Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN


ADVOKASI PADA KLIEN ANAK DENGAN PENYAKIT KRONIS SISTEM
HEMATOLOGI

Dosen Pembimbing

Praba Diyan Rachmawati S.Kep., Ns., M.Kep.


.
Disusun Oleh :

Nabila Hanin L. (131611133011)


Ragil Titi Hatmanti (131611133012)
Nafidatun Naafi’a (131611133015)
Indah Latifa (131611133016)
Listya Ernissa M (131611133017)
Dwi Utari Wahyuning Putri (131611133019)
Ayu Saadatul Karimah (131611133020)
Annisa Fiqih Ilmafiani (131611133045)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SEPTEMBER, 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Keperawatan Anak II yang berjudul “Asuhan Keperawatan Sistem Pengambilan
Keputusan Dan Advokasi Pada Klien Anak Dengan Penyakit Kronis Sistem
Hematologi”.

Ucapan terimakasih kami haturkan kepada dosen pembimbing mata kuliah


Keperawatan Anak II Praba Diyan Rachmawati S.Kep., Ns., M.Kep. yang telah membimbing
kami selama perkuliahan Keperawatan Anak II hingga dapat menyelesaikan tugas makalah
ini.

Dengan demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Makalah ini masih jauh dari kata sempuna, untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat
kami butuhkan guna perbaikan dan penyempurnaan makalah berikutnya. Atas kontribusi
tersebut, kami ucapkan terimakasih.

Surabaya, 30 September 2018

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Umum ................................................................................................ 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3

2.1. Definisi Leukimia ......................................................................................... 3


2.2. Jenis Leukimia ............................................................................................. 3
2.3. Epidemiologi leukimia ................................................................................. 3
2.4. Patofisiologi Leukimia ................................................................................. 4
2.5.Determinan Leukimia .................................................................................... 4
2.6. Tanda dan gejala Leukimia .......................................................................... 5
2.7. Diagnosis Leukimia ..................................................................................... 7
2.8. Penanganan dan Pengobatan Leukimia ....................................................... 7

BAB 3 Konsep Pengambilan Keputusan ................................................................... 10

3.1 Definisi Etika ................................................................................................. 10


3.2 Tipe Etika ....................................................................................................... 11
3.3 Prinsip Etika ................................................................................................... 11
3.4 Dilema Etika……………………………………………………………….. 13
3.5 Informed Consent…………………………………………………………... 16

BAB 4 Penyelesaian Kasus ........................................................................................ 17

BAB 5 Naskah Roleplay .............................................................................................35

BAB 6. PENUTUP .................................................................................................... 50

6.1 Kesimpulan .................................................................................................... 50


6.2 Saran .............................................................................................................. 50

DAFTARPUSTAKA

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leukimia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008).
Data statistik dunia menunjukkan bahwa jumlah penderita penyakit leukemia di
dunia mencapai sekitar 500-600 juta orang. Setiap 1 juta jumlah penduduk di dunia akan
terlahir 120 orang anak yang menderita kanker darah (WHO, 2010). Di Indonesia, angka
kematian akibat leukemia mencapai 50 -60% karena terbatasnya pengetahuan
masyarakat tentang bahaya kanker. Pada umumnya penderita datang berobat ketempat
yang salah dan baru memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan ketika stadiumnya
sudah lanjut, sehingga diagnosa penyakit yang lambat dan biaya pengobatan yang lebih
mahal (YKI, 2012).
Berbeda dengan kanker lainnya, penatalaksanaan utama leukemia sebagai penyakit
sistemik adalah kemoterapi yang membutuhkan waktu lama hingga bertahun-tahun.
Namun, kemoterapi memiliki berbagai efek samping yang menimbulkan
ketidaknyamanan pada fisik anak, seperti nyeri akibat mukosistis, diare, mual, dan lain-
lain (Pernomo, Sutaryo, Ugrasena, Windiastuti & Abdulsalam, 2006). Pelaksanaan
pemberian obat kemoterapi dan pemantauan kemajuan pengobatan secara rutin
menyebabkan anak harus beberapa kali berkunjung dan dirawat di rumah sakit. Sakit dan
hospitalisasi merupakan situasi yang menimbulkan stress pada anak (Wong, 2009). Oleh
karena itu, perawat memiliki peran sebagai advocator dan membantu klien serta keluarga
dalam melakukan pengambilan keputusan dalam pemberian tindakan medis dan asuhan
keperawatan yang akan diberikan kepada anak.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana konsep dari Hematologi?


b. Apa yang dimaksud dengan Leukimia?

1
c. Apa yang dimaksud dengan Etik?
d. Apa saja tipe-tipe Etik?
e. Bagaimana prinsip-prinsip Etik?
f. Apa yang dimaksud dengan Dilema Etik?
g. Apa yang dimaksud dengan Informed Consent?
h. Bagaimana penyelesaian kasus pada Sistem Hematologi : Leukimia?

1.3 Tujuan

a. Mengetahui pengertian dan konsep dari Hematologi.


b. Mengetahui pengertian dan konsep dari Leukimia.
c. Mengetahui pengertian dan konsep dari Etik.
d. Mengetahui tipe-tipe dari Etik.
e. Mengetahui prinsip-prinsip Etik.
f. Mengetahui pengertian dan konsep dari Dilema Etik.
g. Mengetahui pengertian dan konsep dari Informed Consent.
h. Memahami penyelesaian kasus pada Sistem Hematologi : Leukimia.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Leukemia


Leukemia merupakan sekumpulan penyakit neoplastik yang beragam, ditandai dengan
produksi atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan
jaringan limfoid yang abnormal (sel leukemia). Produksi sel leukemia yang bertambah
banyak menyebabkan sel leukemia keluar dari sumsum. Sel leukemia dapat ditemukan di
dalam darah perifer atau darah tepi yang kemudian mempengaruhi hematopoiesis atau proses
pembentukan sel darah normal dan sistem imunitas tubuh sehingga dapat menimbulkan
gejala klinis pada tubuh penderita (Yayan, 2010).

2.2 Jenis Leukemia


Dari klasifikasi di atas, maka Leukemia dibagi menjadi empat tipe sebutan:
1. Leukemia limfositik akut (LLA). Merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada
anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65
tahun atau lebih.
2. Leukemia mielositik akut (LMA). Ini lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-
anak. Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.
3. Leukemia limfositik kronis (LLK). Hal ini sering diderita oleh orang dewasa yang
berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan
hampir tidak ada pada anak-anak.
4. Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga
terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit (Purnomo, 2010).

2.3 Epidemiologi Leukemia


Leukemia adalah jenis kanker anak yang paling umum terjadi. Leukemia menyumbang
angka 30% dari semua jenis kanker yang terdiagnosis pada anakanak pada umur kurang dari
15 tahun. Insiden leukemia meningkat per tahun, namun jumlah pasti kasus baru tidak
diketahui karena di banyak negara tidak semua penderita kanker anak terdaftar dan banyak
yang tidak terdiagnosis dengan benar. Angka-angka ini mengejutkan, mengingat fakta bahwa
70% dari semua kanker pada anak dapat disembuhkan bila didiagnosis dan diobati bila
diketahui lebih dini (World Health Organization, 2011).

3
Berdasarkan penelitian pada pasien leukemia anak di bawah usia 18 tahun di RS. Haji
Adam Malik Medan oleh Paulina K. Bangun, et al tahun 2012, menyebutkan bahwa leukemia
banyak terjadi pada kelompok umur 2-5 tahun (37,2%) dan terendah pada kelompok umur
11-15 tahun (12,8%). Kejadian lebih banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki daripada
perempuan (52,9% : 47,1%). Pasien mempunyai riwayat leukemia pada keluarga 4,3%
(Paulina, 2014).

2.4 Patofisiologi Leukemia


Leukemia disebabkan akibat dari adanya mutasi pada DNA somatik. Mutasi tersebut
disebabkan oleh terjadinya aktivasi onkogen atau deaktivasi gen tumor supresor dan
terganggunya pengaturan program kematian sel (apoptosis). Mutasi tersebut bisa terjadi
secara spontan atau karena pengaruh radiasi atau pemaparan substansi karsinogen dan erat
hubungannya dengan faktor genetik. Beberapa penderita disebabkan oleh pengaruh radiasi
ion, pemaparan bahan kimia misalnya benzen dan agen kemoterapi alkyl untuk pengobatan
malignan sebelumnya, karakteristik kelahiran anak, kondisi reproduktif orang tua, pengaruh
kondisi lingkungan, faktor immunologi tubuh seseorang dan kebiasaan perilaku yang tidak
sehat seperti merokok. Beberapa faktor tersebut selanjutnya mempengaruhi tubuh untuk
melakukan mutasi DNA somatik. Virus juga ada hubungannya dengan leukemia, paada
hewan uji coba mencit dan hewan uji coba lainnya dengan infeksi retrovirus ada
hubungannya dengan kejadian leukemia. Retrovirus yang teridentifikasi adalah Human T-
lymphotropic virus atau HTLV-1 yang selanjutnya diketahui sebagai penyebab T-cell
Leukemia. Penderita leukemia diduga mempunyai gen tunggal atau gen multipel penyebab
leukemia, jenis leukemia bisa sama atau juga bisa jenis leukemia yang lain. Pada kelainan
genetik tersebut individu mempunyai kromosom defek atau kelainan genetik tertentu yang
mempunyai risiko lebih besar terhadap leukemia. Misalnya, seseorang dengan gejala down’s
syndrome mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian leukemia (Darmono, 2012).

2.5 Determinan Leukemia


Penyebab leukemia sampai saat ini belum diketahui secara pasti, akan tetapi menurut
penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya ada beberapa faktor risiko tertentu yang diduga
dapat meningkatkan risiko terjadinya leukemia, yaitu :
1. Faktor Internal

4
Faktor internal meliputi, usia anak saat terdiagnosis, jenis kelamin anak, urutan kelahiran
anak, berat anak lahir, usia ibu saat mengandung anak, usia ayah ketika ibu mengandung
anak, riwayat keguguran ibu, dan riwayat pemberian ASI kepada anak.
a) Jenis kelamin anak
b) Urutan kelahiran anak
c) Berat anak lahir
d) Usia ibu saat mengandung anak
e) Usia ayah ketika ibu mengandung anak
f) Riwayat keguguran pada ibu
g) Riwayat pemberian ASI kepada anak
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi, paparan radiasi, paparan insektisida rumah tangga, dan
perilaku merokok orang tua.
a) Paparan radiasi sutet
b) Paparan insektisida rumah tangga
c) Perilaku merokok orang tua

2.6 Tanda dan Gejala Leukemia


Gejala Leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara penderita, namun
demikian secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Demam
Penderita akan mengalami demam yang kadang suhu tubuh turun dengan sendirinya
namun setelah itu demam datang dengan suhu tubuh yang lebih tinggi dari demam
sebelumnya. Hal ini akibat dari aktivitas sel imun yang menyerang sel kanker dalam
tubuh sebagai bentuk pertahanan tubuh.
2. Sakit kepala
Penderita sering mengalami pusing yang datang tiba-tiba. Hal ini dikarenakan
aktivitas sel kanker yang menghimpit saraf kerja otak, dimana sel kanker
3. Berat badan menurun
Berat badan merupakan salah satu gejala yang timbul akibat proses penyerapan gizi
yang tidak stabil karena adanya gangguan sel kanker yang menyerang organ-organ
pencernaan. Fungsi dari organ-organ tersebut terganggu sehingga fungsinya kurang
maksimal.
4. Anemia
5
Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel darah merah
dibawah normal menyebabkan oksigen dalam tubuh berkurang, akibatnya penderita
bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan oksigen dalam tubuh).
5. Perdarahan
Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar karena didominasi
oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan dijaringan kulit
(banyaknya bintik merah lebar/kecil dijaringan kulit).
6. Terserang Infeksi
Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama melawan
penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang diterbentuk adalah
tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh
penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan
menampakkan keluhan adanya demam, pilek dan batuk.tersebut masuk ke dalam otak
melalui sumsum tulang belakang.
7. Nyeri Tulang dan Persendian
Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow) mendesak padat
oleh sel darah putih. Sehingga penderita merasakan nyeri pada tulang dan
persendiannya.
8. Nyeri Perut
Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel leukemia
dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang menyebabkan pembesaran
pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri.Nyeri perut ini dapat berdampak
hilangnya nafsu makan penderita leukemia.
9. Pembengkakan Kelenjar Limpha
Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar lympa, baik
itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar lympa bertugas menyaring
darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.
10. Kesulitan Bernafas (Dispnea)
Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan nyeri dada, apabila
terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan medis. Pada leukemia
akut, gejala-gejala nampak dan memburuk secara cepat. Orang-orang dengan penyakit
ini pergi ke dokter karena mereka merasa sakit.
Gejala-gejala lain dari leukemia akut adalah muntah, bingung, kehilangan kontrol otot,
dan serangan-serangan (epilepsi). Sel-sel leukemia juga dapat berkumpul pada buah-buah
6
pelir (testikel) dan menyebabkan pembengkakan. Juga, beberapa pasien-pasien
mengembangkan luka-luka pada mata-mata atau pada kulit. Leukemia juga dapat
mempengaruhi saluran pencernaan, ginjal, paru-paru, atau bagian lain dari tubuh
(Chandrayani, 2010).

2.7 Diagnosis Leukemia


Pemeriksaan darah rutin (seperti hitung jenis darah komplit) memberikan bukti bahwa
seseorang menderita leukemia. Jumlah total sel darah putih bisa berkurang, normal atau
bertambah tetapi jumlah sel darah putih yang belum matang (sel blast) terlihat dalam contoh
darah yang diperiksa di bawah mikroskop. Biopsi sumsum tulang hampir selalu dilakukan
untuk memperkuat diagnosis dan menentukan jenis leukemia. Leukemia akut didiagnosa
melalui beberapa alat, seperti :
a. Pemeriksaan morfologi, darah tepi, aspirasi sumsum tulang, biopsi
sumsum tulang
b. Pewarnaan sitokimia
c. Immunofenotipe
d. Sitogenetika
e. Diagnostik molekuler

2.8 Penanganan dan Pengobatan Leukemia


Penanganan dan pengobatan Leukemia biasanya dimulai dari gejala yang muncul, seperti
anemia, perdarahan dan infeksi. Secara garis besar penanganan dan pengobatan Leukemia
bisa dilakukan dengan penanganan primer dan penanganan suportif.
1. Penanganan Primer
- Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan yang cocok bagi pasien leukemia stadium lanjut / akhir,
sangat bermanfaat untuk menghapus sel kanker dalam darah dan membangun kembali
sumsum tulang untuk mengembalikan fungsi system hematopoietik normal. Jenis
pengobatan ilmu kimia dibagi menjadi : kemoterapi awal, kemoterapi lanjutan dan
kemoterapi konsolidasi sebagai pengobatan intensif dalam 4 fase. kemoterapi leukemia
dapat secara efektif mengurangi gejala dan memperpanjang kelangsungan hidup,
kemoterapi juga merupakan langkah yang diperlukan sebelum transplantasi sumsum
tulang.

7
- Terapi radiasi
- Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi tulang sumsum dengan kemoterapi dosis tinggi dapat meningkatkan
kekebalan tubuh serta membersihkan sel-sel tumor dan sel sel abnormal dari pasien
leukemia. Lalu dari sel sel hematopoietic dari tubuh sendiri maupun tubuh orang lain
ditransplantasi kepada pasien leukemia, pasien leukemia kembali memiliki system
hematopoietik yang normal dan pemulihan fungsi kekebalan tubuh, sehingga tercapai
tujuan terapeutiknya. Transplantasi sumsum tulang leukemia adalah pengobatan yang
paling efektif, sekitar 50 persen dari pasien leukemia yang telah menjalani
transplantasi sumsum tulang, kelangsungan hidupnya dapat berlangsung jangka
panjang.

Sumsum tulang adalah jaringan lemak lembut di dalam tulang yang berfungsi
menghasilkan sel darah. Donor sumsum tulang dibutuhkan oleh beberapa orang untuk
mengganti sumsum tulangnya yang rusak atau tidak berfungsi karena sebuah penyakit
atau kondisi medis tertentu, seperti kanker limfoma, leukimia, hingga anemia sel
sabit, dengan sumsum tulang yang sehat. Namun, mencari donor sumsum tulang
belakang yang cocok tidak semudah mendapat donor darah. Tidak sembarangan orang
yang bisa menjadi pendonor. Biasanya, orang yang memiliki kecocokan sumsum
tulang belakang adalah anggota keluarga pasien sendiri. Para ahli menyatakan bahwa
kecocokan sumsum tulang akan lebih besar antara saudara kandung, ketimbang antara
orangtua dan anak. Perbandingan kesuksesannya adalah 25% antara saudara kandung
dan kecocokan sumsum tulang antara orangtua dan anaknya hanya sekitar 0,5%
persen saja.

2. Penanganan Supportif
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel
leukemia sehingga sel normal bias tumbuh kembali di dalam sumsum tulang.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa
hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum
tulang belakang. Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita
mungkin memerlukan :
- Transfusi sel darah merahuntuk mengatasi anemia
- Transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan

8
- Antibiotik untuk mengatasi infeksi
- Obat anti jamur
- Pemberian nutrisi yang baik
- Pendekatan aspek psikososial
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang
elama beberpa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednisone
per-oral dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase
intravena. Untuk mengatasi sel leukemia di otak, biasanya diberikan suntikan
metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa
minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk
menghancurkan sel leukemia, diberikan kemoterapi konsolidasi dan kemoterapi
rehabilitasi untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik dalam tubuh penderita.
Proses pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun (Yayan, 2010).

9
BAB III

KONSEP PENGAMBILAN KEPUTUSAN

3.1 Definisi Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ETHOS” menurut Araskar David
(1978) dalam Etika Keperawatan dan Keperawatan Profesioal berarti “kebiasaan”,
“model perilaku”atau “standar” yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu
tindakan. Sedangkan dalam bentuk jamak (ta etha) berarti adat kebiasaan; dengan
kata lain etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan. Menurut Kamus Webster, Etika adalah suatu ilmu yang
mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral. Penggunaan istilah etika
dewasa ini banyak diartikan sebagai“motif atau dorongan” yang mempengaruhi suatu
perilaku manusia. Potter dan Perry (1997) menyatakan bahwa etika merupakan
terminologi dengan berbagai makna, etika berhubungan dengan bagaimana seseorang
harus bertindak dan bagaimana mereka melakukan hubungan dengan orang lain.
Menurut Ismani (2001)Etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan
bagaimana sepatutnya manusia hidup didalam masyarakat yang menyangkut aturan –
aturan dan prinsip – prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar yaitu baik dan
buruk serta kewajiban dan tanggung jawab. (Utami et al, 2016).
Dengan demikian etika dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
adat istiadat, kebiasaan yang baik dan buruk secara moral serta motif atau dorongan
yang mempengaruhi perilaku manusia dalam berhubungan dengan orang lain yang
berdasarkan pada aturan-aturan serta prinsip yang mengandung tanggung jawab
moral. Etika berhubungan dengan hal yang baik dan tidak baik ,peraturan untuk
perbuatan atau tindakan yang mempunyai prinsip benar atau salah, prinsip moralitas
karena etika mempunyai tanggung jawab moral.
Menurut Cooper (1991), dalam Potter dan Perry (1997) dalam Etika
Keperawatan dan Keperawatan Profesional, etika keperawatan dikaitkan dengan
hubungan antar masyarakat dengan karakter serta sikap perawat terhadap orang
lain.Etika keperawatan merupakan standar acuan untuk mengatasi segala macam
masalah yang dilakukan oleh praktisi keperawatan terhadap para pasien yang tidak
mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan tugasnya. Etika keperawatan

10
merujuk pada standar etik yang menentukan dan menuntun perawat dalam praktek
sehari-hari. (Utami et al, 2016)

3.2 Tipe Etika


a. Bioetik
Bioetika adalah ilmu yang mempelajari tentang permasalahan etik yang
berhubungan dengan masalah biologi dan pengobatan. Pada lingkup yang lebih
luas, bioetik mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin membantu
atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan
nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan pengobatan dan
biologi. (Krisnana et al, 2016)
b. Clinical Ethic/Etik Klinik
Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan masalah etik
selama pemberian pelayanan kesehatan pada klien. Wujud dari etik klinik adalah
adanya persetujuan atau penolakan terhadap pelayanan kesehatan yang akan
diberikan, dan bagaimana seseorang sebaiknya merespon permintaan medis yang
kurang bermanfaat atau sia-sia. (Krisnana et al, 2016)
c. Nursing Ethic/Etik Perawatan
Etik Keperawatan dapat diartikan sebagai landasan yang dipakai dalam
pelaksanaan praktik keperawatan yang mengarah pada tanggung jawab dan moral.
Perwujudan dari nursing ethic ini adalah menunjukkan sikap menghargai otonomi
pasien. Misalnya seorang perawat sebelum melakukan tindakan keperawatan pada
pasien, harus terlebih dahulu menjelaskan tujuan dari tindakan yang akan
dilakukannya serta perawat harus menanyakan apakah pasien bersedia untuk
dilakukan tindakan tersebut atau tidak. Jika pasien menolak tindakan maka
perawat tidak bisa memaksakan tindakan tersebut sejauh pasien paham akan
akibat dari penolakan tersebut. (Krisnana et al, 2016)

3.3 Prinsip Etik


Moral mempunyai peran yang penting dalam menentukan perilaku yang etis dan
dalam pemecahan masalah etik. Prinsip moral merupakan standar umum dalam
melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik. Menurut Kemenkes
prinsip etik yang dianut dalam memberikan pelayanan kesehatan ada 7, yaitu :
a. Prinsip Otonomi (Autonomy)
11
Prinsip ini menjelaskan bahwa klien diberi kebebasan untuk menentukan sendiri
atau mengatur diri sendiri sesuai dengan hakikat manusia yang mempunyai harga
diri dan martabat. Dalam hal ini klien memiliki hak untuk menolak tindakan
invasif yang dilakukan oleh perawat. Apabila hal tersebut terjadi, seorang perawat
tidak boleh memaksakan kehendak untuk melakukannya atas pertimbangan bahwa
klien memiliki hak otonomi dan otoritas bagi dirinya. Perawat berkewajiban untuk
memberikan penjelasan yang sejelas-sejelasnya bagi klien dalam berbagai rencana
tindakan dari segi manfaat tindakan, urgensi dan sebagainya sehingga diharapkan
klien dapat mengambil keputusan bagi dirinya setelah mempertimbangkan atas
dasar kesadaran dan pemahaman. (Utami et al, 2016)
b. Prinsip Kebaikan (Beneficience)
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat melakukan yang terbaik bagi klien, tidak
merugikan klien, dan mencegah bahaya bagi klien. Kasus yang berhubungan
dengan hal ini seperti klien yang mengalami kelemahan fisik secara umum tidak
boleh dipaksakan untuk berjalan ke ruang pemeriksaan. Sebaiknya klien didorong
menggunakan kursi roda. (Utami et al, 2016)
c. Prinsip Keadilan (Justice)
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat berlaku adil pada setiap klien sesuai
dengan kebutuhannya. Seorang perawat tidak diperkenankan untuk membeda-
bedakan klien dan harus memberikan pelayanan sesuai dengan prosedurnya.
(Utami et al, 2016)
d. Prinsip Kejujuran (Veracity)
Prinsip ini menekankan bahwa perawat harus mengatakan yang sebenarnya dan
tidak membohongi klien. Kebenaran merupakan dasar dalam membina hubungan
saling percaya. Perawat harus menyampaikan sesuatu secara benar, akurat,
komprehensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan
materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien mengenai segala
sesuatu yang berhubungan dengan keadaan klien selama menjalani perawatan.
(Utami et al, 2016)
e. Prinsip Kesetiaan/Menepati Janji (Fidelity)
Prinsip ini menekankan pada kesetiaan perawat pada komitmennya, menepati
janji, menyimpan rahasia, caring terhadap klien/keluarga. Ketaatan dan kesetiaan
merupakan kewajiban dari perawat untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya kepada pasien. (Utami et al, 2016)
12
f. Prinsip Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien yang harus
dijaga privasinya. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorang pun
yang dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien
dengan bukti persetujuan. (Krisnana et al, 2016).

3.4 Dilema Etik

Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif
yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak
memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk
membuat keputusan yang etis seseorang harus tergantung pada pemikiran yang
rasional dan bukan emosional (Thomson & Thomson, 1985). Kerangka pemecahan
dilema etik pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan/ pemecahan
masalah secara ilmiah.
Dilema etik adalah suatu kondisi yang terjadi dalam pelayanan, yang
mengharuskan perawat untuk menapis, melakukan analisa, dan sintesa serta
menetapkan keputusan yang “terbaik” bagi klien, terutama bagi kesehatan dan
integrasinya sebagai manusia.

1. Langkah-Langkah Pengambilan Keputusan dalam Dilema Etik


Enam pendekatan yang dapat dilakukan orang saat akan mengambil keputusan dalam
dilema etik adalah sebagai berikut :
a. Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
b. Menentukan isu-isu etika dari fakta
c. Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi dilema
d. Menetukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema
e. Menentukan konsekuensi yang mungkin dari setiap alternatif
f. Menetapkan tindakan yang tepat

1) Model Pemecahan Masalah (Megan, 1989)


a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
13
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil
2) Kerangka Pemecahan Dilema Etik (Kozier & Erb, 2004)
a. Mengembangkan data dasar
i. Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana
keterlibatannya
ii. Apa tindakan yang diusulkan
iii. Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
iv. Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan
yang diusulkan
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan
dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
3) Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif yang mungkin dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif
keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai dengan
falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan
berikutnya
4) Langkah-Langkah menurut Thompson & Thompson (1981)

14
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang
diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c. Mengidentifikasi isu etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan profesional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada

3.5 Informed Consent

Informed Consent teridiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti informasi
atau keterangan dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. jadi
pengertian Informed Consent adalah suatu persetujuan yang diberikan setelah
mendapat informasi. Dengan demikian, Informed Consent dapat di definisikan
sebagai pernyataan pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan
atas rencana tindakan kedokteran yang diajukan oleh dokter setelah menerima
informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan. Persetujuan
tindakan yang akan dilakukan oleh Dokter harus dilakukan tanpa adanya unsur
pemaksaan.
Mengacu pada UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan
Permenkes No. 290 Tahun 2008, maka semua tindakan medis/kedokteran harus
mendapatkan persetujuan dari pasien, jadi sifatnya adalah non-selective. Pada
keadaan emergensi atau penyelamatan jiwa maka tidak diperlukan informed consent.
Dalam konteks praktik di lapangan informed consent tetap merupakan hal yang
penting, namun tidak boleh menjadi penghalang bagi tindakan penyelamatan jiwa.
Hak untuk memberikan memberikan informed consent adalah sebagai berikut :
a. Untuk pasien dewasa dan sehat akal adalah pasien yang bersangkutan
b. Untuk pasien anak-anak adalah keluarga terdekat atau walinya
c. Untuk pasien tidak sehat akal adalah keluarga atau walinya
d. Untuk pasien yang sudah menikah adalah pasien yang bersangkutan,
kecuali untuk tindakan medis tertentu yang harus disertai persetujuan
pasangannya. (Krisnana et al, 2016)

15
Informed Consent dapat diberikan kepada pasien atau keluarganya dengan 3 cara
yaitu secara terucap (oral consent), tersurat (written consent), dan tersirat (implied
consent). Namun pada tindakan medis yang berisiko tinggi, informed consent harus
diberikan secara tersurat/tertulis. (Kisnana et al, 2016)

Syarat informed consent adalah voluntary (suka rela, tanpa unsur paksaan),
unequivocal (dengan jelas dan tegas), conscious (dengan kesadaran), dan naturally
(sesuai kewajaran). (Krisnana et al, 2016)

16
BAB IV

PENYELESAIAN KASUS

Tn A (45) dan Ny. Y (44) pada hari minggu datang membawa anaknya An. D (14) ke RSUD
dengan keadaan yang mengkhawatirkan. Tn A mengatakan anaknya sering mimisan, , tidak
mau makan dan lemas, bahkan di kulit An B timbul kemerahan. Sebelumnya An D memang
mempunyai riwayat leukemia tetapi masih tahap awal dan Tn. A dan Ny Y sudah jarang
membawa An D untuk check up atau periksa. Karena mereka sudah yakin dengan terapi obat-
obatan yang diminum setiap hari oleh An D, tetapi baru diketahui bahwa An D sering
membuang obat-obatan tersebut Sehingga, saat ini kondisi An D semakin parah, dan setalah
dilakukan pemeriksaan ternyata An D sudah memasuki stadium lanjut. Untuk
memperpanjang kualitas hidup An D tenaga kesehatan menganjurkan untuk transplantasi
sumsum tulang, dan transplantasi sumsum tulang hanya bisa dilakukan oleh saudara sendiri,
karena kecocokan sumsum tulang dengan saudara lebih tinggi dibandingkan dengan
kecocokan orang tua. Tetapi, orang tua An D bingung untuk menyetujuinya karena kakak An
D yang baru saja berumur 18 tahun baru sembuh dari sakit demam berdarah dan asma , orang
tua An D takut anak pertamanya kambuh dari sakit asma dan demam yang sebelumnya telah
dideritanya, tetapi orang tua An D juga tidak mau An D terlambat ditangani. Setelah
ditanyakan kepada pendonor (kakak An D ) bersedia membantu adiknya untuk transplantasi
susmsum tulang. Orang tua An D masih belum merelakan anak pertamanya mendonorkan
karena takut terjadi sesuatu pada (kakak An D).

Penyelesaian kasus

Sesuai dengan langkah-langkah pemecahan etik yang dikemukakan oleh murphy dan
murphy:

a. Mengidentifikasi masalah kesehatan


Pada kasus di atas dapat disimpulkan bahwa An D membutuhkan transplantasi
susmsum tulang dari saudara kandungnya yaitu kakaknya, untuk memperpanjang
kualitas hidup An D.
Pada kasus transplantasi sumsum tulang ini dokter wajib memberitahukan
terhadap pendonor ataupun kepada penerima yang berkaitan mengenai tujuan,

17
prosedur sifat operasi , akibat dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.
Karena pada kasus di atas pendonor (kakak An D) menyetujui untuk membantu
adeknya melakukan transplantasi sumsum tulang , maka selanjutnya adalah dokter
memberitahukan tentang prosedur pemeriksaan kecocokan sumsum tulang
belakang serta prosedur transplantasi sumsum tulang terhadap pendonor maupun
penerima.

Bone Marrow Puncture (BMP)

Pemeriksaan sumsum tulang merupakan pemeriksaan yang penting untuk


diagnosa dan penanganan berbagai penyakit darah dan sumsum tulang.
Pengambilan sumsum tulang (bone marrow punction/BMP) dapat dilakukan
dengan cara bone marrow aspiration (BMA) dan bone marrow biopsy (BMB).

Aspirasi sumsum tulang dilakukan untuk memperoleh spesimen yang


digunakan untuk menilai morfologi sel sumsum tulang dan untuk tes khusus pada
sumsum tulang seperti flowcytometry untuk analisis immunophenotypic, tes
sitogenetik atau molekuler (Pele, 2004)

A. Metode
Pra Analitik
1. Persiapan pasien
1.1 Penilaian keadaan awal pasien:
a. Riwayat medis : riwayat perjalanan pasien, status defisiensi imun, resiko
kerapuhan tulang, diagnosa keganasan sebelumnya, resiko kelainan
hematologi dan alergi.
b. Gambaran klinis : pemeriksaan fisik (cth: pembesaran organ, tanda-tanda
keganasan, infeksi)
c. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah lengkap, apusan darah tepi,
retikulosit, hemostasis), pemeriksaan radiologi dan lain-lain.
d. Penentuan tempat aspirasi sumsum tulang :
Dewasa : spina iliaka posterior superior (SIPS), spina iliaka anterior
superior (SIAS), manubrium sterni, prosesus spinosus vertebra lumbal,
krista iliaka.
Anak : spina iliaka posterior superior, spina iliaka anterior superior,
tuberositas tibia (< 2 thn).5,7 Spina iliaka posterior superior merupakan

18
tempat aspirasi yang lebih disukai karena lebih aman, komplikasi minimal
dan mudah diakses.
1.2 Penentuan tanggal aspirasi sumsum tulang.
1.3 Penjelasan prosedur tindakan pada pasien dan keluarganya.
1.4 Menandatangani persetujuan tindakan (informed consent)
1.5 Pada pasien anak lebih baik diberikan anastesi general, khususnya yang
membutuhkan aspirasi sumsum tulang berulang, sehingga operator dapat
melakukan aspirasi sumsum tulang dengan baik dan trauma psikis pada
pasien anak dapat dihindari.
1.6 Pada pasien dewasa dengan ansietas, dapat diberikan sedatif (diazepam atau
dormicum).

2. Persiapan Alat dan Bahan


a. Alat :
1. Jarum punksi (Salah, Klima, disposibel)
2. Spuit 10 cc dan 3 cc
3. Object glass
4. Kapas, kain kasa steril, plester
5. Duk berlubang steril
6. Sarung tangan steril.
b. Bahan :
1. Lidokain 2 %
2. Povidone-iodine (betadin) dan alkohol 70%
3. Reagen pewarnaan :
Pewarnaan rutin : May-Grunwald Giemsa (MGG) atau Wright Giemsa
Pewarnaan khusus : Prussian Blue (Perls’ reaction)
Pewarnaan sitokimia : Myeloperoxidase (MPO), Sudan Black B (SBB),
Specific esterase, Nonspecific esterase (NSE) dan Periodic acid-Schiff
(PAS).

19
Analitik
A. Cara pengambilan aspirasi sumsum tulang :
1. Posisikan pasien sesuai tempat aspirasi sumsum tulang. Misal : tempat
aspirasi sumsum tulang pada SIPS, maka pasien berbaring dengan posisi
lateral dekubitus dan kedua lutut difleksikan. Palpasi SIPS dan tandai.
2. Operator mengenakan sarung tangan steril.
3. Daerah sekitarnya dibersihkan dengan desinfektan larutan betadin atau
alkohol 70% atau chlorhexidine gluconate 5%
4. Daerah tersebut ditutup kain penutup steril (duk) berlubang di daerah
tusukan.
5. Lakukan anestesi lokal dengan cara menyuntikan lidokain 2% sebanyak 2-3
cc di subkutan sampai periosteum tempat aspirasi. Tunggu sampai anastesi
bekerja.
6. Masukkan jarum BMA tegak lurus terhadap trabekula krista iliaka pada
bagian tengah SIPS atau 2 cm posterior dan 2 cm inferior SIAS. Ketika
jarum sudah menyentuh periosteum putar jarum searah dan berlawanan
jarum jam sampai masuk ke trabekula yang ditandai dengan tekanan yang
tiba-tiba berkurang. Kedalaman penetrasi ± 1 cm dari periosteum.
7. Mandrin (jarum bagian dalam) dikeluarkan dari jarum punksi, kemudian
dipasang spuit 10 cc pada jarum punksi bagian belakang, dan dilakukan
aspirasi . Bila berhasil memperoleh spesimen sumsum tulang maka penderita
akan merasakan rasa nyeri sesaat. Aspirasi 0,5 cc pertama digunakan untuk
sediaan apus sumsum tulang dan langsung dibuat pada saat itu juga
(bedside).
8. Lepaskan spuit dari jarum BMA dan segera buat sedian apus sumsum tulang
(lihat: cara pembuatan preparat).

20
9. Jika dibutuhkan aspirasi tambahan, gunakan spuit yang berbeda dan darah
dimasukkan kedalam tabung yang berisi antikoagulan EDTA. ICSH
merekomendasikan EDTA 1,5 ± 0,25 mg/ml darah.
10. Bila diperlukan, dapat dilanjutkan dengan biopsi.
11. Setelah jarum punksi dicabut, tutup luka dengan kain kasa steril dan tekan
selama 5 menit. Plester luka dengan kasa yang telah diberi betadin atau
antibiotik. Perban harus tetap kering dan dapat dibuka setelah 24 jam

Cara Pembuatan Preparat

Ada beberapa cara pembuatan preparat aspirasi sumsum tulang, yang


semuanya bertujuan untuk memperoleh partikel sumsum tulang. Beberapa cara
pembuatan preparat BMA yaitu :

1. Hasil aspirasi dituang pada dish glass silikon/plastik. Ambil partikel dengan
pipet Pasteur dan letakkan di object glass, kemudian buat apusan seperti pada
apusan darah tepi.
2. Metode spread/smear. Teteskan 1 tetes darah pada slide. Kelebihan darah
dialirkan dengan memiringkan slide ke salah satu sisi slide (pendek) atau di
aspirasi dengan pipet Pasteur/spuit sehingga yang tertinggal hanya partikel.
Apusan partikel dibuat dengan kaca dorong sama seperti pada apusan darah
tepi ke arah sisi slide yang lain (panjang).
3. Metode squash/crush. Teteskan 1 tetes darah yang mengandung partikel
ditengah-tengah slide. Letakkan slide ke-2 diatas slide pertama (squash).
Kedua slide kemudian dipisahkan dengan cara digeser searah sisi panjang
slide. Preparat kemudian dilabel (nama pasien dan tanggal), dikeringkan di
udara sampai benar-benar kering dan difiksasi dengan metanol selama ± 20
menit, kemudian diwarnai.

Pasca Analitik
Sistematika cara pembacaan apusan aspirasi sumsum tulang :
Makroskopis : pengamatan terhadap partikel (particulate, aparticulate)
Mikroskopis :
a. Pembesaran lemah (10x)
1. Menentukan selularitas (jumlah dan selularitas partikel)
2. Identifikasi dan jumlah megakariosit

21
3. Mendeteksi kelompok sel-sel abnormal/low incidence
b. Pembesaran sedang dan kuat (40x dan 100x oil immersion)
1. Identifikasi makrofag : gambaran hemofagositosis, infeksi bakteri atau
jamur, pigmen malaria dalam sitoplasma.
2. Identifikasi semua tahap maturasi sel-sel seri mieloid dan eritroid.
3. Menentukan M:E ratio
4. Menghitung differential count dengan menggunakan kategori eritroid,
myeloid, limfoid, sel plasma dan “lain-lain” sekaligus pengamatan ada
tidaknya morfologi abnormal
5. Mengamati area nekrosis pada sumsum tulang.
6. Penilaian kandungan besi (Perls’ stain)

Tahapan Transplantasi
- Menentukan Jenis Transplantasi

Setelah dokter memeriksa kesiapan pasien, biasanya aka nada


keputusan jenis transplantasi yang akan dilakukan. Keputusan ini
sebelum dilaksanakan, diinformasikan juga kepada pasien dan
pendonor. Jenis transplantasi sumsum tulang ada 3, yaitu:

 Autologus, yaitu transplantasi dimana sel induk sumsum tulang tetap


berasal dari pasien.
 Alogenik, yaitu transplantasi dimana sel induk sumsum tulang
diambil dari sel induk pendonor. Untuk jenis transplantasi ini, akan
diperiksa terlebih dahulu apakan sumsung tulang donor sesuai dengan
sumsum tulang pasien.
 Sel induk yang diambil dari tali pusat anak. Kasus ini jarang terjadi
dan khusus transplantasi pada bayi.

- Proses Harvesting
Proses harvesting atau panen adalah proses di mana sumsum tulang
diperoleh dari donor. Dalam proses ini pendonor akan
diberi anastesi terlebih dahulu. Kemudian jarum dimasukkan melalui kulit
donor sampai ke dalam tulang untuk mengambil sumsum tulangnya.
Proses ini umumnya membutuhkan waktu sekitar satu jam. Pada proses
22
ini, sebelumnya pasien harus kemoterapi terlebih dahulu secara intesif.
Baru kemudian pasien dibaringkan dekat dengan pendonor dan menerima
sumsum tulang melalui infus intravena yang dihubungkan ke pendonor

- Proses Engraftment

Proses engraftment adalah proses di mana sumsum tulang mulai


memproduksi sel darah baru. Hal ini tidak selalu langsung berhasil,
sehingga terkadang dokter memberikan obat yang merangsang sumsum
tulang untuk berproduksi.

- Masa Pemulihan

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, masa pemulihan


berlangsung sekitar satu tahun. Setelah masa itu barulah sumsum tulang
biasanya benar-benar dapat memproduksi sel darah. Namun demikian,
pasien tetap harus di bawah pengawasan orang yang merawatnya dan
dokter sampai beberapa tahun setelahnya.

Setelah Transplantasi Sumsum Tulang

Selama beberapa minggu pertama setelah transplantasi, pasien akan


memiliki jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit yang sangat
rendah, sehingga tubuh pasien akan sangat rentan terkena penyakit. Untuk
mengatasi hal ini, dokter akan melakukan tindakan sebagai berikut:

 Memantau kondisi pasien yang sangat rentan terhadap infeksi secara ketat.
 Memberi obat untuk mengobati atau mencegah infeksi, termasuk
antibiotik, antivirus, atau antijamur.
 Memantau jumlah sel darah secara rutin.
 Memberikan transfusi darah bila pasien membutuhkan tambahan darah.
 Memberi asupan nutrisi melalui infus, sampai pasien dapat makan melalui
mulut.
 Jika transplantasi menggunakan metode allogeneic, dokter akan
memberikan obat untuk melemahkan sistem imun tubuh untuk mengurangi
risiko tubuh menyerang sel transplantasi.

23
Setelah menjalani proses pemulihan di rumah sakit dan
kondisinya sudah cukup baik, pasien diperbolehkan pulang. Beberapa
pertimbangan yang akan diperhatikan dokter untuk memperbolehkan pasien
pulang:

 Tidak mengalami demam selama 48 jam.


 Dapat makan dan minum melalui mulut setidaknya selama 48 jam.
 Mual, muntah, dan diare dapat dikendalikan dengan obat-obatan.
 Jumlah sel darah yang awalnya turun, sudah bergerak naik dan dianggap
tidak lagi berbahaya.
 Memiliki seseorang untuk membantu pasien di rumah dan memiliki
lingkungan rumah yang mendukung

Setelah pasien meninggalkan rumah sakit, proses pemulihan tetap


berlanjut selama 3 bulan hingga 1 tahun. Pasien sebaiknya tidak terlalu banyak
melakukan kegiatan dan memperbanyak istirahat, sampai pulih sepenuhnya.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi lamanya proses pemulihan
pasien/resipien, antara lain:

 Kecocokan secara genetik antara donor dan resipien.


 Intensitas radioterapi atau kemoterapi yang diterima pasien.
 Kondisi kesehatan pasien secara umum

Tujuan transplantasi sumsum tulang antara lain untuk:

 Memperbarui sumsum tulang yang rusak atau hancur.


 Menyediakan sel induk darah baru yang dapat membantu membunuh sel
kanker secara langsung.
 Menjaga kondisi dan mengembalikan fungsi normal sumsum tulang
setelah pasien menjalani pengobatan dengan kemoterapi atau radioterapi.
 Mencegah kerusakan sumsum tulang yang lebih parah akibat penyakit
genetik.

24
Indikasi untuk transplantasi sumsum tulang
Indikasi untuk transplantasi sumsum tulang relevan untuk pasien yang
menderita hematologis, onkologis atau sejumlah penyakit bawaan. Juga, indikasi
tepat waktu penting untuk pasien dengan leukemia kronis akut, limfoma, berbagai
jenis anemia, neuroblastoma dan berbagai jenis imunodefisiensi gabungan.

Pasien yang menderita leukemia atau beberapa jenis defisiensi imun


memiliki pluripotent CS yang tidak bekerja dengan baik. Pada pasien dengan
leukemia, darah pasien mulai menghasilkan sejumlah besar sel yang belum
melewati semua tahap perkembangan. Dalam kasus anemia aplastik, darah
berhenti menumbuhkan jumlah sel yang dibutuhkan. Sel yang terdegradasi atau
tidak matang dan kurang lancar secara tidak pasti menutupi pembuluh darah dan
sumsum tulang, dan akhirnya menyebar ke organ lain.

Untuk menghentikan pertumbuhan dan membunuh sel berbahaya,


perawatan yang sangat radikal, seperti kemoterapi atau radioterapi, diperlukan.
Sayangnya, selama prosedur radikal ini, unsur seluler yang berpenyakit dan sel
sehat mati. Jadi, sel-sel mati organ hematopoietik digantikan oleh CS pluripotent
yang sehat, baik pasiennya sendiri atau donor yang kompatibel.

Indikisi untuk pendonor sumsum tulang

Donor dipilih sesuai dengan salah satu dari tiga pilihan. Pendukung yang
sesuai memiliki struktur genetik paling mendekati sel. Sel induk yang diambil dari
donor semacam itu secara signifikan akan menurunkan risiko berbagai
penyimpangan yang terkait dengan sistem kekebalan tubuh. Donor terbaik adalah
orang dengan genetika serupa, seperti saudara laki-laki kandung atau saudara
perempuan kandung. Transplantasi yang diambil dari kerabat dekat tersebut
memiliki kemungkinan 25% kemungkinan kompatibilitas genetik. Sayangnya,
dalam kebanyakan kasus, orang tua dengan anaknya tidak dapat menjadi donor
karena sering terjadi ketidakcocokan genetik.

Kontraindikasi terhadap transplantasi sumsum tulang

25
Kontraindikasi, di tempat pertama, menciptakan penyakit menular akut,
seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C, sifilis, semua jenis gangguan sistem
kekebalan tubuh, serta kehamilan. Hal ini tidak dianjurkan untuk mengganti sel
punca dengan pasien fisik dan lansia yang lemah, dan sangat dikontraindikasikan
pada pasien dengan penyakit internal yang parah. Kontraindikasi juga bisa
menciptakan terapi jangka panjang dengan penggunaan antibiotik atau obat
hormonal. Kontraindikasi terhadap sumbangan sel punca, adalah penyakit
autoimun donor atau penyakit menular. Kehadiran salah satu penyakit ini mudah
ditentukan dengan pemeriksaan komprehensif medis wajib donor. Tapi, hari ini
masih kendala yang paling serius dalam prosedur penggantian sel induk, tetap
tidak sesuai dengan donor dan pasien. Sangat sedikit kesempatan untuk
menemukan donor yang cocok dan cocok untuk transplantasi. Seringkali bahan
donor diambil baik dari pasien sendiri atau dari kerabatnya yang kompatibel
secara fisiologis.

b. Mengidentifikasi masalah etik


Ayah An D tidak menyetujui pelaksanaan tindakan transplantasi susmsum tulang
pada kedua anaknya karena orang tua An D tidak mau terjadi hal yang buruk
kepada kakak An D sebagai pendonor, karena kakak An D baru saja sembuh dari
sakit Demam dan asma . merujuk pada prinsip etik otonomi maka, keputusan
tentang pemilihan tindakan medis sepenuhnya ada pada klien , dalam hal ini orang
tua An D . Namun, disisi lain sesuai prinsip etik nomaleficience (tidak merugikan)
yang mengharuskan perawat menjaga untuk keselamatan pasien , maka terjadi
dilemma etik dalam kasus di atas , apabila tidak dilakukan tindakan sesuai
ajnjuran medis maka kondisi An D akan terus memburuk dan dapat
mengakibatkan kematian.

c. Siapa yang terlbat dalam pengambilan keputusan


- Tn A sebagai kepala keluarga
- Ny Y sebagai ibu anak D
- An D Perlu dilibatkan tentang kondisi medis dan tindakan medis yang
akan dilakukan untuk memutuskan tindakan medis selanjutnya.
- Kakak An D sebagai pendonor sumsum tulang

26
- Dokter (sebagai pembuat keputusan medis untuk pasien dan yang
mengerti bahaya atau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada
pendonor ataupun penerima
- Kepala ruang dan perawat sebagai penanggung jawab pasien dan yang
mengerti bahaya atau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada
pendonor ataupun penerima

d. Mengidentifikasi peran perawat


Sesuai kasus di atas perawat adalah sebagai fasilitator antara klien sebagai
penerima pelayanan kesehatan dan dokter sebagai pemberi layanan kesehatan agar
terjadi kesepahaman antara klien dan dokter. Bisa juga perawat dalam kasus ini
yang berhubungan dengan defisiensi pengetahuan dan kecemasan dapat
memfasilitasi klien/ keluarga untuk berkonsultasi dengan orang yang lebih
berkompeten. Sebagai konsultan dan fsilitator perawat harus mampu menjawab
semua pertanyaan klien/ keluarga tentang kondisi penyakitnya , tindakan yang
akan dilakukan dan sebagainya.

e. Mempertimbangkan berbagai alternative-alternative yang mungkin


dirasakan
Pada kasus di atas , alternative lain tidak memungkinkan , karena leukemia yang
sudah di derita An D sudah memasuki stadium lanjut, kondisi sumsum tulang An
D telah rusak dan tidak lagi mampu menghasilka sel darah merah untuk
tubuhnya , sehingga yang dapat dilakukan hanya melakukan transplantasi tulang
untuk An D karena potensi manfaat dari tranplantasi tulang sangat besar
dibandingkan dengan perawatan yang lain.
Kemoterapi merupakan salah satu alternative pengobatan yang dapat dilakukan
dalam penyembuhan leukimia yang di derita An D. Maka dalam hal ini petugas
kesehatan dapat memberikan informasi mengenai alternative pengobatan tersebut
dengan menjelaskan manfaatnya dan resiko atau efek sampingnya. Sehingga,
keluarga dapat mempertimbangkannya 2 pengobatan tersebut yang di
informasikan atau di rekomendasikan oleh tenaga kesehatan.

27
Kemoterapi

Kemoterapi merupakan salah satu jenis pengobatan yang digunakan


untuk menghancurkan sel kanker yang berbahaya bagi tubuh. Cara kerjanya
adalah dengan menghentikan atau menghambat pertumbuhan sel kanker yang
berkembang dan membelah diri dengan cepat. Tergantung kepada jenis kanker
dan sudah sampai di stadium berapa.

Adapun manfaat kemoterapi, yaitu:

 Meringankan gejala
Kemoterapi dapat memperkecil tumor yang mengakibatkan rasa
sakit.

 Mengendalikan
Kemoterapi dapat mencegah penyebaran, memperlambat
pertumbuhan, sekaligus menghancurkan sel kanker yang
berkembang ke bagian tubuh yang lain.

 Menyembuhkan
Kemoterapi dapat menghancurkan semua sel kanker hingga
sempurna dan ini mencegah kekambuhan atau berkembangnya
kanker di dalam tubuh kembali.

Hanya saja, kemoterapi juga dapat memengaruhi sel sehat yang secara
normal membelah diri dengan cepat, misalnya sel pada kulit, usus, serta
rambut. Kerusakan pada sel sehat itu yang dapat mengakibatkan efek samping.
Namun, hal ini umumnya akan segera menghilang setelah pengobatan
kemoterapi selesai.

Cara pengobatan kemoterapi yang dilakukan tergantung kepada jenis


kanker yang diderita, terdiri dari:

 Topikal. Melalui krim yang dioleskan pada kulit.

 Oral. Kemoterapi dalam bentuk pil, kapsul, atau cairan yang


diminum.

28
 Suntik. Diberikan melalui suntikan pada otot atau lapisan lemak,
misalnya di lengan, paha, atau perut.

 Intraperitoneal (IP). Kemoterapi langsung diberikan melalui


prosedur operasi atau lewat selang khusus ke dalam rongga perut di
mana terdapat usus, hati, dan lambung.

 Intraarteri (IA). Kemoterapi langsung dimasukkan ke dalam arteri


yang menyalurkan darah ke kanker.

 Intravena (IV). Kemoterapi langsung dimasukkan ke pembuluh


darah vena.

Efek Samping

Kemoterapi merupakan pengobatan kanker yang efektif. Terbukti telah


menyelamatkan jutaan jiwa. Namun, kemoterapi memiliki efek samping yang
tidak kecil. Sulit untuk memprediksi seberapa berat seseorang akan mengalami
efek samping dari kemoterapi, sebab tiap orang memiliki reaksi yang berbeda
terhadap pengobatan tersebut.

Efek samping kemoterapi muncul karena obat-obatan tersebut tidak


memiliki kemampuan membedakan sel kanker yang berkembang pesat secara
abnormal dengan sel sehat yang secara normal juga memiliki perkembangan
pesat. Misalnya sel darah, sel kulit, serta sel-sel yang ada di dalam perut akan
mengalami efek negatif akibat kemoterapi. Berikut adalah efek samping yang
bisa terjadi akibat kemoterapi:

 Rambut rontok.

 Nyeri.

 Kehilangan nafsu makan.

 Mual dan muntah.

 Sesak napas dan kelainan detak jantung akibat anemia.Kulit kering


dan terasa perih.

 Pendarahan seperti mudah memar, gusi berdarah, dan mimisan.

29
 Sering terkena infeksi.

 Sulit tidur.

 Gangguan psikologis seperti depresi, stres, dan cemas.

 Gairah seksual menurun dan gangguan kesuburan (infertiltas).

 Rasa lelah dan lemah sepanjang hari.

 Konstipasi atau diare.

 Sariawan.

Yang penting untuk diketahui, efek samping kemoterapi tersebut akan


segera hilang setelah pengobatan selesai.

Selain itu, efek kemoterapi tidak akan menimbulkan akibat yang


berbahaya bagi kesehatan. Meski pada beberapa kasus, efek samping
kemoterapi bisa lebih serius dibandingkan yang lain. Misalnya tingkat sel
darah putih yang menurun dengan cepat sehingga dapat meningkatkan risiko
infeksi.

Kelebihan dilakukan transplantasi sumsum tulang


- Sel darah merah yang rusak akan digantikan dengan sel darah merah yang
sehat
- Penderita akan merasa lebih sehat dan lebih normal
- Penderita mempunyai usia harapan hidup yang lebih besar

Kekurangan dilakukan transplantasi sumsum tulang

- Butuh proses pembedahan atau anastesi


- Komplikasi dapat terjadi pada pendonor dan penerima

Jika tidak dilakukan transplantasi sumsum tulang belakang

- Harapan hidup pasien berkurang


- Keadaan pasien akan semakin memburuk

f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternative


keputusan

30
Transplantasi sumsum tulang tidak dapat dilakukan oleh orang lain yang
memiliki kelinan genetic sehingga sulit menemukan kecocokan genetik dengan
penderita, hanya saudara yang kecocokan genetiknya paling sama dengan
penderita. Pendonor transplantasi sumsum tulang yang merupakan kakak
penderita yang baru saja sembuh dari sakit demam dan asma tidak mempengaruhi
kulaitas dan tidak mengganggu transplantasi sumsum tulang atau menularkan
penyakitnya ke penderita. Demam dan asma bukan merupakan penyakit yang
dapat di tularkan melalui transplantasi sumsum tulang. Tetapi kemungkinan
transplantasi sumsum tulang akan mempengaruhi kesehatan kakak An D sebagai
pendonor dengan mengakibatkan kelemahan atau drop dalam proses pemulihan
pasca transplantasi terlebih salah satu efek samping pendonor yaitu demam, tetapi
hal itu dapat diatasi dengan perawatan intensif dari dokter, perawat dan tenaga
kesehatan.

Hanya sejumlah kecil sumsum tulang yang diambil dari donor sehingga
tidak benar-benar menimbulkan banyak kerugian. Daerah di sekitar lokasi dimana
sumsum tulang diambil mungkin terasa kaku selama beberapa hari. Sumsum
tulang yang disumbangkan akan diganti oleh tubuh dalam beberapa hari. Namun,
waktu pemulihan akan bervariasi pada setiap individunya. Sebagian orang dapat
kembali ke rutinitas mereka sehari-hari dalam waktu seminggu, sebagian lagi
mungkin membutuhkan 3-4 minggu sebelum semuanya normal kembali.
Meskipun ada tidak ada efek samping berat bagi pendonor, komplikasi yang
dikaitkan dengan penggunaan anestesi seperti mual dan muntah mungkin perlu
pula diperhatikan.

Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu kemungkinan


infeksi dan juga kemungkinan perdarahan karena pengobatan kanker dosis tinggi.
Hal ini dapat ditanggulangi dengan pemberian antibiotik ataupun transfusi darah
untuk mencegah anemia. Mual dan muntah, kegagalan transplantasi, dan
kelebihan cairan.

Apabila tidak dilakukan transplantasi ginjal, maka pada akhirnya akan


memperburuk dan menyebabkan kematian

31
g. Pemberi keputusan
Tn A sebagai kepala keluarga adalah pengambil keputusan dalam kasus An D di
atas

h. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai dengan


falsafah umum untuk perawatan klien
Jean Watson memberi pengertian mengenai falsafah keperawatan adalah
caring. Caring adalah ilmu pengetahuan yang mencakup hal kemanusiaan,
manusia yang peduli pada manusia, peristiwa, dan pengalaman. Perilaku caring
meliputi mendengarkan dengan perhatian, penghiburan, kejujuran, kesabaran,
tanggung jawab, menyediakan informasi sehingga pasien dan keluarga dapat
membuat sebuah keputusan.
Sesuai dengan penjelasan di atas, perawat berusaha agar pasien dan keluarga
dapat mengambil keputusan dengan tepat, melalui tukar pendapat yang baik dan
tidak bersifat memaksa. Hal ini perawat lebih bersikap seperti member masukan
dan pengertian yang sesuai dengan ilmu keperawatan. memfasilitasi pasien dan
keluarga untuk bertukar pikiran dengan tenaga ahli lainnya sehingga keputusan
yang diambil bisa tepat.

i. Analisa status hingga hasil actual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan
berikutnya.
Tn. A tidak yakin dengan proses pendonoran karena kakak klien baru saja sembuh
dari sakit demamnya.
Syarat donor sumsum tulang belakang
Syarat donor sumsum tulang belakang dilansir dari Be The Match:

a. Mencari donor sumsum tulang belakang yang cocok tidak semudah mendapat
donor darah. Tidak sembarangan orang yang bisa menjadi
pendonor. Biasanya, orang yang memiliki kecocokan sumsum tulang
belakang adalah anggota keluarga pasien sendiri. Para ahli menyatakan
bahwa kecocokan sumsum tulang akan lebih besar antara saudara kandung,
ketimbang antara orangtua dan anak. Perbandingan kesuksesannya adalah

32
25% antara saudara kandung dan kecocokan sumsum tulang antara orangtua
dan anaknya hanya sekitar 0,5% persen saja.
b. Berusia antara 18-44 tahun — Anda yang berusia lebih tua boleh saja
mendonor, tapi ada risiko komplikasi yang lebih tinggi.
c. Memiliki angka BMI maksimal 40 — pendonor yang sangat kekurangan
berat badan perlu dievaluasi lebih lanjut
d. Tidak memiliki penyakit autoimun, seperti lupus eritematosus sistemik,
PCOS, fibromyalgia, rematik, psoriasis parah
e. Tidak memiliki penyakit atau kelainan darah, seperti hemofilia, DVT (aktif
dan/atau riwayat), anemia aplastik, gangguan pembekuan darah seperti
penyakit Von Willebrand, atau sedang mengonsumsi obat pengencer darah
f. Tidak mengidap HIV/AIDS, sirosis, hepatitis B atau C kronis
g. Tidak memiliki penyakit jantung, termasuk riwayat stroke, stroke TIA,
perdarahan intrakranial, serangan jantung, angioplasty, operasi bypass,
operasi mengganti katup jantung, penggunaan alat pacu, atau cedera dan
operasi otak — bahkan jika sedang dalam masa pemulihan
h. Tidak memiliki penyakit ginjal kronis, seperti ginjal polikistik atau
glomerulonefritis kronis. Jika ginjal Anda diangkat karena penyakit, Anda
tidak bisa mendonor. Namun jika Anda punya batu ginjal, Anda masih boleh
mendonor
i. Tidak memiliki riwayat kekambuhan epilepsi lebih dari satu kali dalam satu
tahun. Epilepsi yang dikontrol dengan obat-obatan masih boleh mendonor
j. Tidak memiliki kanker, termasuk kanker kulit melanoma. Namun kanker
payudara, kandung kemih, dan serviks yang sudah sembuh mungkin
dibolehkan
k. Tidak boleh mendonor jika pernah mendonor salah satu atau lebih dari organ
ini: jantung, paru, ginjal, sel induk darah. Selain dari ini mungkin dibolehkan,
tergantung alasannya
l. Tidak sedang hamil
m. Tidak mengidap tuberkulosis aktif dalam dua tahun belakang
n. Tidak memiliki masalah nyeri kronis pada tulang, punggung, pinggul, atau
tulang belakang yang menghambat aktivitas atau yang perlu obat resep/terapi
fisik rutin

33
Efek samping dan pemulihan bagi pendonor sumsum tulang belakang

Mendonorkan Sumsum tulang tidak akan mempengaruhi kesehatan tubuh.


Transplantasi sumsum tulang membutuhkan sumsum tulang merah dalam
tubuh—sel induk hematopoetik. Sel-sel induk hematopoietik orang dewasa
sebanyak 3kg, seorang pendonor hanya perlu mendonorkan sel induk
hematopoietik kurang dari 10g dan hal tersebut sudah dapat menyelamatkan
nyawa seorang penderita leukemia, karena itu tidak akan mempengaruhi
kesehatan pendonor. Pada pihak pendonor sumsum tulang tidak banyak terjadi
efek samping. Apabila ada biasanya hanya efek sedikit yang tidak merugikan.
Efek yang mungkin dirasakan pendonor adalah kaku di daerah yang diambil
sumsum tulangnya dan mual dan muntah yang merupakan efek terhadap
anastesi. Kemampuan regenerasi sumsum tulang sangat baik, bagi pendonor
yang sehat, dalam waktu 10 hari sel-sel induk hematopoietik yang didonorkan
dapat terbentuk kembali. Pendonor tidak akan merasa tidak nyaman, ini sangat
aman bagi pendonor. Umumnya hanya membutuhkan setengah hari bagi
pendonor untuk mendonorkan sel indul hematopoietic, tidak perlu waktu istirahat
dan penyembuhan yang ekstra.

34
NASKAH ROLEPLAY PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PEMAIN

Pasien (Anak Hanin) : Nabila Hanin Lubnatsary

Ibu pasien (Ibu Uta) : Dwi Utari Wahyuning Putri

Budhe pasien (Budhe Ragil) : Ragil Titi Hatmanti

Kakak pasien (Anak Indah) : Indah Latifa

Perawat (Ners Ayu) : Ayu Sa’adatul Karimah

Dokter (Dokter Nafi) : Nafidatun Naafi’a

Ustadzah (Ustadzah Listya) : Listya Ernissa Mardha

Narator : Annisa Fiqih Ilmafiani

SCENE 1

Setting : Ruang Dokter

Cast : Dokter Nafi, Ners Ayu, Ibu Uta, Budhe Ragil

Anak Hanin adalah anak perempuan berusia 10 tahun yang dilarikan ke UGD di Rumah
Sakit Sejahtera, karena penyakitnya kambuh. Setahun lalu, ia terdiagnosa Leukemia dengan
gejala sering mimisan, tidak mau makan dan lemas, bahkan kulitnya menjadi merah-merah
tanpa sebab. Setelah dilakukan pemeriksaan lab, anak ini rupanya telah mengidap Leukemia
stadium lanjut, dan harus dirawat inap.

(Ibu Uta dan Budhe Ragil, memasuki ruang dokter)

Ners Ayu : “Silahkan duduk, Ibu.” (mempersilahkan Ibu Uta dan Budhe Ragil untuk
duduk di hadapan meja Dokter)

35
Dokter Nafi : “Begini Bu, saya sebagai Dokter yang menangani Anak Hanin, ingin
menyampaikan sesuatu mengenai kondisinya. Sesuai dengan hasil lab dan
pemeriksaan lainnya, Leukemia anak Ibu sudah memasuki stadium lanjut.”

Ibu Uta : “Stadium lanjut, Dok?”

Dokter Nafi : “Iya, Bu.”

Budhe Ragil : “Apakah masih bisa disembuhkan, Dok?”

Dokter Nafi : “Kemungkinan bisa, Bu. Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan
transplantasi sumsum tulang belakang.”

Ibu Uta : “Maksudnya bagaimana, Dok?”

Dokter Nafi : “Kami akan mengambil sumsum tulang belakang dari keluarga pasien yang
berusia 18-44 tahun.”

Ibu Uta : (panik) “Saya saja, Dok. Ambil saja sumsum tulang belakang saya.”

Dokter Nafi : “Kalau boleh tahu, usia Ibu berapa?”

Ibu Uta : “44 tahun, Dok.”

Ners Ayu : (menyahut) “Maaf, Bu, dengan usia 44 tahun, kemungkinannya kecil untuk
bisa mendonorkan sumsum tulang belakang.”

Ibu Uta : “Kenapa?”

Ners Ayu : “Karena akan menimbulkan efek samping lebih besar, atau mungkin Anak
Hanin ini memiliki saudara?”

Budhe Ragil : “Ada dok, kakak perempuannya.”

Dokter : “Kakak perempuannya usia berapa, ya?”

Budhe Ragil : “18 tahun, Dok.”

Dokter Nafi : “Kalau begitu kakak perempuannya memiliki peluang untuk mendonorkan
sumsum tulang belakangnya.”

36
Ibu Uta : (menyahut, menolak) “Jangan Dok. Kakaknya baru saja sembuh dari demam.
Jadi saya tidak mau kalau dia yang mendonorkan.”

Ners Ayu : (menenangkan) “Bu, begini... sakit demamnya tidak berpengaruh pada proses
pendonoran. Tapi semua keputusan akan kembali pada Ibu.”

Dokter Nafi : “Karena transplantasi sumsum tulang belakang adalah tindakan yang paling
efektif untuk penanganan leukemia stadium lanjut, Bu.”

Ibu Uta : (berpikir sejenak, sedikit emosi) “Tidak! Kalau bisa saya saja!”

Ners Ayu : “Maaf, ibu, tidak bisa.”

Ibu Uta : (tetap bersikukuh) “Kenapa tidak bisa?! Saya akan menerima semua
risikonya!”

Ners Ayu : “Bu, seperti yang saya katakan sebelumnya, risikonya akan lebih tinggi. Ibu
mungkin bisa mendonorkan, tapi ibu harus melakukan tes kecocokan sumsum
tulang belakang terlebih dahulu.”

Ibu Uta : (marah) “Saya kan ibunya, jadi sudah pasti cocok!”

Dokter Nafi : (menyahut) “Tidak semua orangtua cocok dengan sumsum tulang belakang
anaknya, bahkan kecocokan tersebut lebih tinggi dengan saudara kandungnya,
Bu.”

Budhe Ragil : (menenangkan Ibu Uta) “Sudah, sudah. Begini, Dok, Sus... biar kami pikirkan
dulu.”

Ners Ayu : (mengangguk, tersenyum)

Dokter Nafi : “Baik, Bu. Apabila ada yang ingin ditanyakan, lebih jelasnya hubungi Ners
A.” (tersenyum)

Budhe Ragil : (bangkit dari duduknya bersamaan dengan Ibu Uta) “Iya Dok, terimakasih.
Kami permisi dulu.” (berjalan keluar ruangan)

37
SCENE 2

Setting : Kamar Rawat Inap Anak Hanin

Cast :

Pasien Hanin terbaring lemas ditemani kakak perempuannya. Kemudian, Ibu Uta dan
Budhe Ragil memasuki ruangan dalam diam.

Kakak Indah :“Bagaimana, Bu?”

Ibu Uta : "kita duduk dulu aja yuk sini"

Anak hanin : "ibu aku sakit apa bu?"

Ibu Uta : "adek harus istirahat kata dokter"

Anak Hanin: "Habis istirahat nanti boleh main lagi ya?"

Ibu Uta : "Iya sayang nanti main lagi"

Kakak Indah: "Ayo bu duduk dulu. (Mereka duduk bertiga). Jadi bagaimana bu?"

Ibu Uta : “Leukemia adikmu sudah ada pada stadium lanjut.”

Kakak Indah: (diam sejenak) “Begitu ya, Bu. (sedih) Lalu apakah masih bisa sembuh?”

Budhe Ragil : “Bisa. Dokter bilang caranya dengan transplantasi sumsum tulang belakang.”

Kakak Indah : “Bagaimana kita mendapatkan donor sumsum tulang belakang?”

Budhe Ragil : “Dari keluarga, Nak.”

Kakak Indah : “Lalu, siapa yang akan mendonorkannya?”

Ibu Uta : “Ibu, Nak.”

Budhe Ragil : (menghela napas) “Iya, Ibumu bisa mendonorkannya, tapi risikonya tinggi.
Dan kata Dokter kalau bisa saudaranya yang berusia 18 tahun ke atas.”

Kakak Indah : “Oh, iya, saya saja. Saya kan berusia 18 tahun.”

Ibu Uta : “Tidak!”

38
Kakak Indah : “Tidak apa-apa, Bu. Saya siap.”

Ibu Uta : “Jangan! Kamu kan baru saja sembuh dari demam, nanti makin sakit.”

Budhe Ragil : “Hmm, tidak perlu diputuskan secara tergesa-gesa, Nak. Mari kita pikirkan
pelan-pelan.”

Anak Hanin : "Ibu ada apa sama adik bu? Adek tidak apa-apa kan?"

Kakak Indah : (tersenyum, mengelus pundak Hanin) “Tidak apa-apa, Dik.”

SCENE 3

Setting : Ruang Edukasi

Cast : Ibu Uta, Budhe Ragil, Ners Ayu

Ibu Uta dan Budhe Ragil akhirnya menemui Ners Ayu. Ners Ayu sendiri meminta Ibu
Uta dan Budhe Ragil untuk mengikuti Ners Ayu ke ruang Edukasi. Di ruang Edukasi
tersebut, Ners Ayu memfasilitasi Ibu Uta dan Budhe Ragil dengan cara memberikan mereka
pengetahuan mengenai Transplantasi Sumsum Tulang.

Ners Ayu : “Mari, Ibu, silakan duduk.”

Ibu Uta : “Iya, Sus. Terima kasih.”

Ners Ayu : “Begini, Ibu Uta. Mungkin Ibu Uta masih ragu untuk menyetujui saran dari
dokter mengenai tindakan untuk penyembuhan Anak Hanin, yaitu
Transplantasi Sumsum Tulang. Oleh karena itu, saya disini ingin
memberitahukan hal-hal yang berhubungan dengan Transplantasi Sumsum
Tulang itu sendiri sebagai bahan pertimbangan Ibu dan keluarga.”

Ibu Uta : “Iya, Sus. Bisa jelaskan lebih lanjut kepada saya?”

Ners Ayu : “Jadi, seperti ini, Bu. Singkatnya, Transplantasi Sumsum Tulang ini akan
dilakukan dengan cara mengambil sedikit saja sumsum tulang dari pendonor,
dan nantinya akan diberikan kepada penerima lewat infus sumsum tulang yang

39
dihubungkan dengan pendonor. Hal ini dilakukan kepada pasien Leukimia
agar pasien Leukimia dapat memproduksi sel darah kembali menggantikan
sumsum tulang yang rusak; menyediakan sel induk darah yang baru untuk
membunuh sel kanker; menjaga kondisi dan mengembalikan fungsi normal
dari sumsum tulang; dan untuk mencegah kerusakan sumsum tulang lebih
lanjut. Sampai disini apakah ada yang kurang jelas?”

Ibu Uta : “Lumayan jelas, Sus. Apakah itu saja yang ingin Suster jelaskan?”

Budhe Ragil : “Iya, Sus. Untuk efek sampingnya sendiri bagaimana?”

Ners Ayu : “Hanya sejumlah kecil sumsum tulang yang diambil dari donor sehingga tidak
benar-benar menimbulkan banyak kerugian. Daerah di sekitar lokasi dimana
sumsum tulang diambil mungkin terasa kaku selama beberapa hari. Sumsum
tulang yang disumbangkan akan diganti oleh tubuh dalam beberapa hari.
Namun, waktu pemulihan akan bervariasi pada setiap individunya. Sebagian
orang dapat kembali ke rutinitas mereka sehari-hari dalam waktu seminggu,
sebagian lagi mungkin membutuhkan 3-4 minggu sebelum semuanya normal
kembali. Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu
kemungkinan infeksi dan juga kemungkinan perdarahan karena pengobatan
kanker dosis tinggi. Hal ini dapat ditanggulangi dengan pemberian antibiotik
ataupun transfusi darah untuk mencegah anemia. Mual dan muntah, kegagalan
transplantasi, dan kelebihan cairan. Kami akan melakukan pencegahan agar
tidak timbul komplikasi, baik bagi pendonor ataupun penerima.”

Ibu Uta : “Kan kata Dokter tadi saya tidak diperbolehkan untuk mendonorkan sumsum
tulang saya karena usia saya sudah 44 tahun, Sus. Apa hanya karena itu saja
saya tidak diperbolehkan sebagai pendonor?”

Ners Ayu : “Jadi, untuk Transplantasi Sumsum Tulang ini sendiri ada beberapa indikasi
dan kontraindikasinya, Bu. Indikasi untuk transplantasi sumsum tulang relevan
untuk pasien yang menderita hematologis, onkologis atau sejumlah penyakit
bawaan. Juga, indikasi tepat waktu penting untuk pasien dengan leukemia
kronis akut, limfoma, berbagai jenis anemia, neuroblastoma dan berbagai jenis
imunodefisiensi gabungan. Sedangkan, kontraindikasi tindakan ini sendiri
adalah untuk pasien dengan HIV, hepatitis B dan hepatitis C, sifilis, semua

40
jenis gangguan sistem kekebalan tubuh, serta kehamilan. Seringkali bahan
donor diambil baik dari pasien sendiri atau dari kerabatnya yang kompatibel
secara fisiologis. Menurut penelitian, sumsum tulang dari saudara kandung
pasien lebih kompatibel dibandingkan dengan sumsum tulang orang tua. Oleh
karena itu, Dokter menyarankan pendonor sebaiknya adalah kakak kandung
pasien.”

Ibu Uta : “Kan, anak pertama saya baru saja sembuh dari demam, dia juga punya
riwayat penyakit asma, apa mendonorkan sumsum tulangnya tidak akan
memperburuk keadaannya nanti?”

Ners Ayu : “Demam dan asma bukanlah hal yang dapat menghalangi pendonor untuk
mendonorkan sumsum tulangnya. Syarat-syarat sebagai pendonor sumsum
tulang sendiri adalah sebagai berikut: berusia minimal 18 tahun dan maksimal
44 tahun; angka BMI maksimal 40; tidak memiliki penyakit autoimun,
kelainan darah, penyakit jantung, gagal ginjal kronis, riwayat epilepsy dan
kanker, riwayat TB selama 2 tahun terakhir, dan riwayat nyeri kronis pada
tulang; serta tidak sedang hamil.”

Budhe Ragil : “Setelah dilakukan donor sendiri, lalu bagaimana, Sus?”

Ners Ayu : “Untuk mencegah terjadinya komplikasi atau hal-hal yang tidak diinginkan,
maka kami akan senantiasa memantau kondisi pendonor maupun penerima.”

Ibu Uta : “Apakah tidak ada cara lain untuk menyembuhkan anak saya, Sus, selain cara
ini?”

Ners Ayu : “Ada, Bu. Yaitu dengan kemoterapi.”

Budhe Ragil : “Lalu, kenapa tidak dengan kemoterapi itu saja, Sus?”

Ners Ayu : “Untuk menghentikan pertumbuhan dan membunuh sel berbahaya, perawatan
yang sangat radikal, seperti kemoterapi atau radioterapi, diperlukan.
Sayangnya, selama prosedur radikal ini, unsur seluler yang berpenyakit dan sel
sehat mati. Jadi, sel-sel mati organ hematopoietik digantikan oleh CS
pluripotent yang sehat, baik pasiennya sendiri atau donor yang kompatibel.
Pada kasus ini, alternative lain tidak memungkinkan, karena leukemia yang
sudah diderita Anak Hanin sudah memasuki stadium lanjut, kondisi sumsum

41
tulang Anak Hanin telah rusak dan tidak lagi mampu menghasilkan sel darah
merah untuk tubuhnya, sehingga yang dapat dilakukan hanya melakukan
transplantasi tulang untuk Anak Hanin karena potensi manfaat dari tranplantasi
tulang sangat besar dibandingkan dengan perawatan yang lain.”

Ibu Uta : “Baik, Sus. Setelah diberi edukasi seperti ini, sedikit demi sedikit saya sudah
mengerti. Namun, saya masih memerlukan waktu untuk berpikir dan
berdiskusi dengan anak saya serta keluarga yang lainnya. Jadi, saya belum bisa
memutuskan sekarang.”

Ners Ayu : “Baik, Ibu. Silakan Ibu berdiskusi dengan keluarga terlebih dahulu. Semoga
penjelasan dari saya tadi akan sangat membantu Ibu dan keluarga dalam
mengambil keputusan.”

Budhe Ragil : “Kalau begitu, kami permisi dulu, Sus. Terima kasih banyak.”

Ners Ayu : “Iya, Bu. Sama-sama.”

(Ibu Uta dan Budhe Ragil meninggalkan ruang edukasi dan kembali ke kamar rawat Anak
Hanin)

SCENE 4

Setting : Kamar Rawat Anak Hanin

Cast : Ibu Uta, Budhe Ragil, Indah

Didalam ruang rawat inap Anak Hanin, Ibu Uta dan Budhe Ragil kembali berdiskusi
perlahan agar tidak terdengar oleh Anak Hanin. Indah yang merasa akan dilibatkan dalam
tindakan Transplantasi Sumsum Tulang pun akhirnya menghampiri ibu dan budhenya untuk
membahas masalah ini.

Indah : (berjalan menghampiri Ibu Uta dan Budhe Ragil) “Ibu dan Budhe sedang
membicarakan apa?”

42
Budhe Ragil : “Kami sedang berdiskusi tentang tindakan yang akan dilakukan Dokter dan
perawat yang tadi, Indah.”

Indah : “Lalu bagaimana keputusannya?”

Ibu Uta : “Ibu masih bingung untuk mengambil keputusan.”

Indah : “Kenapa masih bingung, Bu? Toh, ini untuk kebaikan Adik juga.”

Ibu Uta : “Ibu khawatir sama kamu, Nak. Lagipula, ibu juga tidak tahu apakah tindakan
ini dibenarkan di agama kita.”

Budhe Ragil : “Begini saja. Bagaimana kalau kita minta pertimbangan juga ke Ustadzah di
kampung kita? Nanti akan aku bawa dia kesini untuk menjelaskan apakah
tindakan ini diperbolehkan atau tidak di agama kita. Sehingga, kita juga tidak
akan ragu dalam mengambil keputusan. Bagaimana?”

Indah : “Boleh, Budhe. Jadi, nanti kita akan semakin yakin dengan keputusan yang
kita ambil.”

Ibu Uta : “Baiklah kalau begitu. Besok, ajak Ustadzah untuk datang kesini dan kita bisa
pertemukan dengan Suster Ayu untuk berdiskusi bersama lagi.”

Budhe Ragil : “Baiklah.”

SCENE 5

Setting : Kamar Rawat Anak Hanin; Nurse Station

Cast : Budhe Ragil, Ibu Uta, Ustadzah Listya, Ners Ayu, Anak Hanin

Keesokan harinya Budhe Ragil menjemput Ustadzah Listya untuk melakukan diskusi
lagi mengenai pengambilan keputusan untuk Adik Hanin. Ustadzah Listya diminta untuk
datang ke Rumah Sakit agar dapat berdiskusi dengan Ibu Uta.

Budhe Ragil, Ustadzah: “Assalamualaikum…”

Ibu Uta : “Wa’alaikumsalam. Mari, Ustadzah, silakan masuk.”

43
Ustadzah : “Iya, Bu, terimakasih. Bagaimana keadaan Dik Hanin?”

Hanin : “Masih sakit semua, Ustadzah.”

Ustadzah : “Tidak apa-apa, Dik. Itu artinya Allah sayang sama Dik Hanin. Adik Hanin
disuruh istirahat dulu sama Allah, nanti baru boleh main lagi sama teman-
temannya, ya? Berdoa terus, ya, Sayang…”

Hanin : “Iya, Ustadzah.”

Ibu Uta : “Mari, Ustadzah, kita mengobrol di luar saja.”

Ustadzah : “Mari, Bu.”

Ibu Uta : “Nak, Ibu masih mau ngobrol sama Ustadzah dulu, ya… Adik sama kakak
dulu, ya, Sayang.”

Hanin : “Jangan lama-lama, ya, Ma…”

Ibu Uta : “Iya, Sayang…”


Ibu Uta, Ustadzah Listya dan Budhe Ragil, keluar kamar rawat inap. Tak lupa Ibu Uta
memanggil Ners Ayu untuk melakukan diskusi bersama.

Ners Ayu : “Assalamu’alaikum… Wah, sudah pada kumpul ya.”

Budhe Ragil : “Iya, Sus. Ini Sus, perkenalkan Ustadzah Listya. Jadi, kami mendatangkan
Ustadzah Listya disini untuk memastikan bahwa tindakan nanti yang kita
ambil, benar atau salah di pandangan agama. Jadi, mungkin Suster bisa
menjelaskan sekilas tindakan apa yang dilakukan kepada Hanin.”

Ners Ayu : “Baik, Ustadzah. Perkenalkan, nama saya Ayu. Disini saya sebagai perawat
yang bertanggung jawab terhadap pasien Anak Hanin. Jadi, anak Hanin
terdiagnosa mengalami Leukemia Stadium Lanjut. Pada saat ini tindakan yang
sangat efektif dilakukan untuk menyelamatkan nyawa Anak Hanin hanyalah
Transplantasi Sumsum Tulang yang dapat dilakukan oleh kakak dari Anak
Hanin sendiri. Tindakan Transplantasi Sumsum Tulang ini merupakan
tindakan yang sangat efektif dan terbukti manfaatnya yang besar bagi
kesejahteraan hidup pasien penderita Leukemia. Nah, yang dikhawatirkan
keluarga adalah pendonor yang merupakan kakak dari Anak Hanin yang baru

44
saja sembuh dari penyakit demam dan asma. Namun, saya disini sudah
menjelaskan bahwa demam dan asma bukanlah kontraindikasi pendonor
sumsum tulang. Jadi efek samping bagi pendonor tidak begitu besar. Mungkin
saja pendonor hanya akan mengalami efek samping dari anastesi dari prosedur
Transplantasi Sumsum Tulang dan insyaAllah tidak akan membuat kambuh
penyakit sebelumnya.”

Ustadzah : “Oh, begitu rupanya. Kalau begitu mungkin Suster dapat menjelaskan
prosedurnya seperti apa?”

Ners Ayu : “Jadi prosedurnya nanti seperti ini. Pertama-tama, kami akan mengambil
sampel sumsum tulang dari pendonor. Dalam proses ini, jarum dimasukkan
melalui kulit pendonor hingga ke dalam tulang untuk mengambil sumsum
tulangnya. Seluruh proses memakan waktu sekitar satu jam dan donor
biasanya diberikan anestesi. Setelah itu pasien diberikan infus sumsum tulang
belakang dari pendonor melalui jalur intravena, dimana sel-sel induk baru
menemukan jalan mereka ke sumsum tulang belakang dan kembali
memproduksi sel darah.”

Ustadzah : “Apakah prosedur ini dapat merugikan salah satu pihak atau bahkan
keduanya?”

Ners Ayu : “InsyaAllah tidak, Ustadzah. Pendonor setelah melakukan pendonoran


sumsum tulang akan mendapatkan perawatan yang intensif. Begitupun dengan
pasien. Pasien juga akan mengalami efek samping, tapi nanti kami akan selalu
memantau efek samping yang mungkin akan terjadi.”

Ustadzah : “Jadi begini, pada kasus ini pendonor dikatakan sebagai donor dalam keadaan
sehat. Yang dimaksud disini adalah donor sumsum tulang bagi siapa saja yang
memerlukan pada saat si donor masih hidup. Seperti langsung ke kasus, bahwa
kakak dari Nak Hanin, sebagai calon pendonor masih hidup dan sehat serta
siap melakukan tindakan tersebut. Donor semacam ini hukumnya boleh.
Karena Allah SWT memperbolehkan memberikan pengampunan terhadap
qisash maupun diyat.

“Allah SWT berfirman:

45
“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af
dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan
dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (TQS al-Baqarah [2]:
178)

“Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat, yaitu donor tersebut tidak
mengakibatkan kematian si pendonor ataupun merugikan yang mengakibatkan
cacat pada pendonor. Karena disini manusia tidak boleh membunuh dirinya,
menyakitinya atau membiarkan orang lain membunuh dirinya dan
menyakitinya; meski dengan kerelaannya.

“Allah Swt berfirman:

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu. (TQS an-Nisa [4]: 29).”

Budhe Ragil : “Jadi, apakah tidak apa-apa, Ustadzah, kalau transplantasi ini dilakukan?”

Ustadzah : “Tidak apa-apa menurut agama, karena tindakan donor ini tidak
mengakibatkan kematian dan kecacatan, dan malah menyelamatkan hidup
seseorang.”

Ners Ayu : “Alhamdulillah… Mungkin dari penjelasan Ustadzah Listya dapat menambah
pertimbangan dan keputusan dari keluarga, ya? Saya berharap keluarga dapat
menyetujuinya.”

Ibu Uta : “Baik, Sus. Kalau begitu, biar nanti saya pertimbangkan lagi. Keputusannya
nanti saya sampaikan ke Suster setelah Dzuhur. Bagaimana, Sus? Apakah
terlalu lama?”

Ners Ayu : “Tidak apa-apa, Ibu Uta. Saya mengerti. Kalau begitu, saya tunggu di nurse
station nanti setelah Dzuhur, ya, Bu.”

Ibu Uta : “Iya, Sus.”

Ners Ayu : “Kalau begitu, saya permisi dulu, ya, Ibu, Ustadzah. Semoga diskusi hari ini
bermafaat dan memberikan keputusan yang terbaik, ya, Bu.”

46
Ustadzah : “Aamiin… Saya doakan semoga selalu di berikan kelancaran. Saya permisi
dulu, ya. Karena saya harus mengisi kajian rutin.”

Budhe : “Baik, Ustadzah. Apa perlu saya antar?”

Ustadzah : “Tidak usah repot-repot, Bu Ragil, saya sudah di jemput sama anak saya. Saya
permisi dulu, ya. Nanti salam ke Adik Hanin dan Nak Indah, nggih…
Assalamu’alaikum…”

Budhe dan Ibu: “Wa’alaikumsalam, Ustadzah. Terimakasih banyak, Ustadzah. Hati-hati


dijalan.”

SCENE 6

Setting : Nurse Station

Cast : Ibu Uta, Budhe Ragil, Ners Ayu, Dokter Nafi

Setelah melakukan banyak pertimbangan dan diskusi untuk pengambilan keputusan


tindakan Transplantasi Sumsum Tulang. Keluarga dari Anak Hanin akhirnya menemui Ners
Ayu dan Dokter Nafi di nurse station untuk menyampaikan keputusannya.

Ners Ayu : “Mari, Bu. Silakan duduk.”

Dokter Nafi : “Silakan, Bu, silakan. Jadi, bagaimana Bu keputusan keluarga?”

Ibu Uta : “Bismillah, ya, Dok, Sus. Kami sekeluarga menyetujui untuk dilakukannya
Transplantasi Sumsum Tulang pada anak saya Hanin dengan pendonor anak
pertama saya, Indah. Tapi, Dok, Sus, ini benar-benar tidak menyakiti kedua
anak saya, kan?”

Dokter Nafi : “Tidak, Bu. InsyaAllah kami akan melakukan yang terbaik untuk kedua anak
Ibu. Nanti setelah dilakukan tindakan, kami juga akan memamtau risiko dan
efek samping yang kemungkinan terjadi kepada kedua anak Ibu.”

Budhe : “Apakah setelah dilakukan Transplantasi Sumsum Tulang, Indah juga akan
dirawat seperti Hanin, Dok, Sus?”

47
Dokter Nafi : “Iya, Bu. Nanti Nak Indah juga akan dilakukan perawatan disini untuk
memantau efek samping yang kemungkinan terjadi. Tapi perawatan ini tidak
akan berlangsung lama, karena hanya untuk melakukan perbaikan produksi
sumsum tulangnya, Bu.”

Ibu Uta : “Dok, saya tanya sekali lagi, Dok. Anak pertama saya tidak akan kambuh lagi
dan sakit lagi, kan, Dok?”

Dokter Nafi : “InsyaAllah kami akan melakukan yang terbaik, Bu. Mungkin efek samping
tetap ada, tapi kami akan berusaha untuk meminimalkan efek samping
tersebut, Bu. Dan efek samping untuk pendonor tidak begitu besar sehingga
tidak akan merugikan pendonor.”

Budhe Ragil : “Kalau sama Hanin gimana, Dok? Apakah Hanin nanti bisa sembuh kembali?”

Dokter Nafi : “Kami akan lakukan yang terbaik, Bu. Manfaat Transplantasi Sumsum Tulang
ini sangat besar untuk kesejahteraan hidup Anak Hanin. Apakah Ibu sudah
berdiskusi dengan Ners Ayu dan dijelaskan mengenai semua Tindakan
Transplantasi Tulang?”

Ibu Uta dan Budhe Ragil: “Sudah, Dok.”

Dokter Nafi : “Mungkin ada yang ingin didiskusikan lagi, Bu?”

Ibu Uta : “Sudah, Dok. Saya menyetujui tindakan tersebut.”

Dokter Nafi : “Baik kalau begitu.” (menghadap Ners Ayu) “Tolong berikan informed
consent untuk Ibu Uta, Ners.”

Ners Ayu : (mengambil informed consent) “Ibu Uta, ini adalah lembar informed consent.
Sebelumnya saya akan menjelaskan informed consent itu apa. Jadi, informed
consent adalah suatu proses penyampaian informasi secara relevan dan
eksplisit kepada pasien/subjek penelitian untuk memperoleh persetujuan medis
sebelum dilakukan suatu tindakan medis/pengobatan/partisipasi dalam
penelitian. Nah, kemaren saya sudah menyampaikan beberapa informasi
mengenai tindakan yang akan dilakukan, yaitu Tranplantasi Sumsum Tulang.
Sekarang, Ibu sebagai penanggung jawab dan pengambil keputusan dari Anak
Hanin, yang masih berumur 10 tahun, yang masih tidak bisa memberikan

48
keputusannya sendiri, karena persetujuan tindakan hanya dapat dilakukan oleh
seseorang yang berumur diatas 18 tahun. Disini, Ibu Uta sebagai Ibu kandung
dari Anak Hanin, saya tanyakan lagi, apakah Ibu bersedia jika Anak Hanin
dilakukan tindakan Transplantasi Sumsum Tulang?”

Ibu Uta : “Bismillah, saya setuju, Sus.”

Ners Ayu : “Baik, Bu. Silakan mengisi lembar persetujuan tindakan ini.” (menjelaskan isi
dan cara mengisinya)

Ibu Uta : “Baik, Sus, Dok. Ini sudah saya isi.”

Dokter Nafi : “Baik, terimakasih ya, Bu. Nanti tindakan Transplantasi Sumsum Tulangnya
insyaAllah akan dijadwalkan besok pagi pukul 08.00, ya, Bu. Untuk persiapan
Transplantasi Sumsum Tulangnya, seperti puasa dan lain-lainnya, nanti akan
dijelaskan oleh Ners Ayu.”

Ibu Uta : “Baik, Dok. Terimkasih banyak. Tolong lakukan yang terbaik untuk anak
saya.”

Dokter Nafi : “Pasti, Bu. Kami akan melakukan yang terbaik untuk kedua anak Ibu.”

Budhe Ragil : “Saya harap semuanya berjalan lancer, ya, Dok, Sus.”

Dokter Nafi : “Aamiin, Bu.”

Ners Ayu : “Aamiin, Bu.”

Akhirnya setelah pertimbangan dan perdebatan yang sangat panjang yang dilakukan
oleh keluarga Anak Hanin, keluarga dari Anak Hanin menyetujui tindakan Transplantasi
Sumsum Tulang.

49
BAB VI

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Leukemia atau kanker
darah adalah sekelompok penyakit neoplastik yang beragam, ditandai oleh
perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk
darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid.Sel-sel normal di dalam sumsum tulang
digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum
dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atai darah tepi. Sel leukemia
mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan
imunitas tubuh penderita.
4.2 Saran
 Saran Bagi Mahasiswa Keperawatan
Seluruh mahasiswa keperawatan agar meningkatkan pemahamannya
terhadap penyakit leukemia sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan
layanan keperawatan.
 Saran Bagi Perawat
Diharapkan agar perawat bisa menindaklanjuti penyakit tersebut melalui
kegiatan riset sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing
Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam seluruh tatanan layanan
kesehatan
 Saran Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan hendaknya menyediakan buku – buku yang ada
kaitannya dengan penyakit leukemia, sehingga menambah refrensi bagi
mahasiswa keperawatan.

50
DAFTAR PUSTAKA

Imam B. (2011). Teknik Tindakan dan Pembacaan Bone Marrow Punction. Continuing
Professional Development on Clinical Pathology and Laboratory Management
Joglosemar 3; May 19; Yogyakarta.
Malempati S, Joshi S, Lai S, Braner D, Tegtmeyer K.(2009). Bone Marrow Aspiration and
Biopsy. Video in Clinical Medicine. N Engl J Med. Oct 8:361;15.
Peles S.(2004).Bone Marrow Evaluation. In : Pillot G, ed. The Washington Hematology and
Oncology Subspecialiaty Consult. 2nd ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins;. p.
11-13
Bain BJ. (2001).Bone Marrow Aspiration . Journal of Clinical Pathology.; 54:657-663.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku Edisi 3. Jakarta : EGC.

Ellya, M., 2016. FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


LEUKEMIA ANAK DI KOTA SEMARANG. Jurusan Ilmu kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan universitas Negeri Semarang.
Nazhipah Isnani, D. A. P. R. A., 2014. EVALUASI TOKSISITAS HEMATOLOGI AKIBAT
PENGGUNAAN 6-MERKAPTOPURIN DALAM FASE PEMELIHARAAN PADA
PASIEN PEDIATRI KANKER LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT DI RS
KANKER DHARMAIS JAKARTA. Evaluasi Toksisitas Hematologi, Vol 11(1), pp. 90
- 96.
Krisnana, I. dkk (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak 2. Surabaya: Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga.

Utami, N. W. dkk (2016). Etika Keperawatan dan Keperawatan Profesional. Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan.

51
52
53

Anda mungkin juga menyukai