibu klien mengatakan klien nyeri pada kaki kanan bagian lutut sejak 1 hari yang lalu.
Nyeri dirasakan hilang timbul seperti tertusuk-tusuk, nyeri bertambah bila dibuat
berjalan dan berkurang bila dibuat istirahat
5) Riwayat penyakit dahulu
Ibu klien mengatakan klien sebelumnya belum pernah masuk rumah sakit saat
berumur 5 tahun selama 13 hari karena penyakit yang sama. saat itu klien habis cabut
gigi, perdarahan terus-menerus tidak berhenti. klien di diagnosa Hemofilia sejak umur
2 tahun.
6) Riwayat penyakit keluarga
Ibu klien mengatakan tidak tahu apakah bapaknya menderita hemofilia. dalam
keluarganya tidak ada yang pernah menderita penyakit menular seperti TBC dan
Hepatitis, penyakit menahun seperti Hipertensi dan Diabetes.
7) Riwayat antenatal, natal, post natal
(1) Riwayat antenatal
Selama hamil, ibu sehat,periksa ke bidan desa mendapat pil penambah
darah,ibu minum jamu.
(2) Riwayat natal
Ibu klien mengatakan bahwa klien lahir spontan di tolong bidan, langsung
menangis, umur kehamilan 9 bulan, BB : 3900 gram, PB : lupa.AS : 8-9.
(3) Riwayat post natal
Ibu klien mengatakan tidak terjadi perdarahan berlebih, tidak terdapat
tanda-tanda infeksi, tidak sesak dan tidak biru.
(4) Riwayat tumbang
Sekarang An. “R” berumur 12 th tidak sekolah sejak umur 11,5 tahun(saat
kelas V SD), sehari-harinya dia bermain dengan teman-temannya di sekitar
rumahnya.
(5) Riwayat imunisasi
Ibu klien mengatakan klien mendapatkan imunisasi: BCG 1x, Polio 3x, DPT
3x, Campak 1x, TT 1x.
8) Riwayat psiko, sosial, spiritual
(1) Psiko : klien mengatakan tidak takut kalau nanti dikhitan.
(2) Sosial : selama masuk Rumah Sakit klien ditunggu ibunya.
(3) Spiritual : klien berkeyakinan dan berdo’a bahwa penyakitnya bisa
disembuhkan.
D0 : - Wajah menyeringai
menahan nyeri
- Jalan pincang
4.3 DIAGNOSA
1 2 3 4 5 6 7
1. 20-09-05 Nyeri b/d Setelah dilakukan asuhan- Jelaskan pada klien- Informasi yang adekuat
inflamsi keperawatan selama 1x24 jam penyebab nyeri dan cara meningkatkan kooperatif klien
07.30 dari tulang diharapkan nyeri berkurang/ hilang mengatasi. dan keluarga terhadap tindakan
vertebrae dengan kriteria: medis dan keperawatan.
(Dx I)
Klien mengungkapkan kembali - Mengurangi benjolan dapat
penyebab nyeri dan cara menekan syaraf sehingga
mengatasinya. timbul nyeri.
- Ajarkan teknik distraksi.
Klien bersedia tidak menekan - Penekanan benjolan dapat
daerah yang nyeri. menekan syaraf sehingga
timbul nyeri.
Klien tidak menekan daerah
yang nyeri. - Deteksi dini perkembangan
- Anjurkan anak untuk tidak keadaan umum klien
Klien mengatakan benjolan di menekan benjolan.
punggungnya tidak nyeri lagi. - Analgesik menekan syaraf
nyeri.
RR: < 24 x/mnt
- Pantau TTV tiap 8 jam
N : < 94 x/mnt
1 2 3 4 5 6 7
2. 26-09-05 Konstipasi Setelah dilakukan asuhan- Jelaskan pada klien- Informasi adekuat
b/d keperawatan selama 1x24 jam penyebab konstipasi dan cara meningkatkan kooperatif klien
07.30 penurunan diharapkan konstipasi teratasi mengatasi. terhadap tindakan medis
peristaltik dengan kriteria: keperawatan.
sekunder
Klien mampu mengungkapkan - Cairan dapat melunakkan
(Dx II) kembali penyebab konstipasi dan- Anjurkan klien minum air feces sehingga mudah
cara mengatasi. minimal 2 lt /hr. dikeluarkan.
- VH B6 1x10 mg po
- Rifampisin 1x 250 mg po
TGL/
NO Dx. KEP. IMPLEMENTASI TTD
JAM
1. Nyeri 20-09- Menjelaskan pada klien bahwa nyeri terasa jika benjolan
05 ditekan dan diatasi dengan menjaganya agar tidak terkena
(Dx I) sentuhan.
07.45
- Anak mendengar dan mengangguk.
RR: 20 x/mnt
12.00
S : 365 0C/ axila
Streptomycyin 500 mg IM
INH 250 mg po
09.00
VH B6 10 mg po
Rifampisin 250 mg po
PZA 500 mg po
- RR : 90 x/mnt
A: Tujuan tercapai.
P : Hentikan intervensi.
A: Tujuan tercapai.
P : Hentikan intervensi.
3. Resiko 29-09-05S : - Klien bersedia melindungi benjolannya dari trauma.
gangguan - Klien mengatakan melindungi benjolannya dari
mobilitas 07.00 trauma.
fisik O: - Klien mampu mengungkapkan kembali penyebab
gangguan mobilitas fisik dan cara mengatasi.
(Dx III) - Benjolan tidak membesar.
A: Tujuan tercapai, gangguan mobilitas fisik tidak terjadi.
P : Pertahankan intervensi sesuai advis dokter.
BAB V
PEMBAHASAN
Dari kasus yang saya angkat pada bab empat tentang asuhan keperawatan, diagnosa yang muncul
hanya 3 dari 9 diagnosa yang terdapat di bab tiga tentang asuhan keperawatan teori hal ini bisa
dilihat dari analisa data yang terdapat pada asuhan keprawatan pasien An. R No. RM : 10630470
- Jalan pincang
TTV
Td : 110/6O mmHg
Nadi : 96x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37c/axila
BAB IV
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Hemofilia adalah suatu penyakit keturunan yang mengakibatkan darah
seseorang sukar membeku pada waktu terjadinya luka. Hemofilia adalah
kecenderungan untuk mengalami pembekuan darah yang abnormal (diathesis
hemoragis) yang bersifat herediter akibat defisiensi faktor VIII koagulasi
(antihemophilic globulin) dan faktor IX dalam plasma (Dorland, 2011). Hemofilia
merupakan penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan oleh kromosom X
bersifat resesif, seorang wanita dapat menderita hemofila jika mendapat kromosom X
dari ibu pembawa carrier dan bersifat letal. Hemofilia dibagi menjadi hemophilia tipe
A dan B.
Hemofilia disebabkan karena seorang anak kekurangan factor pembekuan
VIII untuk hemophilia tipe A dan factor IX untuk hemophilia tipe B. Selain penyebab
utama tersebut, secara umum penyebab hemophilia antara lain factor genetic, zat
pembekuan darah, dan kurangnya protein dalam proses pembukan darah. Hemofilia
banyak disebabkan oleh factor keturunan. Oleh karena itu, sebagai orang tua setelah
mengetahui anaknya menderita hemophilia, orang tua harus berusaha untuk
mencegah terjadinya perdarahan.
6.2 Saran
Tugas dan peran utama perawat harus dilakukan dengan baik agar
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Pemberian asuhan keperawatan juga sangat
perlu dilakukan oleh seorang perawat. Pemberian asuhan keperawatan harus
disesuaikan dengan kondisi kebutuhan pasien, begitu pula dengan pasien hemofilia
terutama pada anak. Maka diharapkan bagi seorang perawat untuk lebih memahami
serta menambah pengetahuan lebih dalam akan perkembangan penyakit hemofilia
sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan tahap
perkembangan anak serta kondisi kebutuhan anak yang harus di penuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Catzel, Pincus & Ian Robert. 1992. Kapita Selekta Pediatri Edisi 2. Jakarta : EGC
Handayani, W, dan Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Juffrie, M. 2003. Panduan Praktek Pediatrik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius
Mehta, Atul B. & Victor Hoffbrand. 2008. At a Glance Hematologi. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Price & Wilson. 2016. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Wong, Donna L. Dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta : EGC
c