Dosen Pembimbing
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SEPTEMBER, 2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Keperawatan Anak II yang berjudul “Asuhan Keperawatan Sistem Pengambilan
Keputusan Dan Advokasi Pada Klien Anak Dengan Penyakit Kronis Sistem
Hematologi”.
Dengan demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Makalah ini masih jauh dari kata sempuna, untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat
kami butuhkan guna perbaikan dan penyempurnaan makalah berikutnya. Atas kontribusi
tersebut, kami ucapkan terimakasih.
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
DAFTARPUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Leukimia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008).
Data statistik dunia menunjukkan bahwa jumlah penderita penyakit leukemia di
dunia mencapai sekitar 500-600 juta orang. Setiap 1 juta jumlah penduduk di dunia akan
terlahir 120 orang anak yang menderita kanker darah (WHO, 2010). Di Indonesia, angka
kematian akibat leukemia mencapai 50 -60% karena terbatasnya pengetahuan
masyarakat tentang bahaya kanker. Pada umumnya penderita datang berobat ketempat
yang salah dan baru memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan ketika stadiumnya
sudah lanjut, sehingga diagnosa penyakit yang lambat dan biaya pengobatan yang lebih
mahal (YKI, 2012).
Berbeda dengan kanker lainnya, penatalaksanaan utama leukemia sebagai penyakit
sistemik adalah kemoterapi yang membutuhkan waktu lama hingga bertahun-tahun.
Namun, kemoterapi memiliki berbagai efek samping yang menimbulkan
ketidaknyamanan pada fisik anak, seperti nyeri akibat mukosistis, diare, mual, dan lain-
lain (Pernomo, Sutaryo, Ugrasena, Windiastuti & Abdulsalam, 2006). Pelaksanaan
pemberian obat kemoterapi dan pemantauan kemajuan pengobatan secara rutin
menyebabkan anak harus beberapa kali berkunjung dan dirawat di rumah sakit. Sakit dan
hospitalisasi merupakan situasi yang menimbulkan stress pada anak (Wong, 2009). Oleh
karena itu, perawat memiliki peran sebagai advocator dan membantu klien serta keluarga
dalam melakukan pengambilan keputusan dalam pemberian tindakan medis dan asuhan
keperawatan yang akan diberikan kepada anak.
1
c. Apa yang dimaksud dengan Etik?
d. Apa saja tipe-tipe Etik?
e. Bagaimana prinsip-prinsip Etik?
f. Apa yang dimaksud dengan Dilema Etik?
g. Apa yang dimaksud dengan Informed Consent?
h. Bagaimana penyelesaian kasus pada Sistem Hematologi : Leukimia?
1.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Berdasarkan penelitian pada pasien leukemia anak di bawah usia 18 tahun di RS. Haji
Adam Malik Medan oleh Paulina K. Bangun, et al tahun 2012, menyebutkan bahwa leukemia
banyak terjadi pada kelompok umur 2-5 tahun (37,2%) dan terendah pada kelompok umur
11-15 tahun (12,8%). Kejadian lebih banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki daripada
perempuan (52,9% : 47,1%). Pasien mempunyai riwayat leukemia pada keluarga 4,3%
(Paulina, 2014).
4
Faktor internal meliputi, usia anak saat terdiagnosis, jenis kelamin anak, urutan kelahiran
anak, berat anak lahir, usia ibu saat mengandung anak, usia ayah ketika ibu mengandung
anak, riwayat keguguran ibu, dan riwayat pemberian ASI kepada anak.
a) Jenis kelamin anak
b) Urutan kelahiran anak
c) Berat anak lahir
d) Usia ibu saat mengandung anak
e) Usia ayah ketika ibu mengandung anak
f) Riwayat keguguran pada ibu
g) Riwayat pemberian ASI kepada anak
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi, paparan radiasi, paparan insektisida rumah tangga, dan
perilaku merokok orang tua.
a) Paparan radiasi sutet
b) Paparan insektisida rumah tangga
c) Perilaku merokok orang tua
7
- Terapi radiasi
- Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi tulang sumsum dengan kemoterapi dosis tinggi dapat meningkatkan
kekebalan tubuh serta membersihkan sel-sel tumor dan sel sel abnormal dari pasien
leukemia. Lalu dari sel sel hematopoietic dari tubuh sendiri maupun tubuh orang lain
ditransplantasi kepada pasien leukemia, pasien leukemia kembali memiliki system
hematopoietik yang normal dan pemulihan fungsi kekebalan tubuh, sehingga tercapai
tujuan terapeutiknya. Transplantasi sumsum tulang leukemia adalah pengobatan yang
paling efektif, sekitar 50 persen dari pasien leukemia yang telah menjalani
transplantasi sumsum tulang, kelangsungan hidupnya dapat berlangsung jangka
panjang.
Sumsum tulang adalah jaringan lemak lembut di dalam tulang yang berfungsi
menghasilkan sel darah. Donor sumsum tulang dibutuhkan oleh beberapa orang untuk
mengganti sumsum tulangnya yang rusak atau tidak berfungsi karena sebuah penyakit
atau kondisi medis tertentu, seperti kanker limfoma, leukimia, hingga anemia sel
sabit, dengan sumsum tulang yang sehat. Namun, mencari donor sumsum tulang
belakang yang cocok tidak semudah mendapat donor darah. Tidak sembarangan orang
yang bisa menjadi pendonor. Biasanya, orang yang memiliki kecocokan sumsum
tulang belakang adalah anggota keluarga pasien sendiri. Para ahli menyatakan bahwa
kecocokan sumsum tulang akan lebih besar antara saudara kandung, ketimbang antara
orangtua dan anak. Perbandingan kesuksesannya adalah 25% antara saudara kandung
dan kecocokan sumsum tulang antara orangtua dan anaknya hanya sekitar 0,5%
persen saja.
2. Penanganan Supportif
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel
leukemia sehingga sel normal bias tumbuh kembali di dalam sumsum tulang.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa
hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum
tulang belakang. Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita
mungkin memerlukan :
- Transfusi sel darah merahuntuk mengatasi anemia
- Transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan
8
- Antibiotik untuk mengatasi infeksi
- Obat anti jamur
- Pemberian nutrisi yang baik
- Pendekatan aspek psikososial
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang
elama beberpa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednisone
per-oral dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase
intravena. Untuk mengatasi sel leukemia di otak, biasanya diberikan suntikan
metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa
minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk
menghancurkan sel leukemia, diberikan kemoterapi konsolidasi dan kemoterapi
rehabilitasi untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik dalam tubuh penderita.
Proses pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun (Yayan, 2010).
9
BAB III
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ETHOS” menurut Araskar David
(1978) dalam Etika Keperawatan dan Keperawatan Profesioal berarti “kebiasaan”,
“model perilaku”atau “standar” yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu
tindakan. Sedangkan dalam bentuk jamak (ta etha) berarti adat kebiasaan; dengan
kata lain etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan. Menurut Kamus Webster, Etika adalah suatu ilmu yang
mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral. Penggunaan istilah etika
dewasa ini banyak diartikan sebagai“motif atau dorongan” yang mempengaruhi suatu
perilaku manusia. Potter dan Perry (1997) menyatakan bahwa etika merupakan
terminologi dengan berbagai makna, etika berhubungan dengan bagaimana seseorang
harus bertindak dan bagaimana mereka melakukan hubungan dengan orang lain.
Menurut Ismani (2001)Etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan
bagaimana sepatutnya manusia hidup didalam masyarakat yang menyangkut aturan –
aturan dan prinsip – prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar yaitu baik dan
buruk serta kewajiban dan tanggung jawab. (Utami et al, 2016).
Dengan demikian etika dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
adat istiadat, kebiasaan yang baik dan buruk secara moral serta motif atau dorongan
yang mempengaruhi perilaku manusia dalam berhubungan dengan orang lain yang
berdasarkan pada aturan-aturan serta prinsip yang mengandung tanggung jawab
moral. Etika berhubungan dengan hal yang baik dan tidak baik ,peraturan untuk
perbuatan atau tindakan yang mempunyai prinsip benar atau salah, prinsip moralitas
karena etika mempunyai tanggung jawab moral.
Menurut Cooper (1991), dalam Potter dan Perry (1997) dalam Etika
Keperawatan dan Keperawatan Profesional, etika keperawatan dikaitkan dengan
hubungan antar masyarakat dengan karakter serta sikap perawat terhadap orang
lain.Etika keperawatan merupakan standar acuan untuk mengatasi segala macam
masalah yang dilakukan oleh praktisi keperawatan terhadap para pasien yang tidak
mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan tugasnya. Etika keperawatan
10
merujuk pada standar etik yang menentukan dan menuntun perawat dalam praktek
sehari-hari. (Utami et al, 2016)
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif
yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak
memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk
membuat keputusan yang etis seseorang harus tergantung pada pemikiran yang
rasional dan bukan emosional (Thomson & Thomson, 1985). Kerangka pemecahan
dilema etik pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan/ pemecahan
masalah secara ilmiah.
Dilema etik adalah suatu kondisi yang terjadi dalam pelayanan, yang
mengharuskan perawat untuk menapis, melakukan analisa, dan sintesa serta
menetapkan keputusan yang “terbaik” bagi klien, terutama bagi kesehatan dan
integrasinya sebagai manusia.
14
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang
diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c. Mengidentifikasi isu etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan profesional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada
Informed Consent teridiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti informasi
atau keterangan dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. jadi
pengertian Informed Consent adalah suatu persetujuan yang diberikan setelah
mendapat informasi. Dengan demikian, Informed Consent dapat di definisikan
sebagai pernyataan pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan
atas rencana tindakan kedokteran yang diajukan oleh dokter setelah menerima
informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan. Persetujuan
tindakan yang akan dilakukan oleh Dokter harus dilakukan tanpa adanya unsur
pemaksaan.
Mengacu pada UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan
Permenkes No. 290 Tahun 2008, maka semua tindakan medis/kedokteran harus
mendapatkan persetujuan dari pasien, jadi sifatnya adalah non-selective. Pada
keadaan emergensi atau penyelamatan jiwa maka tidak diperlukan informed consent.
Dalam konteks praktik di lapangan informed consent tetap merupakan hal yang
penting, namun tidak boleh menjadi penghalang bagi tindakan penyelamatan jiwa.
Hak untuk memberikan memberikan informed consent adalah sebagai berikut :
a. Untuk pasien dewasa dan sehat akal adalah pasien yang bersangkutan
b. Untuk pasien anak-anak adalah keluarga terdekat atau walinya
c. Untuk pasien tidak sehat akal adalah keluarga atau walinya
d. Untuk pasien yang sudah menikah adalah pasien yang bersangkutan,
kecuali untuk tindakan medis tertentu yang harus disertai persetujuan
pasangannya. (Krisnana et al, 2016)
15
Informed Consent dapat diberikan kepada pasien atau keluarganya dengan 3 cara
yaitu secara terucap (oral consent), tersurat (written consent), dan tersirat (implied
consent). Namun pada tindakan medis yang berisiko tinggi, informed consent harus
diberikan secara tersurat/tertulis. (Kisnana et al, 2016)
Syarat informed consent adalah voluntary (suka rela, tanpa unsur paksaan),
unequivocal (dengan jelas dan tegas), conscious (dengan kesadaran), dan naturally
(sesuai kewajaran). (Krisnana et al, 2016)
16
BAB IV
PENYELESAIAN KASUS
Tn A (45) dan Ny. Y (44) pada hari minggu datang membawa anaknya An. D (14) ke RSUD
dengan keadaan yang mengkhawatirkan. Tn A mengatakan anaknya sering mimisan, , tidak
mau makan dan lemas, bahkan di kulit An B timbul kemerahan. Sebelumnya An D memang
mempunyai riwayat leukemia tetapi masih tahap awal dan Tn. A dan Ny Y sudah jarang
membawa An D untuk check up atau periksa. Karena mereka sudah yakin dengan terapi obat-
obatan yang diminum setiap hari oleh An D, tetapi baru diketahui bahwa An D sering
membuang obat-obatan tersebut Sehingga, saat ini kondisi An D semakin parah, dan setalah
dilakukan pemeriksaan ternyata An D sudah memasuki stadium lanjut. Untuk
memperpanjang kualitas hidup An D tenaga kesehatan menganjurkan untuk transplantasi
sumsum tulang, dan transplantasi sumsum tulang hanya bisa dilakukan oleh saudara sendiri,
karena kecocokan sumsum tulang dengan saudara lebih tinggi dibandingkan dengan
kecocokan orang tua. Tetapi, orang tua An D bingung untuk menyetujuinya karena kakak An
D yang baru saja berumur 18 tahun baru sembuh dari sakit demam berdarah dan asma , orang
tua An D takut anak pertamanya kambuh dari sakit asma dan demam yang sebelumnya telah
dideritanya, tetapi orang tua An D juga tidak mau An D terlambat ditangani. Setelah
ditanyakan kepada pendonor (kakak An D ) bersedia membantu adiknya untuk transplantasi
susmsum tulang. Orang tua An D masih belum merelakan anak pertamanya mendonorkan
karena takut terjadi sesuatu pada (kakak An D).
Penyelesaian kasus
Sesuai dengan langkah-langkah pemecahan etik yang dikemukakan oleh murphy dan
murphy:
17
prosedur sifat operasi , akibat dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.
Karena pada kasus di atas pendonor (kakak An D) menyetujui untuk membantu
adeknya melakukan transplantasi sumsum tulang , maka selanjutnya adalah dokter
memberitahukan tentang prosedur pemeriksaan kecocokan sumsum tulang
belakang serta prosedur transplantasi sumsum tulang terhadap pendonor maupun
penerima.
A. Metode
Pra Analitik
1. Persiapan pasien
1.1 Penilaian keadaan awal pasien:
a. Riwayat medis : riwayat perjalanan pasien, status defisiensi imun, resiko
kerapuhan tulang, diagnosa keganasan sebelumnya, resiko kelainan
hematologi dan alergi.
b. Gambaran klinis : pemeriksaan fisik (cth: pembesaran organ, tanda-tanda
keganasan, infeksi)
c. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah lengkap, apusan darah tepi,
retikulosit, hemostasis), pemeriksaan radiologi dan lain-lain.
d. Penentuan tempat aspirasi sumsum tulang :
Dewasa : spina iliaka posterior superior (SIPS), spina iliaka anterior
superior (SIAS), manubrium sterni, prosesus spinosus vertebra lumbal,
krista iliaka.
Anak : spina iliaka posterior superior, spina iliaka anterior superior,
tuberositas tibia (< 2 thn).5,7 Spina iliaka posterior superior merupakan
18
tempat aspirasi yang lebih disukai karena lebih aman, komplikasi minimal
dan mudah diakses.
1.2 Penentuan tanggal aspirasi sumsum tulang.
1.3 Penjelasan prosedur tindakan pada pasien dan keluarganya.
1.4 Menandatangani persetujuan tindakan (informed consent)
1.5 Pada pasien anak lebih baik diberikan anastesi general, khususnya yang
membutuhkan aspirasi sumsum tulang berulang, sehingga operator dapat
melakukan aspirasi sumsum tulang dengan baik dan trauma psikis pada
pasien anak dapat dihindari.
1.6 Pada pasien dewasa dengan ansietas, dapat diberikan sedatif (diazepam atau
dormicum).
19
Analitik
A. Cara pengambilan aspirasi sumsum tulang :
1. Posisikan pasien sesuai tempat aspirasi sumsum tulang. Misal : tempat
aspirasi sumsum tulang pada SIPS, maka pasien berbaring dengan posisi
lateral dekubitus dan kedua lutut difleksikan. Palpasi SIPS dan tandai.
2. Operator mengenakan sarung tangan steril.
3. Daerah sekitarnya dibersihkan dengan desinfektan larutan betadin atau
alkohol 70% atau chlorhexidine gluconate 5%
4. Daerah tersebut ditutup kain penutup steril (duk) berlubang di daerah
tusukan.
5. Lakukan anestesi lokal dengan cara menyuntikan lidokain 2% sebanyak 2-3
cc di subkutan sampai periosteum tempat aspirasi. Tunggu sampai anastesi
bekerja.
6. Masukkan jarum BMA tegak lurus terhadap trabekula krista iliaka pada
bagian tengah SIPS atau 2 cm posterior dan 2 cm inferior SIAS. Ketika
jarum sudah menyentuh periosteum putar jarum searah dan berlawanan
jarum jam sampai masuk ke trabekula yang ditandai dengan tekanan yang
tiba-tiba berkurang. Kedalaman penetrasi ± 1 cm dari periosteum.
7. Mandrin (jarum bagian dalam) dikeluarkan dari jarum punksi, kemudian
dipasang spuit 10 cc pada jarum punksi bagian belakang, dan dilakukan
aspirasi . Bila berhasil memperoleh spesimen sumsum tulang maka penderita
akan merasakan rasa nyeri sesaat. Aspirasi 0,5 cc pertama digunakan untuk
sediaan apus sumsum tulang dan langsung dibuat pada saat itu juga
(bedside).
8. Lepaskan spuit dari jarum BMA dan segera buat sedian apus sumsum tulang
(lihat: cara pembuatan preparat).
20
9. Jika dibutuhkan aspirasi tambahan, gunakan spuit yang berbeda dan darah
dimasukkan kedalam tabung yang berisi antikoagulan EDTA. ICSH
merekomendasikan EDTA 1,5 ± 0,25 mg/ml darah.
10. Bila diperlukan, dapat dilanjutkan dengan biopsi.
11. Setelah jarum punksi dicabut, tutup luka dengan kain kasa steril dan tekan
selama 5 menit. Plester luka dengan kasa yang telah diberi betadin atau
antibiotik. Perban harus tetap kering dan dapat dibuka setelah 24 jam
1. Hasil aspirasi dituang pada dish glass silikon/plastik. Ambil partikel dengan
pipet Pasteur dan letakkan di object glass, kemudian buat apusan seperti pada
apusan darah tepi.
2. Metode spread/smear. Teteskan 1 tetes darah pada slide. Kelebihan darah
dialirkan dengan memiringkan slide ke salah satu sisi slide (pendek) atau di
aspirasi dengan pipet Pasteur/spuit sehingga yang tertinggal hanya partikel.
Apusan partikel dibuat dengan kaca dorong sama seperti pada apusan darah
tepi ke arah sisi slide yang lain (panjang).
3. Metode squash/crush. Teteskan 1 tetes darah yang mengandung partikel
ditengah-tengah slide. Letakkan slide ke-2 diatas slide pertama (squash).
Kedua slide kemudian dipisahkan dengan cara digeser searah sisi panjang
slide. Preparat kemudian dilabel (nama pasien dan tanggal), dikeringkan di
udara sampai benar-benar kering dan difiksasi dengan metanol selama ± 20
menit, kemudian diwarnai.
Pasca Analitik
Sistematika cara pembacaan apusan aspirasi sumsum tulang :
Makroskopis : pengamatan terhadap partikel (particulate, aparticulate)
Mikroskopis :
a. Pembesaran lemah (10x)
1. Menentukan selularitas (jumlah dan selularitas partikel)
2. Identifikasi dan jumlah megakariosit
21
3. Mendeteksi kelompok sel-sel abnormal/low incidence
b. Pembesaran sedang dan kuat (40x dan 100x oil immersion)
1. Identifikasi makrofag : gambaran hemofagositosis, infeksi bakteri atau
jamur, pigmen malaria dalam sitoplasma.
2. Identifikasi semua tahap maturasi sel-sel seri mieloid dan eritroid.
3. Menentukan M:E ratio
4. Menghitung differential count dengan menggunakan kategori eritroid,
myeloid, limfoid, sel plasma dan “lain-lain” sekaligus pengamatan ada
tidaknya morfologi abnormal
5. Mengamati area nekrosis pada sumsum tulang.
6. Penilaian kandungan besi (Perls’ stain)
Tahapan Transplantasi
- Menentukan Jenis Transplantasi
- Proses Harvesting
Proses harvesting atau panen adalah proses di mana sumsum tulang
diperoleh dari donor. Dalam proses ini pendonor akan
diberi anastesi terlebih dahulu. Kemudian jarum dimasukkan melalui kulit
donor sampai ke dalam tulang untuk mengambil sumsum tulangnya.
Proses ini umumnya membutuhkan waktu sekitar satu jam. Pada proses
22
ini, sebelumnya pasien harus kemoterapi terlebih dahulu secara intesif.
Baru kemudian pasien dibaringkan dekat dengan pendonor dan menerima
sumsum tulang melalui infus intravena yang dihubungkan ke pendonor
- Proses Engraftment
- Masa Pemulihan
Memantau kondisi pasien yang sangat rentan terhadap infeksi secara ketat.
Memberi obat untuk mengobati atau mencegah infeksi, termasuk
antibiotik, antivirus, atau antijamur.
Memantau jumlah sel darah secara rutin.
Memberikan transfusi darah bila pasien membutuhkan tambahan darah.
Memberi asupan nutrisi melalui infus, sampai pasien dapat makan melalui
mulut.
Jika transplantasi menggunakan metode allogeneic, dokter akan
memberikan obat untuk melemahkan sistem imun tubuh untuk mengurangi
risiko tubuh menyerang sel transplantasi.
23
Setelah menjalani proses pemulihan di rumah sakit dan
kondisinya sudah cukup baik, pasien diperbolehkan pulang. Beberapa
pertimbangan yang akan diperhatikan dokter untuk memperbolehkan pasien
pulang:
24
Indikasi untuk transplantasi sumsum tulang
Indikasi untuk transplantasi sumsum tulang relevan untuk pasien yang
menderita hematologis, onkologis atau sejumlah penyakit bawaan. Juga, indikasi
tepat waktu penting untuk pasien dengan leukemia kronis akut, limfoma, berbagai
jenis anemia, neuroblastoma dan berbagai jenis imunodefisiensi gabungan.
Donor dipilih sesuai dengan salah satu dari tiga pilihan. Pendukung yang
sesuai memiliki struktur genetik paling mendekati sel. Sel induk yang diambil dari
donor semacam itu secara signifikan akan menurunkan risiko berbagai
penyimpangan yang terkait dengan sistem kekebalan tubuh. Donor terbaik adalah
orang dengan genetika serupa, seperti saudara laki-laki kandung atau saudara
perempuan kandung. Transplantasi yang diambil dari kerabat dekat tersebut
memiliki kemungkinan 25% kemungkinan kompatibilitas genetik. Sayangnya,
dalam kebanyakan kasus, orang tua dengan anaknya tidak dapat menjadi donor
karena sering terjadi ketidakcocokan genetik.
25
Kontraindikasi, di tempat pertama, menciptakan penyakit menular akut,
seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C, sifilis, semua jenis gangguan sistem
kekebalan tubuh, serta kehamilan. Hal ini tidak dianjurkan untuk mengganti sel
punca dengan pasien fisik dan lansia yang lemah, dan sangat dikontraindikasikan
pada pasien dengan penyakit internal yang parah. Kontraindikasi juga bisa
menciptakan terapi jangka panjang dengan penggunaan antibiotik atau obat
hormonal. Kontraindikasi terhadap sumbangan sel punca, adalah penyakit
autoimun donor atau penyakit menular. Kehadiran salah satu penyakit ini mudah
ditentukan dengan pemeriksaan komprehensif medis wajib donor. Tapi, hari ini
masih kendala yang paling serius dalam prosedur penggantian sel induk, tetap
tidak sesuai dengan donor dan pasien. Sangat sedikit kesempatan untuk
menemukan donor yang cocok dan cocok untuk transplantasi. Seringkali bahan
donor diambil baik dari pasien sendiri atau dari kerabatnya yang kompatibel
secara fisiologis.
26
- Dokter (sebagai pembuat keputusan medis untuk pasien dan yang
mengerti bahaya atau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada
pendonor ataupun penerima
- Kepala ruang dan perawat sebagai penanggung jawab pasien dan yang
mengerti bahaya atau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada
pendonor ataupun penerima
27
Kemoterapi
Meringankan gejala
Kemoterapi dapat memperkecil tumor yang mengakibatkan rasa
sakit.
Mengendalikan
Kemoterapi dapat mencegah penyebaran, memperlambat
pertumbuhan, sekaligus menghancurkan sel kanker yang
berkembang ke bagian tubuh yang lain.
Menyembuhkan
Kemoterapi dapat menghancurkan semua sel kanker hingga
sempurna dan ini mencegah kekambuhan atau berkembangnya
kanker di dalam tubuh kembali.
Hanya saja, kemoterapi juga dapat memengaruhi sel sehat yang secara
normal membelah diri dengan cepat, misalnya sel pada kulit, usus, serta
rambut. Kerusakan pada sel sehat itu yang dapat mengakibatkan efek samping.
Namun, hal ini umumnya akan segera menghilang setelah pengobatan
kemoterapi selesai.
28
Suntik. Diberikan melalui suntikan pada otot atau lapisan lemak,
misalnya di lengan, paha, atau perut.
Efek Samping
Rambut rontok.
Nyeri.
29
Sering terkena infeksi.
Sulit tidur.
Sariawan.
30
Transplantasi sumsum tulang tidak dapat dilakukan oleh orang lain yang
memiliki kelinan genetic sehingga sulit menemukan kecocokan genetik dengan
penderita, hanya saudara yang kecocokan genetiknya paling sama dengan
penderita. Pendonor transplantasi sumsum tulang yang merupakan kakak
penderita yang baru saja sembuh dari sakit demam dan asma tidak mempengaruhi
kulaitas dan tidak mengganggu transplantasi sumsum tulang atau menularkan
penyakitnya ke penderita. Demam dan asma bukan merupakan penyakit yang
dapat di tularkan melalui transplantasi sumsum tulang. Tetapi kemungkinan
transplantasi sumsum tulang akan mempengaruhi kesehatan kakak An D sebagai
pendonor dengan mengakibatkan kelemahan atau drop dalam proses pemulihan
pasca transplantasi terlebih salah satu efek samping pendonor yaitu demam, tetapi
hal itu dapat diatasi dengan perawatan intensif dari dokter, perawat dan tenaga
kesehatan.
Hanya sejumlah kecil sumsum tulang yang diambil dari donor sehingga
tidak benar-benar menimbulkan banyak kerugian. Daerah di sekitar lokasi dimana
sumsum tulang diambil mungkin terasa kaku selama beberapa hari. Sumsum
tulang yang disumbangkan akan diganti oleh tubuh dalam beberapa hari. Namun,
waktu pemulihan akan bervariasi pada setiap individunya. Sebagian orang dapat
kembali ke rutinitas mereka sehari-hari dalam waktu seminggu, sebagian lagi
mungkin membutuhkan 3-4 minggu sebelum semuanya normal kembali.
Meskipun ada tidak ada efek samping berat bagi pendonor, komplikasi yang
dikaitkan dengan penggunaan anestesi seperti mual dan muntah mungkin perlu
pula diperhatikan.
31
g. Pemberi keputusan
Tn A sebagai kepala keluarga adalah pengambil keputusan dalam kasus An D di
atas
i. Analisa status hingga hasil actual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan
berikutnya.
Tn. A tidak yakin dengan proses pendonoran karena kakak klien baru saja sembuh
dari sakit demamnya.
Syarat donor sumsum tulang belakang
Syarat donor sumsum tulang belakang dilansir dari Be The Match:
a. Mencari donor sumsum tulang belakang yang cocok tidak semudah mendapat
donor darah. Tidak sembarangan orang yang bisa menjadi
pendonor. Biasanya, orang yang memiliki kecocokan sumsum tulang
belakang adalah anggota keluarga pasien sendiri. Para ahli menyatakan
bahwa kecocokan sumsum tulang akan lebih besar antara saudara kandung,
ketimbang antara orangtua dan anak. Perbandingan kesuksesannya adalah
32
25% antara saudara kandung dan kecocokan sumsum tulang antara orangtua
dan anaknya hanya sekitar 0,5% persen saja.
b. Berusia antara 18-44 tahun — Anda yang berusia lebih tua boleh saja
mendonor, tapi ada risiko komplikasi yang lebih tinggi.
c. Memiliki angka BMI maksimal 40 — pendonor yang sangat kekurangan
berat badan perlu dievaluasi lebih lanjut
d. Tidak memiliki penyakit autoimun, seperti lupus eritematosus sistemik,
PCOS, fibromyalgia, rematik, psoriasis parah
e. Tidak memiliki penyakit atau kelainan darah, seperti hemofilia, DVT (aktif
dan/atau riwayat), anemia aplastik, gangguan pembekuan darah seperti
penyakit Von Willebrand, atau sedang mengonsumsi obat pengencer darah
f. Tidak mengidap HIV/AIDS, sirosis, hepatitis B atau C kronis
g. Tidak memiliki penyakit jantung, termasuk riwayat stroke, stroke TIA,
perdarahan intrakranial, serangan jantung, angioplasty, operasi bypass,
operasi mengganti katup jantung, penggunaan alat pacu, atau cedera dan
operasi otak — bahkan jika sedang dalam masa pemulihan
h. Tidak memiliki penyakit ginjal kronis, seperti ginjal polikistik atau
glomerulonefritis kronis. Jika ginjal Anda diangkat karena penyakit, Anda
tidak bisa mendonor. Namun jika Anda punya batu ginjal, Anda masih boleh
mendonor
i. Tidak memiliki riwayat kekambuhan epilepsi lebih dari satu kali dalam satu
tahun. Epilepsi yang dikontrol dengan obat-obatan masih boleh mendonor
j. Tidak memiliki kanker, termasuk kanker kulit melanoma. Namun kanker
payudara, kandung kemih, dan serviks yang sudah sembuh mungkin
dibolehkan
k. Tidak boleh mendonor jika pernah mendonor salah satu atau lebih dari organ
ini: jantung, paru, ginjal, sel induk darah. Selain dari ini mungkin dibolehkan,
tergantung alasannya
l. Tidak sedang hamil
m. Tidak mengidap tuberkulosis aktif dalam dua tahun belakang
n. Tidak memiliki masalah nyeri kronis pada tulang, punggung, pinggul, atau
tulang belakang yang menghambat aktivitas atau yang perlu obat resep/terapi
fisik rutin
33
Efek samping dan pemulihan bagi pendonor sumsum tulang belakang
34
NASKAH ROLEPLAY PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PEMAIN
SCENE 1
Anak Hanin adalah anak perempuan berusia 10 tahun yang dilarikan ke UGD di Rumah
Sakit Sejahtera, karena penyakitnya kambuh. Setahun lalu, ia terdiagnosa Leukemia dengan
gejala sering mimisan, tidak mau makan dan lemas, bahkan kulitnya menjadi merah-merah
tanpa sebab. Setelah dilakukan pemeriksaan lab, anak ini rupanya telah mengidap Leukemia
stadium lanjut, dan harus dirawat inap.
Ners Ayu : “Silahkan duduk, Ibu.” (mempersilahkan Ibu Uta dan Budhe Ragil untuk
duduk di hadapan meja Dokter)
35
Dokter Nafi : “Begini Bu, saya sebagai Dokter yang menangani Anak Hanin, ingin
menyampaikan sesuatu mengenai kondisinya. Sesuai dengan hasil lab dan
pemeriksaan lainnya, Leukemia anak Ibu sudah memasuki stadium lanjut.”
Dokter Nafi : “Kemungkinan bisa, Bu. Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan
transplantasi sumsum tulang belakang.”
Dokter Nafi : “Kami akan mengambil sumsum tulang belakang dari keluarga pasien yang
berusia 18-44 tahun.”
Ibu Uta : (panik) “Saya saja, Dok. Ambil saja sumsum tulang belakang saya.”
Ners Ayu : (menyahut) “Maaf, Bu, dengan usia 44 tahun, kemungkinannya kecil untuk
bisa mendonorkan sumsum tulang belakang.”
Ners Ayu : “Karena akan menimbulkan efek samping lebih besar, atau mungkin Anak
Hanin ini memiliki saudara?”
Dokter Nafi : “Kalau begitu kakak perempuannya memiliki peluang untuk mendonorkan
sumsum tulang belakangnya.”
36
Ibu Uta : (menyahut, menolak) “Jangan Dok. Kakaknya baru saja sembuh dari demam.
Jadi saya tidak mau kalau dia yang mendonorkan.”
Ners Ayu : (menenangkan) “Bu, begini... sakit demamnya tidak berpengaruh pada proses
pendonoran. Tapi semua keputusan akan kembali pada Ibu.”
Dokter Nafi : “Karena transplantasi sumsum tulang belakang adalah tindakan yang paling
efektif untuk penanganan leukemia stadium lanjut, Bu.”
Ibu Uta : (berpikir sejenak, sedikit emosi) “Tidak! Kalau bisa saya saja!”
Ibu Uta : (tetap bersikukuh) “Kenapa tidak bisa?! Saya akan menerima semua
risikonya!”
Ners Ayu : “Bu, seperti yang saya katakan sebelumnya, risikonya akan lebih tinggi. Ibu
mungkin bisa mendonorkan, tapi ibu harus melakukan tes kecocokan sumsum
tulang belakang terlebih dahulu.”
Ibu Uta : (marah) “Saya kan ibunya, jadi sudah pasti cocok!”
Dokter Nafi : (menyahut) “Tidak semua orangtua cocok dengan sumsum tulang belakang
anaknya, bahkan kecocokan tersebut lebih tinggi dengan saudara kandungnya,
Bu.”
Budhe Ragil : (menenangkan Ibu Uta) “Sudah, sudah. Begini, Dok, Sus... biar kami pikirkan
dulu.”
Dokter Nafi : “Baik, Bu. Apabila ada yang ingin ditanyakan, lebih jelasnya hubungi Ners
A.” (tersenyum)
Budhe Ragil : (bangkit dari duduknya bersamaan dengan Ibu Uta) “Iya Dok, terimakasih.
Kami permisi dulu.” (berjalan keluar ruangan)
37
SCENE 2
Cast :
Pasien Hanin terbaring lemas ditemani kakak perempuannya. Kemudian, Ibu Uta dan
Budhe Ragil memasuki ruangan dalam diam.
Kakak Indah: "Ayo bu duduk dulu. (Mereka duduk bertiga). Jadi bagaimana bu?"
Kakak Indah: (diam sejenak) “Begitu ya, Bu. (sedih) Lalu apakah masih bisa sembuh?”
Budhe Ragil : “Bisa. Dokter bilang caranya dengan transplantasi sumsum tulang belakang.”
Budhe Ragil : (menghela napas) “Iya, Ibumu bisa mendonorkannya, tapi risikonya tinggi.
Dan kata Dokter kalau bisa saudaranya yang berusia 18 tahun ke atas.”
Kakak Indah : “Oh, iya, saya saja. Saya kan berusia 18 tahun.”
38
Kakak Indah : “Tidak apa-apa, Bu. Saya siap.”
Ibu Uta : “Jangan! Kamu kan baru saja sembuh dari demam, nanti makin sakit.”
Budhe Ragil : “Hmm, tidak perlu diputuskan secara tergesa-gesa, Nak. Mari kita pikirkan
pelan-pelan.”
Anak Hanin : "Ibu ada apa sama adik bu? Adek tidak apa-apa kan?"
SCENE 3
Ibu Uta dan Budhe Ragil akhirnya menemui Ners Ayu. Ners Ayu sendiri meminta Ibu
Uta dan Budhe Ragil untuk mengikuti Ners Ayu ke ruang Edukasi. Di ruang Edukasi
tersebut, Ners Ayu memfasilitasi Ibu Uta dan Budhe Ragil dengan cara memberikan mereka
pengetahuan mengenai Transplantasi Sumsum Tulang.
Ners Ayu : “Begini, Ibu Uta. Mungkin Ibu Uta masih ragu untuk menyetujui saran dari
dokter mengenai tindakan untuk penyembuhan Anak Hanin, yaitu
Transplantasi Sumsum Tulang. Oleh karena itu, saya disini ingin
memberitahukan hal-hal yang berhubungan dengan Transplantasi Sumsum
Tulang itu sendiri sebagai bahan pertimbangan Ibu dan keluarga.”
Ibu Uta : “Iya, Sus. Bisa jelaskan lebih lanjut kepada saya?”
Ners Ayu : “Jadi, seperti ini, Bu. Singkatnya, Transplantasi Sumsum Tulang ini akan
dilakukan dengan cara mengambil sedikit saja sumsum tulang dari pendonor,
dan nantinya akan diberikan kepada penerima lewat infus sumsum tulang yang
39
dihubungkan dengan pendonor. Hal ini dilakukan kepada pasien Leukimia
agar pasien Leukimia dapat memproduksi sel darah kembali menggantikan
sumsum tulang yang rusak; menyediakan sel induk darah yang baru untuk
membunuh sel kanker; menjaga kondisi dan mengembalikan fungsi normal
dari sumsum tulang; dan untuk mencegah kerusakan sumsum tulang lebih
lanjut. Sampai disini apakah ada yang kurang jelas?”
Ibu Uta : “Lumayan jelas, Sus. Apakah itu saja yang ingin Suster jelaskan?”
Ners Ayu : “Hanya sejumlah kecil sumsum tulang yang diambil dari donor sehingga tidak
benar-benar menimbulkan banyak kerugian. Daerah di sekitar lokasi dimana
sumsum tulang diambil mungkin terasa kaku selama beberapa hari. Sumsum
tulang yang disumbangkan akan diganti oleh tubuh dalam beberapa hari.
Namun, waktu pemulihan akan bervariasi pada setiap individunya. Sebagian
orang dapat kembali ke rutinitas mereka sehari-hari dalam waktu seminggu,
sebagian lagi mungkin membutuhkan 3-4 minggu sebelum semuanya normal
kembali. Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu
kemungkinan infeksi dan juga kemungkinan perdarahan karena pengobatan
kanker dosis tinggi. Hal ini dapat ditanggulangi dengan pemberian antibiotik
ataupun transfusi darah untuk mencegah anemia. Mual dan muntah, kegagalan
transplantasi, dan kelebihan cairan. Kami akan melakukan pencegahan agar
tidak timbul komplikasi, baik bagi pendonor ataupun penerima.”
Ibu Uta : “Kan kata Dokter tadi saya tidak diperbolehkan untuk mendonorkan sumsum
tulang saya karena usia saya sudah 44 tahun, Sus. Apa hanya karena itu saja
saya tidak diperbolehkan sebagai pendonor?”
Ners Ayu : “Jadi, untuk Transplantasi Sumsum Tulang ini sendiri ada beberapa indikasi
dan kontraindikasinya, Bu. Indikasi untuk transplantasi sumsum tulang relevan
untuk pasien yang menderita hematologis, onkologis atau sejumlah penyakit
bawaan. Juga, indikasi tepat waktu penting untuk pasien dengan leukemia
kronis akut, limfoma, berbagai jenis anemia, neuroblastoma dan berbagai jenis
imunodefisiensi gabungan. Sedangkan, kontraindikasi tindakan ini sendiri
adalah untuk pasien dengan HIV, hepatitis B dan hepatitis C, sifilis, semua
40
jenis gangguan sistem kekebalan tubuh, serta kehamilan. Seringkali bahan
donor diambil baik dari pasien sendiri atau dari kerabatnya yang kompatibel
secara fisiologis. Menurut penelitian, sumsum tulang dari saudara kandung
pasien lebih kompatibel dibandingkan dengan sumsum tulang orang tua. Oleh
karena itu, Dokter menyarankan pendonor sebaiknya adalah kakak kandung
pasien.”
Ibu Uta : “Kan, anak pertama saya baru saja sembuh dari demam, dia juga punya
riwayat penyakit asma, apa mendonorkan sumsum tulangnya tidak akan
memperburuk keadaannya nanti?”
Ners Ayu : “Demam dan asma bukanlah hal yang dapat menghalangi pendonor untuk
mendonorkan sumsum tulangnya. Syarat-syarat sebagai pendonor sumsum
tulang sendiri adalah sebagai berikut: berusia minimal 18 tahun dan maksimal
44 tahun; angka BMI maksimal 40; tidak memiliki penyakit autoimun,
kelainan darah, penyakit jantung, gagal ginjal kronis, riwayat epilepsy dan
kanker, riwayat TB selama 2 tahun terakhir, dan riwayat nyeri kronis pada
tulang; serta tidak sedang hamil.”
Ners Ayu : “Untuk mencegah terjadinya komplikasi atau hal-hal yang tidak diinginkan,
maka kami akan senantiasa memantau kondisi pendonor maupun penerima.”
Ibu Uta : “Apakah tidak ada cara lain untuk menyembuhkan anak saya, Sus, selain cara
ini?”
Budhe Ragil : “Lalu, kenapa tidak dengan kemoterapi itu saja, Sus?”
Ners Ayu : “Untuk menghentikan pertumbuhan dan membunuh sel berbahaya, perawatan
yang sangat radikal, seperti kemoterapi atau radioterapi, diperlukan.
Sayangnya, selama prosedur radikal ini, unsur seluler yang berpenyakit dan sel
sehat mati. Jadi, sel-sel mati organ hematopoietik digantikan oleh CS
pluripotent yang sehat, baik pasiennya sendiri atau donor yang kompatibel.
Pada kasus ini, alternative lain tidak memungkinkan, karena leukemia yang
sudah diderita Anak Hanin sudah memasuki stadium lanjut, kondisi sumsum
41
tulang Anak Hanin telah rusak dan tidak lagi mampu menghasilkan sel darah
merah untuk tubuhnya, sehingga yang dapat dilakukan hanya melakukan
transplantasi tulang untuk Anak Hanin karena potensi manfaat dari tranplantasi
tulang sangat besar dibandingkan dengan perawatan yang lain.”
Ibu Uta : “Baik, Sus. Setelah diberi edukasi seperti ini, sedikit demi sedikit saya sudah
mengerti. Namun, saya masih memerlukan waktu untuk berpikir dan
berdiskusi dengan anak saya serta keluarga yang lainnya. Jadi, saya belum bisa
memutuskan sekarang.”
Ners Ayu : “Baik, Ibu. Silakan Ibu berdiskusi dengan keluarga terlebih dahulu. Semoga
penjelasan dari saya tadi akan sangat membantu Ibu dan keluarga dalam
mengambil keputusan.”
Budhe Ragil : “Kalau begitu, kami permisi dulu, Sus. Terima kasih banyak.”
(Ibu Uta dan Budhe Ragil meninggalkan ruang edukasi dan kembali ke kamar rawat Anak
Hanin)
SCENE 4
Didalam ruang rawat inap Anak Hanin, Ibu Uta dan Budhe Ragil kembali berdiskusi
perlahan agar tidak terdengar oleh Anak Hanin. Indah yang merasa akan dilibatkan dalam
tindakan Transplantasi Sumsum Tulang pun akhirnya menghampiri ibu dan budhenya untuk
membahas masalah ini.
Indah : (berjalan menghampiri Ibu Uta dan Budhe Ragil) “Ibu dan Budhe sedang
membicarakan apa?”
42
Budhe Ragil : “Kami sedang berdiskusi tentang tindakan yang akan dilakukan Dokter dan
perawat yang tadi, Indah.”
Indah : “Kenapa masih bingung, Bu? Toh, ini untuk kebaikan Adik juga.”
Ibu Uta : “Ibu khawatir sama kamu, Nak. Lagipula, ibu juga tidak tahu apakah tindakan
ini dibenarkan di agama kita.”
Budhe Ragil : “Begini saja. Bagaimana kalau kita minta pertimbangan juga ke Ustadzah di
kampung kita? Nanti akan aku bawa dia kesini untuk menjelaskan apakah
tindakan ini diperbolehkan atau tidak di agama kita. Sehingga, kita juga tidak
akan ragu dalam mengambil keputusan. Bagaimana?”
Indah : “Boleh, Budhe. Jadi, nanti kita akan semakin yakin dengan keputusan yang
kita ambil.”
Ibu Uta : “Baiklah kalau begitu. Besok, ajak Ustadzah untuk datang kesini dan kita bisa
pertemukan dengan Suster Ayu untuk berdiskusi bersama lagi.”
SCENE 5
Cast : Budhe Ragil, Ibu Uta, Ustadzah Listya, Ners Ayu, Anak Hanin
Keesokan harinya Budhe Ragil menjemput Ustadzah Listya untuk melakukan diskusi
lagi mengenai pengambilan keputusan untuk Adik Hanin. Ustadzah Listya diminta untuk
datang ke Rumah Sakit agar dapat berdiskusi dengan Ibu Uta.
43
Ustadzah : “Iya, Bu, terimakasih. Bagaimana keadaan Dik Hanin?”
Ustadzah : “Tidak apa-apa, Dik. Itu artinya Allah sayang sama Dik Hanin. Adik Hanin
disuruh istirahat dulu sama Allah, nanti baru boleh main lagi sama teman-
temannya, ya? Berdoa terus, ya, Sayang…”
Ibu Uta : “Nak, Ibu masih mau ngobrol sama Ustadzah dulu, ya… Adik sama kakak
dulu, ya, Sayang.”
Budhe Ragil : “Iya, Sus. Ini Sus, perkenalkan Ustadzah Listya. Jadi, kami mendatangkan
Ustadzah Listya disini untuk memastikan bahwa tindakan nanti yang kita
ambil, benar atau salah di pandangan agama. Jadi, mungkin Suster bisa
menjelaskan sekilas tindakan apa yang dilakukan kepada Hanin.”
Ners Ayu : “Baik, Ustadzah. Perkenalkan, nama saya Ayu. Disini saya sebagai perawat
yang bertanggung jawab terhadap pasien Anak Hanin. Jadi, anak Hanin
terdiagnosa mengalami Leukemia Stadium Lanjut. Pada saat ini tindakan yang
sangat efektif dilakukan untuk menyelamatkan nyawa Anak Hanin hanyalah
Transplantasi Sumsum Tulang yang dapat dilakukan oleh kakak dari Anak
Hanin sendiri. Tindakan Transplantasi Sumsum Tulang ini merupakan
tindakan yang sangat efektif dan terbukti manfaatnya yang besar bagi
kesejahteraan hidup pasien penderita Leukemia. Nah, yang dikhawatirkan
keluarga adalah pendonor yang merupakan kakak dari Anak Hanin yang baru
44
saja sembuh dari penyakit demam dan asma. Namun, saya disini sudah
menjelaskan bahwa demam dan asma bukanlah kontraindikasi pendonor
sumsum tulang. Jadi efek samping bagi pendonor tidak begitu besar. Mungkin
saja pendonor hanya akan mengalami efek samping dari anastesi dari prosedur
Transplantasi Sumsum Tulang dan insyaAllah tidak akan membuat kambuh
penyakit sebelumnya.”
Ustadzah : “Oh, begitu rupanya. Kalau begitu mungkin Suster dapat menjelaskan
prosedurnya seperti apa?”
Ners Ayu : “Jadi prosedurnya nanti seperti ini. Pertama-tama, kami akan mengambil
sampel sumsum tulang dari pendonor. Dalam proses ini, jarum dimasukkan
melalui kulit pendonor hingga ke dalam tulang untuk mengambil sumsum
tulangnya. Seluruh proses memakan waktu sekitar satu jam dan donor
biasanya diberikan anestesi. Setelah itu pasien diberikan infus sumsum tulang
belakang dari pendonor melalui jalur intravena, dimana sel-sel induk baru
menemukan jalan mereka ke sumsum tulang belakang dan kembali
memproduksi sel darah.”
Ustadzah : “Apakah prosedur ini dapat merugikan salah satu pihak atau bahkan
keduanya?”
Ustadzah : “Jadi begini, pada kasus ini pendonor dikatakan sebagai donor dalam keadaan
sehat. Yang dimaksud disini adalah donor sumsum tulang bagi siapa saja yang
memerlukan pada saat si donor masih hidup. Seperti langsung ke kasus, bahwa
kakak dari Nak Hanin, sebagai calon pendonor masih hidup dan sehat serta
siap melakukan tindakan tersebut. Donor semacam ini hukumnya boleh.
Karena Allah SWT memperbolehkan memberikan pengampunan terhadap
qisash maupun diyat.
45
“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af
dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan
dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (TQS al-Baqarah [2]:
178)
“Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat, yaitu donor tersebut tidak
mengakibatkan kematian si pendonor ataupun merugikan yang mengakibatkan
cacat pada pendonor. Karena disini manusia tidak boleh membunuh dirinya,
menyakitinya atau membiarkan orang lain membunuh dirinya dan
menyakitinya; meski dengan kerelaannya.
Budhe Ragil : “Jadi, apakah tidak apa-apa, Ustadzah, kalau transplantasi ini dilakukan?”
Ustadzah : “Tidak apa-apa menurut agama, karena tindakan donor ini tidak
mengakibatkan kematian dan kecacatan, dan malah menyelamatkan hidup
seseorang.”
Ners Ayu : “Alhamdulillah… Mungkin dari penjelasan Ustadzah Listya dapat menambah
pertimbangan dan keputusan dari keluarga, ya? Saya berharap keluarga dapat
menyetujuinya.”
Ibu Uta : “Baik, Sus. Kalau begitu, biar nanti saya pertimbangkan lagi. Keputusannya
nanti saya sampaikan ke Suster setelah Dzuhur. Bagaimana, Sus? Apakah
terlalu lama?”
Ners Ayu : “Tidak apa-apa, Ibu Uta. Saya mengerti. Kalau begitu, saya tunggu di nurse
station nanti setelah Dzuhur, ya, Bu.”
Ners Ayu : “Kalau begitu, saya permisi dulu, ya, Ibu, Ustadzah. Semoga diskusi hari ini
bermafaat dan memberikan keputusan yang terbaik, ya, Bu.”
46
Ustadzah : “Aamiin… Saya doakan semoga selalu di berikan kelancaran. Saya permisi
dulu, ya. Karena saya harus mengisi kajian rutin.”
Ustadzah : “Tidak usah repot-repot, Bu Ragil, saya sudah di jemput sama anak saya. Saya
permisi dulu, ya. Nanti salam ke Adik Hanin dan Nak Indah, nggih…
Assalamu’alaikum…”
SCENE 6
Ibu Uta : “Bismillah, ya, Dok, Sus. Kami sekeluarga menyetujui untuk dilakukannya
Transplantasi Sumsum Tulang pada anak saya Hanin dengan pendonor anak
pertama saya, Indah. Tapi, Dok, Sus, ini benar-benar tidak menyakiti kedua
anak saya, kan?”
Dokter Nafi : “Tidak, Bu. InsyaAllah kami akan melakukan yang terbaik untuk kedua anak
Ibu. Nanti setelah dilakukan tindakan, kami juga akan memamtau risiko dan
efek samping yang kemungkinan terjadi kepada kedua anak Ibu.”
Budhe : “Apakah setelah dilakukan Transplantasi Sumsum Tulang, Indah juga akan
dirawat seperti Hanin, Dok, Sus?”
47
Dokter Nafi : “Iya, Bu. Nanti Nak Indah juga akan dilakukan perawatan disini untuk
memantau efek samping yang kemungkinan terjadi. Tapi perawatan ini tidak
akan berlangsung lama, karena hanya untuk melakukan perbaikan produksi
sumsum tulangnya, Bu.”
Ibu Uta : “Dok, saya tanya sekali lagi, Dok. Anak pertama saya tidak akan kambuh lagi
dan sakit lagi, kan, Dok?”
Dokter Nafi : “InsyaAllah kami akan melakukan yang terbaik, Bu. Mungkin efek samping
tetap ada, tapi kami akan berusaha untuk meminimalkan efek samping
tersebut, Bu. Dan efek samping untuk pendonor tidak begitu besar sehingga
tidak akan merugikan pendonor.”
Budhe Ragil : “Kalau sama Hanin gimana, Dok? Apakah Hanin nanti bisa sembuh kembali?”
Dokter Nafi : “Kami akan lakukan yang terbaik, Bu. Manfaat Transplantasi Sumsum Tulang
ini sangat besar untuk kesejahteraan hidup Anak Hanin. Apakah Ibu sudah
berdiskusi dengan Ners Ayu dan dijelaskan mengenai semua Tindakan
Transplantasi Tulang?”
Dokter Nafi : “Baik kalau begitu.” (menghadap Ners Ayu) “Tolong berikan informed
consent untuk Ibu Uta, Ners.”
Ners Ayu : (mengambil informed consent) “Ibu Uta, ini adalah lembar informed consent.
Sebelumnya saya akan menjelaskan informed consent itu apa. Jadi, informed
consent adalah suatu proses penyampaian informasi secara relevan dan
eksplisit kepada pasien/subjek penelitian untuk memperoleh persetujuan medis
sebelum dilakukan suatu tindakan medis/pengobatan/partisipasi dalam
penelitian. Nah, kemaren saya sudah menyampaikan beberapa informasi
mengenai tindakan yang akan dilakukan, yaitu Tranplantasi Sumsum Tulang.
Sekarang, Ibu sebagai penanggung jawab dan pengambil keputusan dari Anak
Hanin, yang masih berumur 10 tahun, yang masih tidak bisa memberikan
48
keputusannya sendiri, karena persetujuan tindakan hanya dapat dilakukan oleh
seseorang yang berumur diatas 18 tahun. Disini, Ibu Uta sebagai Ibu kandung
dari Anak Hanin, saya tanyakan lagi, apakah Ibu bersedia jika Anak Hanin
dilakukan tindakan Transplantasi Sumsum Tulang?”
Ners Ayu : “Baik, Bu. Silakan mengisi lembar persetujuan tindakan ini.” (menjelaskan isi
dan cara mengisinya)
Dokter Nafi : “Baik, terimakasih ya, Bu. Nanti tindakan Transplantasi Sumsum Tulangnya
insyaAllah akan dijadwalkan besok pagi pukul 08.00, ya, Bu. Untuk persiapan
Transplantasi Sumsum Tulangnya, seperti puasa dan lain-lainnya, nanti akan
dijelaskan oleh Ners Ayu.”
Ibu Uta : “Baik, Dok. Terimkasih banyak. Tolong lakukan yang terbaik untuk anak
saya.”
Dokter Nafi : “Pasti, Bu. Kami akan melakukan yang terbaik untuk kedua anak Ibu.”
Budhe Ragil : “Saya harap semuanya berjalan lancer, ya, Dok, Sus.”
Akhirnya setelah pertimbangan dan perdebatan yang sangat panjang yang dilakukan
oleh keluarga Anak Hanin, keluarga dari Anak Hanin menyetujui tindakan Transplantasi
Sumsum Tulang.
49
BAB VI
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Leukemia atau kanker
darah adalah sekelompok penyakit neoplastik yang beragam, ditandai oleh
perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk
darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid.Sel-sel normal di dalam sumsum tulang
digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum
dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atai darah tepi. Sel leukemia
mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan
imunitas tubuh penderita.
4.2 Saran
Saran Bagi Mahasiswa Keperawatan
Seluruh mahasiswa keperawatan agar meningkatkan pemahamannya
terhadap penyakit leukemia sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan
layanan keperawatan.
Saran Bagi Perawat
Diharapkan agar perawat bisa menindaklanjuti penyakit tersebut melalui
kegiatan riset sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing
Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam seluruh tatanan layanan
kesehatan
Saran Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan hendaknya menyediakan buku – buku yang ada
kaitannya dengan penyakit leukemia, sehingga menambah refrensi bagi
mahasiswa keperawatan.
50
DAFTAR PUSTAKA
Imam B. (2011). Teknik Tindakan dan Pembacaan Bone Marrow Punction. Continuing
Professional Development on Clinical Pathology and Laboratory Management
Joglosemar 3; May 19; Yogyakarta.
Malempati S, Joshi S, Lai S, Braner D, Tegtmeyer K.(2009). Bone Marrow Aspiration and
Biopsy. Video in Clinical Medicine. N Engl J Med. Oct 8:361;15.
Peles S.(2004).Bone Marrow Evaluation. In : Pillot G, ed. The Washington Hematology and
Oncology Subspecialiaty Consult. 2nd ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins;. p.
11-13
Bain BJ. (2001).Bone Marrow Aspiration . Journal of Clinical Pathology.; 54:657-663.
Utami, N. W. dkk (2016). Etika Keperawatan dan Keperawatan Profesional. Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan.
51
52
53